Demam Tifoid Dan Hipertensi
-
Upload
andi-tri-sutrisno -
Category
Documents
-
view
40 -
download
0
description
Transcript of Demam Tifoid Dan Hipertensi
KEDOKTERAN KELUARGAILMU KESEHATAN MASYARAKAT DAN ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASFAKULTAS KEDOKTERAN LAPORAN KASUSUNIVERSITAS HASANUDDIN November 2008
LAPORAN KASUS KEDOKTERAN KELUARGA
DEMAM TYPHOID & HIPERTENSI
OLEH :
HUSNUL MUBARAK C111 04 046
RIRIN ENDAH C111 04 058
PEMBIMBING :
Dr. JOKO HENDARTO, DAP & E
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN KELUARGA PADA SISTEM
ILMU KEDOKTERAN KOMUNITASUNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR2008
LAPORAN KASUS
Beberapa pasien yang kami anamnesis adalah sebagai berikut :
1. Senin (10 November 2008)
Pemeriksa : Husnul Mubarak & Ririn Endah
Nama : Zainal
Agama : Islam
Umur : 18 Tahun
Pekerjaan : Pelajar
Jenis kelamin : Laki-laki
Bangsa/suku : Indonesia/Bugis
Alamat : Pondok Armita, Jl.Poltek No.13, Tamalanrea
Anamnesis
Keluhan utama : Demam
Anamnesis terpimpin :
Dialami sejak 1 minggu yang lalu, terus menerus, mulai pagi namun hingga
malam hari, demam turun dengan paracetamol akan tetapi tidak lama kemudian
demam muncul kembali. Batuk (-), Lendir (-), sakit kepala (+) terasa berdenyut
terutama saat bangun tidur, kejang (-), sesak (-), nyeri perut (+) daerah ulu hati,
mual (+), muntah (-), nafsu makan menurun, mudah lelah, BAB : 2 kali, biasa,
BAK : lancar.
Riw. Penyakit Sebelumnya :
Riwayat sakit yang sama sebelumnya (-)
Riwayat batuk lama (-)
Riwayat Penyakit dalam Keluarga
Riwayat penyakit yang sama (+) kakaknya. Kakak pasien sempat
mengalami penyakit dengan yang sama beberapa bulan sebelum pasien
mengalaminya kemudian diopname di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo
dan didiagnosis demam typhoid
.
Tanda vital :
Tekanan darah : 110/60 mmHg
Nadi : 86 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
Suhu : 37,8 oC
Berat badan : 48 kg
Tinggi badan : 158 cm
Pemeriksaan fisis
Status Presens : Sakit sedang / gizi baik / composmentis-somnolen.
Kepala : Anemis (-), Ikterus (-), Sianosis (-), Rhinore (-)
Leher : Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
Mulut : Lidah kotor, ujung hiperemis dan tremor
Thoraks
Inspeksi : Simetris kiri = kanan.
Palpasi : Massa tumor (-), Nyeri tekan (-)
Perkusi : Sonor paru kiri = kanan.
Auskultasi : BP = Bronchovesikuler
BT = Ronchi -/- ; Wheezing -/-
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak.
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba.
Perkusi : Pekak, batas jantung normal.
Auskultasi : BJ I/II murni reguler.
Abdomen
Inspeksi : Datar, ikut gerak napas.
Auskultasi : Peristaltik (+) kesan normal.
Palpasi : Massa tumor (-), Nyeri tekan (+) hipokondrium kanan
dan epigastric. Hepar dan Limpa ttb
Perkusi : Tymphani.
Ekstremitas : Edema pretibial (-)
Edema dorsum pedis (-)
Rumple Leede (-
Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan Pemeriksaan
Diagnosis
Febris e.c. Susp Typhoid Abdominalis
Penatalaksanaan
a. Farmakoterapi
Paracetamol 100mg 3 x 1 tab
Amoxicilin 500mg 3 x 1 tab
Vitamin B Komp 3 x 1 tab
b. Non farmakologi
Anjuran kepada pasien untuk melakukan pemeriksaan penunjang
untuk menegakkan diagnosis dan menjalani perawatan inap karena
penyakit yang diidap pasien membutuhkan tirah baring total dan perhatian
medik yang khusus, karena pasien menolak untuk melakukan pemeriksaan
lebih lanjut dan menjalani rawat inap pasien dianjurkan untuk beristirahat
total dan memilih makanan yang lunak. Kakak Zainal juga diminta untuk
memberikan perhatian dan perawatan terhadap Zainal selama ia
beristirahat..
A. Hasil Kunjungan Rumah
I. Kunjungan Rumah hari I ( 13 November 2008)
Keluhan : Demam (+) Lemah (+)
Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/60mmHg
Pernapasan : 24 x/mnt
Nadi : 88 x/mnt
Suhu : 37,6o C
Pemeriksaan fisis
Kepala : Anemis (-), Sianosis (-), Ikterus (-), Rhinore (-)
Leher : Tidak ada kelainan
Thoraks : Bronkovesikuler, Rh(-), Wh(-)
Cor : Suara jantung I dan II murni, reguler
Abdomen : Nyeri tekan (+) hipokondrium kanan dan epigastric
Ekstremitas : Tidak Ada kelainan
Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Paracetamol 100mg 3 x 1 tab
Amoxicilin 500mg 3 x 1 tab
Vitamin B Komp 3 x 1 tab
Non farmakologi
Berupa anjuran kepada sampel untuk segera membawa diri ke rumah
sakit untuk segera menjalani rawat inap dan mendapatkan perhatian medik
khusus. Akan tetapi sampel menolak dan hanya ingin beristirahat dirumah.
Sehingga kemudian dianjurkan kepada pasien untuk istirahat total (tirah
baring total). Kepada kakak pasien diminta untuk menjaga dan merawat
pasien selama pasien sakit dan menyiapkan makanan yang lunak seperti bubur
untuk pasien dan tidak lupa menjaga kebersihan lingkungan pasien
II. Kunjungan Rumah hari II ( 16 November 2008)
Keluhan : Demam Menurun
Tanda Vital :
Tekanan darah : 100/60mmHg
Pernapasan : 22 x/mnt
Nadi : 70 x/mnt
Suhu : 36,8o C
Pemeriksaan Fisis
Kepala : Anemis (-), Sianosis (-), Ikterus (-), Rhinore (-)
Leher : Tidak ada kelainan
Thoraks : Bronkovesikuler, Rh(-), Wh(-)
Cor : Suara jantung I dan II murni, reguler
Abdomen : Nyeri (+) namun sudah berkurang
Ekstremitas : Tidak Ada kelainan
Penatalaksanaan
Farmakoterapi
Paracetamol 100mg 3 x 1 tab
Amoxicilin 500mg 3 x 1 tab
Vitamin B Komp 3 x 1 tab
Non farmakologi
Pada kunjungan kedua ini, pasien sudah mulai memperlihatkan
perbaikan akan tetapi pasien masih merasa lemah dan belum sehat benar.
Kepada pasien diminta untuk tetap beristirahat total sembari melakukan
mobilisasi ringan di sekitar kamar pasien untuk mencegah disused atrophy
pada ekstremitas. Konsistensi makanan ditingkatkan sedikit demi sedikit dan
penambahan makanan yang lebih bergizi diberikan. Kepada saudara pasien
dianjurkan untuk tetap memberikan pengawasan dan perawatan yang lebih
kepada pasien mengingat keadaan pasien sewaktu-waktu dapat memburuk
kembali.
B. Profil Keluarga
Zainal tinggal bersama kedua kakaknya yang terdiri dari kakak
pertamanya yang bernama Rahmat (29 tahun) dan kakak keduanya yang bernama
Khadijah (25 tahun) dalam sebuah rumah kos dengan penghuni rumah kos
lainnya. Kedua Kakak Zainal memiliki kamar yang terpisah dengan Zainal. Zainal
memiliki orang tua yang tinggal di Sengkang
C. Status Sosial dan Kesejahteraan Keluarga
Zainal adalah anak terakhir dari keluarganya yang sudah sekitar 2 tahun
tinggal berjauhan dari kedua orang tuanya di Sengkang. Sejak bersekolah di
Makassar, Zainal tinggal bersama kedua saudaranya di rumah kos. Kakak
pertamanya, Rahmat, bekerja sebagai pegawai di perusahaan swasta dengan jam
kerja yang cukup padat sedangkan kakak keduanya, Khadijah, tercatat masih
kuliah sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian jurusan nutrisi. Zainal sendiri adalah
seorang siswa SMA BPG Makassar yang sangat rajin belajar namun ia
memerlukan keadaan yang tenang sehingga terkadang ia begadang hingga larut
malam untuk belajar mengingat keadaan di rumah kosnya yang sering ribut akibat
obrolan warga kos lainnya. Rumah kos tersebut bertempat di pemukiman yang
cukup padat. Keadaan rumah tampak berantakan, utamanya di teras rumah yang
merupakan tempat berkumpulnya warga kos, terlihat banyak sampah bertebaran.
Pada rumah kos tersebut terdapat 9 kamar tidur, kakak pasien menempati kamar
yang berbeda dengan pasien, tidak terdapat ruangan khusus untuk makan atau
dapur pada tiap kamar. Terdapat 2 kamar mandi dalam rumah kos ini yang
digunakan secara bergantian oleh penghuni. Ventilasi rumah dan kamar kurang
begitu baik, pencahayaan juga kurang baik, pengaturan barang-barang kurang
teratur pula. Terdapat jemuran pakaian yang tergantung di teras rumah dan
terdapat pula genangan air yang kotor. Kebersihan rumah tampaknya kurang
terjaga. Sumber air yang digunakan sehari-harian adalah air PAM. Untuk
keperluan minum dan memasak, Zainal menggunakan air PAM yang dimasak
terlebih dahulu.
Foto Rumah Kos Pasien
D. Riwayat penyakit keluarga
Menurut kakak pasien, dirinya pernah mengalami penyakit yang serupa
beberapa bulan yang lalu dan kemudian dirawat di Rumah Sakit Wahidin
Sudirohusodo selama + 5 hari dan dikatakan mengidap demam tipes. Kakak
pasien keluar dari RS dengan sembuh akan tetapi ia masih merasa lemas.
E. Pola konsumsi makanan keluarga
Keluarga Zainal mempunyai kebiasaan makan yang kurang teratur,
selayaknya orang yang tinggal sendiri dan jauh dari keluarga, biasanya tidak ada
yang menyediakan makanan untuk Zainal, semuanya harus dimasak sendiri atau
di beli di warung makan sekitar. Zainal seringkali tidak makan pagi sebelum
berangkat ke sekolahnya baru pada siang hari ia makan di sekolahnya atau di
warung sekitar rumahnya. Tidak ada jenis makanan tertentu untuk Zainal akan
tetapi yang ia rutin makan di warung adalah nasi, ikan, tempe, dan tahu, serta
kadang kala disertai ayam dan sayur. Hampir tiap hari Zainal makan dengan
menu yang sama dengan sedikit variasi dan dengan total nilai gizi yang
cenderung kurang. Sedapat mungkin ketiga bersaudara tersebut menyempatkan
untuk makan bersama di warung makan sekitar atau makan dari catering yang
disediakan rumah kos
F. Psikologi dalam hubungan antar keluarga
Hubungan antar sesama keluarga terjalin dengan baik, komunikasi
antara anggota keluarga sangat baik. Namun karena seluruh saudara Zainal
memiliki kesibukan tersendiri kadang-kadang mereka jarang memiliki waktu
untuk bertemu.
G. Perumahan dan lingkungan
Perumahan
Rumah kos ini ditempati oleh sekitar 14 orang sehingga luas
rumah Zainal belum memenuhi syarat rumah sehat yaitu 2,5-3 m² per
orang. Rumah kos yang ditempati memiliki 2 lantai dan terdiri dari 9
kamar tidur. Tiap kamar tidur dihubungkan dengan koridor dengan lebar
sekitar 0,5m. Ventilasi rumah terletak di bagian depan dan samping
meskipun dengan jendela dan kusen seadanya. Koridor yng
menghubungkan antar kamar kurang mendapatkan cahaya karena
banyaknya jemuran pakaian yang tergantung dan koridor ini cenderung
sumpek dan pengap. Selain itu, beberapa kamar juga tidak mendapatkan
pencahayaan alami dari matahari karena tidak berhubungan langsung
dengan lingkungan luar rumah. Teras rumah digunakan penghuni rumah
kos untuk menjemur pakaian sehingga terlihat jejeran pakaian yang
tergantung merusak pemandangan dan pencahayaan untuk rumah..
Kamar mandi yang ada terlihat kurang bersih namun cukup terang. Bak
air tidak terisi air dan di dalamnya terdapat ember untuk penampungan
air. Kamar mandi lantainya agak licin namun tidak berbau.
Pencahayaannya dari cahaya matahari dan lampu listrik di kedua ruangan
tersebut.
Sekitar rumah
Rumah pasien terletak pada komplek pemukiman yang padat di
jalan poltek, Perintis Kemerdekaan. Jarak antara rumah yang satu dengan
rumah yang lainnya tidak lebih dari 2 meter dan sangat berdempetan.
Jarak rumah yang sangat berdekatan, memungkinkan sumber
pencahayaan dari sinar matahari menjadi kurang karena terhalang oleh
rumah sekitarnya. Selain itu di daerah depan rumah Zainal terdapat
selokan-selokan kecil yang terlihat jorok dan penuh dengan sampah..
Keadaan disekitar Rumah Zainal
DEMAM TYPHOID
Demam tifoid adalah infeksi sistemik yang disebabkan oleh Salmonella
enterica serotype typhi. Demam tifoid merupakan manifestasi dari adanya infeksi
akut pada usus halus yang mengakibatkan gejala sistemik atau menyebabkan enteritis
akut.1
Demam tifoid merupakan permasalahan kesehatan penting di banyak negara
berkembang. Secara global, diperkirakan 17 juta orang mengidap penyakit ini tiap
tahunnya. Kebanyakan penyakit ini terjadi pada penduduk negara dengan pendapatan
yang rendah, terutama pada daerah Asia Tenggara, Afrika, dan Amerika Latin. Di
Sulawesi Selatan, Indonesia, demam typhoid merupakan salah satu dari penyakit
infeksi yang memerlukan perhatian. Penyakit ini endemik diseluruh daerah di
provinsi ini dan merupakan penyakit infeksi terbanyak keempat yang dilaporkan dari
seluruh 24 kabupaten. Di Sulawesi Selatan, typhoid merupakan penyebab terpenting
terjadinya septisemia terkait komunitas, dengan insiden rate yang dilaporkan melebihi
2500/100.000 penduduk.2
Penyakit typhoid hanya terdapat pada manusia. Karier serotype typhi
merupakan reservoir utamanya. Beberapa pasien dapat menjadi karier kronik selama
bertahun-tahun, terutama karena infeksi kronik pada kelenjar empedu dan traktus
billiaris ditemukan. Jika pasien dengan typhoid belum pernah berkunjung di daerah
yang endemik, sumbernya pasti berasal dari pengunjung daerah pasien atau orang lain
yang menyediakan makanan. Bakteri ini dapat tersebar melalui sumber air pada area
daerah berkembang atau daerah yang mengalami kerusakan pada sistem saluran air
bersih. Penyebaran melalui rute fekal-oral. Dosis infeksius adalah 105 hingga 106 dan
berkurang jika terdapat antigen Vi kapsuler.3
Tanda dari demam typhoid adalah invasi dan multiplikasi bakteri Salmonella
typhiii pada sel mononuklear fagositik pada hati, limpa, nodus limfe, dan peyer
patches dari ileum. Setelah tertelan, organisme ini melalui traktus gastrointestinal
bagian atas hingga ke usus halus, tempat bakteri ini menginvasi secara langsung atau
berganda sebelum invasi. Sel M yaitu sel epitellial yang melapisi Peyer’s patches
merupakan tempat potensial S.typhii untuk menginvasi dan sebagai portal
transportasi menuju jaringan lympoid sekitar. Setelah penetrasi ini terjadi, organisme
ini menuju ke folikel lymphoid usus dan nodus lymphe mesenterica. Salmonella
dapat menghindari asidifikasi dari sel fagosom, sehingga dapat bertahan pada follikel
lymphoid, nodus lymphoid, hati, dan limpa. Pada keaadan ini terdapat perubahan
degeneratif, proliferatif, dan granulomatosa pada villi, kelenjar kript, dan lamina
propria pada usus halus dan kelenjar lymphe mesenterica. Pada keadaan tertentu yang
dipengaruhi oleh keadaan imun host, jumlah dan virulensi bakteri, akan terlepas dari
habitat lingkungan intrasel usus dan masuk ke pembuluh darah sehingga akan
memicu mediator yang akan memicu gejala klinis. 4
Mukosa yang nekrotik pada usus kemudian membentuk kerak, yang dalam
minggu ketiga akan lepas sehingga terbentuk ulkus yang berbentuk bulat atau lonjong
tak teratur dengan sumbu panjang ulkus sejajar dengan sumbu usus. Pada umumnya
ulkus tidak dalam meskipun tidak jarang jika submukosa terkena, dasar ulkus dapat
mencapai dinding otot dari usus bahkan hingga membran serosa.
Pada waktu kerak lepas dari mukosa yang nekrotik dan terbentuk ulkus, maka
perdarahan yang hebat dapat terjadi atau juga perforasi dari usus. Kedua komplikasi
tersebut yaitu perdarahan hebat dan perforasi merupakan penyebab yang paling sering
menimbulkan kematian pada penderita demam tifoid. Meskipun demikian, beratnya
penyakit demam tifoid tidak selalu sesuai dengan beratnya ulserasi. Toksemia yang
hebat akan menimbulkan demam tifoid yang berat sedangkan terjadinya perdarahan
usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat. Sedangkan
perdarahan usus dan perforasi menunjukkan bahwa telah terjadi ulserasi yang berat.
Pada serangan demam tifoid yang ringan dapat terjadi baik perdarahan maupun
perforasi.1
Manifestasi klinis dan tingkat morbiditas demam typhoid bervariasi pada
beberapa populasi yang diteliti. Sekitar 60 hingga 90 % pasien dengan demam
tyhpoid tidak mendapatkan perhatian medis yang cukup atau diperlakukan sebagai
pasien rawat jalan.
Setelah pasien menelan S.enterica serotype typhi, suatu periode asimptomatis
akan terjadi yang biasanya selama 7 hingga 14 hari. Onset bakteremia ditandai
dengan demam dan malaise. Pasien biasanya datang ke klinik atau rumah sakit pada
akhir minggu pertama setelah onset gekala demam terjadi, gejala mirip influenza
seperti menggigil, nyeri kepala bagian frontal, malaise, anorexia, nausea, nyeri
abdominal yang tidak terlokalisir, batuk kering, dan myalgia namun dengan sedikit
tanda fisik.5 Lidah kotor, nyeri perut, hepatomegali, dan splenomegali umum terjadi.
Bradikardia relatif cenderung ditemukan pula akan tetapi pada banyak daerah tertentu
bukan merupakan gejala yang umum didapatkan.1
Pada mulanya demam berderajat rendah, akan tetapi kemudian meningkat
secara progresif dan pada minggu kedua menjadi lebih tinggi dan cenderung terus
menerus (39 hingga 400C). Ruam kulit (rash) umumnya terjadi pada hari ketujuh dan
terbatas pada abdomen disalah satu sisi dan tidak merata, bercak-bercak ros (roseola)
akan tetapi sering tidak terlihat pada pasien berwarna kulit gelap.5
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu.
Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan membaik,
gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun. Meskipun demikian justru
pada saat ini komplikasi perdarahan dan perforasi cenderung untuk terjadi, akibat
lepasnya kerak dari ulkus. Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana
toksemia memberat dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau
stupor,otot-otot bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin. Meteorisme
dan timpani masih terjadi, juga tekanan abdomen sangat meningkat diikuti dengan
nyeri perut. Penderita kemudian mengalami kolaps. Jika denyut nadi sangat
meningkat disertai oleh peritonitis lokal maupun umum, maka hal ini menunjukkan
telah terjadinya perforasi usus sedangkan keringat dingin,gelisah,sukar bernapas dan
kolaps dari nadi yang teraba denyutnya memberi gambaran adanya perdarahan.
Degenerasi miokardial toksik merupakan penyebab umum dari terjadinya kematian
penderita demam tifoid pada minggu ketiga.1
Pada mereka yang mendapatkan infeksi ringan dengan demikia juga hanya
menghasilkan kekebalan yang lemah,kekambuhan dapat terjadi dan berlangsung
dalam waktu yang pendek.Kekambuhan dapat lebih ringan dari serangan primer
tetapi dapat menimbulkan gejala lebih berat daripada infeksi primer tersebut.Sepuluh
persen dari demam tifoid yang tidak diobati akan mengakibatkan timbulnya relaps.1
Walaupun yang paling berperan dalam penegakkan diagnosis typhoid adalah
kultur darah positif, tes ini hanya menunjukkan positif pada 40 – 60% kasus.
Biasanya pada perjalanan awal penyakit ini. Kultur urin dan tinja menjadi positif
setelah infeksi pada akhir minggu pertama atau minggu kedua, akan tetapi
sensitivitasnya sangatlah kecil. Pada kebanyakan negara berkembang, tersebarnya
antibiotik secara meluas dan pemberian antibiotik merupakan kemungkinan alasan
rendahnya sensitivitas kultur darah. Walaupun kultur sum-sum tulang lebih sensitif,
pemeriksaan ini sulit dilakukan, karena relatif infasif, dan kurang dapat diterapkan
pada pelayanan kesehatan umum. Kebanyakan pemeriksaan hematologik kurang
begitu spesifik. Leukosit darah biasanya rendah, akan tetapi leukositosis dapat pula
terjadi pada anak yang lebih muda.Thrombositopenia mungkin menjadi petanda
beratnya penyakit. Tes fungsi hati dapat tidak normal akan tetapi disfungsi hati yang
bermakna jarang terjadi. Pemeriksaan tes widal mengukur antibodi terhadap antigen
O dan H dari S.typhi dan telah digunakan berpuluh-puluh tahun. Walaupun sepertinya
sederhana dan mudah dikerjakan, pemeriksaan ini memiliki sensitivitas dan spesifitas
yang kurang dan dengan hanya mengandalkan pemeriksaan ini biasanya
menyebabkan overdiagnosis. Pemeriksaan diagnostik terbaru telah dikembangkan-
seperti Typhidot atau Tubex yang secara langsung mendeteksi antibodi IgM terhadap
antigen spesifik S typhi – akan tetapi pemeriksaan ini tidak terbukti mudah dikerjakan
pada evaluasi berskala besar pada komunitas. Reaksi rantai polimerase menggunakan
H1-d primer telah digunakan untuk mengamplifikasi gen S typhi spesifik pada darah
pasien dan merupakan alat yang menjanjikan untuk menegakkan diagnosis dengan
cepat.2,6,7
Pada penelitian yang dilakukan oleh Herath, ditemukan pula teknik
mendeteksi keberadaan S typhii dengan menggunakan teknik ELISA yang
dikembangkan untuk saliva pasien (yang dapat diambil dengan metode non-infasif
dan mudah dilakukan) sehingga akan didapatkan antibodi IgA terhadap S typhii.
Pemeriksaan ini terbukti sangat sensitif, spesifik, dan efisien. Penelitian ini
menyimpulkan pemeriksaan paling efisien dilakukan pada minggu kedua hingga
ketiga setelah demam terjadi.8
Walaupun dengan adanya perkembangan diagnostik terbaru ini, diagnosis
typhoid pada kebanyakan negara berkembang ditegakkan berdasarkan kriteria klinis.
Hal ini dapat menimbulkan masalah, karena demam typhoid dapat menyerupai
penyakit demam lainnya tanpa tanda yang khas. Pada anak dengan gejala
multisistemik, stadium awal demam typhoid dapat dikaburkan dengan diagnosis
seperti gastroenteritis akut, bronkitis, dan bronchopneumonia. Selain itu diagnosis
differensial yang luas mencakup malaria, sepsis akibat patogen lainnya, leptospirosis,
dan penyakit rickets atau infeksi virus seperti demam dengue, hepatitis akut, dan
mononucleosis infeksiosa. Sehingga dibutuhkan alat untuk mendeteksi dengan cepat
dan spesifik terhadap beberapa penyakit yang dapat menyebabkan demam. 6
Pemberian terapi antibiotik yang tepat akan mencegah beberapa komplikasi
berat demam typhoid dan menurunkan angka kematian hingga <1%. Pemilihan
antibiotik pertama bergantung pada tingkat endemik dari suatu lokasi. Untuk
penanganan pasien yang sangat dicurigai mengidap typhoid, fluoroquinolones
merupakan agen yang paling efektif, dengan angka penyembuhan hingga ~98% serta
angka relaps dan karier <2%. Penggunaan ciprofloxacin telah banyak digunakan
secara luas. Terapi ofloxacin jangka pendek sepertinya berhasil terhadap infeksi yang
disebabkan oleh strain asam nalidixic. Akan tetapi karena terdapat resistensi terhadap
terapi ini pada infeksi S Typhii di Asia serta ketersediaan fluoroquinolon pada apotik
yang meluas, menyebabkan jenis antibiotik ini jarang digunakan.9
Ceftriaxon, cefotaxime, dan cefixime oral merupakan terapi efektif untuk
demam tyhpoid yang multi-drug resistant. Antibiotik ini menghilangkan demam
dalam waktu ~ 1 minggu, dengan angka kegagalan 5-10%, dan angka relas 3-6%.
Walaupun secara efisien membunuh Salmonella secara in vitro, cephalosporin
generasi pertama dan kedua begitupula aminoglikosida tidak efektif menangani
infeksi klinis.9 Penanganan standard dengan chloramphenicol atau amixicillin terkait
dengan angka relaps secara berturut-turut sebesar 5-15% atau 4-8% dimana quinolon
jenis terbaru dan cephalosporin generasi ketiga terkait dengan angka penyembuhan
yang lebih tinggi. S typhii yang resisten terhadap chloramphenicol pertama kali
dilaporkan di Inggris tahun 1950, 2 tahun setelah antibiotik ini dilaporkan untuk
pertama kali sukses menangani demam typhoid.4 Merebaknya typhoid multi drug
resistence mengakibatkan fluoroquinolon sebagai drug of choice untuk menangani
pasien dengan suspek typhoid, terutama pada daerah Asia Timur dan Asia Tenggara
dimana penyakit ini menjadi endemik.5,6
Secara teoritis, memungkinkan untuk mengeliminasi Salmonellae yang
menyebabkan demam typhoid karena bakteri ini hanya bertahan pada manusia
sebagai host dan menyebar melalui air atau makanan terkontaminasi. Akan tetapi,
dengan tingkat prevalensi yang tinggi pada negera berkembang yang mempunyai
lingkungan dengan saluran pembuangan air limbah dan sanitasi air yang buruk,
pencegahan sepertinya sulit dicapai. Sehingga, pengunjung pada daerah seperti ini
sebaiknya memperhatikan kebersihan makanan atau minuman secara hati-hati seperti
sedapat mungkin menggunakan air minuman botol. Vaksinasi sebagai jalan untuk
mencegah infeksi juga merupakan cara yang perlu dipertimbangkan. Terdapat dua
jenis vaksin typhoid yang tersedia yaitu Ty21a dan Vi CPS, dengan bukti efektivitas
sebesar 60-80% dan sebaiknya diberikan dua minggu sebelum bepergian ke daerah
endemik.6,9
DAFTAR PUSTAKA
1. Aru Sudoyo. 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan IPD FKUI.
2. Hatta M, Smits HL. 2007. Detection of Salmonella Typhii By Nested Polimerase Chain in Blood, Urine, and Stools Samples. In :American Journal of Hygine and Therapy [online].2007. [cited 12 November 2008]. Available from http://www.ajtmh.org
3. Ryan KJ, Ray CG. 2004. Sherris Medical Microbiology. Fourth edition. New York: McGraw-Hill Medical Publishing Division. p365-366
4. Eipstein J, Hoffman S. Typhoid Fever. In: Tropical Infectious Disease Volume 1. Editors : Guerrant RL, Walker DH. 2006. USA: Elsevier Churchill Livingstone
5. Parry CM, Hien TT. Typhoid Fever. In : New England Journal Of Medicine [online]. 2002. [cited 10 November 2008]. Available from http://www.nejm.com.
6. Bhutta ZA. Current Concept in Diagnosis and Treatment of Typhoid Fever . In : British Medical Journals [online]. 2006. [cited 11 November 2008]. Available from http://www.bmj.com.
7. M Hatta, MG Goris, E Heerkens, J Gooskens, AND HL SmitsSimple dipstick assay for the detection of Salmonella typhi-specific IgM antibodies and the evolution of the immune response in patients with typhoid feverAm J Trop Med Hyg, Apr 2002; 66: 416 - 421.
8. Herath HM. Early Diagnosis of Typhoid Fever by Detection of Salivary IgA. In Journals of Clinical Patology [online]. 2003. [cited 11 November 2008]. Available from http://jcp.bmjjournals.com
9. Fauci, A, Braunwald, E and friends. 2008. Harrison’s Principles of Internal Medicine. Seventeenth Edition.2008. United States: The Mc.Graw-Hill Companies, Inc.
DISKUSI
Zainal datang ke Poliklinik dengan keluhan demam yang telah berlangsung
selama 1 minggu. Demam ini kemudian biasa diatasi dengan paracetamol akan tetapi
tidak lama kemudian demam kembali meningkat terutama pada malam hari. Zainal
juga mengeluhkan tidak memiliki nafsu makan dan selalu sakit kepala pada saat
bangun. Zainal juga mengeluhkan adanya rasa sakit pada perut bagian kanan atas.
Zainal tidak mempunyai riwayat penyakit sebelumnya. Akan tetapi kakak Zainal,
Khadijah pernah dirawat di rumah sakit karena mengidap tipes sekitar 3 bulan yang
lalu.
Dari anamnesis yang dilakukan besar kemungkinan pasien juga mengidap
penyakit berdasarkan gejala khas dari penyakit tipes yaitu demam yang lama dan
gangguan gastrointestinal ditambah dengan adanya riwayat kakak pasien yang pernah
mengalami penyakit yang sama sebelumnya.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan suhu yaitu dengan suhu
37,8oC. Dari pengamatan terhadap keadaan umum, Zainal sepertinya terlihat
somnolen. Ketika Zainal diminta untuk menjulurkan lidahnya ditemukan lidah Zainal
agak kotor dengan ujung yang hiperemis dan tremor. Pasien juga mengeluhkan nyeri
pada saat dilakukan palpasi pada regio epigastric abdomen. Pada pemeriksaan rumple
leede tidak ditemukan petechie sehingga menyingkirkan diagnosis demam berdarah.
Untuk memperkuat diagnosis, pasien diminta untuk melakukan pemeriksaan widal,
akan tetapi pasien menolak dengan alasan hanya ingin mencoba obat yang diberi oleh
dokter.
Dari pemeriksaan fisik sepertinya menunjukkan gejala karakteristik dari
demam typhoid yaitu adanya peningkatan suhu tubuh (demam), keadaan umum
pasien yang somnolen, gejala abdominal, dan ditemukannya lidah yang kotor,
hiperemis, dan tremor. Gejala ini merupakan gejala khas demam typhoid pada akhir
minggu pertama demam.
Sebenarnya, untuk menegakkan diagnosis, Zainal masih membutuhkan
pemeriksaan penunjang lainnya, yaitu pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan
darah rutin, uji widal, dan untuk menegakkan diagnosis dibutuhkan kultur darah.
Akan tetapi disayangkan, Zainal menolak untuk melakukan pemeriksaan tersebut
sehingga oleh dokter pemeriksa Zainal masih didiagnosis sebagai Febris e.c Suspek
Typhoid.
Diagnosis typhoid pada kebanyakan negara berkembang ditegakkan masih
berdasarkan kriteria gejala klinis. Hal ini dapat menimbulkan masalah, karena demam
typhoid dapat menyerupai penyakit demam lainnya tanpa tanda yang khas. Pada anak
dengan gejala multisistemik, stadium awal demam typhoid dapat dikaburkan dengan
diagnosis seperti gastroenteritis akut, bronkitis, dan bronchopneumonia. Sehingga
pada Zainal sendiri masih dikatakan merupakan suspek demam typhoid.
Uji widal merupakan tes yang umum digunakan untuk memperkuat diagnosis
dan selalu menjadi prosedur tetap dalam penegakkan diagnosis demam typhoid. Tes
ini mendeteksi keberadaan antibodi terhadap kuman S typhii yaitu dalam bentuk
antigen O dan H.. Akan tetapi dari referensi diketahui bahwa pemeriksaan ini kurang
speisifik hal ini disebabkan karena (1) antigen O dan H juga dimiliki oleh Salmonella
dengan serotipe lainnya bukan hanya S typhii (2) S typhi mempunyai epitope cross
reacting dengan enterobacteriaceae dan (3) antigen H akan selalu meningkat dalam
periode yang panjang setelah pasien sembuh. Selain spesifitas yang kurang, uji widal
juga memiliki sensitivitas yang rendah karena terbukti pasien dengan jumlah bakteri
yang bermakna pada kultur darah ternyata tes widalnya selalu negatif.4
Pemeriksaan dengan teknik terbaru yang dapat digunakan untuk mendeteksi
keberadaan S typhii adalah dengan menggunakan teknik ELISA yang dikembangkan
untuk saliva pasien (yang dapat diambil dengan metode non-infasif dan mudah
dilakukan) sehingga akan didapatkan antibodi IgA terhadap S typhii. Akan tetapi
ketersediaan pemeriksaan ini masih sangat terbatas pada negara-negara berkembang.8
Oleh dokter, pasien diberikan paracetamol, amoxicillin, dan vitamin B
kompleks. Sampai sat ini masih dianut trilogi dalam penatalaksanaan demam typhoid
yaitu istirahat, diet – terapi penunjang dan pemberian antimikroba.1 Antibiotik yang
paling efektif untuk typhoid adalah antibiotik golongan fluoroquinolon, akan tetapi
keterbatasan ekonomis disertai dengan pengawasan terhadap penggunaan obat ini
yang cukup tinggi, menyebabkan pemilihan obat dijatuhkan pada amoxicillin yang
lebih ekonomis, dengan keamanan yang lebih tinggi, dan terbukti cukup efektif
terhadap infeksi S typhii.4 terutama karena Zainal juga menolak untuk menjalani
rawat inap sehingga pengawasan sulit dilakukan jika ditemukan efek samping
fluoroquinolon.
Zainal juga disarankan untuk mengkonsumsi makanan lunak untuk sementara
karena menghindari iritasi terhadap saluran cerna yang mengalami peradangan namun
setelah beberapa waktu pasien dapat mengkonsumsi makanan padat untuk memenuhi
kebutuhan nutrisi.
Sebagai pencegahan penularan pasien terhadap orang disekitar, terutama
saudara Zainal, kakak Zainal sebaiknya menjaga kebersihan dan memperhatikan
ventilasi dan pertukaran udara di kamar tidur Zainal. Selain memperbaiki kesehatan
lingkungan, kakak Zainal diminta untuk menjaga stamina dengan mengkonsumsi
makanan-makanan bergizi dan beristirahat yang cukup agar daya tahan tubuh dapat
dipertahankan.
Setelah Zainal kembali sehat, Zainal dianjurkan untuk lebih memiliki gaya
hidup sehat agar bebas dari penyakit infeksi lainnya atau rekurensi typhoid. Zainal
diminta untuk lebih menjaga nutrisi dan menyediakan waktu yang cukup untuk
beristirahat. Kepada warga kos diminta kesediaannya untuk menjaga ketenangan agar
Zainal memiliki cukup waktu untuk belajar tanpa perlu begadang. Kebersihan
lingkungan sekitar rumah kos Zainal perlu dibenahi, karena banyak lokasi yang
berpotensi sebagai media penularan penyakit infeksi terutama typhoid, seperti
genangan air kotor, selokan tersumbat, dan ventilasi udara yang kurang memadai.