Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

95

Click here to load reader

description

Dennis Overbye, reporter sains The Times, menyelidiki misteri-misteri alam semesta – dari black holehingga mekanika quantum – dalam koleksi artikel ini, yang diseleksi oleh Tuan Overbye sendiri

Transcript of Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

Page 1: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

MISTERI ALAM SEMESTA

DENNIS OVERBYE©2002

Page 2: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

Dennis Overbye, reporter sains The Times, menyelidiki misteri-misteri alam semesta – dari black hole hingga mekanika quantum – dalam koleksi artikel ini, yang diseleksi oleh Tuan Overbye sendiri.

MISTERI ALAM SEMESTA

Page 3: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

Terjemahan ini diterbitkan oleh SeSa Media, UKM., Jl. Hidup 47, Long East, 12347. Jooright 2011 SeSa Media, UKM. Joo rights reserved. Terjemahan ini telah dicatat sebagai salah satu karya SeSa Media dalam JOO Rights Commons Work. Tak satupun di dalam bagian terjemahan ini yang muncul dengan sendirinya. Kunjungi situs kami di http://sesamedia.wordpress.com

Diterjemahkan oleh SeSa Media

anggota dari JSF [WORKGROUP]

SeSa Media & logo adalah merek milik JSF [WORKGROUP]

Penerjemahan & penyuntingan oleh Jookut dkk.

Desain sampul & grafis oleh RGB@SKY Studio

Buklog Bukupedia

SeSa Media

Terjemahan Mysteries of the Universe / SeSa Media

a4. h. mm.

JRCW 12347 020MT 108SR

1. Alam Semesta. 2. Kosmologi. 3. Fisika.

EA3—2010.tr5731O

Semua hasil kerja SeSa Media terdaftar di JOO Rights Commons Work. Dengan demikian,

telah dapat dipastikan bahwa hasil terjemahan ini tidak muncul dengan sendirinya dan

menjadi pengakuan jelas & tegas bahwa SeSa Media-lah yang telah mengerjakan semua

proses penerjemahan buku ini. Agar di kemudian hari tidak muncul fitnah bahwa buku ini

tidak diterjemahkan melainkan muncul dengan sendirinya begitu saja, atau fitnah bahwa si

penerjemah buku ini hanya mengaku-aku menerjemahkan.

Jooright 2010 SeSa Media

Joo rights reserved. Semua yang kami lakukan bukan demi kepentingan komersial. Jadi,

kami tidak menghutangi Anda dengan apa yang kami lakukan. Karena itu, dengan segala

kerendahan hati, kami minta agar hasil terjemahan kami tidak dikomersialkan oleh pembaca

sekalian. Jika Anda tidak mengindahkannya, maka pernyataan ini dapat diartikan sebagai

bentuk tanggungjawab kami kepada mereka yang mengerti dan mengindahkan.

Page 4: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

SECARA KHUSUS, kami mohon maaf kepada Dennis Overbye dan The New

York Time Company yang telah menerbitkan buku “MYSTERIES OF THE

UNIVERSE”. Proses penerjemahan ini kami lakukan tanpa meminta izin

kepada Anda sekalian. Karena itu, dengan ini kami juga mengakui bahwa kami

akan disalahkan jika ada penggunaan istilah yang tidak sesuai dengan yang

dimaksudkan.

Jika yang kami lakukan ini dapat dikatakan sebagai bentuk kebebasan

(meskipun dalam beberapa bagian ataupun sebagian, kami tidak setuju

seluruhnya), semoga Anda setuju dengan apa yang kami lakukan. Kami tidak

mengambil keuntungan apa-apa dari penerjemahan buku ini.

Untuk Anda pembaca terjemahan ini, kami nyatakan bahwa kami tidak

menambah atau mengurangi sesuatu apapun dalam isi terjemahan ini. Jika

ada kekurangtepatan dalam menyampaikan maksud kalimat dan istilah, kami

mohon maaf dengan sebesar-besarnya, baik kepada yang sangat mengerti

Kosmologi, Astronomi, Fisika, Bahasa Indonesia, ataupun Bahasa Inggris.

Akhirnya, kami persembahkan setiap hasil terjemahan kami ini khusus

kepada Umat Islam di negeri ini dari Merauke sampai Sabang, dari Talaud

sampai Rote, dan secara umum untuk masyarakat Indonesia. GRATIS! FREE!

PRAKATAW

Page 5: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

Copyright ©2002

Dennis Overbye

The New York Times Company

http://www.nytimes.com

All rights reserved. No part of this book may be reproduced without written

permission from the publisher. The publisher takes no responsibility for the

use of any of the materials or methods described in this book, nor for the

products thereof.

COPYRIGHT

Page 6: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

6

Joo Rights Commons Work

Prakataw

Copyright

KONSTANTA KOSMOLOGIS | 26 Mei 1998 8

Faktor ‘Palsu’ Einstein yang Terkenal Kembali Menghantui Kosmologi

FISIKA QUANTUM | 12 Desember 2000 15

Teori Quantum Ditarik, dan Seluruh Fisika Terurai

Mekanika Bocah 17

Perang Quantum 19

Diam dan Hitung 20

Ke Mana Keganjilan Ini Menuju 21

Akar Keganjilan 23

FISIKA PARTIKEL | 20 Maret 2001 25

Dalam Fisika Baru, Quark Tidaklah Terisolir

DARK ENERGY | 10 April 2001 30

Dari Cahaya Menuju Kegelapan: Alam Semesta Baru Astronomi

WAKTU IMAJINER | 22 Mei 2001 37

Sebelum Big Bang, Ada...Apa?

Pertanyaan Atas Kekekalan: Mencoba Membayangkan Kenihilan 39

Akhir Waktu: Kartu Lain di Dek Besar 41

Keyakinan String: Para Teoris Mengajukan Dunia ‘Bran’ 42

Tubrukan Dunia: Pengenalan Sebuah Kemungkinan Baru 44

TEORI STRING vs. RELATIVITAS | 12 Juni 2001 46

Teoris Inner Space Memandang Pengamat Outer Space

DAFTAR ISI

Page 7: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

7

THEORY OF EVERYTHING | 11 Desember 2001 50

Memecahkan Kode Kosmik dengan Sedikit Bantuan dari Dr. Hawking

KEMUNGKINAN TIADA AKHIR | 1 Januari 2002 55

Akhir Segalanya

Tawa Terakhir Einstein 56

Selamat Tinggal 58

Melawan Datangnya Malam 60

Ketakterhinggaan sedang Diadili 61

DARK MATTER | 8 Januari 2002 64

Dark Matter, Masih Sulit Dimengerti, Semakin Terlihat

RADIASI BLACK HOLE | 22 Januari 2002 70

Terobosan Hawking Masih Menjadi Enigma

Menulis di Dinding 73

Derajat Kebebasan 74

Batas Keindahan 75

Semua ini Ada dalam Matematika 76

Dr. JOHN ARCHIBALD WHEELER | 12 Maret 2002 78

Mengintai Gerbang Waktu

Raja Filsuf: Percakapan Bohr Sisakan Tanda yang Tak Dapat Dihapus 80

Gerbang Waktu: Jalan Buntu Pandangan Kosmik yang Paradoks 81

It from Bit: Perkataan Einstein Ditatah pada Batu 83

REALITAS MATEMATIKA | 26 Maret 2002 86

Persamaan Paling Memikat dalam Sains: Keindahan sama dengan Kebenaran

KUTIPAN 91

SeSa Na

Nuhun Ka

Page 8: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

8

ADA segelintir ilmuwan yang bisa dikatakan kekeliruannya lebih menarik

daripada kesuksesan rekan-rekannya, Albert Einstein adalah salah

satunya. Hanya sedikit “blunder” yang memiliki hidup lebih panjang dan

lebih penting dari konstanta kosmologis, terkadang digambarkan sebagai

faktor palsu paling terkenal dalam sejarah sains, yang Einstein tambahkan

pada teori relativitas umumnya di tahun 1917. Peranan konstanta tersebut

adalah menyediakan gaya tolak untuk menahan alam semesta dari (secara

teoritis) kekolapsan akibat bobotnya sendiri. Einstein membuang konstanta

kosmologis ketika alam semesta diketahui mengembang, tapi pada tahun-

tahun berikutnya, konstanta kosmologis itu, layaknya Rasputin, bersikeras

menolak untuk mati, menyeret dirinya tampil ke depan, membisikkan enigma-

enigma mendalam dan gaya-gaya baru yang misterius di alam, setiap kali para

kosmolog menemui kesukaran dalam merekonsiliasi observasi alam semesta

dengan teori-teori mereka.

Tahun ini, konstanta kosmologis tersebut kembali masuk berita sebagai

penjelasan atas penemuan yang banyak dilaporkan, berdasarkan observasi

bintang-bintang meledak yang jauh, bahwa suatu jenis “energi aneh” rupanya

sedang mempercepat perluasan alam semesta. “Jika konstanta kosmologis

sudah mencukupi bagi Einstein,” kata Michael Turner dari Universitas Chicago

dalam sebuah pertemuan di bulan April, “maka mestinya juga cukup bagi kita.”

Einstein telah wafat 43 tahun lalu. Bagaimana ia dan faktor palsu

80-tahunnya sampai menjadi pusat revolusi dalam kosmologi modern?

Kisahnya bermula di Wina dengan sebuah konsep mistis yang Einstein

sebut prinsip Mach. Wina adalah benteng intelektual Ernst Mach (1838-

1916), fisikawan dan filsuf yang menunggangi sains Eropa layaknya seorang

Colossus. Skala ukuran kecepatan supersonik dinamai dengan namanya.

Peninggalan terbesarnya sangat filosofis; ia teguh berpendapat bahwa semua

pengetahuan berasal dari akal sehat, dan kukuh menentang pengenalan

konsep metafisik, demikian ia menganggapnya, dalam sains, atom contohnya.

KONSTANTA KOSMOLOGISFaktor ‘Palsu’ Einstein Kembali Menghantui Kosmologi

Page 9: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

9

Peninggalan lainnya ialah gagasan tentang absolute space (ruang

absolut), yang membentuk kerangka alam semesta Newton. Mach

berpendapat bahwa kita tidak melihat “ruang”, kita hanya pemain di

dalamnya. Semua pengetahuan kita tentang gerak, jelasnya, hanya relatif

terhadap “bintang-bintang diam” (fixed star). Dalam buku-buku dan paper-

nya, ia bertanya-tanya apakah kelembaman, kecenderungan sebuah objek

untuk tetap diam atau bergerak hingga didorong oleh gaya eksternal, sama

relatifnya dan berasal dari suatu interaksi dengan segala sesuatu di alam

semesta.

“Apa yang terjadi pada hukum kelembaman jika seluruh angkasa mulai

bergerak dan bintang-bintang berkerumun dalam keadaan kacau?” tulisnya

pada tahun 1911. “Hanya jika alam semesta musnah kita akan tahu bahwa

semua benda, dengan bagiannya masing-masing, sangat penting dalam

hukum kelembaman.”

Mach tak pernah mengajukan taksiran tentang bagaimana interaksi

misterius ini bekerja, tapi Einstein, yang mengagumi skeptisme Mach, terpikat

pada apa yang kadang ia sebut sebagai prinsip Mach dan kadang disebutnya

relativitas kelembaman. Ia ingin memasukkan konsep tersebut ke dalam teori

relativitas umumnya, yang diselesaikan pada tahun 1915. Teori ini menjelaskan

bagaimana materi dan energi mendistorsi atau “melengkungkan” geometri

ruang dan waktu, menimbulkan sebuah fenomena yang disebut gravitasi.

Dalam bahasa relativitas umum, prinsip Mach mensyaratkan bahwa

lengkungan ruang-waktu semestinya ditentukan semata-mata oleh materi

atau energi lain di alam semesta, dan bukan suatu kondisi inisial atau

pengaruh luar – yang fisikawan sebut kondisi batas. Einstein mengartikan ini

bahwa mustahil memecahkan persamaan miliknya untuk kasus objek terpisah

(solitary object) – atom atau bintang yang sendirian di alam semesta – sebab

tak ada yang bisa diperbandingkan dengannya atau berinteraksi dengannya.

Jadi Einstein terkejut beberapa bulan setelah mengumumkan teori

barunya, ketika Karl Schwarzschild, astrofisikawan Jerman yang bertugas

di garis depan Perang Dunia I, mengiriminya suatu solusi, yang melukiskan

medan gravitasi di sekitar bintang terpisah (solitary star). “Saya tidak percaya

bahwa penyelesaian sempurna atas persoalan massa pokok tersebut begitu

sederhana,” ujar Einstein.

Mungkin sebagian terpacu oleh hasil Schwarzschild, di musim gugur

1916 Einstein mengalihkan perhatiannya kepada penemuan alam semesta

Page 10: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

10

berperbatasan yang mencegah sebuah bintang melarikan diri dari tetangganya

dan tidak mengeluyur menuju ketersendirian tak terhingga non-Mach. Dia

menyusun gagasannya dalam sebuah korespondensi dengan astronom

Belanda, Willem de Sitter, yang mana akan diterbitkan musim panas tahun ini

oleh Princeton University Press dalam Volume 8 “The Collected Papers of Albert

Einstein”. Sebagaimana kebanyakan koleganya kala itu, Einstein menganggap

alam semesta terdiri dari sebuah kumpulan bintang, yaitu Bima Sakti, yang

dikelilingi oleh ruang luas. Salah satu pemikirannya memprediksikan eksistensi

“massa jauh” yang melingkari pinggir Bima Sakti layaknya sebuah pagar.

Massa-massa ini melengkungkan ruang dan menutupnya.

Rekannya, de Sitter, mencemooh gagasan tersebut, mengatakan

bahwa massa “supranatural” ini bukan bagian dari alam semesta tampak

(visible universe). Gagasan tersebut tidak lebih lezat dari gagasan lama Newton

tentang ruang absolut, yang sama-sama tak tampak dan berubah-ubah.

Dalam keputus-asaan dan terbaring karena penyakit kandung

empedu pada Februari 1917, Einstein menemukan gagasan mengenai alam

semesta tanpa perbatasan, di mana ruang melengkung sampai menemui

dirinya sendiri, seperti permukaan bola, oleh materi di dalamnya. ”Saya telah

mengemukakan usulan lain berkenaan dengan gravitasi, yang memberitahu

saya tentang bahaya terkurung di rumah sempit,” utaranya pada seorang

teman.

Ini membuang kebutuhan adanya perbatasan – permukaan bola tidak

memiliki perbatasan. Alam semesta gelembung seperti itu ditetapkan semata-

mata oleh kandungan materi dan energinya, sebagaimana bunyi prinsip Mach.

Tapi ada satu masalah baru; alam semesta ini tidak stabil, gelembung tentunya

mengembang atau mengerut. Bima Sakti terlihat tidak mengembang ataupun

mengerut; bintang-bintangnya tidak terlihat sedang bergerak istimewa.

Di sinilah konstanta kosmologis masuk. Einstein membuat sedikit

perbaikan matematis pada persamaan-persamaannya, menambahkan

“sebuah suku kosmologis” yang memantapkan persamaannya dan alam

semesta. Secara fisika, suku baru ini, yang dilambangkan dengan huruf

lambda (λ) Yunani, merepresentasikan suatu jenis gaya tolak luas (long-range

repulsive force), yang barangkali menahan kosmos dari kekolapsan akibat

bobotnya sendiri.

Tak dapat disangkal, Einstein mengakui dalam paper-nya, bahwa

konstanta kosmologis “tak bisa dibuktikan oleh pengetahuan gravitasi kita

Page 11: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

11

saat ini”, tapi itu pun tidak berkontradiksi dengan relativitas. Hasil

menyenangkannya adalah alam semesta statis yang—hampir menurut

setiap orang—geometrinya sangat ditentukan oleh materi. “Ini adalah

pokok persyaratan relativitas kelembaman,” jelas Einstein kepada de Sitter.

“Menurut saya, selama persyaratan ini belum terpenuhi, sasaran relativitas

umum tidak tercapai sama sekali. Ini hanya terjadi dengan suku lambda.”

Lucunya, tentu saja, adalah Einstein tidak memerlukan alam semesta

statis untuk mendapatkan model alam semesta Mach. Michael Janssen,

fisikawan Universitas Boston dan pakar Einstein, memberitahukan, “Einstein

memerlukan konstanta tersebut bukan karena kegemarannya akan filsafat

tapi karena prasangkanya bahwa alam semesta itu statis.”

Di samping itu, demi mencoba menyelamatkan alam semesta untuk

Mach, Einstein menghancurkan prinsip Mach. “Suku kosmologis tersebut

sangat-sangat anti-Mach, dalam pengertian bahwa suku itu menganggap

sifat-sifat intrinsik (densitas tekanan dan energi) berasal dari ruang semata-

mata, tanpa kehadiran materi,” kata Frank Wilczek, seorang teoris di Institute

for Advanced Study di Princeton.

Namun, alam semesta baru Einstein segera berantakan. Sepuluh tahun

berikutnya, astronom Edwin Hubble, di California, memperlihatkan bahwa

nebula spiral misterius adalah galaksi-galaksi yang sangat jauh dan terus

menjauh – singkatnya, alam semesta kemungkinan sedang mengembang.

De Sitter lebih jauh mengacaukan Einstein dengan mengajukan

solusinya sendiri atas persamaan Einstein, menggambarkan alam semesta

yang sama sekali tidak memiliki materi di dalamnya.

“Itu tidak memuaskan, menurut saya,” gerutu Einstein, “sekalipun

dunia tanpa materi adalah mungkin.”

Alam semesta hampa-nya de Sitter juga diduga statis, tapi itu terbukti

adalah ilusi. Kalkulasi menunjukkan bahwa ketika partikel-partikel ujicoba

disisipkan ke dalamnya, mereka terbang saling menjauh. Itu adalah kesulitan

lainnya bagi Einstein. “Jika tidak ada dunia quasi-statis,” katanya pada tahun

1922, “maka enyahlah suku kosmologis.”

Pada tahun 1931, setelah perjalanan menuju observatorium di Pasadena

(California) untuk menemui Hubble, Einstein membalikkan punggungnya

pada konstanta komsologis untuk selama-lamanya, menyebutnya “juga tak

memuaskan secara teoritis”.

Page 12: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

12

Ia tak pernah menyebut-nyebutnya lagi.

Sementara itu, persamaan-persamaan untuk perluasan alam semesta

telah ditemukan secara terpisah oleh Aleksandr Friedmann, teoris muda Rusia,

dan oleh Abbe Georges Lemaitre, fisikawan dan pendeta Belgia. Setahun

setelah kunjungannya ke Hubble, Einstein melemparkan pelurunya, bersama-

sama dengan de Sitter, tentang rahasia alam semesta yang mengembang

tanpa konstanta kosmologis.

Tapi konstanta kosmologis tetap bertahan dalam imajinasi Lemaitre,

yang menemukan bahwa melalui aplikasi lambda secara hati-hati dirinya bisa

mengkonstruksi alam semesta yang memulai perluasan secara perlahan dan

kemudian mencepat, alam semesta yang mulai dengan cepat dan kemudian

melambat, atau yang mulai mengembang, berhenti sejenak, dan kemudian

kembali mengembang.

Model terakhir ini memberi isyarat singkat kepada beberapa astronom

di awal 1950-an, ketika pengukuran perluasan kosmik, secara memalukan,

menunjukkan bahwa alam semesta hanya berusia dua miliar tahun – usia yang

jauh lebih muda. Sekelompok astronom mendatangi Einstein di Princeton

dan mengatakan bahwa menghidupkan kembali konstanta kosmologis bisa

memecahkan persoalan selisih usia tersebut. Einstein menampik mereka,

mengatakan bahwa pengenalan konstanta kosmologis adalah blunder

terbesar dalam hidupnya. George Gamow, salah seorang dari astronom yang

datang itu, menyebutkan kata-kata Einstein tersebut dalam otobiografinya,

“My World Line”, dan itu menjadi bagian dari legenda Einstein.

Einstein wafat tiga tahun kemudian. Pada tahun-tahun setelah

kematiannya, mekanika quantum, rangkaian kaidah aneh yang menjelaskan

alam pada level subatom (sesuatu yang dibenci Einstein), mentransformasi

konstanta kosmologis dan memperlihatkan seberapa baik pengetahuan

awal Einstein sebetulnya dalam menemukannya. Prinsip ketidakpastian (dan

mistis) yang terkenal tersebut menetapkan bahwa tak ada kenihilan, dan

bahkan ruang hampa pun bisa dianggap berbuih energi.

Efek energi vakum ini terhadap atom-atom telah dideteksi di

laboratorium, seawalnya tahun 1948, tapi tak ada seorang pun yang berpikir

untuk menyelidiki pengaruhnya terhadap alam semesta secara keseluruhan

hingga tahun 1967, ketika sebuah krisis baru, perkembangbiakan terlalu

banyak quasar sewaktu alam semesta masih berukuran 1/3 dari ukurannya

sekarang, membawa pada bangkit kembalinya gumaman soal konstanta

Page 13: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

13

kosmologis. Jakob Zeldovich, teoris legendaris Rusia yang jenius dalam

mengawinkan mikrofisika dengan alam semesta, menyadari bahwa energi

vakum quantum ini bisa masuk ke dalam persamaan-persamaan Einstein

persis seperti konstanta kosmologis yang lalu.

Masalahnya adalah bahwa kalkulasi langsung fluktuasi quantum ini

menunjukkan bahwa energi vakum di alam semesta adalah sekitar 118 order

of magnitude (10 diikuti oleh 117 nol) kali lebih padat dari materi. Jika kasusnya

demikian, konstanta kosmologis harusnya telah menggumalkan alam semesta

ke dalam black hole pada saat-saat pertama eksistensinya atau cepat-cepat

meniup kosmos saling menjauh sehingga atom-atom sekalipun tidak akan

terbentuk. Namun fakta bahwa alam semesta telah dan sedang mengembang

dengan tenang gembira selama kira-kira 10 miliar tahun mengandung arti

bahwa suatu konstanta kosmologis, jika memang ada, sungguh kecil.

Meski membuat asumsi yang paling optimistis, Dr. Zeldovic masih tidak

dapat membuat konstanta kosmologis di bawah semiliaran kali dari batas

yang teramati.

Sejak saat itu, banyak teoris partikel berasumsi bahwa karena alasan

tertentu yang masih belum diketahui sampai sekarang, konstanta kosmologis

adalah nol. Di era teori superstring dan theory of everything yang mencatat

waktu/masa sejak mikro mikro detik pertama, konstanta kosmologis telah

menjadi pintu jebakan di ruang bawah tanah fisika, menyiratkan bahwa pada

suatu level fundamental, sesuatu tentang dunia ada yang terlalaikan. Dalam

sebuah artikel dalam Reviews of Modern Physics tahun 1989, Steven Weinberg

dari Universitas Texas mengisyaratkan konstanta kosmologis sebagai “sebuah

krisis nyata”, dan barangsiapa yang menemukan solusi, akan berdampak luas

pada fisika dan astronomi.

Keadaan semakin menarik di tahun 1970-an dengan kedatangan teori-

teori fisika partikel, yang menonjolkan suatu entitas bayangan yang dikenal

sebagai Higgs field (medan Higgs), yang merembesi ruang dan memberi

atribut pada partikel-partikel unsur. Kalangan fisikawan menduga bahwa

densitas energi di medan Higgs saat ini adalah nol, namun di masa lalu,

ketika alam semesta masih panas, energi Higgs boleh jadi sangat besar dan

mendominasi dinamika alam semesta. Kenyataannya, spekulasi bahwa

episode tersebut terjadi pada sepersedetik setelah Big Bang, memompa

kerut-kerut dari chaos purba (yang menurut Dr. Turner energi vakum kala itu

berlaku sempurna), telah mendominasi kosmologi dalam 15 tahun terakhir.

Page 14: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

14

“Kita ingin menjelaskan mengapa saat ini konstanta kosmologis kecil,

bukan mengapa ia senantiasa kecil,” tulis Dr. Weinberg dalam kajiannya.

Dalam usaha menyediakan penjelasan, para teoris belakangan ini terdorong

untuk membicarakan, di antaranya, tentang multiple universes yang terhubung

oleh terowongan ruang-waktu yang disebut wormhole.

Aroma krisis ini diekspresikan dengan baik oleh Dr. Wilczek beberapa

tahun lalu dalam sebuah konferensi astrofisika. Menutup diskusi di akhir

pertemuan, dia akhirnya sampai pada konstanta kosmologis. “Whereof one

cannot speak, thereof one must be silent” (seseorang pasti diam tentang

sesuatu yang tidak bisa dibicarakannya),” ucapnya, mengutip “Tractatus

Logico-Philosophicus”-nya Ludwig Wittgenstein.

Sepertinya sekarang para astronom telah memecahkan keheningan itu.

Page 15: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

15

MEREKA mencoba meyakinkan Max Planck untuk berhenti menjadi

fisikawan, dengan alasan bahwa di situ tidak ada yang tersisa untuk

ditemukan. Planck muda tidak menghiraukannya. Dia adalah pemuda

konservatif dari selatan Jerman, keturunan profesor dan kepala gereja; dia

senang menambah kesempurnaan pada apa yang telah diketahui.

Malah, ia menghancurkannya, dengan mencaritahu apa yang terjadi

pada simpul longgar yang jika ditarik akan mengurai seluruh struktur yang

telah dianggap sebagai realitas.

Sebagai profesor baru di Universitas Berlin, pada musim gugur 1900

Planck memulai kalkulasi karakteristik spektrum dari pijaran sebuah objek

yang dipanaskan. Kalangan fisikawan punya alasan bagus untuk menduga

bahwa jawabannya akan menjelaskan hubungan antara cahaya dan materi dan

mengangkat taraf industri lampu listrik Jerman. Tapi kalkulasi itu terganggu

oleh kesulitan-kesulitan.

Planck berhasil menemukan formula yang tepat, tapi ada harganya,

karena dia dilaporkan ke German Physical Society pada 14 Desember. Dalam

“tindakan putus asa”, demikian dia menyebutnya, dia harus menganggap

bahwa atom-atom hanya dapat memancarkan energi dalam jumlah berlainan

yang kemudian dia sebut quanta (dari bahasa Latin, quantus, berarti “berapa

banyak”) daripada dalam gelombang berkesinambungan seperti yang telah

ditetapkan teori elektromagnetik. Alam kelihatannya bertindak seperti teller

bank cerewet yang tidak akan memberi uang kembalian, dan juga tidak

menerimanya.

Itu adalah tembakan pertama dalam revolusi. Dalam seperempat abad,

hukum sains yang masuk akal telah digulingkan. Di tempatnya kemudian

terdapat satu rangkaian kaidah aneh yang dikenal sebagai mekanika quantum,

di mana sebab tidak dijamin terhubung dengan akibat; partikel subatom

seperti elektron bisa berada di dua tempat pada waktu yang sama, di setiap

FISIKA QUANTUMTeori Quantum Ditarik, dan Seluruh Fisika Terurai

Page 16: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

16

tempat, atau tidak di mana pun sampai seseorang mengukurnya; dan cahaya

bisa berupa partikel atau gelombang.

Niels Bohr, fisikawan Denmark dan pemimpin revolusi ini, pernah

mengatakan bahwa seseorang yang tidak terguncang oleh teori quantum

berarti tidak memahaminya.

Minggu ini, sekitar 700 fisikawan dan sejarawan tengah berkumpul

di Berlin, tempat di mana Planck memulai usahanya 100 tahun lalu, untuk

merayakan sebuah teori yang maknanya masih belum mereka pahami,

padahal itu adalah fondasi sains modern. Efek quantum sekarang ini

diharapkan menjelaskan segala hal mulai dari tabel periodik unsur sampai

eksistensi alam semesta itu sendiri.

Sejumlah nasib baik telah dialami oleh “keganjilan quantum”, demikian

kadang ia disebut. Transistor dan chip komputer dan laser berjalan di atas

prinsip quantum tersebut. Begitu pula dengan CAT scan dan PET scan dan

mesin M.R.I.. Beberapa ilmuwan komputer menyebutnya masa depan

komputasi, sementara ilmuwan lain mengatakan bahwa komputasi adalah

masa depan teori quantum.

“Jika semua hal yang kita pahami mengenai atom berhenti bekerja,”

ujar Leon Lederman, mantan direktur Fermi National Accelerator Laboratory,

“maka P.D.B. (Produk Domestik Bruto) akan menjadi nol.”

Revolusi ini memiliki awal yang tidak menguntungkan. Planck mulanya

menganggap quantum sebagai alat pencatat (bookkeeping device) tanpa

makna fisika sama sekali. Pada 1905, Albert Einstein, yang kemudian menjadi

petugas pencatat paten di Swiss, memikirkannya secara lebih serius. Dia

menunjukkan bahwa cahaya, dalam beberapa hal, berperilaku seolah-olah

tersusun dari sedikit energy bundle (ikat energi) yang dia sebut lichtquanten.

(Beberapa bulan kemudian, Einstein menemukan relativitas.)

Dia menghabiskan dekade berikutnya dengan memikirkan bagaimana

mengharmoniskan quantum-quantum ini dengan teori gelombang

elektromagnetik cahaya. “Saya lebih banyak menghabiskan pemikiran pada

teori quantum dibandingkan pada relativitas,” ucapnya kepada seorang teman.

Langkah quantum besar berikutnya diambil oleh Dr. Bohr. Pada 1913,

dia mengajukan sebuah model atom sebagai miniatur tata surya di mana

elektron-elektron dibatasi pada orbit-orbit tertentu di sekeliling nukleus.

Model tersebut menjelaskan mengapa atom-atom tidak kolaps – orbit

terendah masih sedikit jauh dari nukleus. Model tersebut juga menjelaskan

Page 17: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

17

mengapa unsur-unsur yang berbeda-beda memancarkan cahaya dengan

panjang gelombang yang khas – orbit-orbit itu seperti anak tangga

dan panjang gelombang itu ekuivalen dengan energi yang dilepaskan atau

diserap oleh sebuah elektron kala ia melompat di antara anak tangga.

Tapi model ini tidak menjelaskan mengapa hanya beberapa orbit yang

diperbolehkan, atau di mana elektron berada sewaktu ia melompat di antara

orbit-orbit. Einstein memuji-muji teori Bohr sebagai “musikalitas dalam

bidang pemikiran”, tapi kemudian dia berkata, “Jika semua ini benar, maka itu

berarti akhir fisika.”

Meski teori Bohr bekerja pada hidrogen, atom paling sederhana, teori

tersebut terhenti ketika para teoris mencoba mengkalkulasi spektrum atom-

atom yang lebih besar. “Keseluruhan sistem konsep fisika harus dikonstruksi

ulang mulai dari bawah,” tulis Max Born, fisikawan Universitas Gottingen, di

tahun 1923. Dia mengistilahkan fisika baru yang belum lahir tersebut sebagai

“mekanika quantum”.

MEKANIKA BOCAHFisika baru tersebut dilahirkan dalam serangan debat dan penemuan dari

tahun 1925 sampai 1928 yang telah dijuluki sebagai revolusi sains kedua.

Wolfgang Pauli, salah satu pemimpin gerombolan revolusi itu, menyebutnya

“mekanika bocah”, karena banyak fisikawan, termasuk dirinya yang pada saat

itu berusia 25 tahun, sedangkan Werner Heisenberg 24 tahun, Paul Dirac 23

tahun, Enrico Fermi 23 tahun, dan Pascual Jordan 23 tahun, masih berusia

sangat muda ketika memulainya.

Bohr, yang beranjak ke usia 40 tahun pada 1925, merupakan father-

confessor (pendeta penerima pengakuan dosa-penj) dan raja filsuf mereka.

Institut barunya untuk fisika teoritis, di Kopenhagen, menjadi pusat sains Eropa.

Momen menentukan terjadi di musim gugur tahun 1925 ketika

Heisenberg, yang baru kembali ke Universitas Gottingen setelah setahun

di Kopenhagen, mengatakan bahwa para fisikawan berhenti mencoba

memikirkan bagian dalam atom dan justru mendasarkan fisika semata-

mata pada apa yang bisa dilihat dan diukur. Dalam “mekanika matriks”-nya,

berbagai sifat partikel subatom bisa dikomputasi – tapi, yang mengganggu,

jawabannya tergantung pada urutan kalkulasi.

Kenyataannya, menurut prinsip ketidakpastian (uncertainty principle),

yang Heisenberg nyatakan dua tahun kemudian, adalah mustahil untuk

Page 18: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

18

mengetahui posisi dan kecepatan sebuah partikel secara sekaligus.

pengukuran terhadap yang satu [posisi, misalnya] pasti mengganggu

pengukuran terhadap yang lain [kecepatan, atau sebaliknya].

Fisikawan yang tidak nyaman dengan matematika abstrak milik

Heisenberg mengambil versi mekanika quantum yang lebih friendly

berdasarkan mekanika gelombang yang sudah familiar. Pada 1923, Louis de

Broglie dari Prancis telah menanyakan dalam tesis doktoralnya, bila cahaya

bisa menjadi partikel, lalu mengapa partikel tidak bisa menjadi gelombang?

Terinspirasi oleh gagasan de Broglie, Erwin Schrodinger dari Austria,

saat itu di Universitas Zurich dan, pada usianya yang 38 tahun, lebih tua

dari orang-orang muda yang sukses di atas tadi, mengasingkan diri ke resort

Arosa, Swiss, selama liburan Natal tahun 1925, bersama seorang teman wanita

misterius dan muncul kembali dengan sebuah persamaan yang kemudian

menjadi yin bagi yang-nya Heisenberg.

Menurut persamaan Schrodinger, elektron bukanlah sebuah point (titik)

atau table, melainkan entitas matematis yang disebut fungsi gelombang

(wave function), yang memanjang/mengulur ke seluruh ruang. Menurut

Bohr, gelombang ini melambangkan probabilitas penemuan elektron di suatu

tempat tertentu. Ketika diukur, partikel tersebut berada di tempat yang paling

mungkin, tapi tidak dijamin, sekalipun fungsi gelombang itu sendiri bisa

dikalkulasi secara tepat.

Interpretasi Bohr dengan cepat diadopsi oleh geng quantum. Itu adalah

momen yang penting karena mengabadikan kesempatan untuk menjadi

bagian integral dari fisika dan alam.

“Gerakan partikel-partikel mengikuti hukum probabilitas, tapi

probabilitas sendiri menjalar menurut hukum kausalitas,” dia menjelaskan.

Itu tidak mencukupi bagi Einstein. “Teori tersebut menghasilkan banyak

hal tapi hampir tidak membawa kita lebih dekat dengan rahasia Old One,” tulis

Einstein di akhir 1926. “Saya sangat yakin bahwa Tuhan tidak bertaruh.”

Heisenberg menyebut teori Schrodinger “menjijikkan” – tapi kedua versi

mekanika quantum segera diketahui ekuivalen secara matematis.

Prinsip ketidakpastian, yang menambah ketidaktentraman metafisik

seputar fisika quantum, diikuti oleh complementarity principle (prinsip

komplementaritas) dari Bohr pada tahun 1927. Pertanyaan apakah cahaya

bukan partikel atau gelombang, kata Bohr, menegaskan bahwa kedua

konsep tersebut diperlukan untuk menjelaskan alam, tapi karena keduanya

Page 19: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

19

kontradiktif, seorang peneliti bisa memilih mengukur salah satu aspek, tidak

dua-duanya. Ini bukan sebuah paradoks, pendapatnya, karena fisika bukanlah

tentang hal-hal tapi tentang hasil eksperimen.

Komplementaritas menjadi landasan interpretasi mekanika quantum

Kopenhagen – atau Einstein menyebutnya, “filsafat Heisenberg-Bohr yang

meredakan”.

Setahun kemudian, Dirac mengawinkan mekanika quantum dengan

relativitas khusus Einstein, dalam rangka memprediksikan eksistensi

antimateri. (Positron, antipartikel bagi elektron, ditemukan empat tahun

kemudian oleh Carl Anderson.)

Versi Dirac, dikenal sebagai teori medan quantum, telah menjadi dasar

fisika partikel sejak waktu itu, dan menandakan akhir revolusi quantum dalam

sejarah fisika. Tapi pertarungan mengenai makna revolusi tersebut justru baru

dimulai, dan terus berlanjut hingga hari ini.

PERANG QUANTUMKontra-revolusi pertama dan terbesar adalah Einstein, yang berharap suatu

teori mendalam bisa menyelamatkan Tuhan dari bertaruh. Pada musim

gugur tahun 1927, di sebuah pertemuan di Brussels, Einstein menantang

Bohr dengan serangkaian gedanken, atau eksperimen pikiran, yang dirancang

untuk menunjukkan bahwa mekanika quantum tidak konsisten. Bohr, yang

terbungkam di pagi hari, selalu punya jawaban di saat makan malam.

Einstein tak pernah menyerah. Sebuah paper tahun 1935, yang ditulis

bersama Boris Podolsky dan Nathan Rosen, menjelaskan gedanken quantum

dasar, di mana pengukuran sebuah partikel di suatu tempat bisa serta-merta

mempengaruhi pengukuran partikel-partikel lainnya, sekalipun jaraknya jutaan

mil. Apakah ini cara untuk mengatur alam semesta?

Einstein menyebutnya “tindakan menyeramkan di kejauhan”.

Fisikawan modern yang telah berupaya menciptakan keadaan aneh ini

di laboratorium menyebutnya “keterjeratan” (entanglement).

Menyeberangnya Einstein dari revolusi quantum merupakan sebuah

tamparan bagi kolega-koleganya yang lebih konservatif, namun dia tak sendiri.

Planck juga merasa dirinya berselisih dengan arah revolusi, dan Schrodinger,

“sosok tua konservatif” lain (demikian Pauli pernah melukiskan mereka),

memajukan eksperimen gedanken kucing-nya untuk memberikan gambaran

betapa fisika telah menjadi sangat tolol.

Page 20: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

20

Menurut pandangan Kopenhagen, tindakan pengamatanlah yang

“mengkolapskan” fungsi gelombang suatu partikel, membekukannya ke

dalam satu status, lokasi, atau kecepatan tertentu.

Sebelumnya, semua kemungkinan status partikel ber-koeksistensi,

seperti gelombang-gelombang yang saling meliputi, dalam sebuah kondisi

yang dikenal sebagai superposisi quantum.

Schrodinger membayangkan seekor kucing dalam sebuah wadah

tersegel di mana pembusukan radioaktif sebuah atom akan memicu pelepasan

sianida, sehingga membunuh si kucing. Menurut kaidah mekanika quantum,

atom dibusukkan atau tidak dibusukkan sampai seseorang melihat ke dalam,

yang berarti bahwa kucing malang Schrodinger itu hidup dan mati sekaligus.

Ini seperti memberi banyak kekuatan mengerikan kepada “pengamat”.

Sudah pasti itu bukan cara untuk mengatur alam semesta.

Selama bertahun-tahun, fisikawan telah mengajukan alternatif bagi

pandangan Kopenhagen.

Dimulai pada 1952, ketika berada di Princeton, fisikawan David Bohm,

wafat tahun 1992, mengusulkan versi mekanika quantum yang memiliki

derajat yang lebih dalam, disebut potensi quantum atau “implicate order”,

yang menuntun kekacauan nyata peristiwa quantum.

Varian lainnya adalah hipotesis many-worlds yang dikembangkan oleh

Hugh Everett III dan John Wheeler, di Princeton pada 1957. Dalam versi ini,

fungsi gelombang tidak kolaps sewaktu fisikawan mengamati sebuah elektron

atau seekor kucing; malah ia terbelah menjadi alam semesta paralel, masing-

masing satu [alam semesta] untuk setiap hasil eksperimen atau pengukuran.

DIAM DAN HITUNGSebagian besar fisikawan tak mengindahkan debat mengenai makna teori

quantum dalam pengunaannya untuk menyelidiki dunia, sikap ini dikenal

sebagai “diam dan hitung”.

Temuan Pauli bahwa tidak ada dua elektron yang bisa berbagi orbit

yang sama dalam sebuah atom membawa pada pemahaman baru mengenai

atom, unsur, dan kimia modern.

Mekanika quantum membelah atom dan menempatkan kemanusiaan di

tepi malapetaka. Para insinyur tahu bagaimana “memompa” elektron-elektron

ke anak tangga energi bagian atas dalam sejumlah besar atom dan kemudian

membuat mereka semua membuang energi secara serentak, membangkitkan

Page 21: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

21

laser. Sebagaimana kata Dr. Lederman dalam sebuah wawancara, “Sejarah

transistor adalah sejarah penyelesaian persamaan Schrodinger dalam beragam

material.”

Efek-efek quantum tidak terbatas pada hal kecil. Prinsip ketidakpastian

menyatakan bahwa energi di sebuah medan atau di ruang hampa tidaklah

konstan, melainkan bisa berfluktuasi semakin liar seiring semakin kecilnya

periode waktu ketika seseorang memandanginya. Fluktuasi quantum seperti

itu selama big bang kini dipertimbangkan sebagai asal-usul galaksi-galaksi.

Menurut beberapa teori, alam semesta sendiri merupakan efek

quantum, hasil dari sebuah fluktuasi yang terjadi di semacam kenihilan pra-

alam semesta (preuniversal nothingness). “Jadi kita membawa quantum

melompat dari keabadian menuju masa,” demikian fisikawan Sidney Coleman

dari Harvard pernah berujar.

KE MANA KEGANJILAN INI MENUJUBohr tidak mengindahkan kucing Schrodinger, dengan alasan bahwa kucing

terlalu besar untuk menjadi objek quantum, tapi kucing juga tidak bisa

diabaikan. Dalam tiga dekade terakhir, eksperimen-eksperimen gedanken yang

diramalkan Einstein dan rekan-rekannya telah menjadi “ter-ungendanken-

kan”, mengangkat kembali isu soal makna eksperimen tersebut.

Musim panas lalu, dua tim fisikawan berusaha membuat arus-arus

mengalir dalam dua arah sekaligus di sekitar ikalan kabel (loop of wire) kecil

superkonduktif – usaha yang mereka samakan dengan kucing Schrodinger.

Usaha-usaha semacam itu, kata Wojciech Zurek, seorang teoris di Los Alamos

National Laboratory, menimbulkan pertanyaan berupa mengapa kita hidup di

dunia yang sangat klasik, daripada di remang-remang quantum.

Bohr mempostulatkan sebuah batas antara dunia quantum dan dunia

klasik, tapi kalangan teoris lebih suka bahwa hanya ada satu dunia yang bisa

mensuplai soliditasnya sendiri. Itulah gagasan di balik konsep baru yang

disebut dekoherensi, di mana interaksi fungsi gelombang dengan lingkungan

merusak keseimbangan status quantum yang lemah dan membuat si kucing

hidup atau mati tapi bukan di antara hidup dan mati.

“Kita tak memerlukan seorang pengamat, cukup ‘sesuatu’ yang

mengamati,” jelas Dr. Zurek. Saat kita memandang sesuatu, ucapnya, kita

memanfaatkan photon, pengangkut cahaya, yang memuat informasi yang

Page 22: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

22

telah diekstrak dari objek. Loss (lepasnya) informasi ke lingkunganlah yang

cukup untuk menabrakkan fungsi gelombang, kata Dr. Zurek.

Dekoherensi, sebagaimana dicatat Dr. Zurek, mengangkat pengamat

dari tumpuan dan meringankan teori quantum dari beberapa kleniknya, tapi

masih ada banyak keganjilan yang tersisa. Contohnya komputer quantum,

yang disebut oleh Dr. Lederman sebagai “interpretasi keseraman quantum

yang lebih manis dan lembut”.

Komputer biasa menyimpan data dan melakukan komputasi sebagai

serangkaian “bit”, switch yang bisa on atau off, tapi dalam komputer quantum,

karena adanya prinsip superposition, qubit-qubit (demikian disebutnya) bisa on

dan off pada waktu bersamaan, memungkinkan mereka mengkalkulasi dan

menyimpan banyak sekali bilangan pada satu waktu.

Secara prinsip, menurut David Deutsch (peneliti dari Univesitas Oxford

dan merupakan salah satu pionir komputasi quantum yang bersikap lebih

blak-blakan), sejumlah besar komputasi, “kemungkinan besar lebih banyak

dari atom yang terdapat di alam semesta”, bisa di-superpose di dalam sebuah

komputer quantum untuk memecahkan masalah yang boleh jadi dengan

komputer klasik akan menghabiskan waktu lebih lama dari usia alam semesta.

Menurut pikiran banyak pakar, jenis komputasi ini menjelaskan sifat

realitas itu sendiri.

Dr. Deutsch mengklaim bahwa teori komputer quantum memaksa

fisikawan untuk serius memikirkan interpretasi many-worlds teori quantum.

Jumlah informasi yang diproses dalam komputasi paralel ini, dia menjelaskan,

lebih banyak dari yang bisa dilakukan oleh alam semesta. Karena itu,

komputasi tersebut pasti tengah berlangsung di alam semesta paralel lain, di

“multiverse”, demikian kadang itu disebut.

“Tak ada teori lain yang bisa menjelaskan tentang apa yang sedang

terjadi,” ujarnya. Dunia jauh lebih besar dari kelihatannya, sebuah kesadaran

yang menurutnya akan punya dampak psikologis yang sepadan dengan

gambar-gambar atom pertama. Memang, bagi Dr. Deutsch sepertinya ada

suatu hubungan yang dalam antara fisika dan komputasi. Struktur komputer

quantum, ucapnya, terdiri dari banyak hal yang berlangsung secara serentak,

komputasi banyak atau komputasi paralel. “Setiap proses fisika dalam

mekanika quantum,” katanya, “terdiri dari komputasi-komputasi klasik yang

berlangsung secara paralel.”

“Teori komputasi quantum adalah teori quantum,” ia berujar.

Page 23: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

23

AKAR KEGANJILANMekanika quantum adalah bahasa yang digunakan fisikawan untuk

menggambarkan semua fenomena alam, kecuali satu, yaitu gravitasi, yang

dijelaskan oleh teori relativitas umum Einstein. Kedua teori tersebut – yang

satu menjelaskan realitas “terquantisasi” yang terputus (discontinuous),

sementara yang satunya menjelaskan kesatuan (continuum) yang secara

halus melengkungkan ruang-waktu – secara matematis tidak cocok, namun

kalangan fisikawan melihat pada penggabungan keduanya, yang disebut

gravitasi quantum.

“Terdapat pandangan yang berbeda-beda tentang apakah teori

quantum akan mencakup gravitasi atau apakah teori quantum dan teori

relativitas umum harus dimodifikasi,” kata Lee Smolin, teoris di Penn State.

Beberapa dasar telah diletakkan pada 1960-an oleh Dr. Wheeler, 89

tahun, yang menentang teori quantum bersama dengan Einstein dan Bohr.

Bahkan ruang dan waktu, urai Dr. Wheeler, pada akhirnya harus mengikuti

prinsip ketidakpastian dan menjadi discontinuous, berhenti berfungsi pada

jarak yang sangat dekat atau pada masa kelahiran big bang yang mampat

menjadi “buih” ruang-waktu.

Sebagian besar fisikawan hari ini berharap pada teori semacam

superstring, sebuah usaha matematis dan terus-menerus yang memahami

alam sebagai sesuatu yang terdiri string-string kecil yang bervibrasi di ruang

10-dimensi.

Dalam sebuah surat, Edward Witten dari Institute for Advanced Study

di Princeton, N.J., baru-baru ini mengatakan bahwa sejauh ini mekanika

quantum tampaknya tegak di tanah string (string land) persis seperti

digambarkan dalam buku-buku teks. Tapi, dia mengatakan dalam sebuah

email, “Mekanika quantum bagaimanapun juga terintegrasi dengan geometri

dalam suatu cara yang belum benar-benar kita pahami.”

Quantum itu misterius, lanjutnya, karena ia bertentangan dengan

intuisi. “Saya adalah salah seorang yang percaya bahwa quantum akan

tetap misterius, dalam pengertian bahwa jika masa depan membawa suatu

perubahan dalam rumusan dasar mekanika quantum, saya menduga intuisi

lazim kita akan tertinggal semakin jauh di belakang.”

Meskipun ini intuisi, beberapa pemikir bertanya-tanya apakah keganjilan

quantum nyatanya merupakan cara paling sederhana untuk menjalankan alam

semesta. Bagaimanapun, tanpa prinsip ketidakpastian yang mengaburkan/

Page 24: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

24

menyamarkan lokasi penghuninya yang mendengung, atom tidak akan

kolaps dalam sebuah tumpukan elektromagnetik. Tanpa fluktuasi quantum

yang melumpurkan kehalusan big bang yang teramat sangat, tidak akan ada

galaksi-galaksi, bintang-bintang, ataupun planet-planet hangat nan ramah.

Tanpa prinsip ketidakpastian yang menolak kenihilan bahkan mungkin tidak

akan ada alam semesta.

“Kita akan mengenali betapa sederhananya alam semesta itu,” Dr.

Wheeler sering mengatakan, “ketika kita mengenali betapa anehnya ia.”

Einstein sering mengatakan bahwa pertanyaan yang sungguh-sungguh

membebaninya adalah apakah Tuhan mempunyai pilihan dalam menciptakan

dunia. Mungkin pada akhirnya kita akan menemukan bahwa bagi Tuhan, satu-

satunya permainan di kota adalah bertaruh.

Page 25: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

25

“ALAM SEMESTA,” tulis penyair Muriel Rukeyser suatu kali, “tersusun

dari cerita-cerita, bukan atom-atom.” Ini menjadi bagian sains, Anda

mungkin tergoda untuk menganggap pernyataan tersebut sebagai bualan

manusiawi yang dapat diramalkan yang bertentangan dengan realitas ilmiah

yang kaku. Bagaimanapun juga, selama 300 tahun terakhir, cerita yang

dikisahkan kepada kita oleh para fisikawan adalah bahwa bentuk dunia yang

terus berubah ini tersusun dari atom-atom, bongkahan eksistensi yang tak

dapat diperkecil lagi dan tak dapat dihancurkan, yang mempelanting ke mana-

mana menurut hukum Newton dan beberapa hukum sederhana lainnya.

Tugas fisikawan adalah menjelaskan identitas dan atribut partikel-

partikel unsur yang ikut serta dalam dansa ini. Democritus, yang menemukan

ide tentang atom, menganugerahi mereka dengan massa, bentuk, dan

gerakan; partikel unsur hari ini – quark dan elektron – memiliki massa, muatan,

pusingan, keanehan, pesona, dan atribut lainnya, tapi gambaran dasarnya

tetap sama.

Benarkah? Fisikawan zaman sekarang – para reduksionis berdarah

dingin itu – mengisahkan cerita yang semakin puitis tapi kurang kaku secara

matematis. Cerita ini bukanlah tentang dunia mesin jam melainkan dunia

interaktif saling terjerat yang konstituen-konstituennya memperoleh identitas

dan atribut dari satu sama lain dalam negosiasi tanpa akhir – sebuah kota,

dalam kata-kata fisikawan, berpenghuni pengeluh. Dengan kata lain, mereka

sedang mengisahkan cerita tentang relationship.

Ambil contoh, sebuah kalkulasi baru-baru ini yang menunjukkan hasil

di mana massa – salah satu atribut fundamental partikel unsur – terlihat

menyulap dirinya dari udara tipis dalam suatu fenomena yang oleh Franck

Wilczek (fisikawan di M.I.T.) disebut “massa tanpa massa”.

Dr. Wilczek menemukan bahwa saat dirinya menggunakan versi

sederhana persamaan kromodinamika quantum (yang menjelaskan perilaku

quark) untuk mengkomputasi massa proton dan neutron, dia mendapatkan

FISIKA PARTIKELDalam Fisika Baru, Quark Tidaklah Terisolir

Page 26: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

26

jawaban yang tepat sekalipun quark-quark di dalam proton dan neutron tidak

punya massa sama sekali.

Dari mana massa tersebut berasal? Ternyata quark-quark itu bergerak

cepat dalam proton, katakanlah, memiliki banyak energi kinetik, dan energi

tersebut ekuivalen dengan massa, menurut relativitas Einstein.

Dalam sebuah pembicaraan di San Fransisco bulan lalu, Dr. Wilczek

menyebut kalkulasinya sebagai contoh “it from bit”, ungkapan yang dibuat

oleh teoris Princeton, John Wheeler, untuk menggambarkan mimpi tentang

sebuah teori alam semesta yang sepenuhnya didasarkan pada logika tanpa

ada parameter yang bisa disetel-setel – alam semesta tanpa tombol untuk

diputar. Dalam kasus ini, teori kromodinamika quantum seperti membuat

Tuhan tak punya pilihan soal massa proton. Massa berasal seluruhnya dari

susunan quark-quark dan bukan sama sekali dari quark itu sendiri.

Fisika partikel, jelas Dr. Wilczek dan kolega-koleganya, bukan benar-

benar mengenai partikel-partikel lagi, tapi mengenai hubungan matematisnya

– khususnya kesimetrian – aspek alam yang tetap sama di bawah keadaan

dan sudut pandang berlainan. Salah satu contoh pendekatan snowflake ini

pada sains ialah prinsip bahwa hukum-hukum fisika selalu sama di setiap

kecepatan, yang membentuk dasar teori relativitas Einstein.

Contoh lainnya adalah apa yang disebut eightfold way, suatu pola yang

dikenali oleh Murray Gell-Mann dan Yuval Ne’emann pada 1961 dalam atribut

partikel unsur yang pada saat itu daftarnya terus berkembang, membuat

mereka bisa memprediksi eksistensi partikel yang sebelumnya tidak disangka-

sangka. Penelitian ini berkontribusi atas Hadiah Nobel Dr. Gell-Mann tahun

1969. Fisikawan sekarang, yang mengharapkan tumpuan pada sebuah teori

yang mempersatukan semua gaya alam ke dalam satu ekspresi matematis,

dengan susah-payah melihat sesuatu yang disebut supersimetri.

Mekanika quantum, kaidah pusat fisika partikel, memaksakan versi

keterhubungan (relatedness) yang powerful. Menurutnya, adalah mungkin

untuk menciptakan partikel-partikel “terjerat” yang tetap terhubung sekalipun

mereka terpisah bertahun-tahun cahaya, sehingga pengukuran terhadap

[partikel] yang satu akan secara seketika mempengaruhi hasil pengukuran

terhadap [partikel] yang lain. Einstein, yang tidak menyukai mekanika

quantum, melabeli efek ini sebagai “tindakan menyeramkan di kejauhan”,

tapi cukup riil untuk memiliki masa depan dalam kriptografi dan komputer

quantum.

Page 27: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

27

Einstein mencoba memasukkan jenis kekuatan jauh lain, bahkan lebih

mengerikan, dalam teori relativitas umumnya; teori yang menggambarkan

gravitasi sebagai lengkungan geometri ruang. Ernst Mach, fisikawan-filsuf-

dan malapetaka pemikiran absolutis abad 19, menyatakan bahwa karena

semua gerak adalah relatif, maka kelembaman objek tertentu di alam semesta

ditentukan oleh hubungannya dengan semua massa lain di alam semesta.

Menurut prinsip Mach, tak masuk akal untuk berpikir ada satu partikel

yang sendirian di alam semesta. Para akademisi sepertinya sepakat bahwa

teori Einstein tidak mencapai sasaran ini, namun gagasan tersebut terus

menghantui usaha para teoris yang bekerja mengawinkan gravitasi Einstein

dengan mekanika quantum.

“Pemikiran bahwa atribut sesuatu [objek] di alam semesta tidak

bergantung pada eksistensi atau non-ekistensi sesuatu [objek] yang lain sudah

tak lagi bisa dipertahankan,” tulis Lee Smolin, teoris gravitasi quantum, dalam

bukunya (tahun 1997), “The Life of the Cosmos”. Elektron tidaklah terisolir.

Dr. Smolin menegaskan dalam bukunya bahwa masyarakat (atau,

dalam masalah ini, sains) masih harus berusaha menguasai pelajaran

relativitas dan mekanika quantum. Para kosmolog, misalnya, terus-menerus

berbicara seakan-akan mereka bisa mengobservasi keseluruhan alam semesta,

padahal tidak demikian, sebab mereka masih merupakan bagian darinya,

mengacaukannya melalui aktivitas-aktivitas mereka.

Menurut relativitas, setiap tempat di alam semesta adalah unik,

sehingga menghasilkan sudut pandang yang unik. Karena itu, kata Dr. Smolin,

kita harus membuang pemikiran bahwa pengamat tunggal bisa menyusun

deskripsi lengkap mengenai alam semesta. Mungkin memang pengetahuan

kosmologi adalah usaha bersama, di mana masing-masing individu hanya

mampu mendapat satu keping kebenaran. “Saya akui bahwa saya tidak bisa

mengetahui segalanya,” tulis Dr. Smolin. “Tapi barangkali, setidaknya pada

prinsipnya, kita bisa mengetahui segalanya.”

Bahwa cerita-cerita yang kita kisahkan tentang alam terasa terhubung

dengan cerita-cerita tentang diri kita sendiri, pemikiran seperti itu dapat

meramalkan pergeseran yang mungkin masih bergaung ke seluruh fondasi

metafisik masyarakat. Akademisi telah memperhatikan hal-hal yang

terkadang terlihat seperti sebuah keparalelan antara susunan sosial politik

manusia dan persepsi kita atas sifat dunia fisik. Metafora dari satu arena

kehidupan terlihat bisa menjangkiti yang lainnya.

Page 28: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

28

“Ada periode-periode ketika sebuah gagasan istimewa mempunyai

goyangan di banyak bidang berbeda,” kata Gerald Holton, sejarawan dan

fisikawan Harvard. “Pertanyaan besarnya adalah mengapa?”

Satu episode seperti itu, urai Dr. Holton, terjadi di awal abad 20,

ketika ide diskontinuitas dan geometri non-Euclidean mulai berkuasa baik

dalam seni maupun sains. Di antara yang terpengaruh oleh ide-ide ini adalah

seniman abstrak Rusia, Wassily Kandinsky, yang mengatakan bahwa dirinya

terinspirasi—dalam pencarian melewati batas-batas lukisan tradisional—

oleh eksperimen-eksperimen tahun 1912 yang memperlihatkan bahwa atom

yang sebelumnya tak dapat diganggu-gugat ternyata memiliki struktur

internal, yaitu nukleus. “Keruntuhan model atom,” tulisnya dalam memoirnya

(“Ruckblick”), “menurut jiwa saya ekuivalen dengan keruntuhan dunia secara

keseluruhan.” Setelah itu, semuanya menjadi mungkin.

Ada pendapat bahwa menyaksikan pergerakan bintang-bintang

memberi manusia isyarat pertama mengenai susunan di alam semesta.

Apakah kebetulan bahwa kehidupan didominasi oleh hirarki raja-raja dan

masyarakat istana abad pertengahan sementara angkasa dianggap tersusun

dari bola-bola konsentris yang terpusat kepada bumi? Atau apakah kebetulan

bahwa demokrasi modern dengan pandangan penduduk otonomnya yang

memiliki hak-hak yang tak dapat dicabut muncul hampir bersamaan dengan

fisika Newtonian dengan atom beratribut tetap yang mempelanting di ruang

absolut?

“Pada permulaan [masa], ketika kehendak Raja mulai berlaku, Dia

memahatkan tanda-tanda pada bola-bola angkasa,” bunyi dalam Zohar, kitab

karangan Kabbalis dari abad pertama. Tanda apa yang kita lihat pada bola-bola

angkasa hari ini?

Atom Newtonian terlihat seperti resep alienasi. Jika keluar perkataan

bahwa semua partikel itu [saling] terjerat, maukah kita mengakui bahwa hidup

kita juga [saling] terjerat? Dr. Wilczek, yang menulis (dengan Betsy Devine)

buku berjudul “Longing for the Harmonies”, mengatakan bahwa hubungan

antara fisika dan masyarakat itu “halus”, tapi dia juga sangat setuju bahwa

potensi pengaruhnya sangat besar. “Jika Anda mempunyai pemikiran bahwa

segalanya tersambung dan terhubung, itu mungkin akan membuat Anda

memperhatikan segalanya secara lebih serius,” kata Dr. Wilczek. “Banyak

konflik dan urusan mungkin terasa sangat indah.”

Page 29: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

29

Akan elok untuk berpikir bahwa fisikawan bisa menyusun ulang

masyarakat, tapi metafora mungkin mengalir ke arah lain, menurut

beberapa sejarawan sains. “Bagaimanapun juga,” kata Lynn K. Nyhart, yang

mempelajari sejarah biologi di Universitas Wisconsin, “sains dilingkungi oleh

masyarakat,” sambil menjelaskan bahwa istilah “seleksi alam” pertama kali

dipergunakan dalam bidang ekonomi sebelum Darwin mengambilnya untuk

menggambarkan evolusi biologis. (Walaupun sepertinya para ekonom yang

pertama kali meminjam kata “alam”.) Dr. Nyhart mengatakan dirinya berpikir

bahwa bahasa utopia dalam buku-buku fisika quantum terdengar seperti

sebuah reaksi terhadap atomisasi masyarakat. “Kita begitu teratomisasi oleh

pasar dan orang-orang tengah mencoba menemukan jalan untuk menuntut

kembali hubungan mereka.”

Singkatnya, kita ingin satu cerita baru untuk mengisahkan diri kita.

Page 30: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

30

BALTIMORE, 5 April – Sebuah hembusan nafas memasuki auditorium

Space Telescope Science Institute pada hari Rabu ketika Dr. Adam

Reiss, astronom muda dari institut tersebut, memberikan kata-kata terakhir

mengenai diagram Hubble-nya, alur kecerlangan dan kecepatan objek-objek

jauh yang digunakan para astronom untuk meramalkan sejarah alam semesta.

Para Darth Vader astronomi berkumpul di sini untuk mengadakan

penelitian terhadap alam mereka yang mengembang dan bertambah gelap.

Dahulu, astronomi adalah tentang apa-apa yang bisa dilihat di langit, tentang

cahaya-cahaya mirip permata yang bergerak dengan pola yang selalu berulang,

serta pijaran lembut galaksi-galaksi dan komet-komet.

Kini ia adalah tentang apa-apa yang tidak bisa dilihat. Dalam beberapa

dekade terakhir, astronom harus menghadapi kemungkinan bahwa bintang-

bintang dan galaksi-galaksi – belum menyebut makhluk-makhluk yang

mendiaminya – hampir tidak lebih dari bintik buih kecil di lautan badai dark

matter.

Kini Dr. Reiss memberikan bukti kepada kolega-koleganya, berdasarkan

observasi bintang yang meledak 11 miliar tahun lalu, bahwa alam semesta –

dark matter dan semuanya – sedang tertiup saling menjauh akibat pengaruh

gaya antigravitasi misterius yang hanya dikenal sebagai “dark energy”.

“Kita sedang menjalani astronomi tak nampak,” aku Dr. Mario Livio

(seorang teoris di institut Space Telescope), yang mengatur pertemuan

bernama “The Dark Universe: Matter, Energy, and Gravity” musim gugur lalu.

Ternyata pertemuan itu bertepatan dengan konferensi NASA yang

mengumumkan terobosan penemuan Dr. Reiss dan kolega-koleganya

sehingga didominasi oleh diskusi teleskop baru di angkasa dan dimensi baru di

alam semesta, sementara astronom bergulat dengan pengertian dark energy

dan bagaimana mengukurnya.

Kini fisikawan, yang beberapanya enggan memikirkan akselerasi alam

semesta secara serius, harus menjelaskan apa dark energy ini. “Angka-angka

DARK ENERGYDari Cahaya Menuju Kegelapan: Alam Semesta Baru Astronomi

Page 31: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

31

itu mengkhawatirkan, dan rupanya nyata,” kata Dr. Michael Dine, fisikawan

teoritis dari Universitas California, Santa Cruz. Dia menjelaskan kolega-

koleganya sekarang bekerja “dengan penuh gelisah” untuk menemukan suatu

penjelasan.

Pada satu taraf, alam semesta, dengan semua bagasi gelapnya, terlihat

masuk akal. Jumlah total materi dan energi terlihat sudah cukup untuk

menjamin bahwa geometri ruang-waktu skala besar tersebut adalah “flat”,

atau Euclidean, kesimpulan yang sudah lama dianggap oleh para kosmolog

sebagai [penjelasan] paling estetis dan diinginkan. Di sisi lain, laporan detail

mengenai konstituen kosmos adalah, seperti kata Dr. Livio, “buruk” – 65%

dark matter, 30 persen dark matter bersifat tak dikenal, dan hanya 5% berupa

bintang, gas, dan debu.

“Kita hidup di alam semesta yang tak masuk akal,” kata Dr. Michael

Turner, astrofisikawan di Universitas Chicago. “Dark energy. Siapa yang

mengajukannya?”

Tentu saja, Einstein-lah yang pertama kali mengajukan dark energy saat

dia memasukkan sebuah faktor palsu yang disebut konstanta kosmologis ke

dalam persamaan gravitasinya yang menggambarkan alam semesta. Lambda,

demikian konstanta itu dikenal, dari huruf Yunani, melambangkan sejenis

gaya tolak kosmik—yang diasosiasikan dengan ruang angkasa itu sendiri—

yang menopang kosmos agar tak kolaps akibat bobotnya sendiri. Einstein

membuang konstanta kosmologis ketika ditemukan bahwa alam semesta

ternyata sedang mengembang, dan Einstein menolak untuk menghidupkannya

kembali dan pernah menyebutnya sebagai blunder terbesar dirinya.

Tapi dia tidak bisa membuangnya untuk selama-lamanya. Pada tahun

1998, dua tim astronom yang tengah bersaing, yang mencoba mengukur

bagaimana perluasan alam semesta melambat akibat gravitasi, menemukan

bahwa alam semesta sesungguhnya sedang berakselerasi, seolah-olah

galaksi-galaksi sedang didorong saling menjauh oleh sebuah gaya – dijuluki,

dalam suasana di masa itu, “dark energy”.

“Ini adalah hasil [temuan] yang sangat aneh,” kenang Dr. Reiss, yang

merupakan anggota dari salah satu tim tersebut. “Ini bertentangan dengan

apa yang selama ini kita pikirkan.” Apakah konstanta kosmologis lama

Einstein ini lebih ganjil lagi atau justru sebuah kekeliruan?

Efeknya adalah keredupan tak terduga pada sebagian bintang-bintang

meledak tertentu yang dikenal sebagai supernova yang digunakan astronom

Page 32: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

32

sebagai lilin standar, objek-objek yang jaraknya bisa diukur berdasarkan

kecerlangan mereka yang jelas. Astronom menyimpulkan bahwa bintang-

bintang ini telah jauh dari [tempat mereka] yang semestinya di alam semesta

yang mengembang secara merata, karenanya perluasan ini benar-benar

sedang mencepat.

Tapi debu atau perubahan kimiawi selama ribuan tahun pada bintang-

bintang boleh jadi juga telah meredupkan supernova. Uji paling menyeluruh

terhadap hipotesis dark energy dan akselerasi, jelas Dr. Reiss, adalah

menemukan supernova-supernova yang lebih jauh lagi dan berasal dari masa

lalu, dari sejak Big Bang itu sendiri, separuh jalan atau lebih. Karena ruang

angkasa sendirilah yang memberikan dorongan tolak, menurut persamaan

Einstein, maka dorongan itu semestinya mulanya kecil sewaktu alam

semesta berukuran kecil dan tumbuh begitu alam semesta mengembang.

Percepatan kosmik hanya akan berlaku jika dorongan lambda cukup besar

untuk mendominasi gravitasi materi dan energi biasa di alam semesta, sekitar

lima atau enam miliar tahun lalu. Sebelum masa itu, alam semesta sedang

melambat, seperti ledakan Mark McGwire yang belum mencapai puncak

trayektorinya, dan sebuah supernova yang terpandang sekilas pada jarak

besar tersebut akan terlihat relatif lebih terang dari semestinya. Jika debu

atau perubahan kimiawi memang yang bertanggung jawab, bintang-bintang

sedemikian jauh tersebut semestinya terlihat relatif lebih redup.

Secara kebetulan, Hubble Space Telescope telah mengobservasi

sebuah supernova di akhir tahun 1997 dan awal 1998 yang terbukti berada

pada 11 miliar tahun-cahaya jauhnya – jarak terjauh yang bisa terlihat. Pada

diagram Hubble milik Dr. Reiss, supernova itu terlihat dua kali lebih terang dari

semestinya.

“Klaim luar biasa membutuhkan bukti luar biasa – saya harap I.R.S. tidak

mengatakan itu kepada Anda,” ucap Dr. Reiss kepada audiensnya, tapi, dia

menyimpulkan, “konstanta kosmologis nampak cocok untuk supernova ini.”

Dr. Livio mengatakan, “Setahun lalu mungkin banyak orang di ruangan

ini tidak akan mempercayainya.”

Tapi ada penjelasan yang lebih rumit, yaitu bentuk-bentuk dark

energy selain konstanta kosmologis di papan-papan gambar fisikawan, serta

kemungkinan bahwa astronom masih terkelabui. Untuk menguraikan sifat

dark energy, astronom perlu mengobservasi lebih banyak supernova yang

Page 33: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

33

berasal dari 11 miliar tahun lalu, agar mencakup waktu ketika alam semesta

mulai berakselerasi.

“Seberapa cepat ia beralih dari perlambatan menuju percepatan?”

tanya Dr. Reiss. Menjawab pertanyaan semacam itu bisa membantu

astronom menentukan seberapa kuat dark energy mendorong alam semesta

dibandingkan prediksi konstanta kosmologis. Perubahan haluan secara cepat,

kata Dr. Reiss, “mengatakan pada Anda banyaknya energi ‘itu’ dalam jumlah

tertentu.”

“Konstanta kosmologis adalah tolok ukur energi,” katanya.

Untuk menemukan supernova-supernova yang begitu jauh tersebut,

kosmolog harus pergi ke ruang angkasa, kata Dr. Saul Perlmutter, fisikawan

di Lawrence Barkeley National Laboratory Universitas California dan veteran

peneliti dark energy.

Pada dasarnya para periset supernova harus mempergunakan

jaringan luas orang-orang dan teleskop untuk mendeteksi ledakan-ledakan,

mendiagnosa tipenya, dan kemudian menyaksikannya memudar. Dr.

Perlmutter menggambarkan teleskop pengorbit yang menjalankan ketiga

fungsi ini. Supernova/Acceleration Probe, atau SNAP, mengkombinasikan

cermin diameter 80 inch (hanya sekitar 16% lebih kecil dari Hubble), kamera

elektronik raksasa dengan piksel semiliaran, dan spektroskop khusus.

Jika semuanya berjalan lancar, kata Dr. Perlmutter, teleskop tersebut

kemungkinan diluncurkan pada tahun 2008. Dalam 3 tahun operasi, dia

memperkirakan, SNAP bisa menuai 2.000 supernova. Untuk membedakan

berbagai pemikiran tentang dark energy, observasi harus diperhalus sampai

level 1 atau 2 persen ketidakpastian.

“Kita semua bergairah,” ujarnya.

Begitupun dengan fisikawan. Daftar tersangka mereka dimulai dengan

konstanta kosmologis-nya Einstein, tapi di situ ada satu masalah. Pada saat

Einstein membuangnya, mekanika quantum – satu set kaidah yang mengatur

alam subatom – tengah membangun fondasi teoritis untuk konstanta

kosmologis. Menurut teori quantum, ruang hampa semestinya berbuih dengan

partikel-partikel temporer dan energi kumulatifnya lebih berat dari materi di

alam semesta, termasuk dark matter, sebesar 120 order magnitudo – yakni

faktor 10 diikuti oleh 119 nol (yaitu 10 pangkat 120 hasilnya sama dengan 10

diikuti oleh nol sebanyak 119-penj). Pada taraf tersebut, gaya vakum akan

Page 34: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

34

menggumalkan alam semesta atau meniupnya saling menjauh sebelum

sebuah atom memiliki kesempatan untuk terbentuk.

Fakta bahwa alam semesta ternyata sedang bekerja tak menentu

agak menyiratkan bahwa ada sesuatu yang fundamental mengenai fisika dan

alam semesta yang belum diketahui oleh fisikawan. Dr. Steven Weinberg,

teoris partikel peraih Nobel dari Universitas Texas, menyebut konstanta

kosmologis sebagai “duri dalam tenggorokan kita”. Jika dark energy benar-

benar merupakan konstanta kosmologis-nya Einstein, maka fisikawan harus

menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti, mengapa itu begitu kecil – hampir

sebanding, nyatanya, dengan densitas materi di masa kita.

Tiadanya jawaban sampai sejauh ini, bahkan dengan adanya teori string

(theory of everything yang bakal menakutkan secara matematis) sekalipun,

beberapa teoris berlindung kepada gagasan filosofis dan kontroversial yang

disebut prinsip antropik yang praktisnya menyatakan bahwa fisikawan

perlu mengikutsertakan eksistensi mereka sendiri ketika memikirkan alam

semesta. Dari semua kemungkinan alam semesta yang bisa dibayangkan,

garis pemikiran ini berbunyi, satu-satunya [tempat] di mana manusia

bisa menemukan diri mereka sendiri adalah yang kondusif bagi kehidupan

manusia.

Itu berarti, urai Dr. Weinberg, konstanta kosmologis harus cukup kecil

guna menyediakan waktu bagi galaksi-galaksi dan bintang-bintang untuk

memadat dari kabut purba sebelum konstanta mengambil-alih dan mulai

meniup alam semesta saling menjauh.

Dr. Alex Vilenkin dari Universitas Tuft di Massachusetts menjelaskan

kepada hadirin pertemuan Dark Universe bahwa alam semesta berada pada

puncak pembentukan bintang-bintang sekitar 5 atau 6 miliar tahun lalu,

hampir bersamaan dengan masa ketika dark energy dan densitas materi

setara. Matahari kita, sekitar 4,5 miliar tahun lalu, berada di akhir cerita

tersebut, dan di sinilah kita kini. “Pengamat berada di mana galaksi berada,”

kata Dr. Vilenkin. “Pengamat biasa akan melihat konstanta kosmologis yang

kecil.”

Banyak fisikawan merasa tak nyaman dengan garis pemikiran ini, dan

mereka tengah mencari-cari jawaban dalam berbagai golongan teori yang

dikenal sebagai quintessence, dari kata Yunani untuk unsur kelima. Fisika

modern, catat Dr. Paul Steinhardt (teoris di Princeton), penuh dengan medan-

medan energi misterius yang mempertontonkan gravitasi negatif. Triknya,

Page 35: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

35

jelas Dr. Steinhardt, ialah menemukan sebuah medan yang bertindak seperti

dark energy tanpa banyak mengelabui pihak teoris.

“Observasi memaksa kita melakukan ini,” katanya. “Dark energy

merupakan persoalan menarik. Setiap solusinya sungguh menarik.”

Satu teori yang menangkap fantasi para astronom di Baltimore adalah

modifikasi gravitasi yang baru-baru ini diajukan oleh tiga orang teoris string di

Universitas New York: Dr. Gia Dvali, Dr. Gregory Gabadadze, dan Dr. Massimo

Porrati. Dalam teori string, disebut demikian lantaran menggambarkan

partikel-partikel unsur sebagai string kecil yang bervibrasi, dunia biasa sering

dibayangkan sebagai pulau (membran, atau “bran” menurut jargon string)

tiga-dimensi yang mengapung di ruang 10 atau 11-dimensi. Partikel-partikel

biasa seperti elektron dan quark dan gaya-gaya seperti elektromagnet

terkurung pada tiga dimensi, terkurung pada bran, sedangkan gravitasi tidak.

Alhasil, Dr. Dvali mengatakan, gravitasi hanya bisa menempuh

[jarak] begitu jauh di ruang konvensional sebelum bocor ke dimensi-dimensi

tambahan, sehingga memperlemah dirinya. Bagi pengamat di tiga dimensi

tradisional, alam semesta seolah-olah terlihat berakselerasi. Konstanta

kosmologis, praktisnya, kata Dr. Dvali, adalah sejenis saluran bran gravitasi.

“Gravitasi mengelabui dirinya sendiri,” katanya. “Ia melihat dirinya sebagai

konstanta kosmologis.”

Teori Dr. Dvali disambut oleh para astronom sebagai sebuah tanda

bahwa teori string sedang mulai turun dari alam abstraksinya dan lantas

membuat prediksi-prediksi berguna dan dapat diuji mengenai dunia riil.

(Dalam kontribusi string lain, Dr. Steinhardt memperkenalkan teori baru

tentang alam semesta awal, di mana Big Bang dimulai oleh sepasang bran

yang beradu bersama seperti simbal.)

Sesudah itu, Dr. Reiss dan Dr. Perlmutter menekan Dr. Dvali mengenai

apa yang akan mereka lihat jika mereka memandang melewati titik

peralihan di mana gravitasi mulai runtuh dari dunia; akankah transisi antara

perlambatan dan percepatan alam semesta terjadi secara lebih tiba-tiba

daripada dalam kasus konstanta kosmologis? Dr. Dvali mengatakan dirinya

belum melakukan kalkulasi, tapi dia bilang “tebakan naif”-nya adalah bahwa

peralihan tersebut akan terjadi secara lebih lembut daripada dalam dunia

lambda.

“Saya harap orang ini mengerjakan beberapa diagram Hubble,” kata Dr.

Reiss.

Page 36: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

36

Namun, sekalipun Dr. Dvali bisa terbujuk untuk memberikan prediksi,

keberhasilan dalam identifikasi dark energy tidak dijamin kepada astronom.

Menyebut diri sebagai juru bicara untuk “sudut pandang pemarah”, Dr.

Steinhardt menjelaskan bahwa era “kosmologi presisi” (demikian sering

dinyatakan) pasti memiliki batasnya. Parameter-parameter kosmologis

lainnya, khususnya densitas kosmik materi di alam semesta, kemungkinan

tidak cukup dikenal baik agar SNAP dapat mengurai model-model di mana

quintessence berubah-ubah seiring waktu. Khawatir penjualan SNAP yang

terlalu banyak bisa melemahkan kemauan astronom untuk memajukan

ide-ide baru, Dr. Steinhardt mengatakan, “Kita mesti mencoba membuat

pengumuman sesedikit mungkin.”

Dr. Turner menolak untuk digoyang dari “kegembiraan irasional”-nya.

Berlindung kepada kebanggaan astronom, dia mendorong mereka supaya

[bersikap] ambisius. “Kita punya kesempatan untuk mengerjakan fisika

fundamental di sini,” katanya. “Kita lihat saja apakah kita bisa memecahkan

persoalan ini. Mungkin kita akan jatuh tertelungkup. Mungkin Paul si pemarah

benar."

“Saya masih punya banyak jiwa muda dalam raga saya.”

Page 37: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

37

APA yang Tuhan lakukan sebelum Dia menciptakan dunia? Filsuf

dan penulis (dan kemudian menjadi santo) Augustine mengajukan

pertanyaan ini dalam “Confessions”-nya di abad keempat, dan kemudian

memajukan sebuah jawaban yang, secara mengejutkan, modern: sebelum

Tuhan menciptakan dunia tidak ada masa/waktu dan karenanya tidak ada

“sebelum”. Menurut ungkapan Gertrude Stein, saat itu tidak ada “saat itu”.

Hingga belakangan, tidak ada seorang pun yang bisa mengikuti

kuliah astronomi dan menanyakan pertanyaan Augustine versi modern –

apa yang terjadi sebelum Big Bang? – tanpa menerima jawaban yang sama

membingungkannya, yaitu teori relativitas umum Albert Einstein, yang

menguraikan bagaimana materi dan energi melengkungkan ruang dan waktu.

Jika kita bayangkan alam semesta yang menyusut mundur, seperti

film yang diputar mundur, densitas materi dan energi meningkat sampai tak

terhingga begitu kita mendekati momen asal. Asap mengalir dari komputer,

dan ruang dan waktu sendiri larut menjadi satu “buih” quantum. “Penggaris

dan jam kita berhenti,” jelas Dr. Andrei Linde, kosmolog di Universitas

Stanford. “Mempertanyakan apa yang ada sebelum momen ini adalah sebuah

self-contradiction (penyangkalan diri sendiri).”

Tapi akhir-akhir ini, terdorong oleh kemajuan teori-teori baru yang

mencoba mempersatukan alam agungnya Einstein dengan kaidah quantum

sulit diatur yang mengatur fisika subatom – kombinasi yang disebut gravitasi

quantum – Dr. Linde dan kolega-koleganya telah mulai menggeser spekulasi

mereka semakin dekat menuju momen pokok tersebut dan, dalam beberapa

kasus, melebihi itu.

Beberapa teoris mengatakan bahwa Big Bang bukanlah sebuah transisi

kelahiran, “lompatan quantum” dari suatu era imajiner tak berbentuk,

atau dari nihil sama sekali. Yang lain masih menggali model-model yang

menyatakan sejarah kosmik dimulai dengan sebuah tubrukan dengan alam

semesta dari dimensi lain.

WAKTU IMAJINERSebelum Big Bang, Ada...Apa?

Page 38: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

38

Semua teorisasi ini telah menerima berbagai dukungan lebih lanjut

dari laporan-laporan mutakhir mengenai riak-riak pijaran radio terpencar di

angkasa, yang dianggap sebagai sisa-sisa bola api Big Bang itu sendiri. Riak-

riak ini konsisten dengan sebuah teori populer, dikenal sebagai inflasi, bahwa

alam semesta secara singkat mempercepat perluasannya akibat pengaruh

gaya antigravitasi kuat, ketika ia baru berumur sepecahan pecahan nanodetik.

Dengan demikian, riak-riak itu menjadi pengawas berguna untuk imajinasi

para teoris. Teori asal-usul kosmik yang tidak menjelaskan fenomena ini,

kosmolog sepakat, hanya memiliki peluang kecil untuk benar.

Untungnya atau celakanya, itu masih menyisakan ruang untuk banyak

kemungkinan.

“Jika inflasi adalah dinamit di balik Big Bang, kita masih sedang mencari

korek apinya,” kata Dr. Michael Turner, kosmolog di Universitas Chicago.

Satu-satunya hal yang disepakati oleh semua pakar adalah bahwa tidak ada

gagasan yang berfungsi – belum ada. Dr. Turner menyamakan para kosmolog

dengan musisi jazz yang mengumpulkan melodi yang terdengar indah untuk

sebuah karya yang masih dikerjakan: “Anda mendengar sesuatu dan lantas

mengatakan, oh yeah, kami ingin itu dalam karya final.”

Salah satu jawaban terhadap pertanyaan “apa yang terjadi sebelum Big

Bang” adalah bahwa itu tidak penting lantaran tidak mempengaruhi keadaan

alam semesta kita hari ini. Menurut sebuah teori yang dikenal sebagai eternal

inflation, diajukan oleh Dr. Linde pada tahun 1986, yang kita ketahui sebagai

Big Bang adalah [bahwa itu] hanyalah salah satu dari banyak [Big Bang] dalam

sebuah reaksi berantai big bang-big bang yang dengannya alam semesta tiada

henti menciptakan dan menemukan ulang dirinya sendiri. “Bagian tertentu

alam semesta boleh mati, dan barangkali akan mati,” kata Dr. Linde, “tapi

alam semesta sebagai keseluruhan adalah kekal.”

Teori Dr. Linde merupakan modifikasi teori inflasi yang diajukan

pada tahun 1980 oleh Dr. Alan Guth, seorang fisikawan. Dia berpikir apa

yang akan terjadi jika—saat alam semesta mendingin selama momen panas

pertamanya—sebuah medan energi yang dikenal sebagai medan Higg, yang

berinteraksi dengan partikel-partikel untuk memberi mereka massa, entah

bagaimana, ringkasnya, tak mampu melepaskan energinya.

Ruang angkasa, simpulnya, akan diliputi dengan semacam energi laten

yang akan secara kasar mendorong alam semesta saling menjauh. Dalam

sekejap mata alam semesta akan mengembang sekitar 60 kali lipat lebih,

Page 39: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

39

sampai medan Higgs melepas energinya dan memenuhi alam semesta

(yang sedang tergesa-gesa) dengan partikel-partikel panas. Sejarah kosmik

kemudian terjadi.

Para kosmolog menyukai inflasi sebab ketergesaan sebesar itu dapat

menghaluskan iregularitas kasar dari kosmos purba, menjadikannya homogen

dan flat secara geometris. Lagipula, itu memungkinkan seluruh kosmos

tumbuh dari hampir nihil, yang mendorong Dr. Guth menjuluki alam semesta

sebagai “makan siang termewah”.

Kalkulasi-kalkulasi berikutnya menyingkirkan medan Higgs sebagai

agen penginflasi, tapi ada kandidat inflasi lain yang akan memiliki efek

sama. Yang lebih penting, dari perspektif pra-Big Bang, simpul Dr. Linde,

satu gelembung yang berinflasi akan menunaskan gelembung lain, yang

pada gilirannya akan menunaskan lebih banyak lagi. Praktisnya, tiap-

tiap gelembung akan menjadi big bang baru, alam semesta baru dengan

karakteristik berbeda-beda dan bahkan mungkin dengan dimensi berbeda-

beda. Alam semesta kita hanyalah salah satu dari mereka.

“Jika dimulai, proses ini akan terus berlangsung selama-lamanya,” jelas

Dr. Linde. “Itu bisa terjadi sekarang, di suatu bagian alam semesta.”

Alam semesta lebih besar yang dibayangkan oleh teori eternal inflation

adalah luar biasa besar, chaos, dan beragam sehingga pertanyaan soal suatu

permulaan dari seluruh pesta itu hampir tidak relevan. Bagi kosmolog seperti

Dr. Guth dan Dr. Linde, faktanya inilah daya pikat teori tersebut.

“Inflasi chaos memungkinkan kita menjelaskan dunia kita tanpa

membuat asumsi-asumsi seperti penciptaan simultan seluruh alam semesta

dari nihil,” kata Dr. dalam sebuah email.

PERTANYAAN ATAS KEKEKALAN: MENCOBA MEMBAYANGKAN KENIHILANMeski demikian, sebagian besar kosmolog, termasuk Dr. Guth dan Dr. Linde,

sepakat bahwa alam semesta pasti berasal dari suatu tempat, dan bahwa

kenihilan adalah kandidat yang menonjol.

Alhasil, lagu lain yang senang disenandungkan para kosmolog adalah

teori quantum. Menurut prinsip ketidakpastian Heisenberg, salah satu pilar

dunia paradoks ini, ruang hampa tak bisa dianggap benar-benar hampa;

partikel-partikel subatom dapat melompat-lompat antara eksis dan tidak

eksis dengan energi yang dipinjam dari medan-medan energi. Meski terdengar

Page 40: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

40

gila, efek fluktuasi quantum ini telah teramati pada atom, dan fluktuasi

serupa selama inflasi dianggap telah menghasilkan benih-benih yang di

sekitarnya galaksi-galaksi sekarang terbentuk.

Mungkinkah seluruh alam semesta juga merupakan hasil sebuah

fluktuasi quantum di semacam kenihilan kekal atau purba? Mungkin,

sebagaimana Dr. Turner katakan, “Nihil adalah tak pasti.”

Persoalan filosofis yang mengganggu mekanika quantum biasa

kemudian menguat dalam apa yang disebut kosmologi quantum. Contohnya,

sebagaimana dikatakan Dr. Linde, ada persoalan ayam-dan-telur. Manakah

yang muncul lebih dulu: alam semesta, atau hukum yang mengaturnya? Atau,

tanya dia, “Jika tidak ada hukum, bagaimana alam semesta muncul?”

Salah satu upaya paling awal untuk membayangkan kenihilan sebagai

sumber segalanya muncul di tahun 1965 ketika Dr. John Wheeler dan Dr. Bryce

DeWitt, sekarang di Universitas Texas, menulis sebuah persamaan yang

menggabungkan relativitas umum dan teori quantum. Sejak saat itu fisikawan

memperdebatkannya.

Persamaan Wheeler-DeWitt kelihatannya hidup di [ruang] yang dijuluki

fisikawan sebagai “superspace”, semacam ansambel matematis yang terdiri

dari semua alam semesta potensial, yang hidup hanya lima menit sebelum

kolaps menjadi black hole, yang penuh dengan bintang merah yang hidup

selamanya, yang penuh dengan kehidupan, yang berupa padang pasir hampa,

yang konstanta alamnya dan bahkan mungkin jumlah dimensinya berbeda dari

punya kita.

Menurut mekanika quantum biasa, sebuah elektron bisa dianggap

tersebar di semua ruang sampai ia terukur dan teramati berada di suatu lokasi

tertentu. Demikian pula, alam semesta kita tersebar di seluruh superspace

sampai ia, entah bagaimana, teramati memiliki satu set sifat dan hukum yang

khusus. Ini memunculkan pertanyaan besar lainnya. Karena tak ada seorang

pun yang bisa melangkah ke luar alam semesta, siapa yang akan melakukan

pengamatan?

Dr. Wheeler menyebutkan bahwa jawaban atas pertanyaan

tersebut mungkin adalah kita, bertindak melalui tindakan pengamatan

mekanis quantum, sebuah proses yang ia sebut “genesis by observership”

(pembentukan lewat pengamatan).

“Masa lalu adalah teori,” tulisnya suatu kali. “Itu tidak punya eksistensi

kecuali dalam rekaman masa kini. Kita adalah partisipan, pada level mikroskopis,

Page 41: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

41

dalam membuat masa lalu itu, juga masa kini dan masa depan.” Praktisnya,

jawaban Dr. Wheeler atas pertanyaan Augustine adalah bahwa kita bersama

adalah tuhan dan kita senantiasa sedang menciptakan alam semesta.

Opsi lain, disenangi oleh banyak kosmolog, ialah apa yang disebut many-

worlds interpretation (interpretasi banyak dunia), yang menyatakan bahwa

semua alam semesta potensial ini benar-benar eksis. Kita kebetulan saja

menghuni salah satunya, yang memiliki atribut ramah untuk eksistensi kita.

AKHIR WAKTU: KARTU LAIN DI DEK BESARTeka-teki lain mengenai persamaan Wheeler-DeWitt ialah bahwa ia tidak

menyebutkan waktu. Di superspace, segala sesuatu terjadi serentak dan

selamanya, membawa beberapa fisikawan mempertanyakan peranan

waktu dalam hukum fundamental alam. Dalam bukunya, “The End of Time”,

diterbitkan bertepatan dengan milenium ini, Dr. Julian Barbour (seorang

fisikawan independen dan pakar Einstein di Inggris) berpendapat bahwa alam

semesta terdiri dari setumpuk momen, seperti kartu di sebuah dek, yang

dapat dikocok dan dikocok kembali secara acak untuk memberi ilusi waktu dan

sejarah.

Big Bang adalah kartu lain di dek ini, bersama dengan momen-momen

lain, selamanya menjadi bagian alam semesta. “Kekekalan ada di sini,”

tulisnya dalam bukunya. “Tugas kita adalah mengenalinya.”

Dr. Carlo Rovelli, seorang teoris gravitasi quantum di Universitas

Pittsburgh, menunjukkan bahwa persamaan Wheeler-DeWitt tidak

menyebutkan ruang pula, mengatakan bahwa ruang dan waktu mungkin

merupakan artefak dari sesuatu yang lebih dalam. “Jika kita memikirkan

relativitas umum secara serius,” katanya, “kita harus belajar memahami fisika

tanpa waktu, tanpa ruang, dalam teori fundamental.”

Meski mengakui tidak dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan filosofis

ini, beberapa teoris menulis paper dalam upaya membayangkan kekakuan

matematis penciptaan quantum.

Dr. Alexander Vilenkin, fisikawan Universitas Tufts di Somerville,

Massachusetts, menyamakan alam semesta dengan sebuah gelembung dalam

panci berisi air mendidih. Sebagaiman pada air, hanya gelembung-gelembung

berukuran tertentu yang akan bertahan dan mengembang, yang lebih kecil akan

kolaps. Jadi, dalam pembentukan, alam semesta harus melompat dari tanpa

ukuran sama sekali – radius nol, “tanpa ruang dan tanpa waktu” – menuju

Page 42: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

42

radius cukup besar untuk terjadinya inflasi tanpa melewati ukuran perantara,

sebuah proses mekanis quantum yang disebut “tunneling” (penembusan/

penerowongan).

Dr. Stephen Hawking, kosmolog Universitas Cambridge dan penulis

buku-buku best-seller, menyingkirkan lompatan quantum ini sama sekali.

Selama 20 tahun terakhir dia dan rekan-rekannya mengerjakan apa yang dia

sebut “proposal tanpa perbatasan”. Perbatasan alam semesta adalah bahwa

ia tidak memiliki perbatasan, kata Dr. Hawking.

Salah satu kunci pendekatan Dr. Hawking adalah mengganti waktu

dalam persamaannya dengan kecongkakan matematis yang disebut waktu

imajiner; teknik ini umum digunakan dalam kalkulasi-kalkulasi menyangkut

black hole dan di bidang tertentu fisika partikel, tapi penerapannya pada

kosmologi sangat kontroversial.

Alam semesta, hingga dan termasuk awal-mulanya, kemudian

dilambangkan sebagai sebuah objek matematis berbentuk kerucut, dikenal

sebagai instanton, yang memiliki empat dimensi ruang (berbentuk kira-

kira seperti bola yang diremas) di akhir Big Bang dan kemudian bergeser ke

waktu riil dan berinflasi. “Sebenarnya itu semacam ledakan dan menjadikan

alam semesta yang tak terhingga,” kata Dr. Neil Turok, juga dari Universitas

Cambridge. “Segala sesuatu untuk seluruh waktu masa depan telah

ditetapkan, segalanya implisit dalam instanton.”

Sayangnya pengertian fisikal waktu imajiner belum jelas. Selain itu,

pendekatan tersebut menghasilkan alam semesta yang jauh kurang padat dari

alam semesta sungguhan.

KEYAKINAN STRING: PARA TEORIS MENGAJUKAN DUNIA ‘BRAN’Tapi kemajuan nyata dalam mengenali detail lompatan dari kekekalan

menuju masa, kata para kosmolog, harus menunggu rumusan teori gravitasi

quantum terpadu yang berhasil mengawinkan relativitas umum Einstein

dengan mekanika quantum – dua pandangan tentang dunia, yang satu

menggambarkan ruang-waktu yang melengkung dan tersambung, yang

satunya lagi menggambarkan ruang-waktu yang acak dan terputus-putus –

yang telah berperang secara filosofis dan matematis selama hampir seabad.

Teori demikian akan mampu menjelaskan alam semesta selama kancah

Big Bang, ketika ruang dan waktu, kata teoris, harus mengikuti prinsip

ketidakpastian dan menjadi kabur dan terputus-putus.

Page 43: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

43

Dalam beberapa tahun terakhir, banyak fisikawan menggantungkan

harapan mereka akan gravitasi quantum pada teori string, sebuah upaya

matematis yang berliku dan terus berjalan untuk menggambarkan alam

sebagai [sesuatu yang] terdiri dari string-string atau membran-membran kecil

bergoyang-goyang yang bervibrasi di 10 atau 11-dimensi.

Pada prinsipnya, teori string dapat menjelaskan semua gaya alam yang

dikenal (dan tak dikenal). Dalam kenyataannya, para teoris string mengakui

bahwa persamaan-persamaan mereka masih sekadar penaksiran, dan

fisikawan di luar itu mengeluh bahwa efek-efek “fisika string” terjadi pada

energi demikian tinggi sehingga tak ada harapan untuk mengujinya dalam

akselerator partikel masa kini. Jadi teoris mengadu untung dalam kosmologi,

sebagian dengan harapan akan menemukan suatu efek yang dapat diamati.

Big Bang adalah target yang jelas. Sebuah dunia yang tersusun dari

sedikit ikalan memiliki ukuran minimum. Ia tidak menyusut melebihi ukuran

ikalan string, simpul Dr. Robert Brandenberger (kini di Brown) dan Dr. Cumrun

Vafa (kini di Harvard) pada tahun 1989. Ketika menggunakan persamaan string

mereka untuk membayangkan ruang yang menyusut lebih kecil dari ukuran

tertentu, Dr. Brandenberger mengatakan, alam semesta justru beraksi seolah-

olah semakin membesar. “Ia terlihat seperti sedang melambung dari fase

kekolapsan.”

Menurut pandangan ini, Big Bang lebih seperti sebuah transformasi,

seperti melelehnya es menjadi air, ketimbang sebuah kelahiran, jelas Dr. Linde,

seraya menyebutnya “gagasan menarik yang semestinya dikejar”. Barangkali,

renungnya, ada satu bentuk ruang dan waktu yang berbeda sebelum Big Bang.

“Mungkin alam semesta adalah kekal,” katanya. “Mungkin ia hanya berubah

fase. Itukah nihil? Itukah transisi fase? Ini sangat erat dengan pertanyaan-

pertanyaan relijius.”

Penelitian Dr. Brandenberger dan Dr. Vafa juga menjelaskan mengapa

kita hanya melihat 3 dari 9 atau 10-dimensi yang disebutkan teori ini. Di awal

masa/waktu, kata keduanya, string-string dapat melilit ruang dan mencekik

sebagian besar dimensi ruang, mencegahnya tumbuh.

Namun dalam beberapa tahun terakhir, teoris string terkejut oleh

penemuan bahwa teori mereka memperkenankan [eksistensi] membran

(“bran” dalam jargon string) berbagai dimensi serta pula string. Di samping itu,

mereka telah mulai menggali kemungkinan bahwa sekurangnya satu dimensi

tambahan bisa sebesar satu milimeter, yang mana sudah sangat besar dalam

Page 44: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

44

fisika string. Dalam kosmologi baru ini, dunia kita adalah sebuah pulau atau

bran tiga-dimensi yang mengapung di ruang lima-dimensi, seperti sehelai

daun di sebuah tangki ikan. Bran-bran lain mungkin sedang mengapung tak

jauh. Partikel-partikel seperti quark dan elektron serta gaya-gaya seperti

elektromagnetik melekat pada bran, sedangkan gravitasi tidak, dan karenanya

dunia-dunia bran bisa mengerahkan tarikan gravitasi terhadap satu sama lain.

“Kurang dari satu milimeter dari Anda terdapat alam semesta lain,”

kata Dr. Linde. “Ia mungkin ada. Ia mungkin merupakan faktor penentu bagi

alam semesta yang Anda tinggali.”

TUBRUKAN DUNIA: PENGENALAN SEBUAH KEMUNGKINAN BARUAlam semesta lain dapat menyebabkan penciptaan, demikian menurut

beberapa teori mutakhir. Salah satunya disebut branefall, dikembangkan

pada tahun 1998 oleh Dr. George Dvali dari Universitas New York dan Dr. Henry

Tye dari Cornell. Menurut teori ini, alam semesta muncul dari kondisi ketak-

berbentukan quantumnya saat jeratan string-string dan membran-membran

hampa nan dingin melekat bersama. Namun, jika di satu titik ada sebuah gap

(renggang) antara bran-bran tersebut, kata kedua fisikawan, mereka akan

mulai gugur bersama.

Tiap bran, kata Dr. Dvali, akan merasakan medan gravitasi samar dari

bran lain seperti medan energi di ruang tiga dimensinya sendiri dan akan mulai

berinflasi dengan cepat, menggandakan ukurannya lebih dari ribuan kali lipat

dalam periode yang dibutuhkan bran-bran tersebut untuk gugur bersama. “Jika

setidaknya ada satu kawasan di mana bran-bran tersebut paralel (sejajar),

kawasan itu akan memulai perluasan besar sementara kawasan lain akan

mengempis dan menyusut,” kata Dr. Dvali.

Ketika bran-bran itu akhirnya bertubrukan, energi mereka terlepas dan

alam semesta memanas, dipenuhi dengan materi dan panas, seperti dalam

Big Bang standar.

Musim gugur lalu empat fisikawan mengajukan jenis lain benturan

bran yang mereka bilang dapat sama sekali menghilangkan inflasi, pedoman

teorisasi Big Bang selama 20 tahun. Dr. Paul Steinhardt, salah seorang bapak

inflasi, dan muridnya, Justin Khoury, keduanya dari Princeton, serta Dr. Burt

Ovrut dari Universitas Pennsylvania dan Dr. Turok, menyebutnya ekpyrotic

universe, dari kata Yunani “ekpyrosis”, yang melambangkan kematian

menyala-nyala dan kelahiran ulang dunia dalam filsafat Stoic.

Page 45: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

45

Proses ekpyrotic berawal jauh di masa lalu yang indefinitif dengan

sepasang bran hampa flat yang duduk sejajar satu sama lain di sebuah

ruang lima-dimensi yang melengkung – satu situasi yang mereka bilang

merepresentasikan solusi persamaan Einstein paling sederhana dalam teori

string versi lanjutan. Para penulisnya memperhitungkannya sebagai sesuatu

yang layak diperhatikan sehingga mereka belum mengasumsikan efek-efek

tambahan yang tak eksis dalam teori itu. “Karena itu kami tengah mengajukan

sebuah model kosmologi yang berpotensi realistis,” tulis mereka dalam paper.

Kedua bran itu, yang membentuk dinding-dinding dimensi kelima,

mungkin muncul dari kenihilan sebagai sebuah fluktuasi quantum di masa

yang lebih lampau lagi dan kemudian lepas berpisah.

Pada suatu titik, mungkin ketika bran-bran tersebut telah mencapai

jarak pisah kritis, cerita berlanjut, sebuah bran ketiga mengelupas dari bran

lain dan mulai gugur ke arah bran kita. Selama perjalanan panjangnya,

fluktuasi-fluktuasi quantum akan meriakkan permukaan bran yang sedang

mengeluyur tersebut, dan itu akan menanam benih-benih galaksi mendatang

pada bran kita di saat tubrukan. Dr. Steinhardt menawarkan teori ini dalam

sebuah konferensi astronomi di Baltimore, bulan April lalu.

Dalam minggu-minggu berikutnya, ekpyrotic universe sudah banyak

diperbincangkan. Beberapa kosmolog, terutama Dr. Linde, menyanggah bahwa

untuk mendapatkan bran-bran paralel dan flat sempurna, ekpyrotic universe

memerlukan sangat banyak fine-tuning (penyetelan halus).

Dalam sebuah kritik, Dr. Linde dan rekannya mengusulkan sebuah

modifikasi yang mereka sebut “pyrotechnic universe”.

Dr. Steinhardt mengakui bahwa model ekpyrotic dimulai dari kondisi

sangat spesifik, tapi itu adalah model yang logis. Poinnya adalah, katanya,

untuk mengetahui apakah alam semesta bisa berawal dalam kondisi tidak

terlalu stabil yang berlangsung lama “yang sama sekali berbeda dari inflasi”.

Jawabannya adalah ya. Di samping itu, rekannya, Dr. Turok, menjelaskan

bahwa inflasi juga memerlukan fine-tuning untuk menghasilkan alam semesta

modern, dan para fisikawan masih belum tahu medan apa yang sebenarnya

menghasilkan alam semesta.

“Sebelum kita menyelesaikan gravitasi quantum dan menghubungkan

teori string dengan fisika partikel, tak satu pun dari kita yang bisa mengklaim

kemenangan,” ujar Dr. Turok.

Sementara itu, Augustine tidur dengan damai.

Page 46: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

46

BIG BANG, kata David Schramm, kosmolog Universitas Chicago, adalah

akselerator partikel rendahan: dalam puing-puingnya, yang bagaimanapun

juga mencakup seluruh alam semesta, terdapat efek-efek energi dan proses

yang tidak mencapai Bumi. Seandainya para astronom memandangi langit

secara cukup dekat, pendapatnya, mereka bisa menguji teori-teori dan

fenomena yang tidak terjangkau oleh kemampuan dan anggaran fisikawan

untuk direproduksi di laboratorium mereka.

Itu adalah pendapat yang akhir-akhir ini tercetus di kalangan praktisi

teori string, “theory of everything” menakutkan yang menggambarkan alam

sebagai [sesuatu yang] terdiri dari string-string dan membran-membran kecil

yang bervibrasi di 10 atau 11-dimensi.

Sejak lahirnya, teori string telah dikritik atas ide-idenya yang belum

teruji secara eksperimen meski elegan secara matematis. Tapi dalam beberapa

tahun terakhir, para teoris string mulai mengeluarkan model alam semesta

baru yang dirancang untuk membuktikan bahwa fisika string “dapat memiliki

efek teramati terhadap pengukuran kosmologis presisi”, demikian sebuah

paper baru-baru ini mengatakan. Menurut beberapa model baru ini, contohnya,

sejarah kosmik dimulai dengan sepasang pulau alam semesta yang terhempas

bersama di dimensi kelima seperti daun-daun basah. Jika para teoris string

benar, kata mereka, dukungan nyata atas pendapat seperti itu mungkin

datang dari pengukuran detail gelombang radio lemah dari Big Bang atau

dari studi gelombang gravitasi yang menjelajahi ruang-waktu, membuatnya

mengembang dan menyusut seperti sebuah akordeon.

Terdorong oleh prospek keempirisan penemuan baru mereka, para

teoris tersebut bahkan telah bargabung dalam konferensi-konferensi

kosmologi – membuat astronom sangat menginginkan suatu tantangan

observasi yang baru.

Dalam sebuah pertemuan di Baltimore baru-baru ini misalnya, Dr. Gia

Dvali (fisikawan di Universitas New York) diserbu oleh astronom-astronom

TEORI STRING vs. RELATIVITASTeoris Inner Space Memandang Pengamat Outer Space

Page 47: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

47

yang ingin sekali mendapatkan prediksi astronomis lebih detail dan lebih

presisi setelah dirinya menyodorkan sebuah penjelasan dark energy berbasis

string yang nampak mempercepat perluasan alam semesta.

Dalam meromansakan para kosmolog, teoris-teoris string mengikuti

jalur yang biasa ditempuh. Dalam setengah abad terakhir – setelah astronom

menemukan quasar, pulsar, dan interferensi radio lemah yang diduga

merupakan bola api purba itu sendiri – fisikawan yang mencari medan-medan

baru untuk ditaklukkan bermigrasi secara bergelombang ke kosmologi.

Dr. Saul Perlmutter, fisikawan di Lawrence Berkeley National Laboratory

yang memimpin satu dari dua tim astronom yang menemukan bahwa

perluasan alam semesta rupanya sedang mencepat, mengakui bahwa dirinya

menyamping diam-diam ke astronomi sebagian demi menghindar dijadikan

roda penggerak dalam eksperimen akselerator partikel raksasa.

“Astronom seharusnya mampu menanyakan pertanyaan fundamental

tanpa akselerator,” Kata Dr. Perlmutter.

Tapi perkawinan inner space dan outer space tidak selalu berjalan

lancar. Astronom secara tradisi terkurung, kadang kala menghabiskan

bertahun-tahun mengikuti sebuah bintang. Fisikawan suka bergaul dan

senang memecahkan persoalan secara bergerombol. Tiap kelompok mampu

mempertahankan lahannya.

Fisikawan merasa tertarik ketika Dr. Schramm, pejuang tegap dan

penuh percaya diri yang tewas dalam sebuah kecelakaan pesawat di tahun

1997, pada tahun 1970-an mengklaim bahwa pengukuran keberlimpahan

helium yang dihasilkan dalam Big Bang bisa dimanfaatkan untuk

menyimpulkan bahwa hanya ada tiga atau empat jenis neutrino, partikel unsur

yang ringan dan misterius, di alam semesta. Eksperimen-eksperimen di CERN

– laboratorium fisika partikel Eropa yang terkemuka – dan di Standford pada

tahun 1989 membuktikan bahwa dia dan koleganya benar.

Beberapa fisikawan mengenang bahwa mereka pernah tercengang

pada kesederhanaan nyata model-model standar Big Bang, di mana hanya

tiga parameter, atau bilangan, yang mengendalikan sejarah dan nasib alam

semesta.

Einstein adalah seorang pengeksploitasi hubungan antara inner

space dan outer space yang cerdik dan paling awal. Bahkan sebelum selesai

merumuskan teori relativitas umumnya, yang menjelaskan gravitasi sebagai

pelengkungan ruang-waktu oleh materi dan energi, dia mulai melobi astronom

Page 48: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

48

untuk mengukur efek penekukan cahaya selama gerhana matahari total, ketika

sinar cahaya dari sebuah bintang jauh akan menyerempet cakram matahari

dan – menurut prediksinya – cukup menekuk sehingga menyebabkan bintang

tersebut tampak pindah ke arah luar. Pada 1919, tiga tahun setelah teori

tersebut dipublikasikan, astronom Inggris, Arthur Eddington, mengumumkan

dengan keriuhan besar bahwa dirinya telah mengkonfirmasikan efek tersebut

(walaupun beberapa sejarawan mengkritik penanganannya atas data),

menjadikan Einstein sebagai sang Copernicus baru.

Sementara itu, Einstein memalsukan persamaannya agar sama sekali

tidak membawa pada kesimpulan bahwa alam semesta sedang mengembang,

setelah diyakinkan oleh cerita astronomis lazim bahwa alam semesta itu

statis. Dia mengembalikan keasliannya pada 1931 setelah astronom Edwin

Hubble menemukan bahwa kosmos memang mengembang.

Namun begitu, meski relevansinya yang nyata dengan alam semesta

secara keseluruhan serta keeleganan matematisnya, relativitas umum segera

menjadi terpencil dan terbelakang dalam fisika, dipandang sebagai sebuah

teori menawan yang terasa tidak banyak memiliki kaitan dengan dunia riil.

Tiadanya cara untuk menguji beberapa konsekuensi ganjil teori tersebut,

seperti pemikiran bahwa bintang-bintang yang kolaps akibat beratnya sendiri

dapat melilit ruang di sekitarnya seperti sebuah mantel dan benar-benar

lenyap ke dalam apa yang kemudian dijuluki sebagai “black hole”, Einstein pun

tak tahu gagasan mana yang harus dipikirkan secara serius.

Semua ini berubah di tahun 1960-an ketika astronom menemukan

quasar, objek jauh mirip bintang yang terlihat memancarkan energi dalam

jumlah mengagumkan. Black hole – walaupun nama ini belum ditemukan

– adalah jalan terbaik untuk menjelaskannya. Tiba-tiba sepertinya “para

relativis dengan penelitian mereka yang rumit bukan hanya menjadi ornamen

kultural yang indah tapi mungkin betul-betul berguna bagi sains,” demikian

kata astronom Inggris, Thomas Gold, dalam sebuah pertemuan di tahun 1963.

“Betapa memalukan,” tambahnya, “jika kita harus pergi dan mengabaikan

semua relativis lagi.”

Teoris-teoris string, yang membuat klaim pada mantel Einstein, belum

memperoleh momen penekukan cahaya. Pertanyaannya adalah apakah

mereka menghendakinya. Bentuk standar teori tersebut bersitegas bahwa

level energi tersatukannya gaya-gaya serta terlihatnya efek fisika string

adalah ribuan triliun kali kapasitas akselerator partikel terbesar yang kini

Page 49: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

49

diharapkan, Large Hadron Collider milik CERN, yang dapat menembakkan

proton-proton di sebuah jalur elektromagnetik berputar sepanjang 18 mil di

Jenewa dan menubrukkannya pada energi 14 triliun eV. (Menurut sebuah varian

teori string yang diajukan beberapa tahun lalu, interferensi dari alam semesta

tetangga bisa menimbulkan efek berenergi rendah pada akselerator bumi.)

Namun, sayangnya, sebagaimana dijelaskan Dr. Schramm, alam

telah melakukan eksperimen tersebut menggunakan akselerator partikel

rendahannya. Dan hasil-hasilnya mungkin tertulis di angkasa – pada riak-riak

yang terpahat pada bola api purba, kata astronom, ketika ia baru berumur

sepermiliar triliun triliun detik, atau pada gelombang-gelombang gravitasi

yang mengipas-ngipas struktur ruang.

Pekerjaan membaca riak-riak kosmik ini, dengan teleskop-teleskop

radio halus yang terbawa tinggi pada balon dan satelit, baru saja dimulai

dan diduga menghabiskan sisa dekade ini. Demikian juga penyelidikan

untuk membongkar sejarah percepatan aneh alam semesta. Studi serius

atas gelombang gravitasi – yang belum terdeteksi secara langsung – adalah

pekerjaan selanjutnya di masa mendatang.

Para teoris string pasti berharap bahwa dalam barisan astronom yang

menjalankan investigasi-investigasi itu terdapat Eddington mereka sendiri.

Page 50: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

50

LAYAKNYA suatu partikel quantum yang muncul entah dari mana, “The

Universe in a Nutshell”, karangan fisikawan Stephen W. Hawking dari

Universitas Cambridge, terbit dan segera muncul ke dalam daftar best-seller

beberapa minggu lalu.

Para fisikawan mengatakan kemunculan seperti sulap itu, disebut

fluktuasi quantum, kemungkinan besar terjadi manakala ada sebuah medan

energi besar untuk ditarik [energinya], dan buku ini menarik [energi] dari salah

satu medan energi terbesar dalam sejarah penerbitan, yaitu buku Dr. Hawking

tahun 1988, “A Brief History of Time: From the Big Bang to Black Holes”.

Alhasil, ribuan rakyat Amerika bisa menghabiskan masa liburan dengan

menjumpai pernyataan-pernyataan seperti: “Kita telah menyadari bahwa

keterhentian waktu riil dan imajiner ini (baik kedua-duanya ataupun tidak

kedua-duanya) mengandung arti bahwa ruang-waktu memiliki temperatur,

sebagaimana saya temukan pada black hole,” tulis Dr. Hawking di halaman 63.

Buku pertama Dr. Hawking untuk audiens luas, “A Brief History of Time”,

membawa para pembaca dalam sebuah tur menembus black hole (perangkap

gravitasi yang darinya cahaya pun tidak bisa timbul) dan waktu imajiner sambil

melukiskan pencarian “theory of everything” yang dibangga-banggakan itu

yang akan memungkinkan kita untuk “mengetahui pikiran Tuhan”. Buku itu

bertahan dalam daftar best-seller selama dua tahun, terjual 10 juta eksemplar.

Pertanyaan yang masih menghantui para penerbit, kritikus, dan lainnya,

yang meragukan akan adanya audiens besar untuk diskusi serius tentang asal-

usul alam semesta layaknya [obrolan tentang] kehidupan seorang bintang

film, adalah mengapa?

Berdasarkan cerita populer dan penerbitan, buku itu juga merupakan

salah satu buku klasik besar di masa kita yang tidak dibaca – bersama dengan

“Finnegan’s Wake”-nya James Joyce atau “Infinite Jest”-nya David Foster

Wallace sebagai buku berilustrasi royal yang kebanyakan dihormati dalam

perselisihan. Jadi banyak orang, yang curiga bahwa buku sebelumnya dibeli

THEORY OF EVERYTHINGMemecahkan Kode Kosmik dengan Sedikit Bantuan dari Dr. Hawking

Page 51: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

51

karena kemahsyuran Dr. Hawking atau aura intelektual buku itu, tengah

penasaran apakah hal yang sama akan terjadi pada buku barunya.

Bagi kolega-koleganya, Dr. Hawking adalah seorang teoris intuitif keras

kepala yang penelitiannya mengenai black hole telah membantu menerangi

jalan menuju penyatuan akhir teori quantum dan relativitas – sebuah

penyatuan yang tidak mampu diperantarai baik oleh Einstein ataupun yang

lainnya. Bagi dunia, dia adalah personifikasi keberanian dan kebrilianan, St.

George berkursi roda yang bertempur dengan galaksi-galaksi dan hal-hal

tak dikenal, yang diberi beberapa penghormatan tertinggi dalam pop culture

– tampil sebagai teman main kartunya Einstein dalam “Star Trek: The Next

Generation”, dan sebagai bintang tamu dalam “The Simpsons”.

Saat menjadi mahasiswa, tahun 1963, dia tahu dirinya mengidap

amyotrophic lateral sclerosis dan divonis hidup beberapa tahun. Dia telah

bergerak dengan kursi roda selama lebih dari 25 tahun dan sekarang berbicara

hanya melalui voice synthesizer. Dr. Hawking, kelihatannya kata “puckish”

ditemukan untuknya, sering mengatakan bahwa kelumpuhannya adalah

sebuah keuntungan sebab membebaskannya untuk duduk dan berpikir. Bulan

depan kolega-koleganya akan merayakan ulang tahunnya yang ke-60 dengan

sebuah simposium all-star sepekan penuh di Cambridge.

Dalam pendahuluan buku barunya itu, Dr. Hawking mengakui bahwa

“A Brief History of Time” “tidak easy going” dan menyesal bahwa beberapa

pembaca merasa kesulitan dan tidak menyelesaikannya. Dia telah berusaha,

katanya, untuk membuat yang satu ini lebih mudah. Sedikit lebih panjang dari

buku sebelumnya, “The Universe in a Nutshell”, 216 halaman, dihiasi dengan

ilustrasi berwarna yang memberinya penampilan mewah.

Sejauh ini kritikus-kritikus sependapat; pertama, Bryan Appleyard

dalam The New York Statesman of London, menyebutnya “sulit, meski tidak

sepenuhnya demikian”. The Times of London, melakukan poling informal,

meminta tujuh reporter dan seorang pelajar matematika untuk membacanya

dan melaporkan aksesibilitasnya. Putusannya bercampur. “Semuanya masuk

akal begitu saya membacanya, meski cenderung menghilang seperti sebuah

mimpi ketika menaruh buku tersebut,” tulis salah seorang.

Einstein pernah berujar bahwa teori-teori ilmiah harus bisa dijelaskan

dengan sangat mudah sehingga seorang anak kecil pun bisa memahaminya.

Keluhan-keluhan bahwa fisika modern gagal total dalam standar ini sama

tuanya dengan fisika modern itu sendiri, dan tak terbatas pada anak-anak.

Page 52: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

52

Cerita berlanjut bahwa ketika astronom Arthur Eddington, yang

observasi penekukan cahayanya saat gerhana matahari tahun 1919 telah

mengkonfirmasikan teori relativitas umum Einstein, diberi ucapan selamat

oleh seorang kolega atas [pencapaiannya] menjadi satu dari tiga orang di

dunia yang memahami teori musykil tersebut, Eddington anehnya terdiam.

Dicaci karena mempertontonkan kerendahan hati yang palsu, Eddington justru

menjawab bahwa dirinya mencoba membayangkan siapa orang ketiga itu.

Keterangan paling pertama dalam surat kabar mengenai terobosan

Einstein dan Eddington tahun 1919 ini fokus pada inkomprehensibilitas teori.

“Upaya-upaya untuk menyisipkan kata-kata yang mudah dipahami oleh

masyarakat non-ilmiah ke dalam teori cahaya Einstein yang terbukti lewat

ekspedisi gerhana itu sampai sekarang belum benar-benar berhasil,” awal

sebuah artikel 10 November 1919.

Niels Bohr, salah seorang pendiri mekanika quantum, suatu kali

mengatakan bahwa orang yang tidak terkejut mendengar teori mekanika

quantum – dengan gelombangnya yang bertindak sebagai partikel, partikel

bertindak seperti gelombang, serta keacakan dan ketidakpastian mikroskopis

yang diatributkannya pada alam – berarti belum benar-benar memahaminya.

Kemajuan mutakhir membuat kita semakin sulit menjelaskan alam

semesta. Versi terbaru tersangka theory of everything mempostulatkan

alam semesta dengan 10 atau 11 dimensi, bukan 3 ruang dan 1 waktu seperti

dalam pemahaman sehari-hari, yang dihuni oleh string-string atau membran-

membran yang menggeliat-geliat. Meski demikian, para ilmuwan terus

mencoba dengan gagah berani untuk memberitahu kita apa rencana mereka,

dalam tradisi penulisan buku yang mencakup “Origin of Species”-nya Darwin,

dan “Relativity: The Special and the General Theory”-nya Einstein, ditulis di

tahun 1916 dan tak pernah habis terjual.

Sebagian daya tarik buku-buku ini adalah kesempatan untuk

memulihkan kewarganegaraan seseorang di kosmos bermasalah dan

mengherankan dengan mendengarkan perkataan dari sumber otoritatif, dari

seseorang yang telah menyentuh sendiri misteri kosmik. Sedangkan bagian

lain sudah tentu adalah perlakuan dewasa, memasuki kekerabatan kasar

dengan dipercaya menerjemahkan penelitian ke dalam pernyataan-pernyataan

pengurai seperti yang terdapat di permulaan esai ini, atau berhadapan dengan

percakapan terbuka tentang sifat sains dan alam semesta.

Page 53: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

53

Berikut, contohnya, adalah ucapan Dr. Hawking mengenai dimensi-

dimensi tambahan menyusahkan yang dibutuhkan oleh teori string tapi

rupanya tidak tersedia untuk memparkir mobil. “Secara pribadi harus saya

katakan, saya enggan mempercayai adanya dimensi tambahan,“ tulisnya

di halaman 54 dalam buku baru itu. “Tapi karena saya seorang positifis,

pertanyaan ‘Apakah dimensi tambahan benar-benar eksis?’ tidaklah berarti

apa-apa. Yang berhak seseorang tanyakan adalah apakah model-model

matematis dengan dimensi tambahan menyediakan deskripsi yang bagus atas

alam semesta.”

Dengan kata lain, bila eksperimen-eksperimen ternyata benar, tidak

masalah. Ini bisa dianggap menggegerkan jika Anda berpegang pada pendapat

bahwa sains adalah pencarian realitas yang lebih dalam dibanding pengukuran

pada tabel laboratorium. Tapi, teori quantum dan relativitas telah mengajari

kita, sains adalah tentang apa-apa yang bisa diobservasi dan diukur atau

bukan tentang apa-apa sama sekali. Dalam sains, sebagaimana dalam

demokrasi, tidak ada pengetahuan rahasia, semua perhitungannya ada pada

tabel, yang bisa diobservasi dan dipalsukan. Lainnya adalah metafisik.

Dalam hal berkata terang-terangan tanpa bersikap merendahkan

diri, Dr. Hawking adalah seorang jenius. Saat banyak penulis buku sains

mengarungi bab-bab penuh hal fundamental sebelum sampai ke bahan yang

baru, Dr. Hawking, dengan apresiasi waktu yang tinggi, menghembus cepat

menuju batas tanpa apologi.

Bagi mereka yang tidak dapat melanjutkan, Dr. Hawking juga

telah menyediakan sebuah warisan. Kesuksesan buku dia sebelumnya

dan kesuksesan “Cosmos”-nya Carl Sagan dipercaya luas telah memberi

tumpangan komersial pada genre buku sains, membantu meratakan jalan bagi

karya-karya seperti “The Elegant Universe”, karangan Dr. Brian Greene (teoris

string dari Universitas Columbia); “The Inflationary Universe”, karangan Alan

Guth (kosmolog di Massachusetts Institute of Technology); dan “The Quark

and the Jaguar”, karangan peraih Nobel, Murray Gell-Mann.

Sampai taraf tertentu kesuksesan terdahulu Dr. Hawking telah

menelurkan para peniru dan memperluas kalangan pembaca dan pemikiran

mereka, dia telah membangun sejenis feedback positif, dan dia telah

memperbesar kemungkinan bahwa pembaca akan mengikutinya dan

membaca bukunya sampai selesai kali ini.

Page 54: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

54

Di dekade-dekade ketika astronom memperdebatkan takdir alam semesta

mengembang – apakah suatu hari nanti ia akan berakhir dalam sebuah

big crunch, atau apakah galaksi-galaksi akan berlayar saling menjauh untuk

selamanya – penggemar perluasan abadi selalu ditopang oleh kemungkinan

tiada akhir untuk pengembangan dan evolusi. Seperti pernah ditulis kosmolog

Yale, Dr. Beatrice Tinsley, “Saya pikir saya terikat pada ide mengembang

selamanya.”

Kehidupan dan kecerdasan dapat menyokong dirinya sendiri

untuk jangka waktu tak terbatas di alam semesta seperti itu, bahkan

ketika bintang-bintang berkelap-kelip dan galaksi-galaksi ditelan oleh

black hole, tegas Dr. Freeman Dyson (fisikawan di Institute for Advanced

Study) dalam sebuah paper menonjol di tahun 1979. “Jika pandangan

saya tentang masa depan benar,” tulisnya, “itu berarti dunia fisika dan

astronomi juga tak akan ada habisnya; tak peduli seberapa jauh kita

beranjak ke masa depan, akan selalu ada hal-hal baru yang terjadi, akan

ada informasi baru yang diterima, dunia-dunia baru untuk dijelajahi,

domain kehidupan, kesadaran, dan ingatan yang terus mengembang.”

Namun sekarang Dr. Dyson pun mengakui bahwa semua taruhan adalah

salah. Seandainya observasi-observasi astronomis mutakhir benar, masa

depan kehidupan dan alam semesta akan jauh lebih suram.

Dalam empat tahun terakhir astronom telah melaporkan bukti bahwa

perluasan alam semesta tidak hanya berjalan terus tapi juga mencepat, akibat

pengaruh “dark energy” misterius, suatu antigravitasi yang kelihatannya

tersimpan di ruang angkasa sendiri. Jika itu benar dan alam semesta terus

berakselerasi, bukannya meluncur lemah lembut di malam hari, kata

astronom, galaksi-galaksi jauh pada akhirnya akan bergerak menjauh

begitu cepat sehingga mereka tidak berkomunikasi dengan satu sama lain.

Praktisnya, seperti tinggal di tengah-tengah sebuah black hole yang semakin

hampa dan semakin dingin.

KEMUNGKINAN TIADA AKHIRAkhir Segalanya

Page 55: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

55

Di alam semesta seperti itu, kata beberapa fisikawan, metode

perumusan fisika biasa mungkin tidak berlaku sama sekali. Bukannya dunia-

dunia baru yang muncul dalam pandangan, dunia lama akan terus-menerus

menghilang di atas horizon, lenyap dari pandangan untuk selamanya.

Pengetahuan kosmologis akan terfragmentasi, di mana pengamat

berbeda-beda melihat kepingan teka-teki berbeda-beda dan tak ada satu

pengamat pun yang mampu mengetahui takdir seluruh alam semesta atau

mencapai sebuah teori fisika yang lebih dari sekadar penaksiran.

“Akan ada banyak hal mengenai alam semesta yang benar-benar

tidak bisa kita prediksikan,” kata Dr. Thomas Banks, fisikawan di Universitas

California, Santa Cruz.

Dan barangkali yang paling penting, karena akhirnya kekurangan

energi untuk menyelesaikan pemikiran atau komputasi, domain kehidupan

dan kecerdasan tak akan mengembang, melainkan mengerut dan akhirnya

menghilang seperti sebuah gema yang mengecil menuju keheningan abadi.

“Saya rasa takdir sebuah alam semesta yang berakselerasi selamanya sangat

tak menarik,” kata Dr. Edward Witten, teoris di Institute for Advanced Study.

Itu adalah pernyataan yang meremehkan persoalan, menurut Dr.

Lawrence M. Krauss, astrofisikawan di Case Western Reserve University

di Cleveland, yang bersama-sama koleganya, Dr. Glenn D. Starkman, baru-

baru ini mencoba melukiskan kemungkinan di masa depan yang jauh. Alam

semesta berakselerasi “akan menjadi alam semesta paling buruk, baik bagi

kualitas kehidupan maupun kuantitas kehidupan,” kata Dr. Krauss, seraya

menambahkan: “Semua pengetahuan, peradaban, dan kebudayaan kita

ditakdirkan untuk dilupakan. Tidak ada masa depan jangka panjang.”

TAWA TERAKHIR EINSTEINHingga sekitar empat tahun lalu, begitu banyak astronom yang menganut

pandangan bahwa perluasan kosmik mungkin tengah melambat disebabkan

oleh gravitasi kolektif galaksi-galaksi dan segala sesuatu di alam semesta,

mirip halnya dengan segenggam bebatuan yang dilemparkan ke udara

yang secara berangsur-angsur memperlambat kenaikannya. Satu-satunya

pertanyaan ialah apakah alam semesta punya cukup energi gravitasi untuk

menghentikan perluasan dan mengembalikan dirinya dalam sebuah “big

crunch”, atau apakah galaksi-galaksi akan meluncur menjauh secara lebih

lambat untuk selamanya.

Page 56: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

56

Dalam rangka mengukur laju perlambatan menjauh ini, dan untuk

menemukan jawaban yang sukar dipahami dan sudah lama dicari atas

pertanyaan kosmik, dua tim astronom memulai proyek yang saling bersaing

di tahun 1990-an dengan memanfaatkan bintang-bintang meledak yang jauh,

supernova, sebagai mercusuar kosmik.

Di tahun 1998, kedua tim mengumumkan bahwa bukannya melambat,

galaksi-galaksi benar-benar terlihat mencepat dalam 5 atau 6 miliar tahun

belakangan, seakan-akan suatu “dark energy” mendorong mereka ke luar.

“Itu tentu saja merupakan temuan eksperimen paling aneh sejak saya

menggeluti fisika,” kata Dr. Witten. “Orang-orang sulit menerimanya. Saya

telah berhenti berharap bahwa temuan tersebut akan terbukti salah, tapi ini

adalah hasil yang amat tidak menyenangkan.”

Bagi astronom, dark energy ini memiliki kemiripan dengan ide yang

dimiliki Albert Einstein di tahun 1917 yang kala itu dibuangnya, menyebutnya

sebagai blunder terbesar dirinya. Pada tahun tersebut, dia menyisipkan sebuah

faktor matematis palsu yang kemudian dikenal sebagai konstanta kosmologis

ke dalam persamaan relativitas umumnya dalam rangka menstabilkan alam

semesta terhadap kekolapsan; konstanta Einstein bertindak sebagai sejenis

tolakan kosmik untuk mengimbangi tarikan gravitasi galaksi-galaksi.

Einstein membuang konstanta kosmologis tersebut setelah astronom

Amerika, Edwin Hubble, menemukan bahwa alam semesta sedang

mengembang dan karenanya tidak memerlukan penstabilan. Tapi faktor

palsunya itu menolak untuk mati. Ia memperoleh identitas baru dengan

kedatangan mekanika quantum, kaidah ganjil yang mengatur alam subatom.

Menurut kaidah tersebut, ruang hampa tidaklah hampa, melainkan berbuih

energi. Disisipkan ke dalam persamaan Einstein, energi ini bertindak seperti

konstanta kosmologis, dan mencoba untuk meniup alam semesta saling

berpisah.

Menurut astronom, dark energy yang ditemukan baru-baru ini kini

menerangkan sekitar 2/3 massa alam semesta. Tapi apakah faktor palsu tua

milik Einstein ini, konstanta kosmologis, kembali untuk bertengger – yang

berarti alam semesta akan berakselerasi selamanya? Ataukah akselerasi yang

disangkakan itu hanya temporer, didorong oleh salah satu dari sekian banyak

medan gaya misterius, dijuluki sebagai quintessence, yang diperkenankan oleh

berbagai teori fisika high energy?

Ataukah akselerasi tersebut memang riil?

Page 57: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

57

“Penting untuk mencaritahu apakah konstanta kosmologis tersebut

benar-benar konstan,” kata Dr. Witten.

Karena gaya tolak terdapat di ruang angkasa itu sendiri, maka begitu

alam semesta tumbuh, dorongan dari dark energy tumbuh pula. “Jika dark

energy adalah konstanta kosmologis, maka atribut kevakumanlah yang akan

selalu bersama kita, menjadi semakin powerful seiring membesarnya alam

semesta dan akibatnya alam semesta akan mengembang selamanya,” jelas

Dr. Adam Riess dari Space Telescope Science Institute di Baltimore. Tapi

jika dark energy adalah suatu bentuk quintessence, “maka mungkin akan

ada semakin banyak medan semacam itu yang muncul di masa mendatang,

mungkin dengan tanda berlawanan, dan dengan begitu semua taruhan untuk

masa depan alam semesta adalah salah.”

Dr. Krauss mengatakan, “Kabar baiknya adalah bahwa kita tidak bisa

membuktikan ini sebagai [kemungkinan] terburuk dari semua kemungkinan

alam semesta.”

SELAMAT TINGGALMungkin nampak aneh atau pongah ketika astronom mencoba menjelaskan

peristiwa-peristiwa hingga akhir masa sementara fisikawan masih meraba-

raba mencari “theory of everything”. Tapi bagi Dr. Krauss, ini adalah bukti

kemampuan fisika biasa. “Kita masih dapat menetapkan batas terakhir pada

banyak hal tanpa mengetahui teori final,” katanya. “Kita dapat menetapkan

batas pada banyak hal berdasarkan fisika biasa.”

Dr. Dyson mengatakan bahwa spekulasinya dalam eschatology (ilmu

akhirat) sebagian terinspirasi oleh sebuah paper tahun 1977 tentang masa

depan alam semesta yang terus mengembang karangan Dr. J. N. Islam (kini di

Universitas Chittagong, Bangladesh) dalam The Quarterly Journal of the Royal

Astronomical Society. Dr. Dyson juga termotivasi, tulisnya dalam paper-nya,

untuk memberikan argumen bantahan terhadap sebuah pernyataan keras

Dr. Steven Weinberg yang menulis dalam bukunya, “The First Three Minutes”,

“Semakin alam semesta dapat dipahami, semakin ia tidak berarti.”

Dr. Dyson menulis, “Bila Weinberg berbicara atas nama abad 20, saya

lebih suka abad 18.”

Jika kecenderungan akselerasi berlanjut, berikut adalah ramalannya:

Dalam kira-kira dua miliar tahun, Bumi akan menjadi tak dapat

dihuni sebab Matahari yang berangsur memanas menimbulkan efek rumah

Page 58: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

58

kaca dengan entengnya. Dalam lima miliar tahun, Matahari akan membengkak

dan mati, membakar Bumi sampai garing dalam proses tersebut. Pada waktu

yang hampir bersamaan, Bima Sakti akan bertubrukan dengan kembarannya,

galaksi Andromeda (kini sekitar dua juta tahun cahaya jauhnya dan tengah

mendekat dengan cepat), memuntahkan bintang-bintang, gas, dan planet-

planet ke seluruh ruang antargalaksi.

Peradaban yang berusaha bertahan dari peristiwa-peristiwa ini akan

menghadapi masa depan penuh kebodohan dan kegelapan karena perluasan

kosmik yang mencepat mendorong cepat sebagian besar alam semesta

menjauh dari kita. “Kemampuan kita untuk mengetahui alam semesta akan

berkurang seiring waktu,” kata Dr. Krauss. “Semakin lama Anda menunggu,

semakin sedikit Anda melihat, berkebalikan dengan apa yang selalu kita

pikirkan.”

Sebagaimana dijelaskan Dr. Krauss, kelenyapan alam semesta adalah

suatu proses gradual. Semakin cepat galaksi-galaksi terbang menjauh dari

kita, semakin redup mereka terlihatnya, karena cahaya mereka ter-“redshift”-

kan ke frekuensi dan energi lebih rendah, seperti halnya suara sirene polisi

yang menurun saat menjauh. Saat mencapai kecepatan cahaya, galaksi

akan terlihat “membeku”, seperti seorang penari yang terpotret di udara

dalam sebuah foto, sesuai dengan teori relativitas Einstein, dan kita tidak

akan pernah melihat galaksi itu menua, kata Dr. Abraham Loeb (astronom

di Harvard). Ia akan terlihat lebih redup. Semakin jauh sebuah objek di

langit, katanya, semakin muda ia akan terlihatnya sambil memudar dari

pandangan. “Hanya terbatas jumlah informasi yang bisa kita kumpulkan dari

alam semesta,” kata Dr. Loeb. Sekitar 150 miliar tahun dari sekarang hampir

semua galaksi di alam semesta akan mundur cukup cepat sehingga tidak

terlihat dari Bima Sakti. Kecuali galaksi-galaksi yang terikat secara gravitasi

pada kumpulan galaksi, dikenal sebagai Kelompok Lokal, di mana Bima Sakti

merupakan anggotanya. Dalam kumpulan ini, mulanya kehidupan terlihat

sama. Ada galaksi-galaksi di langit. “Ketika Anda memandangi malam,

bintang-bintang akan terlihat masih di sana,” kata Dr. Krauss. “Bagi astronom,

yang ingin melihat lebih dari itu, langit akan nampak hampa. Para pecinta

tidak akan terganggu—tapi ilmuwan pasti.”

Tapi sekitar 100 triliun tahun dari sekarang, ketika gas dan debu

antarbintang—yang darinya bintang-bintang baru berkondensasi—akhirnya

terpakai habis, bintang-bintang baru akan berhenti lahir. Sejak itu hingga

Page 59: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

59

seterusnya, langit akan semakin gelap. Galaksi-galaksi sendiri, kata astronom,

akan kolaps dalam black hole daam waktu sekitar 1030 tahun.

Tapi black hole pun tidak selamanya, sebagaimana ditunjukkan

Dr. Stephen Hawking (fisikawan Universitas Cambridge dan penulis buku

best-seller) dalam kalkulasi pada tahun 1973. Menerapkan prinsip-prinsip

mekanika quantum pada objek yang terdengar menyeramkan ini, Dr. Hawking

menemukan bahwa permukaan black hole, horizon peristiwanya, berfluktuasi

dan memancarkan energi dalam bentuk semburan acak partikel-partikel dan

radiasi, semakin panas dan panas hingga black hole tersebut akhirnya meledak

dan lenyap.

Black hole bermassa seukuran matahari memakan waktu 1064 tahun

untuk meledak. Untuk black hole bermassa seukuran galaksi, kembang apinya

akan menerangi ruang-waktu 1098 tahun dari sekarang.

MELAWAN DATANGNYA MALAMAkankah ada sesuatu atau seseorang yang menyaksikan kembang api

quantum ini?

Dr. Dyson menegaskan dalam paper-nya pada tahun 1979 bahwa

kehidupan dan makhluk berakal bisa bertahan dari gurun gelap dan dingin

di alam semesta yang tengah mengembang tak terhingga tapi secara lebih

lambat dengan mengadopsi bentuk eksistensi yang lebih lambat dan lebih

dingin. Keberakalan dapat menetap, misalnya, dalam pola butir-butir debu

bermuatan listrik di sebuah awan antarbintang, satu situasi yang dilukiskan

dalam novel sains-fiksi “The Black Cloud” karangan astronom Inggris, Sir Fred

Hoyle, yang meninggal pada bulan Agustus.

Ketika sebuah organisme seperti awan hitam mendingin, tegasnya,

ia akan berpikir secara lebih lambat, tapi selalu memetabolisasi energi

secara lebih lambat lagi, sehingga selera makannya akan selalu kurang dari

outputnya. Nyatanya, simpul Dr. Dyson, dengan menghasilkan jumlah energi

yang dikeluarkan per pikiran yang semakin kecil dan kecil, awan tersebut dapat

memiliki pikiran dalam jumlah tak terbatas meski hanya mengkonsumsi energi

dalam jumlah terbatas.

Tapi ada satu rintangan. Berpikir pun membutuhkan energi dan

menghasilkan panas, itulah alasannya mengapa komputer memiliki kipas. Dr.

Dyson mengatakan bahwa makhluk mesti berhenti berpikir dan melakukan

hibernasi secara periodik untuk memancarkan panas mereka.

Page 60: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

60

Namun, di alam semesta berakselerasi, ada sebuah sumber panas

tambahan yang tidak bisa dibuang. Kalkulasi yang memprediksikan bahwa

black hole pasti meledak juga memprediksikan bahwa di alam semesta yang

berakselerasi, ruang angkasa pasti dipenuhi dengan apa yang disebut radiasi

Hawking. Praktisnya, horizon – jarak terjauh yang dapat kita lihat – secara

matematis terlihat seperti permukaan black hole. Jumlah radiasi ini diduga

luar biasa kecil – ekuivalen dengan sepermiliar miliar miliar derajat di atas nol

absolut, tapi itu sudah cukup untuk menimbulkan malapetaka bagi makhluk

yang mempunyai persepsi.

“Radiasi Hawking membunuh kita karena memberi temperatur

minimum yang di bawah temperatur tersebut Anda tidak bisa mendinginkan

apapun,” kata Dr. Krauss. Sekali sebuah organisme mendingin hingga

temperatur tersebut, jelasnya, ia akan menghamburkan energi dengan laju

tetap. “Karena ada keterbatasan energi total, ini berarti masa hidup yang

terbatas.”

KETAKTERHINGGAAN SEDANG DIADILIWalaupun Dr. Dyson sependapat dengan gambaran kehidupan yang suram

ini di alam semesta yang berakselerasi, dia dan Dr. Krauss dan Dr. Starkman

masih berdebat tentang apakah kehidupan juga mengalami malapetaka di

alam semesta yang tidak berakselerasi, tapi hanya mengembang dan semakin

lambat dan semakin dingin.

Teori quantum, menurut para pengarang Case Western tersebut,

membatasi seberapa halus energi untuk [pembentukan] pikiran baru bisa

dicukur. Teori tersebut memutus bahwa energi dipancarkan dan diserap dalam

gumpalan-gumpalan kecil yang tak bisa dibagi yang disebut "quantum".

Suatu komputasi harus menghabiskan sekurangnya energi sebanyak ini

dari persediaan terbatas. Tiap pikiran baru adalah sebuah langkah menuruni

tangga energi dengan jumlah langkah yang terbatas. “Jadi Anda hanya punya

jumlah pikiran yang terbatas,” kata Dr. Krauss.

“Jika Anda ingin menatap pusar Anda dan tidak memikirkan pikiran

baru, Anda tidak akan menghamburkan energi,” jelasnya. Tapi itu akan

menjadi cara yang membosankan untuk menghabiskan keabadian. Jika

kehidupan membutuhkan hal lain selain penyusunan ulang data yang sama

secara abadi, katanya dan Dr. Starkman, ia tidak mungkin abadi.

Page 61: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

61

Namun Dr. Dyson mengatakan argumen ini hanya berlaku pada apa

yang disebut digital life, di mana terdapat jumlah status quantum yang tetap.

Makhluk-makhluk seperti awan hitam, yang bisa tumbuh bersama dengan

alam semesta, katanya, akan memiliki jumlah status quantum yang terus

bertambah, sehingga akan selalu ada semakin banyak anak tangga untuk

dituruni. Dengan demikian dasarnya takkan pernah tercapai dan kehidupan

dan pikiran bisa berlanjut untuk jangka waktu tak terhingga.

Tapi tak ada seorang pun yang tahu apakah bentuk kehidupan seperti

itu bisa eksis, kata Dr. Krauss.

Dibandingkan dengan pemandangan kolapsnya menara World Trade

Center atau gentingnya seorang anak yang sakit, kepunahan masa depan

ini mungkin terlihat sebagai suatu keprihatinan yang terlalu jauh. Dr. Allan

Sandage (astronom di Carnegie Observatory, Pasadena, California), yang telah

menghabiskan hidupnya untuk menginvestigasi perluasan dan takdir alam

semesta, mengatakan: “Kehidupan di bumi ini akan lenyap 4,5 miliar tahun

mendatang. Saya tidak senang pada fakta bahwa semua cahaya akan mati 30

miliar tahun mendatang.”

Dr. Dyson mengatakan dirinya masih optimis. Terlalu cepat untuk mulai

panik, nasehatnya dalam sebuah email. Observasi-observasi itu boleh jadi

keliru.

“Saat ini semua kemungkinan itu terbuka,” tulisnya. “Observasi-

observasi mutakhir tersebut penting, bukan karena mereka menjawab

pertanyaan-pertanyaan terbesar mengenai sejarah alam semesta, tapi karena

memberi kita alat baru untuk menggali sejarah.”

Di alam semesta berakselerasi pun, kata Dr. Dyson, manusia atau

keturunannya mungkin suatu hari nanti mampu menyusun ulang galaksi-

galaksi dan menyelamatkan lebih banyak galaksi dari kelenyapan. Seberkas

harapan lain datang dari radiasi Hawking yang mematikan dan mengerikan

itu sendiri, kata Dr. Raphael Bousso, dari Institute of Theoretical Physics di

Universitas California, Santa Barbara. Karena radiasi tersebut dihasilkan oleh

fluktuasi-fluktuasi quantum yang tidak bisa diprediksi, urainya, bila Anda

cukup sabar menunggu, segala sesuatu bisa muncul di dalamnya, bahkan

sebuah alam semesta baru. “Cepat atau lambat salah satu fluktuasi quantum

itu akan terlihat seperti Big Bang,” katanya.

Dalam kasus tersebut ada kemungkinan akan masa depan, jika tidak

untuk kita, setidaknya untuk sesuatu atau seseorang. Dalam keutuhan waktu,

Page 62: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

62

bagaimanapun, fisika mengajarkan bahwa yang hal improbabel dan bahkan

nampak mustahil pun bisa menjadi sesuatu yang tak terelakkan. Alam belum

selesai dengan kita, begitu pula kita, sebagaimana dinyatakan Dr. Dyson, tidak

harus selesai dengan alam.

Kita semua akan mati, dan terserah kita untuk memutuskan siapa dan

apa yang harus dicintai, tapi, sebagaimana dijelaskan Dr. Weinberg dalam

sebuah artikel baru-baru ini dalam The New York Review of Books, ada satu

kemuliaan tertentu dalam prospek tersebut.

“Meski sadar bahwa tidak ada sesuatu di alam semesta yang

mengindikasikan tujuan kemanusiaan,” tulisnya, “sebuah cara supaya kita bisa

menemukan tujuan adalah mempelajari alam semesta melalui metode sains,

tanpa menghibur diri kita dengan ceritera-ceritera dongeng tentang masa

depan alam semesta, atau tentang masa depan kita.”

Page 63: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

63

TERKADANG, bertentangan dengan kebiasaannya, sains membuat kosmos

terlihat sedikit lebih sederhana. Belakangan ini astronom seakan-akan

telah bangun dari mimpi buruk kosmologis yang panjang. Bulan lalu, sebuah

konsorsium astronom mengumumkan bahwa sebuah analisis atas sekitar

130.000 galaksi menunjukkan bahwa alam semesta, setidaknya pada skala

besar, tersusun sebagaimana kelihatannya.

Itu mungkin terdengar biasa saja, tapi tidak demikian.

“Bukanlah suatu ide gila bahwa galaksi-galaksi tidak mencatat materi,”

kata Dr. Licia Verde, astronom di Rutgers and Princeton Universities, yang

merupakan penulis utama sebuah paper yang diserahkan bulan lalu ke jurnal

Monthly Notices of Royal Astronomical Society.

Alasannya adalah sesuatu yang disebut dark matter.

Selama berabad-abad orang-orang telah menemukan – atau mereka

pikir demikian – makna di langit, dalam bentuk rasi-rasi, gerakan membelok

cepat komet-komet, dansa megah planet-planet, perhiasan galaksi-galaksi,

angkasa yang terbentang sejauh teleskop memandang, seperti jaring pancing

tua berhiasan yang terlempar di sepanjang kehampaan.

Tapi bagaimana jika semua ini hanya ilusi? Misalkan alam semesta

riil adalah sesuatu yang tidak dapat kita lihat dan semua rangkaian galaksi

yang gemerlapan itu tidak lebih penting, bukan lagi penuntun handal menuju

realitas fisik, daripada cat minyak di wajah seorang badut?

Itu adalah kemungkinan memalukan yang dihadapi astronom di tahun

1980-an, ketika mereka dengan segan mulai menerima bahwa observasi

astronomis selama berdekade-dekade memberitahu mereka ternyata

sebagian besar alam semesta tidaklah tampak. Mereka dapat menyimpulkan

bahwa dark matter itu ada lantaran efek gravitasinya terhadap objek-objek

yang bisa mereka lihat. Jika hukum gravitasi Newton memperpanjang jarak

kosmik, sejumlah besar dark matter dibutuhkan untuk menyediakan lem

gravitasi guna mencegah gugus-gugus galaksi terbang saling menjauh,

DARK MATTERDark Matter, Masih Sulit Dimengerti, Semakin Terlihat

Page 64: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

64

dan guna membuat bintang-bintang terus beterbangan di galaksi-galaksi

pada kecepatan tinggi.

Kosmolog menyimpulkan bahwa memang dark matter-lah, yang secara

perlahan mengental menjadi awan-awan besar akibat bobotnya sendiri,

yang menyediakan perancah (penopang) untuk bintang-bintang dan galaksi-

galaksi. Dan dark matter-lah yang akan menentukan nasib alam semesta: jika

mereka cukup banyak, gravitasi pada akhirnya akan membalikkan perluasan

alam semesta dan menyebabkan “big crunch”. Jika tidak, alam semesta akan

mengembang selama-lamanya.

Yang paling menyakitkan, astronom bahkan tidak tahu apakah dark

matter terdistribusi seperti bintang dan galaksi. Mereka tidak punya petunjuk

menuju tempat beradanya sebagian besar alam semesta. Materi berkilau,

lanjut cerita, adalah seperti salju di puncak gunung atau buih di atas ombak,

tapi boleh jadi, secara teori, ada jajaran pegunungan lengkap yang tidak cukup

tinggi untuk berpuncak putih, tersembunyi dalam kegelapan.

Menyadari bahwa dark matter melebihi berat galaksi tampak, empat

astronom menganalisa hasil-hasil proyek pemetaan galaksi terdahulu, pada

tahun 1980. Tak ada alasan bahwa rasio dark matter:light matter mesti sama

di semua tempat “dan bisa saja eksis sistem-sistem masif yang pada dasarnya

tidak memancarkan cahaya,” bunyi laporan dalam Astrophysical Journal, ditulis

oleh Marc Davis, John Huchra, David Latham, dan John Tonry, kala itu mereka

semua di Harvard-Smithsonian Center for Astrophysics.

Atau sebagaimana dikatakan Dr. Vera C. Rubin, astronom di Carnegie

Institute of Washington dan pionir riset dark matter, setahun kemudian:

“Kita hanya tahu sedikit tentang alam semesta. Saya sendiri tidak percaya ia

seragam dan sama di setiap tempat. Dengan kata lain seperti mengatakan

bahwa bumi flat.”

Hasil-hasil baru memperlihatkan bahwa alam semesta, semisterius

apapun ia, mungkin tidak sepenuhnya menyimpang. Sebagaimana suatu kali

dikatakan Einstein, “Tuhan itu cerdik, tapi tidak jahat.” Tapi nyaris saja.

“Pada prinsipnya, galaksi-galaksi tidak memiliki kemiripan dengan

distribusi pokok dark matter,” jelas Dr. Verde, yang melakukan analisa bersama

Dr. Alan F. Heavens dari Universitas Edinburgh.

“Kita pantas khawatir,” kata Dr. Heavens.

Pendapat yang menyatakan bahwa alam semesta berkilau mungkin

hanyalah cat minyak lahir dari pencarian keindahan. Pada tahun 1980-an,

Page 65: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

65

pensurveyan astronomis menunjukkan bahwa galaksi-galaksi tidak

terdistribusi secara seragam di angkasa, sebagaimana selalu dianggap

demikian, melainkan terkonsentrasi di bidang-bidang dan gugus-gugus dan

rantai panjang mengikal yang dipisahkan oleh ruang hampa gelap dan besar

yang lebarnya jutaan tahun cahaya.

Tapi tarikan gravitasi dari disparitas distribusi massa semencolok

itu akan menarik galaksi-galaksi ke sana-kemari secara keras, mendistorsi

perluasan tertib alam semesta, bila teori-teori kosmologi paling modern

memang benar.

Teori-teori itu menegaskan bahwa densitas materi dan energi di

alam semesta cukup tinggi sehingga daya tarik gravitasi antara kandungan-

kandungan kosmos pada akhirnya akan mengimbangi energi mereka ke arah

luar. Alhasil, angkasa pada skala-skala terbesar tidak akan memperlihatkan

lengkungan geometris: ia akan “flat”, menurut jargon kosmologi.

Namun betapapun berubah-ubahnya kecepatan galaksi, tetap saja

relatif rendah. Daripada membuang pendapat yang indah secara matematis

mengenai alam semesta berdensitas tinggi, beberapa teoris mengatakan

bahwa astronom mungkin harus membuang pendapat yang sama indahnya

dan nampak prinsipil, yakni bahwa alam semesta adalah apa yang kita lihat

ketika kita memandang langit.

Jika kehampaan hanya sebuah ilusi, dan bukan hampa tapi cuma gelap,

kosmolog beralasan, tidak akan ada medan-medan gravitasi yang menarik

galaksi-galaksi, yang bisa menjelaskan mengapa kecepatan khas mereka

begitu rendah. Mereka dapat menjaga alam semesta mereka yang indah.

Begitu awan dark matter purba tumbuh dan mengental, lanjut teori ini,

materi biasa tenggelam ke pusatnya dan menyala. Tapi bentangan luas dark

matter di luar pusat akan terpelihara oleh galaksi tampak, seperti gunung yang

tidak cukup tinggi untuk mengumpulkan salju, atau batu karang yang tidak

bertandakan pelampung.

Membayangkan persisnya mengapa galaksi-galaksi terbentuk dalam

pola ini merupakan persoalan lain yang menarik imajinasi para teoris. Dr.

Martin Rees, kosmolog di Universitas Cambridge dan Astronomer Royal

Inggris, mengatakan dirinya bisa membayangkan bahwa pembentukan galaksi

boleh jadi terkatalisasi atau terintangi oleh suatu peristiwa lingkungan.

Radiasi dahsyat dari quasar-quasar pertama, contohnya, dapat mengionisasi

Page 66: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

66

gas protogalaksi di petak-petak luas ruang angkasa, mempengaruhi

kemampuannya untuk kolaps dan menyala.

Meski demikian, pada tahun 1990-an, bukti-bukti mulai menggunung,

dari satelit COBE, yang mempelajari pancaran radio lemah dari Big Bang

sendiri, dan dari studi-studi lain, bahwa densitas materi adalah kurang dari

sepertiga harga kritis ajaib yang diperlukan untuk [terbentuknya] alam

semesta yang “flat” sempurna.

Dalam kasus tersebut gugus-gugus tidak punya energi gravitasi untuk

menimbulkan masalah dan ketiadaan kecepatan tinggi bukanlah masalah.

Untunglah para teoris masih bisa mempunyai alam semesta indah yang flat

karena gap densitas materi tersebut diisi oleh apa yang disebut dark energy

yang belakangan ditemukan astronom nampak sedang mempercepat

perluasan alam semesta. Tapi alam semesta tak lagi seimbang; jika dark

energy terus berlaku, kata astronom, kosmos akan tertiup saling menjauh,

mendinginkan semua kehidupan.

Karena itu dalam tahun-tahun belakangan dark matter telah

menyerahkan beberapa prestisenya kepada dark energy, tapi identitas dark

matter masih misterius. Beberapa darinya mungkin materi biasa, seperti

batu dan bintang mati. Tapi sebagian besar darinya pasti objek yang lebih

eksotis – barangkali partikel-partikel unsur yang tersisa dari Big Bang –,

menurut sebuah studi yang dipublikasikan minggu lalu dalam jurnal Nature

oleh Dr. Robert Rood dari Universitas Virginia, bersama kolega-koleganya.

Mereka mengukur keberlimpahan bentuk helium langka di Bima Sakti untuk

menetapkan jumlah materi “normal” yang dihasilkan dalam Big Bang.

Meski begitu, hubungan antara light matter dan dark matter, suatu kali

dikemukakan, terus menghantui astronom. “Adalah sungguh beralasan jika

galaksi-galaksi tidak menggugus seperti massa,” kata Dr. Heavens, seraya

menambahkan, “tidak terkendali.”

Dia dan Dr. Verde bermaksud mengukur derajat, secara teknis dikenal

sebagai bias, ketidaksebandingan distribusi materi berkilau dan dark matter,

menggunakan teknik statistik yang telah dikembangkan Dr. Verde untuk

disertasi Ph.D-nya di bawah pengawasannya.

Untuk database, mereka menggunakan katalog jarak relatif dan posisi

130.000 galaksi di angkasa yang telah disusun oleh sebuah konsorsium

astronom internasional yang dikenal sebagai 2-Degree Field Galaxy Redshift

Page 67: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

67

Survey, atau 2dF, menggunakan Anglo-Australian Telescope berdiameter 12

kaki dekat Coonabarabran, Australia.

Pada saat selesai, pensurveyan tersebut, yang mengambil namanya dari

bidang pandang teleskop itu, semestinya telah memetakan 250.000 galaksi

hingga jarak sekitar 500 juta tahun cahaya.

Sebagaimana dijelaskan Dr. Verde, dirinya dan Dr. Heavens

menggunakan statistik untuk menganalisa bentuk gugus-gugus galaksi di

angkasa. Menurut teori gravitasi dan simulasi komputer, katanya, dark matter,

yang hanya berinteraksi secara gravitasi, seharusnya bermula dalam gumpalan

bundar dan kemudian secara berangsur membentuk dirinya menjadi filamen

dan lembaran sambil gumpalan ini terlebih dahulu kempis sepanjang poros

terpendek mereka.

“Tanda gravitasi adalah filamen,” kata Dr. Verde. “Jika ada pembiasan,

Anda mendapatkan distribusi yang bukan lembaran dan filamen – Anda

mendapatkan pola berbeda.”

Hasilnya, katanya dan Dr. Heavens, jelas konsisten dengan struktur

filamen, “seperti sebuah jaring, bukan bukit dan gunung bundar.”

“Anda harus mengajukan sebuah teori yang cukup gila untuk mendapat

pola dengan pembiasan ini,” kata Dr. Verde. “Ketika dilakukan serentak,

pengukuran-pengukuran ini menegaskan dengan kuat bahwa galaksi-galaksi

2dFGRS memang mencatat massa pada skala besar,” simpulnya dan 29

penulis lain dalam paper mutakhir itu.

Gunung adalah tempat salju berada. Alam semesta adalah tempat

cahaya berada. Dr. Rees menambahkan: “2dF menunjukkan bahwa segala

sesuatu tetap bersatu. Bisa saja dahulu tidak demikian. Tidak ada bukti

atas sesuatu yang gelap dan besar tanpa ada galaksi yang diasosiasikan

dengannya.”

Setidaknya di alam semesta sekarang.

“Lima miliar tahun lalu, kita akan memperoleh jawaban berbeda,” kata

Dr. Heavens, menjelaskan bahwa galaksi-galaksi mungkin memang terbentuk

pertama kali dalam konsentrasi di pusat awan-awan dark matter tapi secara

berangsur tersebar ke daerah pedalaman sepanjang sejarah kosmik yang

mencerminkan secara lebih akurat distribusi keseluruhan materi, persoalan

kosmik yang hingga kini belum diketahui.

Secara rata-rata, galaksi-galaksi hari ini mencatat massa, dan oleh

sebab itu astronomi tak nampak juga merupakan astronomi nampak.

Page 68: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

68

Tentu saja dengan mengikuti cahayalah astronom tertuntun menuju

kegelapan. Seperti pemabuk yang terlihat di bawah cahaya jalan lantaran kunci

yang dimilikinya, mereka tak pernah punya pilihan tentang di mana harus

mencari alam semesta. “Tiga puluh tahun lalu, kita pikir alam semesta adalah

bintang-bintang. Ternyata bintang hanyalah puncak gunung es,” kata Dr.

Michael Turner, kosmolog di Universitas Chicago. “Ada kekhawatiran bahwa

cahaya di angkasa sebenarnya tidak mencatat distribusi materi. Pensurveyan

besar keluar untuk mencari gumpalan materi yang tidak dapat disamakan

dengan cahaya.

“Cerita tersebut kini mulai sampai di titik akhir.”

Jika seseorang mau melakukan sesuatu terkait dark energy itu.

Page 69: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

69

CAMBRIDGE, Inggris – Pada musim gugur 1973, Dr. Stephen Hawking, yang

telah menghabiskan seluruh karir profesionalnya di Universitas Cambridge,

mendapati dirinya terjerat dalam kalkulasi menghebohkan dan memalukan.

Berupaya menginvestigasi atribut mikroskopis black hole (perangkap gravitasi

yang darinya cahaya sekalipun tidak dapat melarikan diri), Dr. Hawking

menemukan—hingga tak percaya—bahwa black hole dapat membocorkan

energi dan partikel-partikel ke ruang angkasa, dan bahkan meledak

memercikkan energi tinggi.

Dr. Hawking mulanya bertahan untuk tidak mempublikasikan hasil

temuannya, khawatir keliru. Ketika dia menyampaikannya pada tahun

berikutnya dalam jurnal Nature, dia menjuduli paper-nya “Black Hole

Explosions?” Kolega-koleganya kelinglungan dan bingung.

Hampir 30 tahun kemudian, mereka masih kebingungan. Ketika mereka

berkumpul di Cambridge bulan ini untuk merayakan ulang tahun Dr. Hawking

yang ke-60 dengan sebuah workshop seminggu penuh berjudul “The Future

of Theoretical Physics and Cosmology”, gagasan-gagasan yang timbul dari

kalkulasinya serta buntut perkaranya acapkali menjadi pusat perhatian.

Itu adalah gagasan yang menyinggung hampir semua konsep musykil

yang menggetarkan tulang dalam fisika modern.

“Black hole secara fundamental masih merupakan objek yang

enigmatik,” kata Dr. Andrew Strominger, fisikawan Harvard, yang hadir dalam

perayaan itu. Dalam fisika fundamental, gravitasi dan mekanika quantum

adalah persoalan besar yang tidak kita pahami. Temuan radiasi black hole Dr.

Hawking sangat penting dan fundamental bagi hubungan tersebut.”

Black hole adalah primadona teori relativitas umum Einstein, yang

menjelaskan gaya gravitasi sebagai lengkungan ruang-waktu yang disebabkan

oleh materi dan energi. Tapi Einstein pun tidak bisa menerima gagasan bahwa

pelengkungan tersebut begitu ekstrim, misalnya dalam kasus bintang kolaps,

RADIASI BLACK HOLETerobosan Hawking Masih Menjadi Enigma

Page 70: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

70

sehingga ruang dapat sepenuhnya membungkus suatu objek layaknya mantel

sulap, menyebabkannya lenyap sebagai black hole.

Terobosan Dr. Hawking sebagian dihasilkan dari sebuah pertarungan.

Dia saat itu berharap membantah pendapat Jacob Bekenstein (saat itu

mahasiswa di Princeton dan sekarang menjadi profesor di Universitas Hebrew,

Yerusalem) bahwa area perbatasan black hole, point of no return di ruang

angkasa, adalah ukuran entropi black hole. Dalam termodinamika, studi kalor

dan gas, entropi adalah ukuran energi yang terbuang atau kekacauan, yang

mungkin terasa seperti konsep aneh untuk terjadi di black hole. Tapi dalam

fisika dan sains komputer, entropi juga merupakan ukuran kapasitas informasi

sebuah sistem – jumlah bit yang diperlukan untuk menggambarkan status

internalnya. Praktisnya, black hole atau sistem lainnya adalah seperti kotak

huruf Scrabble – semakin banyak huruf dalam kotak tersebut, semakin banyak

kata yang bisa Anda susun, dan semakin besar kemungkinan untuk melantur.

Menurut hukum termodinamika kedua, entropi sistem tertutup selalu

sama atau bertambah, dan penelitian Dr. Hawking telah memperlihatkan

bahwa area permukaan black hole itu selalu bertambah, sebuah proses yang

sepertinya meniru hukum tersebut.

Tapi Dr. Hawking, seraya mengutip fisika klasik, memperlihatkan

bahwa sebuah objek berentropi pasti memiliki temperatur, dan apapun

yang memiliki temperatur – mulai dari kening yang panas hingga sebuah

bintang – pasti memancarkan panas dan cahaya dengan spektrum yang

khas. Jika black hole tidak bisa memancarkan panas, ia mungkin tidak

mempunyai temperatur dan dengan demikian tidak punya entropi. Tapi itu

sebelum gravitasi, yang membentuk kosmos, bertemu teori quantum, kaidah

paradoks yang menjelaskan perilaku materi dan gaya di dalamnya. Sewaktu

Dr. Hawking menambahkan sentuhan ketidakpastian quantum pada model

black hole Einstein yang baku, partikel-partikel mulai bermunculan. Mulanya

dia terganggu, tapi ketika menyadari bahwa “radiasi Hawking” ini boleh jadi

memiliki spektrum termal yang diprediksikan oleh teori termodinamika, dia

menyimpulkan kalkulasinya benar.

Tapi ada satu masalah. Radiasi tersebut acak, kata teori Dr. Hawking.

Alhasil, semua detail mengenai objek apapun yang telah jatuh ke dalam

black hole bisa terhapus sama sekali – sebuah pelanggaran terhadap ajaran

suci teori quantum, yang bersikeras bahwa memutar film secara terbalik dan

mencaritahu detail tentang bagaimana sesuatu berawal adalah senantiasa

Page 71: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

71

memungkinkan – entah itu seekor gajah atau satu unit Volkswagen, misalnya,

yang terlempar ke dalam black hole. Jika dirinya benar, kata Dr. Hawking, teori

quantum mungkin harus dimodifikasi. Black hole, katanya dalam paper-nya

dan perbincangan di akhir 1970-an, ialah pemusnah informasi, memuntahkan

ketidaktentuan dan meruntuhkan hukum dan tatanan di alam semesta.

“Tuhan tidak hanya berjudi dengan alam semesta,” kata Dr. Hawking,

mengubah susunan ungkapan terkenal yang digunakan Einstein untuk

menolak ketidakpastian quantum, “melainkan terkadang melemparnya

ke tempat di mana kita tidak bisa melihatnya.” Pernyataan seperti itu

menimbulkan perhatian dari fisikawan partikel. Meski mungkin terdengar

aneh, teori quantum merupakan fondasi banyak bangunan dunia modern,

mulai dari transistor sampai CD, dan ia adalah bahasa yang digunakan dalam

mengungkapkan semua hukum fundamental fisika, kecuali gravitasi. “Ini tidak

mungkin,” Dr. Leonard Susskind, teoris di Standford, mengenang perkataan

pada dirinya sendiri.

Ini adalah permulaan dari apa yang disebut Dr. Susskind sebagai

adversarial relationship (hubungan berlawanan). “Stephen Hawking adalah

salah satu orang paling keras kepala di dunia; bukan, dia adalah orang paling

mengesalkan di alam semesta,” ujar Dr. Susskind dalam workshop di hari ulang

tahun itu, sementara Dr. Hawking menyeringai di barisan belakang.

Dalam 20 tahun berikutnya, opini-opini kebanyakan terbelah

sepanjang isu ini. Fisikawan partikel seperti Dr. Susskind dan Dr. Gerrard ‘t

Hooft (fisikawan di Universitas Utrecht dan peraih Hadiah Nobel tahun 1999)

mempertahankan teori quantum dan mengatakan bahwa bagaimanapun

informasi pasti akan keluar, barangkali ter-encode secara halus dalam radiasi.

Kemungkinan lain – bahwa informasi tersebut tertinggal dalam suatu jenis

partikel unsur baru sewaktu black hole menguap – sepertinya telah gugur.

Pakar relativitas seperti Dr. Hawking dan temannya, Dr. Kip Thorne

(fisikawan Caltech), lebih suka meyakini kemampuan black hole untuk

menyimpan rahasia. Pada 1997, Dr. Hawking dan Dr. Thorne bertaruh atas

lokasi mulut black hole, bertaruh satu set ensiklopedia dengan Dr. John Preskill

(fisikawan partikel Caltech), bahwa informasi hancur dalam black hole.

Sampai saat ini, kedua pihak tidak merasa berkewajiban untuk

membayar.

Page 72: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

72

MENULIS DI DINDINGDr. Susskind dan yang lain mengatakan bahwa tidak ada yang pernah berhasil

memasuki black hole sebab, menurut Einstein, segala sesuatu yang berada di

perbatasannya (di mana waktu melambat) akan terlihat, menurut penglihatan

pengamat luar, “membeku” dan kemudian memudar, tersebar di permukaan

di mana itu bisa menimbulkan distorsi halus dalam radiasi Hawking.

Maka, pada prinsipnya, informasi tentang sesuatu yang telah jatuh ke

black hole bisa dibaca dalam radiasi tersebut dan direkonstruksi; tidak akan

lenyap.

Timbul kebingungan, jelas Dr. Susskind, karena fisikawan mencoba

membayangkan situasi dari sudut pandang Tuhan daripada sudut pandang

pengamat yang harus berada di black hole atau di luar, tapi tidak di kedua

tempat pada saat yang sama. Jika perhitungan dilakukan dengan benar,

katanya, “Tidak ada pengamat yang akan melihat pelanggaran terhadap

hukum fisika.”

Paradoks informasi membuat para teoris merasa penting untuk

mencoba melampaui analogi termodinamika dan benar-benar mengkalkulasi

bagaimana black hole menyimpan informasi atau entropi. Tapi ada satu

tangkapan. Menurut sebuah rumus cukup terkenal yang dikembangkan oleh

fisikawan Austria, Ludwig Boltzmann (dan terukir pada batu nisannya), entropi

sebuah sistem bisa ditentukan dengan menghitung jumlah cara penyusunan

muatannya.

Dalam rangka menghitung cara-cara penyusunan muatan sebuah black

hole, fisikawan membutuhkan teori tentang apa yang ada di dalamnya. Pada

pertengahan 1990-an, mereka punya satu: teori string, yang melukiskan gaya-

gaya dan partikel-partikel alam, termasuk gaya dan partikel yang bertanggung

jawab atas gravitasi, sebagai string-string kecil yang bervibrasi.

Menurut teori ini, sebuah black hole adalah campuran kusut string-

string dan membran-membran multidimensi yang dikenal sebagai “bran-D”.

Dalam sebuah kalkulasi tingkat tinggi di tahun 1995, Dr. Strominger dan

Dr. Cumrun Vafa, juga dari Harvard, menguraikan isi perut sebuah black hole

“extremal”, yang di dalamnya muatan listrik persis mengimbangi gravitasi.

Black hole seperti itu akan berhenti menguap dan dengan demikian

terlihat statis, memungkinkan periset menghitung status quantumnya.

Mereka mengkalkulasi bahwa entropi sebuah black hole adalah areanya yang

dibagi empat – persis seperti diperkirakan Dr. Hawking dan Dr. Bekenstein.

Page 73: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

73

Hasil temuan tersebut merupakan kemenangan besar bagi teori string.

“Jika teori string salah, itu akan berbahaya,” kata Dr. Strominger.

Kesuksesan kalkulasi Harvard tersebut telah mendorong fisikawan

partikel untuk menyimpulkan bahwa black hole dapat dianalisa dengan alat-

alat mekanika quantum, dan bahwa isu informasi itu telah dipecahkan. Tapi

yang lain mengatakan bahwa ini masih harus diselesaikan – di antara mereka

adalah Dr. Strominger, yang mengatakan, “Itu tetap isu yang belum selesai.”

DERAJAT KEBEBASANBarangkali konsekuensi paling misterius dan luas dari black hole yang meledak

adalah gagasan bahwa alam semesta dapat disamakan dengan sebuah

hologram, di mana informasi untuk citra tiga dimensi bisa disimpan pada

permukaan flat, seperti citra pada kartu bank.

Pada 1980-an, memperluas penelitiannya dan penelitian Dr. Hawking,

Dr. Bekenstein menunjukkan bahwa entropi dan informasi yang dibutuhkan

untuk menjelaskan suatu objek dibatasi oleh areanya. “Entropi adalah ukuran

seberapa banyak informasi yang bisa Anda masukkan ke dalam sebuah objek,”

jelasnya. “Batas entropi adalah batas informasi.”

Ini adalah hasil yang aneh. Normalnya Anda mungkin berpikir bahwa

ada pilihan – atau derajat kebebasan di sekitar kondisi interior sebuah objek –

sebanyak titik di dalam ruang tersebut. Tapi menurut apa yang disebut batas

Bekenstein, hanya terdapat pilihan sebanyak titik di permukaan luarnya.

“Titik” di sini adalah kawasan berdimensi 10-33 centimeter, panjang

Planck yang diyakini fisikawan sebagai “butir-butir" ruang. Menurut teori

tersebut, masing-masingnya bisa diberi nilai nol atau satu – ya atau tidak –

seperti bit-bit dalam komputer.

“Yang terjadi ketika Anda menyelipkan terlalu banyak informasi ke

dalam sebuah objek adalah bahwa Anda memasukkan terlalu banyak energi ke

dalamnya,” kata Dr. Bousso. Tapi jika terlalu berat untuk ukurannya, ia menjadi

black hole, dan kemudian “game is over”, sebagaimana Dr. Bousso katakan.

“Seperti sebuah piano dengan banyak tuts, Anda tidak bisa menekan lebih dari

lima tuts secara serentak atau piano akan kolaps.”

Prinsip holograf, pertama kali disebutkan oleh Dr. ‘t Hooft pada

tahun 1993 dan diuraikan secara rinci oleh Dr. Susskind setahun kemudian,

menyatakan bahwa jika Anda tidak bisa menggunakan tuts-tuts lain, mereka

Page 74: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

74

sebenarnya tidak ada. “Kita punya gambaran yang sama sekali keliru

tentang piano tersebut,” jelas Dr. Bousso. Teori-teori normal yang digunakan

fisika untuk menjelaskan peristiwa-peristiwa di ruang-waktu sangat

mengherankan dan hingga kini masih misterius. “Kita dengan jelas melihat

dunia sebagaimana kita melihat hologram,” ucap Dr. Bousso. “Kita melihat

tiga dimensi. Ketika Anda memandangi salah satu kepingan itu, kelihatannya

sungguh riil, tapi dalam kasus kita ilusi tersebut sungguh sempurna.”

Dr. Susskin menambahkan: “Kita tidak melihat hologram. Kitalah

hologram itu.”

Prinsip holograf, kata para fisikawan ini, bisa diterapkan pada ruang-

waktu, tapi mereka tak tahu mengapa itu bekerja.

“Itu benar-benar misterius,” kata Dr. Strominger. “Jika itu memang

benar, itu adalah atribut mendalam dan indah dari alam semesta kita – tapi

tidak jelas terlihat.”

BATAS KEINDAHANNamun keindahan itu ada harganya, kata Dr. ‘t Hooft, yakni sebab dan akibat.

Jika informasi tentang apa yang kita lakukan terletak di dinding imajiner jauh,

“bagaimana kelihatannya bagi kita yang duduk di sini bahwa kita sedang

mematuhi hukum fisika lokal?” dia bertanya pada audiens dalam workshop

ulang tahun Hawking.

Mekanika quantum telah terselamatkan, dia menyatakan, tapi mungkin

masih perlu digantikan oleh hukum yang memelihara apa yang disebut

fisikawan sebagai “lokalitas naif”.

Dr. ‘t Hooft mengakui bahwa sudah ada banyak upaya sia-sia untuk

menyingkirkan gagasan tak masuk akal dalam mekanika quantum, seperti

partikel-partikel yang dapat secara seketika bereaksi terhadap satu sama

lain yang terpisah bertahun-tahun-cahaya di ruang angkasa. Namun, dalam

setiap kasus, dia mengatakan ada asumsi-asumsi, atau “cetakan halus”, yang

mungkin pada akhirnya tidak akan bertahan.

Observasi mutakhir telah menimbulkan taruhan atas gagasan-gagasan

seperti holografi dan informasi black hole. Hasil observasi-observasi itu

mengindikasikan bahwa perluasan alam semesta tengah mencepat. Jika itu

terus berlanjut, kata astronom, galaksi-galaksi jauh akhirnya akan menjauh

begitu cepat sehingga kita tidak akan bisa melihat mereka lagi.

Page 75: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

75

Hidup di alam semesta demikian seperti dikelilingi oleh sebuah horizon,

berpijar seperti horizon black hole, yang di atasnya informasi menghilang

selamanya. Dan karena horizon ini memiliki ukuran terbatas, kata fisikawan,

terdapat batasan pada jumlah kompleksitas dan informasi yang dapat

ditampung alam semesta, pada akhirnya menyebabkan malapetaka pada

kehidupan.

Fisikawan mengakui bahwa mereka tak tahu bagaimana menggunakan

fisika atau teori string di ruang seperti itu, yang disebut ruang de Sitter,

diambil dari nama astronom Belanda, Willem de Sitter, yang pertama

kali memecahkan persamaan Einstein untuk menemukan ruang angkasa

demikian. “Ruang de Sitter adalah batas baru,” kata Dr. Strominger, yang

berharap bahwa teknik dan perhatian yang dicurahkan pada black hole

dalam dekade terakhir akan memungkinkan fisikawan bergerak maju dalam

memahami alam semesta yang mungkin sesungguhnya melambangkan

kondisi manusia.

Dr. Bousso mencatat bahwa baru beberapa tahun terakhir, dengan

penemuan bran-D, pemecahan persoalan black hole menjadi mungkin. Kejutan

apa lagi yang menanti dalam teori string? “Kita tidak tahu seberapa kecil atau

besar kepingan teori yang belum kita lihat,” katanya.

Sementara itu, barangkali meniru Boltzmann, Dr. Hawking menyatakan

di akhir pertemuan bahwa dirinya ingin rumusan entropi black hole terukir di

batu nisannya.

SEMUA INI ADA DALAM MATEMATIKAKetika Stephen Hawking mengejutkan para kosmolog dengan menyatakan

bahwa energi dan materi bisa keluar dari black hole, kalkulasi miliknya tidak

mengatakan bagaimana partikel-partikel melarikan diri dari black hole,

hanya mengatakan bahwa mereka bisa. Satu-satunya kebenaran ada dalam

matematika, katanya.

Menurut prinsip ketidakpastian Heisenberg, pilar teori quantum, apa

yang disebut kevakuman ruang angkasa tidaklah hampa tapi berbuih partikel-

partikel virtual yang timbul dalam pasangan-pasangan partikel-antipartikel

berkat energi pinjaman dan kemudian bertemu dan saling menghancurkan

dalam sebuah kilasan energi yang membayar utang eksistensi mereka.

Tapi jika hanya satu anggota pasangan yang jatuh ke dalam black hole,

pasangannya akan bebas berkeluyuran. Menurut penglihatan pengamat jauh,

Page 76: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

76

ia akan terlihat keluar dari black hole, dan, karena energi untuk

pembentukannya dipinjam dari medan gravitasi black hole dan belum dibayar

kembali, black hole itu akan terlihat menyusut.

Begitu menyusut, black hole semakin panas dan beradiasi semakin

cepat, menurut kalkulasi Dr. Hawking, sampai akhirnya meledak.

Kematian black hole merupakan keprihatinan yang sedikit berguna.

Black hole umumnya berlangsung selama 1064 tahun, triliunan kali umur alam

semesta.

Page 77: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

77

PRINCETON, N.J., 5 Maret – Akhirnya sampai pada kesimpulan ini.

Di satu sudut adalah Dr. John Archibald Wheeler, 90 tahun, pensiunan

profesor fisika di Princeton dan Universitas Texas, diperlengkapi serentetan

alat bantu dengar, segenggam kapur warna, kesopan-santunan yang tak

kunjung padam, kepandaian bermetafora ala penyair, rasa tanggung jawab

yang gigih, dan sekompi pemikir-pemikir besar.

Di sudut lain adalah “naga besar berasap”, sebutan yang kadang-

kadang digunakan Dr. Wheeler untuk salah satu misteri tertinggi di alam.

Yaitu kemampuan, menurut hukum mekanika quantum yang mengatur

urusan subatom, sebuah partikel seperti elektron untuk eksis dalam status

kemungkinan berkabut – di suatu tempat, di semua tempat, atau tak di

manapun sama sekali – sampai diklik menjadi eksis oleh detektor laboratorium

atau bola mata.

Dr. Wheeler menduga bahwa ketidakpastian quantum ini, demikian

itu lebih dikenal, adalah kunci untuk memahami mengapa segala sesuatu

eksis, bagaimana sesuatu, alam semesta beserta hukumnya, bisa berasal dari

kenihilan. Atau, sebagaimana dia senang mengatakannya dalam ungkapan

yang dia pungut sebagai mantera: “Bagaimana ada quantum? Bagaimana ada

eksistensi?”

Berdiri dekat jendela di kantornya di lantai tiga Princeton’s Jadwin Hall

baru-baru ini, Dr. Wheeler menunjuk pada pohon-pohon yang bersemi dan

kubah hijau gedung astronomi di kejauhan. “Kita semua terhipnotis hingga

berpikir ada sesuatu di luar sana,” katanya.

Seminggu dua kali dia naik bis dari rumah peristirahatannya tak jauh

dari Hightstown untuk duduk di sini di bawah gambar Albert Einstein dan Niels

Bohr, kutub kembar dalam kehidupan sainsnya, dan berhadapan muka dengan

kefanaan dunia mirip naga, mendiktekan pemikirannya kepada sekretarisnya,

Emily Bennett.

Dr. JOHN ARCHIBALD WHEELERMengintai Gerbang Waktu

Page 78: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

78

“Waktu yang tersisa untuk saya di bumi terbatas,” tulisnya baru-baru

ini. “Dan pertanyaan penciptaan begitu berat sampai saya hampir tidak bisa

berharap menjawabnya dalam waktu yang tersisa untuk saya. Tapi setiap

Selasa dan Kamis saya akan menuliskan jawaban terbaik yang saya bisa,

sambil membayangkan bahwa saya sedang disiksa.”

Dia tidak sedang berilusi tentang siapa yang akan memenangkan

konfrontasi. Sebuah serangan jantung pada tahun lalu telah memakan korban,

dan dia mengakui bahwa pemikirannya terfragmen, gagasan demi gagasan,

sebagaimana dia senang mengatakannya, dan bukan untuk kolega-koleganya

di masa sekarang tapi untuk bergenerasi-generasi kolega di sepanjang masa.

Itulah yang dia kerjakan sepanjang hidupnya. Dr. Wheeler membantu

menjelaskan fisi nuklir bersama Bohr, memperdebatkan teori quantum dengan

Einstein, bersedia membuat bom atom dan hidrogen dan mempelopori studi

atas apa yang kemudian dijulukinya sebagai black hole. Sepanjang hidup, dia

memperturutkan seleranya terhadap kembang api dan berbuat kenakalan dan

menjadi fisikawan penyair paling trendi dalam generasinya, menggunakan

metafora seefektif kalkulus hingga membuat murid-murid dan koleganya

terpesona dan mengirim mereka, menyalakan pikiran, menuju barikade untuk

berhadapan dengan alam.

Ungkapan-ungkapan yang diciptakan Dr. Wheeler merupakan semacam

jejak uap yang menandai jalur aspirasi fisika dalam beberapa dekade terakhir:

di antaranya black hole, buih quantum, hukum tanpa hukum.

“Gambaran utama dirinya ialah bahwa dia merupakan seorang visioner,”

kata Dr. Kip Thorne, profesor fisika di California Institute of Technology yang

merupakan murid Dr. Wheeler di Princeton. “Dia mencoba melihat lebih jauh di

atas horizon dibanding kebanyakan orang lewat intuisi fisikanya.”

“Dia mengembalikan kesenangan ke dalam fisika,” kata Dr. Max

Tegmark, kosmolog di Universitas Pennsylvania yang baru-baru ini

berkolaborasi dengan Dr. Wheeler, mengungkap alasan-alasan mengapa

ilmuwan menyukai Wheeler. Fisikawan, katanya, biasanya enggan

membicarakan Really Big Questions, seperti mengapa ada eksistensi, karena

khawatir dicap rapuh.

“Dia mengajari kita untuk tidak takut,” kata Dr. Tegmark.

Inilah masa perayaan bagi Dr. Wheeler dan masa penuaian panen

dari benih-benih inspirasi selama bergenerasi-generasi. Battelle Memorial

Institution of Columbus, Ohio, telah mendonasikan $3 juta untuk

Page 79: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

79

menganugerahkan guru besar fisika atas nama Dr. Wheeler di Princeton, yang

merayakan ulang tahun Dr. Wheeler dengan simposium sehari penuh pada

bulan Juli lalu, dan merencanakan acara yang lebih besar.

Really Big Questions yang disukai Dr. Wheeler akan dibahas ketika

ilmuwan-ilmuwan terkemuka berkumpul di sebuah pusat konferensi di sini

dalam simposium penghormatan, pada 16 Maret, yang berjudul sederhana,

“Science and Ultimate Reality”, yang disponsori oleh John Templeton

Foundation dan Peter Gruber Foundation Cosmology Prize.

RAJA FILSUF: PERCAKAPAN BOHR SISAKAN TANDA YANG TAK DAPAT DIHAPUSDr. Wheeler pernah menyamakan dirinya dengan Daniel Boone, yang merasa

terpaksa berjalan terus ke teritori baru setiap kali seseorang merapat satu

mil dengannya. Dalam fisika nuklirlah, sains inti padat atom-atom yang

mendengung, dia pertama kali membuat tandanya. Dilahirkan pada 9 Juli

1911 di Jacksonville, Fla., anak tertua dalam sebuah keluarga pustakawan, dia

memperoleh Ph.D fisikanya dari Universitas John Hopkins di usia 21 tahun.

Setahun kemudian, setelah bertunangan dengan kenalan lama, Janette

Hegner, hanya setelah tiga kali kencan – mereka telah menikah selama 67 tahun

dan mempunyai 3 orang anak, 8 cucu, dan 9 cicit – Dr. Wheeler berlayar menuju

Kopenhagen. Di sana, Bohr tengah memimpin sebuah insitut riset kecil-kecilan

dan bertindak sebagai raja filsuf sebuah revolusi yang telah menggoncangkan

fisika dan akal sehat sampai tulang sumsum pada dekade sebelumnya.

Batu pijak revolusi tersebut adalah prinsip ketidakpastian, diajukan

oleh Werner Heisenberg di tahun 1927, yang menetapkan batas fundamental

pada apa yang bisa diketahui dari alam, yang menyatakan, contohnya, bahwa

adalah mustahil, sekalipun secara teori, untuk mengetahui kecepatan dan

posisi sebuah partikel subatom secara sekaligus. Mengetahui salah satunya

akan merusak kemampuan untuk mengukur yang lainnya.

Alhasil, sebelum teramati, partikel dan peristiwa subatom eksis dalam

semacam awan kemungkinan, naga berasap. Dalam beberapa pengertian,

tak ada partikel atau fenomena riil, kata Bohr, hingga ia menjadi fenomena

teramati.

Tahun yang dihabiskan di Kopenhagen untuk menyaksikan Bohr

bergulat dengan paradoks-paradoks dunia quantum adalah permulaan

hubungan abadi yang meninggalkan sebuah tanda yang tak dapat dihapus.

Page 80: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

80

“Anda boleh bicara tentang orang-orang seperti Buddha, Yesus, Musa,

Konfusius, tapi hal yang membuat saya yakin bahwa orang-orang semacam

itu eksis adalah percakapan dengan Bohr,” kata Dr. Wheeler kemudian.

Pada Januari 1939, ketika Bohr datang mengunjungi AS, Dr. Wheeler,

sang profesor muda Princeton, menghampiri kapalnya.

Dalam beberapa minggu keduanya telah merancang sebuah teori

tentang bagaimana fisi nuklir, yang baru saja ditemukan di Jerman, bekerja.

Dalam model mereka, nukleus adalah seperti tetesan cair yang mulai bervibrasi

ketika neutron mengenainya, memanjang menjadi berbentuk kacang tanah

yang kemudian terbelah dua, menyemburkan energi dan partikel.

Dr. Wheeler selanjutnya larut dalam Manhattan Project untuk membuat

sebuah bom atom. Tapi dia masih menyalahkan dirinya atas ketertundaan

selama dua tahun antara tahun 1939 ketika Einstein menulis sebuah surat

untuk mendesak Presiden Franklin D. Roosevelt guna memulai sebuah proyek

bom dan ketika itu dimulai. Seandainya perang berakhir dua tahun lebih awal,

katanya, jutaan nyawa mungkin telah terselamatkan, termasuk seorang

adiknya, Joe, yang tewas bertempur di Italia, tapi dia cukup tahu apa yang

sedang berlangsung dalam fisika sehingga sempat mengirim sebuah kartu

kepada kakaknya ini pada tahun 1944 yang berbunyi, “Cepat!”

Dr. Wheeler memotong cuti panjang di Paris tahun 1950 untuk kembali

ke AS dan membantu Dr. Edward Teller mengembangkan bom hidrogen.

Atas kecerobohannya, Dr. Wheeler pernah ditegur secara resmi oleh Presiden

Dwight D. Eisenhower karena menghilangkan sebuah dokumen rahasia di

kereta, tapi berikutnya dia dihormati oleh Presiden Lyndon B. Johnson dalam

sebuah upacara Gedung Putih.

GERBANG WAKTU: JALAN BUNTU PANDANGAN KOSMIK YANG PARADOKSDalam kehidupan akademis, Dr. Wheeler merasa dirinya terpancing

meninggalkan fisika nuklir karena teori-teori dari penghuni Princeton lainnya,

Einstein. Keduanya kadang-kadang membicarakan teori quantum, yang

menurut Einstein bersifat acak, tapi yang membangkitkan minat Dr. Wheeler

adalah teori relativitas Einstein.

Gravitasi, menurut pandangan Einstein, hanyalah geometri ruang-

waktu, yang melengkung atau “curved” dengan kehadiran materi atau energi,

seperti matras yang melengkung karena orang besar dan kuat yang berbaring

di atasnya.

Page 81: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

81

Bagian yang paling menarik perhatian Dr. Wheeler adalah prediksi

yang terkandung dalam persamaan tersebut: materi, katakanlah di sebuah

bintang mati, bisa kolaps menjadi timbunan yang begitu padat sehingga

cahaya sekalipun tidak bisa melepaskan diri darinya, hingga akhirnya meremas

dirinya sendiri sampai lenyap. Di pusatnya, ruang melengkung tak terhingga,

dan sebagaimana dikatakan Dr. Wheeler, “asap keluar dari komputer”. Ruang,

waktu, dan bahkan hukum fisika sendiri berhenti berfungsi di jalan buntu

kosmik ini, yang disebut singularitas.

Dr. Wheeler menetapkan misi untuk menyiagakan seluruh koleganya

terhadap pandangan fisika paradoks yang memprediksikan kematiannya

sendiri. Dr. Wheeler menjadikan Princeton sebagai pusat riset relativitas

umum, sebuah bidang yang hampir menemui ajal gara-gara keterpisahannya

dari eksperimen laboratorium, di AS.

“Dia meremajakan kembali relativitas umum,” kata Dr. Freeman Dyson,

teoris di Institute for Advanced Study, di kota seberang Princeton.

Pada tahun 1967, dalam sebuah konferensi di New York City, barulah Dr.

Wheeler, yang menerima usulan yang diserukan audiens, menemukan nama

“black hole” untuk mendramatisasi kemungkinan mengerikan bagi bintang

dan fisika ini.

Black hole “mengajari kita bahwa ruang bisa digumalkan seperti

sehelai kertas menjadi noktah infinitesimal (sangat kecil), bahwa waktu bisa

dipadamkan seperti api yang padam, dan bahwa hukum fisika yang kita

anggap ‘sakral’, tak dapat diubah, adalah sama sekali tidak demikian,” katanya

kemudian dalam otobiografinya tahun 1998, “Geons, Black Holes & Quantum

Foam: A Life in Physics”, yang ditulis bersama Dr. Kenneth Ford, bekas

muridnya dan pensiunan direktur American Institute of Physics.

Selain itu, nasehat Dr. Wheeler, kemacetan fisika tidak bisa diputuskan

di sebuah bintang mati yang jauh. Dia menjelaskan bahwa ruang dan waktu

pun harus patuh pada prinsip ketidakpastian. Ketika memandang pada skala

yang sangat kecil atau kelahiran Big Bang yang mampat, apa yang terlihat

begitu lembut dan continuous (tersambung), seperti samudera yang dilihat

dari pesawat, akan menjadi discontinuous (terputus), larut seperti istana

pasir kering menjadi titik-titik dan wormhole-wormhole tak terhubung yang

berantakan yang dijuluki oleh Dr. Wheeler sebagai “buih quantum”.

Dalam beberapa hal, black hole atau “gerbang waktu”, demikian dia

kemudian menyebutnya, berada di mana-mana, di bawah kuku tangan kita,

Page 82: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

82

berkat prinsip ketidakpastian, dan karenanya juga merupakan isu tentang dari

mana hukum fisika berasal.

Pada 1970-an, Dr. Wheeler bersiap untuk jalan terus. Dihadapkan

dengan perintah pensiun dari mengajar di Princeton, dia pindah ke Universitas

Texas, di mana dia beralih ke bidang yang sangat kecil, yaitu quantum, dengan

semangat dan kefasihan berbicara yang pernah dia curahkan pada black hole.

“Relativitas itu mengasyikkan tapi tidak mengejutkan, tidak istimewa,”

katanya suatu kali kepada Dr. Ford. “Teori quantum masih menjadi misteri; ini

adalah tantangan lebih besar bagi abad 21.”

Satu gagasan yang diselidiki olehnya dan koleganya adalah pendapat

bahwa alam semesta merupakan sebuah komputer raksasa dan bahwa teori

quantum bisa diperoleh dari teori informasi, logika bit dan byte.

Penelitian itu berlanjut, dan kelak menjadi salah satu topik diskusi

utama di Princeton.

IT FROM BIT: PERKATAAN EINSTEIN DITATAH PADA BATUDiharuskan mengurangi kegiatan setelah operasi bypass, Dr. Wheeler pindah

ke sebuah rumah peristirahatan dekat Princeton pada tahun 1986.

Dalam sebuah perjalanan makan siangnya baru-baru ini, Dr. Wheeler

membawa seorang pengunjung mengambil jalan memutar melewati

bangunan bata merah berumur tua yang pernah dikenal sebagai Fine Hall, kini

Jones Hall, menunjukkan kantor-kantor yang pernah ditempati oleh dirinya,

Einstein, dan Bohr pada tahun 1939.

Di seberang aula itu terdapat sebuah lounge dengan deretan jendela,

sofa kulit, dan perapian berukiran tulisan dari Einstein pada papannya.

“Raffiniert ist der Herr Gott, aber Boshaft ist er nicht,” kata Dr. Wheeler,

membaca. Lantas ia menerjemahkannya, kira-kira, “God is clever, but he’s not

malicious” (Tuhan itu cerdik, tapi tidak jahat).

Ketika ditanya apakah dirinya setuju, Dr. Wheeler mengangguk, lalu

mengacungkan tinjunya sebagai penegasan.

Kembali ke kantornya, Dr Wheeler menyibukkan diri di depan papan

tulis dengan sebuah diagram yang merupakan simbol keganjilan quantum,

dan simbol harapannya untuk mengkonstruksi model alam semesta beserta

hukumnya yang “kacau-balau”, sebagaimana dia senang menyebutnya, dari

kenihilan.

Page 83: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

83

Ini disebut eksperimen double slit. Di dalamnya, sebuah elektron atau

partikel lain terbang ke arah screen bersepasang slit. Di belakang screen

ada fisikawan yang mempunyai dua pilihan eksperimen. Yang satu akan

menunjukkan bahwa elektron adalah sebuah partikel dan melewati salah satu

slit; yang lain akan menunjukkan bahwa ia adalah sebuah gelombang dan

melewati kedua slit, menghasilkan pola interferensi. Elektron akan menjadi

salah satu dari keduanya (partikel atau gelombang) tergantung pada pilihan

pelaksana eksperimen.

Ini cukup ganjil, tapi di tahun 1978 Dr. Wheeler menjelaskan bahwa

pelaksana eksperimen dapat menunggu sampai elektron melewati slit

sebelum memutuskan detektor mana yang digunakan dan apakah itu

merupakan partikel atau gelombang. Praktisnya, dalam eksperimen “pilihan

tertunda” ini, fisikawan akan berpartisipasi dalam menciptakan masa lalu.

Dalam sebuah paper tahun 1993, Dr. Wheeler menyamakan partikel

seperti itu dengan “naga besar berasap”, yang ekornya berada di slit masuk

chamber sementara giginya berada di detektor, tapi di antara itu – sebelum

ia “terdaftar” di detektor sebagai sebuah fenomena – terdapat awan,

probabilitas berasap.

Barangkali masa lalu itu sendiri adalah naga berasap yang sedang

menanti persepsi (tanggapan) kita.

Dia penasaran apakah eksperimen “pilihan tertunda” tersebut adalah

resep tentang bagaimana alam semesta bisa dibangun dari informasi, seperti

dalam game 20 pertanyaan kosmik, serangkaian keputusan ya-tidak yang

dihasilkan dari miliaran pengamatan quantum. Ini adalah sebuah konsep yang

telah dikenal dengan banyak nama dalam beberapa dekade terakhir, mulai dari

“genesis by observership” sampai “participatory universe”, dan mode terbaru, “it

from bit”.

Umumnya terdapat sebuah diagram, sebenarnya sebuah kartun, yang

terdiri dari sebuah U besar dengan sebuah bola mata di atas salah satu tangkai

yang menoleh ke tangkai lain. Ujung U kurus tidak berhiasan adalah Big Bang,

jelas Dr. Wheeler, menelusurkan jarinya sepanjang putaran.

“Model alam semesta dimulai dari [bentuk] kurus dan kemudian

membesar,” katanya. “Akhirnya itu membangkitkan kehidupan dan akal dan

kemampuan untuk mengamati, dan lewat tindakan pengamatan terhadap

hari-hari pertama, kita memberikan realitas pada hari-hari pertama itu.”

Page 84: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

84

Sebuah petikan bertanggal 29 Januari 2002 dari jurnal Dr. Wheeler

berbunyi: “Tak ada ruang, tak ada waktu, tak ada gravitasi, tak ada

elektromagnetisme, tak ada partikel. Kita kembali ke masa di mana Plato,

Aristoteles, dan Parmenides bergulat dengan pertanyaan-pertanyaan besar:

Bagaimana Ada Alam Semesta, Bagaimana Ada Kita, Bagaimana Ada Segala

Sesuatu? Tapi untunglah kita hampir memiliki jawaban atas pertanyaan ini.

Yaitu kita.”

Ini adalah pendapat yang terlalu mencolok bahkan untuk seorang

petualang seperti Dr. Wheeler.

Tapi sebagaimana dikatakan Dr. Thorne, rekam jejak Dr. Wheeler

dengan gagasan-gagasan gilanya herannya sangat bagus. Salah satu gagasan

itu telah membawa pada penganugerahan Hadiah Nobel untuk murid Dr.

Wheeler, Dr. Richard Feynman, fisikawan Caltech terkemuka. Dr. Thorne

mengingat perkataan Dr. Feynman kepada dirinya suatu kali, “Beberapa orang

berpikir Wheeler menjadi gila dalam tahun-tahun terakhirnya, padahal dia

memang senantiasa gila.”

Page 85: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

85

PADA musim gugur tahun 1915, Albert Einstein, yang hidup di tengah-

tengah kekacauan sebagai bujangan dengan kopi, rokok, dan kesendirian

di Berlin, hampir menuliskan sentuhan akhir pada teori gravitasi baru yang

telah dia kejar melalui labirin matematika dan logika selama hampir satu

dekade. Tapi pertama-tama dia harus mengetahui apa yang harus dikatakan

teorinya tentang planet Merkurius, yang orbitnya di sekitar Matahari

bertentangan dengan keakuratan Newtonian yang sudah lama mengatur

kosmos dan sains. Hasilnya adalah semacam “boing” kosmik yang mengubah

kehidupannya.

Teori relativitas umum Einstein, demikian dikenalnya, menjelaskan

gravitasi sebagai ruang-waktu yang melengkung. Teori itu tidak punya faktor

– tak ada angka untuk diputar-putar. Ketika kalkulasi menetapkan orbit

Merkurius, jantung Einstein berdebar. Sesuatu di dalam dirinya membentak,

cerita dia kemudian, dan keraguan yang pernah dia rasakan atas teorinya

berubah menjadi apa yang disebut seorang teman sebagai “keyakinan liar”.

Dia selanjutnya bercerita kepada seorang murid bahwa akan “sangat buruk

bagi Tuhan” jika nantinya teori itu terbantahkan.

Pengalaman melewati jalan panjang meyakinkan Einstein

bahwa matematika bisa menjadi kawat telegraf menuju Tuhan, dan dia

menghabiskan sebagian besar sisa hidupnya dalam pengejaran—yang semakin

abstrak dan akhirnya sia-sia—teori fisika terpadu/final (unified theory of

physics).

Jarang memang ilmuwan yang tidak tergoda oleh keindahan

persamaannya sendiri dan tercengang oleh apa yang pernah disebut fisikawan

Dr. Eugene Wigner (dari Princeton) sebagai “keefektifan matematika yang tak

masuk akal” dalam menjelaskan dunia.

Surutnya bulan tiada akhir, warna khayali pelangi, kuatnya gelombang

kejut nuklir, semuanya dapat diterangkan oleh goresan-goresan di atas sehelai

kertas, yaitu persamaan. Setiap kali pesawat mendarat dengan aman dan

REALITAS MATEMATIKAPersamaan Sains Paling Memikat: Keindahan sama dengan Kebenaran

Page 86: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

86

tepat waktu, komputer mem-booting up, atau kue terbuat dengan benar,

keajaiban tercipta berulang-ulang. “Hal yang paling tidak dapat dimengerti

dari alam semesta adalah bahwa ia dapat dimengerti,” ucap Einstein.

Matematika adalah bahasa fisika, tapi apakah ia bahasa Tuhan?

Matematikawan sering mengatakan bahwa mereka merasa seolah-

olah teorema-teorema dan hukum-hukum mereka mempunyai satu realitas

objektif, seperti alam gagasan sempurnanya Plato, yang tidak mereka ciptakan

atau konstruksi sesederhana mereka temukan. Tapi penyamaan matematika

dengan realitas, kata yang lain, mengirimkan arena pengalaman yang luas

menuju kegelapan. Belum ada penjelasan matematis atas kehidupan, cinta,

dan kesadaran.

“Sepanjang hukum matematika merujuk realitas, ia tidaklah pasti; dan

sepanjang ia pasti, ia tidak merujuk realitas,” kata Einstein.

Dia tetap berpendapat bahwa menjelaskan prinsip ilmiah kepada

seorang anak melalui perkataan seharusnya mungkin, tapi pengikutnya sering

bersikeras bahwa perkataan saja tidak dapat menyampaikan keagungan fisika,

bahwa ada satu keindahan yang hanya terlihat oleh ahli matematika.

Keindahan tidak manusiawi itulah yang sudah lama menjadi daya

tarik bagi fisikawan, kata Dr. Graham Farmelo, fisikawan di Science Museum

di London dan editor buku “It Must Be Beautiful: Great Equations of Modern

Science”.

“Anda dapat menuliskannya pada telapak tangan Anda dan itu

membentuk alam semesta,” ucap Dr. Farmelo mengenai persamaan gravitasi

Einstein, persamaan yang mendebarkan jantung. Dia menyamakan perasaan

memahami persamaan semacam itu dengan emosi yang Anda alami “ketika

Anda mengambil kepemilikan sebuah lukisan atau syair besar.”

Dengan harapan mengajak kita semua untuk memiliki suatu warisan

intelektual kita, Dr. Farmelo merekrut ilmuwan, sejarawan, dan penulis

sains untuk menulis tentang kehidupan dan sejarah 11 persamaan paling

berpengaruh atau terkenal buruk dalam sains abad 20.

Buku itu sebagian merupakan meditasi tentang keindahan matematika,

mungkin sebuah konsep yang sulit bagi banyak rakyat Amerika sekarang

karena mereka sedang menghadapi formulir pajak mereka. Tapi sebagaimana

ditekankan oleh Dr. Farmelo dalam sebuah wawancara, orang paling keras

kepala sekalipun melihat keanggunan matematika secara sekilas saat,

contohnya, mencocokkan buku cek.

Page 87: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

87

Bayangkan bahwa pemotongan pajak Anda selalu sama persis dengan

pajak yang harus Anda lunasi. Atau bahwa odometer mobil Anda selalu

berbalik ke nol tak peduli seberapa jauh Anda telah berkendara. Peristiwa

semacam itu adalah bukti pola-pola dalam urusan finansial Anda atau

kebiasaan berkendara Anda yang mungkin berguna dalam mempersiapkan

formulir pajak atau menjadwalkan pemeliharaan mobil.

Pola yang paling dijunjung tinggi dalam fisika modern mutakhir adalah

kesimetrian. Sebagaimana wajah dan kepingan salju yang indah dengan

pola simetrisnya, begitu pula hukum fisika yang dianggap lebih indah jika ia

mempertahankan bentuk yang sama ketika kita mengubah sesuatu dengan,

misalnya, pindah ke sisi lain alam semesta, membuat jam-jam berjalan

mundur, atau memutar lab pada sebuah korsel.

Persamaan yang bagus, kata Dr. Farmelo, semestinya merupakan

pemampatan kebenaran tanpa simbol yang janggal. Dr. Farmelo mencari

atribut-atribut seperti universalitas, kesederhanaan, ketakterelakkan, sebuah

kekuatan dasar dan “logika granitis” dari hubungan yang dilukiskan oleh

simbol-simbol itu.

Contohnya, E = mc2 -nya Einstein, yang digambarkan oleh Dr. Peter

Galison (sejarawan dan fisikawan Harvard) dalam buku itu sebagai ”nama lain

dari pengetahuan teknis dalam bentuk besar”, seraya menambahkan, “Ambisi

kita akan sains, cita-cita kita untuk memahami, dan mimpi buruk kita akan

kehancuran, terjejal dalam beberapa goresan pena.”

Ketika sampai pada pencarian keindahan dalam fisika, Einstein pun

termasuk orang yang kikir dibandingkan dengan teoris Inggris, Paul Dirac,

yang pernah mengatakan “lebih penting untuk menemukan keindahan dalam

persamaan seseorang daripada harus mencocokkannya dengan eksperimen.”

Sebuah esai karangan Dr. Frank Wilczek, profesor fisika di

Massachusetts Institute of Technology, menceriterakan bagaimana Dirac saat

berusia 25 tahun mempublikasikan sebuah persamaan di tahun 1928 yang

dimaksudkan untuk menjelaskan perilaku elektron, partikel unsur paling dasar

dan ringan yang dikenal pada saat itu. Dirac sampai pada rumusnya dengan

“bermain-main” dalam pencarian “matematika indah”, sebagaimana dia suatu

kali katakan. Persamaan Dirac berhasil menggabungkan pedoman relativitas

Einstein dengan pedoman mekanika quantum (kaidah radikal yang berlaku

pada skala-skala sangat kecil), dan menjadi batu pijak fisika sejak saat itu.

Page 88: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

88

Tapi ada satu masalah. Persamaan tersebut mempunyai dua solusi,

yang satu mewakili elektron, dan yang lain mewakili lawannya, sebuah partikel

berenergi negatif dan bermuatan positif, yang belum pernah terlihat atau

dicurigai sebelumnya.

Dirac akhirnya menyimpulkan bahwa elektron (dan itu berlaku pada

semua partikel unsur lain) mempunyai seorang kembaran, antipartikel.

Menurut interpretasi awal Dirac, seandainya elektron adalah bukit, gumpalan,

di ruang, maka antipartikelnya, positron, adalah lubang – jika ditambahkan

mereka berjumlah nol, dan mereka dapat diciptakan dan dimusnahkan dalam

pasangan sebanding. Penciptaan dan pemusnahan tersebut kini merupakan

urusan utama akselerator partikel dan fisika high-energy. Persamaan Dirac

telah memberi dunia pandangan pertamanya mengenai antimateri, yang

menyusun, setidaknya secara prinsip, setengah alam semesta.

Partikel antimateri pertama yang teramati, antielektron, ditemukan

di tahun 1932, dan Dirac memenangkan Hadiah Nobel di tahun berikutnya.

Prestasinya selalu terseret-seret sebagai Exhibit A dalam percekcokan untuk

menunjukkan bahwa matematika memang betul-betul berkaitan dengan

realitas.

“Dalam fisika modern, dan barangkali sepanjang sejarah intelektual,

tidak ada episode yang lebih baik dalam mengilustrasikan sifat kreatif

pemikiran matematika dibanding sejarah persamaan Dirac,” tulis Dr. Wilczek.

Jika ditilik kembali, tulis Dr. Wilczek, apa yang coba dilakukan Dirac

adalah mustahil secara matematis. Tapi, seperti tawon besar yang tidak tahu

dirinya tidak bisa terbang, melalui serangkaian asumsi inkonsisten, Dirac

menggali rahasia alam semesta.

Dirac mulai menganggap elektron dan lawannya, si “lubang”, sebagai

entitas fundamental yang harus dijelaskan, tapi fakta bahwa mereka bisa

diciptakan dan dimusnahkan mengandung arti bahwa mereka sebenarnya

adalah partikel fana yang bisa dihidupkan dan dimatikan seperti lampu senter,

jelas Dr. Wilczek.

Yang tetap menjadi subjek persamaan Dirac dan realitas utama fisika

partikel, katanya, adalah medan, dalam kasus ini medan elektron, yang

merembesi ruang. Elektron dan lawannya hanyalah manifestasi singkat

medan ini, seperti kepingan salju dalam badai.

Namun, teori medan quantum ini (demikian itu dikenal) harus

melompat melewati hoop matematis yang sama dengan elektronnya Dirac,

Page 89: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

89

salah satu katedral sains, dan dengan demikian persamaan Dirac bisa

bertahan. “Saat sebuah persamaan bisa sesukses persamaan Dirac, artinya

tidak mungkin keliru,” tulis Dr. Steven Weinberg, peraih Nobel fisika tahun

1979 dari Universitas Texas, dalam kalimat penutup buku Dr. Farmelo.

Memang, sebagaimana telah dijelaskan Dr. Weinberg dalam sebuah

buku sebelumnya, kekeliruan seringkali terdapat dalam kurangnya kita

menaruh keyakinan terhadap persamaan-persamaan kita. Pada akhir 1940-

an, sekelompok teoris di Universitas George Washington yang dipimpin oleh

Dr. George Gamow mengkalkulasikan bahwa kelahiran alam semesta dalam

sebuah Big Bang menyisakan ruang angkasa penuh radiasi panas, tapi mereka

tidak memikirkan hasil kalkulasi tersebut secara serius untuk menyusun

penyelidikan radiasi. Satu kelompok lain kemudian menemukannya secara

kebetulan di tahun 1965 dan memenangkan Hadiah Nobel.

Menganalisa selang waktu ini, dalam bukunya, “The First Three

Minutes” (1997), Dr. Weinberg menulis: “Ini acapkali terjadi dalam fisika.

Kekeliruan kita bukanlah bahwa kita terlalu serius memikirkan teori-teori kita,

melainkan kita tidak memikirkannya dengan cukup serius. Selalu sulit untuk

menyadari bahwa angka-angka dan persamaan-persamaan yang kita mainkan

di meja kita ini memiliki kaitan dengan dunia riil.”

Page 90: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

90

A Famous Einstein ‘Fudge’ Returns to Haunt Cosmology, By Dennis Overbye.

May 26, 1998, Late Edition – Final, Section F, Page 1, Science Desk.

Quantum Theory Tugged, And All of Physics Unraveled, By Dennis Overbye.

December 12, 2000, Late Edition – Final, Section F, Page 1, Science Desk.

Essay; In the New Physics, No Quark Is an Island, By Dennis Overbye. March 20,

2001, Late Edition – Final, Section F, Page 1, Science Desk.

From Light to Darkness: Astronomy’s New Universe, By Dennis Overbye. April

10, 2001, Late Edition – Final, Section F, Page 1, Science Desk.

Before the Big Bang, There Was…What?, By Dennis Overbye. May 22, 2001,

Late Edition – Final, Section F, Page 1, Science Desk.

Theorists of Inner Space Look to Observers of Outer Space, By Dennis Overbye.

June 12, 2001, Late Edition – Final, Section F, Page 5, Science Desk.

Cracking the Cosmic Code With a Little Help From Dr. Hawking, By Dennis

Overbye. December 11, 2001, Late Edition – Final, Section F, Page 5

Science Desk.

The End of Everything, By Dennis Overbye. January 1, 2002, Late Edition – Final,

Section F, Page 1, Science Desk.

Dark Matter, Still Elusive, Gains Visibility, By Dennis Overbye. January 8, 2002,

Late Edition – Final, Section F, Page 1, Science Desk.

Breakthrough Is Still an Enigma, By Dennis Overbye. January 22, 2002, Late

Edition – Final, Section F, Page 1, Science Desk.

Peering Through the Gates of Time, By Dennis Overbye. March 12, 2002, Late

Edition – Final, Section F, Page 1, Science Desk.

The Most Seductive Equation in Science: Beauty Equals Truth, By Dennis

Overbye. March 26, 2002, Late Edition – Final, Section F, Page 5, Science

Desk.

KUTIPAN

Page 91: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

91

Page 92: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

Sebagai orang awam, rasanya kita mulai memahami mengapa terdapat

kesimpulan yang menyebutkan bahwa alam semesta ini tidak diciptakan,

kebetulan, muncul begitu saja, kekal selamanya. Setiap kata di buku ini

ditulis. Meskipun Anda menjadi malaikat atau bahkan menjadi komunis atau

atheis hanya agar sebuah huruf di buku ini muncul dengan sendirinya, itu

tidak akan terjadi. Namun rupanya analogi tersebut tidak bisa Anda ajukan

begitu saja kepada ilmuwan karena mereka melihat kehalusan luar biasa di

alam semesta. Seolah-olah kemunculan kita di alam semesta adalah sebuah

keharusan. Jadi, untuk mudahnya kita dapat mengatakan: "ALLAH adalah

yang Haq." Rasulullah SAW bersabda: Bait syair (puisi) paling bagus yang

pernah diucapkan oleh orang-orang Arab adalah bait syair Labid: "Ketahuilah,

segala sesuatu selain Allah adalah batil." Wajar jika orang-orang non-Muslim

tidak mengenal apa itu Haq. Perkataan Rasulullah ini adalah jawaban singkat

yang nyata bagi orang-orang kafir.

SESA NA

Page 93: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

Dan Allah menciptakan langit dan bumi dengan tujuan yang benar

dan agar dibalasi tiap-tiap diri terhadap apa yang dikerjakannya,

dan mereka tidak akan dirugikan.

(QS. Al-Jaatsiyah [45]: 22)

Rasulullah saw. ditanya: "Wahai Rasulullah!

Apakah sudah diketahui orang yang akan menjadi penghuni surga

dan orang yang akan menjadi penghuni neraka?"

Rasulullah saw. menjawab: "Ya." Kemudian beliau ditanya lagi: "Jadi untuk apa

orang-orang harus beramal?" Rasulullah saw. menjawab: "Setiap orang akan

dimudahkan untuk melakukan apa yang telah menjadi takdirnya."

(HR. Muslim)

NUHUN KA

Page 94: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta

Mereka akan bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Dzulkarnain. Katakanlah: “Aku akan bacakan kepadamu cerita tentangnya.” | Sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepadanya di (muka) bumi, dan Kami telah memberikan kepadanya jalan (untuk mencapai) segala sesuatu, | maka diapun menempuh suatu jalan. | Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbenam matahari, dia melihat matahari terbenam di dalam laut yang berlumpur hitam, dan dia mendapati di situ segolongan umat. Kami berkata: “Hai Dzulkarnain, kamu boleh menyiksa atau boleh berbuat kebaikan terhadap mereka.” | Berkata Dzulkarnain: “Adapun orang yang aniaya, maka kami kelak akan mengazabnya, kemudian dia kembalikan kepada Tuhannya, lalu Tuhan mengazabnya dengan azab yang tiada taranya. | Adapun orang-orang yang beriman dan beramal saleh, maka baginya pahala yang terbaik sebagai balasan, dan akan kami titahkan kepadanya (perintah) yang mudah dari perintah-perintah kami.” | Kemudian dia menempuh jalan (yang lain). | Hingga apabila dia telah sampai ke tempat terbit matahari (sebelah Timur) dia mendapati matahari itu menyinari segolongan umat yang Kami tidak menjadikan bagi mereka sesuatu yang melindunginya dari (cahaya) matahari itu, | demikianlah, dan sesungguhnya ilmu Kami meliputi segala apa yang ada padanya. | Kemudian dia menempuh suatu jalan (yang lain lagi). | Hingga apabila dia telah sampai di antara dua buah gunung, dia mendapati di hadapan kedua bukit itu suatu kaum yang hampir tidak mengerti pembicaraan. | Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?” | Dzulkarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka, | berilah aku potongan-potongan besi.” Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain: “Tiuplah (api itu).” Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku tuangkan ke atas besi panas itu.” | Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melubanginya. | Dzulkarnain berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar.”

Kadang sabar itu memanas seperti api...Kadang amarah itu mengalir seperti air...

“Aku tahu, setiap kali aku membuka sebuah buku,aku akan bisa menguak sepetak langit.Dan jika aku membaca sebuah kalimat baru,aku akan sedikit lebih banyak tahu dibandingkan sebelumnya.Dan segala yang kubaca akan membuat duniadan diriku menjadi lebih besar dan luas.” (Jostein Gaarder dan Klaus Hagerup)

Page 95: Dennis Overbye - Misteri Alam Semesta