hubungan antara kerapuhan dengan depresi pada pasien lanjut ...
Depresi Pada Usia Lanjut
-
Upload
anonymous-d0m7bd -
Category
Documents
-
view
53 -
download
3
description
Transcript of Depresi Pada Usia Lanjut
TUGAS KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT JIWA
REFERAT
Depresi Pada Usia Lanjut
Oleh
Adi Kurniawan
H1A 010 040
Pembimbing
dr. Elly Rosila W, Sp.KJ
dr. Azhari C. Nurdin, Sp.KJ
dr. Agung Wiretno Putro, Sp.KJ
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
BAGIAN ILMU PENYAKIT JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
RUMAH SAKIT JIWA MUTIARA SUKMA
NUSA TENGGARA BARAT
TAHUN 2016
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik diamati.
Dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Kantor Kementerian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia
harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,54%) maka
pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2
tahun). Pada tahun 2010 penduduk lansia mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan UHH
sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk
lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34% dengan UHH sekitar 71,1 tahun.
Meningkatnya jumlah lansia membutuhkan penanganan yang serius karena secara
alamiah lansia mengalami penurunan baik dari segi fisik, biologi maupun mentalnya
dan hal ini tidak terlepas dari masalah ekonomi, sosial dan budaya, sehingga perlu
adanya peran serta keluarga dan adanya peran sosial dalam penanganannya.
Menurunnya fungsi berbagai organ lansia menjadi rentan terhadap penyakit yang
bersifat akut atau kronis. Ada kecenderungan terjadi penyakit degeneratif, penyakit
metabolik, gangguan psikososial dan meningkatnya penyakit infeksi.1
Salah satu gangguan kesehatan yang dapat muncul pada lansia adalah
gangguan mental. Gangguan mental yang sering muncul pada masa ini adalah
depresi, gangguan kognitif, fobia, dan gangguan pemakaian alkohol. Sejumlah faktor
resiko psikososial juga melibatkan lansia kepada gangguan mental. Faktor resiko
tersebut adalah hilangnya peranan sosial, hilangnya ekonomi, kematian teman atau
sanak saudaranya, penurunan kesehatan, peningkatan isolasi karena hilangnya
interaksi sosial, keterbatasan finansial, dan penuruann fungsi kognitif.1
Pada lansia depresi lebih sering terjadi dibandingkan pada populasi umum.
Depresi adalah salah satu penyakit mental yang sering dijumpai pada pasien berusia
di atas 60 tahun dan merupakan penyakit paling umum dengan gejala tidak spesifik
1
atau tidak khas pada populasi lanjut usia, oleh karena itu sulit diidentifikasi sehingga
terlambat untuk diterapi. Selain itu depresi pada usia lanjut sering tidak diakui pasien
dan tidak dikenali dokter karena gejala yang tumpang tindih, sering komorbid dengan
penyakit medis lain sehingga lebih menonjolkan gejala somatik daripada gejala
depresinya. Berbagai hasil penelitian yang dilakukan oleh Livingstone dkk,
menunjukkan adanya tendensi peningkatan prevalensi gangguan depresi pada lansia.
Hal ini terjadi karena merupakan hasil interaksi dari berbagai faktor biologis,
psikologis, dan sosial. 1,2
Depresi merupakan gangguan psikiatri yang paling sering terjadi pada lansia,
hal ini terjadi akibat dari interaksi faktor biologi, fisik, psikologis, dan sosial. Depresi
adalah salah satu gangguan mood, dimana terjadi perubahan kondisi emosional,
motivasi, fungsi dan perilaku motorik, serta kognitif pada diri seseorang. Seseorang
yang mengalami depresi akan mengalami perubahan dalam bentuk pemikiran, sensasi
somatik, aktivitas, serta kurang produktif dalam pengembangan pikiran, berbicara,
dan sosialisasi. Berkurangnya interaksi social dapat menyebabkan perasaan terisolir,
sehingga lansia menyendiri atau mengalami isolasi sosial. Seseorang yang menginjak
usia lanjut akan rentan terhadap depresi apabila pada lansia tersebut perasaan
isolasinya meningkat.1
2
BAB II
ISI
21. Definisi
Gangguan mental yang sering dijumpai pada populasi lanjut usia yaitu
depresi, ansietas, demensia dan delirium. Depresi merupakan gangguan psikologis
yang paling umum terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupan individu. Depresi
pada usia lanjut memberikan dampak diantaranya memperpendek harapan hidup
dengan memperburuk kemunduran fisik pada lansia, menghambat pemenuhan tugas-
tugas perkembangan lansia, menurunkan kualitas hidup lansia, menguras emosi dan
finansial orang yang terkena serta keluarga dan sistem pendukung sosial yang
dimiikinya. Konsekuensi yang serius dari depresi pada usia lanjut apabila tidak
mendapat perhatian dan penanganan adalah semakin memburuknya penyakit yang
sedang diderita, kehilangan harga diri dan keinginan untuk bunuh diri.6
Menurut Pedoman dan Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III, suasana
perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari hari ke hari, dan sering kali
tak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya, namun dapat memperlihatkan variasi yang
khas seiring berlalunya waktu.7
2.2. Epidemiologi
Perkembangan penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia menarik diamati.
Dari tahun ke tahun jumlahnya cenderung meningkat. Kantor Kementerian
Koordinator Kesejahteraan Rakyat (KESRA) melaporkan, jika tahun 1980 usia
harapan hidup (UHH) 52,2 tahun dan jumlah lansia 7.998.543 orang (5,54%) maka
pada tahun 2006 menjadi 19 juta orang (8,90%) dan UHH juga meningkat (66,2
tahun). Pada tahun 2010 penduduk lansia mencapai 23,9 juta atau 9,77% dan UHH
3
sekitar 67,4 tahun. Sepuluh tahun kemudian atau pada 2020 perkiraan penduduk
lansia di Indonesia mencapai 28,8 juta atau 11,34% dengan UHH sekitar 71,1 tahun.1
Saat ini pada umumnya diterima pendapat yang mengatakan bahwa beban
depresi pada orang usia lajut adalah cukup tinggi. Berdasarkan penelitian, ada sekitar
1-4% populasi orang usia lanjut secara umum mengalami gangguan depresi mayor,
sedangkan depresi minor sekitar 4-3%. Sama dengan kelompok usia lainnya,
perbandingan wanita dengan pria yang usia lanjut yang mengalami gangguan depresif
adalah sekitar 2:1.3
2.3. Etiologi
Saat ini telah diketahui beberapa faktor penyebab depresi, seperti faktor
genetik, biokimia, lingkungan, dan psikologis. Pada beberapa kasus, depresi murni
berasal dari faktor genetik, orang yang memiliki keluarga depresi lebih cenderung
menderita depresi; riwayat keluarga gangguan bipolar, pengguna alkohol, skizofrenia,
atau gangguan mental lainnya juga meningkatkan risiko terjadinya depresi. Kasus
trauma, kematian orang yang dicintai, keadaan yang sulit, atau kondisi stress memicu
terjadinya episode depresi, tetapi terdapat pula kondisi tidak jelas yang dapat memicu
depresi.8
Saat ini penyebab depresi yang banyak diteliti dan dijadikan dasar pengobatan
adalah abnormalitas monoamin yang merupakan neurotransmiter otak. Sekitar tiga
puluh neurotransmiter telah diketahui dan tiga di antaranya mempengaruhi terjadinya
depresi, yaitu serotonin, norepinefrin, dan dopamin. Ketiga monoamin tersebut cepat
dimetabolisme sehingga pengukuran yang dapat dilakukan pada penderita depresi
dengan mengukur metabolit utama di cairan serebrospinal, yaitu 5-
hydroxyindoleacetic acid (5-HIAA) dari serotonin, 3-methoxy-4-hydroxyphenyl
glycol (MHPG) dari norepinefrin dan homovanillic acid (HVA) dari dopamin. Pada
4
penderita depresi kadar metabolit tersebut lebih rendah bermakna dibandingkan yang
tidak depresi.8
Secara umum ketiga neurotransmiter berperan dalam mengatur emosi, reaksi
terhadap stres, tidur, dan nafsu makan. Jumlah serotonin yang tinggi menyebabkan
agresivitas dan gangguan tidur, sedangkan jumlah rendah menyebabkan iritabilitas,
ansietas, letargi, dan tindakan atau pemikiran bunuh diri. Pada keadaan depresi,
norepinefrin yang berperan dalam regulasi respons “fight or flight” terganggu. Fungsi
dopamin untuk mengatur emosi, pergerakan motor, pembelajaran, berpikir, memori,
dan perhatian. Jumlah dopamin rendah akan mempengaruhi fungsi tersebut yang
dapat menyebabkan depresi.8
Hipotesis terbanyak etiologi depresi disebabkan oleh gangguan regulasi
serotonin. Pada percobaan hewan dan pemeriksaan jaringan otak setelah kematian
menunjukkan bahwa pada keadaan depresi terjadi gangguan serotonergik termasuk
jumlah metabolit, jumlah reseptor, dan respons neuroendokrin. Selain itu, pada lansia
depresi terjadi perubahan struktur otak seperti abnormalitas jalur frontostriatal yang
menyebabkan gangguan fungsi eksekutif, psikomotor, perasaan apatis, volume
struktur frontostriatal yang rendah, hiperintensitas struktur subkortikal, abnormalitas
makromolekular di korpus kalosum genu dan splenium, nucleus kaudatus, dan
putamen, penurunan jumlah glia di korteks singulata anterior subgenual, abnormalitas
neuron di korteks dorsolateral, atrofi kortikal, gangguan substansia alba, abnormalitas
struktur subkortikal, peningkatan aktivitas dan perubahan volume amigdala yang
berperan dalam emosi negative dan gangguan mekanisme koping dan penurunan
volume hipokampus dan striatum ventral. Perubahan tersebut berdampak pada
perubahan neurotransmiter yang menyebabkan lansia depresi.8
2.4. Patofisikologi
5
Struktur neocortical dorsal mengalami hypometabolik dan struktur limbic
ventral mengalami hypermetabolik selama dalam keadaan depresi. Selain itu jalur
frontostriatal pada otak memediasi antisipasi yang mengarahkan ke efek yang positif,
dan abnormalitasnya bisa menghasilkan satu ketidaksanggupan untuk mendorong
antisipasi yang mana akan mempredisposisikan keadaan depresi.3
2.5. Faktor Resiko untuk Perkembangan Terjadinya Depresi pada Usia Lanjut
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa
berupa:3
a. Faktor biologis
Hal ini bisa berupa factor genetik, gangguan pada otak terutama system
serebrovaskular, gangguan neurotransmitter terutama serotonin activity,
perubahan endokrin, dll.
b. Faktor psikologik
Ini bisa berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik dan kognitif.
c. Faktor sosial
Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya, atau hilangnya
sokongan sosial yang selama ini dimilikinya.
Hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan
perkembangan depresi, dan dapat dipakai sebagai satu cara pengenalan dan
mentargetkan kelompok resiko tinggi, yaitu:
1. Penyakit fisik, terutama yang menimbulkan rasa sakit atau ketidak sanggupan.
2. Merasa kesepian.
3. Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.
4. Gangguan pendengaran.
5. Riwayat keluarga atau masa lalu dengan depresi.
6. Dementia dini.
6
7. Penggunaan obat-obatan tertentu seperti: Steroid, mayor tranquilizer, dan lain-
lain.
8. Wanita. Dalam hal ini ratio wanita dengan pria = 70:30
Selain itu dari penelitian yang telah dilakukan didapti bahwa penyebab yang
paling sering terjadinya kematian pada pasien depresi usia lanjut adalah karena
kondisi cardiovascular yang bisa berupa: stroke, myocard infarct, dan sebagainya.
Kemudian kanker merupakan penyebab kedua yang paling sering sebagai penyebab
kematian pada penderita depresi usia lanjut.3
2.6. Gambaran Klinik
Tanda-tanda dan gejala gangguan depresi yang umum adalah kurangnya
energi dan konsentrasi, masalah tidur (terutama pada saat bangun pagi dan terbangun
beberapa kali), nafsu makan menurun, penurunan berat badan dan keluhan somatik.
Gejala yang muncul mungkin berbeda pada setiap pasien geriatri dari pada yang
terlihat pada orang dewasa muda karena peningkatan penekanan keluhan somatik
pada orang tua. Orang tua sangat rentan terhadap episode depresi mayor dengan fitur
melankolis, ditandai oleh depresi, hypochondriasis, rendah diri, perasaan tidak
berharga dan menyalahkan diri (terutama tentang seks dan dosa) dengan ide paranoid
dan bunuh diri.4
Pada orang usia lanjut, gambaran klinik dari gangguan depresifnya bisa
dijumpai sebagai berikut:3
a. Depresi dan Dysphoria
Walaupun demikian kadang-kadang mood depresi bisa tidak dijumpai oleh
karena pasien menyangkal (denial) perasaan yang demikian.
b. Menangis
Tapi pada pasien pria agak jarang
c. Ansietas dan agitasi
7
Pada pasien ini bisa dijumpai: gugup, irritabilitas atau tingkah laku yang
mengganggu bersama-sama dengan simptom-simptom ansietas bisa terlihat
pada sekitar 80% dari pasien usia lanjut dengan depresi.
d. Menurunnya energi dan fatigue
e. Retardasi fisik
Kondisi ini dapat menjurus pada meningkatnya kesukaran dalam aktifitas
kehidupan sehari-hari, diet yang buruk, tak mau makan, dan sebagainya.
f. Defisit kognitif
Hal ini sering terlihat pada orang usia lanjut yang depresif dan kadang-kadang
bisa mencapai suatu level yang parah sehingga diduga sedang mengalami
pseudodementia. Bahkan dari penelitian yang pernah dilakukan oleh Kral &
Emery pada tahun 1999 dari sampelnya berkembang menjadi penyakit
Alsheimer.
g. Somatisasi
h. Hypokhondriasis
i. Suicide
Selain oleh adanya mood yang depresi, gejala suicide pada orang usia lanjut
bisa terkait dengan: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang
bersifat subjektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensori, tinggal dirumah
perawan atau panti. Walaupun demikian, ide suicide berhubungan erat dengan
keparahan depresi yang dideritanya.
j. Gangguan perilaku.
Hal ini bisa dalam bentuk: penolakan untuk makan, buang air besar dan buang
air kecil yang tak terkontrol, menjerit, dan jatuh tearikalitas, tindakan
merusak, menggigit, mengaruk atau bertengkar dengan pasien lain.
k. Selain itu pasien depresi usia lanjut sering dijumpai co-morbiditas dengan
penyakitpenyakit lain yaitu:
1. Co-morbiditas dengan gangguan psikiatrik lainnya antara lain ansietas,
dan lain-lain.
8
2. Co-morbiditas dengan penyakit fisik, antara lain: penyakit Alzheimer,
penyakit Parkinson, Stroke dan penyakit Cardiovaskular, dan lain-lain.
l. Gangguan tidur, terutama late insomnia.
2.7. Klasifikasi dan Diagnosis Gangguan Depresi Pada Lansia8,9
2.7.1. Gangguan Depresi Mayor
Harus terdapat lima dari gejala berikut, yaitu mood depresi, kehilangan minat,
kehilangan kesenangan dalam semua atau sebagian besar kegiatan, berat
badan berkurang atau bertambah (lebih dari 5%), insomnia atau hipersomnia,
retardasi atau agitasi psikomotor, lelah, perasaan tidak berharga atau bersalah
yang tidak jelas, penurunan kemampuan berkonsentrasi, pemikiran kematian
atau bunuh diri yang berulang
Harus terdapat satu dari gejala utama, yaitu mood depresi atau kehilangan
minat atau kehilangan kesenangan
Gejala tersebut setidaknya terjadi selama dua minggu, yang menyebabkan
gangguan fungsi, dan tidak merupakan pengaruh penggunaan zat, kondisi
medis, atau kehilangan (kematian)
2.7.2. Gangguan Depresi Minor
Harus terdapat dua gejala, namun kurang dari lima gejala gangguan depresi
mayor
Gejala tersebut setidaknya terjadi selama dua minggu, yang menyebabkan
gangguan fungsi, dan tidak merupakan pengaruh dari penggunaan zat, kondisi
medis, atau kehilangan (kematian)
Diagnosis ini hanya untuk penderita tanpa riwayat gangguan depresi mayor,
distimik, bipolar, atau psikotik
2.7.3. Gangguan Distimik
9
Mood sedih yang menetap yang terdapat dua atau lebih gejala seperti
peningkatan atau penurunan nafsu makan, peningkatan atau penurunan tidur,
lelah atau kehilangan energi, penurunan kepercayaan diri, penurunan
konsentrasi atau kesulitan memutuskan sesuatu, dan perasaan tidak ada
harapan.
Mood sedih dan dua gejala tersebut tidak hilang selama dua bulan atau lebih
dalam dua tahun
Tidak ada episode depresi mayor selama dua tahun pertama
2.7.4. Gangguan Bipolar (paling banyak episode depresi)
Terdapat kriteria gangguan depresi mayor dan terdapat riwayat setidaknya
satu kali episode manik
2.7.5. Gangguan Penyesuaian Dengan Mood Depresi
Terdapat mood depresi, rasa takut, atau tidak ada harapan dalam tiga bulan
setelah ada stressor
Gejala tersebut menimbulkan gangguan atau disabilitas berat dan akan
menghilang dalam enam bulan setelah hilangnya stressor
Kehilangan (kematian) tidak dimasukan sebagai stresor dalam gangguan
penyesuaian
Depresi pada usia lanjut lebih sulit dideteksi karena penyakit fisik yang
diderita sering mengacaukan gambaran depresi yakni antara lain mudah lelah dan
penurunan berat badan, usia lanjut sering menutupi rasa sedihnya dengan justru lebih
aktif, kecemasan, histeria, dan hipokondria yang merupakan gejala depresi justru
sering menutupi depresinya dan masalah sosial sering membuat depresi menjadi lebih
rumit.2,5
Diperkirakan hampir 40% depresi pada usia lanjut tidak terdiagnosis karena
dokter, pasien, keluarga menganggap gejala depresi adalah normal pada usia lanjut.
10
Gambaran depresi pada usia lanjut berbeda dari pasien muda (dalam kriteria ICD 10
maupun DSM IV), polifarmasi dan adanya komorbiditas. 2
Istilah komorbiditas digunakan untuk menyatakan adanya dua atau lebih
penyakit pada seorang pasien pada saat yang sama. Pada pasien usia lanjut sering
ditemukan dua atau lebih penyakit fisik (adanya multipatologi) dan tidak jarang
dijumpai kelainan fisik bersamaan (komorbiditas) dengan gangguan psikis seperti
depresi. Diagnosis depresi yang menyertai atau bersama-sama dengan penyakit fisik
tidak mudah karena tampilan klinisnya sering tidak sesuai dengan kriteria diagnosis
dalam DSM IV maupun PPDGJ III. Depresi pada geriatri sering menonjolkan gejala
somatiknya dibandingkan gejala depresinya sendiri.2
Diagnosis awal dan terapi segera terhadap depresi pada pasien geriatri dapat
memperbaiki kualitas hidup, status fungsional dan mencegah kematian dini. Ada
beberapa cara penegakan diagnosis depresi antara lain:2,3
1. Menurut DSM IV, kriteria depresi berat mencakup 5 atau lebih gejala berikut,
telah berlangsung 2 minggu atau lebih dan harus menimbulkan gangguan
klinis yang bermakna dalam kehidupan individu. Gejala tersebut yakni:
a. Perasaan depresi
b. Hilangnya minat atau rasa senang, hamper setiap hari
c. Berat badan menurun atau bertambah yang bermakna
d. Insomnia atau hipersomnia, hampir setiap hari
e. Agitasi atau retardasi psikomotor, hampir tiap hari
f. Kelelahan (rasa lelah atau hilangnya energi), hampir tiap hari
g. Rasa bersalah atau tidak berharga, hampir tiap hari
h. Sulit konsentrasi
i. Pikiran berulang tentang kematian atau gagasan bunuh diri
2. Menurut PPDGJ III, gejala-gejala depresi terdiri dari:
a. Gejala utama
11
Afek depresif
Berkurangnya minat dan kegembiraan
Berkurangnya energi yang menuju meningkatnya keadaan mudah
lelah dan menurunya aktivitas
b. Gejala lain
Konsentrasi dan perhatian berkurang
Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
Tidur terganggu
Nafsu makan berkurang
Berdasarkan gejala di atas, pasien yang didiagnosis depresi dapat digolongkan
dalam episode depresi ringan, sedang, dan berat sebagai berikut:2
1. Episode depresi ringan: Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala
utama ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lain.
2. Episode depresi sedang: Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala
utama ditambah sekurang-kurangnya 3 dari gejala lain.
3. Episode depresi berat: Semua 3 gejala utama depresi harus ada ditambah
sekurang-kurangnya 4 dari gejala lain.
Penggunaan DSM IV dan PPDGJ III dapat tidak spesifik karena depresi pada
usia lanjut dapat muncul dalam bentuk keluhan fisik seperti insomnia, kelemahan
umum, kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan dan sakit kepala, sehingga
digunakan instrumen skala Depresi Khusus Usia Lanjut (Geriatric Depression Scale)
untuk menunjang diagnosis.2
2.8. Geriatric Depression Scale
12
Geriatric Depression Scale (GDS) merupakan salah satu instrumen yang
paling sering digunakan untuk mendiagnosis depresi pada usia lanjut.
Tabel 1. Geriatric Depression Scale2,5
1. Apakah bapak/ibu sebenarnya puas dengan kehidupan bapak/ibu?
Ya Tidak
2. Apakah bapak/ibu telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau kesenangan bapak/ibu?
Ya Tidak
3. Apakah bapak/ibu merasa kehidupan bapak/ibu kosong? Ya Tidak4. Apakah bapak/ibu sering merasa bosan? Ya Tidak5. Apakah bapak/ibu mempunyai semangat yang baik setiap saat? Ya Tidak6. Apakah bapak/ibu takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi
pada bapak/ibu?Ya Tidak
7. Apakah bapak/ibu merasa bahagia untuk sebagian besar hidup bapak/ibu?
Ya Tidak
8. Apakah bapak/ibu sering merasa tidak berdaya? Ya Tidak9. Apakah bapak/ibu lebih senang tinggal di rumah daripada pergi
ke luar dan mengerjakan sesuatu hal yang baru?Ya Tidak
10. Apakah bapak/ibu merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat bapak/ibu dibandingkan kebanyakan orang?
Ya Tidak
11. Apakah bapak/ibu pikir bahwa hidup bapak/ibu sekarang ini menyenangkan?
Ya Tidak
12. Apakah bapak/ibu merasa tidak berharga seperti perasaan bapak/ibu saat ini?
Ya Tidak
13. Apakah bapak/ibu merasa penuh semangat? Ya Tidak14. Apakah bapak/ibu merasa bahwa keadaan bapak/ibu tidak ada
harapan?Ya Tidak
15. Apakah bapak/ibu pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari bapak/ibu?
Ya Tidak
Skor 0-5 normal.
Skor > 5 poin sugestif depresi.
Skor ≥ 10 poin hampir selalu menunjukkan depresi
Skor 1 poin untuk setiap “ya” pada pertanyaan 2, 3, 4, 6, 8, 9, 10, 12, 14, 15
Skor 1 poin untuk setiap “tidak” pada pertanyaan 1, 5, 7, 11, 13
13
2.9. Manajemen Terapi
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan depresif,
mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-gejala, untuk
memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk membantu pasien dalam
mengembangkan keterampilannya. Selain itu Electroconvulsive therapy (ECT) harus
dipertimbangkan bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap obat antidepressant
atau memiliki depresi berat dengan resiko suicide, dan lain-lain. Obat antidepressant
golongan S.S.R.I. dan S.N.R.I. adalah obat antidepressant pilihan, diikuti dengan
Bupropion dan Mirtazapine. Sedangkan beberapa jenis obat antidepressant seperti:
Amitriptyline, maprotyline, dan lain-lain harus dihindari.3
2.9.1. Pengobatan Farmakologis
Antidepresan bekerja dengan cara menormalkan neurotransmitter di otak yang
memengaruhi mood, seperti serotonin, norepinefrin, dan dopamin. Antidepresan
harus digunakan pada lansia dengan depresi mayor dan selective serotonin reuptake
inhibitors (SSRIs) merupakan obat pilihan pertama. Beberapa obat antidepresan yang
dapat digunakan pada lansia dengan kelebihan dan kekurangan tiap golongan ada
pada tabel 2. Pemilihan obat tersebut per individu dengan pertimbangan efek samping
dari tiap golongan.8
Pengobatan monoterapi dengan dosis minimal digunakan pada awal terapi,
dievaluasi apabila tidak ada perubahan bermakna dalam 6-12 minggu. Lansia yang
tidak berespons pada pengobatan awal perlu mendapatkan obat antidepresan
golongan lain dan dapat dipertimbangkan penggunaan dua golongan antidepresan.
Pada lansia yang responsif dengan obat antidepresan, obat harus digunakan dengan
dosis penuh (full dose maintenance therapy) selama 6-9 bulan sejak pertama kali
14
hilangnya gejala depresi. Apabila kambuh, pengobatan dilanjutkan sampai satu tahun.
Strategi pengobatan tersebut telah berhasil menurunkan risiko kekambuhan hingga
80%. Penghentian antidepresan harus dilakukan secara bertahap agar tidak
menimbulkan gejala withdrawal seperti ansietas, nyeri kepala, mialgia, dan gejala
mirip flu (flu-like symptoms). Lansia yang sering kambuh memerlukan terapi
perawatan dosis penuh terapi selama hidupnya.8
Tabel 2. Obat Antidepresan pada Pasien Geriatri10
Nama Generik
Nama Dagang
Dosis(mg/hari)
Dosis Rata-rata
Dosis maksimal
(mg)Keterangan
SSRIsCitalopram Celexa 10 20-40 40
Escitalopram Cipralex 5 10-20 20Sertraline Zoloft 25 50-150 200
Agen lain
Buproprion Wellbutrin 100 100 b.i.d 150 b.i.d Dapat menyebabkan kejang
Mirtazapine Remeron 15 30-45 45
Moclobemide Manerix 150 150-300 b.i.d
300 mg b.i.d
Jangan dikombinasikan dengan MAOB inhibitor atau tricyclic
Venlafaxine Effexor 37.5 75-225 375* Dapat meningkatkan tekanan darah
Tricyclic antidepressants
Desipramine Norpramin 10-25 50-150 300
Antikolinergik: dapat menyebabkan efek samping kardiovaskuler, monitor gula darah
Nortriptyline Aventyl 10-25 40-100 200
Antikolinergik: dapat menyebabkan efek samping kardiovaskuler, monitor gula darah
*Untuk depresi berat
15
2.9.2. Pengobatan Nonfarmakologis
Terapi psikologis harus dipertimbangkan dalam semua pasien usia lanjut
dengan depresi. Psikologis dan terapi farmakologi diprakarsai bersama ideal untuk
depresi moderat meskipun baik pengobatan lain sendiri dapat dipertimbangkan dalam
depresi ringan. Beberapa terapi psikologis yang cocok untuk orang tua dengan
depresi adalah terapi kognitif, psikoterapi suportif, terapi pemecahan masalah dan
terapi interpersonal. Terapi electroconvulsive juga dapat digunakan dalam depresi
berat, depresi yang tidak responsif meskipun ada risiko terkait terapi antidepresan
biasanya diperlukan untuk mempertahankan remisi.5
Latihan bermanfaat untuk orang dengan depresi dan beberapa uji memiliki
hasil yang menjanjikan asalkan "dosis" dan intensitas aktivitasnya memadai.
Perhatian terhadap kepatuhan penting bagi orang-orang dengan depresi. Sangat
penting untuk mempertimbangkan potensi efek samping dan interaksi dengan
perawatan konvensional.5
16
BAB III
KESIMPULAN
Gangguan mental yang sering dijumpai pada populasi lanjut usia yaitu
depresi, ansietas, demensia dan delirium. Depresi merupakan gangguan psikologis
yang paling umum terjadi pada tahun-tahun terakhir kehidupan individu. Depresi
pada usia lanjut memberikan dampak diantaranya memperpendek harapan hidup
dengan memperburuk kemunduran fisik pada lansia, menghambat pemenuhan tugas-
tugas perkembangan lansia, menurunkan kualitas hidup lansia, menguras emosi dan
finansial orang yang terkena serta keluarga dan sistem pendukung sosial yang
dimiikinya.
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa
berupa faktor biologis, faktor psikologik dan faktor sosial. Tanda-tanda dan gejala
gangguan depresi yang umum adalah kurangnya energi dan konsentrasi, masalah
tidur, nafsu makan menurun, penurunan berat badan dan keluhan somatik.
Depresi pada usia lanjut lebih sulit dideteksi karena penyakit fisik yang
diderita sering mengacaukan gambaran depresi yakni antara lain mudah lelah dan
penurunan berat badan, usia lanjut sering menutupi rasa sedihnya dengan justru lebih
aktif, kecemasan, histeria, dan hipokondria yang merupakan gejala depresi justru
sering menutupi depresinya dan masalah sosial sering membuat depresi menjadi lebih
rumit.
Penggunaan DSM IV dan PPDGJ III dapat tidak spesifik karena depresi pada
usia lanjut dapat muncul dalam bentuk keluhan fisik seperti insomnia, kelemahan
umum, kehilangan nafsu makan, masalah pencernaan dan sakit kepala, sehingga
17
digunakan instrumen skala Depresi Khusus Usia Lanjut (Geriatric Depression Scale)
untuk menunjang diagnosis.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan depresif,
mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-gejala, untuk
memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk membantu pasien dalam
mengembangkan keterampilannya. Terapi dapat berupa farmakologi maupun
nonfarmakologi.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Kusumowardany, A. Puspitorsari, A. Hubungan Antara Tingkat Depresi
Lansia Dengan Interaksi Sosial Lansia Di Desa Sobokerto Kecamatan
Ngemplak Boyolali. Jurnal Terpadu Ilmu Kesehatan, Volume 3, No 2,
November 2014, hlm 106-214.
2. Nugroho, E. N. Mengenali Depresi pada Usia Lanjut Penggunaan Geriatric
Depression Scale (GDS) untuk Menunjang Diagnosis. 2014. CDK-217/ vol.
41 no. 6.
3. Syamsir B.S. Gangguan Depresif pada Orang Usia Lanjut. Departemen
Psikiatri Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RS Haji Adam
Malik, Medan. 2007. Majalah Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 2.
4. Sadock, B. J. Sadock, V.A. Kaplan & Sadock's Synopsis of Psychiatry:
Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry. Edisi 10. Lippincott Williams &
Wilkins. 2007. hlm 1354.
5. BPAC. Depression in Elderly People. 2008. Available at
http://www.bpac.org.nz. Diakses pada 20 Februari 2015.
6. Sustyani, R., Indriati, P., Supriyadi. Hubungan antara Depresi dengan
Kejadian Insomnia pada Lanjut Usia di Panti Wredha Harapan Ibu. Available
at http://download.portalgaruda.org/article. Diakses pada 20 Februari 2015.
7. Adicondro, N. Pengaruh Terapi Kelompok Reminiscence Untuk Menurunkan
Tingkat Depresi Pada Lanjut Usia Di Panti Sosial Tresna Werdha Unit Budi
Luhur Kasongan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 2014. Available from
http://journal.uad.ac.id. Diakses pada 20 Februari 2015.
19
8. Irawan, H. Gangguan Depresi pada Lanjut Usia. CDK-210/ vol. 40 no. 11.
2013.
9. Substance Abuse and Mental Health Services Administration. The Treatment
of Depression in Older Adults: Depression and Older Adults: Key Issues.
HHS Pub. No. SMA-11-4631, Rockville, MD: Center for Mental Health
Services, Substance Abuse and Mental Health Services Administration, U.S.
Department of Health and Human Services, 2011.
10. Wiese, B.S. Geriatric depression: The Use of Antidepressants in The Elderly.
BC Medical Journal Vol. 53 no. 7, September. 2011.
20