Definisi epilepsi

25
1. Definisi epilepsi Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan. Data World Health Organization (WHO), 2001 menunjukkan epilepsi menyerang 1% penduduk dunia, nilai yang sama dengan kanker payudara pada perempuan dan kanker prostat pada pria. 2. Klasifikasi epilepsi Prinsip klasifikasi didasarkan pada data rekaman elektroensefalogram (EEG) dan manifestasi klinis. Klasifikasi epilepsi memudahkan pertukaran informasi tentang epilepsi dan bermanfaat untuk menentukan terapi yang tepat. Klasifikasi yang sekarang dipergunakan secara luas adalah 7 klasifikasi oleh International League Against Epilepsy (ILAE) 1981 yang terdiri dari 3 kategori utama yaitu kejang parsial, kejang umum dan kejang yang tak terklasifikasi. Serangan epilepsi tidak selalu disertai dengan kejang dan sebaliknya, kejang belum tentu dapat dikatakan epilepsi. Berikut gambaran klinis berdasarkan tipe kejangnya:

description

neurologi

Transcript of Definisi epilepsi

Page 1: Definisi epilepsi

1. Definisi epilepsi

Epilepsi merupakan salah satu penyakit otak yang sering ditemukan. Data World

Health Organization (WHO), 2001 menunjukkan epilepsi menyerang 1% penduduk

dunia, nilai yang sama dengan kanker payudara pada perempuan dan kanker prostat pada

pria.

2. Klasifikasi epilepsi

Prinsip klasifikasi didasarkan pada data rekaman elektroensefalogram (EEG) dan

manifestasi klinis. Klasifikasi epilepsi memudahkan pertukaran informasi tentang

epilepsi dan bermanfaat untuk menentukan terapi yang tepat.

Klasifikasi yang sekarang dipergunakan secara luas adalah 7 klasifikasi oleh

International League Against Epilepsy (ILAE) 1981 yang terdiri dari 3 kategori utama

yaitu kejang parsial, kejang umum dan kejang yang tak terklasifikasi.

Serangan epilepsi tidak selalu disertai dengan kejang dan sebaliknya, kejang

belum tentu dapat dikatakan epilepsi. Berikut gambaran klinis berdasarkan tipe

kejangnya:

a. Kejang parsial (fokal/lokal) Kejang ini terjadi pada salah satu atau lebih lokasi

yang spesifik pada otak. Dalam beberapa kasus, kejang parsial dapat menyebar luas di

otak. Kejang ini terkadang disebabkan terjadinya trauma spesifik, namun dalam banyak

kasus penyebabnya tidak dapat diketahui (idiopatik).

1) Kejang parsial sederhana

Page 2: Definisi epilepsi

Dalam kasus kejang parsial sederhana (Jacksonian epilepsy), pasien tidak

mengalami kehilangan kesadaran, namun dapat mengalami kebingungan, jerking

movement, atau kelainan mental dan emosional. Manifestasi klinis dari kejang parsial

sederhana ini yaitu klonik 8 (repetitif, gerakan kepala dan leher menengok ke salah satu

sisi). Beberapa pasien dapat pula terjadi gejala somatosensorik berupa aura, halusinasi,

atau perasaan kuat pada indra penciuman dan perasa. Setelah kejang, pasien biasanya

mengalami kelemahan pada otot tertentu. Umumnya kejang terjadi selama 90 detik.

2) Kejang parsial kompleks

Sekitar 80% dari kejang ini berasal dari temporal lobe, bagian otak yang

berdekatan dengan telinga. Gangguan pada bagian tersebut dapat mengakibatkan

penurunan kesadaran atau dapat terjadi perubahan tingkah laku misalnya automatisme.

Pasien kemungkinan mengalami kehilangan kesadaran secara singkat dan tatapan kosong.

Kejang ini seringkali diawali dengan aura. Episode serangan biasanya tidak lebih dari 2

menit. Sakit kepala yang berdenyut kemungkinan terjadi pada kejang tipe ini.

3) Kejang parsial diikuti kejang umum sekunder

Kejang fokal dapat berkembang menjadi tonik klonik dengan kehilangan

kesadaran dan kejang (tonik) otot seluruh badan diikuti periode kontraksi otot bertukar

dengan relaksasi (klonik). Seringkali sulit dibedakan dengan kejang umum. Hal ini

karena kejang parsial dengan generalisata sekunder mempunyai onset fokal yang

seringkali tak teramati. Onset fokal kejang diidentifikasi melalui analisis riwayat kejang

dan EEG secara cermat.

b. Kejang umum

Kejang umum dapat terjadi karena gangguan sel saraf yang terjadi pada daerah

otak yang lebih luas daripada yang terjadi pada kejang parsial. Oleh karena itu, kejang ini

memiliki efek yang lebih serius pada pasien.

1) Kejang absence (petit mal)

Kejang ini ditandai dengan hilangnya kesadaran yang berlangsung sangat

singkat sekitar 3-30 detik. Jenis yang jarang dijumpai dan umumnya hanya

terjadi pada masa anak-anak atau awal remaja. Sekitar 15-20% anak-anak

menderita kejang tipe ini. Penderita tiba-tiba melotot atau matanya berkedip-

kedip dengan kepala terkulai. Kejang ini kemungkinan tidak disadari oleh

Page 3: Definisi epilepsi

orang di sekitarnya. Petit mal terkadang sulit dibedakan dengan kejang parsial

sederhana atau kompleks, atau bahkan dengan gangguan attention

deficit. Selain itu terdapat jenis kejang atypical absence seizure, yang

mempunyai perbedaan dengan tipe absence. Sebagai contoh atipikal

mempunyai jangka waktu gangguan kesadaran yang lebih panjang, serangan

terjadi tidak dengan tiba-tiba, dan serangan kejang terjadi diikuti dengan tanda

gejala motorik yang jelas. Kejang ini diperantarai oleh ketidaknormalan yang

menyebar dan multifokal pada struktur otak. Kadangkala diikuti dengan gejala

keterlambatan mental. Kejang tipe ini kurang efektif dikendalikan dengan

antiepilepsi dibandingkan tipe kejang absence tipikal.

2) Kejang tonik-klonik (grand mal)

Tipe ini merupakan bentuk kejang yang paling banyak terjadi. Fase awal dari

terjadinya kejang biasanya berupa kehilangan kesadaran disusul dengan gejala

motorik secara bilateral, dapat berupa ekstensi tonik beberapa menit disusul

gerakan klonik yang sinkron dari otototot yang berkontraksi, menyebabkan

pasien tiba-tiba terjatuh dan terbaring kaku sekitar 10-30 detik. Beberapa

pasien mengalami pertanda atau aura sebelum kejang. Kebanyakan

mengalami kehilangan kesadaran tanpa tanda apapun. Dapat juga terjadi

sianosis, keluar air liur, inkontinensi urin dan atau menggigit lidah. Segera

sesudah kejang berhenti pasien tertidur. Kejang ini biasanya terjadi sekitar 2-3

menit.

3) Kejang atonik Serangan tipe atonik ini jarang terjadi. Pasien dapat tiba-tiba

mengalami kehilangan kekuatan otot yang mengakibatkan pasien terjatuh,

namun dapat segera pulih kembali. Terkadang terjadi pada salah satu bagian

tubuh, misalnya mengendurnya rahang dan kepala yang terkulai.

4) Kejang mioklonik Kejang tipe ini ditandai oleh kontraksi otot-otot tubuh

secara cepat, bilateral, dan terkadang hanya terjadi pada bagian otot-otot

tertentu. Biasa terjadi pada pagi hari setelah bangun tidur, pasien mengalami

hentakan yang terjadi secara tiba-tiba.

Page 4: Definisi epilepsi

5) Simply tonic atau clonic seizures Kejang kemungkinan terjadi secara tonik

atau klonik saja. Pada kejang tonik, otot berkontraksi dan gangguan kesadaran

terjadi sekitar 10 detik, tetapi kejang ini tidak berkembang menjadi klonik

atau jerking phase. Kasus kejang klonik yang jarang ditemukan, terutama

terjadi pada anak-anak, yang mengalami spasme otot tetapi bukan kekakuan

tonik.

c. Kejang yang tak terklasifikasikan Serangan kejang ini merupakan jenis

serangan yang tidak didukung oleh data yang cukup atau lengkap. Jenis ini

termasuk serangan kejang yang sering terjadi pada neonatus. Hal ini

kemungkinan disebabkan adanya perbedaan fungsi dan hubungan saraf pada

sistem saraf pusat di bayi dan dewasa.

3. Etiologi epilepsi

Kejang terjadi karena sejumlah saraf kortikal mencetuskan lepas muatan

listrik secara abnormal. Apapun yang mengganggu homeostasis normal dan

stabilitas saraf, dapat memicu hipereksibilitas dan kejang. Ada ribuan kondisi

medis yang dapat menyebabkan epilepsi, dari adanya mutasi genetik hingga

luka trauma pada otak.

Etiologi kejang perlu diketahui untuk menentukan jenis terapi yang tepat bagi

pasien. Beberapa etiologi kejang pada pediatrik yang dikelompokkan

berdasarkan umur antara lain sebagai berikut:

Page 5: Definisi epilepsi

Kejang terjadi akibat pengeluaran sejumlah neuron yang abnormal akibat

dari berbagai proses patologi sehingga berdampak pada otak. Epilepsi

bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu gejala yang dapat timbul karena

suatu penyakit. Secara umum dapat dikatakan bahwa serangan epilepsi dapat

timbul jika terjadinya pelepasan aktivitas energi yang berlebihan dan

mendadak dalam otak, sehingga menyebabkan terganggunya kerja otak.

Ditinjau dari penyebab, epilepsi dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

a. Epilepsi primer atau epilepsi idiopatik Epilepsi primer tidak ditemukan

kelainan pada jaringan otak. Diduga terdapat kelainan atau gangguan

keseimbangan zat kimiawi dalam sel-sel saraf pada area jaringan otak

yang abnormal. Dalam jenis ini, tidak 13 ada kelainan anatomik seperti

trauma maupun neoplasma yang menimbulkan kejang, maka sindrom

ini disebut epilepsi idiopatik atau primer. Kejang dapat ditimbulkan

karena abnormalitas susunan sistem saraf pusat. Epilepsi idiopatik

merupakan 2/3 kasus yang tidak diketahui penyebabnya. Lebih kurang

65% dari seluruh kasus epilepsi tidak diketahui faktor penyebabnya.

Umumnya faktor genetik lebih berperan pada epilepsi idiopatik.

Insidensi epilepsi idiopatik lebih tinggi pada anak-anak. Diduga bahwa

serangan terjadi karena cetusan listrik abnormal yang terjadi akibat

Page 6: Definisi epilepsi

kelainan atau gangguan keseimbangan zat kimiawi dalam neuron-

neuron pada area jaringan otak yang abnormal. Etiologi idiopatik

digunakan pada kejang dengan tipe umum, sedangkan etiologi

kriptogenik digunakan bila tidak ada penyebab yang diketahui pada

onset kejang parsial.

b. Epilepsi sekunder

Disebut epilepsi sekunder berarti gejala yang timbul ialah akibat dari

adanya kelainan pada jaringan otak. Kelainan ini dapat disebabkan

bawaan sejak lahir atau adanya jaringan parut sebagai akibat

kerusakan otak pada waktu lahir atau pada masa perkembangan anak.

Gangguan ini bersifat reversibel, misalnya karena tumor, trauma, luka

kepala, infeksi atau radang selaput otak, penyakit keturunan seperti

fenilketonuria (FKU) dan kecenderungan timbulnya epilepsi yang

diturunkan.

Epilepsi sekunder merupakan 1/3 kasus yang diketahui penyebabnya.

Kelainan dapat terjadi bawaan atau pada masa perkembangan anak.

Beberapa faktor risiko yang sudah diketahui antara lain: trauma

kepala, trauma persalinan, demam tingi, stroke, intoksikasi, tumor

otak, masalah kardiovaskuler tertentu, gangguan keseimbangan

elektrolit, infeksi (ensefalitis, meningitis) dan reaksi alergi. Untuk

menentukan faktor penyebab dapat diketahui dengan melihat usia

serangan pertama kali.

4. Patogenesis epilepsi

Serangan epilepsi disebabkan adanya proses eksitasi di dalam otak

lebih dominan daripada proses inhibisi, dalam arti lain terjadi

gangguan fungsi neuron. Perubahan-perubahan di dalam eksitasi

aferen, disinhibisi, pergeseran konsentrasi ion ekstraseluler, voltage-

gated-ion-channel opening dan menguatnya sinkroni neuron sangat

penting artinya dalam hal inisiasi dan perambatan aktivitas serangan

epileptik. Neurotransmiter eksitasi yaitu glutamat, aspartat dan

Page 7: Definisi epilepsi

asetilkolin, sedangkan neurotransmiter inhibisi yang paling dikenal

adalah gamma amino butyric acid (GABA) dan glisin.

Dalam keadaan istirahat, membran neuron mempunyai potensial listrik

tertentu dan berada dalam keadaan polarisasi. Potensial aksi akan

mencetuskan depolarisasi membran neuron dan seluruh sel akan

melepas muatan listrik. 15 Aktivitas neuron diatur oleh konsentrasi

ion-ion dalam ruang ekstraseluler dan intraseluler, serta gerakan keluar

masuk ion-ion menembus membran neuron. Aktivitas dari ion-ion

tersebut yang menimbulkan potensial membran sel. Potensial

membran neuron bergantung pada permeabilitas selektif membran

neuron, yakni membran mudah dilewati oleh ion K dari ekstraseluler

ke intraseluler dan kurang untuk ion Ca, Na dan Cl. Perbedaan

konsentrasi yang dibuat ini yang akan menimbulkan potensial

membran.

Beberapa mekanisme yang dapat mempengaruhi keseimbangan

hipereksibilitas antara lain:

a. Perubahan distribusi, jumlah, tipe dan kandungan kanal ion pada

membran saraf. Faktor-faktor, diantaranya keadaan patologik, dapat

merubah atau mengganggu fungsi membran neuron sehingga membran

mudah dilalui oleh ion Ca dan Na dari ruang ekstrasel ke intrasel.

Influks dari Ca ini akan menimbulkan letupan depolarisasi membran

dan melepas muatan listrik yang berlebihan, tidak teratur dan

terkendali. Cetusan listrik abnormal ini yang kemudian menstimulasi

neuron-neuron sekitarnya yang terkait di dalam sel. Sifat khas dari

epilepsi ialah terjadinya penghentian serangan akibat proses inhibisi.

Diduga sistem inhibisi ini merupakan pengaruh neuron-neuron

disekitarnya. Keadaan lain yang menyebabkan hentinya serangan

epilepsi ialah kelelahan neuron-neuron akibat habisnya zat-zat yang

penting untuk fungsi otak.

b. Perubahan sistem biokimia reseptor

c. Modulasi dari second messaging systems dan ekspresi gen

Page 8: Definisi epilepsi

d. Perubahan konsentrasi ion ekstraseluler

e. Perubahan pada uptake neurotransmitter dan metabolisme sel glial

f. Modifikasi pada rasio dan fungsi dari sirkuit inhibitor.

Perhatian utama pada serangan epilesi adalah adanya faktor

pencetus. Faktor-faktor pencetus yang telah dikenal yaitu:

a. Kurang tidur, berakibat pada gangguan aktivitas saraf-saraf otak;

b. Stres emosional atau stres fisik yang berat;

c. Infeksi yang biasanya disertai demam, terutama pada anak-anak;

d. Anak dengan kejang demam kompleks memiliki risiko epilepsy

yang lebih besar daripada anak dengan kejang sederhana;

e. Obat-obat tertentu dan alkohol, misalnya sedatif atau

antidepresan trisiklik;

f. Perubahan hormonal;

g. Terlalu lelah, sehingga terjadi hiperventilasi dengan peningkatan

kadar CO2 darah yang dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh

darah otak.

5. Diagnosis epilepsi

Ada 3 langkah untuk menuju diagnosis epilepsi, yaitu:

a. Langkah pertama : Memastikan apakah kejadian yang bersifat

paroksisimal merupakan bangkitan epilepsi.

b. Langkah kedua : Apabila benar terdapat bangkitan epilepsi,

maka

tentukanlah bangkitan tersebut termasuk tipe bangkitan yang

mana.

c. Langkah ketiga : tentukan sindrom epilepsi apa yang

ditunjukkan

oleh bangkitan tadi, atau penyakit epilepsi apa yang diderita oleh

pasien dan tentukan etiologinya.

Diagnosis epilepsi ditegakkan atas dasar adanya bangkitan

epilepsi berulang (minimum 2 kali) tanpa provokasi, dengan atau

Page 9: Definisi epilepsi

tanpa adanya gambaran epileptiform pada EEG.14

Secara lengkap urutan pemeriksaan untuk menuju ke diagnosis

adalah sebagai berikut :

a. Anamnesis

Anamnesis harus dilakukan secara cermat, rinci dan

menyeluruh. Penjelasan perihal segala sesuatu yang terjadi

sebelum, selama dan sesudah serangan (meliputi gejala dan

lamanya serangan) merupakan informasi yang sangat berarti

dan

merupakan kunci diagnosis.

Anamnesis (auto dan aloanamnesis), meliputi :

1) Gejala sebelum, selama dan paska bangkitan

a) Keadaan penyandang saat bangkitan : duduk / berdiri /

berbaring / tidur / berkemih.

b) Gejala awitan (aura, gerakan / sensasi awal / speech

arrest).

c) Apa yang tampak selama bangkitan (Pola / bentuk

bangkitan) : gerakan tonik / klonik, vokalisasi,

otomatisme, inkontinensia, lidah tergigit, pucat,

berkeringat, maupun deviasi mata.

d) Keadaan setelah kejang : bingung, terjaga, nyeri kepala,

tidur, gaduh gelisah, atau Todd’s paresis.

e) Apakah terdapat lebih dari satu pola bangkitan, atau

terdapat perubahan pola bangkitan.

2) Ada / tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang, maupun

riwayat penyakit neurologik dan riwayat penyakit psikiatrik

maupun penyakit sistemik yang mungkin menjadi penyebab.

3) Usia awitan, durasi, frekuensi bangkitan, dan interval

terpanjang antar bangkitan.

4) Riwayat bangkitan neonatal / kejang demam.

Page 10: Definisi epilepsi

b. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis

Pemeriksaan fisik harus menepis sebab-sebab terjadinya

serangan dengan menggunakan umur dan riwayat penyakit

sebagai pegangan. Pada pasien anak, pemeriksa harus

memperhatikan adanya keterlambatan perkembangan,

organomegali, dan perbedaan ukuran antara anggota tubuh

dapat

menunjukkan awal gangguan pertumbuhan otak unilateral.

c. Pemeriksaan penunjang

1) Pemeriksaan laboratorium

Perlu diperiksa kadar glukosa, kalsium, magnesium,

natrium, bilirubin, dan ureum dalam darah. Keadaan seperti

Hiponatremia , hipoglikemia, hipomagnesia, uremia, dan

hepatik ensefalopati dapat mencetuskan timbulnya serangan

kejang. Pemeriksaan serum elektrolit bersama dengan

glukose, kalsium, magnesium, Blood Urea Nitrogen,

kreatinin dan test fungsi hepar mungkin dapat memberikan

petunjuk yang sangat berguna.19,20

2) Elektro ensefalografi (EEG)

Elektroensefalograf ialah alat yang dapat merekam

aktifitas listrik di otak melalui elektroda yang ditempatkan

dikulit kepala. Kelainan EEG yang sering dijumpai pada

penderita epilepsi disebut epileptiform discharge atau

epileptiform activity. Pemeriksaan EEG harus dilakukan pada

semua pasien epilepsi dan merupakan pemeriksaan

penunjang yang paling sering dilakukan untuk rnenegakkan

diagnosis epilepsi.

Adanya kelainan fokal pada EEG menunjukkan

kemungkinan adanya lesi struktural di otak, sedangkan

adanya kelainan umum pada EEG menunjukkan

kemungkinan adanya kelainan genetik atau metabolik.6

Page 11: Definisi epilepsi

Rekaman EEG dikatakan abnormal ditentukan atas

dasar adanya:

a) Asimetris irama dan voltase gelombang pada daerah

yang sama di kedua hemisfer otak.

b) Irama gelombang tidak teratur, irama gelombang lebih

lambat dibanding seharusnya misal gelombang delta.

c) Adanya gelombang yang biasanya tidak terdapat pada

anak normal, misalnya gelombang tajam, paku (spike),

paku-ombak, paku majemuk, dan gelombang lambat

yang timbul secara paroksimal.

3)Rekaman video EEGPemeriksaan video-EEG ini berhasil

membedakanapakah serangan kejang oleh karena epilepsi atau

bukan dan biasanya selama perekaman dilakukan secara terus-

menerus dalam waktu 72 jam, sekitar 50-70% dari hasil

rekaman dapat menunjukkan gambaran serangan kejang

epilepsi.

4) Pemeriksaan Radiologis

Ct Scan (Computed Tomography Scan) kepala dan

MRI (Magnetic Resonance Imaging) kepala merupakan

pemeriksaan yang dikenal dengan istilah neuroimaging yang

bertujuan untuk melihat apakah ada atau tidaknya kelainan

struktural di otak dan melengkapi data EEG.

CT Scan kepala ini dilakukan bila pada MRI ada

kontra indikasi, namun demikian pemeriksaan MRI kepala ini

merupakan prosedur pencitraan otak pilihan untuk epilepsi

dengan sensitivitas tinggi dan lebih spesifik dibanding

dengan CT Scan. Oleh karena dapat mendeteksi lesi kecil

diotak, sklerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan

hemangioma kavernosa, maupun epilepsi refrakter yang

sangat mungkin dilakukan terapi pembedahan. MRI

Page 12: Definisi epilepsi

bermanfaat untuk membandingkan hipokampus kanan dan

kiri.

5) Pemeriksaan neuropsikologi

Pemeriksaan ini mungkin dilakukan terhadap pasien

epilepsi dengan pertimbangan akan dilakukan terapi

pembedahan. Pemeriksaan ini khususnya memperhatikan

apakah ada tidaknya penurunan fungsi kognitif, demikian

juga dengan pertimbangan bila ternyata diagnosisnya ada

dugaan serangan kejang yang bukan epilepsi.

7. Prognosis

Prognosis epilepsi tergantung pada beberapa hal,

diantaranyajenis epilepsi, faktor penyebab, saat pengobatan

dimulai, dan ketaatan minum obat. Prognosis epilepsi cukup

menggembirakan.Pada 50-70% penderita epilepsi serangan

dapat dicegah dengan obat-obat, sedangkan sekitar 50% pada

suatu waktu akan dapat berhenti minum

obat. Prognosis epilepsi dihubungkan dengan terjadinya remisi

serangan baik dengan pengobatan maupun status psikososial,

dan status neurologis penderita. Batasan remisi epilepsi yang

sering dipakai adalah 2 tahun bebas serangan (kejang) dengan

terapi.

Pada pasien yang telah mengalami remisi 2 tahun harus

dipertimbangkan untuk penurunan dosis dan penghentian obat

secara berkala.

Batasan lain yang dipakai untuk menggambarkan remisi

adalah bebas serangan (remisi terminal) minimal 6 bulan dalam

terapi OAE. Setelah tercapai bebas serangan selama >6 bulan

atau >2 tahun dengan terapi, maka perlu dipikirkan untuk

menurunkan dosis secara berkala sampai kemudian obat

dihentikan, perlu mempertimbangkan risiko terjadinya relaps

setelah penghentian obat. Berbagai faktor predictor yang

Page 13: Definisi epilepsi

meningkatkan risiko terjadinya relaps adalah usia awitan pada

remaja / dewasa, jenis epilepsi sekunder, dan adanya gambaran

abnormalitas EEG.

Berbagai penelitian memperlihatkan bahwa

penderita epilepsi memiliki risiko kematian yang lebih tinggi

dibanding populasi normal. Risiko kematian yang paling tinggi

adalah pada penderita epilepsi yang disertai defisit neurologi

akibat penyakit kongenital. Kematian pada penderita epilepsi

anak-anak paling sering disebabkan oleh penyakit susunan

saraf pusat yang mendasari timbulnya bangkitan epilepsi.

6. Pengobatan epilepsi

Tujuan utama pengobatan epilepsi pada anak adalah tidak hanya

membebaskan pasien dari serangan kejang tanpa mengganggu fungsi

normal saraf pusat, tetapi juga mengoptimalkan kualitas hidup

penderita epilepsi. Pertimbangan untuk memulai pemberian obat

antiepilepsi memperhatikan faktor-faktor atau kondisi-kondisi yang

mempengaruhi yang memerlukan pertimbangan tertentu, yaitu:

a. Diagnosa

b. Risiko bangkitan ulang setelah kejang pertama

c. Etiologi; adanya lesi struktural otak (simptomatik), idiopatik,

atau kriptogenik

d. Elektroensefalogram

e. Umur

f. Tipe kejang

g. Jenis, waktu dan frekuensi bangkitan

h. Jenis epilepsi

i. Kepatuhan dalam meminum obat

Page 14: Definisi epilepsi

j. Bangkitan reflektoris dan bangkitan simptomatik akut (bangkitan

yang timbul karena keadaan tertentu seperti fotosensitif, kelelahan, dan

alkohol)

k. Harapan penderita

Prinsip penatalaksanaan terapi pada pasien pediatrik sedikit lebih

kompleks dibandingkan kelompok pasien lainnya dan memerlukan

perhatian yang khusus. Penentuan diagnosis epilepsi yang tepat akan

membantu dalam menentukan terapi, meramalkan prognosis dan

pemberian informasi kepada pasien dan keluarganya. Banyak dokter

tidak mulai memberikan pengobatan hingga bangkitan kejang yang

selanjutnya terjadi. Sebaliknya beberapa dokter lain, langsung

memberikan pengobatan ketika kejang pertama terjadi.

Hal yang paling penting adalah memastikan bahwa monoterapi

yang diberikan mempunyai dosis terendah efektif untuk

mengendalikan kejang. Apabila kejang tetap tidak dapat dikendalikan

(suboptimal) maka dosis dapat dinaikkan secara bertahap hingga

kejang terkontrol atau hingga munculnya efek samping obat yang tidak

dapat diterima. Ketika efek samping terjadi sebelum kendali kejang

dicapai, maka obat sebelumnya diganti atau ditambah dengan obat

antiepilepsi (OAE) lain sebagai politerapi.

Pilihan politerapi harus didasarkan atas interaksi yang mungkin

terjadi diantara kedua obat. Umumnya obat yang dipilih bergantung

pada kepercayaan dan pengalaman dari dokter yang memeriksa.

7. Obat Antiepilepsi (OAE)

Obat antiepilepsi merupakan obat yang mampu mengontrol jenis

kejang tertentu yang sesuai dengan mekanisme aksi obat tersebut. Obat

antiepilepsi digolongkan dalam, yaitu:

a. Senyawa lama, terdiri dari karbamazepin, klonazepam,

ethosuksimid, fenobarbital, fenitoin, pirimidon, dan asam valproat.

Page 15: Definisi epilepsi

Senyawa ini telah ditemukan, digunakan cukup banyak dan sering kali

dijadikan obat-obat lini pertama.

b. Senyawa baru, terdiri dari felbamat, gabapentin, lamotrigin,

topiramat, levetiracetam, oxcarbazepin, zonisamid dan pregabalin.

Obat ini baru ditemukan dan digunakan sehingga data-data mengenai

penggunaan obat tersebut masih sedikit. Selain itu, ada obat yang

diciptakan sebagai terapi adjuvant/add-on.

Ada 4 mekanisme aksi utama OAE yaitu:

a. Mengikat kanal Na menjadi inaktif

Contoh obat: Fenitoin, Karbamazepin, Oxcarbazepin,

Zonisamid, Lamotrigin, Topiramat, Gabapentin.

b. Memodulasi GABA, menginhibisi reuptake GABA

Contoh obat: Agonis GABAa (Benzodiazepin, Barbiturat,

Topiramat); Inhibitor reuptake (Tiagabin); GABA-transaminase

(Vigabatrin); Modulasi GAD (Felbamate).

c. Mengikat reseptor glutamate

Contoh obat: Reseptor NMDA (Felbamate) dan Reseptor

AMPA/Kainat (Topiramat).

d. Mengikat kanal Ca

Contoh obat: Ethosuksimid, Fenitoin, Karbamazepin,

Oxcarbazepin, Zonisamid.

Page 16: Definisi epilepsi