dekom

31
ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA PROGRAM PROFESI NERS DEKOMPENSASI CORDIS Oleh : SUCITRA TERISIA 04111706060 PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN FAKULTAS KEDOKTERAN Telah disetujui/diterima Pembimbing Hari/Tanggal : Tanda Tangan : LAPORAN PENDAHULUAN

Transcript of dekom

Page 1: dekom

ILMU KEPERAWATAN ANAK DALAM KONTEKS KELUARGA

PROGRAM PROFESI NERS

DEKOMPENSASI CORDIS

Oleh :

SUCITRA TERISIA

04111706060

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS SRIWIJAYA

T.A. 2011-2012

Telah disetujui/diterima Pembimbing

Hari/Tanggal :

Tanda Tangan :

LAPORAN PENDAHULUAN

Page 2: dekom

A. DEFINISI

Decompensasi cordis adalah kegagalan jantung dalam upaya untuk

mempertahankan peredaran darah sesuai dengan kebutuhan tubuh (Dr.

Ahmad Ramali, 1994).

Dekompensasi kordis adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan

kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi

pompa jantung ( Tabrani, 1998; Price ,1995).

Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologis adanya kelainan fungsi

jantung berakibat jantung gagal memompakan darah untuk memenuhi

kebutuhan metabolisme jaringan atau kemampuannya hanya ada kalau

disertai peningkatan pengisian ventrikel kiri (Noer,1996) .

Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif, adalah

ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk

memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi (Smeltzer,2001).

B. ETIOLOGI

Mekanisme fisiologis yang menyebabkan timbulnya dekompensasi kordis

adalah keadaan-keadaan yang meningkatkan beban awal, beban akhir atau

yang menurunkan kontraktilitas miokardium. Keadaan yang meningkatkan

beban awal seperti regurgitasi aorta, dan cacat septum ventrikel. Beban akhir

meningkat pada keadaan dimana terjadi stenosis aorta atau hipertensi sistemik.

Kontraktilitas miokardium dapat menurun pada infark miokard atau

kardiomyopati. Faktor lain yang dapat menyebabkan jantung gagal sebagai

pompa adalah gangguan pengisisan ventrikel ( stenosis katup atrioventrikuler ),

gangguan pada pengisian dan ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan

temponade jantung). Dari seluruh penyebab tersebut diduga yang paling

mungkin terjadi adalah pada setiap kondisi tersebut mengakibatkan pada

gangguan penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sistesis atau

fungsi protein kontraktil ( Price. Sylvia A, 1995).

Penyebab kegagalan jantung dikategori kepada tiga penyebab :

Page 3: dekom

Stroke volume : isi sekuncup

Kontraksi kardiak

Preload dan afterload

Meliputi :

1. Kerusakan langsung pada jantung (berkurang kemampuan berkontraksi),

infark myocarditis, myocarial fibrosis, aneurysma ventricular.

2. Ventricular overload terlalu banyak pengisian dari ventricle.

Overload tekanan (kebanyakan pengisian akhir : stenosis aorta atau

arteri pulmonal, hipertensi pulmonary.

Keterbatasan pengisian sistolik ventricular.

Pericarditis konstriktif atau cardomyopati, atau aritmi, kecepatan yang

tinggi,tamponade, mitral stenosis.

Ventrucular overload (kebanyakan preload) regurgitasi dari aourta,

defek seftum ventricular.

Menurut Smeltzer, (2001) ,penyebab gagal jantung meliputi :

1) Kelainan otot jantung misalnya : aterosklerosis koroner (keadaan patologis

dimana terjadi penebalan arteri koronoris oleh lemak “streak”).

2) Hipertensi sistemik (peningkatan tekanan darah diatas 140/90 MmHg) atau

hipertensi pulmonal (peningkatan tekanan darah diparu-paru akibat kongesti

pulmonal).

3) Peradangan dan penyakit degeneratif, misalnya : miokarditis (peradangan

pada otot jantung), endokarditis (penyakit infeksi pada endokard atau katup

jantung) rematik (setiap kondisi yang disertai nyeri dan kaku pada

musculoskeletal)

4) Penyakit jantung lain, misalnya : pada mekanisme gangguan aliran darah

melalui jantung (stenosis atau penyempitan katup semilunar dan katup

alveonar), pada peningkatan afterload mendadak hipertensi maligna

(peningkatan tekanan darah berat disertai kelainan pada retina,ginjal dan

kelainan serebal).

5) Faktor siskemik, misal : pada meningkatnya laju metabolisme (demam

tiroktosikosis) meningkatnya kebutuhan oksigen jaringan (hipoksia atau

Page 4: dekom

berkurangnya oksigen dalam darah, anemia atau berkurangnya kadar

hemoglobin), asidosis metabolik dan abnormal elektrolit dapat menurunkan

kontraktilitas otot jantung.

C. PATOFISIOLOGI

Penyebab Decompensasi Cordis menurut Smeltzer (2001), yaitu mekanisme

yang mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas

jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung

normal, bila curah jantung berkurang system saraf simpatis akan mempercepat

frekuensi jantung untuk mempertahankan perfusi jaringan yang memadai maka

volume sekuncuplah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan

curah jantung. Tetapi pada gagal jantung masalah utamanya adalah kerusakan

dan kekakuan serabut otot jantung dan volume sekuncup itu dipengaruhi tiga

factor yaitu preload, kontraktilitas dan afterload ,jika salah satu dari ketiga

factor tersebut terganggu maka curah jantungnya akan berkurang. Curah

jantung yang menurun menyebabkan kongesti jaringan yang terjadi akibat

peningkatan tekanan arteri atau vena kongesti paru terjadi karena ventrikel kiri

gagal memompa darah dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru

menyebabkan cairan terdorong keparu, manifestasinya meliputi dispnea,

batuk, mudah lelah, takikardi, bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.

Bila ventrikel kanan gagal mengakibatkan kongesti visera dan jaringan

perifer, sebagai akibat sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan darah

secara adekuat. Manifestasinya yaitu Oedema dependen, hepatomegali,

pertambahan berat badan, asites, distensi vena jugularis.

Menurut Nettina (2002), penurunan kontraktilitas miokardium, pada

awalnya hal ini hanya timbul saat aktivitas berat atau olah raga dan tekanan

vena juga mulai meningkat dan terjadilah vasokontiksi luas, hal ini kemudian

meningkatkan afterload sehingga curah jantung semakin turun.

Menurut Hudak (1997), respon terhadap penurunan curah jantung untuk

mempertahankan perfusi normal yaitu peningkatan tonus otot simpatis

Page 5: dekom

sehingga meningkatkan frekuensi jantung, tekanan darah, kekuatan kontraksi

dan respon fisiologis kedua adalah terjadinya retensi air dan natrium, akibat

adanya penurunan volume darah filtrasi.

Patofisiologi decompensasi cordis/ gagal jantung menurut Price (1995)

adalah sebagai berikut:

1. Gagal jantung kiri

Kegagalan dari pemompaan oleh ventrikel kiri mengakibatkan curah

jantung menurun. Akibat ke depan menimbulkan gejala kelemahan atau

kelelahan. Sedangkan akibat ke belakang mengakibatkan toleran dan

volume akhir diastole meningkat sehingga terjadi bendungan vena

pulmonalis, kemudian terjadi di paru-paru. Akibat adanya sisa tekan di

ventrikel kiri mengakibatkan rangsang hipertrofi sel yang menyebabkan

kardiomegali. Beban atrium kiri meningkat dan akhirnya terjadi peningkatan

beban vena pulmonalis, kemudian mendesak paru-paru dan akhirnya terjadi

oedema. Hemoptisis dapat terjadi pada dekompensasi kordis karena dinding

kapiler jantung sangat tipis dan rentan sehingga dapat mengakibatkan

perdarahan.

2. Gagal jantung kanan

Gangguan pompa ventrikel kanan mengakibatkan aliran darah ke paru-

paru menurun ada akhirnya curah jantung menurun. Tekanan dan volume

akhir diastole ventrikel meningkat sehingga terjadi bendungan di atrium

kanan yang mengakibatkan bendungan vena kava. Akibat bendungan di

vena kava maka aliran vena hepatikum, vena dari lien terbendung akhirnya

timbul hepatosplenomegali, asites, edema perifer terutama kaki.

Page 6: dekom

D. KLASIFIKASI

Page 7: dekom

Adapun klasifikasi Decompensasi Cordis adalah, gagal jantung kanan dan

gagal jantung kiri (Tambayong, 2000).

1. Decompensasi cordis kiri/gagal jantung kiri

Dengan berkurangnya curah jantung pada gagal jantung mengakibatkan

pada akhir sistol terdapat sisa darah yang lebih banyak dari keadaan

keadaan normal sehingga pada masa diatol berikutnya akan bertambah lagi

mengakibatkan tekanan distol semakin tinggi, makin lama terjadi bendungan

didaerah natrium kiri berakibat tejadi peningkatan tekanan dari batas

normal pada atrium kiri (normal 10-12 mmHg) dan diikuti pula peninggian

tekanan vena pembuluh pulmonalis dan pebuluh darah kapiler di paru,

karena ventrikel kanan masih sehat memompa darah terus dalam atrium

dalam jumlah yang sesuai dalam waktu cepat tekanan hodrostatik dalam

kapiler paru-paru akan menjadi tinggi sehingga melampui 18 mmHg dan

terjadi transudasi cairan dari pembuluh kapiler paru-paru.

Pada saat peningkatan tekanan arteri pulmonalis dan arteri bronkhialis,

terjadi transudasi cairanin tertisiel bronkus mengakibatkan edema aliran

udara menjadi terganggu biasanya ditemukan adanya bunyi eksspirasi dan

menjadi lebih panjang yang lebih dikenal asma kardial fase permulaan pada

gagal jantung, bila tekanan di kapiler makin meninggi cairan transudasi

makin bertambah akan keluar dari saluran limfatik karena ketidaka

mampuan limfatik untuk, menampungnya (>25 mmHg) sehingga akan

tertahan dijaringan intertissiel paru-paru yang makain lama akan

menggangu alveoli sebagai tempat pertukaran udara mengakibatkan udema

paru disertai sesak dan makin lama menjadi syok yang lebih dikenal dengan

syak cardiogenik diatandai dengan tekanan diatol menjadi lemah dan rendah

serta perfusi menjadi sangat kurang berakibat terdi asidosis otot-otot

jantung yang berakibat kematian.

Gagalnya kkhususnya pada ventrikel kiri untuk memompakan darah yang

mengandung oksigen tubuh yang berakibat dua antara lain:

Page 8: dekom

Tanda-tanda dan gejela penurunan cardiak output seperit dyspnoe de

effort (sesak nafas pada akktivitas fisik, ortopnoe (sesak nafas pada saat

berbaring dan dapat dikurangi pada saat duduk atau berdiri.kemudian

dispnue noktural paroksimalis (sesak nafas pada malam hari atau sesak

pada saat terbangun)

Dan kongesti paru seperti menurunnya tonus simpatis, darah balik yang

bertambah, penurunan pada pusat pernafasan, edema paru, takikakrdia,

Disfungsi diatolik, dimana ketidakmampuan relaksasi distolik dini ( proses

aktif yang tergantung pada energi ) dan kekakuan dindiing ventrikel.

2. Decompensasi cordis kanan / gagal jantung kanan

Kegagalan venrikel kanan akibat bilik ini tidak mampu memeompa melawan

tekanan yang naik pada sirkulasi pada paru-paru, berakibat membaliknya

kembali kedalam sirkulasi sistemik, peningkatan volume vena dan tekanan

mendorong cairan keintertisiel masuk kedalam (edema perifer) (long, 1996).

Kegagalan ini akibat jantung kanan tidak dapat khususnya ventrikel kanan

tidak bisa berkontraksi dengan optimal , terjadi bendungan diatrium kanan

dan venakapa superior dan inferiordan tampak gejal yang ada adalah

udemaperifer, hepatomegali, splenomegali, dan tampak nyata penurunan

tekanan darah yang cepat. Hal ini akibat vetrikel kanan pada saat sisitol tidak

mampu memompa darah keluar sehingga saat berikutnya tekanan akhir

diastolik ventrikel kanan makin meningkat demikian pula mengakibatkan

tekanan dalam atrium meninggi diikuti oleh bendungan darah vena kava

supperior dan vena kava inferior serta seluruh sistem vena. Tampak gejala

klinis adalah terjadinya bendungan vena jugularis eksterna, vena hepatika

(tejadi hepatomegali, vena lienalis (splenomegali) dan bendungan-bedungan

pada pada vena-vena perifer. Dan apabila tekanan hidristik di pembuluh

kapiler meningkat melampui takanan osmotik plasma maka terjadinya

edema perifer.

Page 9: dekom

Berdasarkan hubungan antara aktivitas tubuh dengan keluhan

dekompensasi dapat dibagi berdasarkan klasifikasi sebagai berikut :

I. Pasien dg P. Jantung tetapi tidak memiliki keluhan pd kegiatan sehari-

hari

II. Pasien dengan penyakit jantung yang menimbulkan hambtan aktivitas

hanya sedikit, akan tetapi jika ada kegaiatn berlebih akan

menimbulkan capek, berdebar, sesak serta angina

III. Pasien dengan penyakit jantung dimana aktivitas jasmani sangat

terbatas dan hanya merasa sehat jika beristirahat.

IV. Pasien dengan penyakit jantung yang sedikit saja bergerak langsung

menimbulkan sesak nafas atau istirahat juga menimbulkan sesak nafas.

E. MANIFESTASI KLINIK

Adapun tanda dan gejala decompensasi cordis menurut Chung (1995) adalah

sebagai berikut:

1. Kelelahan/ kelemahan.

2. Dispnea.

3. Ortopne.

4. Dispne nokturia paroksimal.

5. Batuk.

6. Nokturia.

7. Anoreksia.

8. Nyeri kuadran kanan atas.

9. Takikardia.

10. Pernapasan cheyne-stokes.

11. Sianosis.

12. Ronkhi basah

13. Peninggian tingkat pulsasi vena jugularis.

14. Hepatosplenomegali.

Page 10: dekom

15. Asites.

16. Edema perifer

Menurut Tambayong (2000), gagal jantung (decompensasi cordis)

dimanifestasikan sesuai klasifikasinya:

1. Gagal jantung kiri, ditandai :

a. Edema Pulmo (penumpukan cairan pada rongga dada)

b. Dispnea (sesak nafas)

c. Wheezing (mengi’jawa)

d. Mudah lelah

e. Ansietas (perasaan cemas)

2. Gagal jantung kanan, ditandai :

a. Oedem depend (penumpukan cairan pada daerah distal dari jantung)

b. Hepatomegali (pembesaran hati)

c. Asites (penumpukan cairan pada rongga peritoneum)

d. Distensi vena jugularis (adanya bendungan pada vena jugularis)

F. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

Menurut Doenges (2002), hal-hal yang perlu dikaji pada penderita

decompensasi cordis antara lain :

1. Aktivitas atau istirahat

a. Gejala : keletihan atau kelelahan, insomnia, nyeri dada dengan aktivitas

dispnea pada istirahat atau pada pengerahan tenaga.

b. Tanda : gelisah perubahan status mental (misal : letargi), tanda vital

berubah pada aktivitas.

2. Sirkulasi

a. Gejala : riyawat hipertensi infark miokartd akut, episode gagal jantung

kanan sebelumnya, penyakit katup jantung, endokarditis siskemik lupus

eritema tosus, anemia, syok septik, bengkak pada telapak kaki,

abdomen.

Page 11: dekom

b. Tanda : tekanan darah mungkin rendah (gagal pemompaan),normal

(gagal jantung kanan ringan atau kronis) atau tinggi (kelebihan beban

cairan). Tekanan nadi : mungkin sempit menunjukkan penurunan

volume sekuncup. Frekuensi jantung takikardi (gagal jantung kiri). Irama

jantung: disritmia (misal: fibrilasi atrium, kontraksi ventrikel premature

atau takikardi, blok jantung). Nadi apikal penyakit miokard infark

mungkin menyebar dan berubah posisi secara inferior ke kiri. Bunyi

jantung : S3 (galiop), S4 dapat terjadi, S1 dan S2 melemah murmur

sistolik dan diastolik dapat menandakan adanya stenosis katup atau

insufisiensi : nadi perifer berkurang perubahan dalam kekuatan dapat

terjadi, nadi sentral mungkin kuat (misal nadi jugularis, karotis,

abdominalis). Warna kulit : sianosis, pucat, abuabu, kebiruan. Punggung

kuku: pucat sianotik dan pengisian kapiler lambat. Hepar membesar.

Bunyi nafas : krekels, ronkhi, edem mungkin depend, edem piting,

khususnya ekstremitas,distensi vena jugularis.

3. Integritas Ego

a. Gejala : ansietas, kuatir, takut, stress, berhubungan dengan finansial

atau penyakit.

b. Tanda : berbagai manifestasi perilaku, (misal: ansietas, marah,

ketakutan mudah tersinggung).

4. Makanan atau cairan

a. Gejala : kehilangan nafsu makan, mual atau muntah, penambahan berat

badan signifikan, pembengkakan pada ekstrimitas kbawah, pakaian atau

sepatu terasa sesak, diet tinggi garam atau makanan yang telah diproses

lemak, gula dan garam, kafein, penggunaan diuretik.

b. Tanda : penambahan berat badan cepat, distensi abdomen(asites),

edem (umum, dependen, tekanan, pitting).

5. Hygiene

a. Gejala : keletihan atau kelemahan, kelelahan selama aktivitas perawatan

diri.

Page 12: dekom

b. Tanda : penampilan menandakan kelalaian perawatan personal.

6. Neurosensori

a. Gejala : kelemahan, pening, episode pingsan.

b. Tanda : latergi, kusut pikir, disorientasi, perubahan perilaku, mudah

tersinggung.

7. Nyerti atau kenyamanan

a. Gejala : nyeri dada, angina akut atau kronis, nyeri abdomen kanan atas,

sakit pada otot.

b. Tanda : tidak tenang, gelisah, fokus menyempit (menarik diri), perilaku

melindungi diri.

8. Pernafasan

a. Gejala : dispnea saat aktivitas, tidur sambil duduk atau dengan beberapa

bantal, batuk dengan tanpa pembentukan sputum, riwayatpenyakit

paru kronis, penggunaan bantuan pernafasan, misal: oksigen atau

medikasi.

b. Tanda : pernafasan; takipnea, nafas dangkal, penggunaan otot aksesoris

pernafasan. Batuk kering atau nyaring atau non produktif atau mungkin

batuk terus menerus dengan atau tanpa sputum. Bunyi nafas : mungkin

tidak terdengar krekels, mengi. Fungsi mental mungkin menurun,

letargi, kegelisahan. Warna kulit pucat atau sianosis.

9. Keamanan

Gejala : perubahan dalam fungsi mental, kehilangan kekuatan atau tonus

otot, kulit lecet.

10. Interaksi

Gejala : penurunan keikutsertaan dalam aktivitas sosial yang biasa dilakukan.

11. Pengajaran

a. Gejala : lupa menggunakan obat-obat jantung.

b. Tanda : bukti tentang ketidakberhasilan untuk meningkat.

Page 13: dekom

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) EKG : Hipertrofi atrial atau ventrikuler, penyimpangan aksis, iskemia san

kerusakan pola mungkin terlihat. Disritmia mis : takhikardi, fibrilasi atrial.

Kenaikan segmen ST/T persisten 6 minggu atau lebih setelah imfark

miokard menunjukkan adanya aneurime ventricular.

2) Scan jantung (Multigated Alquistion/MUGA), tindakan penyuntikan fraksi

dan memperkirakan pergerakan dinding.

3) Kateterisasi jantung : Tekanan bnormal merupakan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantung sisi kanan verus sisi kiri, dan stenosi katup atau

insufisiensi, Juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikkan

kedalam ventrikel menunjukkan ukuran bnormal dan ejeksi

fraksi/perubahan kontrktilitas (Wilson Lorraine M, 2003).

4) Rontgen dada : dapat menunjukkan pembesaran jantung, bayangan

mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, perubahan pembuluh darah

mencerminkan peningkatan tekanan pulmonal, bulging pada perbatasan

jantung kiri dapat menunjukkan aneurisma ventrikel.

5) Enzim hepar : meningkat dalam gagal kongesti hepar.

6) Elektrolit serum yang mengungkapkan kadar natrium yang rendah sehingga

hasil hemodilusi darah dari adanya kelebihan retensi air.

7) Oksimetri nadi : saturasi oksigen mugkin rendah terutama jika gagal

jantung kanan akut memperburuk penyakit paru abstruksi menahun atau

gagal jantung kronis.

8) Blood Urea Nitrogen, Kreatinin : peningkatan blood nitrogen menandakan

penurunan fungsi ginjal. Kenaikan baik blood urea nitrogen dan kreatin

merupakan indikasi gagal ginjal.

9) Albumin : mungkin menurun sebagai akibat penurunan masukan protein

atau penurunan sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.

10) Hitung sel darah merah : mungkin terjadi anemia, polisitemia atau

perubahan kepekatan menandakan retensi urine. Sel darah putih mungkin

Page 14: dekom

meningkat mencerminkan miokard infark akut, perikarditas atau status

infeksi lain.

11) Pemeriksaan tiroid : peningkatan aktivitas tiroid menunjukkan

hiperaktivitas tiroid sebagai pre pencetus gagal jantung kanan.

12) Sonogram : Dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik, perubahan

dalam fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

13) Foto thorak dapat mengungkapkan adanya pembesaran jantung, edema

atau efusi fleura yang menegaskan diagnisa CHF.

H. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan dari dekompensasi kordis pada dasarnya diberikan hanya

untuk menunggu saat terbaik untuk melakukan tindakan bedah pada penderita

yang potentially curable. Dasar pengobatan dekompensasi kordis dapat dibagi

menjadi :

1) Non medikamentosa.

Dalam pengobatan non medikamentosa yang ditekankan adalah istirahat,

dimana kerja jantung dalam keadaan dekompensasi harus dikurangi benar–

benar dengan tirah baring (bed rest) mengingat konsumsi oksigen yang

relatif meningkat. Sering tampak gejala–gejala jantung jauh berkurang hanya

dengan istirahat saja. Diet umumnya berupa makanan lunak dengan rendah

garam. Jumlah kalori sesuai dengan kebutuhan. Penderita dengan gizi

kurang diberi makanan tinggi kalori dan tinggi protein. Cairan diberikan

sebanyak 80–100 ml/kgbb/hari dengan maksimal 1500 ml/hari.

2) Medikamentosa

Pengobatan dengan cara medikamentosa masih digunakan diuretik

oral maupun parenteral yang masih merupakan ujung tombak pengobatan

gagal jantung. Sampai edema atau asites hilang (tercapai euvolemik). ACE-

Page 15: dekom

inhibitor atau Angiotensin Receptor Blocker (ARB) dosis kecil dapat dimulai

setelah euvolemik sampai dosis optimal. Penyekat beta dosis kecil sampai

optimal dapat dimulai setelah diuretik dan ACE-inhibitor tersebut diberikan.

Digitalis diberikan bila ada aritmia supra-ventrikular (fibrilasi atrium

atau SVT lainnya) dimana digitalis memiliki mamfaat utama dalam

menambah kekuatan dan kecepatan kontraksi otot. Jika ketiga obat diatas

belum memberikan hasil yang memuaskan. Aldosteron antagonis dipakai

untuk memperkuat efek diuretik atau pada pasien dengan hipokalemia, dan

ada beberapa studi yang menunjukkan penurunan mortalitas dengan

pemberian jenis obat ini.

Pemakaian obat dengan efek diuretik-vasodilatasi seperti Brain N

atriuretic Peptide (Nesiritide) masih dalam penelitian. Pemakaian alat Bantu

seperti Cardiac Resychronization Theraphy (CRT) maupun pembedahan,

pemasangan ICD (Intra-Cardiac Defibrillator) sebagai alat pencegah mati

mendadak pada gagal jantung akibat iskemia maupun non-iskemia dapat

memperbaiki status fungsional dan kualitas hidup, namun mahal.

Transplantasi sel dan stimulasi regenerasi miokard, masih terkendala dengan

masih minimalnya jumlah miokard yang dapat ditumbuhkan untuk

mengganti miokard yang rusak dan masih memerlukan penelitian lanjut.

3) Operatif

Pemakaian Alat dan Tindakan Bedah antara lain :

a. Revaskularisasi (perkutan, bedah).

b. Operasi katup mitral.

c. Aneurismektomi.

d. Kardiomioplasti.

e. External cardiac support.

f. Pacu jantung, konvensional, resinkronisasi pacu jantung biventricular.

g. Implantable cardioverter defibrillators (ICD).

Page 16: dekom

h. Heart transplantation, ventricular assist devices, artificial heart.

i. Ultrafiltrasi, hemodialisis

I. PROGNOSIS

Pada bayi dan anak lebih baik daripada orang dewasa bila ditolong dengan

segera. Hal ini disebabkan oleh karena belum terjadi perburukan pada

miokardium.

Ada beberapa faktor yang menentukan prognosa, yaitu :

Waktu timbulnya gagal jantung.

Timbul serangan akut atau menahun.

Derajat beratnya gagal jantung.

Penyebab primer.

Kelainan atau besarnya jantung yang menetap.

Keadaan paru.

Cepatnya pertolongan pertama.

Respons dan lamanya pemberian digitalisasi.

Seringnya gagal jantung kambuh

J. KOMPLIKASI

Komplikasi dari decompensatio cordis adalah:

1. Syok kardiogenik.

2. Episode tromboemboli.

3. Efusi dan tamporiade pericardium

K. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miocard atau

perubahan inotropik, perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik,

perubahan struktural (misal : kelainan katup, aneurisme ventrikular)

Page 17: dekom

2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi

glomerulus (menurunnya curah jantung) meningkatnya produksi

antidiuretik hormone dan retensi natrium atau air.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

O2 kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama.

4. Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan faktor resiko

perubahan membran kapiler alveolus.

5. Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko tirah

baring lama, oedema, penurunan defusi.

L. INTERVENSI KEPERAWATAN

Penurunan curah jantung b.d. perubahan kontraktilitas miocard atau

perubahan inotropik, perubahan frekwensi, irama, konduksi listrik, perubahan

struktural (misal : kelainan katup, aneurisme ventrikular)

a. Tujuan dan kriteria hasil :

Setelah diberikan tindakan keperawatan terjadi penurunan episode dispnea

angine menujukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia

terkontrol atau hilang) dan bebas gerak gagal jantung (misal : parameter

hemodirakit dalam batas normal, haluan urine adekuat), ikut serta dalam

aktivitas yang mengurangi beban kerja jantung.

b. Intervensi

1) Auskultasi nadi apikal, kaji frekuensi irama jantung

Rasional : biasanya terjadi takikardi (meskipun pada saat istirahat),

untuk mengkompensasi penurunan kontraktivitas ventrikuker.

2) Pantau tekanan darah

Rasional : pada gejala dini, sedang/kronis TD dapat meningkat

sehubungan dengan SVR.

3) Kaji kulit terdapat pucat dan diagnosis

Rasional : pucat menunjukan menurunnya perfusi perifer sekunder

terhadap tidak adekuatnya curah jantung vasokontriksi, dan anemia,

Page 18: dekom

area yang sakit sering berwarna biru/ belang karena peningkatan

kongesti vena.

4) Kaji perubahan pada sensori, contoh letergi

Rasional : dapat menunjukan tidak adekuatnya perfusi cerebral

sekunder terhadap penurunan curah jantung.

5) Berikan is tirahat Psikologi dengan lingkungan tenang.

Rasional : stres, emosi menghasilkan vasokonstriksi yang meningkatkan

TD dan meningkatkan frekuensi kerja jantung.

6) Kolaborasi

Berikan oksigen tambahan

Rasional : meningkatkan sediaan O2 untuk kebutuhan miocard untuk

melawan efek hipoksia/Ischemia.

Kelebihan volume cairan berhubungan dengan menurunnya laju filtrasi

glomerulus (menurunnya curah jantung) meningkatnya produksi antidiuretik

hormone dan retensi natrium atau air.

a. Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, paien mampu mendomentrasikan

volume cairan stabil dengan keseimbangan masukan dan pengeluaran bunyi

nafas bersih/jelas, vital dalam rentang yang dapat diterima, BB stabil, tak

ada oedem, pasien menyatakan paham dengan pembatasan cairan.

b. Intervensi

1) Pantau keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam

Rasional : terapi diuretik dapat disebabkan untuk kehilangan cairan tiba-

tiba atau berlebihan (hipovolemik) meskipun oedema/asites masuk ada.

2) Pertahankan duduk atau tirah baring semifowler selama masa akut

Rasional : posisikan telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan

menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis.

3) Timbang BB tiap hari

Page 19: dekom

Rasional ; cata t perubahan ada/hilangnya oedema sehingga respon

terhadap terapy, peningkatan 25 kg menunjukan 2 lt cairan.

4) Ubah posisi dengan sering, tinggikan kaki bila duduk, pertahankan

permukaan kulit tetap kering, berikan bantalan.

Rasional : pembentukan oedema, sirkulasi melambat, gangguan

pemasukan nutrisi dan imobilisasi atau tirah bar ing lama merupakan

kumpulan stresor yang mempengaruhi intergritas kulit.

5) Kolaborasi : mempertahankan cairan atau pembatasan nutrium sesuai

indikasi.

Rasional : menurunkan air total tubuh atau mencegah reakumulasi cairan.

Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai O2

kebutuhan, kelemahan umum, tirah baring lama.

a. Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien dapat berpatisipasi pada

aktivitas yang diinginkan, memenuhi kebutuhan perawat sendiri.

b. Intervensi

1) Periksa tanda vital sebelum dan setelah aktivitas

Rasional : hipotensi ortostastik dapat terjadi dengan aktivitas karena

otot-otot perpindahan cairan/pengaruh fungsi jantung.

2) Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas (takikardi, disritmia,

dispnea, berkeringat, pucat).

Rasional : penurunan/ketidakmampuan miokardium untuk

meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan

peningkatan segera pada frekuensi jantung dan kebutuhan O2.

Peningkatan kelelahan dan kelemahan.

3) Kaji presipitasi atau penyebab kelemahan . Contoh : nyeri pengobatan.

Rasional : kelemahan atau efek samping beberapa obat (Beta Blocker).

4) Berikan batuan dalam aktivitas perawat diri, sesuai indikasi

Page 20: dekom

Rasional : pemenuhan kebutuhan perawat diri pasien tanpa

mempengaruhi stress miokard atau kebutuhan O2 berlebihan.

5) Kolaborasi : Implementasi program rehabilitasi jantung atau aktivitas

konsumsi berlebihan.

Rasional : peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari

kerja/konsumsi O2 berlebihan, penjualan dan perbaikan fungsi jantung

dibawa stess.

Resiko tinggi gangguan pertukaran gas berhubungan dengan faktor resiko

perubahan membran kapiler alveolus.

a. Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah diberikan tindakan keperawatan pasien mampu memdemontrasikan

ventilasi dan oksigensi adekuat, analisa gas darah rentang normal.

b. Intervensi :

1) Auskultasi bunyi nafas, catat krekles, mengi

Rasional : menyatakan adanya kongesti paru atau pengumpulan secret

menunjukan kebutuhan untuk intervensi lanjut.

2) Anjurkan batuk efektif dan nafas dalam

Rasional : membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran O2

3) Dorong untuk mengubah posisi dengan sering

Rasional ; membantu mencegah atelektasis dan pneumonia

4) Pertahankan duduk dan tirah baring dengan posisi semifowler

Rasional menurunkan konsumsi O2 atau kebutuhan dan meningkatkan

inflamasi paru maksimal.

5) Kolaborasi : beri O2 sesuai dengan indikasi

Rasional : meningkatkan konsentrasi O2 alveolar, yang dapat memperbaiki

atau menurunkan hipoksia jaringan.

Resiko tinggi terhadap kerusakan integritas kulit dengan faktor resiko tirah

baring lama, oedema, penurunan defusi.

Page 21: dekom

a. Tujuan dan Kriteria Hasil :

Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pasien dapat

mempertahankan integritas kulit, mendemonstrasikan perilaku/teknik

mencegah kerusakan kulit.

b. Intervensi

1) Lihat kulit, catat adanya penonjolan tulang, oedema

Rasional : kulit beresiko karena gangguan sirkulasi perifer, imobilitas fisik

dan gangguan status nutrisi.

2) Pijat area kemerahan atau yang memutih

Rasional : meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan

3) Ubah posisi sering di kursi/tempat tidur, bantu latihan gerak aktif/pasif

Rasional : memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu satu area yang

menggangu aliran darah.

4) Berikan perawatan kulit sering dan meminimalkan kelembaban atau

ekskresi

Rasional : terlalu kering atau lembab merusak kulit dan mempercepat

kerusakan.

5) Kolaborasi : berikan tekanan alternatif, perlindungan siku/tumit.

Rasional : menurunkan tekanan pada kulit dapat memperbaiki sirkulasi.

Page 22: dekom

DAFTAR PUSTAKA

Doenges Marilynn E .(2002). Rencana Asuhan Keperawatan (Pedoman Untuk

Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien) Edisi 3. Jakarta : EGC.

Hudak & Gallo.(1997).Keperawatan Kritis Pendekatam Holistik. Jakarta : EGC.

Nettina, Sandra M. (2002). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta : EGC.

Price Sylvia A .(1995).Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Smeltzer, S. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner Suddarth.

Volume 2 Edisi 8. Jakarta : EGC.

Tabrani.(1998). Agenda Gawat Darurat Jilid 2, Penerbit Alumni Bandung

Tambayong, J. 2000. Patofisiologi Untuk Keperawatan. 73-75, Jakarta : Widya

Medika.

Wilson,LM.(2003).Patofisiologi (Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit) Edisi 4.