Peluang & tantangan pemanfaatan teknologi informasi untuk ...
DEMOKRASI DESA : PELUANG & TANTANGAN · 2019. 9. 21. · DEMOKRASI DESA : PELUANG & TANTANGAN Oleh...
Transcript of DEMOKRASI DESA : PELUANG & TANTANGAN · 2019. 9. 21. · DEMOKRASI DESA : PELUANG & TANTANGAN Oleh...
DEMOKRASI DESA : PELUANG & TANTANGAN
Oleh :
Dr. Agus Subagyo, S.IP., M.Si
(Dekan FISIP UNJANI Cimahi)
Disampaikan Dalam Kegiatan Bimtek “Penguatan Kapasitas Kelembagaan Desa”, Oleh IPDN bekerjasama dengan Pemda Kabupaten
Pandeglang, Pada Hari Kamis, 14 Desember 2017, Di Kampus IPDN Jatinangor Sumedang
UU ini disahkan & Diundangkan pd tanggal 15 Januari 2014. UU ini menjadi dasar hukum, landasan yuridis, payung hukum penyelenggaraan pemerintahan desa secara demokratis
122 Pasal
XVI Bab
Penjelasan
UU No. 6 Thn 2014
Arti Penting UU No. 6 Tahun 2014
Tentang Desa
Arti Penting…
Memberikan pengakuan,
status, & kepastian hukum atas desa dalam
sistem ketatanegaraan yg
berbasis pada NKRI
Memberikan keleluasaan bagi
desa untuk mengatur
pemerintahasan desa secara
mandiri, otonom, & berbasis kearifan
lokal
Membuka peluang diterapkannya
penyelenggaraan pemerintahan
desa yang demokratis
(Demokrasi Desa)
Nawacita Jokowi-JK
Sejak dialokasikan pada 2015, Dana Desa telah
menghasilkan lebih dari 89,8 ribu kilometer (km) jalan
desa, 746,4 ribu meter jembatan, akses air bersih untuk
22,1 ribu rumah tangga 1,7 ribu unit tambatan perahu,
14,9 ribu unit PAUD, 4,1 ribu unit Polindes, 19,5 ribu
unit sumur, 3 ribu unit pasar desa, 108 ribu unit drainase
dan irigasi, 9,9 ribu unit Posyandu, dan 941 unit embung
“Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat
daerah & desa”
Program Prioritas Pembangunan Desa
Prioritas Jokowi
Embung Desa
Prukades Raga Desa
Bumdes
• Kabupaten Pandeglang menjadi salah satu daerah yang telah menerapkan empat program prioritas pembangunan desa tersebut.
• Implementasi keempatnya menjadi salah satu faktor keberhasilan Pandeglang mengatasi ketertinggalan desanya.
• Data Tahun 2014 menunjukkan, dari total 326 desa di Kabupaten Pandeglang, sebanyak 214 desa masuk kategori desa tertinggal (65%). Sementara pada tahun 2016, jumlah desa tertinggal di Kabupaten Pandeglang turun menjadi 149 Desa atau berkurang 66 Desa dibandingkan tahun 2014 (30,84%) lalu.
Pembangunan Desa Di Kabupaten Pandeglang
Latar Belakang Demokrasi Desa
Demokrasi Desa
Melalui asas rekognisi dan subsidiaritas, UU No. 6/2014 tentang Desa (UU Desa) mengusung
semangat penguatan Desa sebagai entitas yang mandiri, yaitu suatu entitas yang dapat
menyelenggarakan urusannya sendiri tanpa campur tangan berlebih dari pemerintah (supra
desa).
Dalam mengatur urusannya sendiri itulah Desa diberikan kewenangan untuk menyelenggarakan pemerintahan desa yang didasarkan pada prinsip-prinsip demokrasi, dimana
warga desa memiliki kedudukan yang setara dengan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan
tersebut. Dalam konteks ini Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi penting karena keberadaannya sebagai
representasi warga desa.
Latar Belakang Demokrasi Desa
Demokrasi Desa
Demokrasi desa sendiri sejatinya telah diafirmasi sejak awal reformasi bergulir,
tepatnya melalui UU No. 22/1999. Didorong oleh semangat mengevaluasi
pemerintahan Orde Baru yang cenderung sentralistik, UU No. 22/1999 mengusung penguatan tatakelola pemerintahan lokal
melalui prinsip demokrasi, termasuk pemerintahan Desa di dalamnya. Dalam
konteks itulah kemudian UU No. 22/1999 memandatkan pembentukan Badan
Perwakilan Desa yang menjalankan fungsi sebagai parlemen desa.
Latar Belakang Demokrasi Desa
• Di masa Orde Baru, dimana Desa diposisikan sebagai
perpanjangan administrasi pemerintah pusat, dapat
dipastikan tidak tumbuh demokrasi di level desa.
• Berbagai keputusan yang diambil oleh pemerintah desa
tidak lain didasarkan sepenuhnya pada instruksi dari
Pemerintah Pusat.
• Meskipun sebenarnya pada saat itu di desa terdapat
lembaga serupa BPD yaitu Lembaga Musyawarah Desa
(LMD) sebagaimana dimandatkan oleh UU No. 5/1979,
namun sebagaimana yang terjadi pada parlemen di level
nasional, LMD pun menjadi lembaga demokrasi yang
semu.
Demokrasi Desa
Keberadaan dan fungsi Badan Perwakilan Desa tetap
dipertahankan setelah UU No. 22/1999 diganti menjadi
UU No. 32/2004, meskipun secara harfiah mengalami
perubahan sebutan menjadi Badan Permusyawaratan
Desa. Sebutan ini tetap dipertahankan di bawah
pengaturan UU Desa sekarang ini.
Mengingat keberadaannya yang sudah cukup lama,
semestinya BPD telah menjadi lembaga yang relatif
mapan dalam memperkuat proses demokrasi di desa.
Terlebih setelah diperkuat secara normatif oleh UU
Desa, BPD semestinya menjadi pionir dalam
mendorong kemandirian desa sebagaimana yang
dikehendaki oleh UU Desa.
Badan Permusyawaratan Desa (BPD)
Fungsi BPD
Membahas Dan
Menyepakati Rancangan Peraturan
Desa Bersama Kepala Desa
Menampung Dan
Menyalurkan Aspirasi
Masyarakat Desa
Melakukan Pengawasan
Kinerja Kepala Desa
Fungsi “Membahas Perda”
• Dalam fungsinya sebagai pihak yang membahas dan menyepakati rancangan
Peraturan Desa (Perdes), BPD tidak lebih proaktif dari Kepala Desa.
• Meskipun rancangan dapat saja diajukan oleh BPD namun pada kenyataannya
lebih sering rancangan Perdes diusulkan oleh Kepala Desa.
• Pada kasus yang lain, rancangan Perdes yang telah dirumuskan dan diajukan
oleh Kepala Desa gagal disahkan karena BPD tidak kunjung membahasnya.
• Kondisi ini menyebabkan Desa kurang produktif dalam mengesahkan Perdes
di luar Perdes-Perdes yang pokok, yaitu Perdes tentang Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Desa (RPJMDes), Aanggaran Pendapatan dan Belanja Desa
(APBDes) dan Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes).
Fungsi “Menampung aspirasi Warga”
Dalam hal menampung aspirasi warga, BPD masih
kurang mendapat kepercayaan dari masyarakat.
Ini dapat dilihat dari kecenderungan warga desa
yang lebih memilih menyampaikan aspirasinya
kepada orang yang dianggap dekat secara
kekuasaan dengan kepala desa, dengan harapan
bahwa orang tersebut akan menyampaikannya
langsung kepada kepala desa. Ada juga warga
yang mengadukan aspirasinya kepada ketua RT
atau RW.
Fungsi “Pengawas Kinerja Kepala Desa”
Sebagai pengawas kinerja kepala desa, BPD
hampir tidak pernah membahas secara serius
laporan pertanggungjawaban pemerintah
desa. Hampir tidak pernah ditemui BPD
memberikan catatan terhadap laporan
tersebut. Laporan pertanggungjawaban
kepada bupati cenderung dianggap penting
ketimbang kepada BPD, karena menganggap
laporan kepada bupati akan berimplikasi
pada persetujuan untuk pencairan dana desa
tahap berikutnya
Penyebab
Pengorganisasian
Staf & Sekretariat
Hak Anggota
Kapasitas Personal
Anggota BPD masih
lemah dlm legal drafting,
kemampuan komunikasi,
dan pemahaman
pengawasan.
BPD tdk didukung oleh
staf & sekretariat yg
kompeten, manajemen
perkantoran krng tertib
administrasi.
Hak yang diterima oleh
anggota BPD masih jauh
dari yg semestinya, shg
mempengaruhi kinerja
dalam melaksanakan tugas
sehari-hari.
Manajemen BPD belum
modern, anggota kerja
asal2an, kadang hanya
ketua BPD yng aktif, ada
anggota yg lama tidak
aktif.
Demokrasi Desa
Hambatan Penerapan Demokrasi Desa
Praktek Administratif
Partisipasi Masyarakat
Musyawarah Desa
Aparatur Pemerintah Daerah cenderung
melakukan tindakan kepatuhan dari “Pusat” untuk mengendalikan
Pemerintah Desa, termasuk dalamhal
penggunaan Dana Desa.
lemahnya tingkat partisipasi yang substantif dan
konstruksif dari masyarakat Desa
Musdes cenderung patriarki,
seremonial, formalistik, monoton.
Ancaman Demokrasi Desa
Korupsi di Desa
Lemahnya Transparansi
Rendahnya Akuntabilitas
Kurangnya Partisipasi
Masyarakat
Penelitian ICW Indonesia Corruption Watch (ICW) merilis ada 110 kasus
penyelewengan dana desa dan alokasi dana desa sepanjang 2016-10 Agustus 2017. Dari 110 kasus itu,
pelakunya rata-rata dilakukan Kepala Desa alias Kades.
Dari 139 aktor, 107 di antaranya merupakan Kepala Desa. Pelaku korupsi lainnya adalah 30 perangkat desa dan istri
kepala desa sebanyak 2 orang
Dari 110 kasus korupsi tersebut, jumlah kerugian negaranya
mencapai Rp 30 miliar
Penelitian ICW
Bentuk Korupsi di Desa…
• Penggelapan,
• Penyalahgunaan Anggaran,
• Penyalahgunaan Wewenang,
• Pungutan Liar,
• Mark Up Anggaran,
• Laporan Fiktif,
• Pemotongan Anggaran,
• Suap.
Penelitian ICW Titik Rawan Korupsi
dlm pengelolaan dana desa
• Proses Perencanaan, • Proses Pertanggungjawaban, • Monitoring Dan Evaluasi,
Pelaksanaan, • Pengadaan Barang Dan Jasa
Dalam Hal Penyaluran Dan Pengelolaan Dana Desa.
Membuat rancangan anggaran biaya di atas
harga pasar, mempertanggungjawabkan
pembiayaan bangunan fisik dengan dana
desa padahal proyek tersebut bersumber dari
sumber lain.
Penelitian ICW : Modus Korupsi Di Desa
Meminjam sementara dana desa untuk
kepentingan pribadi namun tidak
dikembalikan, lalu pemungutan atau
pemotongan dana desa oleh oknum
pejabat kecamatan atau kabupaten.
Penggelembungan atau mark up pembayaran
honor perangkat desa dan mark up pembayaran
alat tulis kantor (ATK). Serta memungut ajak atau
retribusi desa namun hasil pungutan tidak
disetorkan ke kas desa atau kantor pajak.
Penelitian ICW : Modus Korupsi Di Desa
Pembelian inventaris kantor dengan dana
desa namun diperuntukkan secara pribadi,
pemangkasan anggaran publik kemudian
dialokasikan untuk kepentingan perangkat desa,
serta melakukan kongkalikong proyek yang
didanai dana desa.
Edit the text with your own short phrase.
The animation is already done for you; just copy and paste the slide into your existing presentation.
Banyak dana yang mengalir ke desa membuat desa
rawan terjadinya korupsi. Hal ini harus menjadi
tantangan bagi Desa untuk menunjukkan “tata kelola
desa yang bersih & baik” sehingga akan menghindari
persepsi masyarakat & pemerintah tentang praktek tata
kelola yang buruk di desa
Kades Dalam Pusaran Politik
Kades
Di sisi lain, Kades harus netral & tdk
boleh memihak dlm setiap Pilkada, pileg, pilpres
Semua partai politik berkepentingan untuk menarik Kades sebagai
pengarah suara
Ada Kades yg mendukung partai
tertentu, caleg tertentu, calon KDH
tertentu
Ada kades yang “bermain politik” dlm konstelasi & kontestasi politik
Didekati elit politik untuk meraup suara &
memobilisasi massa
Memiliki posisi strategis dalam Pilkada, Pileg, Pilpres
Kompetisi Politik Dalam Pilkades
Pilkades Pilkades
Benturan antar tim sukses
Terjadinya konflik & kekerasan di tingkat
akar rumput
Adanya indikasi money politics (politik
uang)
Mobilisasi massa yg mengarah pd ketegangan
Rawan mengarah pada konflik berbau
SARA
Adanya pelanggaran pidana / pelanggaran
hukum
Pemerintahan Desa
Pilar Pemerintahan Desa
Pemerintah Desa (Kades &
Perangkat Desa)
Badan Permusyawaratan
Desa (BPD)
Hubungan Kades & BPD
Kades BPD
Pemerintah Desa
Eksekutif Desa
Pelaksana Pemerintahan Desa
Parlemen Desa
Legislatif Desa
Pengawas Pemerintah Desa
Agar pemerintahan desa demokratis, Kades dengan BPD harus memiliki
Harmonis, solid & integratif
Agar pemerintahan desa demokratis, Kades dengan BPD harus saling memahami,
Menghormati, & menghargai
Agar pemerintahan desa demokratis, Kades dengan BPD harus saling mengisi,
Melengkapi, & mengingatkan.
Sinergi
Ruang Publik Dalam Demokrasi Desa
Kades harus memberikan ruang publik berupa menerima
masukan, saran, & bahkan kritikan dari masyarakat
Kades harus bisa menangkap & menjaring aspirasi masyarakat (“jaring asmara”)
untuk bahan pengambilan kebijakan desa
Kades harus akomodatif, fleksibel, luwes, & adaptabel trhdp
perkembangan lingkungan desa
Lembaga Kemasyarakatan Desa Dalam Demokrasi Desa
Kades harus mampu…
• Memberdayakan RT, RW, karang taruna, PKK, maupun lembaga kemsyarakatan desa lainnya.
• Kades harus mengajak diskusi, dialog maupun rembug desa secara rutin, tidak hanya dalam musrenbang desa saja.
• Kades harus melibatkan Ormas & LSM di desa dalam setiap pembuatan & pelaksanaan program pembangunan desa
Pemerintahan Desa Yang
Solid & Kuat
Babinsa
Babinkamtibmas
Pemerintah Daerah
Pemerintah Pusat
Harus mampu
menunjukkan kpd
pemerintah pusat bahwa
Desa mampu mandiri,
bersih, jujur, & baik dlm
tata kelola pemerintahan
desa
Harus mampu sinergi
aktif dgn
Babinkamtibmas utk
menciptakan kamtibmas
desa yg kondusif tanpa
ada pelanggaran
hukum.
Harus mampu melakukan
konsultasi aktif dgn pihak
kecamatan (Camat) dan
pemerintah daerah
(kabupaten/kota) utk
mendptkan pencerahan
tentang desa
Harus mampu menjalin
komunikasi, koordinasi &
kolaborasi dgn unsur TNI
(Babinsa) utk amankan
desa dari berbagai
ancaman
“Good Village Governance”
Pemerintah Desa
Swasta di Desa
Masyarakat Desa
Tata Kelola Kepemerintahan
Desa Yang Baik (good village
governance) adalah
kemitraan tiga pihak antara
pemerintah desa, masyarakat
desa & komunitas swasta /
bisnis di desa
https://agussubagyo1978.wordpress.com HP : 08121 40 4745
1. Nama : Dr. Agus Subagyo, S.IP, M.Si 2. Tempat & tanggal lahir : Sukoharjo, Solo, 18 April 1978 3. Pekerjaan : Dosen FISIP UNJANI Cimahi 4. Riwayat Pendidikan :
• S1 : FISIPOL Universitas Muhammadiyah Yogyakarta • S2 : FISIPOL Universitas Gadjah Mada Yogyakarta • S3 : FISIPOL Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
5. Riwayat Mengajar • Mengajar di Unhan Jakarta • Mengajar di Pusdikintel Polri • Mengajar di Sesko TNI Bandung • Mengajar di Seskoad Bandung • Mengajar di Seskoau Lembang
6. Riwaya Pekerjaan • Ketua LSM “Institute for Community Development”, Cimahi • Ketua Pusat Studi Demokrasi dan Manajemen Konflik, UMY, Yogyakarta • Ketua Center fo Democracy and Civil Society, UMY, Yogyakarta • Ketua Pusat Kajian Kepemerintahan dan Kemasyarakatan UNJANI, dll
34