DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS...

93
HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS KELAMIN SKRIPSI disajikan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi. oleh Bidayatul Hidayah 1511412134 JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2016

Transcript of DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS...

Page 1: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE

DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN

DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

oleh

Bidayatul Hidayah

1511412134

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

Page 2: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

i

HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE

DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN

DITINJAU DARI JENIS KELAMIN

SKRIPSI

disajikan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi.

oleh

Bidayatul Hidayah

1511412134

JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

Page 3: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

ii

Page 4: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

iii

Page 5: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

iv

MOTTO DAN PERUNTUKAN

Motto:

We only have one life to live, so you better make the best of it

(Bruno Mars - Today My Life Begins)

Peruntukan:

Penulis peruntukan karya ini kepada:

Semangat terbesar dalam hidup penulis,

Bapak Suyanto, Ibu Khalsum, Dek

Dimas.

Page 6: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala rahmat,

hidayah, dan anugerah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penyusunan

skripsi yang berjudul “Hubungan antara Emotional Intelligence dengan

Manajemen Konflik Perkawinan Ditinjau dari Jenis Kelamin” dengan lancar.

Bantuan, motivasi, dukungan, dan doa dari berbagai pihak yang membantu

penulis menyelesaikan skripsi ini, oleh karena itu penulis mengucapkan terima

kasih setulus hati kepada :

1. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd., Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas

Negeri Semarang.

2. Drs. Sugeng Hariyadi, S.Psi, M.Si., Ketua Jurusan Psikologi Fakultas Ilmu

Pendidikan Universitas Negeri Semarang dan sekaligus Dosen Pembimbing

yang telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan bimbingan

kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik

3. Luthfi Fathan Dahriyanto, S.Psi., M.A., Dosen Pembimbing Akademik yang

dengan kesabaranya memberikan dukungan dan semangat kepada penulis

dalam penyelesaian skripsi ini.

4. Nuke Martiarini, S.Psi., M. A., Penguji I yang telah memberikan masukan

dan penilaian kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan

baik.

5. Sugiariyanti, S.Psi., M.A., Penguji II yang telah memberikan masukan dan

penilaian kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

Page 7: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

vi

6. Seluruh Bapak dan Ibu Dosen serta Staf di Jurusan Psikologi yang telah

berkenan membagikan ilmu dan pengalaman kepada penulis.

7. Teman-teman psikologi angkatan 2012, khususnya Kukuh, Annisa, Priska,

Agung, Wedha, Hevalia, Enjang dan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu,

yang telah menempuh studi dengan penulis dalam suka dan duka.

8. Bapak, Ibu, Tante Heni, Om Arip, Om Imam, Mbah Siti, Dek Dimas yang

telah memberikan segenap doa, perhatian, dan dukungan yang tiada lelahnya

kepada penulis.

9. Semua pihak yang turut membantu penyelesaian skripsi ini yang tidak dapat

penulis sebutkan satu per satu.

Akhirnya penulis mengucapkan terimakasih setulus hati kepada semua

pihak yang telah membantu penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini

memberikan manfaat dan kontribusi untuk perkembangan ilmu, khususnya

psikologi.

Semarang, 26 Mei 2016

Penulis

Page 8: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

vii

ABSTRAK

Hidayah, Bidayatul. 2016. Hubungan antara Emotional Intelligence dengan Manajemen Konflik Perkawinan Ditinjau dari Jenis Kelamin. Skripsi. Jurusan

Psikologi Fakultas Ilmu Pendidikan. Pembimbing Utama: Drs. Sugeng Hariyadi,

S. Psi, M.Si

Kata kunci: Emotional Intelligence, Manajemen Konflik Perkawinan.

Perkawinan 5 tahun pertama adalah masa-masa rawan konflik, karena

pasangan dalam proses menyesuaikan diri. Dibutuhkan manajemen konflik yang

baik agar dapat saling mempertahankan hubungan. Faktor yang mempengaruhi

manajemen konflik salah satunya adalah emotional intelligence dan jenis kelamin.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara emotional intelligencedengan manajemen konflik perkawinan, dan untuk mengetahui perbedaan

emotional intelligence dan manajemen konflik perkawinan ditinjau dari jenis

kelamin.

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan teknik

korelasional dan komparasi. Populasi dalam penelitian ini adalah pasangan

Suami-Isteri di Semarang berjumlah 182 orang. Teknik sampling yang digunakan

dalam penelitian ini adalah Multiple Stage Sampling. Manajemen konflik diukur

dengan skala berjumlah 20 aitem dengan validitas sebesar 0,000 sampai dengan

0,046 dan koefisien reliabilitas sebesar 0,670 Sedangkan emotional intellegencediukur dengan menggunakan skala berjumlah 27 aitem dengan validitas sebesar

0,000 sampai dengan 0,008 dan koefisiens reliabilitas sebesar 0,672. Uji hipotesis

menggunakan teknik korelasi product moment (Pearson) dan teknik T-Test Two IndependentSample.

Berdasarkan hasil analisis deskriptif menunjukkan bahwa secara umum

manajemen konflik perkawinan dan emotional intelligence dari keseluruhan

kelompok subjek berada pada kategori sedang. Hasil uji hipotesis menunjukkan

ada hubungan positif antara emotional intelligence dengan manajemen konflik

perkawinan. Hasil uji komparasi manajemen konflik antara Suami dan Isteri yang

dilakukan dengan teknik T-Test Two IndependentSample menunjukkan terdapat

perbedaan manajemen konflik perkawinan antara laki-laki dan perempuan.

Perbedaan mean pada skor manajemen konflik antara kelompok laki-laki dan

perempuan menunjukkan bahwa skor manajemen konflik kelompok perempuan

lebih besar dari skor manajemen konflik kelompok laki-laki. Berarti dapat

disimpulkan bahwa kelompok perempuan mempunyai kemampuan manajemen

konflik perkawinan lebih baik daripada kelompok laki-laki. Sedangkan uji

komparasi emotional intelligence antara Suami dan Isteri dilakukan dengan teknik

T-Test Two IndependentSample menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang

signifikan emotional intelligence antara Suami dan Isteri (Laki-Laki dan

Perempuan).

Page 9: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

viii

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i

PERNYATAAN ............................................................................................ ii

PENGESAHAN ............................................................................................ iii

MOTTO DAN PERUNTUKAN ................................................................... iv

KATA PENGANTAR .................................................................................. v

ABSTRAK .................................................................................................... vii

DAFTAR ISI ................................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ......................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xvii

BAB

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .................................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................. 16

1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................. 16

1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................ 17

2. LANDASAN TEORI

2.1 Perkawinan ........................................................................................ 18

2.1.1 Pengertian perkawinan ...................................................................... 18

2.1.2 Tujuan Perkawinan............................................................................ 19

2.1.3 Latar Belakang Perkawinan .............................................................. 21

2.2 Konflik Dalam Perkawinan ............................................................... 23

Page 10: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

ix

2.2.1 Konflik ............................................................................................. 23

2.2.1.1 Pengertian Konflik ............................................................................ 23

2.2.1.2 Strategi Dalam Konflik ..................................................................... 24

2.2.2 Konflik Dalam Perkawinan ............................................................... 25

2.2.3 Tipe – Tipe Konflik ........................................................................... 27

2.2.4 Konflik pada Tahun-Tahun Awal Perkawinan ................................. 33

2.3 Manajemen Konflik .......................................................................... 35

2.3.1 Sikap Terhadap Konflik .................................................................... 35

2.3.2 Upaya Mengatasi Konflik Rumah Tangga ........................................ 37

2.3.3 Manajemen Konflik Rumah Tangga ................................................. 38

2.3.3.1 Penyelesaian Konflik ......................................................................... 39

2.3.3.2 Gaya Penyelesaian Konflik ............................................................... 39

2.3.3.3 Aspek Manajemen Konflik................................................................. 44

2.3.3.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Manajemen Konflik ................ 45

2.4 Emotional Intelligence ...................................................................... 46

2.4.1 Emosi ................................................................................................ 46

2.4.2 Pengertian Emotional Intelligence .................................................... 49

2.4.3 Aspek Emotional Intelligence ........................................................... 50

2.5 Jenis Kelamin .................................................................................... 53

2.5.1 Perbedaan Emosi Laki-Laki dan Perempuan .................................... 55

2.5.2 Perbedaan Manajemen Konflik Laki-Laki dan Perempuan .............. 57

2.6 Penelitian Terkait Emotional Intelligence dan Manajemen Konflik

Perkawinan ........................................................................................ 58

Page 11: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

x

2.6 Hubungan antara Emotional Intelligence dengan Manajemen

Konflik Perkawinan .......................................................................... 59

2.7 Hipotesis ............................................................................................ 66

3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis dan Desain Penelitian ............................................................... 67

3.2 Identifikasi Variabel Penelitian ......................................................... 68

3.2.1 Variabel Dependent (Terikat) ........................................................... 68

3.2.2 Variabel Independent (Bebas) ........................................................... 68

3.3 Definisi Operasional.......................................................................... 68

3.3.1 Emotional Intelligence ...................................................................... 68

3.3.2 Manajemen Konflik .......................................................................... 69

3.3.3 Jenis Kelamin .................................................................................... 69

3.4 Subjek Penelitian ............................................................................... 69

3.4.1 Populasi ............................................................................................. 69

3.4.2 Sampel ............................................................................................... 71

3.5 Metode Pengumpulan data ................................................................ 80

3.5.1 Alat Pengumpul Data ........................................................................ 80

3.5.2 Validitas Dan Reliabilitas ................................................................. 85

3.5.2.1 Validitas ............................................................................................ 85

3.5.2.2 Reliabilitas ........................................................................................ 90

3.6 Metode Analisis Data ........................................................................ 92

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Persiapan Penelitian .......................................................................... 93

4.1.1 Orientasi Kancah Penelitian .............................................................. 93

Page 12: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

xi

4.1.2 Penyusunan Alat Ukur ...................................................................... 94

4.1.2.1 Skala Manajemen Konflik Perkawinan ............................................. 95

4.1.2.2 Skala Emotinal Intelligence .............................................................. 95

4.2 Pelaksanaan Penelitian ...................................................................... 96

4.2.1 Perijinan Penelitian ........................................................................... 96

4.2.2 Penentuan Subjek Penelitian ............................................................. 97

4.2.3 Pengambilan Data ............................................................................. 102

4.2.4 Pelaksanaan Skoring ......................................................................... 102

4.3 Gambaran Umum dan Spesifik Manajemen Konflik Perkawinan

dan Emotional Intelligence .............................................................. 103

4.3.1 Gambaran Umum Manajemen Konflik Perkawinan ......................... 104

4.3.1.1 Gambaran Spesifik Manajemen Konflik Perkawinan ....................... 106

4.3.1.1.1 Gambaran Spesifik Manajemen Konflik Perkawinan Berdasarkan Aspek Melihat Seutuhnya Konflik yang Terjadi ............................. 106

4.3.1.1.2 Gambaran Spesifik Manajemen Konflik Berdasarkan Aspek Mampu Menganalisis Konflik ........................................................ 109

4.3.1.1.3 Gambaran Spesifik Manajemen Konflik Berdasarkan Aspek Kompromi ....................................................................................... 112

4.3.2 Gambaran Umum Emotional Intelligence ........................................ 117

4.3.2.1 Gambaran SpesifikEmotional Intelligence ....................................... 120

4.3.2.1.1 Gambaran Spesifik Berdasarkan Aspek Mengenali Emosi Diri .... 120

4.3.2.1.2 Gambaran Spesifik Berdasarkan Aspek Mengelola Emosi ............ 122

4.3.2.1.3 Gambaran Spesifik Berdasarkan Aspek Memotivasi Diri Sendiri ............................................................................................ 125

4.3.2.1.4 Gambaran Spesifik Aspek Mengenali Emosi Orang Lain ............. 127

Page 13: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

xii

4.3.2.1.5 Gambaran Spesifik Berdasarkan Aspek Membina Hubungan Dengan Orang Lain ....................................................................... 130

4.4 Hasil Pengujian Hipotesis ................................................................. 134

4.4.1 Uji Korelasi antara Emotional Intelligence dan Manajemen Konflik

Suami-Isteri ....................................................................................... 134

4.4.1.1 Uji Asumsi ......................................................................................... 134

4.4.1.1.1 Uji Asusmsi Normalitas.................................................................. 135

4.4.1.1.2 Uji Asusmsi Linieritas .................................................................... 136

4.4.1.2 Hasil Uji Korelasi antara Emotional Intelligence dengan Manajemen Konflik Suami-Isteri ...................................................... 136

4.4.2 Uji Komparasi Emotional Intelligence dan Manajemen Konflik

Suami-Isteri Berdasarkan Jenis Kelamin .......................................... 138

4.4.2.1 Uji Asumsi ......................................................................................... 138

4.4.2.2 Uji Komparasi Manajemen Konflik Berdasarkan Jenis Kelamin ..... 139

4.4.2.3 Uji Komparasi Emotional Intelligence Berdasarkan Jenis Kelamin 142

4.5 Pembahasan ....................................................................................... 145

4.5.1 Pembahasan Analisis Deskriptif Manajemen Konflik Perkawinan

dan Emotional Intelligence ............................................................... 145

4.5.1.1 Analisa Deskriptif Manajemen Konflik Perkawinan ........................ 145

4.5.1.2 Analisa Deskriptif Emotional Intelligence ........................................ 150

4.5.2 Pembahasan Analisis Inferensial Manajemen Konflik dan Emotional Intelligence ........................................................................................ 155

4.5.2.1 Hubungan antara Emotional Intelligence dan Manajemen Konflik Suami-Isteri ....................................................................................... 155

4.5.2.2 Perbedaan Manajemen Konflik Berdasarkan Jenis Kelamin ........... 159

4.5.2.3 Perbedaan Emotional Intelligence Berdasarkan Jenis Kelamin ...... 161

4.6 Keterbatasan Penelitian ..................................................................... 167

Page 14: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

xiii

5 SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan ........................................................................................... 169

5.2 Saran .................................................................................................. 170

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 172

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................ 177

Page 15: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel halaman

1.1 Tabel Data Perceraian Tahun 2009-2013 .......................................... 3

1.2 Tabel Data KDRT 2004-2013 ........................................................... 4

1.3 Hasil Angket Tertutup Studi Pendahuluan ........................................ 7

1.4 Hasil Angket Terbuka Studi Pendahuluan ........................................ 8

3.1 Keseluruhan Subjek Hasil Sampling Kedua ..................................... 78

3.2 Hasil Sampling Ketiga Multiple Stage Sampling .............................. 80

3.3 Blueprint Manajemen Konflik Perkawinan ...................................... 82

3.4 BlueprintEmotional Intelligence ....................................................... 84

3.5 Hasil Uji Validitas Aitem Variabel Manajemen Konflik

Perkawinan ........................................................................................ 87

3.6 Hasil Uji Validitas Aitem Variabel Emotional Intelligence ............. 89

3.7 Interpretasi Reliabilitas ..................................................................... 91

4.1 Rincian Tahapan Multiple Stage Sampling dalam Penelitian ........... 98

4.2 Rekap Keseluruhan Subjek ............................................................... 100

4.3 Statistik Deskriptif Gambaran Umum Manajemen Konflik

Perkawinan ........................................................................................ 104

4.4 Gambaran Umum Manajemen Konflik Perkawinan ......................... 105

4.5 Statistik Deskriptif Gambaran Spesifik Manajemen Konflik

Perkawinan Berdasarkan Aspek Mampu Melihat Seutuhnya

Konflik yang Terjadi ......................................................................... 107

4.6 Gambaran Spesifik Kategori Manajemen Konflik Perkawinan

Berdasarkan Aspek Melihat Seutuhnya Konflik yang Terjadi ......... 108

4.7 Statistik Deskripsi Gambaran Spesifik Manajemen Konflik

Perkawinan Berdasarkan Aspek Mampu Menganalisis Konflik ...... 110

Page 16: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

xv

4.8 Tabel Gambaran Spesifik Manajemen Konflik Perkawinan

Berdasarkan Aspek Mampu Menganalisis Konflik .......................... 111

4.9 Statistik Deskriptif Gambaran Spesifik Manajemen Konflik

Perkawinan Berdasarkan Aspek Kompromi ..................................... 113

4.10 Gambaran Spesifik Manajemen Konflik Perkawinan

Berdasarkan Aspek Kompromi ......................................................... 114

4.11 Ringkasan Deskriptif Manajemen Konflik Perkawinan

Berdasarkan Masing-Masing Aspek ................................................. 115

4.12 Perbandingan Mean Empiris Tiap Aspek Manajemen Konflik

Suami-Isteri ....................................................................................... 116

4.13 Statistika Deskriptif Emotional Intelligence ..................................... 118

4.14 Gambaran Umum Emotional Intelligence ........................................ 119

4.15 Statistika Deskriptif Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Mengenali Emosi Diri ....................................................................... 120

4.16 Gambaran Spesifik Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Mengenali Emosi Diri ....................................................................... 121

4.17 Statistika Deskriptif Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Mengelola Emosi .............................................................................. 123

4.18 Gambaran Spesifik Emotional Intellegence Berdasarkan Aspek

Mengelola Emosi .............................................................................. 124

4.19 Statistika Deskriptif Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Memotivasi Diri Sendiri .................................................................... 125

4.20 Gambaran Spesifik Emotional Intelligence Berdasarkan

Aspek Memotivasi Diri Sendiri ........................................................ 126

4.21 Statistika Deskriptif Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Mengenali Emosi Orang Lain ........................................................... 128

4.22 Gambaran Spesifik Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Mengenali Emosi Orang Lain ........................................................... 129

4.23 Statistika Deskriptif Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Membina Hubungan Dengan Orang Lain ......................................... 130

Page 17: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

xvi

4.24 Gambaran Spesifik Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Membina Hubungan dengan Orang Lain .......................................... 131

4.25 Deskriptif Ringkasan Emotional Intelligence Berdasarkan

Masing-Masing Aspek ...................................................................... 132

4.26 Perbandingan Mean Empiris Tiap Aspek Emotional Intelligence .... 133

4.27 Hasil Uji Normalitas ......................................................................... 135

4.28 Hasil Uji Linieritas ............................................................................ 136

4.29 Hasil Uji Hipotesis Hubungan antara Emotional Intelligence dengan Manajemen Konflik Perkawinan .......................................... 137

4.30 Hasil Uji Homogenitas ...................................................................... 139

4.31 Perbedaan Mean Manajemen Konflik Perkawinan Kelompok

Laki-laki dan Perempuan .................................................................. 140

4.32 Hasil Uji-T Independent Sample T-Test dengan Equal variance Assumed dan Hasil Uji Komparasi Manajemen Konflik antara

Suami-Isteri ....................................................................................... 141

4.33 Perbedaan Mean Emotional Intelligence antara Kelompok

Laki-laki dan Perempuan .................................................................. 142

4.34 Hasil Uji-T Independent Sample T-Test dengan Equal Variance Assumed dan Hasil Uji Komparasi Emotional Intelligence antara

Suami dan Isteri................................................................................. 144

Page 18: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

xvii

DAFTAR GAMBAR

Gambar halaman

2.1 Lima Macam Gaya Manajemen Konflik........................................... 40

2.2 Kerangka Berpikir Penelitian ............................................................ 65

3.1 Contoh Tahap Sampling Ganda ........................................................ 74

3.2 Ilustrasi Teknik Sampling Tahap Pertama dan Tahap Kedua

Dalam Penelitian ............................................................................... 76

4.1 Diagram Gambaran Umum Manajemen Konflik Perkawinan .......... 106

4.2 Gambaran Spesifik Manajemen Konflik Perkawinan Berdasarkan

Aspek Melihat Seutuhnya Konflik yang Terjadi .............................. 109

4.3 Gambaran Spesifik Manajemen Konflik Perkawinan Berdasarkan

Aspek Mampu Menganalisis Konflik yang Terjadi .......................... 112

4.4 Gambaran Spesifik Manajemen Konflik Perkawinan Berdasarkan

Aspek Kompromi .............................................................................. 115

4.5 Ringkasan Deskriptif Manajemen Konflik Perkawinan

Berdasarkan Masing-Masing Aspek ................................................. 116

4.6 Diagram Perbandingan Mean Empiris Tiap Aspek Manajemen

Konflik Perkawinan .......................................................................... 117

4.7 Gambaran Umum Emotional Intelligence ........................................ 119

4.8 Gambaran Spesifik Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Mengenali Emosi Diri ....................................................................... 122

4.9 Gambaran Spesifik Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Mengelola Emosi .............................................................................. 124

4.10 Gambaran Spesifik Emotional Intellegence Berdasarkan Aspek

Memotivasi Diri Sendiri .................................................................... 127

4.11 Gambaran Spesifik Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Mengenali Emosi Orang Lain ........................................................... 129

Page 19: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

xviii

4.12 Gambaran Spesifik Emotional Intelligence Berdasarkan Aspek

Membina Hubungan dengan Orang Lain .......................................... 132

4.13 Ringkasan Kategorisasi Emotional Intelligence Berdasarkan

Masing-Masing Aspek ...................................................................... 133

4.14 Diagram Perbandingan Mean Empiris Tiap Aspek Emotional Intelligence ........................................................................................ 134

Page 20: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

1

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Setiap manusia mulai dari masa kanak-kanak sampai usia lanjut

senantiasa melewati tahap-tahap perkembangan. Pada setiap tahapan

perkembangan, individu mengalami perubahan fisik maupun psikologis dimana

setiap perubahan dalam tahap-tahap perkembangan yang dialami individu akan

selalu diiringi dengan harapan sosial yang disebut tugas-tugas dalam

perkembangan. Havighurst (dalam Hurlock, 1980: 9) menjelaskan bahwa tugas

perkembangan adalah tugas yang muncul pada periode tertentu dari kehidupan

individu yang menentukan keberhasilan menghadai tugas dalam periode

selanjutnya dalam kehidupan individu.

Pada masa dewasa, individu mengalami perubahan dari yang sepenuhnya

bergantung pada orang tua menjadi orang dewasa yang mandiri dan mulai

menentukan pola hidup baru, memikul tanggung jawab baru, dan membuat

komitmen-komitmen baru (Hurlock, 1980: 250). Komitmen-komitmen baru dalam

tugas perkembangan masa dewasa meliputi: memilih teman hidup, belajar hidup

bersama pasangan, membentuk sebuah keluarga, membesarkan anak dan

mengelola rumah tangga yang kesemuanya itu dapat terwujud dengan adanya

perkawinan.

Page 21: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

2

Perkawinan merupakan suatu ikatan janji setia antara Suami dan Isteri

yang di dalamnya terdapat suatu tanggung jawab dari kedua belah pihak

(Kertamuda, 2009:13). Perkawinan membentuk komitmen emosional yang legal

yang sangat penting dalam kehidupan orang dewasa (Dildar dkk, 2012).

Perkawinan adalah suatu yang sangat sakral dan tidak hanya melibatkan

pasangan yang akan berkomitmen untuk membina rumah tangga, namun juga

melibatkan seluruh keluarga besar dari kedua belah pihak. Kebahagiaan setiap

perkawinan adalah tujuan setiap pasangan yang menikah (Kertamuda, 2009:16).

Perkawinan juga diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 Pasal 1 tentang perkawinan,

berisi: “Perkawinan didefinisikan sebagai suatu ikatan lahir batin antara seorang

laki-laki dengan seorang perempuan sebagai Suami Isteri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan yang Maha Esa” (Kertamuda, 2009: 26).

Setiap orang menginginkan keluarga bahagia, keluarga bahagia ini banyak

definisinya beragam karena didasarkan pada dasar filsafat, norma, nilai, dan

agama yang dianut (Willis, 2008:156). Namun yang marak terjadi sekarang ini

adalah banyaknya fenomena perceraian dan kekerasan dalam rumah tangga

(KDRT) yang dialami oleh pasangan Suami Isteri. Data Kementrian Agama RI,

menyebutkan bahwa terdapat peningkatan perceraian dari tahun ke-tahun

(Takariawan, 2015). Berikut adalah data peningkatan perceraian dari tahun 2009-

2013:

Page 22: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

3

Tabel 1.1

Tabel Data Perceraian Tahun 2009-2013

Tahun Perkawinan Cerai

2009 2.162.268 216.286

2010 2.207.364 285.184

2011 2.319.821 258.119

2012 2.291.265 372.577

2013 2.218.130 324.527

Data dua tahun terakhir di 2012 dan 2013 saja, Jika diambil tengahnya,

angka perceraian di dua tahun itu sekitar 350.000 kasus. Berarti dalam satu hari

rata-rata terjadi 959 kasus perceraian, atau 40 perceraian setiap jam (Takariawan,

2015). Rusaknya suatu hubungan sesungguhnya bukan oleh munculnya konflik,

tetapi kegagalan dalam memecahkan konflik secara konstruktif, adil, dan

memuaskan kedua belah pihak. Bila kita mampu mengelolanya secara konstruktif,

konflik dapat memberikan manfaat positif bagi hubungan kita (Supratiknya, 1995:

94).

Angka perceraian di Provinsi Jawa Tengah sendiri masih cukup tinggi.

Setidaknya sekitar 12.000 kasus perceraian terjadi setiap tahunnya.

Hal itu disampaikan Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA)

Arist Merdeka Sirait “Kalau dari 12.000 pasangan itu memiliki dua anak saja,

setidaknya sudah 24.000 anak di Jawa Tengah ini yang kehilangan hak asuh orang

tuanya. Dan ini tentu akan mempengaruhi tumbuh kembang serta masa depan si

anak kelak,” (Prabowo, 2015).

Semua orang mengetahui bahwa sebelum adanya keputusan perceraian

oleh kedua belah pihak akan terdapat jeda waktu yang diisi oleh beberapa konflik

perkawinan dari intensitas emosional ringan sampai dengan berat serta beberapa

Page 23: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

4

kemungkinan disertai dengan tindak kekerasan fisik dan mental pasangan

(Sadarjoen, 2005:1). Kekerasan fisik tersebut disebut dengan kekerasan dalam

rumah tangga (KDRT). Data yang didapat dari Hilmansyah (2015) menunjukkan

data KDRT di Indonesia dari tahun 2004-2013 sebagai berikut:

Tabel 1.2

Tabel Data KDRT Tahun 2004-2013

Tahun Data KDRT

2004 4.310

2005 16.615

2006 16.709

2007 19.253

2008 49.537

2009 136.849

2010 101.128

2011 113.878

2012 8.315

2013 11.719

Penelitian Novitasari (2012) menunjukkan bahwa laki-laki (Suami)

memiliki peluang yang lebih besar untuk melakukan kecenderungan kekerasan

dalam rumah tangga dari pada perempuan (Isteri). Menurut Sulaeman dan

Hamzah (dalam Novitasari, 2012) laki-laki memiliki peluang lebih besar menjadi

pelaku kekerasan dalam rumah tangga karena masalah budaya, masyarakat yang

menganut sistem patriarkis ditandai dengan pembagian kekuasaan antara laki-laki

dan perempuan. Terjadinya kekerasan dalam rumah tangga karena individu

kurang mampu menangani emosinya sendiri dan kurang mampu mengenali emosi

pasangan, empati terhadap pasangan sudah berkurang serta buruknya komunikasi

yang terjadi dengan pasangan (Pasiak dalam Novitasari, 2012).

Page 24: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

5

Aktivis Perempuan asal Jogja Giantari (dalam Setiadi, 2014)

menyebutkan, meningkatnya kasus seperti perceraian dan KDRT disebabkan

karena banyak faktor. Salah satunya dari dalam keluarga itu sendiri, seperti

masalah-masalah pribadi, dan antara anggota keluarga. Minauli (dalam

Hilmansyah, 2015) mengemukakan bahwa apa pun pemicunya, keretakan rumah

tangga lebih disebabkan karena ketidakmampuan pasangan dalam mengatasi

konflik yang terjadi. Kemudian banyak pasangan menganggap perceraian bisa

menjadi jalan keluar dari permasalahan.Ini yang menjadi penyebab angka

perceraian di Indonesia mencapai 10% dari total perkawinan.

Setiap orang yang menjalani kehidupan rumah tangga pasti mengalami

rintangan. Dalam setiap kesulitan tersebut pada hakikatnya pasangan Suami-Isteri

diuji: sampai sejauh mana pasangan tersebut sanggup menyikapi dan memecahkan

masalah yang muncul dalam kehidupan rumah tangga, dan mencari titik temu

dalam setiap konflik yang muncul dalam keluarga. Hal yang terpenting adalah

cara pasangan Suami-Isteri bersikap menghadapinya dan mengelola dengan

sebaik-baiknya (Nurcahyanti, 2010: 1). Pendapat tersebut didukung oleh

pernyataan Sadarjoen (2005: 3) yang menyatakan bahwa dua orang yang tinggal

dalam satu atap tidak mungkin hidup tanpa konflik. Walaupun salah satu

pasangan memutuskan untuk mengalah, tidak berarti tidak ada konflik sama

sekali, karena sekalipun kejengkelan tidak diungkap secara konfrontatif, konflik

akan tetap ada. Konflik dalam perkawinan wajar terjadi karena setiap individu

memiliki pengamatan dan harapan-harapan yang berbeda secara individual.

Page 25: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

6

Setiap perkawinan pasti menemui permasalahan yang akhirnya akan

menjadi sumber konflik dari pasangan Suami Isteri itu sendiri. Nurcahyanti (2010:

4) mengungkapkan bahwa setiap mengalami konflik, pada umumnya pasangan

Suami Isteri cenderung bersikap emosional, sehingga mengakibatkan kata-kata

atau pendapat yang keluar dari keduanya tidak rasional. Konflik tersebut membuat

nalar menjadi tak berfungsi. Pasangan tersebut hanya menuruti hawa nafsu

masing masing dan kehilangan motivasi untuk melanjutkan perkawinan. Ikatan

perkawinan itupun pada akhirnya berakhir dengan kata cerai. Dari penjelasan

diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegagalan rumah tangga, bukan disebabkan

oleh konflik yang dihadapi melainkan kegagalan dalam memecahkan konflik

rumah tangga itu sendiri.

Konflik didefinisikan sebagai perbedaan persepsi mengenai kepentingan,

dan konflik terjadi apabila tidak adanya alternatif yang dapat memuaskan aspirasi

kedua belah pihak (Pruit dan Rubin, 2009: 26). Johnson (dalam Supratiknya,

1995: 94) menyebut bahwa yang dimaksud konflik adalah situasi dimana tindakan

salah satu pihak berakibat menghalangi, menghambat atau mengganggu pihak

lain. Levenson (dalam Dildar dkk, 2013) mengungkapkan bahwa cara pasangan

dalam menghadapi efek negatif dari konflik menentukan apakah perkawinan dapat

terbilang sukses atau gagal.

Pada studi pendahuluan yang penulis lakukan selama 3 hari yaitu pada

tanggal 11- 14 Juni 2015 dengan subjek 15 Isteri dan 15 Suami, penulis mencoba

mengetahui gambaran konflik rumah tangga dari persepsi Isteri dan Suami.

Instrumen studi pendahuluan yang digunakan penulis adalah angket dengan 15

Page 26: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

7

pertanyaan tertutup dengan pilihan jawabab “ya” dan “tidak” dan 4 pertanyaan

terbuka seputar konflik perkawinan dan manajemen konflik perkawinan. Berikut

adalah hasil studi pendahuluan yang telah penulis analisis berdasarkan presentase

jawaban subjek:

Tabel 1.3 Hasil angket tertutup

Studi Pendahuluan

No Pertanyaan Isteri Suami

1 Sering berkonflik dalam rumah tangga 66,6 % 26,6%

2 Konflik tidak terselesaikan 6,6% 20%

3 Mengalah dalam konflik rumah tangga 93.3% 93,3 %

4. Tidak mengetahui pemicu konflik 0 13,3%

5. Tidak melakukan diskusi tentang

permasalahan

6,6% 26,6%

6. Tidak puas dengan gaya penyelesaian

konflik pasangan

26,6% 20%

7. Memilih Menyembunyikan perasaan 33,3 % 40%

8. Pasangan sering berdiam saat menghadapi

masalah

13, 3 % 13,3%

9. Menyalahkan pasangan atas permasalahan

yang terjadi

13,3% 6,6%

10. Disalahkan pasangan atas permasalahan

yang terjadi

20% 20%

11. Pasangan sering emosi dalam menghadapi

masalah

46,6% 40%

12. Sering emosi sendiri saat terjadi

berkonflik

46,6% 20%

Keterangan: Presentase didapatkan dari jumlah jawaban “ya” dibandingkan dengan

jumlah total subjek berdasarkan jenis kelamin lalu dikalikan 100%.

Angket tertutup menunjukkan baik Suami maupun Isteri mengakui bahwa

di dalam rumah tangga mereka sering terjadi konflik. Jika dilihat dari

persentasenya, 66,6% pihak Isteri mengakui sering berkonflik dengan pasangan di

dalam rumah tangganya dibandingkan pihak Suami yang hanya 26,6%. Lebih dari

90% Suami dan Isteri mengaku lebih banyak mengalah dalam mengadapi konflik

dengan pasangan. 40% lebih Suami maupun Isteri mengakui bahwa pasangannya

Page 27: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

8

sering emosi dalam menghadapi konflik perkawinan. Sedangkan 46,6% Isteri

mengaku dirinya masih sering emosi saat berkonflik dengan pasangan, presentase

ini lebih besar daripada Suami yang hanya 20% mengakui dirinya masih sering

emosi saat menghadapi konflik dengan pasangan.

Tabel 1.4 Hasil angket terbuka

Studi Pendahuluan

No Pertanyaan terbuka Jawaban Isteri

(15)

Suami

(15)

Total

(30 subjek)

1. Penyebab konflik Ekonomi 46,6 % 33,3% 40%

Anak 26,6% 26,6% 26,6%

Komunikasi 20% 13,3% 16,6%

Cemburu 6,6% 6,6% 6,6%

Work konflik 0 20% 10%

Quality time 6,6% 6,6% 6,6%

2. Apa yang dilakukan

saat konflik

Diskusi 73,3% 66,6% 70%

Mengalihkan 6,6% 6,6% 6,6%

Diam 6,6% 13,3 % 10%

Emosi 6,6% 6,6% 6,6%

3. Apa yang pasangan

lakukan saat konflik

Diskusi 40% 40% 40%

Emosi 0 13,3 % 6,6%

Diam 20% 33,3 % 26,6%

Lain-lain 26,6% 13,3 % 20%

4. Apa yang tidak

disukai dari pasangan

saat berkonflik

Emosi 33,3 % 40% 36,6%

Diam 20% 26,6% 23,3%

Tidak terbuka 20% 13,3 % 16,6%

Lain-lain 26,6% 13,3 % 20%

Keterangan: presentase dihasilkan dari jumlah jawaban subjek dibandingkan

dengan total subjek lalu dikalikan 100%

Dari angket terbuka, dapat kita ketahui bahwa pemicu konflik terbanyak

adalah perekonomian yaitu 40%, meskipun penyelesaian konflik berupa diskusi

mendapat angka yang cukup tinggi yaitu sebesar 40%, penyelesaian konflik

negatif seperti berdiam (10%-20%), atau emosi (10%) masih ditemukan baik itu

dilakukan oleh dirinya sendiri ataupun pasangan. Sedangkan emosi, sebesar 36%

lebih adalah jawaban dengan presentase tertinggi pada subjek Suami maupun

Page 28: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

9

Isteri ketika diminta menyebutkan hal-hal apa saja yang tidak disukai dari

pasangan ketika berkonflik.

Konflik rumah tangga banyak terjadi pada tahun-tahun awal perkawinan,

karena pada tahun awal perkawinan adalah masa penyesuaian satu sama lain.

Banyak kasus ketidakharmonisan bahkan kegagalan rumah tangga yang terjadi

pada awal usia perkawinan.

Tahun-tahun pertama perkawinan merupakan masa rawan, yang disebut

sebagai era kritis karena pengalaman bersama belum banyak (Dewi dan Sudhana,

2013). Tahun-tahun awal perkawinan merupakan suatu masa yang menentukan

dan sangat penting karena masing masing pasangan mulai belajar menerima

pasangan dan hidup serta bertingkah laku selayaknya sebuah keluarga. Pasangan

pada perkawinan 5 tahun pertama seringkali mengalami ketegangan emosional,

konflik dan perpecahan karena pasangan dalam proses menyesuaikan diri

(Pudjiastuti dan Santi, 2012). Hal ini sesuai dengan pendapat Hurlock (1980 :

289) menyatakan bahwa selama tahun pertama dan kedua perkawinan pasangan

Suami Isteri melakukan penyesuaian terhadap satu sama lain, anggota keluarga

masing-masing, dan teman-teman pasangannya. Sementara pasangan Suami Isteri

sedang melakukan penyesuaian, sering timbul ketegangan emosional dan ini

dipandang sebagai periode balai keluarga muda.

Pada tahun 2010, terjadi 285.184 kasus perceraian di seluruh Indonesia.

Dan hingga tahun 2012, angka perceraian terus meningkat terutama terjadi pada

pasangan Suami Isteri di bawah usia lima tahun perkawinan (Republika Online

dalam Winata, 2013). Kekuatan perkawinan melemah terutama pada 5 tahun

Page 29: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

10

pertama perkawinan, berdasarkan penelitian yang dilakukan terhadap 120

pasangan Suami Isteri yang bercerai di pengadilan agama kota bandung. 45%

berada dibawah usia perkawinan kurang dari 5 tahun (Kompas, dalam Pudjiastuti

dan Santi, 2012).

Hassan (dalam Winata, 2013) mengungkapkan bahwa masa lima tahun

pertama perkawinan biasanya pengalaman bersama belum banyak, sehingga

diperlukan proses penyesuaian diri tidak hanya dengan pasangan hidup tapi juga

dengan kerabat kerabat yang ada. Hal ini diperkuat oleh Herawati dalam Winata

(2013) yang menyatakan bahwa lebih dari 5 tahun, pasangan Suami Isteri

dianggap berhasil menyesuaikan diri dan mampu melalui masa paling rentan

dalam perkawinan.

Karena konflik tidak dapat dihindari, maka pertanyaan yang muncul

adalah bagaimana mengelola konflik Suami-Isteri dalam rumah tangga itu sendiri.

Pakar ilmu sosial setuju bahwa konflik justru sering memperkuat ikatan relasi

sosial dan membuat ikatan tersebut semakin mengandung ganjaran yang

diharapkan (Blau dalam Sadarjoen, 2005:45). Konflik merupakan “bumbu” dalam

kehidupan rumah tangga. Jika bisa dikelola dan diselesaikan dengan baik, konflik

bisa lebih mengakrabkan Suami Isteri, tetapi sebaliknya jika kurang berhati hati

konflik bisa jadi bumerang yang mengancam keutuhan rumah tangga (Sari, 2008).

Pengelolaan konflik yang baik akan membawa pasangan Suami dan Isteri

untuk saling mempertahankan hubungan perkawinan dan masing masing akan

berusahan untuk mendewasakan diri. Dalam mengelola konflik rumah tangga,

emotional intelligence sangat berperan penting. Ming (dalam Wirawan, 2010:

Page 30: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

11

136) menemukan bahwa kesuksesan manajemen konflik memerlukan

keterampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional. Hal ini sejalan dengan

apa yang diungkapkan oleh Walgito (2004: 44) yaitu kematangan emosi dan

pikiran akan saling kait mengait. Bila individu telah matang emosinya, telah dapat

mengendalikan emosinya, maka individu tersebut akan dapat berpikir secara

matang, baik, dan objektif. Dalam kaitanya dengan perkawinan, hal ini dituntut

agar Suami maupun Isteri dapat melihat permasalahan yang ada dalam keluarga

dengan secara baik dan objektif.

Goleman (1999: xiii) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan

emotional intelligence atau kecerdasan emosional adalah yang mencakup tentang

pengendalian diri, semangat dan ketekunan, serta kemampuan untuk memotivasi

diri sendiri. Gardner (dalam Goleman, 1999: 53) meyebutkan bahwa kecerdasan

emosi mencakup kemampuan membedakan dan menanggapi dengan tepat suasana

hati, temperamen, motivasi, dan hasrat orang lain.

Grossman & Wood (dalam Berrocal dkk, 2012) menjelaskan bahwa

literatur banyak menunjuk pada emosi dalam emotional intelligence antara laki-

laki dan perempuan berbeda secara signifikan. Khususnya dimensi emosi

tradisional yang menyatakan bahwa perempuan mempunyai emosi yang lebih

besar dibanding laki-laki, karena pengalaman mereka tentang emosi positif dan

negatif yang lebih intens daripada laki-laki. Hal ini juga didukung oleh penjelasan

Goleman (1999:187) yang menjelaskan bahwa bagaimana cara pasangan

membahas masalah-masalah rumah tangga berpengaruh bagi kelanjutan

perkawinan, baik laki-laki maupun perempuan harus mengatasi perbedaan-

Page 31: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

12

perbedaan bawaan masing-masing gender dalam mengelola emosi dalam

menghadapi permasalahan tersebut. Jika gagal mengatasi hal ini, maka pasangan

Suami Isteri akan rawan terhadap keretakan-keretakan emosional yang pada

akhirnya dapat menjauhkan hubungan dalam rumah tangga. Keretakan hubungan

dalam rumah tangga jauh lebih berkembang apabila pasangan tidak memiliki

kecerdasan emosional.

Perkawinan menyatukan Suami dan Isteri dalam suatu hubungan yang

sakral dan kekal. Tidak mudah untuk selalu menyatukan dua individu yang

berbeda dengan segala perbedaanya. Apalagi perbedaan gender diantara keduanya

yang memungkinkan terjadinya konflik interpersonal. Pasalnya negara Indonesia

yang kaya akan adat dan norma sosial memberi sifat yang melekat pada masing

masing gender sesuai dengan peran sosialnya.

Menurut Goleman (1999: 183) perbedaan emosi antara laki-laki dan

perempuan dapat dilihat dari kehidupan masa kanak-kanak mereka. Penelitian

menemukan bahwa laki-laki dan perempuan dididik dengan pola yang berbeda

dalam menangani emosi. Pada umumnya orang tua membahas masalah emosi

lebih banyak dengan anak perempuan dibanding dengan anak laki-lakinya. Hal itu

membuat informasi tentang emosi yang di dapat dari anak perempuan lebih

banyak daripada anak laki-laki. Brody dan Hall (dalam Goleman, 1999:184)

menyebutkan bahwa perbedaan emosi laki-laki dan perempuan dikarenakan anak

perempuan lebih terampil dalam berbahasa sehingga mereka lebih cakap dan

berpengalaman dalam hal mengutarakan perasaanya. Sedangkan anak laki-laki

memanfaatkan kata-kata untuk menggantikan reaksi emosional seperti perkelahian

Page 32: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

13

fisik, sebagian besar anak laki-laki kurang peka terhadap keadaan emosinya, baik

dengan dirinya sendiri maupun orang lain.

Perbedaan pengasuhan yang berkaitan dengan emosi menghasilkan

ketrampilan emosi yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Anak perempuan

mahir dalam membaca sinyal emosi baik verbal dan non verbal dan

mengungkapkan perasaanya, sedangkan anak laki-laki lebih terampil dalam

meredam emosi yang berkaitan dengan perasaan rentan, salah, takut, dan sakit.

Studi menemukan secara rata-rata kaum perempuan meraakan seluruh rangkaian

emosi dengan intensitas lebih besar dan lebih berubah-ubah daripada kaum laki-

laki, hal ini mengartikan bahwa kaum perempuan lebih “emosional” daripada

kaum laki-laki (Goleman, 1999:186).

Kartono (dalam Dewi dan Basti, 2008) menyatakan bahwa perempuan

lebih banyak menunjukan tanda-tanda emosional. Hal ini terlihat bahwa

perempuan lebih cepat bereaksi dengan hati yang penuh ketegangan, lebih cepat

berkecil hati, bingung, takut dan cemas. Selain itu, kesatuan totalitas dari tingkah

laku perempuan bukan terletak pada kesadaran obyektif menuju pada satu tujuan,

akan tetapi lebih terletak pada kehidupan perasaanya, yang didorong oleh afek-

afek dan sentimen-sentimen yang kuat, yang akhirnya membuat dugaan dan

perhitungan yang mereka ambil menjadi keliru dan menimbulkan konflik

tersendiri.

Hasil angket studi pendahuluan menemukan bahwa 66,6% pihak Isteri

mengakui sering berkonflik dengan pasangan di dalam rumah tangganya

dibandingkan pihak Suami yang hanya 26,6%. Hal tersebut mengindikasikan

Page 33: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

14

Isteri (perempuan) lebih mempersepsikan bahwa masalah dalam rumah tangga

dapat menjadi konflik dan Suami tidak. 46,6% Isteri mengaku dirinya masih

sering emosi saat berkonflik dengan pasangan, presentase ini lebih besar daripada

Suami yang hanya 20% mengakui dirinya masih sering emosi saat menghadapi

konflik dengan pasangan. Hal tersebut mengindikasikan Isteri (perempuan) lebih

menggunakan perasaan daripada Suami dalam menghadapi konflik dengan

pasangan. Dari kedua hasil tersebut disimpulkan bahwa perempuan lebih

emosional dibandingkan dengan laki-laki.

Penelitian yang dilakukan oleh Berrocal, dkk (2012) menyimpulkan bahwa

skor emotional intelligence perempuan lebih tinggi daripada laki-laki. Hasil ini

didukung oleh literatur tentang perbedaan gender dalam aspek emosi yang

menyatakan bahwa perempuan lebih dapat memahami informasi emosi nonverbal.

Hal ini dikarenakan perempuan lebih familiar dengan dunia emosi daripada laki-

laki. Laki-laki pada prinsipnya mempunyai skor emotional intelligence yang lebih

rendah daripada perempuan. Karena laki-laki mempunyai ketidakmampuan untuk

mengerti emosi dan menggunakan emosi tersebut untuk memfasilitasinya berfikir

mengenai konsekuensi negatif yang akan di hadapi (Naghavi dan Redzuan, 2011).

Siaruchi, dkk (dalam Naghavi dan Redzuan, 2011) menemukan bahwa

emotional intelligence perempuan lebih tinggi daripada laki–laki. Terutama dalam

hal kemampuan dalam memahami emosi, regulasi emosi, dan penggunaan emosi.

Hal ini didukung oleh penelitian Mayer, dkk (dalam Naghavi dan Redzuan, 2011)

yang menemukan bahwa performansi kecerdasan emosi perempuan lebih baik

daripada laki–laki.

Page 34: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

15

Fitness (dalam Dildar, 2012) menyebutkan bahwa emotional intelligence

dan penyesuaian dalam penikahan sangat berhubungan. Hal ini dikarenakan

persepsi emosi, pemahaman dan alasan tentang managemen emosi sangat penting

dalam suatu hubungan perkawinan. Penelitian lain yang dilakukan oleh Basharat

(dalam Roodsari, 2014: 229) mempelajari bahwa di dalam hubungan sosial yang

berkualitas, terdapat pengaruh dari emotional intelligence. Hasil dari penelitianya

memperlihatkan adanya korelasi negatif antara emotional intelligence dan

masalah interpersonal. Hal ini dikarenakan emotional intelligence membantu

individu untuk meningkatkan hubungan sosial mereka melalui persepsi emosi,

kognisi emosi, dan manajemen emosi dengan menggunakan antisipasi,

meningkatkan self control.

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka timbul pertanyaan apakah ada

hubungan antara kecerdasan emosional atau emotional intelligence dengan

manajemen konflik perkawinan? Apakah ada perbedaan manajemen konflik

perkawinan dan emotional intelligence antara Suami dan Isteri? Untuk menjawab

pertanyaan tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian mengenai

“Hubungan antara Emotional Intelligence dengan Manajemen Konflik

Perkawinan ditinjau dari Jenis Kelamin.”

Page 35: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

16

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana manajemen konflik perkawinan pasangan Suami-Isteri dalam

perkawinan?

2. Bagaimana emotional intelligence pada pasangan Suami Isteri?

3. Apakah terdapat hubungan antara emotional intelligence dengan manajemen

konflik perkawinan?

4. Apakah ada perbedaan manajemen konflik perkawinan antara Suami dan

Isteri?

5. Apakah ada perbedaan emotional intelligence antara Suami dan Isteri?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui manajemen konflik perkawinan pasangan Suami-Isteri

dalam perkawinan.

2. Untuk mengetahui emotional intelligence pasangan Suami-Isteri dalam

perkawinan.

3. Untuk mengetahui hubungan antara emotional intelligence dengan

manajemen konflik perkawinan.

4. Untuk mengetahui perbedaan manajemen konflik perkawinan antara Suami

dan Isteri.

5. Untuk mengetahui perbedaan emotional intelligence antara Suami dan Isteri.

Page 36: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

17

1.4 Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat membantu

pengembangan disiplin ilmu khususnya psikologi, dengan memberikan

sumbangan hasil penelitian khususnya untuk peneliti selanjutnya dengan tema

perkawinan, terutama konflik dalam perkawinan.

2. Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat menjadi pengetahuan

serta acuan dasar bagi pasangan Suami-Isteri terutama dengan usia

perkawinan dibawah 5 tahun tentang hubungan emotional intelligence dengan

manajemen konflik perkawinan. Di dalam melalui usia perkawinan dibawah 5

tahun yang sedang dalam masa rawan konflik, diharapkan Suami dan Isteri

dapat saling memahami, saling mengerti satu sama lain dan dapat mengelola

konflik yang terjadi dengan saling bekerja sama dan bertukar pikiran satu

sama lain dalam menghadapi segala permasalahan yang terjadi sehingga

hubungan dalam rumah tangga dapat terjaga keharmonisannya.

Page 37: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

18

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Perkawinan

2.1.1 Pengertian Perkawinan

Perkawinan adalah bersatunya dua orang sebagai Suami Isteri (Hornby

dalam Walgito, 2004: 12). Achir (dalam Srijauhari, 2008) perkawinan merupakan

titik permulaan mata rantai kehidupan baru. Karena sejak kedua individu itu

bersepakat untuk melaksanakan perkawinan, maka secara tertulis atau tidak

tertulis. Keduanya sebenarnya bersepakat untuk menjalani pesan baru. Bukan lagi

semata-mata sebagai individu yang bebas dan tunggal tapi sebagai Suami-Isteri

yang terikat satu sama lain.

Kartono (dalam Srijauhari, 2008) perkawinan adalah saat sepasang

mempelai atau sepasang calon Suami Isteri dipertemukan secara formal dihadapan

penghulu/kepala agama tertentu, para saksi dan sejumlah hadirin untuk kemudian

disyahkan secara resmi sebagai Suami Isteri dengan upacara dan ritual ritual

tertentu. Peristiwa perkawinan ini merupakan suatu bentuk proklamasi, saat

sepasang laki-lakidan perempuan secara resmi diumumkan untuk saling memiliki

satu sama lainnya. Pengertian perkawinan juga dijelaskan oleh Soeparwoto (2006:

30) yang menyebutkan bahwa ikatan perkawinan merupakan suatu kesepakatan

seorang laki-lakidengan seorang perempuan untuk saling mencintai satu sama lain

dan berjanji tidak akan mencintai orang lain lagi, saling berbagi perasaan, dan

saling membagi kebahagiaan.

Page 38: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

19

Menurut Undang–Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974

tentang perkawinan, dijelaskan bahwa “Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara

seorang laki-lakidengan seorang perempuan sebagai Suami Isteri dengan tujuan

membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa” (Walgito, 2004: 105).

Perkawinan bukan untuk sementara, tetapi bersifat kekal untuk seumur

hidup. Perkawinan bukan hanya sekedar berkumpulnya dua orang dalam satu atap

kemudian mendapat keturunan, tetapi lebih dari itu perkawinan mempunyai

makna yang lebih sakral. Hal itu terbukti karena dalam agama apapun, setiap

perkawinan selalu melibatkan tokoh agama/rohaniawan dan tidak jarang

dilaksanakan di tempat peribadatan (Soeparwoto, 2006: 29).

Dari beberapa pengertian para ahli tersebut, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa perkawinan merupakan bersatunya Suami dan Isteri dalam

sebuah ikatan suci dan sakral untuk senantiasa bersama menjalani hidup dan

membentuk keluarga yang kekal dan bahagia.

2.1.2 Tujuan Perkawinan

Dalam pasal 1 Undang–Undang Perkawinan tersebut diatas dengan jelas

disebutkan bahwa tujuan perkawinan adalah untuk membentuk keluarga atau

rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Namun demikian, telah dijelaskan bahwa pada hakikatnya perkawinan terdiri dari

dua individu yang berbeda, dari dua individu tersebut mungkin juga terdapat

tujuan yang berbeda. Tujuan yang tidak sama antara Suami dan Isteri akan

merupakan sumber permasalahan dalam keluarga itu. Oleh karena itu untuk

Page 39: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

20

membentuk keluarga yang bahagia perlu memepersatukan tujuan yang akan

dicapai dalam perkawinan itu (Walgito, 2004: 13). Walgito juga menambahkan

bahwa tanpa adanya kesatuan tujuan di dalam keluaraga, dan kesadaran bahwa

tujuan itu harus dicapai bersama–sama, maka dapat dibayangkan bahwa keluaraga

itu akan mudah mengalami hambatan–hambatan, yang akhirnya akan dapat

menuju keretakan keluaraga yang dapat berakibat lebih jauh. Karena itu tujuan

akan merupakan titik tuju bersama yang akan diusahakan untuk dapat dicapai

secara bersama–sama.

Menurut Soeparwoto (2006: 31) perkawinan mempunyai berbagai tujuan,

dari yang khusus sampai dengan bersifat universal, tujuan pokok perkawinan

adalah:

1. Untuk mendapatkan dan melangsungkan keturunan secara utuh

Sesuai dengan naluri manusia, manusia memiliki kecenderungan

untuk mendapatkan, dan memiliki keturunan yang sah dari perkawinan.

Sebab, anak merupakan kekuatan dan kebanggaan orang tua dan keluarga.

Demikian pentingnya makna keturunan bagi manusia maka maka wajar

apabila mendapatkan keturunan merupakan tujuan utama setiap perkawinan.

2. Untuk menentramkan jiwa dan raga

Perkawinan adalah media untuk menyalurkan nafsu secara benar,

aman dan membawa ketentraman.

3. Untuk mencegah kemaksiatan

Seperti yang kita tahu, norma masyarakat mengatur bahwa hubungan

seksual hanya dapat dilaksanakan setelah menikah. Untuk itu sangat

Page 40: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

21

dianjurkan bagi mereka yang sudah mampu secara lahir dan bathin untuk

segera menikah agar terhindar dari kemaksiatan.

4. Untuk menyempurnakan Agamanya

Islam mengajarkan umatnya untuk umatnya menikah, karena

hakikatnya kita dilahirkan berpasang–pasangan. Menikah adalah salah satu

syariat Islam, sehingga apabila telah melaksanakan perkawinan maka telah

melaksanakan pula salah satu syariat agama.

Berdasarkan beberapa pengertian tokoh tentang tujuan perkawinan, maka

dapat disimpulkan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga atau

rumah tangga yang bahagia dan kekal yang diantaranya meliputi mencegah

kemaksiatan, menentramkan jiwa dan raga, mendapatkan dan melangsungkan

keturunan secara utuh dan menyempurnakan agama yang dianut.

2.1.3 Latar Belakang Perkawinan

Walgito (2004: 17) mengemukakan beberapa latar belakang perkawinan

yang didasarkan pada kebutuhan manusia, antara lain:

1. Kebutuhan Fisiologis dalam Perkawinan

Manusia mempunyai kebutuhan fisiologis, salah satunya adalah

kebutuhan seksual. Kebutuhan itu memerlukan sebuah pemenuhan. Di

Indonesia sendiri, memiliki norma bahwa hubungan seksual antara laki-

lakidan perempuan hanya dapat diterima melalui perkawinan. Dengan

demikian dapat disimpulkan bahwa salah satu yang melatarbelakangi

perkawinan adalah untuk memenuhi kebutuhan fisiologis yang sesuai norma

dalam masyarakat di Indonesia.

Page 41: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

22

2. Kebutuhan Psikologis dalam Perkawinan

Hubungan antara laki-lakidan perempuan, masing-masing pasti ingin

mendapatkan perlindungan, kasih sayang, ingin merasa aman, ingin

melindungi, dan ingin menghargai. Kebutuhan psikologis ini akan dapat

dipenuhi antara lain dengan perkawinan.

3. Kebutuhan Sosial dalam Perkawinan

Manusia adalah makhluk sosial yang membutuhkan hubungan dengan

manusia lain. Manusia hidup di masyarakat dan terikat pada norma–norma di

dalam masyarakat. Dalam suatu masyarakat tertentu terdapat pandangan

bahwa seseorang yang tidak kawin akan memperoleh sorotan tersendiri dari

masyarakat. Pandangan lain yaitu seseorang terutama perempuan yang

terlambat nikah mrupakan keadaan yang belum diterima masyarakat.

Keadaan dan tuntutan sosial inilah yang merupakan salah satu pendorong

seseorang untuk melakukan perkawinan. Keadaan sosial budaya pada

masyarakan ikut bagian dari perkawinan.

4. Kebutuhan Religi dalam Perkawinan

Kepercayaan agama ataupun kepercayaan yang dianut oleh individu

yang bersangkutan mewajibkan seseorang untuk menikah. Hal ini merupakan

salah satu pendorong untuk melaksanakan perkawinan. Sebab dengan

melaksanakan perkawinan maka salah satu segi yang digariskan agama dapat

dipenuhi.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa latar

belakang perkawinan adalah untuk memenuhi kebutuhan fisiologis

Page 42: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

23

(kebutuhan seksual), kebutuhan psikologis (kebutuhan kasih sayang),

kebutuhan sosial (tuntutan social untuk menikah), dan kebutuhan religi

(kewajiban dalam agama).

2.2 Konflik dalam Perkawinan

2.2.1 Konflik

2.2.1.1 Pengertian Konflik

Konflik berasal dari bahasa latin configure yang berarti saling memukul.

Konflik adalah proses pertentangan yang diekspresikan di antara dua pihak atau

lebih yang saling tergantung mengenai objek konflik, menggunakan pola perilaku

dan interaksi konflik yang menghasilkan keluaran konflik (Wirawan, 2010: 5).

Konflik didefinisikan sebagai perbedaan persepsi mengenai kepentingan, dan

konflik terjadi apabila tidak adanya alternatif yang dapat memuaskan aspirasi

kedua belah pihak (Pruit dan Rubin, 2009: 26).

Konflik adalah situasi dimana tindakan salah satu pihak berakibat

menghalangi, menghambat, atau mengganggu tindakan pihak lain (Johnson dalam

Supratiknya, 1995: 94).

Berdasarkan beberapa pengertian para ahli tersebut, maka dapat diambil

kesimpulan bahwa konflik merupakan pertentangan yang dikarenakan adanya

perbedaan kepentingan pihak satu dengan pihak lain yang akan berdampak pada

merenggangnya sebuah hubungan apabila tidak ada alternatif penyelesaian yang

memuaskan masing-masing pihak yang terlibat konflik.

Page 43: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

24

2.2.1.2 Strategi dalam Konflik

DeVito (dalam Winata, 2013) mengemukakan lima strategi untuk

mengatasi konflik yaitu:

1. Win-Lose and Win-Win Strategies.

Win-Win Solution lebih banyak dipilih dalam menyelesaikan konflik,

hal ini dikarenakan adanya kepuasan bersama dan tidak menimbulkan

kebencian yang sering ditimbulkan oleh win-lose solution. Dengan win-win

solution dua pihak yang berkonflik tidak dirugikan satu sama lain, dan

mendapat keadilan kepentingan masing-masing.

2. Avoidance active fighting strategies.

Avoidance atau penghindaran dapat dilakukan secara fisik, misalnya

seperti menghindari konflik dengan cara pergi dari area berkonflik, pergi

untuk tidur, atau membunyikan suara keras agar tidak mendengar apapun. Di

sini orang meninggalkan konflik secara psikologis dengan tidak menanggapi

argumen atau masalah yang dikemukakan. Cara menghindar belum tentu

menjadi cara yang baik untuk menyelesaikan konflik. Terkadang semakin

banyak menghindar, kualitas hubungan semakin menurun.

3. Force and talk strategies.

Force adalah penyelesaian dengan menggunakan kekerasan,

ancaman, dorongan. Ada beberapa orang berpendapat bahwa kekerasan

merusak hubungan mereka, namun ada pula yang mengatakan kekerasan fisik

bahkan memperbaiki hubungan mereka. Selain menggunakan Force,

alternative lain dalah talk strategies atau menggunakan teknik bicara. Sebagai

Page 44: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

25

contoh, keterbukaan, sikap positif, dan empati adalah titik awal yang cocok

untuk menyelesaikan konflik. Selain itu cara yang baik adalah mendengarkan

secara aktif dan terbuka.

4. Face Detracting and Face Enhancing strategies.

Pendekatan untuk face-detracting dan face-enhancing untuk konflik

interpersonal meliputi memperlakukan orang lain sebagai orang yang tidak

kompeten dan tidak dapat dipercaya, tidak memiliki kemampuan atau buruk

(Donahue & Kolt dalam Winata, 2013). Face-detracting ditemukan dalam

bentuk konflik karena adanya ketidakpercayaan, merendahkan pasangan, dan

lain-lain. Hal tersebut dapat berupa mempermalukan orang lain hingga

merusak reputasinya.

5. Verbal aggressiveness and argumentativeness strategies.

Verbal aggressiveness merupakan strategi konflik yang tidak

produktif, dimana salah satu pasangan berusaha memenangkan pendapatnya

dengan menyakiti perasaan pasangan. Menyerang karakter, mungkin karena

itu sangat efektif dalam menimbulkan sakit secara psikologis, taktik yang

paling populer dari agresivitas verbal. Sedangkan argumentativeness

merupakan strategi dimana kita menyuarakan opini menurut sudut pandang

kita, sehingga kita bisa mendiskusikan konflik yang terjadi.

2.2.2 Konflik dalam Perkawinan

Perkawinan menyatukan dua individu yang berbeda. Sedangkan kita tahu

bahwa setiap individu mempunyai perbedaan masing-masing. Perbedaan itu

antara lain dapat merupakan perbedaan dari segi fisiologi dan segi psikologi. Hal

Page 45: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

26

itu mempengaruhi individu dalam merasa maupun berpikir. Cara individu merasa

dan berpikir inilah yang berperan dalam perilaku individu disaat menghadapi

permasalahan. Perbedaan tersebut membuat masing–masing individu mempunyai

kemampuan yang berbeda–beda dalam memecahkan masalahnya (Walgito, 2004:

7). Senada dengan hal itu Sudarto (2003: 110) juga mengungkapkan hal serupa,

yaitu dalam kehidupan rumah tangga, konflik tidak bisa dihindari, kadang–kadang

konflik itu muncul dari tekanan–tekanan keadaan. Munculnya konflik bisa

bersumber dari Suami, Isteri, dan anak–anak, serta pihak ketiga yang

melakukanya secara sengaja maupun tidak sengaja. Jika pasangan Suami-Isteri

tidak dapat mengelola konflik yang terjadi, maka tujuan akhir dari rumah tangga

yakni kebahagiaan tidak akan terwujud.

Konflik merupakan “bumbu” dalam kehidupan rumah tangga. Jika bisa

dikelola dan diselesaikan dengan baik, konflik bisa lebih mengakrabkan Suami

Isteri, tetapi sebaliknya jika kurang berhati hati konflik bisa jadi bumerang yang

mengancam keutuhan rumah tangga (Sari, 2008).

Individu dalam perkawinan dapat menemukan berbagai hal yang dapat

menimbulkan permasalahan yang tiada hentinya. Setiap hal dapat menjadi

permasalahan (Gottman, dkk dalam Sadarjoen, 2005: 55). Konflik dalam

perkawinan dari rentang iritasi minor ke iritasi serius biasanya menjadi isu yang

kompleks. Pengalaman ketegangan interpersonal seringkali bukan merupakan

hasil dari perbedaan yang besar tetapi dari iritasi minor keseharian. Iritasi minor

merupakan gejala ringan dari persoalan yang serius. Karena iritasi minor memiliki

potensi untuk meningkat menjadi konflik mayor. Hal itu menjadi akumulatif

Page 46: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

27

sampai berpengaruh pada relasi interpersonal perkawinan. Bahkan walaupun tidak

diluapkan, tidak terucap oleh masing masing pasangan tetapi iritasi minor akan

menjadi kemarahan dan kekecewaan yang terpendam yang akan menciptakan

jarak emosional keduanya dan mengurangi kedekaan hubungan (Sadarjoen, 2005:

54).

2.2.3 Tipe – Tipe Konflik

Konflik berasal dari masalah yang dapat membawa keretakan rumah

tangga dan perceraian. Menurut Soeparwoto (2006: 16) ada tiga kategori masalah

yang dapat membawa rumah tangga pada konflik yaitu:

1. Perbedaan dalam perkara yang sangat sederhana (sepele). Hal ini dikarenakan

kurang matangnya emosi yang menyebabkan mudah terpengaruh oleh

perbedaan pendapat yangs angat sederhana (sepele).

2. Sikap terhadap hidup dan teman hidup. Sikap masing masing baik Suami

maupun Isteri terhadap perilaku pasanganya. Perbedaan sikap ini dapat

mengundang konflik rumah tangga.

3. Perbedaan Prinsip Keimanan. Perubahan naik turunya keimanan acapkali tidak

terjasi secara bersamaan dan seimbang antara Suami dan Isteri. Perbedaan ini

dapat memunculkan konflik, terlebih pada orang yang baru mengalami

penyadaran yang biasanya menjadi sangat peka terhadap kesalahan orang lain

dan cenderung bersikap reaktif.

Burbenzer dan West (dalam Geldard dan Geldard, 2011: 362) menyatakan

bahwa secara khas problem problem keluarga terkait dengan wilayah wilayah

seperti: (1) masalah ekonomi; (2) persahabatan–keintiman (termasuk seksual); (3)

Page 47: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

28

Kerja dan Rekreasi; (4) Pengasuhan; (5) Tugas Rumah Tangga; (6) Relasi dalam

keluaraga besar; (7) Agama; (8) Para sahabat; (9) Penyalahgunaan zat kimia; (10)

Komunikasi.

Sadarjoen (2005: 43) membagi konflik menjadi 5 yaitu:

a. Zero-Sum dan Motive Conflict

Sadarjoen (2005: 43) menjelaskan bahwa tipe konflik Zero-Sum

dengan contoh dalam konteks pertandingan banteng yang akan terjadi

kekalahan baik pada pihak matador atau pihak banteng, dalam artian tidak

bisa kalah semua. Sedangkan dalam tipe konflik makes motive, salah satu

pasangan mengharapkan akan mendapatkan keuntungan lebih dari apa yang

diberikan pasanganya, bukan berarti mereka menganggap pasanganya sebagai

lawan, tetapi mereka lebih berminat untuk tetap bersama, namun semaksimal

mungkin memperoleh keuntungan yang bisa mereka peroleh untuk

melanjutkan relasi mereka.

b. Personality Based dan Situasional Conflict

Konflik marital sering berakar pada konflik situasional yang

berdasarkan kepribadian yang berbeda. Dalam tipe konflik ini, merujuk

kepada kewajiban Suami dan Isteri dengan tugas sosial masing-masing akan

berjalan dengan baik apabila keduanya mendapatkan haknya dari pasangan.

Sadarjoen (2005: 44) memberikan contoh seorang Isteri yang enggan

melakukan pekerjaan rumah dan mengurus anak karena dahulu ia bercita-cita

untuk melanjutkan pendidikanya. Sedangkan sang Suami juga enggan

mengurus anak karena ia merasa bahwa itu adalah tugas Isterinya. Sikap Isteri

Page 48: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

29

yang lebih suka menonton televisi dibanding melakukan pekerjaan rumah, hal

itu merupakan bentuk protes kepada Suami yang baru menunjukan kasih

sayang apabila menginginkan hubungan seks.

c. Basic dan Non Basic Conflict

Basic Conflict dapat berarti ketidakstabilan atau bahkan kelumpuhan

total. Konflik tersebut berangkat dari perubahan situasional. Basic conflict

terjadi apabila gangguan relasi dalam kehidupan perkawinan menyertakan

interdependensi antara dua pasangan yang menyertakan masalah seksual dan

ekonomi. Sedangkan yang disebut dengan non basic conflict adalah konflik

yang lebih terkait dengan perubahan situasional, dimana dicontohkan bahwa

konflik pasangan tentang mobil baru, hal itu disebut non basic conflict. Non

basic conflict ini mudah dinegosiasikan dan bukan penyebab terjadinya

putusnya hubungan antara Suami dan Isteri.

d. Konflik yang tak terelakkan

Konflik yang tak terelakkan ini dibagi menjadi 2 yaitu:

1) Konflik yang menguntungkan (Beneficial Conflict)

Konflik yang tak terelakkan memunculkan pertanyaan yaitu

bagaimana cara menyelesaikan konflik. Pakar sosial setuju bahwa konfik

seringkali memperkuat ikatan relasi sosial (Blau dalam Sadarjoen, 2005: 45).

Apabila konflik dapat diselesaikan dengan cara yang memuaskan akan

menghasilkan keuntungan disbanding sebelumnya (dalam hal ini adalah

hubungan Suami Isteri).

Page 49: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

30

2) Konflik yang Menghancurkan (Destructive Conflict)

Diantara keuntungan yang dapat didapat dalam penyelesaian konflik,

tidak menutup kemungkinan pula konflik juga dapat menghancurkan

hubungan hubungan diantara hubungan masyarakat, bahkan Suami Isteri.

Apabila Suami Isteri mencoba untuk mengatasi konflik yang berlanjut

memperkuat kekuasaan yang tidak diakui, salah satu dari mereka merasa

dieksploitasi atau merasa tidak puas, dan tidak dipercaya maka konflik

tersebut akan berakhir dengan hancurnya hubungan pasangan Suami Isteri.

Konflik yang berkembang dari situasi tersebut akan mengarah pada keadaan

fatal.

e. Area Konflik dalam Kehidupan Perkawinan

Menurut Sadarjoen (2005: 46) area konflik dalam perkawinan antara

lain menyangkut persoalan–persoalan sebagai berikut:

1) Keuangan (perolehan dan penggunaanya).

2) Pendidikan anak–anak.

3) Hubungan pertemanan.

4) Hubungan dengan keluarga besar.

5) Pertemanan, rekreasi (jenis, kualitas, dan kuantitasnya).

6) Aktivitas aktivitas yang tidak disetujui oleh pasangan.

7) Pembagian kerja dalam rumah tangga.

8) Berbagai macam masalah (agama, politik, seks, komunikasi, dan

bermacam– macam masalah sepele).

Page 50: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

31

9) Masalah masalah yang tidak spesifik (Scanzoni dalam Sadarjoen, 2005:

47).

Bastermarck (dalam Sadarjoen, 2005: 47) berpendapat bahwa sumber

konflik marital adalah kedua pasangan tidak merasa bahagia, biasanya sumber itu

tidak dapat didefinisikan oleh masing masing pasangan. Namun, mereka

merasakan sesuatu yang menghalangi hubungan diantara keduanya. Hal tersebut

terjadi karena adanya dinamika interrelasi antar pasangan yang meliputi:

1) Suami dan Isteri merasa kesepian, mereka merasa sendiri, merasa tidak

dipahami, dan tidak mampu menjelaskan apa yang sebenarnya mereka

inginkan untuk mendapat simpati.

2) Kedua pasangan merasa ditolak sehingga merasa seolah olah tidak diinginkan

dan tidak aman.

3) Kurangnya komunikasi, ketidakmampuan untuk membicarakan dengan baik

tentang masalah mereka dan tidak mampu menghadapinya bersama.

4) Hilangnya perspektif antar pasangan, mereka melupakan apa yang membuat

mereka tertarik satu sama lain, kehilangan keceriaan dan optimisme. Mereka

merasa tidak berdaya dan tidak ada harapan akan masa depan. Mereka tidak

mampu mencurahkan perasaanya, tidak lagi menemukan rasa aman yang

tulus, simpati dan support dari pasangan. Mereka merasa asing satu sama

lainya, bahkan bermusuhan.

Dari pengalamanya menangani kasus perkawinan sejak tahun 1977 di

Bandung, Sadarjoen (2005: 66) menemukan bahwa ada beberapa area sumber

konflik perkawinan yang salah satunya adalah pengaruh jenis kelamin dalam

Page 51: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

32

dinamika kekuasaan relasi antar pasangan, misalnya: Suami otoriter dan agresif

sehingga Isteri dipaksa berperan sebagai submisi atau sebaliknya. Ia juga

menyatakan bahwa setiap sumber konflik yang disebutkan bukanlah menjadi

penyebab tunggal terjadinya konflik, tetapi sering terjadi satu sumber konflik

menjadi pemicu penyebab lain suatu permasalahan. Satu permasalahan akan

mengimbas pada berkembangnya permasalahan beru yang bisa saling tumpang

tindih. Komplikasi latar belakang atau sumber konflik tersebut dapat berdampak

negatif pada hubungan Suami dan Isteri.

Penelitian yang dilakukan oleh Olson dan DeFrain (dalam Kertamuda,

2009: 78) terhadap 21.501 pasangan Suami Isteri diluar umur perkawinan.

Menemukan bahwa ada 10 permasalahan yang dihadapi oleh pasangan Suami

Isteri dalam perkawinan yaitu: (1) Masalah dalam kepemimpinan yang setara; (2)

Pasangan yang keras kepala (stubborn); (3) Tidak memiliki anak dapat

mengurangi kepuasan perkawinan; (4) Pasangan yang berpikir terlalu negatif dan

sering melontarkan kritik; (5) Waktu dan tenaga untuk berekreasi dengan

pasangan yang kurang; (6) Hilangnya harapan agar pasangan berbagi perasaan;

(7) Salah satu pasangan merasa beban dan tanggung jawab masalah ada padanya;

(8) Pasangan menghindari konflik dengan keluar rumah; (9) Kesulitan dalam

menyelesaikan tugas dan pekerjaan; (10) Perbedaan yang ada sulit untuk

dipecahkan.

Dari 10 permasalahan diatas, permasalahan ke 8 mengarah pada gagalnya

pasangan dalam penyelesaian konflik yang benar sehingga menyebabkan

pasangan lebih memilih menghindar dan keluar rumah. Sedangkan permasalahan

Page 52: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

33

ke 4, 6, 7 erat kaitanya dengan emosi, dan pengelolaan emosi yang kurang

sehingga menyebabkan permasalahan.

2.2.4 Konflik pada Tahun-Tahun Awal Perkawinan

Tahun-tahun pertama perkawinan merupakan masa rawan, yang disebut

sebagai era kritis karena pengalaman bersama belum banyak (Dewi dan Sudhana,

2013). Tantangan di periode awal perkawinan adalah masa masa perjuangan untuk

memperoleh kebahagiaan dan kemapanan hidup. Antara Suami Isteri sama sama

bekerja keras untuk bias memenuhi tuntutan hidup. Ini sangat bisa mengurangi

kualitas kebersamaan sehingga akhirnya salah satu pihak merasa terabaikan

(Hassan dalam Anjani, 2006). Hal ini sesuai dengan Pendapat Hurlock (1980 :

289) menyatakan bahwa:

“Selama tahun pertama dan kedua perkawinan pasangan Suami Isteri

biasanya harus melakukan penyesuaian utama satu sama lain, terhadap

anggota keluarga masing-masing, dan teman-temannya. Sementara

mereka sedang melakukan penyesuaian, sering timbul ketegangan

emosional dan ini dipandang sebagai periode balai keluarga muda”

Clinebell dan Clinebell (dalam Dewi dan Sudhana, 2013) menyebutkan

bahwa periode awal perkawinan merupakan masa penyesuaian diri dan krisis

muncul saat pertama kali memasuki jenjang perkawinan. Clinebell dan Clinebell

dalam Anjani, 2006) juga menambahkan bahwa pada periode awal perkawinan,

pasangan Suami Isteri harus banyak belajar tentang pasangan masing-masing dan

diri sendiri yang mulai dihadapkan dengan berbagai masalah. Dua kepribadian

yaitu Suami dan Isteri saling menempa untuk dapat sesuai satu sama lain, dapat

memberi dan menerima. Landis (dalam duvall dalam Pudjiastuti dan Santi, 2010)

menyatakan bahwa penyesuaian perkawinan dilakukan pasangan Suami Isteri

Page 53: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

34

sepanjang usia perkawinan. Penyesuaian perkawinan sangat diperlukan sangat

diperlukan pada kehidupan lima tahun pertama perkawinan karena jika

penyesuaian perkawinan pada awal perkawinan sudah baik, maka akan membantu

pasangan Suami Isteri untuk melakukan penyesuaian perkawinan pada masa-

masa berikutnya yang lebih sulit karena adanya pertumbuhan keluarga.

Di dalam studi awalnya, Anjani dan Suryanto (2006) menemukan bahwa

awal perkawinan merupakan masa-masa yang penuh dengan kejutan, yang

didalamnya terdapat banyak kritis atau masalah masalah yang dihadapi,

perubahan sikap dan perilaku masing masing pasanganpun mulai tampak. Pada

masa awal perkawinan ditemukan pula bahwa pasangan merasa pada masa ini

banyak muncul hal yang tidak sesuai dengan harapan seperti pada saat berpacaran.

Penelitian Gottman (1999) dalam Faulkner (2002) mengidentifikasi ada 2

masa kritis dimana masa tersebut adalah masa sensitif atau pasangan mudah

tersinggung satu sama lain. Dimana kebanyakan pasangan bercerai dalam usia

perkawinan 7 tahun. Pasangan yang bercerai dalam 7 tahun usia perkawinan

mereka mempunyai karakteristik konflik perkawinan yang tinggi. Selain itu masa

dimana pasangan sensitif atau mudah tersinggung lainya adalah usia perkawinan

16 sampai 24 tahun. Pada tahun-tahun tersebut adalah usia perkawinan yang

rentan perceraian, ditandai dengan kurangnya waktu untuk bersama, sehingga

komunikasi berkurang. Gottman menyebutnya dengan ungkapan “2 domba

melewati malam”.

Tahun-tahun awal perkawinan merupakan suatu masa yang menentukan

dan sangat penting karena masing-masing pasangan mulai belajar menerima

Page 54: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

35

pasangan dan hidup serta bertingkahlaku selayaknya sebuah keluarga. Pasangan

pada perkawinan 5 tahun pertama seringkali mengalami ketegangan emosional,

konflik dan perpecahan karena pasangan dalam proses menyesuaikan diri

(Pudjiastuti dan Santi, 2012). Hassan (dalam Winata, 2013) juga mengungkapkan

bahwa masa lima tahun pertama perkawinan biasanya pengalaman bersama belum

banyak, sehingga diperlukan proses penyesuaian diri tidak hanya dengan

pasangan hidup tapi juga dengan kerabat-kerabat yang ada. Hal ini diperkuat oleh

pernyataan Lanny Herawati dalam Winata (2013) yang menyatakan bahwa lebih

dari 5 tahun, pasangan Suami Isteri dianggap berhasil menyesuaikan diri dan

mampu melalui masa paling rentan dalam perkawinan.

2.3 Manajemen Konflik

2.3.1 Sikap Terhadap Konflik

Satu set sikap yang disebut reality-oriented dan defense-oriented dapat

dipergunakan untuk membentuk karekteristik respon orang dalam menghadapi

konflik interpersonal dalam perkawinan. Tipe orang dengan reality-oriented akan

langsung berupaya memahami konflik dan mengatasi ketidaksesuaian yang

mendasari terjadinya konflik tersebut. Sedangkan tipe orang dengan defence-

orinted biasanya menurunkan rasa tidak nyaman dan ketegangan mereka dengan

menjelaskan perilaku yang tampak menyebabkan konflik tersebut terjadi

(Coleman dalam Sadarjoen, 2005: 52). Menurut Sadarjoen (2005: 53), perilaku

defence yang tipikal meliputi:

Page 55: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

36

1. Rasionalisasi, yaitu dengan cara memberikan alasan atas perbuatan seseorang

yang membuat perbuatan itu terkesan logis, tetapi memberikan efek positif

setelah fakta tentang peristiwa tersebut dijelaskan.

2. Intelektualisasi, yaitu dengan cara mengalihkan pusat pembicaraan kearah

etika dan estetika yang lebih tinggi yang jauh dari perilaku dalam kenyataanya

(konkrit).

3. Denial, yaitu dengan cara memaksakan sesuatu yang mengakibatkan peristiwa

seolah tidak pernah terjadi.

4. Suppresion, yaitu melupakan persetujuan atau kesepakatan yang pernah

dilakukan mengenai konflik yang terjadi.

5. Pollyannaism, yaitu dengan memaksakan diri untuk berpikir agar lepas dari

situasi yang menekan tersebut dengan orientasi masa depan yang lebih baik

dengan mengambil hikmah dari konflik yang terjadi.

Tetapi individu dengan tipe relity-oriented tidak selalu dapat menemukan

solusi dalam mengatasi konflik, kecuali permasalahan yang menjadi sumber

konflik tersebut dapat diidentifikasikan dan adanya kesepakatan pasangan untuk

menyelesaikan permasalahan tersebut bersama sama. Lasswell dan Lobsenz

(dalam Sadarjoen, 2005: 54) juga menjelaskan bahwa Individu yang memiliki

karakteristik reality-oriented mungkin saja tidak selalu mempunyai solusi dari

konfliknya. Akan tetapi, bila pasangan dapat teta menjadikan permasalahan yang

mereka hadapi sebagai perhatian utama, mereka akan lebih baik mendapatkan

kesempatan memperoleh area-area kehidupan yang berbeda diantara pasangan dan

mampu mencari solusi. Pemecahan masalah tidak mungkin terjadi kecuali apabila

Page 56: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

37

permasalahannya dapat diidentifikasikan. Persetujuan antar pasangan yang

menetapkan problem yang terjadi, apakah problem itu dan dimana setiap pasangan

memiliki kontribusi terhadap keinginan dan kebutuhan dirinya, mungkin akan

dapat mencapai tiga langkah utama yang palng penting bagi tercapainya resolusi

dari konflik marital.

2.3.2 Upaya Mengatasi Konflik dalam Rumah Tangga

Konflik memang wajar terjadi dalam setiap perkawinan. Maka diperlukan

upaya–upaya untuk mengatasinya. Soeparwoto (2006: 39) menyebutkan beberapa

cara yang perlu diperhatikan dalam upaya mengatasi konflik, yaitu:

1. Sabar

Saat konflik muncul, kesabaran sangat dibutuhkan. Kesabaran

meliputi: kerelaan menerima, ketahanan menghadapi, dan kemampuan

menahan diri. Sabar cenderung kepada kemampuan mengendalikan diri untuk

tidak mengambil tindakan sebelum tepat waktu, usaha menjaga dan

menjernihkan pikiran agar tidak mengambil tindakan secara tidak tergesa-

gesa.

2. Dialog

Kadang masalah terjadi bukan karena adanya ketidakcocokan antara

Suami dan Isteri, melainkan karena kurangnya kesempatan bagi keduanya

untuk salaing berbincang–bincang. Boleh jadi hanya dengan dialog ringan,

konflik yang terlihat sulitpun dapat mencair. Selain itu dialog juga

dimaksudkan untuk mencari kejelasan karena mungkin saja konflik terjadi

Page 57: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

38

karena kesalahan informasi, atau kesalahan masing masing dalam

mempersepsi apa yang terjadi.

3. Mencari Penengah

Upaya ini dapat dilakukan apabila konflik sudah tidak dapat diatasi

dengan dialog.

2.3.3 Manajemen Konflik

Manajemen konflik adalah proses pihak yang terlibat dalam konflik dalam

menyusun strategi konflik dan menerapkanya untuk dapat mengendalikn konflik

agar menghasilkan resolusi yang diinginkan (Wirawan, 2010: 129). Rachmadani

(2003) menjelaskan bahwa manajemen konflik adalah kemampuan individu untu

mengelola konflik-konflik yang dialaminya dengan cara yang tepat, sehingga

tidak menimbulkan komplikasi negatif pada kesehatan jiwanya maupun

keharmonisan keluarga.

Dari pengertian manajemen konflik tersebut, dapat diambil kesimpulan

bahwa manajemen konflik adalah kemampuan individu untuk mengelola konflik

yang dihadapinya untuk menghasilkan resolusi konflik yang tepat sehingga

konflik dapat terselesaikan dengan baik.

Page 58: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

39

2.3.3.1 Penyelesaian Konflik

Winardi (1994: 17) menyebutkan bahwa ada beberapa cara untuk

menyelesaikan konflik, yaitu:

1. Bersikap acuh tidak acuh

Sikap acuh tak acuh berarti tidak adanya upaya langsung untuk

mengahadapi konflik, dengan keadaan demikian konflik dapat menjadi

kekuatan konstruktif atau kekuatan destruktif.

2. Menekannya ( Suppression)

Menekan konflik, menyebabkan menyusutnya dampak konflik yang

negatif. Tetapi bukan berarti konflik teratasi, karena pokok penyebab

timbulnya konflik masih ada. Karena itulah suppression atau menekan

konflik merupakan surface solution atau sebuah pemecahan konflik semu.

3. Menyelesaikanya ( Conflict Resolution)

Penyelesaian konflik hanya dapat terjadi apabila latar belakang

terjadinya suatu konflik, atau permasalahan pemicu timbulnya konflik di

indentidikasi lalu ditiadakan. Sehingga pada masa mendatang penyebab

konflik tersebut tidak muncul kembali.

2.3.3.2 Gaya Manajemen Konflik

Dalam menghadapi konflik, individu akan meresponya dengan bentuk

perilaku. Perilaku mereka membentuk suatu pola tertentu, pola perilaku individu

dalam menghadapi situasi konflik disebut sebagai gaya manajemen konflik

(Wirawan, 2010: 134)

Page 59: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

40

Menurut Winardi (1994: 18) gaya atau pendekatan dalam mengahadapai

konflik dibagi didasarkan pada apa yang dinamakan cooperative dan

assertiviness. Cooperative adalah keinginan untuk memnuhi kebutuhan dan minat

pihak lain, sedangkan assertiveness adalah keinginan untuk memenuhi keinginan

dan minat diri sendiri.

Gambar 2.1

Lima Macam Gaya Manajemen Konflik (Winardi, 1994: 18)

Dari gambar tersebut maka dapat disimpulkan bahwa ada 5 macam gaya

manajemen konflik yaitu:

1. Tindakan menghindari, yang berisi sikap tidak kooperatif, dan tidak asertif;

menarik diri dari situasi konflik, dan atau bersikap netral dalam segala macam

situasi.

2. Kompetisi atau Komando Otoritatif, yang berisi sikap tidak kooperatif, tetapi

asertif; bekerja dengan cara menentang keinginan pihak lain, usaha untuk

Akomodasi atau meratakan

Persaingan atau komando otoritatif

Tindakan menghindari

Kolaborasiatau pemecahan masalah

kompromis

coop

erat

iven

es

tinggi rendah

rendah

tinggi

Asertiveness

Page 60: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

41

mendominasi dalam situasi “menang atau kalah”, dan memaksakan segala

sesuatu dengan kekuasaan yang ada.

3. Akomodasi atau Meratakan, yaitu bersikap kooperatif dan asertif, membiarkan

keinginan pihak lain menonjol; meratakan perbedaan untuk terciptanya

keharmonian yang diciptakan secara buatan.

4. Kompromis, beriskap cukup kooperatif dan asertif tetapi tidak dengan tingkat

ekstrim. Usaha untuk mencapai kepentingan bersama, mengadakan tawar–

menawar untuk mencapai pemecahan yang dapat diterima tetapi bukan

pemecahan optimal, sehingga tak seorangpun merasa ia menang atau kalah.

5. Kolaborasi (Kerjasama) atau Pemecahan Masalah, Bersikap kooperatif,

maupun asertif; berupaya mencapai kepuasan setiap pihak yang

berkepentingan dengan cara bekerja melalui perbedaan yang ada, lalu dari situ

dicari pemecahan masalah sehingga setiap orang mencapai keuntungan

sebagai hasilnya.

Dari gaya manajemen konflik yang telah dijelaskan diatas, Winardi (1994:

19) juga menambahkan bahwa gaya yang berbeda akan menghasilkan hasil yang

berbeda pula. Perbedaan hasil tersebut antara lain:

1. Konflik “Kalah–Kalah”

Hasil ini terjadi apabila tak seorangpun di antara pihak yang terlibat

mencapai keinginanya sebenarnya dan alasan mengapa konflik tersebut

terjadi tidak mengalami perubahan. Konflik “Kalah–Kalah” ini memberi

kesan lenyap untuk sementara waktu tapi besar kemungkinan untuk timbul

kembali. Hasil ini terjadi apabila gaya yang digunakan dalam memanajemen

Page 61: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

42

konflik adalah sikap menghindari, akomodasi, meratakan dan atau melalui

kompromis.

2. Konflik “Menang–Kalah”

Pada Konflik “Menang–Kalah” salah satu pihak mencapai apa yang

diinginkan dengan mengorbankan keinginan pihak lain. Hal tersebut

dikarenakan adanya persaingan dengan adanya kekuatan, keterampilan

superior serta unsur dominasi. Kemungkinan besar konflik dengan hasil

seperti ini akan muncul kembali. Gaya manajemen konflik yang

memungkinkan terjadinya hasil konflik “Menang–Kalah” ini adalah komando

otoriter.

3. Konflik “Menang–Menang”

Konflik “Menang-Menang” terjadi apabila kedua belah pihak yang

berkonflik memperoleh keuntungan atas konflik yang terjadi. Kondisi ini

kemungkinan tidak menimbulkan konflik lagi di masa depan karena tidak ada

yang dihindari maupun ditekan. Gaya manajemen yang digunakan untuk

konflik “Menang–Menang” ini dalah kerjasama (kolaborasi). Gaya ini

dianggap gaya yang paling berhasil dalam mengatasi konflik.

Cara bertingkah laku dalam situasi konflik tergantung seberapa penting

tujuan pribadi dan hubungan dengan pihak lain yang kita rasakan. Berdasarkan

pertimbangan tersebut maka Johnson (dalam Supratiknya, 1995: 99) membagi

gaya dalam mengelola konflik menjadi lima, yaitu:

Page 62: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

43

1. Gaya kura-kura

Kura–kura lebih suka bersembunyi dalam tempurung untuk

menghindari konflik. Mereka menarik diri secara fisik maupun psikologis

daripada mengahadapi konflik. Cenderung menghindar dari sumber konflik

maupun pihak yang sedang berkonflik.

2. Gaya ikan hiu

Sifat ikan hiu senang dalam menakhlukan lawan dengan memaksa lawan

untuk menerima solusi konflik. Pencapaian tujuan pribadi adalah yang utama,

sedangkan hubungan dengan pihak lain tidaklah terlalu penting. Watak ikan

hiu adalah mementingkan kemenangan dengan cara menyerang dan

mengancam ikan lain.

3. Gaya kancil

Watak kancil sangat mengutamakan hubungan, dan kurang

mementingkan tujuan pribadinya. Ia ingin disukai oleh binatang lain. Individu

dengan watak kelinci berkeyakinan bahwa konflik harus dihindari, demi

kerukunan.

4. Gaya Rubah

Watak rubah senang dalam berkompromi. Mencapai tujuan pribadi

dan hubungan dengan orang lain adalah sama pentingnya. Watak ini

mementingkan kepentingan dan kebaikan bersama. Ia mau berkorban sedikit

dengan tujuan dan hubungan dengan pihak lain demi kepentingan bersama.

Page 63: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

44

5. Gaya Burung Hantu

Watak burung hantu sangat mengutamakan tujuan pribadi sekaligus

dengan hubunganya dengan pihak lain. Individu dengan watak ini yakin

bahwa konflik harus dicari pemecahanya, tetapi pemecahan itu harus sejalan

dengan tujuan pribadinya maupun lawan. Burung hantu akan selalu berusaha

mencari penyelesaian yang memuaskan kedua belah pihak.

2.3.3.3 Aspek Manajemen Konflik

Pruitt dan Rubin (2009: 340) mengemukakan aspek manajemen konflik

secara umum antara lain:

1. Mampu melihat seutuhnya konflik yang terjadi.

Memastikan konflik yang dialami benar benar ada, tidak berdasarkan

perasaan yang subjektif tetapi benar menyadari bahwa dirinya berada dalam

situasi konflik dengan pihak lain.

2. Mampu menganalisis konflik

Individu mampu menilai dan mengintropeksi diri sendiri sehingga

diharapkan konflik yang terjadi mampu diketahui penyebab sesungguhnya.

3. Kompromi

Ketika individu mampu berkoordinasi atau berkompromi dengan

pihak lain yang terlibat konflik dengan berunding dan bermusyawarah.

Dari aspek manajemen konflik yang disebutkan Pruit dan Rubin (2009:

340) tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pengelolaan konflik Suami-Isteri

dapat diukur dengan kemampuan masing-masing dalam melihat seutuhnya konflik

yang terjadi, kemampuan dalam menganalisis konflik yang terjadi, serta

Page 64: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

45

kemampuan dalam melakukan kompromi. Dalam penelitian ini, untuk mengukur

variabel manajemen konflik perkawinan penulis menggunakan aspek manajemen

konflik yang disebutkan oleh Pruitt dan Rubin (2004: 340) dengan alasan bahwa

aspek yang disebutkan, berlaku untuk manajemen konflik secara umum, termasuk

konflik di dalam keluarga, Serta aspek yang disebutkan oleh Pruitt dan Rubin

lebih mengacu pada manajemen konflik dalam hubungan interpersonal terutama

pada Suami dan Isteri.

2.3.3.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi Manajemen Konflik

Sari dan Widyastuti (2015) menyebutkan beberapa faktor yang

mempengaruhi manajemen konflik atau pengelolaan konflik antara lain faktor

situasional dan faktor pribadi. Faktor situasional meliputi persoalan dan hubungan

pribadi sedang faktor pribadi meliputi jenis kelamin, tipe kepribadian dan

kecerdasan emosi.Faktor-faktor yang telah disebutkan diatas didukung oleh

pendapat Wirawan (2010: 135) yang juga menyebutkan faktor-faktor yang

mempengaruhi gaya manajemen konflik, antara lain:

1. Asumsi mengenai konflik

2. Persepsi mengenai penyebab konflik

3. Ekspektasi atas reaksi lawan konfliknya

4. Pola komunikasi dalam interaksi konflik

5. Kekuatan yang dimiliki

6. Pengalaman menghadapi situasi konflik

7. Sumber yang dimiliki

8. Jenis kelamin

Page 65: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

46

9. Kecerdasan emosional

10. Kepribadian

11. Budaya organisasi sistem sosial

12. Prosedur yang mengatur pengambilan keputusan jika terjadi konflik

13. Situasi konflik dan posisi dalam konflik

14. Pengalaman menggunakan salah satu gaya manajemen konflik

15. Ketrampilan berkomunikasi

Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin pihak yang terlibat

konflik mempunyai pengaruh terhadap gaya manajemen konflik yang

digunakannya. Sebagian besar penelitian yang menyimpulkan bahwa gaya

manajemen perempuan berbeda dengan laki-laki. Selain jenis kelamin, penelitian

menunjukkan bahwa dalam kemampuan manajemen konflik diperlukan

kecerdasan emosional. Ming (dalam Wirawan, 2001: 136) dalam disertasinya

menjelaskan bahwa kesusksesan manajemen konflik memerlukan keterampilan

yang berkaitan dengan kecerdasan emosional. Hal ini terkait dengan dimensi

kecerdasan emosional yaitu kesadaran diri, memanajemen emosi, empati, dan

membangun hubungan berdasarkan kecerdasan emosional.

2.4 Emotional Intelligence (Kecerdasan Emosi)

2.4.1 Emosi

Semua emosi, pada dasarnya adalah dorongan untuk bertindak, rencana

seketika ketika kita dalam masalah. Kata emosi sendiri adalah berasal dari bahasa

latin yaitu “movere” yang berarti menggerakan, bergerak dengan awalah “e” yang

berarti “bergerak menjauh”. Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan

Page 66: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

47

kecenderungan bertindak merupakan hal yang mutlak jika kita membicarakan

masalah emosi (Goleman, 1999: 7). “Keterampilan emosional adalah meta-ability

yang menentukan seberapa baik kita mampu menggunakan ketrampilan-

ketrampilan lain mana pun yang kita miliki, termasuk intelektual yang belum

terasah.” (Goleman, 1999: 47). Emosi adalah hasil dari interaksi antara stimulasi

psikologi dan identifikasi penilaian terhadap situasi yang dihadapi. Kecerdasan

emosi adalah kemampuan untuk mengembangkan, mengekspresikan, dan

memahami serta mengaplikasikan dan mengelola emosi dalam dirinya dan orang

lain (Naghavi dan Redzuan, 2011).

Cooper dan Sawaf (2001: 64) Emosi adalah sistem “isyarat” yang

berfungsi sebagai alarm berupa informasi yang kita butuhkan dan mengarahkan

kita ke berbagai jalan keluar, aksi atau perubahan pada saat tertentu. Emosi adalah

perasaan subjektif yang kompleks sebagai reaksi kognitif dan fisiologis atas

pengalaman yang memepengaruhi sikap dan perilaku. Emosi berhubungan erat

dengan terjadinya konflik dan proses interaksi konflik. Emosi dapat menyebabkan

terjadinya konflik dan memperngaruhi proses interaksi konflik. Emosi mempunyai

fungsi penting bagi manusia, antara lain:

a. Menyiapkan orang untuk bertindak, emosi berpengaruh dalam respon

seseorang pada kejadian di lingkungan eksternal.

b. Membentuk perilaku orang dikemudian hari, emosi mendorong individu untuk

mempelajari informasi yang akan digunakanya untuk merespon yang tepat di

masa mendatang terhadap situasi tertentu.

Page 67: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

48

c. Membantu mengatur interaksi sosial. Emosi mempengaruhi individu dalam

berinteraksi dengan lingkungan sosialnya, dalam bentuk perilaku verbal

maupun non verbal.

Menurut Mayer (dalam Goleman, 1999: 65) orang cenderung menganut

gaya–gaya khas dalam menangani dan mengatasi emosi mereka. Gaya–gaya

tersebut antara lain:

1. Sadar Diri

Kesadaran diri berarti mereka peka pada suasana hati mereka ketika

mengalami perasaan tertentu. Orang–orang yang mempunyai kesadaran diri

tentang apa yang mereka rasakan seperti ini memiliki kepintaran tersendiri

dalam kehidupan emosional mereka. Kesadaran ini melandasi kepribadian

lain yang mereka miliki yaitu kesehatan jiwa yang bagus, dan cenderung

berpendapat positif akan kehidupan. Bila mereka dilanda masalah hal itu

tidak langsung melarutkan mereka dalam permasalahan, mereka mampu

melepaskan diri dari keadaan itu.

2. Tenggelam dalam permasalahan

Gaya ini adalah milik mereka yang sering kali dikuasai oleh emosi dan

tak berdaya untuk melepaskan diri, mereka mudah marah, tidak peka atas

perasaanya, sehingga mudah larut dalam perasaan perasaan itu bukan mencari

perspektif serta penyelesaian. Sehingga orang–orang dengan gaya seperti ini

tidak mempunyai kendali akan kehidupan emosional mereka, seringkali lepas

kendali secara emosional.

Page 68: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

49

3. Pasrah

Gaya yang ketiga ini, dimiliki oleh orang–orang yang peka akan apa

yang mereka rasakan, cenderung menerima begitu saja apa yang mereka

rasakan, sehingga tidak berusaha untuk mengubahnya.

2.4.2 Pengertian Emotional Intelligence

Goleman (1999: xiii) Kecerdasan emosional mencakup pengendalian diri,

semangat dan ketekunan, serta kemampuan memotivasi diri sendiri, selain itu

Goleman (1999: 45) menyebutkan bahwa terdapat ciri ciri lain kecerdasan

emosional yaitu petama, kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan

dalam menghadapi frustasi. Kedua, mengendalikan dorongan hati dan tidak

melebih lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban

stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir. Ketiga dan yang terakhir adalah

berempati dan berdoa.

Tanda kematangan emosi menurut Walgito (2004: 45):

1. Dapat menerima keadaan dirinya maupun keadaan orang lain apa adanya

(objektif).

2. Tidak bersifat impulsif. Hal ini karena individu dengan kematangan emosi

akan merespon stimulus dengan cara berpikir baik, dapat mengontrol

pikiranya untuk member tanggapan stimulus yang dihadapinya.

3. Mengontrol dan mengekspresikan emosi secara baik. Hal ini berarti orang

dengan kematangan emosi dapat mengontrol emosinya, dan tahu

bagaimana harus mengekspresikan emosinya.

4. Sabar, penuh pengertian dan mempunyai toleransi yang baik

Page 69: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

50

5. Mempunyai tanggung jawab, tidak mudah mengalami frustasi dan

menghadapi masalah dengan penuh pengertian.

Goleman (1999: xv) menyebut bahwa kecerdasan emosional adalah

kemampuan dasariah manusia untuk mempertahankan hidup. Misalnya

kesanggupan untuk mengendalikan emosi, membaca perasaan orang lain, dan

memelihara hubungan dengan sebaik baiknya.

Dari pengertian para ahli tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa

emotional intelligence merupakan kemampuan individu dalam mengenali dan

menganalisis emosi diri maupun orang lain, serta kemampuan untuk mengelola

emosi untuk membina hubungan dan memeliharanya sebaik-baiknya.

2.4.3 Aspek Emotional Intelligence

Salovey (dalam Goleman, 1999: 57) membagi 5 wilayah utama dalam

kecerdasan emosional yaitu:

1. Mengenali Emosi Diri

Kesadaran diri yaitu mengenali perasaan ketika perasaan tersebut

muncul. Kemampuan untuk mengenali perasaan diri ini penting karena

ketidakmampuan untuk mengenali perasaan kita sesungguhnya membawa

kita ada dalam kekuasaan peraaan. Orang yang mempunyai keyakinan lebih

tentang apa yang dirasakanya adalah pilot untuk kehidupan mereka

sendiri.karena mereka mempunyai kepekaan tinggi akan perasaan mereka

yang sesungguhnya, dan pengambilan keputusan untuk masalah pribadi

mereka.

Page 70: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

51

2. Mengelola Emosi

Menangani perasaan agar dapat diungkap dengan pas adalah sebuah

kecakapan mengelola emosi. Kemampuan ini mencakup kemampuan

menghibur diri, melepaskan kecemasan, kemurungan, dan ketersinggungan

serta emosi–emosi negatif lain. Orang dengan kemampuan mengelola emosi

akan bangkit lebih cepat dalam setiap permasalahan dalam kehidupan

mereka, sebaliknya orang yang tidak mempunyai ketrampilan ini kan terus

menerus bertarung melawan perasaan negatif mereka dalam setiap

permasalahan.

3. Memotivasi Diri Sendiri

Menata emosi adalah alat yang sangat penting untuk mencapai tujuan

yang kaitanya dengan memberi perhatian, memotivasi diri sendiri, menguasai

diri sendiri dan untuk berkreasi. Ketrampilan ini adalah landasan keberhasilan

dalam berbagai bidang. Karena mampu menyesuaikan diri “flow”

meningkatkan kinerja, dan orang dengan ketrampilan ini cenderung jauh lebih

produktif dan efektif dalam hal apapun yang dikerjakan.

4. Mengenali Emosi Orang Lain

Orang yang empatik mampu menangkap sinyal-sinyal sosial yang

tersembunyi yang mengisyaratkan apa–apa yang dibutuhkan atau dikehendaki

orang lain.

5. Membina Hubungan

Seni membina hubungan, sebagian besar, merupakan keterampilan

mengelola emosi orang lain. Ini merupakan keterampilan yang menunjang

Page 71: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

52

popularitas, kepemimpinan, dan keberhasilan antarpribadi. Orang-orang hebat

dalam keterampilan ini akan sukses dalam bidang apapun yang mengandalkan

pergaulan yang mulus dengan orang lain; mereka adalah bintang-bintang

pergaulan (Goleman, 1999: 59). Goleman (1999: 158) menambahkan bahwa

Kemampuan sosial ini memungkinkan seseorang membentuk hubungan,

untuk menggerakan dan mengilhami orang-orang lain, membina kedekatan

hubungan, meyakinkan dan mempengaruhi, membuat orang-orang lain

merasa nyaman.

Salah satu kunci kecakapan sosial adalah seberapa baik atau buruk

seseorang mengungkapkan perasaanya sendiri. Paul Ekman (dalam Goleman,

1999; 159) menggunakan istilah tatakrama tampilan untuk konsensus sosial

mengenai perasaan mana saja yang dapat diperlihatkan secara wajar pada saat

yang tepat. Hal ini dipengaruhi oleh budaya yang berlaku dalam masyarakat.

John Cacioppo (dalam Goleman, 1999: 163) ahli sosiologi di Ohio

State University yang telah mempelajari pertukaran emosi yang tak terlihat

ini, mengamati hanya dengan melihat seseorang mengungkapkan emosinya

dapat muncul suasana hati, entah disadari atau tidak seseorang akan meniru

ungkapan wajah orang lain. Sinkronisasi suasana hati ini menentukan apakah

seseorang merasa bahwa suatu interaksi berjalan baik atau tidak (Goleman,

1999: 163).

Dari aspek emotional intelligence yang disebutkan Salovey (dalam

Goleman, 1999: 57) tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa kecerdasan

emosional atau emotional intelligence Suami dan Isteri dapat diukur dengan

Page 72: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

53

kemampuan masing-masing dalam mengenali emosi diri, kemampuan mengelola

emosi, memotivasi diri sendiri, kemampuan mengenali emosi orang lain serta

kemampuan masing-masing dalam membina hubungan dalam perkawinan. Dalam

penelitian ini, untuk mengukur variabel emotional intelligence Suami dan Isteri,

penulis menggunakan aspek emotional intelligence yang disebutkan oleh Salovey

(dalam Goleman, 1999: 57) dengan alasan bahwa aspek tersebut jelas dan mudah

dipahami untuk selanjutnya dibuat indikator untuk mengetahui emotional

intelligence Suami dan Isteri dalam perkawinan.

2.5 Jenis Kelamin

Perbedaan faktor gender atau jenis kelamin misalnya kata “gender” sering

diartikan sebagai kelompok laki-laki dan perempuan atau perbedaan jenis

kelamin. Jenis kelamin dan gender mempunyai makna yang berbeda, jenis

kelamin merupakan perbedaan kodrat secara fisik antara perempuan dan laki-laki

ditinjau dari fungsi seks dan penilaian biologis, sedangkan gender adalah

perbedaan perilaku antara laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan secara

sosial (bukan kodrat maupun ketentuan Tuhan) melainkan diciptakan manusia

melalui proses sosial dan kultural (Ghuzairoh, 2015).

Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis antara perempuan dan laki-

laki sejak lahir dan tidak dapat diubah. Sedangkan gender adalah peluang, peran,

dan tanggung jawab antara laki-laki dan perempuan sebagai hasil konstruksi sosial

dalam kehidupan bermasyarakat (Tangkudung, 2014). Menurut Baron dan Bryne

(2005) jenis kelamin merupakan kejantanan atau kewanitaan yang ditentukan

faktor genetik yang menghasilkan perbedaan fisik dan anatomi.

Page 73: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

54

Perbedaan secara anatomis dan fisiologis menyebabkan perbedaan pula

pada pola tingkah laku perempuan dan struktur aktivitas laki-laki. Perbedaan

tersebut menimbulkan perbedaan isi dan bentuk tingkah laku dalam kemampuan

selektif terhadap kegiatan yang intensional yang bertujuan dan terarah. Perbedaan

fisiologis dari lahir diperkuat dengan struktur kebudayaan khususnya adat-istiadat

dan pengaruh pendidikan (Kartono, 1992: 4). Sejalan dengan pendapat tersebut,

Astuti (2009) menyatakan bahwa perbedaan jenis kelamin laki-laki dan

perempuan sangat jelas secara fisik terutama konstitusi tubuh dan raut mukanya,

namun cirri yang menbedakan laki-laki dan perempuan tidak hanya terdapat pada

fisiknya saja, tetapi juga berbeda dari segi emosi, minat, dan sudut pandang.

Maskulinitas dan feminitas dikonsepkan sebagai suatu hal yang

berlawanan. Peran bagi laki-laki dan perempuan dalam kehidupan yang diberikan

masyarakatpun berbeda sesuai jenis kelamin. Heilbrun (dalam Miranti, 2012)

menyatakan bahwa perbedaan norma pada gender disebabkan karena diterimanya

kualitas psikologis laki-laki berbeda dari perempuan sejak dahulu. Menurut teori

gender socialization sebuah perilaku ditentukan oleh proses sosialisasi dimana

individu dibentuk oleh norma budaya dan nilai-nilai yang diharapkan pada setiap

jenis kelamin (Zelenzy dkk, dalam Miranti, 2012)

Perbedaan biologis laki-laki dan perempuan disebabkan oleh adanya

hormon yang berbeda antara laki-laki dengan perempuan. Dengan adanya

perbedaan ini berakibat pada perlakuan yang berbeda terhadaplaki-laki dan

perempuan. Selain faktor biologis, faktor lain yang mempengaruhi prestasi belajar

siswa adalah faktor psikologis. Secara psikologis laki-laki dan perempuan

Page 74: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

55

berbeda. Faktor psikologis terkait dengan intelegensi, perhatian, minat, bakat,

moti, kematangan, dan kesiapan (Ekawati dan Wulandari, 2011). Perbedaan

biologis tersebut mengasilkan praktik cultural berupa pola pengasuhan anak,

peran, stereotip gender, dan ideologi peran seks yang mengarah pada tindakan

pemisahan laki-laki dan perempuan (Berry, dkk, 1999: 117)

Dari beberapa pengertian diatas, maka disimpulkan bahwa jenis kelamin

merupakan perbedaan kodrat antara laki-laki dan perempuan secara fisik dan

biologis yang di dapat manusia sejak lahir.

2.5.1 Perbedaan Emosi Laki-Laki dan Perempuan

Goldberg (dalam Santrock, 2002: 128) berpendapat bahwa perbedaan

kritis antara laki-laki dan perempuan menciptakan jarak yang besar di antara

mereka. Perbedaan itu adalah perempuan dapat merasakan dan mengartikulasikan

perasaan dan masalah mereka, sedangkan laki-laki dengan pengkondisian

maskulinitas mereka tidak dapat melakukannya.

Perbedaan gender menyebabkan perbedaan laki-laki dan perempuan dalam

mengekspresikan karakteristik bidang sosial dalam hal agresi dan komunikasi.

Eagly dan Hyde (dalam Friedman dan Schustack: 2008: 5) menemukan bahwa

dibandingkan perempuan, anak laki-laki dan laki-laki secara verbal dan fisik lebih

agresif.

Umumnya, dalam pandangan sehari-hari perempuan kerap dideskripsikan

sebagai makhluk yang emosional, berwatak pengasuh, mudah menyerah

(submisif), komunikatif, mudah bergaul, lemah, pasif, mudah dipengaruhi, dan

sebagainya, sedangkan laki-laki dideskripsikan sebagai pribadi yang rasional,

Page 75: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

56

mandiri, agresif dan kuat. Dunia perempuan khas menampilkan diri sebagai dunia

“yang memelihara”, sebagai besorgend welt. Sedangkan dunia laki-laki lebih

banyak dicirikan dengan dunia kerja, penakhlukan, ekspansi dan agresivitas

(Kartono, 1992: 3).

Menurut Kuntaraf dan Kuntaraf (dalam Sari, 2008) laki-lakicenderung

untuk menyampaikan kemarahanya melaui tenaga fisik, sementara perempuan

cenderung untuk lebih menyampaikan kemarahanya dengan kata–kata.

Kebanyakan perempuan merasakan seluruh rangkaian emosi dengan intensitas

lebih besar dan tidak stabil daripada pria, dalam arti kaum perempuan lebih

“emosional” daripada kaum pria.

Peplau & Gordon (dalam Santrock, 2002: 118) menyatakan bahwa Isteri

secara konsisten lebih terbuka pada pasangan mereka dari pada Suami. Sedangkan

Perempuan lebih cenderung mengekspresikan kelembutan, ketakutan, dan

kesedihan daripada pasangan mereka. Bagi sebagian laki-laki, mengendalikan

kemarahan merupakan orientasi emosional yang umum (Cancian & Gordon dalam

Santrock, 2002: 118). Penelitian longitudinal tentang emotional intelligence yang

dilakukan oleh Smith, dkk (2008), kecerdasan emosional itu adalah stabil,

perkawinan dimana perempuan banyak melakukan menghindar dan

menyembunyikan perasaanya. Dan hal tersebut diprediksi menurunkan

ketidakpuasan dalam perkawinan.

Siaruchi, dkk (dalam Naghavi dan Redzuan, 2011) menemukan bahwa

emotional intelligence perempuan lebih tinggi daripada laki–laki, terutama dalam

hal kemampuan dalam memahami emosi, regulasi emosi, dan penggunaan emosi.

Page 76: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

57

Hal ini didukung oleh penelitian Mayer, dkk (dalam Naghavi dan Redzuan, 2011)

yang menemukan bahwa performansi kecerdasan emosi perempuan lebih baik

daripada laki–laki.

2.5.2 Perbedaan Manajemen Konflik Laki-Laki dan Perempuan

Perempuan cenderung bersikap pasif, dan memilih pola tingkah laku

“lebih baik mengalah” terhadap pria, sebagai suatu mekanisme bela-diri di tengah

masyarakat yang lebih banyak dikuasai oleh kaum laki-laki. Selanjutnya beberapa

sifat keperempuanan yang banyak dituntut dan disoroti oleh masyarakat luas ialah

keindahan, kelembutan dan kerendahan hati (Kartono, 1992: 16).

Sifat laki-laki adalah egosentris, senantiasa memegang inisiatif, sifatnya

progresif dan hamper selalu memberikan stimulans, sebaliknya sifat-sifat

perempuan hetero-sentris, lebih bersikap memelihara, melindungi, lebih menetap

dan mengawetkan (Kartono, 1992: 19). Umumnya, keluhan dari perempuan dalam

suatu perkawinan adalah Suami mereka tidak peduli pada kehidupan emosional

mereka dan tidak mengekspresikan pikiran dan perasaan mereka sendiri (Rubin

dalam Santrock, 2002: 118).

Penelitian yang dilakukan oleh Sumalata dkk (2013) yang meneliti tentang

gaya manajemen konflik anatara laki–laki dan perempuan menemukan bahwa

laki-laki atau Suami kebanyakan menggunakan gaya kolaborasi dan

penghindaran, sedangkan perempuan atau Isteri kebanyakan menggunakan gaya

manajemen konflik akomodasi.

Penelitian yang dilakukan oleh Bogda dan Sendil (2012) menemukan

bahwa laki–laki mempunyai kecenderungan untuk berkhianat lebih tinggi dari

Page 77: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

58

perempuan. Kecenderungan berkhianat pada pasangan dan manajemen konflik

yang aktif negatif adalah saling berhubungan. Ia juga menemukan bahwa laki–laki

cenderung untuk berperilaku menghindar dari konflik dan perempuan cenderung

bertindak aktif dalam konflik.

2.6 Penelitian Terkait Emotional Intelligence dan Manajemen

Konflik Perkawinan

Penelitian yang dilakukan oleh Dildar dkk (2013) menemukan bahwa dari

sekian banyak pasangan yang menikah yang mengalami ketidakpuasan

perkawinan kebanyakan dari mereka menggunakan gaya menghindar dan gaya

kompetitif dalam konflik.

Fitness (dalam Dildar dkk, 2012) menyebutkan bahwa emotional

intelligence dan penyesuaian dalam penikahan sangat berhubungan. Hal ini

dikarenakan persepsi emosi, pemahaman dan alasan tentang manajemen emosi

sangat penting dalam suatu hubungan perkawinan.

Besharat (dalam Roodsari dan Khalatbari, 2014: 229) mempelajari bahwa

di dalam hubungan sosial yang berkualitas, terdapat pengaruh dari emotional

intelligence. Hasil dari penelitianya memperlihatkan adanya korelasi negatif

antara emotional intelligence dan masalah interpersonal. Hal ini dikarenakan

emotional intelligence membantu individu untuk meningkatkan hubungan sosial

mereka melalui persepsi emosi, kognisi emosi, dan manajemen emosi dengan

menggunakan antisipasi, meningkatkan self control.

Agustian (2001: xliv) telah terbukti secara ilmiah bahwa kecerdasan emosi

kecerdasan emosi memegang peranan yang sangat penting dalam mencapai

Page 78: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

59

keberhasilan disegala bidang. Agustian (2001: 56) juga menambahkan bahwa inti

kemampuan pribadi dan sosial yang merupakan kunci utama keberhasilan

seseorang adalah kecerdasan emosi.

2.6 Hubungan antara Emotional Intelligence dengan Manajemen

Konflik Perkawinan

Satu yang paling penting dari hubungan antara laki-laki dan perempuan

adalah perkawinan. Perkawinan membentuk komitmen emosional yang legal yang

sangat penting dalam kehidupan orang dewasa (Dildar, dkk, 2012). Perkawinan

adalah suatu ikatan janji setia antara Suami dan Isteri yang di dalamnya terdapat

suatu tanggung jawab dari kedua belah pihak (Kertamuda, 2009: 13).

Setiap perkawinan pasti menemui permasalahan yang akhirnya akan

menjadi sumber konflik dari pasangan Suami-Isteri itu sendiri. Setiap mengalami

konflik pada umumnya pasangan Suami-Isteri cenderung bersikap emosional,

sehingga mengakibatkan kata-kata atau pendapat yang keluar dari keduanya tidak

rasional. Konflik tersebut membuat nalar menjadi tak berfungsi. Mereka hanya

menuruti hawa nafsu masing masing dan kehilangan motivasi untuk melanjutkan

perkawinan. Ikatan perkawinan itupun pada akhirnya berakhir dengan kata cerai

(Nurcahyanti, 2010: 4).

Minauli (dalam Hilmansyah, 2015) mengemukakan bahwa apa pun

pemicunya, keretakan rumah tangga lebih disebabkan karena ketidakmampuan

pasangan dalam mengatasi konflik yang terjadi. Kemudian banyak pasangan

menganggap perceraian bisa menjadi jalan keluar dari permasalahan.Ini yang

menjadi penyebab angka perceraian di Indonesia mencapai 10 persen dari total

Page 79: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

60

perkawinan. Supratiknya (1995: 94) menambahkan bahwa rusaknya suatu

hubungan sesungguhnya lebih disebabkan oleh kegagalan memecahkan konflik

secara konstruktif, adil, dan memuaskan kedua belah pihak, bukan oleh

munculnya konflik itu sendiri.

Dari penjelasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa kegagalan rumah

tangga, bukan disebabkan oleh konflik yang dihadapi melainkan kegagalan dalam

memecahkan konflik rumah tangga itu sendiri. Hal ini di dukung oleh pula oleh

pernyataan Nurcahyanti (2010: 1) bahwa setiap orang yang menjalani kehidupan

rumah tangga pastilah bertemu rintangan. Dalam setiap kesulitan tersebut pada

hakikatnya Suami-Isteri diuji sampai sejauh mana pasangan tersebut sanggup

menyikapi dan memecahkan masalah yang muncul dalam kehidupan rumah

tangga dan mencari titik temu dalam setiap konflik yang muncul dalam keluarga,

yang terpenting adalah cara keduanya bersikap menghadapinya dan mengelola

dengan sebaik baiknya.

Di dalam studi awalnya, Anjani dan Suryanto (2006) menemukan bahwa

awal perkawinan merupakan masa-masa yang penuh dengan kejutan, yang

didalamnya terdapat banyak kritis atau masalah masalah yang dihadapi,

perubahan sikap dan perilaku masing masing pasanganpun mulai tampak. Pada

masa awal perkawinan ditemukan pula bahwa pasangan merasa pada masa ini

banyak muncul hal yang tidak sesuai dengan harapan seperti pada saat berpacaran.

Tahun-tahun awal perkawinan merupakan suatu masa yang menentukan

dan sangat penting karena masing-masing pasangan mulai belajar menerima

pasangan dan hidup serta bertingkahlaku selayaknya sebuah keluarga. Pasangan

Page 80: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

61

pada perkawinan 5 tahun pertama seringkali mengalami ketegangan emosional,

konflik dan perpecahan karena pasangan dalam proses menyesuaikan diri

(Pudjiastuti dan Santi, 2012). Hassan (dalam Winata, 2013) juga mengungkapkan

bahwa masa lima tahun pertama perkawinan biasanya pengalaman bersama belum

banyak, sehingga diperlukan proses penyesuaian diri tidak hanya dengan

pasangan hidup tapi juga dengan kerabat kerabat yang ada. Hal ini diperkuat oleh

pernyataan Herawati dalam Winata (2013) yang menyatakan bahwa lebih dari 5

tahun, pasangan Suami Isteri dianggap berhasil menyesuaikan diri dan mampu

melalui masa paling rentan dalam perkawinan.

Perkawinan yang pada hakikatnya adalah menyatukan Suami dan Isteri

dalam suatu hubungan yang sakral dan kekal. Untuk selalu menyatukan dua

individu yang berbeda dengan segala perbedaanya tidaklah mudah. Apalagi

perbedaan gender diantara keduanya yang memungkinkan terjadinya konflik

interpersonal. Pasalnya negara Indonesia yang kaya akan adat dan norma sosial

seakan memberi sifat yang melekat pada masing masing gender sesuai dengan

peran sosialnya.

Sari dan Widyastuti (2015) menyebutkan beberapa faktor yang

mempengaruhi manajemen konflik atau pengelolaan konflik antara lain faktor

situasional dan faktor pribadi. Faktor situasional meliputi persoalan dan hubungan

pribadi sedang faktor pribadi meliputi jenis kelamin, tipe kepribadian dan

kecerdasan emosi. Perbedaan secara anatomis dan fisiologis menyebabkan

perbedaan pula pada pola tingkah laku perempuan dan struktur aktivitas laki-laki.

Perbedaan tersebut menimbulkan perbedaan isi dan bentuk tingkah laku dalam

Page 81: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

62

kemampuan selektif terhadap kegiatan yang intensional yang bertujuan dan

terarah. Perbedaan fisiologis dari lahir diperkuat dengan struktur kebudayaan

khususnya adat-istiadat dan pengaruh pendidikan (Kartono, 1992: 4). Oleh karena

bentuk jasmani perempuan itu berbeda dengan bentuk badan pria, maka eksistensi

dan sifat-sifat kewanitaan pun berbeda dengan keberadaan dan sifat-sifat laki-laki.

Perbedaan ini adan tetap ada, walaupun struktur sosial di dunia dan norma-norma

tradisional berubah (Kartono, 1992: 5). Deborah Tannen (dalam Goleman, 1999:

185) mengutarakan bahwa laki-laki dan perempuan menghendaki dan

menginginkan hal yang sangat berbeda untuk diperbincangkan. Laki-laki puas

berbicara tentang masalah–masalah sementara perempuan mencari hubungan

emosi. Dari penjelasan tersebut menunjukan bahwa perempuan menggunakan

perasaan atau emosi lebih dominan di dalam menghadapi situasi konflik

dibanding pria.

Perbedaan pendidikan emosi menghasilkan ketrampilan emosi yang

berbeda antara laki-laki dan perempuan. Anak perempuan mahir dalam membaca

sinyal emosi baik verbal dan non verbal dan mengungkapkan perasaanya,

sedangkan anak laki-laki lebih terampil dalam meredam emosi yang berkaitan

dengan perasaan rentan, salah, takut, dan sakit. Studi menemukan secara rata-rata

kaum perempuan merasakan seluruh rangkaian emosi dengan intensitas lebih

besar dan lebih berubah-ubah daripada kaum pria, dalam artian kaum perempuan

lebih “emosional” daripada kaum laki-laki (Goleman, 1999: 186).

Emosi berhubungan erat dengan konflik karena emosi dapat berupa

konstruktif dan destruktif. Hal ini akan mempengaruhi individu dalam menilai

Page 82: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

63

segala sesuatu yang dihadapinya berdasarkan persepsinya. Emosi yang bersifat

destruktif akan menyebabkan konflik, karena orang yang emosional sering

irasional dan logika berpikirnya dipengaruhi oleh emosi. Sedangkan emosi yang

bersifat konstruktif cenderung menghindari konflik dalam interaksi sosialnya.

(Wirawan, 2010: 151).

Kematangan emosi sangat diperlukan dalam perkawinan, seperti yang

diungkapkan oleh Walgito (2004: 44) yaitu kematangan emosi dan pikiran akan

saling kait mengait. Bila individu telah matang emosinya, telah dapat

mengendalikan emosinya, maka individu tersebut akan dapat berpikir secara

matang, baik, dan objektif. Dalam kaitanya dengan perkawinan, hal ini dituntut

agar Suami maupun Isteri dapat melihat permasalahan yang ada dalam keluarga

dengan secara baik dan objektif.

Apa yang diungkap oleh Walgito (2004: 44) dapat disimpulkan bahwa

kematangan emosi berpengaruh dalam penyelesaian permasalahan dalam keluarga

termasuk konflik, karena telah dijelaskan sebelumnya pula bahwa kecerdasan

emosi dan pikiran itu berkaitan. Apabila seseorang dapat mengendalikan emosi

maka dalam setiap pengambilan keputusan akan dipikirkan secara matang

termasuk dalam penyelesaian konflik itu sendiri.

Goleman (1999: xiii) mengatakan bahwa kecerdasan emosional perlu

dalam hubungan antara perasaan, watak, dan naluri moral. Karena menurutnya

banyak bukti bahwa sikap etik dasar dalam kehidupan berasal dari kemampuan

emosional yang melandasinya. Hal ini juga di dukung para ahli yang menyatakan

bahwa emosi menuntun kita menghadapi saat-saat kritis dan tugas tugas yang

Page 83: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

64

telalu sulit dan terlalu berbahaya apabila hanya diselesaikan dengan otak misalnya

seperti: kehilangan yang menyedihkan, bertahan mencapai tujuan walaupun

dilanda kekecewaan, bertahan dengan pasangan dan membina keluarga

(Goleman, 1999: 4)

Banyak bukti memperlihatkan bahwa orang yang cakap secara emosi

mampu mengetahui serta menangani perasaan mereka sendiri dengan baik, dan

yang mampu membaca dan menghadapi perasaan orang lain dengan efektif,

memiliki keuntungan dalam setiap bidang kehidupan, baik dalam hubungan

asmara, persahabatan atau dalam menangkap aturan–aturan tak tertulis yang

menentukan keberhasilan dalam organisasi. Individu dengan keterampilan

emosional yang berkembang baik berarti kemungkinan individu tersebut akan

bahagia dan berhasil dalam kehidupan (Goleman, 1999: 48).

Faktor yang mempengaruhi gaya manajemen konflik menurut Wirawan

(2010: 135) salah satunya adalah jenis kelamin dan kecerdasan emosional.

Sejumlah penelitian menunjukan jenis kelamin mempengaruhi gaya manajemen

konflik seseorang. Dari banyak penelitian disimpulkan bahwa gaya manajemen

konflik perempuan berbeda dengan gaya manajemen konflik laki–laki. Ming

(dalam Wirawan, 2010: 136) menemukan bahwa kesuksesan manajemen konflik

memerlukan keterampilan yang berkaitan dengan kecerdasan emosional.

Atas dasar uraian mengenai hubungan emotional intelligence dan

manajemen konflik perkawinan ditinjau dari jenis kelamin yang telah dijelaskan

diatas, maka dapat digambarkan kerangka berfikir penelitian sebagai berikut:

Page 84: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

65

Gam

bar

2.2

Ker

angk

a B

erpik

ir P

enel

itia

n

Perk

awin

an

Men

yatu

kan

2 in

divi

du y

ang

berb

eda

Laki

-laki

pe

rem

puan

Perb

edaa

n da

lam

sifa

t, pe

rilak

u, k

eprib

adia

n,

pem

ikira

n, te

mpe

ram

en.

Mel

anju

tkan

hu

bung

an

Tuju

an

perk

awin

an

Kere

taka

n ru

mah

tang

ga

Buru

k

Baik

Net

ral

berb

eda

setia

p ke

luar

ga

Kece

rdas

an E

mos

iona

l ( E

mot

iona

l Int

ellig

ence

)

KON

FLIK

RU

MAH

TA

NGG

A M

anaj

emen

Kon

flik

1.M

enge

nali

emos

i diri

2.

Men

gelo

la e

mos

i diri

3.

Mem

otiv

asi d

iri

4.M

enge

nali

emos

i or

ang

lain

5.

Mem

bina

hu

bung

an

deng

an o

rang

lain

1.M

ampu

mel

ihat

seut

uhny

a ko

nflik

yan

g te

rjadi

2.

Mam

pu m

enga

nalis

kon

flik

3.ko

mpr

omi

Page 85: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

66

2.7 Hipotesis

Terdapat hubunganpositif antara emotional intelligence dengan

manajemen konflik perkawinan. Semakin tinggi emotional intelligence, semakin

baik kemampuan manajemen konflik perkawinan yang dimiliki individu.

Page 86: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

169

BAB 5

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data penelitian, maka diperoleh simpulan

sebagai berikut:

1. Terdapat hubungan yang sangat signifikan antaraemotional intelligence dan

manajemen konflik perkawinan.Arah hubungan yang terjadi antara emotional

intelligence dan manajemen konflik perkawinan merupakan hubungan positif

yang berarti semakin tinggi emotional intelligence semakin baik pula

kemampuan manajemen konflik perkawinan yang dimiliki individu.

2. Manajemen konflik yang dimiliki subjek baik Suami maupun Isteri dalam

penelitian ini berada pada kategori sedang (cukup baik). Aspek yang paling

berpengaruh terhadap baik buruknya kemampuan manajemen konflik

perkawinan adalah aspek kemampuan menganalisis konflik yaitu kemampuan

menilai dan menginstropeksi diri sendiri sehingga konflik yang terjadi dapat

diketahui sebabnya.

3. Tingkat emotional intelligence yang dimiliki individu dalam penelitian ini

berada pada kategori sedang. Aspek yang paling berpengaruh terhadap tinggi

rendahnya emotional intelligence individu pada penelitian ini adalah aspek

mengelola emosi yang mencakup kemampuan menghibur diri, melepaskan

kecemasan, serta emosi-emosi negatif lainnya dalam menghadapi

permasalahan.

Page 87: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

170

4. Terdapat perbedaan kemampuan manajemen konflik perkawinan antara laki-

laki dan perempuan. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari mean empiris

masing masing kelompok dimana mean perempuan lebih tinggi dibandingkan

mean kelompok laki-laki yang berarti perempuan memiliki manajemen

konflik perkawinan yang lebih baik daripada laki-laki.

5. Tidak terdapat perbedaan emotional intelligence antara laki-laki dan

perempuan. Jenis kelamin bukan menjadi satu-satunya faktor yang

mempengaruhi tinggi rendahnya emotional intelligence yang dimiliki

individu. Faktor lain yang mempengaruhi diantaranya faktor pendidikan

emosi oleh keluarga, pola asuh keluarga, lingkungan sosial dan pendidikan.

5.2 Saran

1. Bagi Subjek Penelitian (Pasangan Suami-Isteri)

Individu yang berkemampuan manajemen konflik perkawinan rendah

(kurang baik) dan sedang memiliki potensi untuk ditingkatkan secara optimal.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kemampuan

manajemen konflik perkawinan adalah dengan meningkatkan emotional

intelligence. Dengan meningkatnya kecerdasan emosional, pasangan dapat lebih

menyesuaikan diri secara baik dengan pasangan, mengontrol emosi dan

mengekspresikan emosi dengan tepat sehingga keduanya dapat berpikir secara

jernih dan objektif serta berkeinginan untuk menyelesaikan masalah tersebut

dengan membicarakan masalah, bertukar pikiran satu sama lain, sehingga konflik

yang dihadapi dalam rumah tangga dapat dikelola dengan baik.

Page 88: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

171

Berdasarkan perbandingan mean empiris masing-masing aspek

manajemen konflik perkawinan, kemampuan melihat seutuhnya konflik yang

terjadi adalah aspek dengan mean empiris terendah. Untuk itu individu diharapkan

lebih dapat memastikan konflik yang terjadi antara dirinya dengan pasangan benar

benar ada, bukan hanya berdasarkan perasaan subjektif saja.

2. Bagi peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya yang tertarik melakukan penelitian dengan tema

yang sama penulis menyarankan:

a. Memperluas ruang populasi, atau menambahkan variabel-variabel lain agar

hasil yang didapat lebih bervariasi dan beragam sehingga kesimpulan yang

diperoleh lebih komprehensif

b. Membuat skala dengan aitem yang berbeda antara Suami dan Isteri agar

kemungkinan melakukan kerjasama semakin kecil

c. Membedakan subjek berdasarkan tingkat pendidikan agar dapat diketahui

apakah tingkat pendidikan mempengaruhi emotional intelligence dan

manajamen konflik perkawinan.

Memperdalam penelitian kemampuan manajemen konflik perkawinan

berdasarkan gaya-gaya manajemen konflik pada Suami dan Isteri.

Page 89: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

172

DAFTAR PUSTAKA

Agustian, A. G. 2001. Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: Arga.

Ahmad. S., dan Bangash. H., Khan. S. A. 2009. Emotional Intelligence and

Gender Differences. Sarhad J. Agrid. Vol. 25 (1): 127-130.

Arikunto, S. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:

Rineka Cipta.

Anjani, C., dan Suryanto. 2006. Pola Penyesuaian Perkawinan pada Periode

Awal. INSAN. Vol. 8 (3):198-210.

Astuti, E. M. 2009. Hubungan Antara Kematangan Emosi dan Jenis Kelamin

dengan Agresivitas Pada Komunitas Slankers. Fakultas Psikologi.

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Azwar, S. 2011. Tes Prestasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

_______ . 2015. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Baron, R. A. dan Bryne, D. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta : Erlangga

Berry, J.W., Poortinga, Y.H., Segall, M.H., Dasen, P.R. 1999. Psikologi Lintas-Budaya: Riset dan Aplikasi. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.

Berrocal, P. F., Cabello, R., Castilo, R., Extrema, N. 2012. Gender Differences in

Emotional Intelligence: The Mediating Effect Of Age. Behavioral Psychology/Psicologia Conductual. Vol. 20 (1): 77-89.

Bogda, D. K., dan Sendil, G. 2012. Investigating Infidelity Tendency and

ConflictManagement Based on attachment style and gender.Journal of SocialSciences. Vol. 11 (40): 205–219

Brotowidjoyo, M. D. 1991. Metodologi Penelitian dan Penulisan Karangan Ilmiah. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.

Cooper, R. K. dan Sawaf, A. 2001. Executive EQ. Jakarta: Gramedia Utama.

Dewi, E. M. P., dan Basti. 2008. Konflik Perkawinan dan Model Penyelesaian

Konflik Pada Pasangan Suami-Istri. Jurnal Psikologi. Vol. 2 (1): 42-51.

Dewi, N., R., dan Sudhana, H. 2013. Hubungan Antara Komunikasi Interpersonal

Pasutri dengan Keharmonisan dalam Pernikahan. Jurnal Psikologi Udayana.

Vol 1 (1): 22-31.

Page 90: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

173

Dildar, S., Bashir, S., Shoaib, M. Sultan, T., Saeed, Y. 2012. Chains Do Not Hold

a Mariage Together: Emotional Intelligence and Marital Adjustmen (ACase

of Gujrat District, Pakistan). Middle-East Journal of Scientific Research.Vol.

11 (7): 982-987.

Dildar, S., Sitwat, A., Yasin, S. 2013. Intimate Enemies: Marital Conflict and

Conflict Resolution Style in Dissatisfied Married Couples. Middle East Journal Of Scientific Research. Vol. 15(10): 1433-1439.

Ekawati, A., dan Wulandari, S. 2011. Perbedaan Jenis Kelamin terhadap

Kemampuan Siswa dalam Mata Pelajaran Matematika (Studi Kasus Sekolah

Dasar). Socioscientia. Vol. 3 (1): 19-24.

Faulkner, R. A. 2002. Gender-Related Influences On Marital Satisfaction And

Marital Conflict Over Time For Husband And Wives. Dissertation. Graduate

Faculty. The University Of Georgia.

Fitriani, A., dan Hidayah, N. 2012. Kepekaan Humor dengan Depresi pada

Remaja Ditinjau dari Jenis Kelamin. Humanitas. Vol. 9 (1): 77-89.

Friedman. H. S., dan Schustack, M. W. 2008. Kepribadian: Teori Klasik dan Riset Modern. Jakarta: Erlangga.

Geldard, K., dan Geldard, D. 2011. Konseling Keluarga. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Goleman, D. 1999. Emotional Intelligence. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

Guzairoh, T. 2015. Perbedaan Forgiveness ditinjau dari Jenis Kelamin Pada

Budaya Jawa. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Islam Negeri (UIN)

Maulana Malik Ibrahim.

Hadi, S. 2004. Statistik Jilid 2. Yogyakarta: ANDI.

Hilmansyah, H. 2015. Angka Perceraian Indonesia mencapai 10 persen.http://www.tabloidnova.com/Nova/Keluarga/Pasangan/Angka-

Perceraian-di-Indonesia-Mencapai-10-Persen/ (Diakses pada 19 Mei 2015)

Hurlock. E. B. 1980. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Kartono, K. 1992. Psikologi Wanita (Jilid 1): Mengenal Remaja & WanitaDewasa. Bandung: Mandar Maju.

Kertamuda, F. E. 2009. Konseling Pernikahan untuk Keluarga Indonesia. Jakarta:

Penerbit Salemba Humanika.

Page 91: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

174

Khairani, R., dan Putri, D. E. 2008. Kematangan Emosi Pada Pria dan Wanita

yang Menikah Muda. Jurnal Psikologi. Vol. 1 (2): 136-139

Khaterina., dan Garliah, L. 2012. Perbedaan Kecerdasan Emosi Pada Pria dan

Wanita yang Mempelajari dan yang Tidak Mempelajari Alat Musik Piano.

Predicara. Vol. 1 (1): 17-20.

Mardianto, A., Koentjoro., Purnamaningsih, E. H. Penggunaan Manajemen

Konflik Ditinjau Dari Status Keikutsertaan Dalam Mengikuti Kegiatan

Pecinta Alam di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Jurnal Psikologi. No.

2: 111-119.

Miranti, S. 2012. Pengaruh Perbedaan Jenis Kelamin terhadap Perilaku Pembelian

Produk Ramah Lingkungan di Jakarta. Tesis. Fakultas Ekonomi. Universitas

Indonesia.

Muzaki, K. 2016. Waduh, Dalam Setahun Terjadi 3.119 Kasus Perceraian di Kota Semarang.http://jateng.tribunnews.com/2016/01/27/waduh-dalam-

setahun-terjadi-3119-kasus-perceraian-di-kota-semarang (Diakses pada 30

April 2016)

Naghavi, F., dan Redzuan, M. 2011. The Relationship Between Gender and

Emotional Intelligence. World Applied Sciences Journal. Vol. 15 (4): 555-

561.

Nazir, M. 1988. Metode Penelitian. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Novitasari, M. 2012. Hubungan Antara Kecerdasan Emosional Dengan

Kecenderungan Melakukan Kekerasan Dalam Rumah Tangga Pada Pasangan

Suami Istri. Skripsi. Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Nurcahyanti, F. W. 2010. Manajemen Konflik Rumah Tangga. Yogyakarta:

Insania.

Nurpratiwi, A. 2010. Pengaruh Kematangan Emosi dan Usia Saat Menikah

Terhadap Kepuasan Pernikahan Pada Dewasa Awal. Skripsi. Fakultas

Psikologi. Universitas Negeri Syarif Hidayatullah

Prabowo, A. 2015. Per Tahun, Terjadi 12.000 Kasus Perceraian di Jateng.

http://daerah.sindonews.com/read/995701/151/per-tahun-terjadi-12-000-

kasus-perceraian-di-jateng-1430364072 (Diunduh pada tanggal 14 juni

2015)

Pruitt, D. G. dan Rubin, J. Z. 2009. Teori Konflik Sosial. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Page 92: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

175

Pudjiastuti, E., dan Santi, M. 2012. Hubungan Antara Asertivitas Dengan

Penyesuaian Perkawinan Pasangan Suami Istri Dalam Usia Perkawinan 1-5

Tahun Di Kecamatan Coblong Bandung. Prosiding SNaPP2012: Sosial, Ekonomi, dan Humaniora. Vol. 3 (1): 9-16

Purwanto, E. 2013. Metode Penelitian Kuantitatif. Semarang: Fakultas Ilmu

Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.

Rachmadani, C. 2013. Strategi Komunikasi Dalam Mengatasi Konflik Rumah

Tangga Mengenai Perbedaan Tingkat Penghasilan di RT. 29 Samarinda

Seberang. eJournal Ilmu Komunikasi.Vol. 1 (1): 212–227

Roodsari, A. F. dan Khalatbari, J. 2014. Effectiveness of Emotional

IntelligenceTraining on Marital Conflict among Employed and non

Employes Mother of Elementary Student in Rasht City. PRAMT. Vol. 40

(1): 228-236.

Sadarjoen, S. S. 2005. Konflik Marital. Bandung: PT. Refika Aditama.

Santrock, J. W. 2002. Life-Span Development: Perkembangan Masa Hidup.Jakarta: Erlangga.

Sari, T. D., dan Widyastuti, A. 2015. Hubungan Antara Kecerdasan Emosi dengan

Kemampuan Manajemen Konflik Pada Istri. Jurnal Psikologi. Vol. 11(1):

49-54

Sari, T. N. K. 2008. Kemampuan Isteri Mengelola Konflik Dalam Perkawinan

Ditinjau Dari Kecerdasan Emosional. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas

Katolik Soegijapranata.

Seniati, L., Yulianto, A., Setiadi, B. N. 2015. Psikologi Eksperimen. Jakarta:

PT.INDEKS

Setiadi, A. 2014. Angka KDRT di Indonesia Meningkat Ini Sebabnya.http://daerah.sindonews.com/read/919676/22/angka-kdrt-di-

indonesia-meningkat-ini-sebabnya-1415099048(diakses pada 19 Mei 2015)

Singaburium, M., dan Effendi, S. 1985. Metode Penelitian Survai. Perpustakaan

Nasional: Katalog dalam Terbitan (KDT).

Smith, L., Ciarrochi, J., Patrick., Heaven. 2008. The Stability And Change Of

Trait Emotional Intelligence, Conflict Communication Pattern, And

Relationship Statisfaction: A One-Year Longitudinal Study. Personality and Individual Differences. Vol. 45: 738-743.

Page 93: DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU DARI JENIS ...lib.unnes.ac.id/28775/1/1511412134.pdf · i HUBUNGAN ANTARA EMOTIONAL INTELLIGENCE DENGAN MANAJEMEN KONFLIK PERKAWINAN DITINJAU

176

Soeparwoto. 2006. Permasalahan Keluarga dan Perkawinan. Buku Ajar. Jurusan

Bimbingan dan Konseling, Universitas Negeri Semarang.

Sumalata., Byadgi. T. S., Yadav. V. 2013. Conflict Resolution Strategies

AmongWorking Couples. IOSR Journal Of Humanities and Social Science.

Vol.14 (4): 31 - 37

Srijauhari, M. 2008. Konflik PASUTRI yang Menikah Karena Hamil di Luar

Nikah. Skripsi. Fakultas Psikologi. Universitas Islam Negeri Malang.

Sudarto, T. 2003. Strategi Manajemen Rumah Tangga. Jember: Target Press.

Sugiarto, Siagan, D., Sunaryanto, L.T., Oetomo, D. S. 2001. Teknik Sampling.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Supratiknya, A. 1995. Komunikasi Antarpribadi. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Takariawan, C. 2015. Di Indonesia, 40 Perceraian Setiap Jam.http://www.kompasiana.com/pakcah/di-indonesia-40-perceraian-setiap-

jam_54f357c07455137a2b6c7115(diakses pada 19 Mei 2015).

Tarigan, J. R., dan Suparmoko, M. 1996. Metode Pengumpulan Data: Untuk Ilmu-Ilmu Sosial dan Ekonomi. Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta.

Tangkudung, J. P. M. Proses Adaptasi Menurut Jenis Kelamin dalam Menunjang

Studi Mahasiswa FISIP Universitas Sam Ratulangi. Acta Diurna. Vol. 3 (4):

1-11.

Tjun, L.T., Setiawan, S., Setiana, S. 2009. Pengaruh Kecerdasan Emosional

terhadap Pemahaman Akuntansi Dilihat dari Perspektif Gender. Jurnal Akuntansi. Vol. 1(2): 101-108.

Walgito, B. 2004. Bimbingan & Konseling Perkawinan. Yogyakarta: ANDI.

Willis. S. S. 2008. Konseling Keluarga. Bandung: Penerbit Alfabeta.

Winardi. 1994. Manajemen Konflik. Bandung: Mandar Maju.

Winata, S. Y. 2013. Strategi Manajemen Konflik Interpersonal Pasangan Suami

Istri. Jurnal E-Komunikasi. Vol. 1(2): 118-127.

Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik. Jakarta: Salemba Humanika.