Definition
-
Upload
rachelaritonang -
Category
Documents
-
view
216 -
download
0
description
Transcript of Definition
TOTAL AV BLOCK
1. Definisi
Gangguan pada nodus AV dan/atau system konduksi menyebabkan
kegagalan transmisi gelombang P ke ventrikel (Davey, 2005). AV block
merupakan komplikasi infark miokardium yang sering terjadi (Boswick,
1988).
Sehingga dapat disimpulkan bahwa AV block adalah gangguan system
konduksi AV yang menyebabkan transmisi gelombang P ke ventrikel dan
ditimbulkan sebagai bagian komplikasi IMA.
2. Klasifikasi
a. AV block derajat pertama
Pada AV block derajat pertama ini, konduksi AV diperpanjang tetapi
semua impuls akhirnya dikonduksi ke ventrikel. Gelombang P ada dan
mendahului tiap-tiap QRS dengan perbandingan 1:1, interval PR
konstan tetapi durasi melebihi di atas batas 0,2 detik.
b. AV block derajat kedua Mobitz I (Wenckebach)
Tipe yang kedua, blok AV derajat dua, konduksi AV diperlambat secara
progresif pada masing-masing sinus sampai akhirnya impuls ke
ventrikel diblok secara komplit. Siklus kemudian berulang dengan
sendirinya.
Pada gambaran EKG, gelombang P ada dan berhubungan dengan QRS
di dalam sebuah pola siklus. Interval PR secara progresif memanjang
pada tiap-tiap denyut sampai kompleks QRS tidak dikonduksi.
Kompleks QRS mempunyai bentuk yang sama seperti irama dasar.
Interval antara kompleks QRS berturut-turut memendek sampai terjadi
penurunan denyut.
1
c. AV block derajat kedua Mobitz II
AV block tipe II digambarkan sebagai blok intermiten pada konduksi
AV sebelum perpanjangan interval PR. Ini ditandai oleh interval PR
fixed jika konduksi AV ada dan gelombang P tidak dikondusikan saat
blok terjadi. Blok ini dapat terjadi kadang-kadang atau berulang
dengan pola konduksi 2 : 1, 3 : 1, atau bahkan 4 : 1, karena tidak
ada gangguan pada nodus sinus, interval PP teratur. Sering kali ada
bundle branch block (BBB) atau blok cabang berkas yang menyertai
sehingga QRS akan melebar.
d. AV block derajat ketiga (komplit)
Pada blok jantung komplit, nodus sinus terus memberi cetusan
secara normal, tetapi tidak ada impuls yang mencapai ventrikel.
Ventrikel dirangsang dari sel-sel pacu jantung yang keluar dan
dipertemu (frekuensi 40-60 denyut/menit) atau pada ventrikel
(frekuensi 20-40 denyut/menit) tergantung pada tingkat AV blok.
Pada gambaran EKG gelombang P dan kompleks QRS ada tetapi
tidak ada hubungan antara keduanya. Interval PP dan RR akan
teratur tetapi interval RR bervariasi. Jika pacu jantung pertemuan
memacu ventrikel, QRS akan mengecil. Pacu jantung idioventrikular
akan mengakibatkan kompleks QRS yang lebar.
2
PERCUTANEOUS CORONARY INTERVENTION
(PCI), pada umumnya dikenal sebagai angioplasty koroner atau lebih
sederhana disebut sebagai angioplasti, merupakan suatu prosedur untuk
menangani stenosis atau penyempitan dari arteri koroner. Penyempitan
tersebut terjadi karena plak atheroskelosis. PCI biasanya dilakukan oleh
ahli jantung.
Indikasi
Prosedur ini digunakan untuk mengurang gejala penyakit arteri koroner
seperti nyeri dada sesak serta gagal jantung. PCI dapat mencegah
terjadinya infark miokard serta mengurang angka kematian.
Angioplasi merupakan prosedur yang tidak seinvasif CABG dan tidak lebih
inferior daripada CABG. Akan tetapi CABG masih lebih superior pada kasus
yang mana terjadi dua atau lebih penyakit arteri, miokard infark,
pengulangan revaskularisasi.
Prosedur
Balon dikembangkan pada arteri yang tertutup plak sehingga plak dapat
ditekan oleh balon ke didinding arteri sampai plak menjadi hancur.
Prosedur lain yang dilakukan dengan PCI :
1. Implantasi stent
2. Rotational atau laser aterektomi
3. Brachytherapi
Teknik
Akses dimulai dari arteri femoralis pada kaki (atau yang lebih jarang
menggunakan arteri radialis atau arteri brachialis pada lengan) dengan
menggunakan suatu alat yang disebut jarum pembuka. Prosedur ini
dinamakan akses perkutan..
3
Sekali jarum sudah masuk, "sheath introducer" diletakkan pada jalan
pembuka untuk mempertahankan arteri tetap terbuka dan menontrol
perdarahan.
Melalui sheath introducer ini, "guiding catheter" dimasukkan. Ujung
“guiding catheter” ditempatkan pada ujung arteri koroner. Dengan
"guiding catheter", penanda radiopak diinjeksikan ke arteri koroner,
hingga kondisi dan lokasi kelainan dapat diketahui.
Selama visualisasi X ray, ahli jantung memperkirakan ukuran arteri
koroner dan memilih ukuran balon kateter serta guide wire koroner yang
sesuai.
“Guiding wire koroner” adalah sebuah selang yang sangat tipis dengan
ujung radio opak yang fleksibel yang kemudian dimasukkan melalui
“guiding cathether” mencapai arteri koroner. Dengan visualisasi langsung,
ahli jantung memandu kabel mencapai tempat terjadinya blokade . Ujung
kabel kemudian dilewatkan menembus blokade.
Setelah kabel berhasil melewati stenosis, balon kateter dilekatkan
dibelakang kabel. Angioplasti kateter kemudian didorong kedepan sampai
balon berada di dalam blockade.
Kemudian baru balon balon dikembangkan dan balon akan mengkompresi
atheromatous plak dan menekan arteri sehingga mengembang.
Jika stent ada pada balon, maka stent diimplantkan (ditinggalkan pada
tubuh) untuk mendukung arteri dari dalam agar tetap mengembang.
Resiko
1. Pasien biasanya dapat pulih kesadarannya selama prosedur
dilakukan, dan timbul nyeri dada. Jika hal ini terjadi menandakan
bahwa prosedur telah menyebabkan iskemia dan ahli jantung
sebaiknya menunda prosedur;
2. Perdarahan padda tempat insersi pada selangkangan seringkali
muncul dan hal ini juga bisa disebabkan oleh pemakaian obat anti
platelet. Bahkan pada beberapa kasus hal ini dapat menyebabkan
terjadinya hematom;
3. Reaksi alergi terhadap kontras juga mungkin terjadi;
4
4. Penurunan fungsi ginjal juga dapat terjadi pada pasien yang
memang mempunyai riwayat penyakit ginjal;
5. Resiko paling parah yang mungkin tertjadi adalah kematian,
stroke , infark miokard, dan diseksi aorta;
6. Resiko kematian meningkat pada pasien yang memang memiliki
resiko tinggi , seperti pada :
6.1. Pasien usia diatas 75 tahun;
6.2. Pasien dengan riwayat penyakit ginjal dan diabetes;
6.3. Wanita;
6.4. Pasien dengan penurunan fungsi pompa jantung;
6.5. Pasien dengan penyakit jantung parah dan blockade.
5
CORONARY ARTERY DISEASE (CAD)
A. DEFINISI
Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyempitan atau penyumbatan arteri koroner, arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah melambat, jantung tak mendapat cukup oksigen dan zat nutrisi. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau lebih dari arteri koroner tersumbat sama sekali, akibatnya adalah serangan jantung (kerusakan pada otot jantung).( Brunner and Sudarth, 2001).
B. ETIOLOGI
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya bukan merupakan bourgeois penting dalam gaya hidup seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri koroner adalah :
1. Berusia lebih dari 45 tahun (bagi pria).
Sangat penting bagi kaum pria mengetahui usia rentan terkena penyakit jantung koroner. Pria berusia lebih dari 45 tahun lebih banyak menderita serangan jantung ketimbang pria yang berusia jauh di bawah 45 tahun.
2. Berusia lebih dari 55 tahun atau mengalami menopause dini sebagai akibat operasi (bagi wanita).
Wanita yang telah berhenti mengalami menstruasi (menopause) secara fisiologis ataupun secara dini (pascaoperasi) lebih kerap terkena penyakit jantung koroner apalagi ketika usia wanita itu telah menginjak usila (usia lanjut).
3. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga
Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga sering merupakan akibat dari profil kolesterol yang tidak normal, dalam artian terdapat kebiasaan yang "buruk" dalam segi diet keluarga.
4. Diabetes.
Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena meningkatnya level gula darah, namun karena kondisi komplikasi ke jantung mereka.
6
5. Merokok. Merokok telah disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama penyakit jantung koroner. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat merusak dinding (endotel) pembuluh darah sehingga mendukung terbentuknya timbunan lemak yang akhirnya terjadi sumbatan pembuluh darah.
6. Tekanan darah tinggi (hipertensi).
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) yang merupakan penyebab penyakit arteri/jantung koroner.
7. Kegemukan (obesitas).
Obesitas (kegemukan yang sangat) bisa merupakan manifestasi dari banyaknya lemak yang terkandung di dalam tubuh. Seseorang yang obesitas lebih menyimpan kecenderungan terbentuknya plak yang merupakan cikal bakal terjadinya penyakit jantung koroner.
8. Gaya hidup buruk.
Gaya hidup yang buruk terutama dalam hal jarangnya olahraga ringan yang rutin serta pola makan yang tidak dijaga akan mempercepat seseorang terkena pneyakit jantung koroner.
9. Stress.
Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi situasi yang tegang, dapat terjadi aritmia jantung yang membahayakan jiwa.
C. PATOFISIOLOGI
a. CAD ditandai oleh penyempitan koroner arteri akibat aterosklerosis, spasme atau, jarang, emboli.
b. Perubahan aterosklerosis pada arteri koroner hasil kerusakan ke lapisan dalam arteri koroner dengan kekakuan pembuluh darah dan respon lalai berkurang.
c. Akumulasi deposit lemak dan lipid, bersama dengan perkembangan plak fibrosa atas kawasan yang rusak di pembuluh darah, menyebabkan penyempitan pembuluh darah, sehingga mengurangi ukuran lumen pembuluh darah dan menghambat aliran darah ke jaringan miokard.
7
d. Penurunan pengiriman oksigen dan nutrisi ke jaringan menyebabkan iskemia miokard transien dan nyeri.
e. Penyebab plak arteri mengeras keras, sedangkan plak lembut dapat menyebabkan pembentukan bekuan darah
Jenis CADI. Stabil
Jenis yang paling umum, dipicu oleh aktivitas fisik, stres emosional, paparan suhu panas atau dingin, makanan berat , dan merokok
Terjadi dalam pola yang teratur, biasanya berlangsung 5 menit atau kurang, dan mudah hilang dengan obat-obatan
II. Labil
Mungkin onset baru nyeri dengan pengerahan tenaga atau saat istirahat, atau percepatan terbaru dalam keparahan nyeri
Terjadi pada tidak ada pola teratur, biasanya berlangsung lebih lama ( 30 menit ), umumnya tidak lega dengan istirahat atau obat-obatan
Kadang-kadang dikelompokkan dengan infark miokard ( MI ) di bawah diagnosis sindrom koroner akut ( ACS )
III. Variant (prinzmetal)
Langka , biasanya terjadi saat istirahat - tengah malam hingga dini hari
yeri mungkin parah
Elektrokardiogram ( EKG ) berubah karena koroner spasme arteri
B. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis menurut Price & Lorraine (2001) seperti:1. Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat,
atau terbakar;dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau rahang);
2. Sesak napas;3. Berdebar-debar;4. Denyut jantung lebih cepat;5. Pusing;6. Mual;
8
7. Kelemahan yang luar biasa
KOMPLIKASI
1. Aritmia
Merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan. Aritmia yaitu gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan eloktrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel. Misalnya perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut jantung.
2. Gagal Jantung Kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokard. Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri akan menimbulkan kongesti pada vena pulmonalis sedangkan pada disfungsi ventrikel kanan akan menimbulkan kongesti pada vena sistemik.
3. Syok kardikardiogenik
Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah mengalami infark yang massif. Timbulnya lingkaran setan perubahan hemodinamik progresif hebat yang irreversible yaitu penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru yang bisa berakhir dengan kematian.
4. Disfungsi Otot Papillaris
Disfungsi iskemik atau rupture nekrotik otot papilaris akan mengganggu fungsi katup mitralis. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri sebagai akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
5. Ventrikuler Aneurisma
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan atrium atau apek jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setipa sistolik, teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup. Aneurisma ventrikel dapat menimbulkan 3 masalah yaitu gagal jantung kongestif kronik, embolisasi sistemik dari thrombus mural dan aritmia ventrikel refrakter.
6. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung berkontak dengan pericardium menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.
7. Emboli Paru
9
Emboli paru bisa menyebabkan episode dipsnea, aritmia atau kematian mendadak. Trombosis vena profunda lebih lazim pada pasien payah jantung kongestif yang parah
CORONARY ARTERY BYPASS GRAFT (CABG)
Definisi
Coronary Artery Bypass Graft (CABG) merupakan salah satu penanganan
intervensi dari Penyakit Jantung Koroner (PJK), dengan cara membuat
saluran baru melewati arteri koroner yang mengalami penyempitan atau
10
penyumbatan (Feriyawati, 2005)
Indikasi
a. Angina yang tidak dapat dikontrol dengan terapi medis;
b. Angina yang tidak stabil;
c. Sumbatan yang tidak dapat ditangani dengan terapi PTCA
(Percutaneous Transluminal Coronary Angioplasty);
d. Sumbatan/ Stenosis arteri koroner kiri ≥ 70%;
e. Klien dengan komplikasi kegagalan PTCA;
f. Pasien dengan sumbatan 3 pembuluh darah arteri (three vessel
disease) dengan angina stabil atau tidak stabil dan pada klien
dengan 2 sumbatan pembuluh darah dengan angina stabil atau
tidak stabil dan lesi proksimal LAD yang berat.
Kontra indikasi
Sumbatan pada arteri < 70% sebab jika sumbatan pada arteri koroner
kurang dari 70% maka aliran darah tersebut masih cukup banyak,
sehingga mencegah aliran darah yang adekuat pada pintasan. Akibatnya,
akan terjadi bekuan pada CABG, sehingga hasil operasi menjadi sia-sia.
Komplikasi CABG
a. Posperfusion sindrom. Kerusakan sementara pada neurokognitif,
namun penelitian terbaru menunjukkan bahwa penurunan kognitif
tidak disebabkan oleh CABG tetapi lebih merupakan konsekuensi
dari penyakit vaskuler;
b. Non union pada sternum;
c. Infark miokard akibat emboli, hipoperfusi atau kegagalan cangkok;
11
d. Stenosis pada cangkokan terutama yang menggunakan vena
saphena akibat aterosklerosis sehingga menyebabkan angina atau
infark miokard;
e. Gagal renal akut akibat emboli atau hipoperfusi;
f. Stroke sekunder terhadap emboli atau hipoperfusi
BLUE TOE SYNDROME
Blue toe syndrome, also known as Trash Foot or Purple Toe Syndrome, is caused by a blockage of the small blood vessels in the foot that reduces the flow of blood and oxygen to the tissues. It usually develops due to a problem higher up the blood stream such as an aneurysm or atherosclerosis.
The condition develops suddenly and can be really painful. It may affect one toe or a number of toes. The toes turn a blue colour due to the lack of oxygen and if left untreated the skin can ulcerate, tissues begin to die
12
and eventually gangrene sets in. If this happens, amputation may be necessary so early treatment is essential.
Here we will look at the common symptoms, causes, diagnosis and treatment options for blue toe syndrome. For other causes of toe pain, visit the toe pain diagnosis section.
Symptoms of Blue Toe Syndrome
Blue foot syndrome usually develops suddenly and rapidly. It may affect one or more toes but is usually confined to one foot.
The most common presentation of trash foot is the combination of:
1) Pain: High levels of pain in the foot and sometimes further up the leg2) Livedo Reticuarlis: lace-like bluey purplish skin discoloration3) Foot Pulses: Palpable peripheral foot pulses are present4) Age: The affected person is usually over 50 years of age
Common Causes
Blue toe syndrome develops when there is a blockage in the small blood vessels of the foot which reduces the blood flow to the toes, known as ischaemia. The blockage is usually caused by either cholesterol crystals or a lump of plaque getting stuck.
13
Plaque deposits are a waxy substance made up of things like fatty acids, cholesterol and calcium. They build up on the inner lining of arterial walls over a number of years. Sometimes, small bits of plaque break off (known as embolisation) and then travel round the body in the blood stream.
In blue toe syndrome, the plaque tends to break off from blood vessels near the groin and abdomen (known as the abdominal aorta-iliac-femoral arterial system). It travels through the blood stream and gets lodged in the small blood vessels of the foot. This limits the flow of oxygen and glucose to the toes, both of which are needed to keep cells alive. The result is destruction and death of the surrounding tissues. The toes start to turn a bluey purple colour (known as cyanosis) due to the lack of oxygen, hence the name blue toe syndrome.
Trash foot is most common in men over the age of 40. Embolization and resultant blockage of the blood vessels can occur for a number of reasons:
1) Spontaneously: a piece of plaque breaks off with no specific cause2) Surgical Procedure: most commonly vascular surgery or angiography (where a small catheter is passed through the blood vessels to examine the arteries)3) Medical Treatment: Anti-coagulants (blood thinners such as warfarin) or thrombolytic treatment (to break up large blood clots);
Diagnosing Trash Foot
Blue toe syndrome can be difficult to diagnosis. Usually, the most common sign of a blockage in the blood vessels is the loss of foot pulses but in this case, they are usually unaffected.
Diagnosis also concentrates on finding the source of the problem i.e. where the embolus blockage came from in the first place. Usually there will be a problem further up the arterial tree in one of the proximal blood vessels such as an aneurysm (balloon-like bulge filled with blood in the wall of a blood vessel) or plaque deposits (known as atherosclerosis). Ultrasound scans and CT angiograms are the diagnostic tools of choice.
Treatment Options
Once the underlying cause of blue toe syndrome has been found, it can be treated by:
14
1) Stenting: this is where a mesh tube is inserted into a blood vessel to hold it open and prevent restriction of blood flow
2) Bypass Surgery: where blood flow is diverted around major arteries that are narrow or partially blocked. A healthy blood vessel is taken from another part of the body and attached above and below the affected area so that the blood flow diverts around the blockage
3) Anti-coagulants and anti-platelet therapy: These can help in the short time but are associated with a high recurrence rate of blue toe syndrome
If left untreated, gangrene can set it. Gangrene is a serious condition where a lack of blood supply causes the tissue to die. Early treatment involves debridement (surgical removal of the dead tissue) and antibiotics to treat infection. If allowed to progress, amputation of the affected body part may be required.
MULTI SLICE COMPUTER TOMOGRAPHY (MSCT) ANGIO
Pada awal tahun 1970-an, setiap slice gambar yang terbentuk
memerlukan waktu lebih dari 10 detik dan dengan adanya
gerakan/denyut jantung yang cepat penilaian struktur jantung menjadi
sulit, dan saat itu hanya dapat mendeteksi adanya kelainan yang besar
seperti tumor di jantung. Akhir tahun 1980-an, dengan
15
menggunakanhelical scanner, dan continuous detector, memungkinkan
membuat gambar arteri koronaria akan tetapi belum dapat mendeteksi
adanya stenosis. Pada tahun 1990-an, adanya kemajuan detektor,
generator tabung sinar X, dan komputer dapat dibuat CT multi-row (4
slice, 16 slice, 64 slice,) dan dengan kombinasi "ECG gating" secara
retrospektif dapat merekonstruksi irisan gambar sehingga dapat menilai
dengan baik arteri koronaria. Contoh survey alat produksi Centre
Cardiologique du Nord dari GE, menggunakan multi slice computed
tomography (MSCT), pada awalnya, di tahun 2000 mengunakan 4
detektor (light speed plus), pada tahun 2001 dengan 8 detektor (light
speed ultra), dan akhir tahun 2002 dengan 16 detektor (light speed pro)
dan pada akhir 2004 menggunakan 64 detektor (light speed VCT).
Diharapkan yang berikutnya 256 slice.
Sebagai perbandingan pada pemeriksaan jantung untuk MSCT 4 slice,
agar mendapatkan gambar yang cukup baik, pasien harus dapat menahan
napas sekitar 45 detik, sedangkan dengan 16 slice diperlukan 20 detik.
Makin banyak jumiah detektor yang digunakan akan menghasilkan
kualitas dan resolusi gambar yang makin baik. Selain itu dengan MSCT
memungkinkan membuat gambar semua organ tubuh dalam 3 D.
Khususnya pada organ jantung, saat ini menggunakan MSCT 16 dan 64
slice (beberapa jurnal merekomendasikan 64 slice).
Dengan tambahan ECG Triggering pada MSCT dan pemberian kontras
iodium injeksi saat dilakukan pemeriksaan, maka dapat dibuat gambar
anatomi dimensi dan konfigusi ruang-ruang jantung serta arteri koronaria
dengan jelas. Selain penilaian di atas juga dapat menilai jumlah kalsium
(calsium score) yang ada di arteri koronaria. Rekonstruksi saat fase
diastolik maupun sistolik, memungkinkan penilaian fungsional secara
umum ataupun segmentasi fungsi ventrikel. Beberapa meneliti
melaporkan MSCT 16 slice mempunyai sensitifitas (82% - 95%),
spesifisitas (95% - 96%) sertanegative predictive value (96% - 99%)
dalam mendeteksi adanya stenosis arteri koronaria.
16
Penggunaan MSCT cardiac
Saat ini penggunaan pemeriksaan CT-scan jantung (Cardiac-MSCT) makin
banyak dilakukan dan telah dijadikan sebagai salah satu pilihan
pemeriksaan rutin jantung. Hal ini diakibatkan karena pemeriksaan ini
tidak invasif dan dapat memberikan informasi tentang struktur morfologi
anatomi organ jantung dan vaskulernya begitu maksimal. MSCT (terutama
64 slice) mampu memberikan data informasi baik berupa morfologi
anatomi maupun fungsionalnya, juga dapat memberikan detail data
struktur jantung berikut variasinya serta struktur organ di mediastinum
(terutama pembuluh darah). Disamping itu juga diharapkan dapat
memberikan informasi data lesi necrotik atau iskemik, reversibel atau
irreversibel sehingga memungkinkan pemberian terapi yang efektif dan
efisien kepada pasien. MSCT jantung yang tidak invasif ini sangat
bermanfaat karena hanya dengan satu jenis pemeriksaan (sebelumnya
menggunakan coronography, myocardial scintigraphy,
dan echocardiography) dapat menganalisa data klinis yang cukup
diperlukan untuk menentukan jenis dan tindakan terapi bagi pasien.
Analisa dari hasil pencitraan cardiac MSCT yang sering digunakan saat ini
berupa: penilaian morfologi jantung, kalsium skor arteri koronaria dan CT
angiografi koronaria. Pada MSCT 64 slice juga dimungkinkan untuk menilai
fungsional struktur jantung. Kalsium skor, merupakan teknik penilaian
perluasan kalsifikasi di arteri koronaria dengan menggunakan angka (lihat
interpretasi kalsium skor). Penelitian awal kalsium skor menggunakan
EBCT (electron beam CT), tetapi sekarang menggunakan multi-slice CT
yang scan lebih cepat dan lebih akurat. Telah dibuktikan adanya korelasi
langsung banyaknya kalsium skor dengan resiko penyakit jantung koroner
(atherosclerosis and plaque formation). Makin tinggi kalsium skor, makin
tinggi kemungkinan adanya stenosis a. koronaria. Calsium score nol (O),
belum dapat menyingkirkan adanya soft plaques, tetapi secara statistik
dapat menyingkirkan adanya penyakit jantung koroner bermakna (dapat
terlihat lebih baik dengan CT angiogram). Dengan ditemukannya calsium
17
skor yang tinggi, sangat mungkin disertai adanya soft plaque, yang
apabila soft plaque tersebut ruptur maka akan menyebabkan acute heart
attack.
Interpretasi calcium scores
MSCT sangat baik untuk mendeteksi dan mengukur banyaknya kalsium di
pembuluh darah koroner. Calcium score (CS) pada tiap pembuluh darah
koroner mencerminkan banyaknya kalsium pada pembuluh darah
tersebut. Nilai CS > 100 mengindikasikan mempunyai resiko tinggi PJK. CS
yang lebih tinggi menunjukkan aterosklerosis plak yang lebih banyak. CS
tidak secara langsung menunjukkan persentasi penyempitan pada
pembuluh darah koroner, tetapi CS yang lebih tinggi menunjukkan
kemungkinan yang lebih besar adanya stenosis pada pembuluh darah
koroner tersebut. Teknik ini sudah disetujui dan digunakan oleh American
College of Cardiology/American Heart Association (ACC/AHA).
Nilai interpretasi kalsium score sbb:
Penilaian Fungsional Jantung dengan CT-scan
Penilainan fungsional jantung pertama kali dengan CT scanner 64-slice.
Parameter fungsional yang dinilai antara lain:
1. Gerakan katup dan segmen-segmennya
2. Pelengkap data penilaian arteri koronaria, contoh:
o Hypokinetik dinding anterior dan septum, berhubungan dengan
stenosis LAD;
o Systolic dysfunction, lesi bermakna dan perlu terapi;
o Systolic dysfunction positif, perlu dilanjutkan pemeriksaan nuklir
(stress-thallium) atau pemeriksaan stress-perfusion MRI, karena
MRI dapat mendeteksi perubahan perfusi pada awal stenosis
(ischemic);
o Systolic dysfunction, selalu disertai perubahan perfusi.
3. Ejection fraction
18
Ejection fraction dapat dinilai dengan adanya ukuran kapasitas end-
diastolic danend-systolic, akan tetapi beberapa penelitian
melaporkan ejection fraction dengan MSCT underestimates 5-10%
dibanding pengukuran dengan MRI (digunakan MRI sebagai gold
standard)
Yang dapat dinilai pada CT Scan jantung
o Klasifikasi (arteri koronaria, katup, mycardium, pericardium);
o Abnormalitas ruang-ruang jantung (dilatasi, penipisan
mycordium, old scars/infaction, aneurisma, trombus atrium atau
ventrikel, tumor);
o Gangguan fungsi (hypomotility, reduced right ventricular function)
PERCUTANEOUS TRANSLUMINAL CORONARY ANGIPLASLY (PTCA),
19
Percutaneous Transluminal Coronary Angiplasly (PTCA), atau Angioplasti Koroner, adalah prosedur non-bedah dengan sayatan minimal yang digunakan untuk membuka pembuluh darah yang menyempit. Prosedur ini menggunakan kateter yang lentur dengan balon di ujungnya, yang dikembungkan pada lekanan tinggi di dalam dinding arteri yang menyempit. Tindakan ini akan merontokkan plak dalam pembuluh darah dan memperbaiki aliran darah ke otot jantung. Prosedur ini bisa menghilangkan beberapa gejala penyumbalan arteri, seperti nyeri dada atau sesak napas.
Untuk kebanyakan pasien, PTCA secara nyata meningkatkan aliran darah melalui arteri yang sebelumnya menyempit. Nyeri dada akan mereda dan Anda riapat melakukan olah raga.
Keberhasilan angioplasti juga menandakan bahwa Anda tidak perlu menjalani prosedur operasi dengan sayatan yang disebut operasi coronary artery bypass grafting. Pemulihan dari operasi ini biasanya lebih lama dan mungkin lebih menyakitkan.
Keuntungan lain dari prosedur ini: Tidak memerlukan sayatan besar Anda tidak memerlukan bius total
Jarang terjadi komplikasi (<1% risiko serangan jantung/stroke/kematian)
Bisa meredakan gejala, seperti nyeri dada
HIPERBARIK
20
Terapi oksigen hiperbarik menggunakan ruang bertekanan untuk
meningkatkan jumlah oksigen dalam darah. Tekanan udara di dalam
ruang oksigen hiperbarik adalah sekitar dua setengah kali lebih besar dari
tekanan normal di atmosfer. Hal ini membantu darah membawa oksigen
lebih banyak ke organ dan jaringan tubuh Anda.
Terapi hiperbarik dapat membantu mempercepat penyembuhan luka,
terutama luka terinfeksi. Terapi ini dapat digunakan untuk mengobati:
Emboli udara atau gas
Infeksi tulang (osteomielitis) yang belum membaik dengan
perawatan lain
Luka bakar
Keracunan karbon monoksida
Beberapa jenis infeksi otak atau sinus
Penyakit dekompresi (misalnya, cedera menyelam)
Gangrene gas
Infeksi jaringan lunak nekrosis
Menyediakan cukup oksigen ke paru-paru selama prosedur
pembersihan paru-paru pada pasien dengan kondisi medis tertentu
Cedera radiasi (misalnya, kerusakan akibat terapi radiasi untuk
kanker)
Cangkok kulit
Luka yang belum sembuh dengan perawatan lain (misalnya, ulkus
kaki pada penderita diabetes)
Definisi
Secara umum, terapi oksigen hiperbarik merupakan suatu metoda
pengobatan dimana pasien diberikan pernapasan oksigen murni (100%)
pada tekanan udara yang dua hingga tiga kali lebih besar daripada
tekanan udara atmosfer normal (satu atmosfer). Terapi ini merupakan
21
terapi komplementer yang dilakukan bersama dengan terapi medis
konvensional.
Sebagaimana disebutkan diatas, dalam kondisi tertentu para prajurit
matra kelautan rentan akan paparan masalah kesehatan kelautan. Kondisi
tubuh mereka dituntut ‘akrab’ kepada kondisi bertekanan tinggi jauh
dibawah permukaan laut pada saat melakukan penyelaman.
Sejarah
Terapi oksigen hiperbarik diperkenalkan pertama kali oleh Behnke pada
tahun 1930. Saat itu terapi oksigen hiperbarik hanya diberikan kepada
para penyelam untuk menghilangkan gejala penyakit dekompresi
(Caisson’s disease) yang timbul akibat perubahan tekanan udara saat
menyelam, sehingga fasilitas terapi tersebut sebagian besar hanya
dimiliki oleh beberapa rumah sakit TNI AL dan rumah sakit yang
berhubungan dengan pertambangan.
Di Indonesia sendiri, terapi oksigen hiperbarik pertama kali dimanfaatkan
pada tahun 1960 oleh Lakesla yang bekerjasama dengan RSAL Dr.
Ramelan, Surabaya. Hingga saat ini fasilitas tersebut merupakan yang
terbesar di Indonesia. Adapun beberapa rumah sakit lain yang memiliki
fasilitas terapi oksigen hiperbarik adalah:
Proses terapi
Pasien akan dimasukkan ke dalam sebuah chamber bertekanan udara dua
hingga tiga kali lebih tinggi dari tekanan udara atmosfer normal sambil
diberikan pernapasan oksigen murni (100%) selama satu hingga dua jam.
Selama proses terapi pasien diperbolehkan untuk membaca, minum, atau
makan untuk menghindari trauma pada telinga akibat tingginya tekanan
udara.
Manfaat
Meningkatkan konsentrasi oksigen pada seluruh jaringan tubuh,
bahkan pada aliran darah yang berkurang
22
Merangsang pertumbuhan pembuluh darah baru untuk
meningkatkan aliran darah pada sirkulasi yang berkurang
Mampu membunuh bakteri, terutama bakteri anaerob
seperti Closteridium perfingens (penyebab penyakit gas gangren)
Mampu menghentikan aktivitas bakteri (bakteriostatik) antara lain
bakteri E. coli dan Pseudomonas sp.yang umumnya ditemukan pada
luka-luka mengganas.
Mampu menghambat produksi racun alfa toksin.
Meningkatkan viabilitas sel atau kemampuan sel untuk bertahan
hidup.
Menurunkan waktu paruh karboksihemoglobin dari 5 jam menjadi
20 menit pada penyakit keracunan gas CO
Dapat mempercepat proses penyembuhan pada pengobatan medis
konvensional
Meningkatkan produksi antioksidan tubuh tertentu
Memperbaiki fungsi ereksi pada pria penderita diabetes (laporan
para ahli hiperbarik di Amerika Serikat pada tahun 1960)
Meningkatkan sensitivitas sel terhadap radiasi
menahan proses penuaan dengan cara pembentukan kolagen yang
menjaga elastisitas kulit
badan menjadi lebih segar, badan tidak mudah lelah, gairah hidup
meningkat, tidur lebih enak dan pulas
Dengan berbagai mekanisme tersebut, terapi hiperbarik dapat digunakan
sebagai terapi kondisi akut hingga penyakit degeneratif kronis seperti
arteriosklerosis, stroke, penyakit pembuluh darah perifer, ulkus diabetik,
serebral palsy, trauma otak, sklerosis multiple,dsb.
Hal-hal yang perlu diperhatikan sebelum menjalani terapi oksigen
hiperbarik adalah:
Sebelum menjalani terapi, pasien akan dievaluasi untuk
memastikan tidak adanya kontraindikasi dilakukannya terapi
oksigen hiperbarik, seperti kanker, pneumothoraks, sedang flu atau
23
demam, penderita sinusitis, asma, infeksi saluran pernapasan atas
yang sedang akut, dan ibu hamil trimester pertama.
Pasien harus memberitahu obat-obatan yang sedang mereka
konsumsi, mengingat terdapat obat-obatan tertentu yang dapat
menyebabkan keracunan oksigen, misalnya obat-obatan jenis
steroid, dan obat kemoterapi
Pasien akan dimasukkan ke dalam ruangan menyerupai kapal selam
yang berukuran kecil selama 2 jam, sehingga penting sekali untuk
memastikan pasien tidak memiliki fobia terhadap ruangan sempit.
Saat merasa tidak kuat, pasien dapat memberitahukan petugas
yang ikut masuk ke dalam ruangan hiperbarik.
Komplikasi
Terkadang dalam prosesnya, dapat ditemukan komplikasi, antara lain:
o Barotrauma, yaitu trauma pada organ tubuh (paru, di
belakang gendang telinga, sinus paranasal) akibat tekanan
udara yang tinggi
o Keracunan oksigen
o Gangguan penglihatan sementara akibat pembengkakan
lensa.
24