Depres i
Click here to load reader
-
Upload
arie-wahyu-pradipta -
Category
Documents
-
view
54 -
download
0
Transcript of Depres i
Depresi
Pengertian
Depresi adalah gangguan mental umum yang menyajikan dengan mood
depresi, kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah atau rendah diri,
tidur terganggu atau nafsu makan, energi rendah, dan hilang konsentrasi.
Masalah ini dapat menjadi kronis atau berulang dan menyebabkan
gangguan besar dalam kemampuan individu untuk mengurus tanggung jawab
sehari-harinya. Episode depresi biasanya berlangsung selama 6 hingga 9 bulan,
tetapi pada 15-20% penderita bisa berlangsung selama 2 tahun atau lebih.
Penyebab Depresi
Dasar penyebab depresi yang pasti tidak diketahui, banyak usaha untuk
mengetahui penyebab dari gangguan ini. Menurut Kaplan, faktor-faktor yang
dihubungkan dengan penyebab depresi dapat dibagi atas: faktor biologi, faktor
genetik dan faktor psikososial. Dimana ketiga faktor tersebut juga dapat saling
mempengaruhi satu dengan yang lainnya (Sadock & Sadock, 2010).
a. Faktor Biologi
Faktor Neurotransmiter: Dari biogenik amin, norepinefrin dan serotonin
merupakan dua neurotransmiter yang paling berperan dalam patofisiologi
gangguan mood. Norepinefrin hubungan yang dinyatakan oleh penelitian ilmiah
dasar antara turunnya regulasi reseptor B-adrenergik dan respon antidepresan
secara klinis memungkinkan indikasi peran sistem noradrenergik dalam depresi.
Bukti-bukti lainnya yang juga melibatkan presinaptik reseptor adrenergik dalam
depresi, sejak reseptor reseptor tersebut diaktifkan mengakibatkan penurunan
jumlah norepinefrin yang dilepaskan. Presipnatik reseptor adrenergik juga
berlokasi di neuron serotonergik dan mengatur jumlah serotonin yang dilepaskan.
Dopamin juga sering berhubungan dengan patofisiologi depresi. Faktor
neurokimia lainnya seperti gamma aminobutyric acid (GABA) dan neuroaktif
peptida (vasopressin dan opiate endogen) telah dilibatkan dalam patofisiologi
gangguan mood (Rush et al., 1998).
b. Faktor Genetik
Data genetik menyatakan bahwa faktor yang signifikan dalam
perkembangan gangguan mood adalah genetik. Pada penelitian anak kembar
terhadap gangguan depresi berat pada anak, pada anak kembar monozigot adalah
50%, sedangkan dizigot 10-25% (Sadock & Sadock, 2010).
Menurut penelitian Hickie et al., menunjukkan penderita late onset depresi
terjadi karena mutasi pada gene methylene tetrahydrofolate reductase yang
merupakan kofaktor yang terpenting dalam biosintesis monoamin. Mutasi ini
tidak bisa diketemukan pada penderita early onset depresi (Hickie et al, 2001).
c. Faktor Psikososial
Peristiwa kehidupan dan stres lingkungan dimana suatu pengamatan klinik
menyatakan bahwa peristiwa atau kejadian dalam kehidupan yang penuh
ketegangan sering mendahului episode gangguan mood. Suatu teori menjelaskan
bahwa stres yang menyertai episode pertama akan menyebabkan perubahan
fungsional neurotransmiter dan sistem pemberi tanda intra neuronal yang akhirnya
perubahan tersebut menyebabkan seseorang mempunyai resiko yang tinggi untuk
menderita gangguan mood selanjutnya (Sadock & Sadock, 2010).
Faktor kepribadian premorbid menunjukkan tidak ada satu kepribadian
atau bentuk kepribadian yang khusus sebagai predisposisi terhadap depresi.
Semua orang dengan ciri kepribadian manapun dapat mengalami depresi,
walaupun tipe kepribadian seperti dependen, obsesi kompulsif, histironik
mempunyai risiko yang besar mengalami depresi dibandingkan dengan lainnya
(Sadock & Sadock, 2010).
Faktor Psikoanalitik dan Psikodinamik : Freud (1917) menyatakan suatu
hubungan antara kehilangan objek dan melankoli. Ia menyatakan bahwa
kemarahan pasien depresi diarahkan kepada diri sendiri karena
mengidentifikasikan terhadap objek yang hilang. Freud percaya bahwa introjeksi
merupakan suatu cara ego untuk melepaskan diri terhadap objek yang hilang
(Sadock & Sadock, 2010).
Menurut penelitian Bibring mengatakan depresi sebagai suatu efek yang
dapat melakukan sesuatu terhadap agresi yang diarahkan kedalam dirinya.
Apabila pasien depresi menyadari bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan yang
dicita-citakannya, akan mengakibatkan mereka putus asa (Tasman, 2008).
Faktor ketidakberdayaan yang dipelajari dimana ditunjukkan dalam hewan
percobaan, dimana binatang secara berulang-ulang dihadapkan dengan kejutan
listrik yang tidak dapat dihindarinya, binatang tersebut akhirnya menyerah dan
tidak mencoba sama sekali untuk menghindari kejutan selanjutnya. Mereka
belajar bahwa mereka tidak berdaya. Pada penderita depresi, dapat menemukan
hal yang sama dari keadaan ketidak berdayaan tersebut (Sadock & Sadock, 2010).
Pada teori kognitif, Beck menunjukkan perhatian gangguan kognitif pada
depresi. Dia mengidentifikasikan 3 pola kognitif utama pada depresi yang disebut
sebagai triad kognitif, yaitu pandangan negatif terhadap masa depan, pandangan
negatif terhadap diri sendiri, individu menganggap dirinya tak mampu, bodoh,
pemalas, tidak berharga, dan pandangan negatif terhadap pengalaman hidup
(Sadock & Sadock, 2010).
2.1.3. Gambaran Klinis
Pada penderita depresi dapat ditemukan berapa tanda dan gejala umum menurut
Diagnostic Manual Statistic IV (DSM-IV): (American Psychiatric Association,
2000)
a) Perubahan fisik
Penurunan nafsu makan
Gangguan tidur
Kelelahan atau kurang energi
Agitasi
Nyeri, sakit kepala, otot kram dan nyeri tanpa penyebab fisik
b) Perubahan Pikiran
Merasa bingung, lambat berpikir
Sulit membuat keputusan
Kurang percaya diri
Merasa bersalah dan tidak mau dikritik
Adanya pikiran untuk membunuh diri
c) Perubahan Perasaan
Penurunan ketertarikan dengan lawan jenis dan melakukan hubungan
suami istri.
Merasa sedih
Sering menangis tanpa alasan yang jelas.
Irritabilitas, mudah marah dan terkadang agresif.
d) Perubahan pada Kebiasaan Sehari-hari
Menjauhkan diri dari lingkungan sosial
Penurunan aktivitas fisik dan latihan.
Menunda pekerjaan rumah.
Depresi diklasifikasikan dalam gangguan mood, suatu istilah yang sering
digunakan untuk menggambarkan suatu penyakit yang berkaitan dengan mood
seseorang. Gangguan mood dapat dibahagi kepada 2 jenis, yaitu gangguan
unipolar dan gangguan bipolar. Gangguan depresi mayor dan dysthymia termasuk
dalam golongan gangguan unipolar karena gangguan ini hanya terjadi dalam satu
arah saja, yaitu ke arah sedih dan putus asa. Sementara gangguan bipolar adalah
suatu gangguan mood di mana penderita mengalami perubahan episode mood
yang signifikan, dari sangat tinggi (mania) kepada sangat rendah (depresi).
Cyclothymic personality termasuk dalam golongan gangguan bipolar (Bjornlund,
2010).
Gangguan Depresi Mayor
Gangguan Depresi Mayor atau Major Depression merupakan suatu
gangguan mood yang paling sering dijumpai dan paling parah (Bjornlund, 2010).
Kebanyakan dari kita pasti pernah mengalami keadaan seperti ini sepanjang
perjalanan hidup kita sebagai seorang manusia. Namun begitu, gangguan depresi
mayor secara klinis yang sebenar adalah suatu gangguan mood di mana perasaan
sedih, marah, kehilangan, atau frustasi mengganggu kehidupan seharian seseorang
untuk suatu jangka masa yang lama (National Institute of Mental Health, 2008).
Etiologi dan Faktor Resiko
Etiologi Gangguan Depresi Mayor tidak diketahui secara jelas namun
kemungkinan yang melibatkan gangguan psikologis dan biologis bisa
menyumbang kepada terjadinya gangguan depresi mayor. Menurut Potter GG,
2007, dalam Belmaker, 2008, penderita dengan gangguan depresi mayor mungkin
mempunyai penyakit jantung yang berkaitan dengan masalah disfungsi endotelial.
Penderita dengan personaliti depresi dan ansietas juga sering disebabkan oleh
pengalaman sewaktu kecil (Kendler, 2000). Menurut American Academy of Child
and Adolescent Psychiatry (AACAP), resiko untuk terjadinya depresi pada anak-
anak dan remaja di masa hadapan bisa ditentukan oleh beberapa parameter, seperti
riwayat episode depresi terdahulu, dysthymia, dan gangguan ansietas. Faktor-
faktor biologis seperti genetik, kelainan neuroendokrin atau neurodegeneratif juga
dikatakan memainkan peran dalam terjadinya depresi.
Gambaran klinis
Tidak semua penderita dengan masalah Gangguan Depresi Mayor
mempunyai gejala yang sama. Antara gejala yang timbul adalah :
Rasa sedih yang persisten, gelisah, atau perasaan kosong‟
Perasaan putus asa Perasaan bersalah,
Merasa diri tidak berguna Iritabilitas,
Cepat marah, resah
Hilang minat beraktivitas,
Termasuk aktivitas seksual,
Lelah dan kepenatan Masalah konsentrasi,
Mengingat sesuatu dan membuat keputusan Insomnia, atau tidur
berlebihan
Hilang selera makan, atau makan berlebihan
Idea atau cobaan bunuh diri.
Nyeri kepala, kekejangan atau masalah pencernaan yang persisten, tidak
hilang dengan pengobatan.
Tabel 2.1 : Simptom Depresi, dikutip dari Depression. National Institute of Mental Health,
2008
Diagnosis
Diagnosa gangguan depresi mayor adalah berdasarkan karakteristik
perilaku, psikologis dan fisiknya. Biasanya, langkah pertama dalam mendiagnosa
gangguan depresi mayor termasuk menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan
lain yang bisa menyebabkan timbulnya gejala-gejala yang berkaitan. Pemeriksaan
fisik, lab, skrining dan sebagainya bisa membantu dokter untuk menegakkan
diagnosa, apakah gejala yang timbul ada kaitan dengan kemungkinan lain.
Apabila dokter sudah menyingkirkan semua kemungkinan, barulah pasien akan
melalui uji diagnostik psikologi. Pemeriksaan ini termasuklah pemeriksaan
simptom yang dialami penderita, tahap kesehatan mental dan sebagainya
(Bjornlund, 2010).
Kriteria diagnostik yang digunakan secara meluas untuk gangguan depresi
mayor ialah dari Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fourth
Edition, Text Revision (DSM-IV-TR). Suatu episode depresi mayor ditandai
dengan munculnya 5 atau lebih gejala di bawah ini, dalam waktu periode 2
minggu. Salah satu gejala yang timbul harus termasuk poin pertama (depresi
mood) atau poin kedua (penurunan minat). Kriteria ini termasuklah :
1. Depresi mood dialami hampir sepanjang hari, dan hampir setiap hari
a. Pada anak-anak dan remaja, iritabilitas bisa terlihat
2. Penurunan minat secara drastis dalam semua atau hampir semua aktivitas,
hampir sepanjang hari, hampir setiap hari
3. Terjadi kehilangan atau pertambahan berat badan yang signifikan (contoh :
perubahan lebih dari 5% dari berat badan dalam sebulan), atau penurunan
atau pertambahan selera makan hampir setiap hari
a. Pada anak-anak, pertimbangkan kegagalan untuk mencapai berat
badan yang sesuai untuk usianya
4. Setiap hari (atau hampir setiap hari) mengalami insomnia atau
hipersomnia (tidur berlebihan)
5. Agitasi yang berlebihan atau melambat respon gerakan hampir setiap hari
6. Rasa lelah atau kehilangan energi hampir setiap hari
7. Rasa diri tidak berharga atau salah tempat atau rasa bersalah yang
berlebihan atau tidak tepat hampir setiap hari.
8. Berkurangnya kemampuan untuk berkonsentrasi atau berpikir jernih atau
membuat keputusan hampir setiap hari.
9. Pikiran yang muncul berulang kali tentang kematian atau bunuh diri tanpa
suatu rencana yang spesifik, atau munculnya suatu percobaan bunuh diri,
atau mempunyai rencana spesifik untuk melakukan bunuh diri
Terapi
Apabila seorang penderita sudah terdiagnosa menderita gangguan depresi
mayor, maka tindakan terapi bisa dilakukan. Biasanya, dokter akan bekerjasama
dengan penderita untuk menentukan terapi yang paling sesuai. Diperkirakan
hampir 80% dari penderita dengan gangguan depresi mayor bisa diterapi dengan
baik, tetapi keberhasilan terapi bergantung kepada terapi yang dipilih (Bjornlund,
2010).
Penggunaan obat untuk mengurangi gejala (simptomatis) dan psikoterapi
telah terbukti efektif dalam mengobati gangguan depresi mayor, samada secara
sendirian maupun kombinasi (Halverson, 2011).
Penggunaan obat antidepresan merupakan terapi pertama untuk penderita
gangguan depresi mayor dewasa dengan rekuren dan persisten. Antidepresan
bekerja dengan cara menormalkan kembali neurotransmitter yang memberi efek
pada mood seseorang, biasanya neurotransmitter serotonin dan norepinefrin. Ada
juga obat antidepresan yang bekerja pada neurotransmitter dopamine (National
Institute of Mental Health, 2008). Obat yang paling sering digunakan adalah
selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs). SSRIs meningkatkan jumlah
neurotransmitter serotonin dengan cara menghambat reuptake kembali serotonin
ke sel presinaps. Hasilnya, jumlah serotonin di synaptic cleft yang akan berikatan
dengan reseptor akan meningkat. Contoh obat yang digunakan adalah fluoxetine
(Prozac), paroxetine (Paxil) dan sertraline (Zoloft). SSRIs paling sering digunakan
karena obat ini efektif dan mempunyai efek samping yang kurang berbanding obat
antidepresan yang digunakan dahulu (Bjornlund, 2010). Setengah penderita
memberi respon baik terhadap obat antidepresan lain, seperti jenis monoamine
oxidase inhibitor-A atau antidepresan trisiklik. Tetapi obat ini mempunyai efek
samping yang berat (North, 2010). Monoamine oxidase inhibitor bekerja dengan
cara menghambat enzim monoamine oxidase, maka jumlah norepinefrin dan
serotonin akan meningkat. Selain terapi farmakologi, salah satu terapi yang
penting bagi penderita gangguan depresi mayor adalah psikoterapi. Psikoterapi
terdiri dari beberapa jenis, yaitu cognitive therapy, behavioral therapy,
interpersonal therapy, group therapy dan marital therapy. Cognitive therapy
bertujuan untuk mengidentifikasi adanya kesadaran yang negatif dan kemudian ini
nantinya akan diganti dengan kesadaran positif. Behavioral therapy pula,
penderita akan diajari perilaku baru dan skil interpersonal untuk mendapat respon
yang diingini dari orang lain. Latihan skil sosial adalah satu jenis behavioral
therapy yang mementingkan latihan ketegasan, kompetensi verbal dan non-verbal
dan memanfaatkan main peran untuk mengembangkan kemahiran. Interpersonal
therapy memudahkan penderita untuk sehat kembali dengan memfokuskan
tentang keadaan sekarang, bukan tentang sebelumnya. Tujuannya supaya
penderita bisa mengembangkan skil menyelesaikan masalah, sosial dan
interpersonal. Group therapy pula, seorang dokter dan satu kumpulan penderita
gangguan depresi mayor berusaha bersama-sama untuk mengubah keadaan
emosional dan perilaku mereka sendiri. Sementara Marital therapy bisa
dilaksanakan oleh seorang individual, pasangan atau ahli keluarga sendiri (North,
2010).
Apabila penderita gangguan depresi mayor tidak memberi respon terhadap
terapi farmakologi maupun psikoterapi, maka satu lagi terapi bisa digunakan yaitu
Electroconvulsive therapy (ECT) atau terapi syok. Terapi ini bekerja dengan
mengalirkan arus listrik melalui otak penderita, dengan sengaja membuat
penderita kejang untuk satu jangka masa yang singkat. Langkah ini dipercayai
mengubah aktivitas kimia otak, karena pelepasan sejumlah besar neurotransmitter
dalam masa yang singkat, hingga hasilnya adalah perubahan dalam mood
penderita dan meningkatkan fungsi otak (Bjornlund, 2010). ECT juga digunakan
jika suatu respon antidepresan yang cepat diperlukan. Hasil yang terlihat bisa
lebih cepat berbanding terapi farmakologi, kira-kira kurang 1 minggu sejak
permulaan terapi. ECT dipercayai efektif untuk pengobatan depresi delusi, dan
juga terapi pilihan untuk penderita psikotik (Halverson, 2011) 2.1.5 Prognosis
Gangguan depresi mayor adalah suatu penyakit yang mempunyai potensi
morbiditas dan mortalitas yang signifikan, karena depresi bisa menyumbang
kepada terjadinya kasus bunuh diri, salahguna obat, gangguan hubungan
interpersonal, dan kehilangan masa kerja. Suatu studi dari WHO dan WB
menemukan gangguan depresi mayor merupakan penyebab keempat terbanyak
yang menyumbang kepada kecacatan di seluruh dunia, dan angka ini dijangka
meningkat menjadi penyebab kedua terbanyak menyebabkan kecacatan pada
tahun 2020 (Bjornlund, 2010).
Menurut National Alliance on Mental Illness, gangguan depresi mayor
merupakan penyebab utama terjadinya kecacatan di Amerika Serikat dan beberapa
negara maju lainnya. Tetapi dengan terapi yang sesuai, 70-80% dari penderita
gangguan depresi mayor bisa mencapai pengurangan gejala secara signifikan,
walaupun masih kira-kira 50% dari penderita mungkin tidak memberi respon pada
permulaan terapi. 40% dari individu dengan gangguan depresi mayor yang tidak
diterapi selama 1 tahun akan terus termasuk dalam kriteria diagnosa, manakala
20% lainnya akan mengalami remisi. Remisi parsial dengan atau adanya riwayat
gangguan depresi mayor kronis akan menjadi satu faktor resiko untuk terjadinya
episode rekuren dan resisten terhadap terapi.
Hasil pengobatan biasanya baik, tetapi tidak untuk semua penderita.
gangguan depresi mayor adalah satu penyakit dengan angka rekuren yang tinggi.
Bagi penderita gangguan depresi mayor yang mengalami episode depresi yang
berulang, terapi cepat dan berterusan diperlukan untuk mengelak terjadinya
gangguan depresi mayor kronis dan berterusan, hingga bisa menyebabkan
seseorang penderita gangguan depresi mayor itu perlu berterusan diterapi untuk
jangka masa yang lama (National Institute of Mental Health, 2008).