Definisi Dan Jenis Bencana

40
Definisi dan Jenis Bencana Share Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut: Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror. Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian. Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan. Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan

description

Definisi Dan Jenis Bencana

Transcript of Definisi Dan Jenis Bencana

Page 1: Definisi Dan Jenis Bencana

Definisi dan Jenis Bencana

Share

Definisi Bencana Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana menyebutkan definisi bencana sebagai berikut:

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.

Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.

Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.

Kejadian Bencana adalah peristiwa bencana yang terjadi dan dicatat berdasarkan tanggal kejadian, lokasi, jenis bencana, korban dan/ataupun kerusakan. Jika terjadi bencana pada tanggal yang sama dan melanda lebih dari satu wilayah, maka dihitung sebagai satu kejadian.

Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi yang disebabkan oleh tumbukan antar lempeng bumi, patahan aktif, akitivitas gunung api atau runtuhan batuan.

Letusan gunung api merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal dengan istilah "erupsi". Bahaya letusan gunung api dapat berupa awan panas, lontaran material (pijar), hujan abu lebat, lava, gas racun, tsunami dan banjir lahar.

Tsunami berasal dari bahasa Jepang yang berarti gelombang ombak lautan ("tsu" berarti lautan, "nami" berarti gelombang ombak). Tsunami adalah serangkaian gelombang ombak laut raksasa yang timbul karena adanya pergeseran di dasar laut akibat gempa bumi.

Tanah longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng.

Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat.

Page 2: Definisi Dan Jenis Bencana

Banjir bandang adalah banjir yang datang secara tiba-tiba dengan debit air yang besar yang disebabkan terbendungnya aliran sungai pada alur sungai.

Kekeringan adalah ketersediaan air yang jauh di bawah kebutuhan air untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi dan lingkungan. Adapun yang dimaksud kekeringan di bidang pertanian adalah kekeringan yang terjadi di lahan pertanian yang ada tanaman (padi, jagung, kedelai dan lain-lain) yang sedang dibudidayakan .

Kebakaran adalah situasi dimana bangunan pada suatu tempat seperti rumah/pemukiman, pabrik, pasar, gedung dan lain-lain dilanda api yang menimbulkan korban dan/atau kerugian.

Kebakaran hutan dan lahan adalah suatu keadaan di mana hutan dan lahan dilanda api, sehingga mengakibatkan kerusakan hutan dan lahan yang menimbulkan kerugian ekonomis dan atau nilai lingkungan. Kebakaran hutan dan lahan seringkali menyebabkan bencana asap yang dapat mengganggu aktivitas dan kesehatan masyarakat sekitar.

Angin puting beliung adalah angin kencang yang datang secara tiba-tiba, mempunyai pusat, bergerak melingkar menyerupai spiral dengan kecepatan 40-50 km/jam hingga menyentuh permukaan bumi dan akan hilang dalam waktu singkat (3-5 menit).

Gelombang pasang atau badai adalah gelombang tinggi yang ditimbulkan karena efek terjadinya siklon tropis di sekitar wilayah Indonesia dan berpotensi kuat menimbulkan bencana alam. Indonesia bukan daerah lintasan siklon tropis tetapi keberadaan siklon tropis akan memberikan pengaruh kuat terjadinya angin kencang, gelombang tinggi disertai hujan deras.

Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak. Abrasi biasanya disebut juga erosi pantai. Kerusakan garis pantai akibat abrasi ini dipicu oleh terganggunya keseimbangan alam daerah pantai tersebut. Walaupun abrasi bisa disebabkan oleh gejala alami, namun manusia sering disebut sebagai penyebab utama abrasi.

Kecelakaan transportasi adalah kecelakaan moda transportasi yang terjadi di darat, laut dan udara.

Kecelakaan industri adalah kecelakaan yang disebabkan oleh dua faktor, yaitu perilaku kerja yang berbahaya (unsafe human act) dan kondisi yang berbahaya (unsafe conditions). Adapun jenis kecelakaan yang terjadi sangat bergantung pada macam industrinya, misalnya bahan dan peralatan kerja yang dipergunakan, proses kerja, kondisi tempat kerja, bahkan pekerja yang terlibat di dalamnya.

Kejadian Luar Biasa (KLB) adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan atau kematian yang bermakna secara epidemiologis pada suatu daerah dalam kurun waktu tertentu. Status Kejadian Luar Biasa diatur oleh Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 949/MENKES/SK/VII/2004.

Konflik Sosial atau kerusuhan sosial atau huru hara adalah suatu gerakan massal yang bersifat merusak tatanan dan tata tertib sosial yang ada, yang dipicu oleh kecemburuan sosial, budaya dan ekonomi yang biasanya dikemas sebagai pertentangan antar suku, agama, ras (SARA).

Aksi Teror adalah aksi yang dilakukan oleh setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan sehingga menimbulkan suasana teror atau rasa takut terhadap orang secara meluas atau menimbulkan korban yang bersifat masal, dengan cara merampas kemerdekaan sehingga mengakibatkan hilangnya nyawa dan harta benda, mengakibatkan

Page 3: Definisi Dan Jenis Bencana

kerusakan atau kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik internasional.

Sabotase adalah tindakan yang dilakukan untuk melemahkan musuh melalui subversi, penghambatan, pengacauan dan/ atau penghancuran. Dalam perang, istilah ini digunakan untuk mendiskripsikan aktivitas individu atau grup yang tidak berhubungan dengan militer, tetapi dengan spionase. Sabotase dapat dilakukan terhadap beberapa sruktur penting, seperti infrastruktur, struktur ekonomi, dan lain-lain.

FASE BENCANA

Listyo Yuwanto

Fakultas Psikologi Universitas Surabaya

 

Pembaca tentu masih mengingat beberapa bencana yang terakhir ini terjadi di Indonesia. Mulai dari erupsi Gunung Rokatenda, erupsi Gunung Sinabung, dan erupsi Gunung Kelud. Pada saat awal terjadinya bencana, banyak media massa yang menyiarkan bencana tersebut, bahkan menjadi berita utama di setiap media massa cetak ataupun elektronik. Dampaknya banyak pihak baik secara perseorangan ataupun organisasi merasa tergerak untuk membantu baik dalam bentuk tenaga ataupun material. Fenomena yang terjadi pasca bencana biasanya agak berbeda dengan pada saat bencana. Saat media massa sudah tidak lagi menyiarkan secara intensif tentang bencana, maka mulai berkuranglah bantuan atau perhatian kepada para korban bencana. Terlebih apabila sudah diberitakan bahwa pengungsi sudah kembali ke daerah atau rumah masing-masing.

Namun, seringkali kita masih dapat melihat ataupun mendengar informasi bahwa pengumpulan bantuan kepada korban bencana alam terus dilakukan. Hal demikian memang wajar terjadi dan seharusnya terus dilakukan karena pasca bencana bukan berarti penanganan atau bantuan kepada korban bencana dihentikan. Pemberian bantuan kepada korban bencana alam dilakukan secara berkelanjutan bukan bermaksud membuat korban menjadi ketergantungan kepada pihak lain, namun bencana memiliki tahapan beserta karakteristiknya sehingga korban bencana tidak dapat dilepas begitu saja. Terdapat tahapan dalam bencana yaitu fase heroic, honeymoon, disillusionment, dan reconstruction.

Fase heroic merupakan fase awal terjadinya bencana, banyak korban bencana tinggal di pengungsian-pengungsian karena kehilangan tempat tinggal ataupun tempat tinggalnya termasuk daerah rawan bencana sehingga tidak dapat ditinggali dalam waktu tertentu. Pada fase ini berita terjadinya bencana tersebar ke mana-mana melalui pemberitaan sehingga banyak pihak yang tergerak memberikan bantuan. Pada fase ini pada pihak pemberi bantuan terasa lebih ringan untuk memberikan bantuan karena banyak pihak yang memberikan bantuan. Kebutuhan utama para korban bencana alam adalah adanya perasaan aman secara fisik dan tercukupinya kebutuhan fisiologis sehingga pemenuhan kebutuhan yang bersifat logistik tergolong mendesak untuk dipenuhi. Pada fase heroic banyak bantuan berupa makanan, pakaian, tenda tempat tinggal, ataupun kebutuhan fisik lain yang dapat disalurkan kepada korban. Namun pada fase ini

Page 4: Definisi Dan Jenis Bencana

seringkali terjadi penyaluran bantuan yang tidak merata, sehingga banyak korban yang belum tersentuh. Mengapa hal ini dapat terjadi? Karena informasi lokasi pengungsian yang tidak sama, terdapat lokasi pengungsian yang berada di pelosok daerah yang sulit dijangkau karena kerusakan yang parah sehingga bantuan tidak mampu masuk. Dampaknya banyak bantuan yang menumpuk di suatu lokasi saja yang mudah dijangkau. Penanganan psikologis pada korban bencana pada fase ini tidak boleh dilupakan selain penanganan kesehatan fisik. Kondisi gangguan psikologis dapat terjadi dimulai dari fase heroic, mungkin pembaca akan langsung menebak terjadi trauma pasca bencana. Tidak selalu berupa trauma sebagai bentuk gangguan psikologis, beberapa bukti penanganan psikologis pasca bencana menunjukkan bahwa kebosanan di tempat pengungsian berpotensi menimbulkan kondisi psikologis yang lebih parah misalnya depresi. Sehingga seringkali dilakukan kegiatan yang terkadang hanya berupa permainan terutama untuk anak-anak, ataupun hiburan seperti musik dan kegiatan yang menyenangkan. Tujuannya mencegah kebosanan dan terjadinya kondisi psikologis yang tidak kondusif.

Saat korban bencana mendapatkan pemenuhan kebutuhan hidupnya yang berasal dari bantuan ataupun perhatian berbagai pihak, korban merasakan beban hidupnya karena bencana mulai berkurang. Hal ini merupakan ciri dari fase honeymoon, berbagai pihak yang memberikan bantuan selau melakukan inventarisasi atau asesmen terhadap kebutuhan korban. Sehingga menumbuhkan harapan bahwa mereka akan dapat hidup seperti kondisi sebelum bencana. Beberapa pihak yang saat bencana kondisi hidupnya tidak menguntungkan bahkan merasakan bencana sebagai berkah karena dengan bencana yang dialami mereka dapat mulai menata hidup yang lebih baik. Banyak pihak yang memberikan perhatian dan fokus pada kondisi korban bencana.

Fase berikutnya adalah fasedisillusionment yang dicirikan dengan banyak masalah terjadi karena para korban mulai ditinggalkan dan dikurangi perhatiannya oleh berbagai pihak pemberi bantuan. Pada fase ini sudah mulai banyak pihak pemberi bantuan yang merasa telah cukup memberikan bantuan dan menghentikan bantuan, pihak-pihak yang semula membuka posko penanganan bencana juga banyak yang kembali karena mulai kekurangan tenaga relawan dan kembali fokus pada kegiatan sebelum bencana. Bagaimana dengan kondisi korban pada fase ini? Mereka belum sepenuhnya siap untuk ditinggalkan, mulai munculah perasaan berputus asa karena kondisinya mulai mengalami kesulitan. Terdapat keinginan bangkit namun sumberdaya yang dimiliki belum siap dan memuhi syarat. Pada fase ini harus segera diikuti dengan fase rekonstruksi yaitu upaya untuk kembali ke kondisi semula sebelum bencana atau paling tidak mengarah pada upaya ke kondisi yang lebih baik dibandingkan saat bencana.

Pada fase rekonstruksi, penanganan secara sistematis dan terstruktur perlu diupayakan. Pemetaan potensi sosial dan psikologis korban bencana dilakukan untuk pemberian berbagai pendampingan dalam bidang kerja ataupun bidang kehidupan yang lainnya. Pembangunan hunian baru bagi korban juga perlu memperhatikan karakteristik sistem sosial korban bencana. Jangan sampai asal dibangun namun pada akhirnya merusak sistem sosial yang selama ini telah tertata dengan baik. Rekonstruksi pendidikan juga perlu diperhatikan tidak hanya bangunan secara fisik namun proses motivasional anak-anak didik dan pendidik. Begitu pula untuk penanganan psikologis pada fase rekonstruksi tetap perlu dilakukan. Fase rekonstruksi ini tidak dapat selesai dalam waktu yang singkat, meskipun berita tentang bencana tersebut sudah tidak lagi terdengar namun fase rekonstruksi tetap berlangsung. Oleh karena itu bantuan dari berbagai

Page 5: Definisi Dan Jenis Bencana

pihak masih dibutuhkan terutama dalam mempercepat fase rekonstruksi. Semoga tulisan ini bermanfaat bagi pembaca.

Update: 17-03-2014 | Dibaca 1964 kali | Download versi pdf: Mengenal-Tahapan-Bencana.pdf

Copyright

© 2015 Universitas Surabaya. Artikel yang ada di halaman ini merupakan artikel yang ditulis oleh staf Universitas Surabaya. Anda dapat menggunakan informasi yang ada pada halaman ini pada situs Anda dengan menuliskan nama penulis (apabila tidak tercantum nama penulis cukup menggunakan nama Universitas Surabaya) dan memasang backlink dengan alamat http://www.ubaya.ac.id/2014/content/articles_detail/116/Mengenal-Tahapan-Bencana.html

KEBIJAKAN DAN PENANGANAN BENCANA

Oleh Untung Tri Winarso, M.Si.

 

 

Berdasarkan perspektif geografi, geologi, klimatologi, dan demografi,

Indonesia berada pada posisi ke 7 sebagai negeri paling rawan akan risiko

bencana alam (UNESCO). Dua di antara kejadian bencana yang terakhir yang

menyebabkan kerusakan sangat besar, kerugian-kerugian dan korban-

korban adalah Tsunami di Aceh (2004) dan gempabumi di Yogyakarta dan

Jawa Tengah (2006). Oleh karena itu, masyarakat Indonesia dituntut untuk

belajar dari itu pengalaman-pengalaman dengan mengidentifikasi semua

aspek yang berhubungan dengan risiko dan kerentanan untuk meningkatkan

kapasitas mengatasi bencana.

 

Indonesia terletak pada persimpangan 4 lempeng tektonik utama  gempa,

tsunami, termasuk jalurPacific Ring of Fire, > 500 gunung berapi, sekitar 128

aktif, pengaruh perubahan iklim kian parah banjir, kekeringan, kebakaran

hutan, kelaparan. Kerentanan Indonesia 383 dari total 440 kabupaten/kota

Page 6: Definisi Dan Jenis Bencana

merupakan kawasan dengan kerentanan cukup tinggi, dengan faktor-faktor

kerentanan, antara lain: kepadatan tidak merata dan sangat tinggi di kota-

kota, kesenjangan tingkat pendapatan yang tinggi, posisi dan kondisi

(konstruksi) bangunan tidak sesuai tingkat ancaman, kawasan rawan

bencana berpenduduk padat

 

Belajar dari pengalaman Jepang yang begitu reaktif dan responsif dalam

menghadapi bencana alam, semestinya demikian pula-lah Indonesia.

Sebagai negri yang sarat bencana dengan bentangan alam yang jauh lebih

luas serta jumlah penduduk yang jauh lebih banyak, semestinya kita tak

bertaruh lagi untuk masalah ini.[1]

Bancana sendiri diartikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang

mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat

yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun

faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,

kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

[2] Definisi yang sama adalah berlangsungnya suatu kejadian bahaya yang

luar biasa yang menimbulkan dampak pada komunitas-komunitas rentan

dan mengakibatkan kerusakan, gangguan dan korban yang besar, serta

membuat kehidupan komunitas yang terkena dampak tidak dapat berjalan

dengan normal tanpa adanya bantuan dari pihak luar.[3]

 

Dari dua pengertian diatas dapat disarikan prasyarat suatu kejadian atau

fenomena alam dapat disebut sebagai bencana ketika terjadi kerugian

materi (harta benda, bangunan fisik) dan timbulnya korban jiwa yang besar,

serta dampak psikologis sehingga kehidupan komunitas yang terkena

dampak tidak dapat berjalan normal tanpa adanya bantuan pihak luar.

Ketika suatu kejadian atau fenomena alam tidak memenuhi prasyarat diatas,

maka hanya disebut bahaya yang mengancam kerugian-kerugian diatas.

Page 7: Definisi Dan Jenis Bencana

 

Kebijakan pemerintah dalam penanggulangan bencana sendiri tertuang

dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan

Bencana. Penanggulangan bencana yang diamanatkan dalam undang-

undang tersebut memuat aktivitas yaitu pencegahan, mitigasi,

kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat, rehabilitasi, dan

rekonstruksi. Semua aktivitas tersebut dilaksanakan dalam rangkaian kerja

holistik-berkesinambunga dengan kerangka menyukseskan pembangunan.

 

Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang

meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya

bencana, kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi.

[4] Dalam definisi diatas tidak memasukkan kegiatan rekonstruksi. Namun

pada prinsipnya upaya penanggulangan bencana mengacu pada siklus

menejemen bencana yang memuat upaya mitigasi, emergensi, rehabilitasi,

dan rekonstruksi.

Kebijakan ini telah lama ditunggu-tunggu oleh sebagian masyarakat

dan stakeholder yang berkepentingan dalam urusan kebencanaan, terkait

Indonesia belum mempunyai undang-undang tentang kebencanaan. Sangat

riskan kiranya dilihat dengan mempertimbangkan kondisi geografi, geologi,

dan demografi Indonesia yang rawan bencana, mulai dari bencana alam

seperti gempa bumi, tsunami, banjir, tanah longsor, angin rebut, kebakaran

hutan. Bahkan bencana sosial seperti konflik antar komunitas sebagai

dampak negatif dari keberagaman adat, budaya, agama, disparitas

pendapatan ekonomi, dan sebagainya.

 

Kebijakan penanggulangan bencana ini termasuk dalam model kebijakan

imperatif. Kebijakan imperatif adalah kebijakan sosial terpusat, yakni seluruh

tujuan-tujuan sosial, jenis, sumber, dan jumlah pelayanan sosial, seluruhnya

Page 8: Definisi Dan Jenis Bencana

telah ditentukan. Seringkali pemerintah di negara-negara berkembang

memilih kebijakan imperatif dimana peran perencanaan pembangunan

sebagian besar dilaksanakan oleh pemerintah.[5]

Berdasarkan keajegan dan keberlanjutannya, kebijakan penanggulangan

bencana termasuk dalam model residual. Menurut model residual, kebijakan

sosial hanya diperlukan apabila lembaga-lembaga alamiah, yang karena

suatu sebab (misalnya keluarga kehilangan pencari nafkah karena

meninggal dunia) tidak dapat menjalankan peranannya. Pelayanan sosial

yang diberikan biasanya bersifat temporer, dalam arti segera dihentikan

manakala lembaga tersebut berfungsi kembali.[6]

Namun, dalam kebijakan tersebut memiliki variable institusional atau

berkesinambungan. Hal tersebut terdapat dalam upaya mitigasi bencana

yang menekankan pada kegiatan-kegiatan pencegahan dan kesiapsiagaan

bencana, meliputi:

a. perencanaan penanggulangan bencana;

b. pengurangan risiko bencana;

c. pencegahan;

d. pemaduan dalam perencanaan pembangunan;

e. persyaratan analisis risiko bencana;

f. pelaksanaan dan penegakan rencana tata ruang;

g. pendidikan dan pelatihan; dan

h. persyaratan standar teknis penanggulangan bencana.

 

Page 9: Definisi Dan Jenis Bencana

Tahap ini di lanjutkan ketika terjadi pada tahap tanggap darurat ketika

terjadi bencana meliputi pengerahan segala sumber daya untuk korban

bencana. Dilanjutkan pada tahap setelah terjadinya bencana yaitu

rehabilitasi dan rekonstruksi yang bersifat pemulihan dan pembangungan

kembali fasilitas-fasilitas sosial dan kehidupan ekonomi masyarakat.

 

Jika tahap setelah terjadi bencana, kegiatan yang diharapkan terus dilakukan

adalah dengan meningkatkan kesiapsiagaan dan pencegahan dampak/risiko

bencana. Melalui pelatihan dan simulasi tindakan ketika terjadi bencana

pada lembaga-lembaga pendidikan, perusahaan, pemerintahan, dan

sebagainya. Aktivitas tersebut bertujuan untuk menyadarkan masyarakat

untuk mengetahui tentang kebencanaan (awernes) dan pengorganisasian

masyarakat dalam kerangka advokasi.  Memang kebijakan ini disiapkan

untuk menangani bencana dengan segala perangkatnya secara holistik dan

berkesinambungan.

 

Tujuan

Dalam UU No. 24 Tahun 2007, tujuan yang dirumuskan adalah:

1. memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana;

2. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada;

3. menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara

terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh;

4. menghargai budaya lokal;

5. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta;

6. mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan

kedermawanan; dan

7. menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,

dan bernegara.

Page 10: Definisi Dan Jenis Bencana

 

Perlindungan kepada masyarakat dari ancaman bencana dilakukan dalam

tahap-tahap mitigasi dan kesiapsiagaan bencana untuk mengurangi risiko

bencana. Aktivitas yang dilakukan antara lain pengkajian dan risiko dan

kerentanan, penanggulangan dampak risiko bencana, pendidikan dan

pelatihan kesiapsiagaan bencana. Upaya ini termasuk dalam kebijakan

pencegahan terhadap risiko bencana.

 

Menyelaraskan kebijakan atau peraturan perundang-undangan yang ada

adalah menyempurnakan kebijakan sosial kebencanaan yang sebelumnya

ada, kebijakan sebelumnya tersebut masih bersifat parsial. Kemampuan

Indonesia untuk menanggulangi bencana dapat dilihat dari beberapa

dimensi, yaitu dimensi filsafat dan paradigma, kebijakan, struktur,

mekanisme, program dan kegiatan. Dari segi filsafat dan paradigma,

penanggulangan bencana di Indonesia pada masa lalu lebih banyak diwarnai

oleh paradigma fatalistik-responsif. Bencana dianggap sebagai suatu

kutukan dari Tuhan dan tidak terlalu banyak yang dapat dilakukan oleh

rakyat kecuali melakukan tanggapan darurat terhadap peristiwa dan dampak

bencana yang baru saja terjadi.[7]

 

Regulasi sebelum UU No.24 Tahun 2007 hanyalah setingkat keputusan

presiden, antara lain Keppres No. 3 Tahun 2001 tentang Badan Koordinasi

Nasional Penanganan Bencana dan Penanggulangan Pengungsi, Keppres No.

111 tahun 2001 tentang Perubahan atas Keppres RI No. 3 tahun 2001, dan

Pedoman Umum Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang

ditetapkan melalui Keputusan Sekretaris Bakornas PBP No. 2 tahun 2001.

Keputusan Presiden No. 28 tahun 1979 Tentang Badan Koordinasi Nasional

Penanggulangan Bencana Alam (BAKORNAS PBA). Pada tahun 1990, melalui

Keppres No. 43 tahun 1990, Badan tersebut disempurnakan menjadi Badan

Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana (BAKORNAS PB) yang tidak

Page 11: Definisi Dan Jenis Bencana

hanya berfokus pada bencana alam belaka, namun juga berfokus pada

bencana oleh ulah manusia (man-made disaster) (Sekretariat Bakornas PBP,

2001). Selanjutnya, Keppres ini disempurnakan lagi dengan Keppres Nomor

106 tahun 1999 yang memberikan tugas tambahan kepada Bakornas PBP

untuk juga menangani dampak kerusuhan sosial dan pengungsi. Namun usia

Keppres No. 106 tahun 1999–pun tidak bertahan lama. Sebabnya antara lain

pembubaran Departemen Sosial pada era tersebut yang menyebabkan

Bakornas PBP kehilangan salah satu organnya. Menyadari kejadian tersebut,

Pemerintah kemudian menerbitkan Keppres No. 3 tahun 2001 tentang

Bakornas Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang

diketuai oleh Wakil Presiden dan Sekretaris Wakil Presiden secara ex

officio menjadi Sekretaris Bakornas PBP.[8]

Sedangkan Jepang yang memiliki kerentanan hampir sama dengan Indonesia

telah mempunyi regulasi tentang kebencanaan sejak 1880 yaitu Provision

and Saving Act for Natural Disaster. Dan pada tahun 1961

melahirkan Disaster Countermeasures Basic Act (1961) yang mengatur dan

memiliki sejumlah elemen antara lain :

Pendirian Dewan Penanggulangan Bencana (Disaster Management

Council) di tingkat nasional, prefektur, kota/ municipality berkoordinasi

dengan organisasi-organisasi multi sektoral.

Pemantapan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster Management

Plan) di tingkat nasional, prefektur, dan kota/ municipality.

Pemantapan markas pusat yang bersifat ad hoc dan kerjasama

multisektoral untuk respon gawat darurat.[9]

 

Regulasi terakhir mengenai penanggulangan bencana bertujuan menagani

bencana secara integral, koodinatif, holistik, dan terencana. Mainstream

yang digunakan adalah menyukseskan pembangunan, sebab ketika terjadi

banyaknya kerugian infrastruktur seperti jembatan, bangunan perkantoran,

pasar, sekolah, rumah sakit tentunya menghambat pembangunan.

Kongkritnya anggaran yang dapat dialokasikan untuk kesejahteraan rakyat

dikurangi atau paling tidak dialihkan pada pembangunan kembali

Page 12: Definisi Dan Jenis Bencana

infrastruktur yang rusak. Dari dimensi pembangunan manusia, bencana

menghambat pengembangan kualitas manusia pada tersendatnya

penyelenggaraan pendidikan, ekonomi, sosial, dan kesehatan yang lambat

laun akan menurunkan kualitas pembangunan manusia. Angka kemiskinan

sudah barang tentu akan meningkat ketika masyarakat kehilangan harta

benda dan akses sosial.

 

Pelayanan sosial dan atau perlindungan sosial penanggulangan bencana

yang secara menyeluruh dikaitkan dengan siklus menejemen bencana, yaitu

tahap pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan, peringatan dini, tanggap darurat

(emergensi/relief), rehabilitasi, dan rekonstruksi.

 

Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan

sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman

bencana. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko

bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan

peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. Kesiapsiagaan

adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana

melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan

berdaya guna.

 

Peringatan dini adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera

mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada

suatu tempat oleh lembaga yang berwenang. Tahap taggap darurat adalah

adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat

kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang

meliputi kegiatan  menyelamatan dan evakuasi korban, harta benda,

pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,

penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana

Page 13: Definisi Dan Jenis Bencana

 

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik

atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah paska bencana

dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar

semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah

pascabencana.

Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana,

kelembagaan pada wilayah paska bencana, baik pada tingkat pemerintahan

maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya

kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban,

dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan

bermasyarakat pada wilayah paska bencana.

 

Standar minimum dalam respon bencana memuat lima hal; (1) Standar

minimum semua sektor, (2) Pasokan air bersih, sanitasi dan penyuluhan

kebersihan (3) Ketahanan pangan, gizi dan bantuan pangan, (4) Hunian,

penampungan dan bantuan non pangan dan (5) Pelayanan Kesehatan.

[10] Terutama dalam masa tanggap darurat perlindungan bagi para 

penyintas (survivor) difokuskan pada ketersediaan pangan, sandang,

ketersediaan air bersih dan sanitasi, layananan kesehatan, dan perumahan

sementara untuk para pengungsi. Sementara pada tahap rehabilitasi

diarahkan pada ketersediaan akses ekonomi seperti perbaikan jalan,

pengadaan alat transportasi, pasar, jembatan; pembuatan sekolah dan

rumah sakit darurat.  Dan pada tahap rekonstruksi adalah pembangunan

akses ekonomi, sosial, kesehatan seperti pembangunan pasar, gedung

perkantoran, sekolah, rumah sakit/puskesmas, pembagunan rumah bagi

korban.

 

Page 14: Definisi Dan Jenis Bencana

Kebutuhan dasar dalam kerangka pengembangan manusia (human

development) untuk peningkatan kapasitas dan keberfungsian individu pada

saat bencana harus terpenuhi, pasalnya komunitas tidak berdaya dan tidak

mampu mengatasi persoalan tanpa bantuan orang lain. Kebutuhan dasar

yang harus terpenuhi yaitu, nutrisi, pelayanan kesehatan, pedidikan, dan

perumahan.[11]

 

Partisipasi dapat diartikan sebagai keikutsertaan dan proses memberikan

wewenang lebih luas kepada komunitas untuk secara bersama-sama

memecahkan berbagai persoalan, menyediakan kesempaan untuk ikut

bagian dan memiliki kewenangan dalam proses pegambilan keputusan dan

alokasi sumber daya dalam kegiatan menejemen bencana. Tujuannya adalah

memecahkan persoalan dengan lebih baik dengan mempertimbangkan

kontribusi dan peran komunitas.

 

Partisipasi komunitas bertujuan untuk mencari jawaban atas masalah

dengan cara kebih baik, dengan memberikan kontribusi sehingga

implementsi kegiatan berjalan lebih efektif, efisien, dan berkelanjutan.

Partisipasi komunitas dilakukan mulai dari tahapan kegiatan pembuatan

konsep, konstruksi, operasional-pemeliharaan, serta evaluasi dan

pengawasan.[12]

 

Secara sederhana pengelompokan stakeholder dikelompokan menjadi aktor

dalam dan aktor dalam. Aktor dalam merujuk pada para individu, organisasi,

dan pemangku kepentingan yang berada dalam komunitas, seperti

karangtaruna dan seluruh anggota komunitas yang tercakup di dalam

organisasi komunitas untuk pengelolaan bencana (Community Based

Disaster Management). Aktor luar merujuk pada sector-sektor dan lembaga-

lembaga yang terletak di luar komunitas dan ingin mengurangi kerentanan

Page 15: Definisi Dan Jenis Bencana

dan meningkatkan kapasitas mereka dalam mengelola bencana, seperti

departemen dan lembaga pemerintah, LSM, PBB, sektor swasta dan lembaga

luar lainnya

 

Tujuan menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat,

berbangsa, dan bernegara sesungguhnya mengantisipasi dampak bencana

sosial. Bencana sosial dapat diartikan sebagai bencana yang ditimbulkan

oleh faktor manusia. Seperti konflik bersenjata, penggusuran, terorisme, dan

lain sebagainya. Disebut becana sosial karea disebabkan oleh perilaku atau

ulah manusia, baik dalam pengelolaan lingkungan, perebuatan sumber daya,

permasalahan ras dan kepentingan lainnya yang dapat menimbulkan

ketidakharmonisan dan ketidaksesuaian.

 

Jenis Cakupan dan Target Group

Menurut Edi Suharto yang mengutip Spicker:1995 dan Thompson:2005

menerangkan bahwa tradisi kebijakan sosial pemerintah di Negara-negara

maju mencakup ketetapan atau regulasi mengenai lima bidang pelayanan

sosial, yaitu, jaminan sosial, pelayanan perumahan, kesehatan, pendidikan

dan pelayanan atau perawatan personal.[13] Pemerintah Republik Indonesia

melalui UU No. 24 Tahun 2007 sebagai wujud kewajiban negara (state

obligation) dalam memenuhi hak-hak sosial warganya. Perwujudan

pemenuhan hak sosial tersebut terdapat dalam pemenuhan kebutuhan dasar

warga negara dalam keadaan paska bencana. Selain itu guna melindungi

warga negara dari ancaman dampak bencana alam ataupun bencana sosial

melalui upaya pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan.

 

Kelima pelayanan sosial yang dicakup oleh undang-undang tersebut

serentak dilakukan ketika terjadi bencana, tujuannya adalah masyarakat

Page 16: Definisi Dan Jenis Bencana

yang terkena dampak bencana dapat cepat pulih dari kondisi terpuruk

kepada kondisi normal bahkan lebih baik dari sebelumnya. Program bantuan

sosial (social assistance) diberikan kepada keluarga dan individu yang

mengalai kerugian fisik, kehilangan pekerjaan, kehilangan anggota keluarga.

Misalnya jatah hidup (living cost) pada keluarga korban gempa bumi

Yogyakarta tahun lalu yang besarnya Rp. 90.000 selama tiga bulan. Pada

keyataannya tidak terbukti secara pasti, hanya diberikan satu kali dan itupun

pembagiannya belum merata, di sebagian wilayah Bantul besaran yang

diterima warga ada yang mencapai angka 260 ribu perkepala keluarga

sementara dibagian wilayah yang lain rata-rata hanya menerima 90 ribu

rupiah, adapula mereka yang sama sekali tidak mendapatkannya.[14]

 

 

Pelayanan perumahan pada masa tanggap darurat disediakan dalam bentuk

posko-posko pengungsian dalam bentuk tenda atau gedung yang dianggap

aman. Pada tahap rehabilitasi disediakan tempat tinggal sementara

(temporary shelter) dari bahan bambu dan terpal plastik. Pada tahap

rekonstruksi, pemerintah menyediakan dana rekonstruksi (dakon) bagi

korban dengan tiga kriteria; rumah roboh atau rusak berat 

sebesar Rp.15.000.000,-, rumah rusak sedang Rp. 4.000.000,-, dan rumah

rusak ringan Rp.1.000.000,- melalui skema kelompok masyarakat (pokmas),

penggantian lahan tempat tinggal dan usaha bagi korban luapan lumpur

(Lapindo) di Sidoarjo.

 

Pelayanan kesehatan gratis untuk korban luka-luka dijamin selama masa

rehabilitasi dan penyembuhan. Begitu pula dengan pendidikan gratis bagi

anak korban bencana gempa bumi di Yogyakarta selama satu semester.

Pelayanan perseorangan terutama penderita gangguan fisik dan mental juga

disediakan beberapa bulan paska gempa maupun perlindungan pada

kelompok rentan; perempuan, anak, manula, dan kaum difable.

Page 17: Definisi Dan Jenis Bencana

 

Nah, sasaran kebijakan (target group) dari kebijakan ini adalah seluruh

warga negara yang terkena dampak bencana, baik bencana alam maupun

bencana sosial. Tanpa memperhitungkan kontribusi pada negara, mereka

berhak mendapat pelayanan sosial dalam kondisi ketidakberdayaan dan

ketidakberfungsian individu dan institusi.

 

Kebijakan ini termasuk dalam kategori instrument wajib (compulsory

Instrumen) atau instrument instruksi atau tindakan langsung ke sasaran baik

individu maupun perusahaan. Instrument intruksi yang ada berbentuk

regulasi yang dimaksudkan membatasi perilaku individu, masyarakat, dan

perusahaan baik perusahaan swasta maupun perusahaan publik. Regulasi

juga dapat berbentuk penentan standar, prosedur perijinan, larangan

perilaku tertentu, dan perintah untuk melakukan tindakan.[15] Regulasi

penanggulangan bencana kiranya tepat dikategorikan sebagai perintah

untuk melakukan tindakan.

 

Dari segi anggaran, perubahan radikal yang diamanatkan oleh undang-

undang tersebut adalah merubah anggaran bencana dari dana tak tersangka

yang aksesnya sangat terbatas menjadi masuk dalam salah satu item pos

anggaran baik APBN dan APBD. Hal ini dirasakan penting berlandaskan

paradigma bahwa bencana dapat menghambat proses pembangunan,

tentunya apabila tidak diantisipasi akan lebih banyak anggaran untuk

membiayai kerugaian yang dialami pemerintah dan masyarakat.

 

Untuk melaksanakan kebijakan tersebut, ada empat stakeholder yang

terlibat dalam penanggulangan bencana yang terdapat di dalam

UU No.24 Tahun 2007. yaitu Pemerintah dalam hal ini Badan Nasional

Page 18: Definisi Dan Jenis Bencana

Penaggulangan Bencana, Pemerintah daerah dalam hal ini Badan

Penanggulangan Bencana Daerah, lembaga usaha, dan lembaga

internasional da lembaga asing nonpemerintah. Dua pemangku kepentingan

pertama merupakan bentuk tanggungjawab/kewajiban pemerintah dalam

melindungi dan menyediakan layanan pada warganya, sedangkan dua

pemangku kepentingan terakhir adalah wujud partisipasi dan kemitraan

yang digalang oleh pemerintah untuk menanggulangi bencana. Namun

pemerintah pusat tetap mempunyai wewenang dan tanggungjawab besar

dalam memutuskan dan melaksanakan undang-undang ini, seperti

memutuskan tidakan yang dilakukan waktu bencana terjadi, penetapan

status dan tingkatan bencana nasional dan daerah, penentuan kebijakan

kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan negara lain, badan-

badan, atau pihak-pihak internasional lain, dan sebagainya.

 

 

Implementasi

Pelaksanaan kebijakan penanggulangan bencana yang baru ditetapkan pada

26 April 2007 memang masih belum terlihat secara nyata dari segi hasil dan

capaian-capaiannya. Sebagai kebijakan yang menyelaaskan dan

menyempurnakan kebijakan sebelumnya yang bersifat ad hoc. Pelaksanaan

penanggulangan bencana masih terlihat pada upaya tanggap darurat ketika

terjadi bencana, seperti di Bengkulu dan Dompu. Upaya mitigasi dan

kesiapsiagaan terjadi ketika Gunung Kelud meletus di Kediri dan Blitar, Jawa

Timur dengan memindahkan penduduk di kawasan rawan bencana 1 an 2 ke

tempat pengungsian yang lebih aman.

 

Walau demikian, penanggulangan bencana di kawasan Kelud, yaitu

Kabupaten Kediri dan Blitar belum memadai. Selain tidak fokus, program-

program yang dibuat setiap tahun lebih banyak berbentuk respon daripada

Page 19: Definisi Dan Jenis Bencana

pengurangan risiko. Misalnya, kegiatan monitoring daerah rawan bencana.

Selain itu, program daerah baru sebatas penguatan institusi

penanggulangan bencana. Anggaran yang dialokasikan hanya Rp

270.706.600. Jumlah itu jauh lebih kecil daripada pembiayaan pembangunan

jaringan listrik dan prasarana objek wisata Kelud. Anggarannya sembilan kali

lipat lebih besar atau senilai Rp 2.496.374.200.[16]

 

Pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah

seringkali tidak diiringi dengan pengalihan tanggung jawab pelayanan dan

perlindungan kepada rakyat. Akibatnya pada saat bahaya terjadi, tanggapan

pemerintah daerah cenderung lambat dan seringkali mengharapkan

tanggapan langsung dari pemerintah pusat. Di lain pihak, pada saat

bencana, kurangnya koordinasi antar tataran pemerintahan menghambat

pemberian tanggapan yang cepat, optimal, dan efektif.

 

Sebelum ditetapkannya UU No.24 Tahun 2007 Tentang Penaggulangan

Bencana, pemerintah melalui Bappenas telah menyusun dokumen Rencana

Aksi Nasional Pengurangan Risiko Becana. Tujuan penyusunan rencana aksi

ini adalah untuk mendukung perumusan kebijakan dan pengawasan dalam

pelaksanaan kegiatan pengurangan risiko bencana, sehingga sasaran

dokumen ini lebih pada pengendalian kegiatan yang berkelanjutan, terarah

dan terpadu. Saat ini, di beberapa daerah sedang giat untuk menyusun

rencana aksi daerah pengurangan risiko bencana.

Sejauh ini belum terdapat aturan atau regulasi pendukung untuk

pelaksanaan yang lebih bersifat teknis. Semisal Kepres pembentukan Badan

Nasional Penanggulangan Bencana dan Kepres yang mengatur keterlibatan

lembaga internasioal dan lembaga asing nonpemerintah yang diamanatkan

undang-undang. Jika aturan pendukung tersebut tidak segera dibentuk,

maka kemungkinan besar pelaksanaan di lapangan akan terhambat, tidak

terkoordinasi dengan baik, dan kendala teknis lainnya akan muncul.

Page 20: Definisi Dan Jenis Bencana

 

Sebagai negara rawan bencana, Indonesia sangat terlambat dalam

mengantisipasi dan menangani dampak bencana. Hal ini dapat dibuktikan

dengan keterlambatan pemerintah mengeluarkan regulasi berbentuk

undang-undang yang mengatur penanggulangan bencana secara

berkelanjutan atau berkesinambungan. Sebelumnya, regulasi hanya

bersifat ad hoc sehingga penanganan bencana dijalankan parsial dan tidak

terkoordininasi dengan baik sesuai siklus menejemen bencana.

 

Namun, dengan hadirnya undang-undang bencana dapat mengobati rasa

haus masyarakat sipil yang menambakan penanganan bencana secara

integratif. Pasalnya, telah terjadi beberapa perubahan paradigma dalam

penanggulangan bencana, diantaranya paradigma linear ke siklus, dari

responsif ke pengelolaan, dari karikatif ke pemberdayaan, dan dari

mengelola dampak ke mereduksi risiko.

 

Dengan hadirnya kebijakan ini, diharapkan penanganan bencana akan lebih

baik dikemudian hari, kapasitas masyarakat meningkat, kehidupan korban

cepat pulih dan dapat lebih baik, masyarakat berdaya dan tanggap akan

bencana dapat tercapai daripada memandang bencana an sich sebagai

takdir. Upaya monitoring dan evaluasi semua pihak yang berkepentingan

terutama masyarakat menjadi elemen yang sangat penting terkait anggaran

dan pelaksanaan kebijakan demi kesejahteraan masyarakat Indonesia.

 

 

 

Page 21: Definisi Dan Jenis Bencana

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

Benson, Charlotte, John Twigg, Tiziana Rossetto (2007), Perangakat untuk

Mengarusutamakan Pengurangan Risiko Bencana: Catatan Panduan bagi

Lembaga-Lembaga yang Bergerak dalam Bidang Pembangunan, (Trj.)

Laurentia Sumarni, Valentinus Irawan, Yogyakarta: ProVention

Consortium, Hivos Kantor Regional Asia Tenggara, CIRCLE Indonesia.

 

Midgley, James, Michael Sherraden (1999), “The Social Development

Perspective in Social Policy”, on James Midgley, Martin B. Tracy, Michelle

Livermore, The Handbook of Social Policy, USA: Sage Publications.

Page 22: Definisi Dan Jenis Bencana

 

Paripurno, Eko Teguh (ed.) (2007), Berkawan dengan Ancaman: Strategi dan

Adaptasi Mengurangi Risiko Bencana, Jakarta: WALHI.  

 

Subarsono, AG. (2006), Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan

Aplikasi, cet.II, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

 

Suharto, Edi (2005) , Analisa Kebijakan Publik: Panduan Praktisi Mengkaji

masalah dan Kebijakan Sosial,cet.II, Bandung: Alfabeta.

KELOMPOK RENTAN BENCANA

kelompok rentan yang harus diutamakan saat melakukan evakuasi saat bencana melanda suatu

daaerah. Mereka adalah orang tua lanjut usia, wanita hamil, orang sakit, anak-anak dan penyandang

difabel (cacat tubuh/orang berkebutuhan khusus). Mereka hampir disetiap peristiwa bencana, kelompok

ini paling banyak menjadi korban.” Kata Syamsul Maarif, Kepala BNPB, dalam seminar dengan tema

Peran Pemuda dalam Penanggulangan Bencana, yang berlangsung hari sabtu (21/13).

Pernyataan Pak Syamsul, begitu sapaan akrabnya, tidak terlalu salah, karena semua media massa yang

memuat berita tentang bencana selalu menginformasikan banyaknya jumlah korban, disamping aneka

kerusakan yang diakibatkan oleh bencana, selalu saja korbannya adalah anak-anak dan orang tua,

contohnya korban banjir di Lamongan dan Bojonegoro, belum lagi di daerah lain.

Mereka sering menjadi korban karena ketidak berdayaannya dalam menyelamatkan diri, sedang pada

saat terjadi bencana, masing-masing orang sibuk melakukan penyelamatan harta benda dan diri

pribadinya sendiri. Sementara, para relawan memberi bantuan evakuasi pun masih terbatas pada yang

terlihat dan terdekat dengannya. Setelah kondisi memungkinkan, baru melakukan penyisiran mencari

korban yang tertinggal, khususnya mereka yang tergolong rentan dan terlupakan.

Menurut BNPB, kerentanan itu sebuah kondisi dari seseorang atau masyarakat yang mengarah atau

menyebabkan ketidak mampuan dalam menghadapi bencana. Tidak ada salahnya jika relawan

membantu mengatasi kerentanan untuk mengurangi jumlah korban. Apalagi, dalam banyak kasus,

banyaknya korban jiwa terjadi karena datangnya bencana tidak diantisipasi. Dengan demikian, melalui

Page 23: Definisi Dan Jenis Bencana

seminar semacam ini merupakan langkah nyata untuk menyiapkan diri sedini mungkin menghadapi

berbagai bencana yang kemungkinan muncul, mengingat Indonesia merupakan etalase bencana yang

perlu diwaspadai dan diantisipasi melalui berbagai cara oleh siapa saja, termasuk komunitas relawan

Indonesia sebagai kelompok studi kebencanaan.

Inilah pentingnya sosialisasi pengurangan resiko bencana kepada masyarakat, khususnya di daerah

yang memiliki potensi bencana atau daerah rawan bencana, sehingga masyarakat sendiri memahami

dan siap menghadapi jika terjadi bencana. Mengingat ketika bencana, maka yang pertama kali

merasakan adalah masyarakat itu sendiri. Dengan mengetahui kerawanan dan potensi bencana,

diharapkan masyarakat lebih siap sebelum bantuan dari luar datang. Disinilah peran relawan diperlukan

dalam hal penyadaran akan pentingnya PRB, Kata Ayiek Parabola, anggota Komunitas Relawan

Indonesia (K.R.I).

Seminar yang dihadiri oleh berbagai unsur relawan di Jawa Timur ini, juga diramaikan oleh kedatangan

40 siswa Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Mojosari, Mojokerto, binaan Hajjah Alifiyah Al-Hakim. Sebagai

kader muda yang tergabung dalam Komunitas Relawan Indonesia cabang Mojokerto, mereka sangat

antusias mengikuti seluruh sajian materi seminar.

Semangat mereka perlu mendapat apresiasi dan dipupuk sehingga konsep saling sinau yang

dikembangkan oleh K.R.I, benar-benar terasakan manfaatnya. Sebagai relawan muda, mereka bisa

membantu melakukan sosialisasi kepada teman-teman sebayanya terkait dengan masalah kerentanan

dan potensi bencana di Jawa timur.

Dimana, berdasar tipe bencana yang tercantum di dalam UU nomor 24 tahun 2007, propinsi jawa timur

berpotensi terkena 13 jenis bencana, yaitu, banjir, kekeringan, tsunami, gempa bumi, letusan gunung api,

longsor, cuaca ekstrim (puting beliung), gelombang ekstrim dan abrasi, kebakaran gedung dan

pemukiman, konflik sosial/kerusuhan, epidemik dan wabah penyakit serta kegagalan teknologi.

(htt://dibi.bnpb.go.id). Sedang menurut BPBD Jatim, ada 17 Kabupaten/Kota yang rawan bencana,

seperti Bondowoso, Pasuruan, Pacitan, Trenggalek, Tulungagung, Madiun, dan Ponorogo. Potensi

bencananya adalah banjir, banjir bandang, gempa dan longsor.

Seminar yang diselenggarakan di Rumah Budaya Joglo Kadiren (rumbu joka), Sidorjo ini merupakan

upaya membuka cakrawala baru bahwa peran pemuda (relawan) dalam sosialisasi pengurangan resiko

bencana untuk mengurangi tingkat kerentanan, juga penting dilakukan, sekaligus upaya meningkatkan

koordinasi antar kelompok relawan yang ada agar dicapai kesepahaman dalam upaya penanggulangan

bencana, baik itu sebelum, sesaat dan sesudah terjadi bencana.

“Yang jelas kegiatan seminar semacam ini perlu diadakan secara berkala untuk mempererat pertemanan

sekaligus sebagai media tukar informasi dan berdiskusi untuk memberikan masukan kepada pihak-pihak

yang berkepentingan terhadap penanggulangan bencana, sehingga keberadaan dan keterlibatan relawan

semakin diperhatikan.” Ujar Echa, peserta seminar dari Unitomo Surabaya. *[eBas]

PENGURANGAN RESIKO BENCANA

Page 24: Definisi Dan Jenis Bencana

Pengurangan Resiko Bencana (PRB) 

Pengurangan resiko bencana adalah salah satu system pendekatan untuk mengindentifikasi,

mengevaluasi dan mengurangi resiko yang diakibatkan oleh bencana . Tujuan utamanya untuk

mengurangi resiko fatal dibidang social , ekonomi dan juga lingkungan alam serta penyebab

pemicu bencana: PRB sangat dipengaruhi oleh penelitian masal pada hal-hal yang mematikan,

dan telah dicetak /dipublikasikan sejak pertengahan tahun 1970.

Ini merupakan bentuk tanggung jawab dan perkembangan dari agen sejenis Badan Penyelamat,

dan seharusnya kegiatan ini berkesinambungan, serta menjadi bagian dari kesatuan kegiatan

organisasi ini, tidak hanya melakukannya secara musiman pada sa'at terjadi bencana. Oleh

karenanya jangkauan(PRB) sangat luas. Cakupannya lebih luas dan dalam, dibanding manajemen

penanggulangan bencana darurat yang biasa, PRB dapat melakukan inisiatif kegiatan dalam

segala bidang pembangunan dan kemanusiaan.

 

Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merumuskan PRB sebagai agen

sejenis UNISDR dan UNDP:

"Kerangka konsep kerja yang bagian-bagiannya telah mempertimbangkan segala kemungkinan

untuk memperkecil resiko kematian dan bencana melalui lingkungan masyarakat, untuk

menghindari (mencegah) atau untuk membatasi ( menghadapi dan mempersiapkan) kemalangan

yang disebabkan oleh marabahaya, dalam konteks yang lebih luas dari pembangunan yang

berkelanjutan”.

 

Sejak tahun 1970 evolusi pemikiran dan praktek managemen bencana telah mengalami

kemajuan pengertian yang semakin luas dan dalam, tentang mengapa bencana alam terjadi,

disertai oleh pendekatan dan analisa secara menyeluruh yang lebih terfokus, untuk mengurangi

resikonya pada masyarakat. Paradigma managemen modern – Pengurangan Resiko Bencana

(PRB), merupakan langkah terbaru dalam bidang ini. PRB secara resmi merupakan konsep

baru,Namun pemikiran dan prakteknya telah diterapkan jauh sebelum konsep ini dicetuskan, dan

sekarang PRB telah diterapkan oleh organisasi internasional, pemerintah, perancang bencana

dan organisasi kemasyarakatan. 

PRB merupakan konsep yang mencakup segala bidang, dan telah terbukti sulit untuk

mendefinisikan atau menjelaskan secara rinci, namun cakupan idenya sangat jelas. Tak dapat

dihindari, ada beberapa definisi istilah yang dipakai dalam buku pedoman, tetapi pada umumnya

artinya mudah dimengerti dan diterapkan dalam cakupan pembangunan, dalam kebijakan-

kebijakan, strategi dan praktek, untuk mengurangi resiko kematian dan kerugian akibat bencana

pada masyarakat. Istilah "Managemen Pengurangan Resiko Bencana” sering digunakan dalam

konteks dan arti yang sama; pendekatan systematis, untuk mengindentifikasi, mengevaluasi dan

mengurangi segala resiko yang berkaitan dengan malapetaka (marabahaya) dan kegiatan

manusia. Sangat layak diterapkan operasional PRB; Implementasi praktis dari inisiatif PRB.

SELF COMMUNITY

Page 25: Definisi Dan Jenis Bencana

PERMASALAHAN PENANGGULANGAN BENCANA

Tugas Pokok dan Fungsi

Permasalahan Bidang Penanganan Pra BencanaBeberapa permasalahan yang terkait dengan bidang pencegahan dan kesiapsiagaan  sebagai berikut:

1. Kondisi  geografis  Kabupaten  Bangli  yang  rawan  akan  bencana  alam (Gunung berapi, gempa bumi, tanah longsor, pohon tumbang, banjir, kekeringan, kebakaran dll)

2. Kondisi  bangunan  rumah  penduduk  dan  sarana  Pemerintahan  banyak yang rusak dan tidak memadai. Hal ini sangat membahayakan bila terjadi bencana;

3. Pertambahan penduduk yang tinggi akan menyulitkan penanganan penanggulangan bencana;4. Belum sepenuhnya penyelenggaraan penanganan bencana di Kabupaten Bangli dilaksanakan sesuai

dengan UU Nomor 24 Tahun 2007 terutama untuk kewenangan-kewenangan yang sebelumnya sudah ada di SKPD selain BPBD;

5. Terbatasnya   anggaran   yang   tersedia   di   masing-masing   SKPD   bagi kegiatan    penyelenggaraan    penanggulangan    bencana    di Kabupaten Bangli;

6. Adanya perubahan iklim global yang berpotensi meningkatkan intensitas bencana alam di duni ;7. Adanya keterbatasan sarana komunikasi di daerah sehingga menghambat kecepatan penyebaran arus data

ke pusat maupun daerah lain;8. Luasnya cakupan wilayah penanganan penanggulangan kebencanaan dengan jenis potensi bencana yang

beragam; dan9. Masih  rendahnya  pemahaman  masyarakat  dan  aparat  Pemerintahan dalam menyikapi kondisi alam

yang rawan bencana.

Permasalahan Bidang Penanganan pada saat terjadi bencanaBeberapa    permasalahan    yang    terkait    dengan    bidang ketanggapdaruratan dan logistik sebagai berikut:

1. Belum  memadainya prosedur dan regulasi sebagai pedoman penyelenggaraan penanganan bencana di Indonesia termasuk belum terpenuhinya seluruh amanah aturan dan regulasi yang  dikehendaki Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;

2. Masih tersebar dan belum terbangun Sistem informasi dan komunikasikebencanaan secara terpadu dan terintegrasi dari tingkat bawah sampai kabupaten;

3. Kurang tersedianya anggaran yang memadai dalamrangka penanggulangan bencana;4. Kurang terpadunya  penyelenggaraan  penanganan  bencana  dan  masihberjalan secara sektoral;5. Belum optimalnya koordinasi pelaksanaan penanggulangan bencana; dan6. Masih terbatasnya sarana  dan prasarana dalampenyelenggaraan penanggulangan7. Belum memiliki SOP (Standar  Operational  Prosedur)  enanggulangan Bencana yang optimal.

Permasalahan Bidang Penanganan Pasca / setelah terjadi bencanaBeberapa permasalahan yang terkait dengan bidang Rehabilitasi dan Rekonstruksi  sebagai berikut:

1. Basis data yang tidak termutakhirkan dan teradministrasi secara reguler;2. Penilaian  kerusakan  dan  kerugian  setelah  terjadi  bencana  yang  tidak akurat;3. Keterbatasan peta wilayah yang meyebabkan terhambatnya elaksanaan analisa kerusakan spasial;4. Koordinasi pinalainkerusakan dan kerugianserta perencanaan rehabilitasi dan rekontruksi yang terpusat;5. Keterbatasan alokasi pendanaan bagi rehabilitasi dan rekontruksi yang berasal dari anggaran daerah

PERAN PERAWAT DALAM MANAJEMEN BENCANA

Peran Perawat dalam Manajemen Bencana

Agu 23

Page 26: Definisi Dan Jenis Bencana

Apa sih peran perawat pada saat bencana??

Hmmm…pastilah ada..hehe,,coz perawat merupakan salah satu dari sekian banyak tenaga

kesehatan yang punya andil besar didunia persilatan,,ehh dunia kesehatan ;)

So,,bwt sobat2 yg ambil jrsan perawat, bkerja sbg perawat, org tua perawat , suami/istri

perawat, kakek nenek perawat *maksa.com*,, pastilah harus tahu deskripsi peran perawat

yg sebenarnya dalam menanggulangi bencana..

Nihh dia,,silahkan diliat SOB  ^–^

Fase-Fase Bencana

Menurut Barbara Santamaria (1995), ada 3 fase dalam terjadinya suatu bencana yaitu;

–fase preimpact,

–fase impact

–fase postimpact

1. Fase preimpact merupakan warning phase, tahap awal dari bencana. Informasi didapat

dari badan satelit dan meteorologi cuaca. Seharusnya pada fase inilah segala persiapan

dilakukan baik oleh pemerintah, lembaga, dan warga masyarakat.

2. Fase impact merupakan fase terjadinya klimaks dari bencana. Inilah saat-saat dimana

manusia sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup (survive). Fase impact ini terus

berlanjut hingga terjadi kerusakan dan bantuan-bantuan darurat dilakukan.

3. Fase postimpact adalah saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase darurat,

juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi komunitas normal.

Secara umum dalam fase postimpact ini para korban akan mengalami tahap respon

psikologis mulai penolakan, marah, tawar-menawar, depresi hingga penerimaan.

TIM BANTUAN KESEHATAN (BERDASARKAN KEPMENKES 066/MENKES/SK/II/2006)

Tim yang Diberangkatkan Berdasarkan Kebutuhan setelah Tim Gerak Cepat dan Tim RHA

Kembali dengan Laporan Hasil Kegiatan Mereka di Lapangan

JUMLAH KEBUTUHAN SDM KES DI LAPANGAN UTK JML PENDUDUK/ PENGUNGSI 10.000 –

20.000 ORANG

1. Dokter Umum F 4 orang

2. Perawat F 10 – 20 orang

3. Bidan F 8 – 16 orang

4. Apoteker F 2 orang

5. Asisten Apoteker F 4 orang

Page 27: Definisi Dan Jenis Bencana

6. Pranata Laboratorium F 2 orang

7. Epidemiolog F 2 orang

8. Entomolog F 2 orang

9. Sanitarian F 4 – 8 orang

PERAN PERAWAT KOMUNITAS DALAM MANAJEMEN KEJADIAN BENCANA

Perawat komunitas dalam asuhan keperawatan komunitas memiliki tanggung jawab peran

dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik selama tahap preimpact,

impact/emergency, dan post impact.

Peran perawat disini bisa dikatakan multiple; sebagai bagian dari penyusun

rencana,  pendidik, pemberi asuhan keperawatan bagian dari tim pengkajian kejadian

bencana.

Tujuan utama

Tujuan tindakan asuhan keperawatan komunitas pada bencana ini adalah untuk mencapai

kemungkinan tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang terkena bencana tersebut

PERAN PERAWAT

A. Peran dalam Pencegahan Primer

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain:

1.mengenali instruksi ancaman bahaya;

2.mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-obatan,

pakaian dan selimut, serta tenda)

3.melatih penanganan pertama korban bencana.

4.berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional

maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi

persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat

Pendidikan kesehatan diarahkan kepada :

1. usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut)

2. pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga

dengan kecurigaan fraktur tulang , perdarahan, dan pertolongan pertama luka bakar

3. memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, RS

dan ambulans.

4. Memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian

seperlunya, portable radio, senter, baterai)

5. Memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko

bencana

Page 28: Definisi Dan Jenis Bencana

B. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)

Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan

stabil. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai melakukan

pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari

tim kesehatan.

Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan

pertama. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk penanganan segera (emergency) akan

lebih efektif. (Triase )

TRIASE

1. Merah — paling penting, prioritas utama. keadaan yang mengancam kehidupan

sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal,

trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II

2. Kuning — penting, prioritas kedua. Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik

namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien

masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang

multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II

3. Hijau — prioritas ketiga. Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar

minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi

4. Hitam — meninggal. Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana,

ditemukan sudah dalam keadaan meninggal

Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana

1.Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari

2.Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian

3.Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan

kesehatan di RS

4.Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian

5.Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan

kesehatan

6. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun

kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan

perawat jiwa

7.Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang

ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik

(hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)

Page 29: Definisi Dan Jenis Bencana

8.Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan

memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.

9.Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater

10.Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan

kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi

C. Peran perawat dalam fase postimpact

Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologis

korban. Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali pada

kehidupan normal. Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu

yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi.

Note: actually,, this my teachings..

Edited by Me,,from all kind source.

Manajemen BencanaManajemen Bencana Oleh : Fallah Adi Wijayanti, NPM.0806457035Mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

I. PendahuluanIndonesia adalah negara tersering mengalami gempa bumi se-Asia Tenggara berdasarkan Natural Disaster Reduction (2007). Hal ini menunjukan Indonesia adalah negara rentan terhadap gempa. Melihat fenomena itu tentu banyak permasalahan fisik, psikologis, spiritual, sosial, dan ekonomi yang terjadi. Manajemen bencana yang cepat perlu dilakukan dalam mengatasi hal yang terjadi karena bencana. Manajemen bencana mencakup interdisiplin, usaha tim kolaborasi, dan jaringan lembaga dan individual untuk mengembangkan perencanaan bencana yang meliputi elemen kebutuhan untuk perencanaan yang efektif. Manajemen bencana memilki beberapa fase, fase dalam manajemen bencana merupakan hal penting yang harus diketahui. Oleh karena itu, pada laporan tugas mandiri ini akan dibahas manajemen bencana dan dikaitkan dengan kasus gempa yang terjadi di padang.

II. Tinjauan TeoriA. Definisi Manajemen Bencana Bencana adalah peristiwa/kejadian pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi, kerugian kehidupan manusia serta memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan bantuan luar biasa dari pihak luar (Depkes RI). Manajemen bencana adalah proses yang sistematis dimana didalamnya termasuk berbagai macam kegiatan yang memanfaatkan kemampuan dari kebijakan pemerintah, juga kemampuan komunitas dan individu untuk menyeseuaikan diri dalam rangka meminamalisir kerugian. Tindakan-tindakan tersebut pada umumnya meliputi kegiatan-kegiatan perencanaan,

Page 30: Definisi Dan Jenis Bencana

pengorganisasian, pelaksanaan, pengarahan, pemantauan, evaluasi dan pengendalian yang dapat teraktualisasi dalam bentuk sekumpulan kebijakan dan keputusan administratif maupun aktivitas-aktivitas yang bersifat operasional. B. Tujuan Manajemen bencanaTujuan manajemen bencana yang baik adalah:1. Menghindari kerugian pada individu, masyarakat, dan Negara melalui tindakan dini. 2. Meminimalisasi kerugian pada individu, masyarakat dan Negara berupa kerugian yang berkaitan dengan orang, fisik, ekonomi, dan lingkungan bila bencana tersebut terjadi, serta efektif bila bencana itu telah terjadi.3. Meminimalisasi penderitaan yang ditanggung oleh individu dan masyarakat yang terkena bencana. Membantu individu dan masyarakat yang terkena bencana supaya dapat bertahan hidup dengan cara melepaskan penderitaan yang langsung dialami. 4. Memberi informasi masyarakat danpihak berwenang mengenai resiko.5. Memperbaiki kondisi sehingga indivudu dan masyarakat dapat mengatasi permasalahan akibat bencana. C. Fase Pada Manajemen BencanaManajemen bencana dapat dibagi menjadi beberapa fase:1. Fase MitigasiMitigasi merupakan kegiatan yang dirancang untuk mengurangi resiko dan potensi kerusakan akibat keadaan darurat. Analisa demografi populasi rentan dan kemampuan komunitas harus dianalisa. Mitigasi mencakup pendidikan kepada publik tindakan untuk menyiapkan bencana pada individu,keluarga,dan komunitas. Dimulai dengan mengidentifikasi hazard potensial yang mempengaruhi operator organisasi.Indonesia kini tengah menuju mitigasi/tindakan preventif. Mitigasi yang dilakukan adalah dengan pembangunan struktural dan non struktural di daerah rentan gempa dan bencana alam lainnya. Tindakan mitigasi struktural contohnya dengan pemasangan sistem informasi peringatan dini tsunami, yang bekerja setelah terjadi gempa. Mitigasi non struktural adalah penataan ulang tata ruang area rentan bencana. 2. Fase kesiapsiagaan dan pencegahan (Prevention phase)Fase kesiapsiagaan adalah fase dimana dilakukan persiapan yang baik dengan berbagai tindakan untuk meminamalisir kerugian yang ditimbulkan akibat terjadinya bencana dan menyusun perencanaan agara dapat melakukan kegiatan pertolongan serta perawatan yang efektif saat terjadi bencana. Tindakan terhadap bencana menurut PBB ada 9 kerangka: pengkajian terhadap kerentanan; membuat perencanaan; pengorganisasian; sistem informasi; pengumpulan sumber daya; sistem alarm; mekanisme tindakan; pendidikan dan pelatihan penduduk; gladi resik. Beberapa langkah yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanganan Bencana baik tingkat Nasional dan Daerah telah diusahakan sekeras mungkin. Contohnya pemetaan daerah rawan bencana gempa, regionalisasi daerah bencana gempa, penetapan daerah yang menjadi wilayah basis pencapaian lokasi bencana gempa, serta penetapan daerah lokasi evakuasi saat dilakukan penanganan korban gempa bumi. 3. Fase tindakan (Respon phase)Fase tindakan merupakan fase dimana dilakukan berbagai aksi darurat yang nyata untuk menjaga diri sendiri atau harta kekayaan. Tujuan dari fase tindakan adalah mengontrol dampak

Page 31: Definisi Dan Jenis Bencana

negatif dari bencana. Aktivitas yang dilakukan: instruksi pengungsiaan; pencarian dan penyelamatan korban; menjamin keamanan dilokasi bencana; pengkajian terhadap kerugian akibat bencana; pembagian dan penggunaan alat perlengkapan pada kondisi darurat; pengiriman dan penyerahan barang material; dan menyediakan tempat pengungsian. Fase tindakan dibagi menjadi fase akut dan fase sub akut. Fase akut, 48 jam pertama sejak bencana terjadi disebut fase penyelamatan dan pertolongan medis darurat sedangkan fase sub akut terjadi sejak 2-3 minggu.4. Fase pemulihanFase pemulihan merupakan fase dimana individu atau masyarakat dengan kemampuannya sendiri dapat memulihkan fungsinya seperti kondisi sebelumnnya. Pada fase ini orang-orang mulai melakukan perbaikan darurat tempat tinggal, mulai sekolah atau bekerja, memulihkan lingkungan tempat tinggalnya. Fase ini merupakan masa peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.5. Fase RehabilitasiFase Rehabilitasi merupakan fase dimana individu atau masyarakat berusaha mengembalikan fungsi fungsi-fungsinya seperti sebelum bencana dan merencanakan rehabilitasi terhadap seluruh komunitas. Keadaannya mengalami perubahan dari sebelum bencana.D. Pelayanan medis bencana berdasarkan siklus benacanaPelayanan medis akan berubah dalam menanggulangi setiap siklus bencana1. Fase Akut pada siklus bencanaPrioritas di lokasi bencana, pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi dari lokasi berbahaya ke tempat yang aman. 3 T (triage, treatment, dan transportation) penting untuk menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin. Pada fase ini juga dilakukan perawatan terhadap mayat.2. Fase menengah dan panjang pada siklus bencanaFase perubahan pada lingkungan tempat tinggal. Pada fase ini harus memperhatikan segi keamanan, membantu terapi kejiwaan korban bencana, membantu kegiatan untuk memulihkan kesehatan hidup dan membangun kembali komunitas sosial3. Fase tenang pada siklus bencana Fase tidak terjadi bencana, pada fase ini diperlukan pendidikan penanggulangan bencana saat bencana terjadi, pelatihan pencegahan bencana pada komunitas dengan melibatkan penduduk setempat, pengecekan dan pemeliharaan fasilitas peralatan pencegahan bencana baik di daerah maupun fasilitas medis, serta membangun sistem jaringan bantuanE. Peran perawat dalam manajemen bencana1. Peran dalam Pencegahan PrimerAda beberapa hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain:a. mengenali instruksi ancaman bahaya;b. mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase emergency (makanan, air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda)c. melatih penanganan pertama korban bencana.d. Berkoordinasi berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat 2. Peran Perawat dalam Keadaan Darurat (Impact Phase)

Page 32: Definisi Dan Jenis Bencana

a. Biasanya pertolongan pertama pada korban bencana dilakukan tepat setelah keadaan stabil. b. Setelah bencana mulai stabil, masing-masing bidang tim survey mulai melakukan pengkajian cepat terhadap kerusakan-kerusakan, begitu juga perawat sebagai bagian dari tim kesehatan. c. Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan pertama. d. Ada saat dimana ”seleksi” pasien untuk penanganan segera (emergency) akan lebih efektif. (Triase )1) Merah --- paling penting, prioritas utama.keadaan yang mengancam kehidupan sebagian besar pasien mengalami hipoksia, syok, trauma dada, perdarahan internal, trauma kepala dengan kehilangan kesadaran, luka bakar derajat I-II2) Kuning --- penting, prioritas keduaPrioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II3) Hijau --- prioritas ketigaYang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi 4) Hitam --- meninggalIni adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal3. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana a. Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari b. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian c. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan kesehatan di RSd. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian e. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatanf. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa g. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot)h. Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain.i. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater j. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi 4. Peran perawat dalam fase postimpact a. Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologis korban.b. Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali pada kehidupan

Page 33: Definisi Dan Jenis Bencana

normal. c. Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi

III. Analisa KasusDari kasus terlihat kota padang mengalami pergeseran lempeng hindia australia yang menyebabkan gempa bumi tektonik berkekuatan di atas 7 scala Riechter. Pergeseran lempeng hindia ini merupakan sebab gempa bumi yang terjadi karena alam. Oleh karena itu, tindakan penghindaran bencana alam lebih diarahkan pada menghilangkan, atau mengurangi kondisi yang dapat menimbulkan bencana. Kondisi dalam menghilangkan, mengurangi kondisi bencana dengan membuat struktur bangunan yang sesuai untuk kondisi gempa yang dapat bangunan tahan terhadap goncangan, sehingga dapat menghidari kerugian fisik, ekonomi, dan lingkungan.Kasus tersebut berada dalam fase tindakan. Fase tindakan dengan adanya kerjasama antara pemerintah kota padang bekerjasama dengan masyarakat dan tim bantuan gempa, menangani korban dan masyarakat. Prioritas pelayanan medis di lokasi bencana adalah pertolongan terhadap korban luka dan evakuasi dari lokasi berbahaya ke tempat yang aman. Pelaksanaan 3 T (triage, treatment, dan transportation) penting untuk menyelamatkan korban luka sebanyak mungkin pada kota Padang. Pendirian RS lapangan juga merupakan dalam fase tindakan karena Rumah sakit M Jamil menderita kerusakan akibat gempa, sehingga bangunan rusak, alat berjatuhan, tidak dapat digunakan.

IV. PenutupDari pembahasan diatas dapat disimpulkan bencana dapat engakibatkan masalah fisik, psikologis, sosial, spiritual, dan ekonomi. Manajemen bencana perlu dilakukan secara cepat dalam mengatasi bencana. Manajemen yang dilakukan dapat dilakukan sesuai fase. Manajemen yang cepat dan tepat dapat meminimalisir masalah dan kerugian yang terjadi akibat bencana. Peranan pelayanan medis juga penting dalam manajemen bencana. Perawat memilki peranan dan kontribusi pada setiap fase dalam manajemen bencana. Oleh karena itu, manajemen bencana merupakan hal penting yang harus dilakukan dalam mengatasi bencana.

V. ReferensiAnneahira. Korban gempa bumi. http://www.anneahira.com/korban-gempa-bumi.htm diunduh pada 2 Mei 2011Clark, M.J. (1999). Nursing in the community: dimension of community health nursing. 3rd edition. Stamford, Connecticut: Appleton & Lange.Efendi, F & Makfudli. (2009). Keperawatan kesehatan komunitas: Teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta: Salemba Medika.Nies, M.A & McEwen, M. (2007). Community/public health nursing: promoting the health of population. 4th edition. St.Louis, Missouri: Elselvier. Palang Merah Indonesia. (2009). Keperawatan bencana.Science. Manajemen bencana. http://id.shvoong.com/exact-sciences/earth-sciences/1932953-manajemen-bencana/ diunduh pada 2 Mei 2011