DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

13
BAB I PENDAHULUAN Vitreous strukturnya menyerupai gel yang merupakan bahan yang bening yang terdiri dari collagen, hyaluronic acid, dan air. Dari analisa biokimia vitreous terdiri dari 99% air dan hanya 1.0% bahan yang lainnya yang merupakan bahan yang dapat larut atau tak larut dalam protein dan hyaloronans. Vitreous meliputi sekitar 4/5 atau 80% dari keseluruhan volume bola mata. Vitreous terdiri dari 2 bagian utama: pusat atau inti dari vitreous dan vitreous kortikal yang merupakan bagian terluar dari vitreous. Permukaan anterior dari vitreous merupakan membran hyaloid anterior, suatu kondensasi dari serat-serat protein yang memiliki lekukan Retrolental disebut fosa patella. Volume vitreous kurang lebih 4.0 ml dan memiliki berat sekitar 4 gram. (3,6,13) Pada proses penuaan, terdapat perubahan dari subtansi rheology, biokimia dan perubahan struktur pada vitreous.perubahan-perubahan yang terjadi pada vitreous ini dikenal sebagai age-related vitreous degeneration. (8,12) Rheology merupakan suatu istilah yang mengacu pada status gel dan liquid pada vitreous. Pada usia 45-50 tahun , terdapat suatu perubahan yang signifikan antara penurunan volume gel yang disertai dengan peningkatan pada volume cairan vitreous. Studi postmortem menunjukkan bahwa peristiwa ini diawali pada bagian sentral dari vitreous. (8,12) Pada makalah ini akan dibahas mengenai pengaruh usia terhadap vitreous baik secara substansi rheology, biokimia, dan perubahan struktur dari Vitreous, yang dikenal sebagai age-related vitreous degeneration.

description

DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pd

Transcript of DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

Page 1: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

BAB I

PENDAHULUAN

Vitreous strukturnya menyerupai gel yang merupakan bahan yang bening yang terdiri

dari collagen, hyaluronic acid, dan air. Dari analisa biokimia vitreous terdiri dari 99% air dan

hanya 1.0% bahan yang lainnya yang merupakan bahan yang dapat larut atau tak larut dalam

protein dan hyaloronans. Vitreous meliputi sekitar 4/5 atau 80% dari keseluruhan volume

bola mata. Vitreous terdiri dari 2 bagian utama: pusat atau inti dari vitreous dan vitreous

kortikal yang merupakan bagian terluar dari vitreous. Permukaan anterior dari vitreous

merupakan membran hyaloid anterior, suatu kondensasi dari serat-serat protein yang

memiliki lekukan Retrolental disebut fosa patella. Volume vitreous kurang lebih 4.0 ml dan

memiliki berat sekitar 4 gram. (3,6,13)

Pada proses penuaan, terdapat perubahan dari subtansi rheology, biokimia dan

perubahan struktur pada vitreous.perubahan-perubahan yang terjadi pada vitreous ini dikenal

sebagai age-related vitreous degeneration.(8,12)

Rheology merupakan suatu istilah yang mengacu pada status gel dan liquid pada

vitreous. Pada usia 45-50 tahun , terdapat suatu perubahan yang signifikan antara penurunan

volume gel yang disertai dengan peningkatan pada volume cairan vitreous. Studi

postmortem menunjukkan bahwa peristiwa ini diawali pada bagian sentral dari vitreous.(8,12)

Pada makalah ini akan dibahas mengenai pengaruh usia terhadap vitreous baik secara

substansi rheology, biokimia, dan perubahan struktur dari Vitreous, yang dikenal sebagai

age-related vitreous degeneration.

Page 2: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

BAB II

VTREOUS

(ANATOMI, HISTOLOGI, FISIOLOGI, dan BIOKIMIA)

Vitreous merupakan struktur pada mata yang menyerupai jeli dan meliputi bola mata

sekitar 4/5 dari keseluruhan volume bola mata, dengan volume sekitar 4.0 ml dan berat kira-

kira 4gram. Vitreous sekunder yang nantinya menjadi vitreous definitive pada bayi dan orang

dewasa, terbentuk melalui 3 tahapan: tahap pertama terjadi pada bulan pertama kehamilan

mulai terbentuk pada fetus dengan ukuran cranium antara 5-13 mm berasal dari retina dan

mesoderm dari system hyaloid, tahap kedua membentuk vitreous sekunder pada bulan kedua

kehamilan pada ukuran cranium 14-17mm, tahap ketiga terbentuk vitreous tertier pada bulan

ketiga dengan ukuran 71-110 mm. Badan vitreous agak sferis tetapi sedikit datar pada bagian

meridian dan menpunyai lekukan pada bagian ateriornya.(3,5,9)

Gambar 1. The anterior tunica vasculosa lentis (dark red) forms anastomoses wit the

posterior tunica vasculosa lentis (light red) through the iridohyaloid vessels (5)

Page 3: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

PERLEKATAN VITREORETINA

Vitreous mengisi ruangan yang dibatasi oleh lensa, retina, dan Diskus Optik.

Permukaan luar vitreous ( membrana Hialoid ) normalnya berkontak dengan struktur-struktur

berikut: Kapsul lensa posterior, serat-serat zonula, pars plana lapisan epitel, retina, dan caput

diskus optik. (10,11)

Vitreous melekat pada semua struktur pada bola mata bagian dalam, tetapi kekuatan

perlekatannya bervariasi antara satu struktur dengan struktur lainnya, perlekatan yang paling

kuat terletak pada vitreous base yang terletak antara 3-6 mm area circumferential yang

bersandar pada ora serrata, struktur lain yang terjadi perlekatan vitreous yang kuat antara-

lain; pada lensa, area fovea-parafovea, pinggir dari papil nervus optikus, dan sepanjang

pembuluh darah retina major.(6,713)

Gambar 2. Attachments of the vitreous body are identified by thick red lines and

listed on the left. Spaces adjacent to the vitreous body are shown in green and listed on the

right.(5)

Terdapat tiga buah komponen yang terdapat pada vitreous bila dilihat secara

histology atau histokimia:

Page 4: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

Collagen : merupakan struktur atau komponen fibrillar yang membentuk

collagen tioe II, dengan diameter fillamen antara 15-16 nm, collagen ini terkonsentrasi pada

area cortical dari vitreous.

Hyaluronan : komponen kedua disebut jga hualuronan, padat dilihat dengan

menggunakan pemeriksaan khusus berupa Alcian blue dan colloidal iron.(8,9)

Hyalocytes : merupakan sebuah sel yang sedikit dan terletak pada daerah cortical

dari vitreous. Hyalocytes merupakan sel yang berbentuk agak bulat atau lonjong, memiliki

nucleous, sitoplasma, memiliki banyak mitokondria apparatus golgi, lysosomes primer dan

skunder, dan residual bodies. Fungsi khusus dari sel hyalocytes saat ini masih belum

diketahui secara pasti, tapi secara teori sel ini berfungsi memiliki peranan dalam preretinal

proliferasi pada kondisi patologi.(8,9)

PHYSIOLOGY

Sewaktu mata bergerak, kekuatan rotational dari dinding bola mata di pindahkan ke

vitreous melaui perlekatan vitreous dengan struktur mata seperti yang telah di terangkan

sebelumnya. Sewaktu mata bergerak, dinding bola mata bergerak cepat saat ini terdapat

priode laten sebelum vitreous bagian luar ikut bergerak, dari pergerakan ini tercipta

percepatan dan perlambatan dari pergerakan tadi yang bisa menyebabkan terlepasnya

vitreoretina, fungsi dari vitreous yang memiliki struktur molekul yang unik dan kenyal inilah

yang berfungsi meredam serta melunakkan tenaga yang dihasilkan oleh pergerakan mata

yang cepat tadi.(9,10,11)

Page 5: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

BAB III

AGE RELATED VITREOUS DEGENERATION

Pada proses penuaan, terdapat perubahan dari subtansi rheology, biokimia dan

perubahan struktur pada vitreous.perubahan-perubahan yang terjadi pada vitreous ini dikenal

sebagai age-related vitreous degeneration(9,12)

PERUBAHAN RHEOLOGIC

Reologi merupakan istilah yang mengacu pada kondisi pencairan dari vitreous.

Setelah usia 45 sampai 50 tahun, terdapat perubahan yang signifikan antara penurunan

volume gel dan terjadi peningkatan volume cairan vitreous. Pada studi postmortem,

didapatkan hasil yang menunjukkan bahwa pencairan vitreous ini bermula pada bagian

sentral dari vitreous. Studi ini mendukung pengamatan yang menunjukkan bahwa pada

bagian sentral vitreous serat serat untuk pertama kali muncul. (Gbr. 12) dan sesuai dengan

konsep bahwa kerusakan dari kolagen-HA menyebabkan pembentukan secara simultan

cairan vitreous dan agregasi dari kolagen fibril ke dalam bundel dan membentuk fibers yang

banyak pada vitreous posterior, terbentuknya kantong cairan vitreous, secara klinis sebagai

ruang kosong (Gbr. 22). Ketika sebuah saku tunggal yang besar terbentuk, kejadian ini

merupakan manifestasi yang disebut age-related liquefaction atau pencairan vitreous yang

dipengaruhi oleh usia, atau disebut juga synchisis, dan tidak mewakili kesatuan anatomi,

Banjir dan Balazs menemukan bukti vitreous cair setelah usia 4 tahun dan diamati bahwa

pada saat mata manusia mencapai ukuran dewasa (usia 14 sampai 18 tahun), 20% dari

volume vitreous seluruhnya, terdiri dari cairan vitreous (Gbr. 23). Dalam studi postmortem

segar mata manusia tidak tetap, tercatat bahwa setelah usia 40 tahun, ada peningkatan yang

stabil dalam pencairan vitreous. Hal ini terjadi bersamaan dengan penurunan volume gel.

Pada usia 80 sampai 90 tahun, lebih dari setengah dari vitreous adalah cairan.(8,9,12)

Page 6: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

Gambar.3 . struktur vitreous manusia pada usia tua. Sentral Vitreous mengental, serat berliku-

liku. Vitreous perifer memiliki wilayah yang tidak memiliki struktur, yang berisi cairan

vitreous. Daerah ini yang di sebut dengan ruang kosong, (panah) seperti yang terlihat secara

klinis dengan biomicroscopy.(9)

Mekanisme pencairan vitreous masih sedikit diketahui. gel Vitreous dapat dicairkan

secara in vitro dengan cara menghilangkan kolagen melalui filtrasi, sentrifugasi atau oleh

kerusakan enzimatik dari kolagen network. Pentingnya kolagen dalam pemeliharaan

keutuhan gel vitreous dapat disimpulkan dari temuan biokimia dalam pada monyet, dimana

keutuhan gel hilang secara simultan yang kemudian terjadi penggantian kolagen vitreous

oleh HA. Penurunan viskositas vitreous sebanding dengan berkurangnya waktu relaksasi

dan menghasilkan penurunan viskositas dan pencairan. Hal ini sesuai dengan hipotesis

invoking dimana kolagen disosiasi dari HA dengan agregasi dari fibril kolagen ke dalam

bundel dan penyatuan HA dan air ke dalam ruang kosong sebagai cara untuk menjelaskan

perubahan struktural selama proses penuaan.(8,9,12)

Perubahan utama dalam konformasi molekul HA dengan cross-linking sekunder

kolagen dan agregasi fibril ke dalam bundel merupakan mekanisme lain yang mungkin dari

pencairan vitreous secara endogen. Chakrabarti dan Park mengklaim bahwa interaksi antara

kolagen dan HA tergantung pada konformasi dari makromolekul masing-masing dan

perubahan konformasi molekul HA dapat mengakibatkan perubahan pada kolagen dan

penyatuan HA, menarik air di sepanjang vitreous dan mengakibatkan pencairan vitreous.

Armand dan Chakrabarti mendeteksi perbedaan dalam struktur molekul HA hadir dalam

Page 7: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

vitreous gel bila dibandingkan dengan cairan vitreous, menunjukkan bahwa perubahan

konformasi terjadi selama proses penuaan, mengakibatkan pencairan.(8,9,12,13)

Pencairan vitreous mungkin juga merupakan hasil dari perubahan dalam minor GAGs

dan profil chondroitin sulfat dari vitreous. Studi pada vitreous kelinci, pencairan dikaitkan

dengan hilangnya lower-charged chondroitin sulfate dan penampilan higher-charged

chondroitin sulfate. Pengamatan semacam itu menyebabkan upaya untuk mengubah reologi

vitreous dan struktur dengan menyuntikkan chondroitinase ABC untuk konon memecah

kondroitin sulfat dan menyebabkan pencairan dan disinsertion dari vitreous bodi. Temuan ini

telah menyebabkan studi tentang chondroitinase dalam operasi vitreous.(8,9)

PERUBAHAN BIOKIMIA

Studi biokimia oleh Flood dan Balazs dengan dukungan pengamatan rheologic. Total

Kolagen konten dalam vitreous tidak berubah setelah usia 20 sampai 30 tahun . Dalam

serangkaian besar mata manusia normal diperoleh pada otopsi, kolagen dalam gel vitreous

pada umur 70 sampai 90 tahun (sekitar 0,1 mg) secara signifikan lebih besar dari pada umur

15 sampai 20 tahun (sekitar 0,05 mg , p> 0,05). Karena konsentrasi kolagen total tidak

berubah selama waktu ini, penurunan volume gel vitreous yang terjadi dengan penuaan dan

peningkatan konsekuensi dalam konsentrasi kolagen dalam gel yang tersisa. Karena HA

bersifat hidrofilik, molekul HA yang tidak lagi terjerat dalam jaringan kolagen membentuk

cairan vitreous. Konsep ini didukung oleh temuan bahwa konsentrasi HA vitreous meningkat

sampai sekitar usia 20, ketika tingkat dewasa tercapai.Setelah itu, dari usia 20 sampai 70

tahun, tidak ada perubahan dalam konsentrasi HA baik cairan atau kompartemen gel. Ini

berarti bahwa ada peningkatan dalam isi HA dari cairan vitreous dan penurunan seiring

dalam isi HA dari gel vitreous karena jumlah meningkat cairan vitreous dan jumlah gel

vitreous menurun sesuai denganbertambahnya usia.(9,10)

Page 8: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

Gambar.4 . Pencairan vitreous manusia. Gel vitreous mengalami peningkatan volume selama

dekade pertama sementara ukuran bola mata tetap tumbuh. Volume gel vitreous kemudian

tetap stabil sampai sekitar usia 40 tahun, kemudian mulai menurun dibarengi dengan dengan

peningkatan cairan vitreous.(9)

PERUBAHAN STRUKTUR

merupakan hasil dari perubahan rheologic dan biokimia, ada perubahan struktural

yang signifikan dalam proses penuaan pada vitreous. Ini terdiri dari transisi dari kejernihan

vitreous di masa muda, yang merupakan hasil dari suatu distribusi homogen dari kolagen dan

HA, untuk struktur berserat pada orang dewasa. Ini adalah hasil dari agregasi kolagen fibril

yang terjadi ketika HA dipisahkan dari jaringan makromolekul, yang mempertahankan

transparansi dan kesatuan gel. Pada usia tua, hasil pencairan, penebalan dan tortuositas dari

serat vitreous dan runtuhnya vitreous body. Dapat menyebabkan PVD (posterior vitreous

detachment) Untuk proses ini terjadi innocuously, biasanya terdapat melemahnya adhesi

vitreoretinal, memungkinkan cairan vitreous untuk membedah tempat menenpelnya antara

korteks posterior vitreous dan retina.(8,9)

PERUBAHAN PERLEKATAN VITREORETINA

Seperti yang terjadi pada lamina basal pada seluruh tubuh, terdapat pengaruh usia

penebalan basal lamina yang mengelilingi vitreous bodi. merupakan hasil dari sintesis

dengan retina Muller sel, sehingga terjadi penarikan yang terjadi pada bagian dalam retina

yang sebelumnya mengalami perlengketan pada posterior cortex vitreous. penebalan tersebut

Page 9: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

akhirnya dapat menyebabkan perlengketan vitreoretinal lemah, sehingga merupakan salah

satu aspek patogenesis PVD.(8,13)

Teng dan Chi mengemukakan bahwa lebar dasar posterior vitreous ke ora serrata

meningkat sebanding dengan usia hampir 3,0 mm, sehingga batas posterior dari basis

vitreous lebih dekat ke equator. sehingga dasar vitreous menjadi menonjol di bagian temporal

bola mata. Fenomena migrasi posterior dari batas posterior dari basis vitreous baru ini telah

dikonfirmasi dan penjelasan untuk adhesi vitreoretinal meningkat di lokasi tersebut.

Tampaknya ada sintesis fibril kolagen intraretinal yang menembus pembatas lamina internal

dari retina dan sambatan dengan fibril kolagen vitreous. Migrasi dari bagian posterior inilah

yang menjadi dasar dari terjadinya robekan retina periver dan ablasio retina regmatogen..

Gartner menemukan agregasi lateral dari fibril kolagen dalam basis vitreous dari orang yang

lebih tua, mirip dengan perubahan dalam vitreous sentral. Perubahan pada dasar vitreous

dapat menyebabkan peningkatan traksi pada retina perifer, yang pada akhirnya menyebabkan

robekan retina dan ablasio setelah terjadinya PVD.(8,9)

POSTERIOR VITREOUS DETACHMENT

Posterior vitreous detachment merupakan terpisahnya korteks posterior vitreous dari

retina (internal limiting lamina) , PVD sering terjadi pada vitreous manusia. PVD dapat lokal,

parsial, atau total (sampai batas posterior dari basis vitreous). Studi otopsi ditemukan bahwa

kejadian PVD dalam dekade kedelapan adalah 63%. PVD lebih sering terjadi pada wanita

dan di depan mata miopia, terjadi 10 tahun lebih awal dari tahun emmetropia dan hyperopia.

ekstraksi Katarak pada pasien miopia dapat menjadi faktor pencetus.(8,9,11)

PVD terjadi ketika adhesi dari korteks vitreous melemah bersamaan dengan pencairan

(synchisis) vitreous. melemahnya adhesi ini pada kutub posterior vitreous memungkinkan

cairan memasuki ruang retrocortical pada lubang prepapillary dan bahkan mungkin korteks

vitreous premacular. Gerakan mata memungkinkan cairan vitreous merobek korteks vitreous

dan retina, sehingga terjadi PVD. keadaan tertentu (misalnya, miopia dan kelainan bawaan

metabolisme dari kolagen tipe II), tjd peningkatan synchisis atau perubahan pada konstituen

biokimia vitreous (atau keduanya) yang mencetuskan terjadinya pemisahan vitreoretinal.

Perpindahan volume cairan vitreous ke ruang preretinal menyebabkan sineresis.(6,8,9)

Page 10: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

Gambar 5. Komplit posterior vitreous detachment (panah). b pvd ini dapat

menyebabkan robekan dari retina.(5)

PVD dapat menyebabkan silau (photopsia) yang dicetuskan oleh hamburan cahaya

dari fibril kolagen pada korteks vitreous posterior, keluhan yang paling umum dari pasien

dengan PVD adalah floaters. Hal ini terjadi karena fenomena entoptic disebabkan oleh serat

vitreous yang kental, jaringan glial asal epipapillary yang mematuhi korteks posterior

vitreous, atau darah intravitreal. Floaters bergerak sesuai dengan perpindahan vitreous selama

pergerakan bola mata dan pada saat penghamburan cahaya, penampakan bayangan pada

retina yang tampak mirip rambut berwarna abu-abu atau struktur yang berterbangan. Ketika

pergerakan mata berhenti, korteks posterior vitreous yang terpisah terus sedikit bergerak,

sehingga menimbulkan pengelihatan subjektif yang dbiasa disebut sebagai floaters. (9,11)

Umumnya kejadian ini merupakan akibat dari traksi vitreoretinal, photopsia ini

merupakan menandakan dari robekan retina yang memiliki risiko yang tinggi. Voerhoeff

menyimpulkan bahwa cahaya yang timbul ini sebenarnya merupakan hasil dari korteks

vitreous posterior yang terpisah dari internal limiting lamina retina selama selama pergerakan

mata. Teori ini tidak konsisten dengan peningkatan risiko robekan retina pada seorang

individu dengan PVD dengan keluhan photopsia, meskipun robekan mungkin beraada di sisi

yang sama dari photopsia sebagai lawan ke sisi berlawanan, jika traksi yang penyebab

terjadinya photopsia.(8,9,12)

Page 11: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

Gambar 6. Autopsy finding of a manifest retinal tear with traction of the vitreousbody

at the edge of the opening (arrow).(5)

Pada tindakan-tindakan invasive pada mata seperti, operasi katarak dan posterior

kapsulotomi sehingga pempengaruhi vitreous juga memberikan kontribusi terjadinya robekan

dan ablation retina.(12)

Page 12: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

KESIMPULAN

1. Vitreous strukturnya menyerupai gel yang merupakan bahan yang bening yang

terdiri dari collagen, hyaluronic acid, dan air.

2. Vitreous melekat pada semua struktur pada bola mata bagian dalam, tetapi

kekuatan perlekatannya bervariasi antara satu struktur dengan struktur lainnya.

3. Pada proses penuaan, terdapat perubahan dari subtansi rheology, biokimia dan

perubahan struktur pada vitreous.perubahan-perubahan yang terjadi pada vitreous

ini dikenal sebagai age-related vitreous degeneration

4. Reologi merupakan istilah yang mengacu pada kondisi pencairan dari vitreous.

5. Posterior vitreous detachment merupakan terpisahnya korteks posterior vitreous

dari retina (internal limiting lamina)

Page 13: DEPKES RI 2011 Pedoman Penanggulangan TB di Indonesia.pdF

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Sebag J. Classifying posterior vitreous detachment–a new way to look at the invisible. Br J

Ophthalmol 81:521, 1997

2. Sebag J. Age-related changes in human vitreous structure. Graefes Arch Clin Exp

Ophthalmol 225:89, 1987

3. Duane L, Johane M. Embryological development of Eye. In Phathobiology of Ocular

Disease. Informa Healtcare. London; 2008. P 1098-1101.

4. Mulla A. Role Of Vitreous Humor Biochemistry In Forensic Pathology. Thesis, Master Of

Science in the Department of Pathology, College of Medicine University of

Saskatchewan.2005

5. Lang G K. Vitreous Body. In A Short Textbook of Ophthalmology, Thieme. 2000: P.

285-304.

6. Kurana AK, Diseases of the Vitreous. In: Comprehensive Ophthalmology. New Age

International Limited. New Delhi. 2007: 243-249.

7. Tasman, William; Jaeger, Edward A. Vitreous: from Biochemistry to Clinical

Relevance. In: Duane’s Clinical Ophthalmology. Volume 16, Lippincott-Raven,

Philadelphia. 2007.

8. Green WR, Sebag J. Vitreoretinal Interface. In Retina. Fourth Edition, Elsevier Inc. All rights

reserved. 2006. P 1923-1981.

9. Duane L, Johane M. Embryological development of Eye. In Phathobiology of Ocular

Disease. Informa Healtcare. London; 2008. P 1098-1101.

10. Riordan-Eva P. Vitreous. In: Vaughan and Asbury’s. General Ophthalmology, 17th

Edition. Lange McGraw Hill. New York. 2008:

11. John M. Snowden, David A. Swann. Vitreous structure V. The morphology and thermal

stability of vitreous collagen fibers and comparison to articular. 1980 Assoc. for Res. in Vis.

and Ophthal., Inc

12. Lee B, Litt M, Buchsbaum G. Rheology of the vitreous body. Part I: Viscoelasticity of

human vitreous. Biorheology. Sep-Dec 1992;29(5-6):521-533.

13. Liesegang TJ, Skuta GL, Cantor LB. Diseases of the Vitreous, retina and vitreous.

San Francisco: American Academy of Ophthalmology; 2008. P 303-312.