demam tifoid

31
DEMAM TIFOID I. PENDAHULUAN Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh Salmonella Thypi (S. Typhi) dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. 1 Demam tifoid banyak terjadi di Negara-negara berkembang. Demam tifoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh S. Thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai Negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. 2,3,4

Transcript of demam tifoid

Page 1: demam tifoid

DEMAM TIFOID

I. PENDAHULUAN

Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh

Salmonella Thypi (S. Typhi) dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu,

gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.1

Demam tifoid banyak terjadi di Negara-negara berkembang. Demam tifoid

merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh S. Thypi yang

masih dijumpai secara luas di berbagai Negara berkembang yang terutama terletak

di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan

masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi,

kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk

serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah.2,3,4

Perbedaan antara demam tifoid anak dan dewasa adalah mortalitas

(kematian) demam tifoid pada anak lebih rendah bila dibandingkan dengan

dewasa. Resiko terjadinya komplikasi fatal terutama dijumpai pada anak besar

dengan gejala klinis berat, yang mempunyai kasus dewasa. Demam tifoid pada

anak terbanyak terjadi pada umur 5 tahun atau lebih dan mempunyai gejala klinis

ringan.5

Page 2: demam tifoid

II. EPIDEMIOLOGI

Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan

karena penyakit ini mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas.

Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat

sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000

kasus kematian tiap tahun. Di Negara berkembang, kasus demam tifoid dilapokan

sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga

insidensi yang sebenaranya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap

di rumah sakit.[3] Demam tifoid pada anak umur 5-15 tahun di Indonesia terjadi

180,3/100.000 kasus pertahun dan dengan prevalensi mencapai 61,4/1000 kasus

pertahun. Menurut data Hasil Riset Dasar Kesehatan (RISKESDAS) tahun 2007,

demam tifoid menyebabkan 1,6% kematian penduduk Indonesia untuk semua

umur. Insidensi demam tifoid berbeda pada tiap daerah.4

III. ETIOLOGI

Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella Enterica serovar Typhi (S.

Typhi), basil gram negatif, bergerak dengan rambut getar, berkapsul, tidak

berspora, dan bersifat fakulatif anaerob. Demam tifoid mempunyai 3 macam

antigen yaitu antigen 0 (somatik, terdiri dari zat kompleks lipopolisakarida),

antigen H (flagella), dan antigen Vi.1

Antigen Vi didapatkan pada 90% salmonella typhi yang diisolasi. Antigen

ini berperan sebagai proteksi terhadap baktersidal dari antibody serum penderita.

Page 3: demam tifoid

Sementara demam paratiroid yang gejalanya mirip dengan demam tifoid namun

lebih ringan, disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, B, atau C. bakteri ini hanya

menginfeksi manusia. Penyebaran demam tifoid terjadi melalui makanan dan air

yang telah tercemar oleh tinja atau urin penderita demam tifoid dan meraka yang

diketahui sebagai carrier (pembawa) demam tifoid.2

IV. PATOFISIOLOGI

Penyakit ini terjadi melalui ingesti dari S. Typhi melalui kontaminasi secara

feko-oral melalui makanan ataupun melalui air yang tercemar. Masuknya kuman

Salmonella typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan atau minuman

yang terkontaminasi oleh kuman. Sebagian kuman dimusnahkan di dalam

lambung (pH<2), sebagian lolos masuk ke dalam lumen usus, yang selanjutnya

berkembang biak.

Jika respons imun humoral usus kurang baik, kuman akan menembus epitel,

terutama sel-M, dan selanjutnya di lamina propria kuman berkembang biak serta

difagosit, terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak di

dalam makrofag, dan selanjutnya dibawa ke plaque Peyeri ileum distal kemudian

ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus,

kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah

(menyebabkan bakteremia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh

organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman

meninggalkan sel fagosit dan kemudian berkembang biak di luar sel, selanjutnya

Page 4: demam tifoid

masuk ke dalam sirkulasi darah lagi, menimbulkan bakteremia kedua yang disertai

tanda dan gejala penyakit sistemik.6

Di dalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak,

dan bersama cairan empedu di ekskresikan secara “intermittent” ke dalam lumen

usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubungan makrofag telah tereksitasi

dan hiperaktifmaka saat fagositosis kuman S. Typhi terjadi pelepasan beberapa

mediator inflamasi uang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi inflamasi

sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas

vaskuler, gangguan mental, dan koagulasi7

Page 5: demam tifoid

V. DIAGNOSIS

Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan

fisis, dan pemeriksaan penunjang yang dilakukan.1,2

Page 6: demam tifoid

A. Gejala Klinis

Masa inkubasi dari Demam Tifoid biasanya 7-14 hari tetapi juga bergantung

pada infeksi yang terjadi, umumnya 3-30 hari. Manifestasi klinis bervariasi

mulai dari sakit ringan dan demam yang tidak terlalu tinggi, malaise, sampai

keadaan klinis yang berat dengan gangguan pencernaan dan komplikasi yang

berat. Banyak faktor yang mempengaruhi berat ringannya penyakit pada demam

tifoid. Hal ini mencakup lama berlangsungnya penyakit sebelum dilakukannya

terapi, pemilihan antibiotic yang sesusai, umur, riwayat vaksinasi, strain bakteri,

dan faktor imunitas seseorang.2

Gejala klinis pada anak umumnya tidak khas.Umumnya perjalanan penyakit

berlangsung dalam jangka waktu yang pendek dan jarang menetap lebih dari 2

minggu.5

Gejala klinis demam tifoid umumnya demam tinggi (95%), lidah kotor

(76%), anoreksia (70%), muntah (39%), hapatomegali (37%), diare (36%),

toksik (29%), nyeri abdomen (21%), pucat (20%), splenomegali (17%),

konstipasi (7%), sakit kepala (4%), ikterus (2%), ileus (1%), dan perforasi usus

(0,5%).2

1. Demam

Demam atau panas merupakan gejala utama demam tifoid. Awalnya demam

hanya samar-samar saja, selanjutnya suhu tubuh turun naik yakni pada pagi

hari lebih rendah atau normal, sementara sore dan malam hari lebih tinggi.

Pada kasus-kasus yang khas umumnya demam berlangsung selama 3

Page 7: demam tifoid

minggu. Demam dapat mencapai 39-40 ◦C yang sifatnya remitten. Intensitas

demam akan makin tinggi disertai gejala lain seperti sakit kepala, diare,

nyeri otot, pegal, insomnia, anoreksia, mual, dan muntah. Selama minggu

pertama, suhu tubuh berlangsung meningkat setiap hari, pada minggu kedua,

intensitas demam makin tinggi kadan terus menerus. Bila pasien membaik

maka pada minggu ketiga, suhu tubuh berangsur turun dan dapat normal

pada akhir minggu ketiga.1,5,7

2. Gangguan Saluran Pencernaan

Sering ditemukan bau mulut yang tidak sedap karena demam yang lama.

Bibir kering dan kadang pecah-pecah (ragaden). Lidah terlihat kotor dan

ditutupi selaput putih kotor, ujung dan tepinya kemerahan. Umumnya

penderita sering mengeluh nyeri perut, teutama nyeri ulu hati, disertai mual

dan muntah. Penderita anak lebih sering mengalami diare, sementara dewasa

cenderung mengalami konstipasi.1,5,7

3. Gangguan Kesadaran

Umumnya terdapat gangguan kesadaran berupa penurunan kesadaran ringan.

Sering ditemui kesadaran apatis. Bila gejala klinis berat, tak jarang penderita

sampai samnolen dan koma atau dengan gejala-gejala psikosis. Pada

penderita dengan toksik, gejala delirium (mengigau) lebih menonjol.1,5,7

4. Hepatosplenomegali

Pada penderita demam tifoid, hati dan atau limpa sering ditemukan

membesar. Hati terasa kenyal dan nyeri bila ditekan.5,7

Page 8: demam tifoid

5. Bradikardi Relatif

Bradikardi relatif adalah peningkatan suhu tubuh yang tidak diikuti oleh

peningkatan frekuensi nadi.Patokan yang sering dipakai adalah peningkatan

suhu 1◦C tidak diikuti peningkatan frekuensi nadi 8 denyut dalam 1 menit.

Bradikardi relative tidak sering ditemukan, mungkin karena teknis

pemeriksaan yang sulit dilakukan. Gejala-gejala lain yang dapat ditemukan

pada demam tifoid adalah rose spot (bintik kemerahan pada kulit) yang

biasanya ditemukan di perut bagian atas, serta gejala klinis yang

berhubungan dengan komplikasi yang terjadi. Rose spot pada anak sangat

jarang ditemukan.5,7

B. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratorium untuk menegakkan diagnosi demam tifoid yaitu

1. Pemeriksaan Darah Tepi

Pada penderita demam tifoid bisa didapatkan anemia, jumlah leukosit

normal, bisa menurun datau meningkat, mungkin didapatkan

trombositopenia dan hitung jenis biasanya normal atau sedikit bergeser ke

kiri, mungkin didapatkan aneosinofilia dan limfositosis relative, terutama

pada fase lanjut. Penelitian oleh beberapa ilmuwan mendapatkan bahwa

hitung jumlah dan jenis leukosit serta laju endap darah tidak mempunyai

nilai sensitivitas, spesifisitas, dan nilai ramal yang cukup tinggi untuk

dipakai dalam membedakan antara penderita demam tiofid atau bukan, akan

tetapi adanya leucopenia dan limfositosis relative dugaan diagnosis demam

tifoid.3

Page 9: demam tifoid

2. Pemeriksaan Bakteriologis dengan Isolasi dan Biakan

Diagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri

S.Typhi dalam biakan darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum

atau dari rose spots. Berkaitan dengan pathogenesis penyakit, maka bakteri

akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal

penyakit sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.

Hasil biakan yang positif memastikan demam tifoid akan tetapi hasil

negative tidak dapat menyingkirkan demam tifoid karena hasilnya

tergantung beberapa faktor.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil biakan :

Jumlah darah yang diambil

Perbandingan volume darah dari media empedu

Waktu pengambilan darah

Volume darah yang dianjurkan untuk anak besar 10-15 mL sedangkan untuk

anak kecil dibutuhkan 2-4 mL. Volume sumsum tulang yang dibutuhkan

untuk kultur hanya sekitar 0,5-1 mL. bakteri dalam sumsum tulang juga

sedikit dipengaruhi oleh antibiotika daripada bakteri dalam darah. Hal ini

dapat menjelaskan teori bahwa kultur sumsum tulang lebih tinggi hasil

positifnya bila dibandingkan dengan darah walaupun dengan volume sampel

yang lebih sedikit dan sudah mendapatkan terapi antibiotika sebelumnya.

Media pembiakan yang dianjurkan untuk S. Typhi adalah media empedu

(gall) dari sapi dimana dikatakan media gall ini dapat meningkatkan

Page 10: demam tifoid

positivitas hasil karena hanya S.Typhi dan S.Paratyphi yang dapat tumbuh

pada media tersebut.

Biakan darah terhadap Salmonella juga tergantung dari saat pengambilan

pada perjalanan penyakit, beberapa peneliti melaporkan biakan darah positif

40-80% atau 70-90%dari penderita pada minggu pertama sakit dan positif

10-50% pada akhir minggu ketiga. Sensitivitasnya akan menurun pada

sampel penderita yang telah mendapatkan antibiotika dan meningkat sesuai

dengan volume darah dan rasio darah dengan media kultur yang dipakai.

Bakteri dalam feses ditemukan meningkat dari minggu pertama (10-15%)

hingga minggu ketiga(75%) dan turun secara perlahan. Biakan urinpositif

setelah minggu ketiga.

Biakan sumsum tulang merupakan metode baku emas karena mempunyai

sensitivitas paling tinggi dengan hasil positif didapat pada 80-95% kasus dan

sering tetap positif selama perjalanan penyakit dan menghilang pada fase

penyembuhan. Metode ini terutama bermanfaat pada penderita yang sudah

mendapat terapi atau dengan kultur darah negatif. Prosedur terakhir ini

sangat invasive sehingga tidak dipakai dalam praktek sehari-hari. Pada

keadaan tertentudapat dilakukan kultur pada specimen empedu yang

diambil dari duodenum dan memberikan hasil yang cukup baik akan tetapi

tidak digunakan secara luas karena adanya resiko aspirasi pada anak-anak.

Salah satu penelitian pada anak menunjukan bahwa sensitivitas kombinasi

kultur darah dan duodenum hampir sama dengan kultur sumsum tulang.

Page 11: demam tifoid

Kegagalan dalam isolasi atau biakan dapat disebabkan oleh keterbatasan

media yang digunakan, adanya penggunaan antibiotika, jumlah bakteri yang

sangat minimal dalam darah, volume specimen yang tidak mencukupi, dan

waktu pengambilan specimen yang rendah dan adanya kendala berupa

lamanya waktu yang dibutuhkan (5-7 hari) serta peralatan yang lebih

canggih untuk identifikasi bakteri sehingga tidak praktis dan tidak tepat

untuk dipakai sebagai metode diagnosi baku dalam pelayanan penderita.3

3. Uji serologis

Uji serologis digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis demam

tifoid dengan mendeteksi antibody spesifik terhadap komponen antigen

S.Typhi maupun mendeteksi antigen itu sendiri. Volume darah yang

diperlukan untuk uji serologis ini adalah 1-3 mL yang diinokulasikan ke

dalam tabung tanpa antikoagulan.

Metode pemeriksaan serologis imunologis ini dikatakan mempunyai nilai

penting dalam proses diagnostic demam tifoid Akan tetapi, masih

didapatkan adanya variasi yang luas dalam sensitivitas dan spesifisitas pada

deteksi antigen spesifik S.Typhi oleh karena tergantung jenis antigen,

specimen yang diperiksa, teknik yang dipakai untuk melacak antigen

tersebut, jenis antibody yang digunakan dalam uji (poliklonal atau

monoclonal) dan waktu pengambilan specimen (stadium dini atau lanjut

dalam perjalanan penyakti).3

Page 12: demam tifoid

Uji Widal

Suatu metode serologis yang digunakan sejak tahun 1896. Prinsip uji

widal adalah memeriksa reaksi antara antibody agglutinin dalam serum

penderita yang telah mengalami pengenceran berbeda-beda terhadap

antoigen somatic (O) dan flagella (H) yang ditambahkan dalam jumlah

yang samasehingga terjadi aglutinasi. Pengenceran tertinggi yang masih

menimbulkan aglutinasi menunjukkan titer antibody dalam serum.

Teknik aglutinasi ini dapat dilakukan dengan menggunakan uji hapusan

(slide test) atau uji tabung (tube test). Uji hapusan dapat dilakukan secara

cepat dan digunakan dalam prosedur penapisan sedangkan uji tabung

membutuhkan teknik yang lebih rumit tetapi dapat digunakan utnuk

konfirmasi dari uji hapusan.

Interpretasi dari uji widal ini harus memperhatikan beberapa faktor

antara lain sensitivitas, spesifisitas, stadium penyakit, factor penderita

seperti status imunitas dan status gizi yang dapat mempengaruhi

pembentukan antibody, gambaran imunologis dari masyarakat setempat

(daerah endemis atau non-endemis), factor antigen, teknik serta reagen

yang digunakan.

Kelemahan tes in adalah rendahnya sensitivitas dan spesifisitas serta

sulitnya melakukan interpretasi hasil akan tetapi hasil uji widal yang

positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam tifoid

(penanda infeksi). Saat ini walupun telah digunakan secara luas di

seluruh dunia, manfaatnya masih diperdebatkan dan sulit dijadikan

Page 13: demam tifoid

pegangan karena belum ada kesepakatan akan nilai standar aglutinasi

(cut-off point). Untuk ,encari standar uji widal seharusnya ditentukan

titer dasar (baseline titer) oada anak sehat di populasi dimana pada

daerah endemis seperti di Indonesia akan didapatkan peningkatan titer

antibody O dan H pada anak-anak sehat.3

Tes TUBEX

Merupakan tes aglutinasi kompetiti semi kuantitatifyang sederhana dan

cepat (kurang lebih 2 menit) dengan menggunakan partikel yang

berwarna untuk meningkatkan sensitivitas, spesifisitas dengan

menggunakan antigen O9 yang benar-benar spesifik yang hanya

ditemukan pada Salmonella serogrup D. Tes ini sangat akurat dalam

diagnosis infeksi akut karena hanya mendeteksi antibody igG dalam

waktu beberapa menit.

Walaupun belum banyak penelitian yang menggunakan tes TUBEX ini,

beberapa penelitian terdahulu menyimpulkan bahwa tes ini mempunyai

sensitivitas dan spesifisitas yang lebih baik dari uji Widal. Penelitian

oleh Lim dkk (2002) mendapatkan hasil sensitivitas 100% dan

spesifisitas 100%. Penelitian lain mendapatkan sensitivitas sebesar 78%

dan spesifisitas 89%. Tes ini dapat menjadi pemeriksaan yang ideal,

dapat digunakan untuk pemeriksaan secara rutin karena cepat, mudah,

dan sederhana terutama di Negara berkembang.3

Page 14: demam tifoid

Metode Enzyme Immunoassay (EIA) DOT

Uji didasarkan pada metode untuk melacak antibody spesifik IgM dan

IgG terhadap antigen OMP 50 kD S.Typhi. Deteksi terhadap IgM

menunjukkan fase awal infeksi pada demam tifoid akut sedangkan

deteksi terhadap IgM dan IgG menunjukkan demam tifoid pada fase

pertengahan infeksi. Pada daerah endemis dimana didapatkan tingkat

transmisi demam tifoid yang tinggi akan terjadi peningkatan deteksi

IgGspesifik akan tetapi tidak dapat membedakan antara kasus akut,

konvalesen, dan reinfeksi. Pada metode Typhidot-M yang merupakan

modifikasi dari metode Typhidot telah dilakukan inaktivasi dari IgG total

sehingga menghilangkan pengikatan antigen terhadap antigen terhadap

IgM spesifik.

Metode Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)

Dilakukan untuk melacak antibody IgG, IgM, dan IgA terhadapa antigen

LPS O9, antibody IgG terhadap antigen flagella d (Hd) dan antibody

terhadap antigen Vi S. Typhi. Uji ELISA yang sering dipakai untuk

mendeteksi adanya antigen S. Typhi dalam specimen klinis adalah

double antibody sandwich ELISA.3

Pemeriksaan Dipstik

Pemeriksaan ini dikembangkan di Belanda dimana dapat mendeteksi

antibody IgM spesifik terhadap antigen LPS S. Typhi dengan

menggunakan membrane Nitoselulosa yang mengandung antigen S.

Typhi sebagai pita pendeteksi dan antibody IgM antihuman Immobilized

Page 15: demam tifoid

sebagai reagen control. Pemeriksaan ini menggunakan komponen yang

sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang spesifik dan dapat

digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium yang

lengkap.3

4. Pemeriksaan Bakteriologis secara molekuler

Metode lain yang akurat adalah mendeteksi DNA (asam nukleat) gen

flagellin bakteri S. Typhi dalam darah dengan teknik hibridasi asam nukleat

atau amplifikasi DNA dengan cara polymerase chain Reaction (PCR)

melalui identifikasi antigen Vi yang spesifik untuk S. Typhi.3

VI. DIAGNOSIS BANDING

Pada daerah endemik, demam tifoid merupakan penyebab tersering dari

kejadian demam tanpa disertaitanda local. Demam yang terjadi pada anak pada

keadaan awal terkadang memberikan gambaran seperti gastroenteritis, bronchitis,

atau bronkopneumonia. Secara umum diagnosis banding dari demam tifoid yaitu

malaria, sepsis dengan infeksi bakteri yang lain, infeksi karena mikroorganisme

intraseluller seperti tuberculosis, brusellosis, leptospirosis, dan penyakit akibat

infeksi virus seperti demam berdarah dengue, hepatitis akut, dan infeksi

mononukleosis juga dapat dipikirkan.3

Page 16: demam tifoid

VII. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada penderita demam tifoid mempunyai tujuan untuk

mencegah kmplikasi, mencegah relaps, dan mempercepat penyembuhan. Oleh

karena itu penatalaksanaan demam tifoid meliputi :

A. Simtomatis

1. Istirahat Mutlak (Tirah baring)

Anak baring terus ditempat tidur dan letak baring harus sering diubah.

Lamanya istirahat baring berlangsung sampai 5 hari bebas demam,

dilanjutkan dengan mobilisasi secara bertahap sebagai berikut :

Hari 1 duduk 2 x 15 menit

Hari 2 duduk 2 x 30 menit

Hari 3 jalan dan pulang

Seandainya selama mobilisasi bertahap ada kecenderungan suhu meningkat,

maka “istirahat mutlak” diulagi kembali.8

2. Dietik

Diet harus mengandung kalori dan protein yang cukup. Sebaiknya rendah

selulosa (Rendah serat) untuk menceah perdarahan dan perforasi. Diet untuk

penderita demam tifoid, basanya diklsifikasikan atas diet cair, bubur lunak,

tim, dan nasi biasa.5

IVFD bila ada dehidrasi berat, keadaan toksik, dan komplikasi berat.

Maksud pemasangan IVFD pada keadaan ini adalah untuk :

Menanggulangi gangguan sirkulasi

Menjamin intake (keseimbangan cairan dan elektrolit)

Page 17: demam tifoid

Pemberian obat-obatan intravena

Menanggulangi sirkulasi

Renjatan RL : 20-30 cc/kgBB/jam

renjatan berat RL diguyur samapai tekanan darah terukur dan nadi

teraba, kemudian jumlah cairan yang diberikan disesuaikan dengan

keadaan penderita.

Diare dehidrasi sesuai dengan protocol gastroenterologi

B. Kausal

1. Kloramfenikol

Dosis : 7-100 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 atau 4 dosis peroral atau

paenteral, sesuai keadaan penderita.

Lama pemberian :

10 hari untuk demam tifoid ringan

14 hari untuk demam tifoid berat (keadaan tokdik, bronchitis,

pneumonia, dan komplikasi berat) serta masih demam setelah 10 hari

pemberan kloramfenikol.

2. Obat Pilihan

Diberikan bila ada tanda-tanda resistensi atau intoksikasi kloramfenikol

Kotrimoksasol, Dosis : Trimetoprim 6 mg/kgBB/hari dan lama

pemberian 10 hari.

Tiamfenikol, Dosis : 30-50 mg/kbBB/hari

Ceftriaxone, Dosis : 80 mg/kgBB/hari pemberian selama 5 hari.

Page 18: demam tifoid

Amoksisilin, Dosis : 100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 atau 4 dosis dan

lama pemberian 10 hari

C. Kortikosteroid

1. Keadaan toksik

2. Komplikasi berat (perdarahan usus / perforasi usus, ensefalitis).

Untuk ini diberikan deksametason 1 mg/kgBB/hari intravena selama 2-3

hari, kemudian dilanjutkan dengan prednisone 2 mg/kgBB/hari sampai dengan 2

minggu. Khusus renjatan septik mempunyai penanganan tersendiri.

D. Tindakan khusus

1. Perforasi / perdarahan

Stop intake oral

IFVD (koreksi gangguan sirkulasi, keseimbangan elektrolit, dan

menjamin intake)

Transfusi darah ( untuk atasi anemi pasca perdarahan dan renjatan/syok

hemoragik) diberikan 10-20 cc/kgBB, dapat diulangi sesuai keadaan

penderita.

Kloramfenikol 100mg/kgBB/hari iv

Deksametason 1 mg/kgBB/hari iv

Konsul bedah

Perdarahan >72 jam perlu petimbangan pemberin hemostatik

(carbazochrome sodium sulfonate 50 mg bolus iv. Kemudian dilanjutkan

dengan 100 mg/24 jam secara drips.

Page 19: demam tifoid

2. Renjatan septik

IVFD (penanggulangan gangguan sirkulasi)

Kloramfenikol 100 mg/kgBB/hari iv

Dimulai dengan deksametason 3 mg/kgBB 1 dosis, setelah 6 jam

diikuti 8 dosis 1 mg/kgBB/6 jam

Setiap kali pemberian kortikosteroiddilarutkan didalam 50 cc dekstrose

5% dan diberikan selama 30 menit.

Dapat dipertimbangkan obat-obatan inotropik : dopaminn dengan dosis

5-20 µg/kgBB/menit secara drips

Bila perlu diberikan plasma ekspander untuk mempertahankan tekanan

koloid

Bila ada tanda-tanda anoksia diberikan oksigen 2-4 liter/menit.8

VIII.KOMPLIKASI

Komplikasi yang sering terjadi pada demam tifoid adalah

a. Perndarahan usus dan perforasi

Merupakan komplikasi yang serius dan perlu diwaspadai dari demam tifoid

yang muncul pada minggu ketiga. Sekitar 5% penderita demam tiofid

mengalami komplikasi ini. Perdarahan usus pada umumnya ditandai keluhan

nyeri perut, perut membesar nyeri pada perabaan, seringkali ditandai dengan

penurunan tekanan darah dan terjadinya shock, diikuti dengan perdarahan

saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman yang keluar bersama tinja.

Page 20: demam tifoid

Perdarahan usus muncul ketika ada luka di usus halus sehinggan membuat

gejala seperti sakit perut, mual, muntah, dan terjadi infeksi pada selaput perut

(peritonitis). Jika hal ini terjadi maka diperluka perawatan medis yang segera.

Komplikasi yang lebih jarang

a. Pembengkakan dan peradangan pada otot jantung.

b. Pneumonia.

c. Peradangan pankreas (pankreatitis).

d. Infeksi ginjal atau kandung kemih.

e. Infeksi dan pembengkakan selaput otak

Masalah psikiatri seperti mengigau, halusinasi, dan paranoid psikosis.

Merupakan komplikasi yang serius dan perlu diwaspadai dari demam tifoid

yang muncul pada minggu ketiga. Sekitar 5% penderita demam tiofid

mengalami komplikasi ini. Perdarahan usus pada umumnya ditandai keluhan

nyeri perut, perut membesar nyeri pada perabaan, seringkali ditandai dengan

penurunan tekanan darah dan terjadinya shock, diikuti dengan perdarahan

saluran cerna sehingga tampak darah kehitaman yang keluar bersama tinja.

IX. PROGNOSIS

Prognosis tergantung dari diagnosi tepat yang dilakukan secara dini dan

pemberian antibiotic sebagai terpai dari penyakit ini. Umumnya prognosis baik

jika penderita cepat mendapatkan pengobatan. Faktor lain yang berperan yaitu

umur pasien, keadaan umum, dan status nutrisi yaitu prognosis buruk jika keadaan

Page 21: demam tifoid

fisik yang lemah dan status nutrisi yang buruk, serotype Salmonella typhi, dan

komplikasi yang terjadi. Dengan terapi yang adekuat, biasanya 2-4% relaps,

mortalitas pada penderita yang dirawat mencapai 6%.1,2