DEFINISI

31
BAB II TINJAUAN PUSTAKA I. DEFINISI Abses hatiadalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi dari peradangan akut saluran empedu . 1 II. EPIDEMIOLOGI Hampir 10% pendudukduniaterutama di negaraberkembangterinfeksi E. histolytica , tetapi hanya sepersepuluh yang memperlihatkan gejala.Insiden amoebiasishati di RS di Indonesia berkisarantara 5-15 pasien pertahun. Penelitian epidemiologi di Indonesia menunjukkan perbandingan pria :wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang tersering pada dekade IV. Penularan pada umumnya melalui jalur oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal.Kebanyakan amoebiasis hati yang dikenai adalah pria. Usia yang dikenai berkisar antara 20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak. 2 4

Transcript of DEFINISI

Page 1: DEFINISI

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Abses hatiadalah bentuk infeksi pada hati yang disebabkan karena infeksi

bakteri, parasit, jamur maupun nekbrosis steril yang bersumber dari sistem

gastrointestinal yang ditandai dengan adanya proses supurasi dengan

pembentukan pus di dalam parenkim hati. Dan sering timbul sebagai komplikasi

dari peradangan akut saluran empedu.1

II. EPIDEMIOLOGI

Hampir 10% pendudukduniaterutama di

negaraberkembangterinfeksi E. histolytica, tetapi hanya

sepersepuluh yang memperlihatkan gejala.Insiden

amoebiasishati di RS di Indonesia berkisarantara 5-15 pasien

pertahun. Penelitian epidemiologi di Indonesia menunjukkan

perbandingan pria :wanita berkisar 3:1 sampai 22:1, yang

tersering pada dekade IV. Penularan pada umumnya melalui jalur

oral-fekal dan dapat juga oral-anal-fekal.Kebanyakan amoebiasis

hati yang dikenai adalah pria. Usia yang dikenai berkisar antara

20-50 tahun terutama dewasa muda dan lebih jarang pada anak.2

Pada umumnya abses hati dibagi dua yaitu abses hati amebik (AHA) dan

abses hati pyogenik (AHP). AHA merupakan komplikasi amebiasis

ekstraintestinal yang sering dijumpai di daerah tropik/ subtropik, termasuk

indonesia. Abses hepar pyogenik (AHP) dikenal juga sebagai hepatic abscess,

bacterial liver abscess, bacterial abscess of the liver, bacterial hepatic

abscess.1,3Pada era pre-antibotik, AHP terjadi akibat komplikasi appendisitis

bersamaan dengan pylephlebitis. Bakteri phatogen melalui arteri hepatika atau

melalui sirkulasi vena portal masuk ke dalam hati, sehingga terjadi bakteremia

4

Page 2: DEFINISI

sistemik, ataupun menyebabkan komplikasi infeksi intra abnominal seperti

divertikulitis, peritonitis dan infeksi post operasi.1

Abses hati sudah lama dikenal berabad yang lalu dan pada saat itu selalu

berakhir dengan kematian, Ochsner dkk. pada 1938 melaporkan sebanyak 62%

kasus abses hati yang dilakukan drenase dengan pembedahan dan pemberian

terapi antibiotika dapat bertahan hidup.20 Sejak saat itu sampai dengan 4 dasa

warsa kemudian kombinasi pemberian antibiotika dengan drenase secara

pembedahan menjadi standar pengobatan abses hati.

Meningkatnya insiden AHP sering dihubungkan dengan latar belakang

meningkatnya penyakit dan keganasan hepatobilier, gangguan imunologi,

semakin agresifnya tindakan kasus hepatobilier dan peningkatan usia.

Perkembangan terbaru dari alat diagnostik termasuk penggunaan ultrasonografi

dan CT scan menyebabkan semakin akuratnya diagnosa .

Abses hati amubik (AHA) dapat dijumpai diseluruh dunia dengan insiden

tertinggi didaerah tropis dan subtropis seperti Meksiko, Afrika Selatan, Amerika

Tengah dan Selatan, India dan Asia Tenggara. Insiden lebih spesifik lagi pada

kondisi dimana angka kemiskinan yang tinggi dan kondisi sanitasi, hygiene yang

jelek.AHA merupakan tampilan amubik ekstra intestinal yang paling sering

ditemukan. Tidak seperti AHP , AHA mempunyai pola geografi dan distribusi

tertentu. Sering terjadi pada usia muda dimana pada laki dapat mencapai 3

sampai 10 kali lebih sering dibandingkan pada wanita.11 Alasan perbedaan insiden

pada jenis kelamin ini tidak jelas, pengaruh alkohol pada laki-laki, efek hormonal

dan efek defisiensi anemia pada wanita masa subur perlu dipertimbangkan.

Meskipun insiden amubiasis tinggi, AHA didapatkan hanya pada 3% - 10%

penderita amubiasis.1 Tidak didapatkan predisposisi rasial dan tingginya AHA

lebih ditujukan pada distribusi geografi dan akibat perjalanan dari area endemik.

III. ETIOLOGI

 Abses Hati Amebik (AHA) merupakan infeksi Hepar oleh Amuba yang

menghasilkan bentuk pus. Dari semua spesies amuba, hanya Entamoeba

Hystolitica yang patogen terhadap manusia. Infeksi dari organisme ini biasanya

terjadi setelah menelan air atau sayuran yang terkontaminasi, selain itu transmisi

5

Page 3: DEFINISI

seksual juga dapat terjadi. Kista adalah bentuk infektif dari organisme ini yang

dapat bertahan hidup di feses, tanah atau air yang sudah diberi klor. Infeksi amuba

ini umumnya terjadi pada daerah dengan sanitasi yang buruk yang hal ini dapat

dilihat pada negara-negara berkembang dengan suplai air yang terkontaminasi dan

higiene perorangan yang jelek.  Daerah endemic penyakit ini terletak pada daerah

tropis dan subtropis dari belahan bumi, khususnya di daerah Afrika, Amerika

Latin, Asia Tenggara dan India.5Abses Hepar Piogenik (AHP) umumnya

polimikrobial. Sebagian besar kuman penyebabnya ditemukan dalam saluran

cerna, seperti : E.Coli, Klebsiella pneumoniae, Bacteroides sp, Enterococcus,

Anaerobic sreptococcus sp, Streptococcus ³milleri´ group Kuman lain yang dapat

menyebabkan Abses piogenik yang tidak berasal dari saluran cerna adalah

staphylococcus sp dan haemolytic streptococcus sp.Secara historis abses hepar

piogenik lebih banyak menyerang pria daripada wanita. Infeksi terutama

disebabkan oleh kuman gram negatif dan penyebab yang terbanyak adalah E. coli,

penyebab lainnya adalah :

Organisme Insiden (%) Organisme Insidensi

(%)

Aerob gram-negatif

Escherichia coli

Klebsiella

Proteus

Serratia

Morganella

Actinolbacter

Aerobgaram-positif

Streptococcus

faecalis

Streptokokus – B

Sterptokokus – A

Stafilokokus

50 – 70

35 – 45

25

Anaerob

Fusdaacterium

nucleatum

Bacteroides

Bacteroides fragil

Peptostreptococus

Actinomyces

Clostridium

40    – 50

`

IV. PATOFISIOLOGI

Hati adalah organ yang paling sering terjadinya abses. Abses hati dapat

berbentuk soliter atau multipel. Hal ini dapat terjadi dari penyebaran hematogen

6

Page 4: DEFINISI

maupun secara langsung dari tempat terjadinya infeksi di dalam rongga

peritoneum. Hati menerima darah secara sistemik maupun melalui sirkulasi vena

portal, hal ini memungkinkan terinfeksinya hati oleh bakteri tersebut.2,6Akibat

masuknya bakteri atau amoeba ke hepar, menyebabkan jaringan yang sehat

menjadi rusak dan menimbulkan reaksi radang karena adanya kerusakan jaringan

dan radang yang berlangsung lama menyebabkan jaringan hepar menjadi nekrosis.

Hati tampak membengkak dan daerah yang abses menjadi pucat kekuningan,

berbeda dengan hati sehat yang berwarna merah tua. Sel hepar yang jauh dari

fokus infeksi juga mengalami sedikit perubahan meskipun tidak ditemukan

amoeba. Abses tersebut dikelilingi oleh jaringan ikat yang membatasi perusakan

lebih jauh kecuali bila ada infeksi tambahan.

Gambar 2.1Bagan Patofisiologi Terjadinya Abses Hati

V. MANIFESTASI KLINIS

Keluhan awal: demam/menggigil, nyeri abdomen, anokresia/malaise,

mual/muntah, penurunan berat badan, keringan malam, diare, demam      (T >

38°), hepatomegali, nyeri tekan kuadran kanan atas, ikterus, asites, serta sepsis

yang menyebabkan kematian.5Manifestasi sistemik AHP lebih berat dari pada

7

Page 5: DEFINISI

abses hati amebik. Dicurigai adanya AHP apabila ditemukan sindrom klinis klasik

berupa nyeri spontan perut kanan atas, yang di tandai dengan jalan membungkuk

kedepan dengan kedua tangan diletakan di atasnya.3

Demam/panas tinggi merupakan keluhan yang paling utama, keluhan lain

yaitu nyeri pada kuadran kanan atas abdomen, dan disertai dengan keadaan syok.

Apabila AHP letaknya dekat digfragma, maka akan terjadi iritasi diagfragma

sehingga terjadi nyeri pada bahu sebelah kanan, batuk ataupun terjadi atelektesis,

rasa mual dan muntah, berkurangnya nafsu makan, terjadi penurunan berat badan

yang unintentional.5,12

Cara timbulnya abses hati amoebik biasanya tidak akut, menyusup yaitu

terjadi dalam waktu lebih dari 3 minggu. Demam ditemukan hampir pada seluruh

kasus. Terdapat rasa sakit diperut atas yang sifat sakit berupa perasaan ditekan

atau ditusuk. Rasa sakit akan bertambah bila penderita berubah posisi atau batuk.

Penderita merasa lebih enak bila berbaring sebelah kiri untuk mengurangi rasa

sakit. Selain itu dapat pula terjadi sakit dada kanan bawah atau sakit bahu bila

abses terletak dekat diafragma dan sakit di epigastrium bila absesnya dilobus kiri.

Anoreksia, mual dan muntah, perasaan lemah badan dan penurunan berat badan

merupakan keluhan yang biasa didapatkan. Batuk-batuk dan gejala iritasi

diafragma juga bisa dijumpai walaupun tidak ada ruptur abses melalui diafragma.

Riwayat penyakit dahulu disentri jarang ditemukan. Ikterus tak biasa ada dan jika

ada ia ringan. Nyeri pada area hati bisa dimulai sebagai pegal, kemudian mnjadi

tajam menusuk. Alcohol membuat nyeri memburuk dan juga perubahan sikap.

 Pembengkakan bisa terlihat dalam epigastrium atau penonjolan sela iga. Nyeri

tekan hati benar-benar menetap. Limpa tidak membesar.

Gambaran klinik tidak klasik dapat berupa :

a.       benjolan didalam perut, seperti bukan kelainan hati misalnya diduga

empiema kandung empedu atau tumor pancreas.

b.      gejala renal. Adanya keluhan nyeri pinggang kanan dan ditemukan massa

yang diduga ginjal kanan. Hal ini disebabkan letak abses dibagian

posteroinferior lobus kanan hati.

c.       Ikterus obstruktif. Didapatkan pada 0,7% kasus, disebabkan abses terletak

didekat porta hepatis.

8

Page 6: DEFINISI

d.      colitis akut. Manifestasi klinik colitis akut sangat menonjol, menutupi

gambaran klasik absesnya sendiri.

e.       gejala kardiak. Ruptur abses ke rongga pericardium memberikan gambaran

klinik efusi pericardial.

f.       gejala pleuropulmonal. Penyulit yang terjadi berupa abses paru menutupi

gambaran klasik abses hatinya.

g.      abdomen akut. Didapatkan bila abses hati mengalami perforasi ke dalam

rongga peritoneum, terjadi distensi perut yang nyeri disertai bising usus

yang berkurang.

h.      gambaran abses yang tersembunyi. Terdapat hepatomegali yang tidak jelas

nyeri, ditemukan pada 1,5 %.

i.        demam yang tidak diketahui penyebabnya. Secara klinik sering dikacaukan

dengan tifus abdominalis atau malaria.

VI. DIAGNOSA

Abses Hati Amebik

Diagnosis AHA didaerah endemik dapat dipertimbangkan, jika terdapat

demam, nyeri perut kanan atas, hepatomegali yang juga ada nyeri tekan.

Disamping itu bila didapatkan leukositosis, fosfatase alkali meninggi

disertai letak diafragma yang tinggi dan perlu dipastikan dengan

pemeriksaan USG juga dibantu oleh tes serologi. Untuk diagnosis abses

hati amebik juga dapat menggunakan kriteria Sherlock (1969), kriteria

Ramachandran (1973) atau kriteria Lamont dan Pooler.

a. Kriteria Sherlock (1969)

- Hepatomegali yang nyeri tekan

- Respon baik terhadap obat amebisid

- Leukositosis

- Peninggian diafragma kanan dan pergerakan yang kurang.

- Aspirasi pus

- Pada USG didapatkan rongga dalam hati

- Tes hemaglutinasi positif

9

Page 7: DEFINISI

b. Kriteria Ramanchandran (1973)

Bila didapatkan 3 atau lebih dari :

- Hepatomegali yang nyeri

- Riwayat disentri

- Leukositosis

- Kelainan Radiologis

- Respon terhadap terapi amebisid

c. Kriteria Lamont dan Pooler :

Bila didapatkan 3 atau lebih dari :

- Hepatomegali yang nyeri

- Kelainan Hematologis

- Kelainan Radiologis

- Pus amebik

- Tes serologi positif

- Kelainan sidikan hati

- Respon terhadap terapi amebisid

Kriteria diagnosi :

1. Hati membesar dan nyeri

2. Leukositosis, tanpa anemia pada pasien AHA yang akut, atau

leukositosis ringan disertai anemi pada abses tipe kronik.

3. Adanya “pus amebik” yang mungkin mengandung tropozoit E.

Hystolitica.

4. Pemeriksaan serologis terhadap E. Hystolitica positif.

5. Gambaran radiologi yang mencurigakan terutama pada foto thorax

postoanterior kanan.

6. Adanya ”filling defect” pada sidik hati

7. Respon yang baik terhadap terapi dengan metronidazole.

Abses Hati Pyogenik

Menegakkan diagnosis AHP berdasarkan anamnesa, pemeriksaan

fisik dan laboratorium serta pemeriksaan penunjang. Diagnosis AHP

kadang-kadang sulit ditegakkan sebab gejala dan tanda klinis sering tidak

10

Page 8: DEFINISI

spesifik. Diagnosis dapat ditegakkan bukan hanya dengan CT Sscan saja,

meskipun pada akhirnya dengan CT Scan mempunyai nilai prediksi yang

tinggi untuk diagnosis AHP, demikian juga dengan tes serologi yang

dilakukan. Tes serologi negatif menyingkirkan diagnosis AHA. Meskipun

terdapat sedikit kasus, tes ini menjadi positif beberapa hari kemudian.

Diagnosis berdasarkan penyebab adalah dengan menemukan bakteri

penyebab pada pemeriksaan kultur hasil aspirasi, ini merupakan standart

emas untuk diagnosis.

Kriteria diagnosis :

1. Gejala klinis mendukung

2. Kultur darah positif

3. Alkali fosfatase dan WBC meningkat pada anemia

4. Hiperbilirubinemia dengan atau tanpa ikterus.

5. Hasil CT Scan, USG dan MRI menunjukan adanya abses hepar.

6. Serologis amuba positif

7. Hasil aspirasi positif

Laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium tidak spesifik dan sering didapatkan

gambaran lekositosis tanpa eosinofilia. Sedikit ada peningkatan transaminase hati.

Ikterus jarang terjadi, bila timbul ikterus maka menunjukkan terjadi derajad abses

hati yang berat.Pemeriksaan mikrobiologi amuba pada feses masih dipertanyakan

efektivitasnya. Secara mikroskopis sulit membedakan E. histolytica dengan E.

dispar didalam feses. Tes enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) cukup

sensitif dan banyak digunakan untuk mengidentifikasi antigen E.histolytica pada

feses dan sekaligus membedakan dengan E.dispar yang secara morfologi sulit

dibedakan. Deteksi antibodi terhadap E. histolytica dapat dilakukan dengan tes

indirect hemagglutination assay (IHA) . Pemeriksaan berbasis biologi molekuler

atau DNA based antara lain polymerase chain reaction (PCR) juga dapat

membantu tetapi hal ini sulit diintrepretasikan sebagai diagnosa pada daerah

endemis. Tes serologi untuk amuba mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang

11

Page 9: DEFINISI

tinggi terhadap terjadinya infeksi amuba, sehingga penting untuk membedakan

antara abses pyogenik atau abses amuba.

Foto Roentgen

Foto toraks sering tidak spesifik, 49% menujukkan ada kelainan dibawah

diafragma, 21% atelektasis, 20% elevasi diafragma, 18% efusi pleura dan 10%

pneumonia.20Foto polos abdomen menunjukkan hepatomegali atau gambaran

cairan dengan udara pada hati dan tanda aerobilia pada pasca tindakan bilier Bila

tanda tersebut tidak dijumpai tidak berarti menyingkirkan adanya AHP.

Ultrasonografi

Mudah dan relatif murah, perlu peran radiologis yang berpengalaman,

berguna untuk diagnostik, terapi dan evaluasi pengelolaan AHP. Ultrasonografi

dapat mengidentifikasi abses dengan lesi bila diameter lebih dari 2 cm dan dapat

melakukan identifikasi antara masa padat dan cair. Pada penelitian sensitivitas

diagnosa mencapai sekitar 83% - 95%.9,15,23 Pada AHP stadium awal didapatkan

gambaran hyperehoic yang sulit dibedakan dengan kelainan dari masa padat hati

yang lain. Selanjutnya pada stadium maturasi dimana sudah terjadi pembentukan

pus maka tampak gambaran hypoechoic yang berbatas jelas. Bila pus pekat,

gambaran pada ultrasonografi sulit dibedakan dengan lesi yg padat yang

lain.Ultrasonografi juga dapat identifikasi adanya batu kandung empedu, batu

saluran empedu yang lain dan dapat menunjukkan adanya dilatasi sistem

bilier.Ultrasonografi kurang sensitif untuk diagnosa kelainan di kubah hati dan

pada keadaan dimana AHP kecil yang multipel.

Pada abses hati amubik, gambaran abses tergantung stadium lesi. Pada fase

awal terjadi peningkatan ekogenisitas dibandingkan jaringan sekitarnya. Pade fase

nekrosis maka sentral abses menjadi echoluscent. Abses biasanya terletak perifer

dengan tepi abses bulat, oval atau berlobus dan ultrasonografi dapat menunjukkan

jumlah dan ukuran abses. Isi rongga abses biasanya hypoechoic dan tidak

homogen. Pada 78% sampai 80% berupa abses tunggal dan terletak pada lobus

kanan dan 10% pada lobus kiri, sedangkan sisanya berupa abses yang

multipel.11Abses hati amubik bentuk cenderung bulat dengan batas jelas dan

letaknya sering sub kapsuler.Perlu dipikirkan kelainan yang lain seperti karsinoma

12

Page 10: DEFINISI

hepatoseluler, proses metastase karsinoma yang pada keadaan tertentu secara

ultrasonografi sulit dibedakan dengan AHA.

Gambar 2.2 Ultrasonografi Abses Hati Amubik

Computed Tomography Scan

CT scan lebih akurat dalam mendeteksi AHP dibandingkan ultrasonografi

maupun scaning hati dengan senstivitas mencapai 93% – 100%.8,9,15CT Scan dapat

mendeteksi kelainan dengan diameter mulai 0.5 cm dan dapat mendeteksi

kelainan abdominal yang lain yang menyertai abses. Mikro abses tampak sebagai

lesi kecil dengan densitas rendah diseluruh bagian hati. Pemakaian kontras media

akan memperjelas densitas dinding abses sehingga dapat membedakan dengan

keganasan yang mengalami nekrosis sentral. Pada pemeriksaan CT scan AHP

menunjukkan gambaran lesi kistik yang hipoden dengan dinding tebal, ireguler

yang dikelilingi area dengan densitas rendah karena edema. Secara klasik

didapatkan “ daughter abscess “ yang mengelompok disekeliling abses besar yang

letaknya cenderung kearah sentral hati. Hal ini menunjukkan adanya

penggabungan abses kecil-2. Tanda pengelompokan ini menunjukkan bakteri

sebagai penyebab.Cincin transisi antara daerah sentral abses dengan jaringan

sekitarnya adalah tipis dan ini yang membedakan dengan area nekrosis dari

metastase.CT scan merupakan tehnik imaging pilihan untuk evaluasi abses hati

yang selanjutnya juga dapat berfungsi sarana terapi sebagai penuntun tindakan

aspirasi dan biopsi. CT scan mempunyai keterbatasan membedakan abses hati

dengan penyakit kistik dan tumor hati yang mengalami proses nekrosis.

13

Page 11: DEFINISI

Keunggulan CT scan dibandingkan ultrasonografi adalah dalam hal

kemampuannya untuk deteksi lesi yang lebih kecil, meskipun pada AHA lesi

biasanya cukup besar untuk dapat dideteksi dengan ultrasonografi. Selain deteksi

AHA CT scan mempunyai kelebihan untuk dapat mengevaluasi kelainan intra

abdominal yang lain.CT scan tidak berbeda hasilnya dengan ultrasonografi untuk

diagnosa abses hati, tetapi CT scan mempunyai kelebihan dapat deteksi ruptur hati

yang iminen.CT scan lebih sensitif dalam menentukan kelainan kronis dan atypik

dari hati, karena kontras dapat menunjukkan penebalan tepi abses hati piogenik

dan peningkatan densitas dari tumor hati yang mengalami nekrosis.

Gambar 2.3 Abses hati piogenikGambar 2.4 Abses hati piogenik

Magnetic Resonance Imaging

14

Page 12: DEFINISI

Magnetic Resonance Imaging (MRI) dapat mengevaluasi anatomi

pembuluh darah dari hati tanpa menggunakan kontras sehingga secara

karakteristik dapat melakukan diagnosa lesi hati lebih baik dibandingkan CT scan.

MRI dapat membedakan abses hati terhadap lesi hati yang lain seperti tumor

kistik dan nekrosis hati. Untuk keperluan diagnosa cara ini terhitung mahal,

memerlukan waktu yang lebih lama dan mempunyai keterbatasan untuk drenase

abses hati.9MRI tidak lebih unggul dalam melakukan diagnosis abses hati amuba

dan membedakan dengan kelainan neoplasma hati yang lain, tetapi tidak dapat

digunakan sarana terapi. Pada abses hati yang belum mendapat terapi, MRI akan

menunjukkan rongga abses yang heterogen yang hypointense pada T1 dan

hyperintense pada T2. Sedangkan cincin hyperintense pada T2 menunjukkan batas

abses. Keberhasilan terapi ditunjukkan rongga abses menjadi homogen dan

terbentuk fibrosis dinding abses.

Kolangiografi

Endoscopic retrograde cholangiopancreaticography (ERCP) dan

percutaneous transhepatic cholangiography (PTC) dapat digunakan untuk

evaluasi penderita abses hati. ERCP dapat menunjukkan hubungan terjadinya

abses hati yang diakibatkan oleh kolangitis yang asending. PTC dapat

dipergunakan untuk drenase abses hati, khususnya pada sistem bilier yang

berhubungan dengan abses hati.10

VII. PENATALAKSANAAN

Prinsip terapi adalah pemberian antibiotika yang tepat, drenase pus dan

terapi terhadap penyakit dasar yang menyebabkan terjadinya AHP.Perkembangan

ultrasonografi dan CT scan membuat diagnosa dapat ditegakkan lebih awal serta

akurat dan dengan sarana ini terapi aspirasi dan drenase dapat segera dilakukan.

Sarana tersebut merubah pengelolaan AHP dari tindakan pembedahan yang

invasif menjadi tehnik invasif yang lebih minimal. Drenase percutan dengan

pemberian antibiotika yang adekwat menjadi terapi utama dalam pengelolaan

AHP.

Sebelum mendapatkan hasil kultur organisme dari darah maupun pus maka

antibiotika spektrum luas secara empirik diberikan untuk mengatasi gram-negatif

dan gram-positif aerob dan anaerob. Terapi antibiotika yang biasa diberikan

15

Page 13: DEFINISI

golongan amoksisilin, aminoglikosida dan metronidazol atau cefalosporin

generasi 3 dan metronidazol biasanya dapat mengatasi organisme penyebab. Bila

mikro organisme penyebab diketahui maka antibiotika disesuikan dengan

organisme penyebab. Terapi antibiotika saja efektifitasnya kurang, dan

kebanyakan memerlukan tindakan aspirasi atau drenase.Drenase percutan

dilakukan dengan tuntunan ultrasonografi atau CT scan. Aspirasi dari AHP

dilakukan untuk konfirmasi diagnosis dengan memeriksa kultur pus dan

sensitivitas bakteri dan dilanjutkan dengan aspirasi pus atau drenase dengan

memasang dren pada saat itu juga. Georgio dkk. (1995) melakukan aspirasi pada

115 kasus dengan keberhasilan mencapai 98%, dimana separuh kasus cukup

dengan sekali tindakan aspirasi sedangkan sisanya memerlukan 2 atau 3 kali

aspirasi.20

Pada beberapa studi aspirasi percutan dapat dilakukan pada abses

unilokuler dengan diameter kurang dari 5 cm, akan memberikan hasil baik

terkecuali bila abses tersebut kental dengan dinding abses yang tebal atau abses

yang multipel. Sedangkan drenase abses dilakukan bila pus kental, dinding abses

yang tebal dan tidak kolaps saat aspirasi, diameter lebih besar dari 5 cm dan

multilokuler. Pada abses yang multilokular dapat dilakukan pemasang beberapa

dren. Kegagalan drenase AHP berkisar 10% dimana hal ini dapat disebabkan dren

terlalu kecil untuk drenase pus yang kental, sedangkan dren yang besar memang

lebih efektif tetapi sering menimbulkan komplikasi perdarahan. Kegagalan

drenase juga terjadi pada peletakan dren yang kurang tepat dan pencabutan dren

terlalu dini menyebabkan kekambuhan. Zenda dkk (2001) menganjurkan irigasi

rongga abses melalui dren memberikan hasil baik.20

Sugiyama dkk. mendapatkan 70% AHP yang berhubungan dengan sistem

bilier dan tanpa obtruksi ternyata mengalami kekambuhan bila hanya dilakukan

drenase saja, tetapi dengan pemasangan sten bilier secara endoskopi hasilnya lebih

efektif.21 Sehingga AHP yang berhubungan dengan sistem bilier dengan obstruksi,

setelah dilakukan drenase percutan dianjurkan koreksi penyebab obstruksi.Kontra

indikasi aspirasi adalah pada keadaan gangguan pembekuan darah, pada aspirasi

tidak didapatkan pus, penderita tidak kooperatif dan secara teknis lokasi abses

sulit dijangkau.12

16

Page 14: DEFINISI

Pada abses hati amubik, Setelah diagnosa ditegakkan diberikan

metronidazol sebagai obat tunggal. Kelainan seperti hypoprothrombinemia,

hypoproteinemia dan anemia yang timbul perlu dikoreksi. Bila terjadi perbaikan

dalam 48 sampai 72 jam maka terapi metronidazol dilanjutkan. Pada penderita

yang tidak memberikan respon terhadap metronidazol dapat ditambahkan emetine

atau dehydroemetine.Terapi eradikasi untuk amubiasis intestinal diberikan setelah

terapi metronidazol.Tindakan aspirasi dilakukan bila dengan terapi konservatif

gagal, didapatkan tanda ekstensi keparu, peritoneal atau pericardia.10Tindakan

laparotomi dilakukan bila terdapat ruptur abses yang ditandai dengan peritonitis,

terjadi fistulasi keorgan berongga dan terjadi infeksi sekunder dengan

septikemia.10Medikamentosa yang digunakan meliputi:

Metronidazol

Telah terbukti sebagai obat pilihan untuk terapi abses hati amubik sejak 1966.

Metronidazol efektif terhadap amuba, toksisitasnya rendah dan dapat digunakan

untuk intestinal maupun ekstra intestinal amubiasis. Respon tampak setelah hari

ketiga terapi dan diatas hari kelima respon terapi mencapai 85% dan menjadi 95%

setelah hari kesepuluh.22Sekitar 5% sampai 15% kasus resisten terhadap

metronidazol. Beberapa penulis menyatakan tidak ada “drug resistent” terhadap

metronidazol melainkan terjadi delayed respons terhadap metronidazol.

Emetine Hydrochloride

Merupakan obat tertua untuk terapi amubiasis dimana sangat efektif untuk

mengatasi tropozoid dibandingkan dengan bentuk kista ameba. Potensial untuk

mengatasi infeksi amuba pada jaringan dibandingkan amuba pada lumen

usus.Kontraindikasi pemakaian bila ada gangguan ginjal, jantung dan pada

penyakit otot. Perlu perhatian bila digunakan pada anak dan orang tua. Dapat

diberikan secara kombinasi bila response terapi dengan metronidazol

jelek.Dehydroemetin merupakan analog emetin hydrochloride dengan toksisitas

lebih rendah dan lebih cepat dieliminasi dijaringan dibandingkan dengan emetin

hydrochloride.

Chloroquin Phosphate

Pertama digunakan sebagai anti abses hati amubik tahun 1948, digunakan bila anti

amubik lain resisten. Efek anti amubik tidak sekuat emetine hydrochloride.

17

Page 15: DEFINISI

Diloxanide Furoate

Diloxanide efektif untuk terapi kolitis amubik dan efektif untuk amuba bentuk

kista dan tidak efektif untuk terapi amubik yang berat. Diloxanide

direkomendasikan untuk pengobatan carrier yang asimptomatik.

Terapi Pembedahan.

Terapi pembedahan dilakukan bila terjadi kegagalan dalam pengelolaan

secara non operative, terjadi komplikasi perdarahan dan kebocoran pus pada saat

dilakukan drenase percutan. Tindakan pembedahan juga dilakukan untuk

mengatasi penyakit dasar yang mendasari terjadinya AHP tesebut.18Diagnosa

kelainan intra abdominal memerlukan visualisasi secara laparoskopik. Tindakan

laparoskopi dapat mengurangi morbiditas dan mortalitas. Tindakan laparoskopi

sekarang dipergunakan untuk pengelolaan penyakit hati.

Indikasi penggunaan tindakan laparoskopi pada abses hati 7:

1. Penderita dengan abses hati dan disertai adanya masa diluar hati

2. Pennderita hepatomegali dengan tanda yang tidak cocok dengan diagnosa

abses hati.

3. Diagnosa abses hati dengan hasil aspirasi negatif

4. Kecurigaan kebocoran abses atau perdarahan setelah aspirasi

5. Menyingkirkan keganasan.

Indikasi pembedahan langsung sebagai terapi awal adalah AHP yang

mengalami ruptur ke intraperitoneal, penderita dengan abses multipel dan abses

yang menyebabkan obstruksi saluran empedu yang tidak dapat diatasi dengan

tindakan non operative.Tindakan pembedahan ini dimulai dengan identifikasi

rongga abses dengan pungsi yang dilakukan sebelum melakukan pungsi hati

secara tumpul. Penentuan lesi lain juga dapat dilakukan dengan tuntunan

ultrasonografi pada saat pembedahan. Setelah rongga abses dibuka dan pus

dievakuasi dilakukan explorasi dengan jari untuk melepaskan debris dari dinding

abses dan memecah rongga abses yang berdekatan. Dren dengan kaliber yang

besar diletakkan pada rongga abses. Tindakan irigasi melalui drain menurut

beberapa penulis cukup bermanfaat. Reseksi hati dilakukan pada AHP tunggal

18

Page 16: DEFINISI

atau multipel yang menyebabkan kerusakan hati, atrofi hati dengan obstruksi

bilier akibat striktur dan hepatolithiasis.4Aspirasi dan drenase mempunyai

keberhasilan sampai 90% kasus AHP. Bila dengan cara ini gagal dapat dilakukan

tindakan aspirasi atau drenase secara laparoskopi.7Tindakan reseksi juga

direkomendasikan pada AHP yang secara sekunder disebabkan penyakit radang

kronik granulomatous, karena pus pada abses tesebut pekat, dengan dinding septa

terdiri dari jaringan fibrous yang tebal sehingga sulit dilakukan drenase.8,13

Pada abses hati amubik, terapi pembedahan dimulai dengan identifikasi

rongga abses dan selanjutnya rongga abses dibuka secara tumpul , abses

dievakuasi dan debri dilepas dari dinding abses , septa dipecah. Didalam septa

sering berisi pembuluh darah dan saluran empedu sehingga dapat terjadi

perdarahan yang sulit dikontrol terutama bila terjadi gangguan pembekuan darah

dan juga dapat terjadi kebocoran empedu. Dilakukan irigasi rongga abses dengan

menggunakan larutan saline dan disusul instalasi larutan emetine hydrochloride

65 mg dalam 100 mL normal saline selama 3 – 5 menit. Bila perlu dipasang dren

yang besar. Perforasi organ berongga diatasi dengan eksteriorisasi, diversi

proksimal lesi, atau menutup lubang perforasi.Pasca bedah diberikan obat anti

amuba intra vena dikombinasi dengan dengan antibiotika yang berspektrum luas.

Efusi pleura tidak memerlukan tindakan sebab bila abses hati amebik dapat diatasi

maka efusi pleura akan mereda sendiri.

Abses hati dapat ruptur kedalam rongga pleura dan bila terjadi dapat cepat

meluas sehingga abses akan mengisi rongga pleura dan terjadi kolaps paru.

Keadaan ini memerlukan tindakan thoracocentesis dan disusul dengan

pemasangan dren rongga thoraks dan dilakukan aspirasi. Drenase yang tidak

efektif akan menyebabkan infeksi sekunder yang dikemudian hari memerlukan

tindakan pembedahan yang lebih agresif seperti dekortikasi paru.Ruptur abses hati

ke bronkus akan menyebabkan batuk dengan sputum yang banyak dan berwarna

coklat. Meskipun hal tersebut disebabkan oleh abses hati tetapi dapat terdrenase.

Abses biasanya disertai pendindingan terhadap pleura dan rongga thoraks,

sehingga tidak memerlukan tindakan pembedahan dan perlu dijaga kelangsungan

drenase secara postural , disertai pemberian bronkodilator dan terapi anti amubik.

19

Page 17: DEFINISI

Abses hati pada lobus kiri cenderung menyebabkan komplikasi pada

perikard yang dimulai dengan efusi intra perikard sampai terjadinya tamponade

jantung akibat ruptur abses hati lobus kiri. Abses hati lobus kiri dapat mengalami

resolusi dengan pemberian anti amuba, tetapi bila diagnosa menunjukkan adanya

efusi perikard maka harus dilakukan aspirasi abses hati lobus kiri tersebut. Bila

ada tanda tamponade perlu dilakukan aspirasi perikardium melalui pungsi sub

xyphoid dan sekaligus drenase abses hati yang menjadi penyebabnya.

Terapi aspirasi

Sampai saat ini ada kontroversi tentang aspirasi yang dilakukan pada abses

hati yang tidak mengalami komplikasi dimana diagnosa dapat dikonfirmasi

dengan riwayat dan tampilan klinik yang khas, pemeriksaan ultrasound

pemeriksaan serologi amuba yang positip. Tidak ada bukti penelitian acak

terkontrol bahwa aspirasi memperbaiki survival, lama rawat inap dan

mempercepat hilangnya panas badan dibandingkan dengan pemberian obat anti

amuba saja. Aspirasi mempunyai manfaat untuk menegakkan diagnosa yang

masih belum pasti dengan memeriksa kultur pus atau darah yang diperoleh.

Sedangkan bila diagnosa yang didapatkan adalah keganasan maka tindakan

aspirasi tersebut merupakan kontraindikasi.

Terapi aspirasi pada pengelolaan abses hati amubik pada masa kini

merupakan tindakan yang dapat dilakukan dengan cepat, aman dan efektif untuk

terapi AHA. Tindakan aspirasi sebagai prosedur rutin pada AHA tidak

dianjurkan .Abses hati amuba dengan diameter 5 cm atau kurang 80% berhasil

diterapi dengan metronidazol.1Aspirasi dilakukan pada abses dengan volume lebih

dari 300 ml, resiko ruptur dan tidak ada respon dengan terapi anti amuba.25

Aspirasi AHA hanya dilakukan pada keadaan berikut ini:22

1. Dari pemeriksaan serologi tidak dapat ditentukan diagnosa, diagnosa perlu

waktu yang lama atau tidak dapat dilakukan, sedangkan diagnosa

bandingnya adalah abses hati pyogenik.

2. Pengobatan dengan anti amubik perlu dipertimbangkan misalnya pada

kehamilan.

20

Page 18: DEFINISI

Kecurigaan klinis

Terapi empirik dengan antibiotik spektrum luas IVResusitasi cairanCT ScanAspirasi diagnostik

Sumber intraabdomen +

Sumber intraabdomen -

Kelola sumber dan drainase abses operatif

Abses kecil / multipel

Abses tunggal atau beberapa abses besar

Antibiotika IV saja dan pertimbangkan drainase operatif bila gagal terapi

Drainase perkutaneus

Operatif bila gagal

3. Ada kecurigaan timbulnya infeksi sekunder pada abses hati

4. Bila panas tetap terjadi pada 3 sampai 5 hari setelah terapi yang tepat

5. Dikawatirkan terjadi ruptur pada abses yang besar, khususnya ruptur

perikardial pada abses hati lobus kiri.

Untuk diagnosis cukup dilakukan sekali aspirasi, tetapi bila untuk terapi

hal tersebut tidak adekwat. Bila ternyata memerlukan aspirasi yang berulang

mungkin perlu dipertimbangkan pemasangan dren untuk menghindari resiko

kekambuhan.Aspirasi untuk tujuan diagnosis saat ini dianggap tidak akurat karena

karakteristik “anchovy souce” mungkin tidak didapatkan. Sehingga untuk

menghilangkan subyektivitas tersebut maka cairan aspirasi dapat diperiksa dengan

tes PCR atau dengan tes indirect hemaglution assay (IHA).

ALGORITMA PENGELOLAAN ABSES HATIPYOGENIK

21

Page 19: DEFINISI

Kecurigaan klinis AHA (nyeri di RUQ, demam, hepatomegali pada pasien pria muda)

Terapi empirikamebisidalCT ScanIndirek Hemaglutination Assay

Serologi - Serologi +=+

Ulang tes serologi bila kecurigaan klinis kuat, pertimbangkan aspirasi diagnostik dengan panduan image

Teruskan terapi amebisid sampai 10 hari

Absen tanpa komplikasi tidak perlu terapi lebih lanjut

Ruptur ke perikardial, pleura atau peritoneum perlu drainase bedah

Abses besar, superinfeksi, resiko tinggi, atau tidak respon dengan amebisid perlu drainase perkutan

ALGORITMA PENGELOLAAN ABSES HATI AMUBIK

22

Page 20: DEFINISI

VIII. PROGNOSA

Drenase dan pemberian antibiotika sistemik menurunkan mortalitasAHP

dibawah 50%. Perkembangan ultrasound dan CT scan membuat diagnosa dapat

ditegakkan lebih dini dan drenase dapat dilakukan lebih awal akan menurunkan

mortalitas dibawah 20%.3Resiko yang sering menyebabkan kematian antara lain

syok septik, joundice, koagulopati, lekositosis, hipoalbumin, pecahnya abses

kerongga peritoneum, kondisi immunodeficiency dan keganasan yang

menyertai.12,24 Chou dkk 1995 mendapatkan kematian akibat ruptur AHP

mencapai 43,5% dibandingkan 15,5% bila tidak mengalami ruptur.20 Kematian

akibat abses multiple 22% yang secara signifikan berbeda dibandingkan 13%

pada abses tunggal.4

Dengan pengobatan masa kini prognosis lebih tergantung pada penyakit

dasar dan penyakit yang menyertai dibandingkan dengan akibat dari AHP sendiri,

meskipun demikian keterlambatan diagnosis dan tindakan juga akan memperjelek

prognosis. Ketahanan hidup abses hati amubik lebih baik dibanding abses hati

pyogenik. Kematian abses hati amuba tanpa komplikasi mencapai 5,9%. Study

cohort secara prospektif, di India pada tahun 1996, bila didapatkan bilirubin >3.5

mg/L, encephalopathy, volume abses >500 ml, albumin<2 g/dl dan jumlah abses

akan berpengaruh pada peningkatan mortalitas.6

23