Dedi Irwansyah Fsh

122
i PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI) DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy) Oleh: Dedi Irwansyah NIM : 104043101270 KONSENTRASI PERBANDINGAN FIQH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1432 H/2011 M

Transcript of Dedi Irwansyah Fsh

Page 1: Dedi Irwansyah Fsh

i

PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI)

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy)

Oleh:

Dedi Irwansyah

NIM : 104043101270

KONSENTRASI PERBANDINGAN FIQH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/2011 M

Page 2: Dedi Irwansyah Fsh

ii

PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI)

DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy)

Oleh

Dedi Irwansyah

NIM. 104043101270

Pembimbing:

Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yango. M.A

NIP: 194512301967122001

KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH

PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1432 H/ 2011 M

Page 3: Dedi Irwansyah Fsh

iii

PENGESAHAN PANITIA UJIAN

Skripsi yang berjudul “Praktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia

(AIMI) Dalam Perspektif Hukum Islam”, telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah

Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Maret

2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata

satu, yaitu Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum

dengan Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih.

Jakarta, 22 Maret 2011

Mengesahkan,

Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum

Prof. Dr.H. Muhammad Amin Suma,SH., MA.,

MM NIP. 195505051982031012

PANITIA UJIAN

Ketua : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag

NIP. 196511191998031002 : (.................................)

Sekertaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si

NIP. 197412132003121002 : (.................................)

Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yango. M.A

NIP.194512301967122001 : (.................................)

Penguji I : Dr. Abdurrahman Dahlan. M.A

NIP: 195811101988031001 : (.................................)

Penguji II : Dr. H. Ahmad Mukri Aji. M.A

NIP. 195703121985031003 : (.................................)

Page 4: Dedi Irwansyah Fsh

iv

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S I) di Universitas

Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai

dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Jakarta, 17 Rabiul Akhir 1432 H

22 Maret 2011 M

Penulis

Page 5: Dedi Irwansyah Fsh

v

بسم اهلل الرحمن الرحيم

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT.

Dialah sumber tempat bersandar, Dialah sumber dari kenikmatan hidup yang tanpa

batas, Rahman dan Rahim tetap menghiasi Asma-Nya sehingga penulis diberikan

kekuatan yang begitu melimpah dari kekuatan fisik hingga psikis untuk tetap

menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI

IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI) DALAM PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM”

Salawat serta salam juga penulis curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad

SAW beserta para keluarganya, sahabat dan pengikutnya yang telah membuka pintu

keimanan yang bertauhidkan kebahagiaan, kearifan hidup manusia, dan pencerahan

atas kegelapan manusia yang dijadikan sebagai sebuah pembelajaran bagi umat

muslim hingga akhir zaman.

Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi syarat akhir untuk mencapai Gelar

Sarjana Syari‟ah (S.Sy) pada Progam Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum,

Konsentrasi Perbandingan Fiqh, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Page 6: Dedi Irwansyah Fsh

vi

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan dan

motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:

1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Summa, SH., MA., selaku Dekan

Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku ketua Progam Studi

Perbandingan Mazhab dan Hukum dan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi,

S.Ag., M.Si., selaku sekretaris Progam Studi Perbandingan Mazdhab dan

Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Prof. DR. Hj. Huzaemah Tahido Yango. MA., sebagai pembimbing yang

telah rela meluangkan waktu, memberikan ilmu dan masukan-masukan yang

sangat bermanfaat bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini.

4. Bapak dan Ibu dosen yang penulis hormati, yang telah memberikan tenaga

dan pikirannya untuk mendidik penulis agar kelak menjadi manusia yang

berguna.

5. Segenap karyawan Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Fakultas Syariah

dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan

tak lupa Segenap karyawan Perpustakaan Umum wilayah Jakarta Barat dan

Page 7: Dedi Irwansyah Fsh

vii

Jakarta Selatan yang telah memberikan bantuan berupa bahan-bahan yang

dapat dijadikan referensi dalam penulisan skripsi ini.

6. Kepada Organisasi AIMI dan seluruh jajaranya. Yang telah memberikan

bantuan yang berharga berupa data-data yang dapat dijadikan referensi dalam

penelitian ini dan juga kepada para pelaku Donor ASI yang sudah

memberikan waktunya untuk proses wawancara dalam penelitian ini.

7. Kepada ibu Dr. Faizah Ali Syibromalisi.MA., selaku Anggota Fatwa Majelis

Ulama Indonesia (MUI), yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk

proses penelitian berupa wawancara dan memberikan informasi-informasi

yang dianggap penting.

8. Papa dan mama tersayang, Bapak H.Abdurrahman (Alm) dan Ibu Hj.Ainin

yang sangat penulis hormati dan cintai, selalu memberikan kasih sayang yang

begitu melimpah kepada penulis, yang telah memberikan bimbingan, arahan,

nasehat dan doa demi kelancaran dan kesuksesan penulis. Untuk adikku,

Mardiah dan Ramdhan Ibnu Saputra, terima kasih atas dorongan dan doanya.

Isteriku tercinta, Ibu Lina Ervina, yang selalu menemani penulis, selalu siap

mendengarkan keluh kesah penulis, terima kasih atas semua kebaikan dan

kebahagiaan. Untuk mutiara kecilku, buah hatiku, Alif Ahmad Faruqi Abdus

Shobur yang memberikan penulis semangat dan telah memberikan warna bagi

kehidupan penulis. Mertuaku tersayang, Bapak Hendra Elwoear dan Ibu

Wasih tersayang. Terimakasih atas kasih dan sayang yang selalu memberikan

Page 8: Dedi Irwansyah Fsh

viii

dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. Mudah-mudahan Allah SWT

memberikan limpahan rahmat dan kasih sayangnya kepada mereka.

9. Sahabat terbaikku, Muhammad Bakreini, Fiqh Hidayat, Nashrudin Romli,

Ikhwan kurnia, Ahmad Faisal (bob), Rusli, Qosim, Ahmad hambali, dan

seluruh Adik kelasku di PMH . Terima kasih atas semua persahabatan yang

telah kita rajut selama ini. Terima kasih atas canda tawa dan dorongan

semangatnya, semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus oleh jarak

dan waktu. Dan semua teman kelasku di Perbandingan Fiqh (PF) angkatan

2004.

Akhirnya atas jasa dan bantuan dari semua pihak, baik berupa moril maupun

materi, penulis haturkan terima kasih. Penulis berdoa semoga Allah SWT

membalasnya dengan imbalan pahala yang berlipat ganda dan sebagai amal jariyah

yang tidak akan pernah surut mengalir pahalanya dan mudah-mudahan skripsi ini

dapat bermanfaat dan berkah bagi penulis dan semua pihak. Amin.

Jakarta, 17 Rabiul Akhir 1432 H

22 Maret 2011 M

Penulis

Page 9: Dedi Irwansyah Fsh

ix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR . i

DAFTAR ISI ....................................................................................................................... v

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................... 7

C. Tujuan dan Manfaat .............................................................. 7

D. Literature Riview .................................................................. 8

E. Metode Penelitian ................................................................. 9

F. Sistematika Penulisan ........................................................... 11

BAB II : ASI, KONSEP RADLA’AH MENURUT HUKUM ISLAM DAN

SEJARAH IBU SUSU

A. ASI dan Manfaatnya ............................................................. 14

1. Pengertian ASI ......................................................................... 14

2. Manfaat ASI Bagi Ibu dan Bayi ................................................. 20

B. Konsep Radla‟ah Menurut Hukum Islam ............................. 27

1. Pengertian Hukum Islam ......................................................... 27

2. Pengertian Radla’ah ................................................................ 30

3. Konsep Radla’ah Menurut Hukum Islam ................................. 32

Page 10: Dedi Irwansyah Fsh

x

C. Sejarah Ibu Susu ................................................................... 69

BAB III : DONOR ASI DAN ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA

(AIMI)

A. Pengertian Donor ASI ........................................................... 72

B. Pengertian, Sejarah dan Latar belakang Berdirinya Asosiasi

Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) ........................................... 72

1. Pengertian AIMI ............................................................... 72

2. Sejarah dan Latar belakang Berdirinya Asosiasi Ibu

Menyusui Indonesia .......................................................... 73

C. Mekanisme Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui

Indonesia (AIMI) ................................................................... 77

D. Manfaat dan Dampak adanya Donor asi ............................... 83

BAB IV : ANALISIS PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU

MENYUSUI INDONESIA (AIMI) PERSPEKTIF HUKUM

ISLAM

A. Donor ASI menurut MUI ...................................................... 85

B. Relevansi mengenai mekanisme Donor ASI di AIMI

dengan Hukum Islam ............................................................ 94

C. Analisa penulis mengenai Donor ASI di Asosiasi Ibu

Page 11: Dedi Irwansyah Fsh

xi

Menyusui Indonesia (AIMI) ................................................ 99

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................... 107

B. Saran ..................................................................................... 108

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 110

Page 12: Dedi Irwansyah Fsh

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Menyusui adalah suatu proses alamiah, kebanyakan para ibu terdahulu

diseluruh dunia telah berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang

ASI, bahkan ibu buta huruf sekalipun dapat menyusui anaknya dengan baik.1

Tak ada sebutan anak jika tidak ada ibu. Begitu juga sebaliknya, wanita tak

akan disebut ibu jika tidak ada anak. Sedangkan hubungan alami yang begitu kuat

yang terjadi antara seorang anak dengan ibunya, dipertegas dan diperjelas lagi

dengan adanya Air Susu Ibu (ASI) yang bersumber dari buah dadanya yang

merupakan makanan dan minuman utama bagi bayi atau anaknya.2

Menyusukan anak bagi setiap ibu, dengan cara memberikan ASI. Merupakan

suatu yang sangat penting bagi kehidupan dan kelangsungan hidup manusia didunia

ini. Lantaran ASI memiliki keutamaan, kelebihan, manfaat dan keagungan yang tidak

dapat disejajarkan, disamakan dan atau disetarakan dengan makanan dan minuman

lain buatan manusia. Sedangkan disisi lain, menyusui secara alami dengan ASI bagi

setiap ibu, merupakan fitrah bagi manusia yang berjenis kelamin wanita. Oleh sebab

1 Utami Roesli, Mengenal ASI Eksklusif, (Jakarta; Trubus Agriwidya, 2000), hlm. 2

2 Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, (Jakarta; PT. Fikahati

Aneska, 1993) Cet. I, hlm. 29

Page 13: Dedi Irwansyah Fsh

13

13

itu, menyusukan bayi secara alami dengan ASI seorang ibu, dapat merupakan bukti

kepatuhan dalam melaksanakan perintah Allah SWT.3

Karena Allah SWT tidak pernah memerintahkan sesuatu kepada manusia,

kecuali dengan hak dan kebenaran. Siapa saja yang taat, tunduk dalam melaksanakan

perintahnya, pasti akan memetik buah kebajikan dan akan merasakan berbagai

manfaat serta kegunaan yang menguntungkan. Dan siapa saja yang menentang,

sesungguhnya ia telah mencegah dirinya mendapatkan kebajikan yang telah

disediakan Allah SWT baginya. Setiap orang yang mau menggunakan akalnya, akan

selalu berusaha agar seluruh tindakannya itu, sesuai dengan hak dan kebenaran.

Lantaran hak dan kebenaran akan selalu menuntun orang-orang kejalan yang diridloi

oleh Allah SWT, lurus menuju keselamatan hidup baik didunia maupun diakhirat.

Selain dari pada itu, Allah memang hanya membebankan pekerjaan

menyusukan anak kepada kaum ibu. Sebagaimana firman Allah SWT:

.. ( انبقشة

(2) :233)

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang

ingin menyempurnakan penyusuan”. ( Q.S. Al-Baqarah (2): 233)

Pada firman Allah ini menunjukan perintah yang wajib dilaksanakan bagi

sebagian ibu, namun sunnat bagi sebagian ibu yang lain. Dan juga menunjukan fitrah

seorang ibu untuk menyusui.4

3 Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 30

Page 14: Dedi Irwansyah Fsh

14

14

Walaupun demikian, dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan

hal yang alamiah tidaklah selalu mudah. Seiring dengan perkembangan zaman,

terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat.

Ironinya, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang

terlupakan. Padahal kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan

besar bagi ibu dan bayi. Karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama ini

mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Bagi

para ibu, hal ini berarti kehilangan kepercayaan diri untuk dapat memberikan

perawatan yang terbaik kepada bayinya itu dan bagi bayi berarti bukan saja

kehilangan sumber makanan yang vital, tetapi juga kehilangan secara perawatan yang

optimal.

Didalam hiruk pikuk kehidupan kota-kota besar kita lebih sering melihat bayi

diberi susu botol dari pada disusui oleh ibunya. Sementara dipedesaan, kita melihat

bayi yang baru berusia satu bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai

tambahan asi. Sebenarnya menyusui, khususnya yang secara ekslusif merupakan cara

pemberian makan bayi yang alamiah. Namun sering kali ibu-ibu kurang mendapatkan

informasi yang benar tentang manfaat ASI Eksklusif, tentang bagaimana cara

menyusui yang benar dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam

menyusui bayinya.

4 Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 31-32

Page 15: Dedi Irwansyah Fsh

15

15

Menyusui adalah suatu seni yang harus dipelajari kembali untuk keberhasilan

menyusui tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal, yang diperlukan

hanyalah kesabaran, waktu, sedikit pengetahuan tentang menyusui dan dukungan dari

lingkungan keluarga terutama suami. Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan

memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat. Menyusui sebenarnya tidak

saja memberikan kesempatan pada bayi untuk tumbuh menjadi manusia yang sehat

secara fisik tetapi juga lebih cerdas, mempunyai emosional yang lebih stabil,

perkembangan spiritual yang positif serta perkembangan sosial yang lebih baik.5

Begitu pentingnya pemberian ASI secara ekslusif belum bisa tergantikan oleh

asupan yang lainnya. Namun keadaan, harapan maupun kehendak kaum ibu terutama

ibu kandung bayi sering kali tidak sesuai dengan kemampuan dan kenyataan yang

dihadapinya, ada diantara mereka ditakdirkan tidak subur memiliki ASI atau alasan

lainnya, baik karena medis atau non medis, sehingga ibu yang melahirkan tersebut

tidak bisa memberikan asi kepada bayinya. Ada juga kaum ibu yang kebingungan

karena ASI yang dikeluarkan terlalu banyak jadi mereka tidak tahu harus diapakan

ASInya itu. Dalam menghadapi masalah seperti ini, diperlukan jalan keluar yang

terbaik yang sesuai dengan situasi dan kondisi sosial budaya masyarakat maupun

keagamaan dimana mereka berada. Mengingat pentingnya ASI bagi bayi seringkali

mendapat hambatan, penyusuan bayi oleh para ibu-ibu selain ibu kandungnya yang

dikenal dengan sebutan “Radla‟ah” sudah menjadi kebiasan yang nyata ada dan

5 Utami Roesli, Mengenal ASI Eksklusif, hlm. 2

Page 16: Dedi Irwansyah Fsh

16

16

berkembang dalam masyarakat, hanya saja dikalangan kaum muslimin amatlah

diperhatikan adanya hubungan nasab setelah penyusuan itu terjadi.6

Seiring dengan perkembangan zaman, sekarang dikenal adanya istilah donor

ASI, dimana seorang pendonor memberikan ASI nya kepada bayi yang

membutuhkannya. Menurut Dra. Hj. Mursyidah Thahir,MA (anggota Komisi Fatwa

MUI) menyatakan bahwa “Mendapatkan ASI merupakan hak setiap bayi. Hal itu

terserat dalam surat al- Ahqaaf ayat 15, sebagai berikut:

.( 15: (46)األحقـاف)

Artinya : “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya,

ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).

mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah

dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku

untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu

bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah

kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku

bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri".

(Q.S. Al-Ahqaaf (46): 15)

Penjelasan dari ayat diatas bahwa hak bayi memperoleh ASI sejak dalam

kandungan minimal 6 bulan dan maksimal 24 bulan setelah melahirkan. Karena itu

dari perspektif islam donor ASI diperbolehkan. Meski diperbolehkan tetapi harus

6 Huzaimah Tahido Yanggo, dan Anshary, A.Z, Problematika Hukum Islam

Kontemporer (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 25

Page 17: Dedi Irwansyah Fsh

17

17

disikapi dengan hati-hati, harus juga memenuhi ketentuan, antara lain: dilakukan

dengan musyawarah antara orang tua bayi dan ibu donor sehingga disepakati

biayanya, usia bayi kurang dari 2 tahun, dan demi menjaga kesehatan bayi,. Dan

apabila si ibu donor hamil, maka kontrak atau kesepakatan bisa dibatalkan.

Ketentuan lain, bila bayi telah menerima ASI donor dengan kenyang minimal

5 kali, maka semua keturunan dari pendonor menjadi muhrim bagi bayi itu.

Disamping itu juga, donor ASI tidak boleh dilakukan dengan cara kolektif seperti

Bank Darah, karena akan menimbulkan kekacauan identitas dan garis keturunan bagi

anak tersebut.7

Untuk lebih memudahkan dan menyederhanakan penyusuan yang langsung

dari Ibu Donor yang dewasa ini dirasa kurang begitu difahami atau dimengerti oleh

masyarakat mengenai mekanisme dalam praktiknya. Seperti Prosedur dan syarat-

syarat yang diperlukan dalam melakukan praktik donor ASI ini yang belum begitu

jelas adanya. Bagaimana merealisasikanya kedalam kehidupan masyarakat apakah

bertolak belakang dengan Syariat Islam?. Maka dari penjelasan diatas penulis

memilih judul “Praktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)

Dalam Perspektif Hukum Islam”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

7 Majalah Wanita Kartini, Mendonorkan ASI Boleh, tapi Wajib Disikapi dengan Hati-

hati, no.2221 ed. 26 Juni-1o Juli 2008, hlm. 92

Page 18: Dedi Irwansyah Fsh

18

18

Memberikan ASI secara eksklusif kepada bayi yang baru lahir adalah kewajiban

seorang ibu dan bayi yang baru lahir tersebut berhak mendapatkan ASI Eksklusif selama 6

bulan dan menyempurnakannya sampai 24 bulan atau 2 tahun. Namun tidak semua ibu

kandung dapat memberikan ASInya karena banyak faktor, maka dari itu bagi kaum ibu

keberadaan Donor ASI (ibu susu) melalui Donor ASI sangat diperlukan. Tetapi pemberian ASI

oleh Donor ASI (ibu donor) melalui Organisasi AIMI tersebut masih menimbulkan beberapa

permasalahan. Berhubung karena judul skripsi ini amat luas, maka penulis batasi

pembahasannya sekitar permasalahan proses Donor ASI dan Latar Belakang timbulnya

praktik Donor ASI serta mekanisme praktik donor ASI di AIMI, Manfaat ASI dan hukum

Donor ASI.

Dari pembatasan masalah ini, maka pokok masalah dalam skripsi ini dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa yang melatarbelakangi timbulnya praktik Donor ASI di AIMI?

2. Bagaimanakah Mekanisme praktik Donor ASI pada AIMI tersebut?

3. Apa manfaat pemberian ASI bagi Pendonor kepada Bayi?

4. Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap Donor ASI?

C. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari

penelitian ini adalah

1. Mengetahui apa yang melatarbelakangi timbulnya Praktik Donor ASI di AIMI.

Page 19: Dedi Irwansyah Fsh

19

19

2. Mengetahui mekanisme dalam praktik Donor ASI di AIMI.

3. Mengetahui manfaat pemberian ASI bagi Pendonor (Ibu Susu) kepada bayi.

4. Mengetahui pandangan hukum Islam terhadap Donor ASI.

Sedangkan manfaatnya, penulis juga berharap penelitian ini dapat dimanfaatkan

untuk mengembangkan teori maupun praktek hukum. Semoga hasil penelitian ini dapat

dipergunakan sebagai informasi bagi praktisi, kalangan akademisi dan masyarakat pada

umumnya. Dapat juga dijadikan bahan acuan pada penelitian berikutnya berkenaan dengan

masalah yang terkait.

D. Literatur Riview

Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu melakukan literature Riview

agar diketahui posisi skripsi yang akan ditulis. Menurut penelusuran data yang dilakukan

oleh penulis diperpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum maupun di perpustakaan Utama

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta belum ada skripsi yang membahas masalah Donor ASI, tetapi

pembahasan yang mirip dengan permasalahan ini hanya terdapat dalam sebuah tesis yang

ditulis oleh Endis Firdaus tahun 1996 dengan judul “Alternatif Bank ASI ( Studi Eksploratif

Tradisi Radla’ah dalam Islam Menuju Bank ASI Berdasarkan Syariah)”.

Dalam tesisnya oleh beliau dibahas tentang cara penyusuan ibu susu (Radla’ah)

menuju Bank ASI yang dibahas secara Eksploratif serta membahas konsep yang difahami

oleh ulama tradisional dalam mempertemukannya dengan ulama kontemporer tentang

masalah tersebut. Sedangkan penulis pada skripsi yang akan ditulis ini lebih menekankan

kepada bagaimana cara kerja praktik Donor ASI itu sendiri dan bagaimana pula prosedur

Page 20: Dedi Irwansyah Fsh

20

20

standar atau prosedur dalam menejemen kinerjanya yang diterapkan dengan

membandingkannya dengan hukum islam.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Pada prinsipnya penelitian ini merupakan gabungan antara penelitian

kepustakaan (Libarary Research) dengan penelitian lapangan (Field Research).

Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan

dengan menelaah dan menelusuri berbagai literature, karena memang pada dasarnya

sumber data yang hendak digali terfokus kepada studi pustaka. Sedangkan penelitian

lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendatangi langsung

objek yang akan diteliti guna mendapatkan data-data. Langkah yang digunakan dalam

penelitian lapangan melalui tehnik wawacara, observasi dan alat lainnya. Dengan

demikian penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif, yaitu data

yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar bukan angka.8

2. Jenis Data

Karena penelitian ini merupakan gabungan antara studi pustaka dan lapangan,

maka sumber yang diambil oleh penulis meliputi:

8 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002).

Cet. I, hlm. 51

Page 21: Dedi Irwansyah Fsh

21

21

a. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat baik yang

dilakukan melalui wawancara observasi dan alat lainnya.

b. Data Sekunder adalah data yang berasal dari bahan pustaka. 9

3. Metode Pengumpulan Data

Untuk dapat mengumpulkan data-data yang diperlukan maka penulis

menggunakan alat pengumpulan data atau instrument penelitian yakni alat atau

fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data, agar pekerjaannya lebih

mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga

mudah diolah.10

Adapun instrumen atau alat pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti

berupa:

a. Wawancara (Interview), yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk

mendapatkan informasi secara langsung dengan menggunakan pertanyaan-

pertanyaan pada responden.11

b. Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis

mengenai fenomena sosial dengan gejal-gejala psikis untuk kemudian dilakukan

9 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam teori dan Praktek, (Jakarta; PT. Raja

Grafindo Persada, 2003), ed. I. cet. VI, hlm.87 10

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta; PT.

Rineka Cipta, 1998), cet. XI, ed. Revisi IV. hlm. 151 11

P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam teori dan Praktek, hlm. 87

Page 22: Dedi Irwansyah Fsh

22

22

pencatatan.yakni peneliti melakukan penelusuran kelapangan tentang objek

penelitian yang diteliti.12

c. Kepustakaan, yaitu mencari data-data atau literature yang relevan dengan objek

penelitian.

4. Metode Analisis

Ananlisis data yang digunakan adalah teknik analisis isi secara kualitatif

(Qualitative Content Analisys). Dalam analisis ini semua data yang dianalisis berupa teks.

Analisis isi kualitatif digunakan untuk menemukan, mengidentifikasi dan menganalisa

teks atas dokumen untuk memahami makna, signifikansi dan relevansi teks atau

dokumen.

5. Teknik Penulisan

Adapun teknik penulisan skripsi ini adalah berpedoman kepada buku “Pedoman

Penulisan Skripsi Fakultas Syaari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2007”.

F. Sistematika Penulisan

Supaya penelitian ini mengikuti alur pikir yang logis dan mudah difahami, maka

penulis memberikan gambaran tentang bagian-bagian dari penulisan yang disusun sebagai

berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

12

Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, hlm.62

Page 23: Dedi Irwansyah Fsh

23

23

Pada bab ini penulis menguraikan tentang Latar belakang Masalah,

Pembatasan dan perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat, Literature Review,

Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.

BAB II : ASI, KONSEP RADLA’AH MENURUT HUKUM ISLAM DAN SEJARAH IBU SUSU

Pada bab ini penulis membahas tentang Pengertian ASI dan Manfaat ASI untuk

Ibu dan Bayi serta Konsep Radla’ah menurut Hukum Islam dan Sejarah Ibu

Susu.

BAB III : DONOR ASI DAN ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI)

Pada bab ini penulis membahas tentang Pengertian Donor ASI, Pengertian,

Sejarah serta Latar Belakang Berdirinya AIMI, Mekanisme Donor ASI serta

Manfaat dan Dampak adanya Praktik Donor ASI.

BAB IV : ANALISIS PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI)

PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

Pada bab ini penulis membahas tentang Donor Asi menurut MUI dan Relevansi

mengenai Mekanisme Donor Asi di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia menurut

Hukum Islam serta Analisa Penulis mengenai Donor Asi ini.

BAB V : PENUTUP

Ini merupakan bab terakhir yang didalamnya dikemukakan Kesimpulan dan

Saran yang dianggap penting.

Page 24: Dedi Irwansyah Fsh

24

24

BAB II

ASI, KONSEP RADLA’AH MENURUT HUKUM ISLAM DAN SEJARAH

IBU SUSU

A. ASI dan Manfaatnya

1. Pengertian ASI

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ASI adalah singkatan dari Air Susu

Ibu.13

Sedangkan menurut istilah, ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan

protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae

ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya.14

ASI adalah makan dan minuman yang paling utama bagi para bayi selain

karena tidak akan pernah manusia sanggup memproduksi susu buatan sekualitas

dengan ASI, juga ASI merupakan pemberian Allah Subhanahu Wa Ta‟ala kepada

seluruh anak manusia. Untuk menjamin kesehatan ibu dan anak, serta menjamin

kelangsungan hidup anak manusia itu kelak dikemudian hari.15

Menurut dr.

Utami Rusli, perintah menyusui ini sudah tertulis didalam al-Qur‟an, bahwa

13

DepDikBud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1988), hlm.

1058 14

Mhd. Arifin Siregar, Pemberian Asi Ekslusif dan Faktor - Faktor Yang

Mempengaruhinya, (Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas

Sumatera Utara, 2004) hlm. 3 15

Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, (Jakarta; PT. Fikahati

Aneska, 1993), Cet. I, hlm. 30

Page 25: Dedi Irwansyah Fsh

25

25

Allah Subhanahu Wa Ta‟ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 233, sebagai

berikut:

.( 233(: 2)انبقشة)

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi

yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan

pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan

menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena

anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.

apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan

permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu

disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan

pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa

Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S Al-Baqarah (2): 233)

Dan surat an-Nisa‟ ayat 6 yang berbunyi:

( 6(: 4)انغاء)

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan

dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap

(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan

hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”.(Q.S. an-Nisaa‟ (4): 6)

Page 26: Dedi Irwansyah Fsh

26

26

Ayat ini menerangkan janganlah meninggalkan keturunannya dalam

keadaan lemah, hal ini menjadi sangat relevan untuk membiarkan anak tumbuh

tanpa ASI dan membuatnya lemah dan tidak sejahtera.

Satu lagi hal yang belum diketahui adalah Breasfeeding Father, konsep

ini dasarnya bahwa untuk menyusui diperlukan dua hormon yakni prolaktin dan

oksitosin.

Prolaktin adalah hormon yang dipengaruhi perasaan negatif dan oksitosin

merupakan hormon yang dipengaruhi rasa positif. Karenanya, peran ayah untuk

membuat ibunya senang dan menghasilkan banyak dua hormon tadi sehingga

memperbanyak ASI.16

ASI mengandung nutrisi lengkap, karbohidrat, protein, garam mineral,

dan sebagai vitamin. Berbagai kandungan yang terdapat dalam ASI merupakan

unsur sumber daya yang dibutuhkan bayi. Air Susu Ibu memiliki fungsi menjaga,

memperkuat kekebalan tubuh bayi lebih baik, karena ASI mengandung faktor-

faktor protektif yang terdiri dari antibody, sel-sel darah putih, enzim, dan

hormone tertentu.17

Karena itulah, tak mengherankan jika ibu selalu dianjurkan

untuk memberikan ASI Ekslusif kepada bayinya demi pertimbangan kesehatan

tersebut.

16

Koran Republika, Wawasan; Menyusui adalah Perintah Agama, tanggal 4 Agustus

2010, hlm. 18 17

Majalah Ayah Bunda, Asi Versus Susu Formula, (edisi 25-08 Oktober, 2004), hlm.28

Page 27: Dedi Irwansyah Fsh

27

27

Untuk dapat mengatahui lebih jelas, bagaimana sebenarnya perbandingan

dan perbedaan segala macam unsur lain yang dikandungnya (baik dalam susu

manusia maupun susu sapi) yang bermanfaat bagi kesehatan bayi, dapat dilihat

pada table dibawah ini:18

Jenis zat gizi Kadar dalam tiap 100 ml

Air Susu Ibu Susu Sapi

Kalori 67 g 66 g

Protein 1,2 g 3,3 g

Lactose 7,0 g 4,8 g

Lemak 3,8 g 3,7 g

Vit. A 53 mg 34 mg

Vit. C 4,3 mg 1,8 mg

Vit. B 1 0,16 mg 0,42 mg

Asam Folic 0,18 mg 0,23 mg

Vit. B12 0,18 mg 0,56 mg

Zat besi 0,15 mg 0,10 mg

Zat kapur 33 mg 125 mg

Air Susu Ibu bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu

cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup (seperti darah). Sedangkan susu

formula atau susu sapi adalah cairan yang berisi zat yang mati. Didalamnya tidak

ada sel hidup seperti sel darah putih, zat pembunuh bakteri, anti bodi,

mengandung enzim, hormone, dan juga tidak mengadung faktor pertumbuhan.

18

Sjahmien Moehji, Ilmu Gizi II; Penanggulangan Gizi Buruk, (Jakarta; Papas Sinar

Sinanti, 2003), Cet. I, hlm. 34

Page 28: Dedi Irwansyah Fsh

28

28

Didalam buku Mengenal ASI Eksklusif karangan dr.Utami Roesli, dijelaskan

mengenai perbandingan antara ASI dengan Susu Sapi atau Formula:19

ASI Susu Sapi Pencemaran

bakteri Tidak ada Mungkin ada

Zat anti-infeksi Banyak Tidak ada

Protein

Kasein (%)

Whey (%)

40

60

80

20

Asam amino

Taurin

Cukup untuk

pertumbuhan otak Tidak ada

Lemak Ikatan panjang untuk

pertumbuhan otak

Ikatan pendek

dan sedang

Kolesterol cukup untuk

pertumbuhan otak tidak cukup

Lipase untuk

mencerna lemak Ada Tidak ada

Laktosa/ gula

(%) 7 (cukup)

3-4 (tidak

cukup)

Garam Tepat untuk

pertumbuhan Terlalu banyak

Mineral

Kalsium

Fosfat

350 (tepat)

150 (tepat)

1440(terlalu

banyak)

900 (terlalu

banyak)

Zat besi Jumlahnya sedikit

diserap baik

Jumlahnya

sedikit diserap

tidak baik

Vitamin Cukup Tidak cukup

Air Cukup

Diperlukan

lebih banyak

Ada banyak kelebihan dari bayi yang langsung mendapatkan ASI sejak

dini. Ia duapuluh kali bayi lebih jarang terkena diare, tujuh kali lebih jarang

19

Utami Ruoesli, Mengenal Asi Ekslusif , hlm. 34-35

Page 29: Dedi Irwansyah Fsh

29

29

terserang radang paru-paru, dan empat kali lebih jarang mengalami radang otak

serta menurunkan potensi alergi dan infeksi pada telinga.20

Yang dimaksud dengan ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja,

tanpa tambahan cairan seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan

tanpa makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan

tim. Pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya

selama 4 (empat) bulan, tetapi bila mungkin sampai enam bulan.21

Tapi kenapa harus 6 (enam) bulan?, karena dalam 6 (enam) bulan pertama

kehidupan semua kebutuhan nutrisi dari protein, karbohidrat dan lainnya sudah

tercukupi dari ASI Eksklusif, ini menurut dr. Utami Roesli. Beliau juga

menuturkan bahwa bayi berusia dibawah 6 (enam) bulan belum memiliki enzim

pencernaan yang sempurna atau matang. Selain itu juga bisa bermanfaat bagi ibu

yaitu sebagai kontrasepsi (pencegah kehamilan) alami atau metode amenorea22

laktasi, mencegah kanker23

payudara dan indung telur, ibu lebih cepat

mendapatkan berat badan idealnya kembali serta mencegah obesitas.24

Menurut

dr.Nova Riyanti Yusuf, SpKJ dari komisi 9 (Sembilan) DPR dalam acara

20

Sunardi, Ayah, Bari Aku Asi, (Solo: Aqamedika, 2008), hlm.28; Koran Republika,

Wawasan; Menyusui adalah Perintah Agama, tanggal 4 Agustus 2010, hlm. 18 21

Utami Ruoesli, Mengenal Asi Ekslusif, hlm. 3 22

amenorea adalah terhentinya haid secara abnormal. http://kamusbahasaindonesia.org./

amenorea diakses tanggal 29 januari 2011 23

berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan prof. Catharina Svanborg di swedia,

ASI dapat melindungi bayi terhadap kanker. http://www.harunyahya.com/indo/artikel/082.html

diakses 06 januari 2011 24

http://www. DetikHealth.com/read/2010/11/154034/1491453/mengapa-asi-eksklusif-

harus-6-bulan.html diakses 19 januari 2011

Page 30: Dedi Irwansyah Fsh

30

30

“OneAsia Breastfeeding Forum 7”, beliau menuturkan bahwa “Memberikan ASI

Eksklusif selama 6 (enam) bulan sama dengan menyelamatkan kehidupan 30.000

(tiga puluh ribu) bayi”.25

Menyusui sendiri mempunyai beberapa keuntungan:

a. Susu yang diberikan dalam keadaan steril dalam artian bebas kuman, bermutu

sesuai dengan kebutuhan bayi manusia seperti halnya juga susu kucing sesuai untuk

anak kucing.

b. Menyusui sendiri anaknya akan mempererat hubungan antara ibu dan bayinya.26

2. Manfaat ASI Bagi Ibu dan Bayi

Merupakan hal yang sangat alami dan mengagumkan saat melihat seorang

ibu menyusui anaknya. Sebuah permulaan yang merupakan pemberian terbaik

bagi sibayi. Walaupun bagi sebagian ibu hal tersebut terlihat mudah, tetapi

banyak juga yang mengalami kesulitan saat melakukannya.

ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi. Kebutuhan nutrisi masa

laktasi sedikit lebih banyak dibandingkan pada ibu yang tidak menyusui karena

nutrisi pada ibu menyusui sangat dibutuhkan bayi dalam bentuk ASI, selain

digunakan untuk dirinya sendiri. Bayi akan merasakan terpuaskan dan sehat bila

sejak lahir hingga enam bulan mendapatkan ASI dengan kualitas dan kuantitas

25

http://www.detikhealth.com/read/2010/11/10/121828/1491135/764/asi-6-bulan-sama-

dengan-menyelamatkan-30.000-bayi.html. diakses 19 januari 2011 26

Derek Liewellyn Jone, Ginekologi dan Kesehatan Wanita, (Jakarta; Gaya Favorit

Press; 1977 ), hlm. 238-239

Page 31: Dedi Irwansyah Fsh

31

31

yang cukup baik. Untuk mendapatkan ASI yang demikian, ibu harus

mendapatkan nutrisi cukup dan bergizi.

Secara ringkas, manfaat yang diperoleh bayi dari air susu, selain rasa

kenyang adalah sebagai berikut:

a. Kandungan gizi yang sangat lengkap.

b. Keseimbangan yang tepat antara karbohidrat, protein, mineral dan lemak.

c. ASI lebih mudah dicerna dari pada susu formula sehingga jarang mengakibatkan

gangguan pencernaan bayi. Misalnya: diare dan konstipasi.

d. Bayi yang disusui dengan ASI biasanya jarang mengalami kelebihan dan kekurangan

Berat Badan.

e. Jarang diantara mereka yang menderita alergi ataupun infeksi karena bakteri.

f. Terjalin ikatan batin antara seorang ibu dengan bayinya. Hal tersebut baik untuk

psikologis bayi.

g. ASI jarang sekali menyebabkan bayi menderita eksim karena tidak tahan terhadap

protein.

h. ASI siap sedia diperoleh kapan saja dan tidak memerlukan ongkos apapun. Tetapi,

perlu diperhatikan bahwa seorang ibu yang sedang menyusui seyogianya berusaha

memakan semua zat-zat yang diperlukan untuk memproduksi susu.

i. ASI sesuai dengan suhu yang dibutuhkan bayi sehingga anda tidak perlu

memanaskannya lagi.

Page 32: Dedi Irwansyah Fsh

32

32

j. Menyusui bayi menyebabkan ala-alat kandungan ibu lebih cepet normal kembali

seperti keadaan semula. Ibu yang menyusui bayinya sendiri merasa lebih sehat dari

biasanya.

k. Dari sudut kejiwaan juga lebih baik jika menyusui sendiri. Dengan begitu ibu merasa

memiliki anak dan timbulah kebanggaan sebagai ibu yang berhasil memelihara

bayinya. Bayi sendiri akan memperoleh perasaan aman sejak dini yang merupakan

bekal penting bagi pertumbuhan jiwanya dikemudian hari.27

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh dr.Katherine Hobbs

Knutson, dari Departemen Psikiatri Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston-

Amerika Serikat. Mengungkapkan bahwa ASI secara siginifikan mempengaruhi

perangai anak dimasa depan. Bahwa seorang ibu yang mencukupi asupan ASI

bayinya tidak pernah melaporkan adanya masalah perilaku pada mental anaknya

selama lima tahun fase pertumbuhannya. Namun, ditemukan anak yang Cuma

disusui selama dua bulan berpotensi berperangai buruk dibanding dengan anak

yang ditunjang ASI selama satu tahun.

Menurutnya, “ini merupakan indikasi bahwa pemberian ASI selama

pertumbuhan dapat memiliki efek pada anak”, ujarnya. Studi ini melibatkan

sekitar 100 ribu partisipan dari usia 10 (sepuluh) bulan hingga 18 (delapan belas)

27

Indiarti, M.T., A to Z The Golden Age; Merawat, Membesarkan dan Mencerdaskan

Bayi anda Sejak dalam Kandungan Hingga Usia 3Tahun, (Yogyakarta; C.V Andi Offset, 2007), hlm.

74-76; Republika, Tren Global Menyusui Dua Tahun, Senin, 21 Maret 2011, hlm. 24-25

Page 33: Dedi Irwansyah Fsh

33

33

tahun. Dalam penelitian tersebut, orang tua ditanya seputar pemberian ASI serta

prilaku dan mental anaknya.

Menurut spesialis anak, dr. Soedjatmiko, selama proses menyusui akan

terjadi interaksi penuh kasih sayang antara ibu dan buah hatinya. Bayi merasa

aman, nyaman dan dilindungi sehingga terbentuk Attachment Basic Trust sebagai

landasan utama perkembangan emosi yang baik dikemudian hari. Ujarnya.

Konsultan laktasi, dr. Utami Roesli mengungkapkan, bayi yang terpenuhi

asupan ASI akan memiliki Emosional Quetient (EQ) dan Spiritual Quetient (SQ)

yang baik. Ini yang akan membentuk Behave-nya, dibandingkan dengan susu

formula. Menurutnya, kontak langsung dari kulit membuat buah hati lebih merasa

dekat. Ketika menyusui juga ada ransangan terhadap panca indranya. Bayi akan

merasakan, melihat, mencium, dan mendengar sesuatu yang ada didekatnya,

termasuk keintiman dengan ibunya. Anak yang diberi ASI akan tumbuh lebih

cerdas dan sehat dibandingkan dengan susu formula, ujarnya.28

Dari penjelasan diatas dapat kita difahami begitu besar manfaat dari ASI

Eksklusif. Namun, ada beberapa alasan medis mengenai kondisi kesehatan antara

Ibu dan Bayi yang dapat diterima dan dibenarkan untuk tidak menyusui

sementara atau permanen. Kondisi ini, yang menjadi keprihatinan sangat sedikit

ibu dan bayi, di bawah ini kita lihat dengan beberapa kondisi kesehatan ibu yang,

28

Koran Tempo, Kosmo; Perilaku Anak Berawal dari ASI, ed. Rabu tanggal 5 November

2010, hlm. C2

Page 34: Dedi Irwansyah Fsh

34

34

meskipun serius, bukan merupakan alasan medis untuk menggunakan pengganti

ASI.

Kapanpun terdapat pertimbangan untuk menghentikan proses menyusui,

manfaat menyusui harus ditimbang dan dibandingkan terhadap risiko yang

ditimbulkan oleh adanya kondisi khusus, diantaranya:

a. Kondisi Bayi

Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu lainnya kecuali

formula khusus:

1) Bayi dengan galaktosemia klasik, diperlukan formula khusus bebas galaktosa.

2) Bayi dengan penyakit kemih bearoma sirup maple/maple syrup urine disease,

diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin dan vlin.

3) Bayi dengan fenilketonuria, dibutuhkan formula khusus bebas fenilalanin

(dimungkinkan beberapa kali menyusui, dibawah pengawasan ketat).

Bayi-bayi dimana ASI tetap merupakan pilihan makanan terbaik tetapi

mungkin membutuhkan makanan lain selain ASI untuk jangka waktu terbatas:

1) Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 (seribu lima ratus) gram (berat

lahir sangat rendah).

2) Bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari usia kehamilan (amat

premature).

Page 35: Dedi Irwansyah Fsh

35

35

3) Bayi baru lahir yang beresiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi

metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa (seperti pada bayi yang

prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang mengalami stress

iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, bayi-bayi yang sakit dan bayi yang

memiliki ibu pengidap diabetes).

b. Kondisi Ibu

Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran menyusui

secara permanen:

1) Infeksi HIV : Jika pengganti menyusui dapat diterima, layak, terjangkau,

berkelanjutan dan aman.

Kondisi Ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian menyusui

sementara waktu:

1) Penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat bayi, misalnya sepsis.

2) Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1), kontak langsung antara luka payudara ibu

dan mulut bayi sebaiknya dihindari.

3) Pengobatan Ibu:

a) Obat-obatan prikoterapi jenis penenang, obat anti epilepsy dan opioid dan

kombinasinya dapat menyebabkan efek samping.

Page 36: Dedi Irwansyah Fsh

36

36

b) Radioaktif iodine-131 lebih baik dihindari mengingat bahwa alternatif yang

lebih aman tersedia-seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar dua

bulan setelah menerima zat ini.

c) Pengguna yodium atau yodofor topical secara berlebihan, terutama pada

luka terbuka atau membrane mukosa, dapat menyebabkan penekanan

hormone tiroid atau kelainan elektrolit pada bayi yang mendapatkan ASI

dan harus dihindari.

d) Sitotoksik kemoterapi mensyaratkan bahwa seorang ibu harus berhenti

menyusui selama terapi.

e) Abses payudara, menyusui harus dilanjutkan pada payudara yang tidak

terkena abses.

f) Hepatitis B, bayi harus diberikan vaksin hepatitis B dalam waktu 48 (empat

puluh delapan) jam pertama atau sesegera mungkin sesudahnya.

g) Hepatitis C

h) Mastitis, bila menyusui sangat menyakitkan, susu harus dikeluarkan untuk

mencegah progresivitas penyakit.

i) Tuberculosis, ibu dan bayi harus diterapi sesuai dengan pedoman

tuberculosis nasional.

Page 37: Dedi Irwansyah Fsh

37

37

j) Pengguna nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain, dan stimulant sejenis

oleh ibu telah terbukti memiliki efek berbahaya pada bayi yang disusui.29

B. Konsep Radla’ah Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Hukum Islam

Istilah “Hukum Islam” merupakan istilah khas Indonesia, sebagai

terjemahan al-Fiqh al-Islamy atau dalam konteks tertentu dari as- Syari‟ah al-

Islamy. Dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah, istilah hukum islam tidak dijumpai,

yang digunakan adalah kata Syari‟at yang dalam penjabarannya kemudian lahir

istilah Fiqh. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengertian

hukum islam, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian Syariah dan fiqh.30

Syari‟at pada asalnya bermakna “Jalan yang lempang”, atau “Jalan yang

dilalui air terjun”.31

Para Fuqaha‟ memakai kata Syari‟at sebagai nama hukum

yang ditetapkan Allah SWT untuk hambanya dengan perantara Rasulullah SAW

supaya para hamba melaksanakannya dengan dasar iman.32

Sedangkan hukum dalam pengertian Ulama Ushul Fiqh ialah “Apa yang

dikehendaki oleh Syari‟ (انشاسع) atau pembuat hukum. Dalam hal ini, Syari‟

adalah Allah. Kehendak Syari‟ itu dapat ditemukan dalam Al-Qur‟an dan

29

http://selasi.net/artikel/kliping-artikel/artikel-menyusui/156-alasan-medis-yang-dapat-

diterima-sebagai-dasar-penggunaan-pengganti-asi.html diakses 26 januari 2011 30

Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarata; PT. Raja Grapindo Persanda,

2003), Cet. II, hlm.3 31

M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta; PT. Raja Grapindon Persada, 1998),

Cet. III, hlm.5 32

Hasbi Ash-Shyiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Jakarata; PT. Bulan Bintang, 1985),

Cet. V, hlm.7

Page 38: Dedi Irwansyah Fsh

38

38

penjelasannya dalam As-Sunnah. Pemahaman akan kehendak Syari‟, itu

tergantung sepenuhnya kepada pemahaman ayat-ayat hukum dalam al-Qur‟an

dan Hadits-hadits hukum dalam Sunnah.

Usaha pemahaman, penggalian dan perumusan hukum dari sumber

tersebut dikalangan ulama disebut Istinbath (اعخباط) . Jadi istinbath adalah usaha

dan cara mengeluarkan hukum dari sumbernya.

Sumber hukum islam pada dasarnya ada 2(dua) macam:

a. Sumber “tekstual” atau sumber tertulis, yaitu langsung berdasarkan teks al-

Qur‟an dan Sunnah Nabi.

b. Sumber “non-tekstual” atau sumber tak tertulis. Seperti Istihsan dan

Qiyasah.33

Sedangkan Fiqh menurut bahasa bermakna tahu dan Faham. Sedangkan

menurut istilah ialah Ilmu Syari‟at, dan orang yang mengetahui Ilmu Fiqh

dinamai Faqih.

Para Fuqaha (jumhur mutaakhirin) menta‟rifkan fiqh dengan ilmu yang

menerangkan hukum-hukum syara‟ yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshil.

Apabila dikatakan hukum syari‟ah, maksudnya ialah hukum-hukum fiqh yang

berpautan dengan masalah-masalah amaliyah, yang dikerjakan oleh para mukallaf

sehari-hari.

33

H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (Ciputat; PT. Logos Wacana Ilmu, 2005). Cet, III,

hlm. 1-2

Page 39: Dedi Irwansyah Fsh

39

39

Hukum ini dinamai juga hukum furu‟, karena dipisahkan dari ushulnya;

yakni diambil, dikeluarkan dari dalil-dalilnya (dalil Syar‟i) yang menjadi objek

ushul fiqh. Jelasnya fiqh islam mempunyai ushul (pokok-pokok atau dasar) dan

furu‟ (cabang-cabang) yang diambil dari pokok tersebut.34

Kata Fiqh, dipakai untuk nama segala hukum agama, baik yang

berhubungan dengan kepercayaan ataupun yang berhubungan dengan muamalah

praktis, segala hukum dinamai juga Fiqh. Memahami hukum dinamai juga fiqh,

tidak ada perbedaan antara suatu hukum dengan yang lainnya inilah yang

dimaskud dengan firman Allah SWT didalam Surat at-Taubah ayat 122, yang

berbunyi:

i

(122: (9)انخبت )

Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak

pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam

pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya

apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”

(Q.S. at-Taubah (9): 122)

Dari pengertian diatas dapat difahami dan dimengerti arti Hukum Islam

yang sebenarnya, bahwa Hukum Islam adalah Syari‟at Islam (ketentuan Allah

atau titah Allah terhadap hambanya) dan kemudian dari penjabaran yang luas

34

Hasbi Ash-Shyiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, hlm. 17-18

Page 40: Dedi Irwansyah Fsh

40

40

maka dibuatlah fiqh sebagai intisari dari proses peng-instinbathkan suatu hukum

syar‟i.

Karena fiqh itu adalah suatu ilmu induk dari hasil pemahaman antara dua

ilmu yakni Qaidah Fiqhiyyah dan Qaidah Ushuliyyah atau Ushul Fiqh, yang

semuanya itu didasarkan pada suatu hukum yang bersifat abstrak atau masih

umum dan khusus.

2. Pengertian Radla’ah

Kata Radla‟ dalam bahasa arab berasal dari kata kerja radha‟a-radha‟i-

radha‟an, yang artinya menetek atau menyusui.35

Istilah Radha‟ di pakai untuk

tindakan menetek atau menyusui, anak yang menyusui disebut Radhi‟ dan

perempuan atau ibu yang menyusui disebut Murdhi‟.36

Abdurahman al-Jaziri juga

memberikan definisi yang tidak jauh berbeda. Menurutnya, Radha‟ secara

etimologi adalah nama bagi sebuah hisapan susu, baik manusia maupun susu

binatang.37

Al-Sayyid Sabiq berpendapat bahwa penyebutan “susuan”, sesungguhnya

mencakup segala macam bentuk susuan. Akan tetapi. Istilah ini memiliki definisi

tertentu agar dapat difahami dengan benar dan memberikan implikasi hukum

yang jelas terutama dalam persoalan pernikahan, anggapan “susuan” bersifat

35

Kamus Al-munir Arab- Indonesia, (Surabaya; Kashiko, 2000), cet. I, hlm. 221 36

Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta; PT. Hidakarya Agung, 1990), cet.

VIII, hlm. 142 37

Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh „ala Mazhahib al-Arba‟ah, (Beirut; dar al-Fikr),

juz. IV, hlm. 192

Page 41: Dedi Irwansyah Fsh

41

41

mutlak tidak dapat dibenarkan karena istilah itu harus diterjemahkan dengan

penyusuan sempurna. Penyusuan sempurna menurut al-Sayyid Sabiq adalah

“Seorang anak bayi yang menyusu tetek dan menyedot air susunya dan tidak

berhenti dari menyusu kecuali dengan kemauannya sendiri tanpa halangan”. 38

Pengertian Radha‟ secara bahasa memiliki makna yang sangat luas dan

umum. Artinya tidak disyaratkan bahwa yang disusui berupa anak kecil atau

orang dewasa.

Didalam fikihnya Imam Syafi‟I yang ditulis oleh Wahbah Zuhaili.

Pengertian Radla‟ secara etimologi berarti menghisap puting dan meminum air

susunya. Sedangkan secara termonologi berarti sampainya air susu seorang

wanita atau sesuatu yang dihasilkan dari sana kedalam lambung anak kecil atau

kedalam otaknya.

Dari definisi ini dapat kita ketahui bahwa unsur-unsur yang harus

terpenuhi dalam praktik Radha‟ adalah Ibu Susu (Murdhi‟), Air Susu Ibu (Laban)

dan Bayi/Anak (Radhi‟) yang menyusu dan ini juga termasuk kedalam rukun

susuan yang menjadi ikatan mahram.39

3. Konsep Radla’ah Menurut Hukum Islam

38

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, (Jakarta; PT. Prima Heza Lestari, 2006),cet. I, hlm. 44 39

, Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-

Qur‟an dan Hadits, (Jakarta; Al- Mahirah , 2010) cet. I, Juz. III, hlm. 27

Page 42: Dedi Irwansyah Fsh

42

42

Anak adalah amanah yang diberikan Allah SWT bagi kedua orang tua.

Oleh sebab itu, ketika anak lahir kedunia maka tanggung jawab sepenuhnya

menjadi kewajiban ayah dan ibunya. Diantara kewajiban orang tua untuk anaknya

adalah anak tumbuh sehat dan terpenuhi segala sesuatunya. Pada saat usia bayi,

ASI (Air Susu Ibu) adalah sumber makan pokok yang paling mendesak baginya.

Bahwa Allah SWT menganjurkankan kepada para ibu-ibu untuk menyusui anak-

anaknya dan memberikan batas 2 (dua) tahun penuh karena pada saat itu, anak

masih sangat membutuhkan ASI sebagai makanan dan minuman pertama yang

didapat oleh sianak. Sebagaimana firman Allah SWT didalam surat Al-Baqarah

ayat 233, sebagai berikut:

.(233: (2) انبقشة)

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi

yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan

pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan

menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena

anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.

apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan

permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu

Page 43: Dedi Irwansyah Fsh

43

43

disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan

pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa

Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Al-Baqarah (2): 233)

Lapaz ”dengan adanya huruf “Ta انذة merupakan jama‟ dari kata انانذاث

marbutoh. Sedangkan berarti ibu. Sedangkan untuk انانذة artinya bapak dan انانذ

lapaz bapak dan ibu adalah انانذا sebagaimana yang biasa diucapakan oleh orang

arab.

Imam Abu Hayan didalam kitab al-Bahri mengatakan itu adalah qiyasan

dari lapaz انذ, akan tetapi lapaz tersebut diucapakan hanya untuk bapak. Maka

kemudian didatangkan huruf “Ta” menjadi lapaz انذة untuk membedakan antara

laki-laki dan perempuan dari segi bahasa, seakan-akan kalimat tersebut

menyatakan bahwa bapak dan ibu adalah asal dari pada anak, maka diucapkan

untuk mereka berdua dengan lapaz انذا.40

Bentuk dalil ini adalah dengan menggunakan Shigat atau kalimat Khabar

(berita) karena untuk menguatkan seharusnya menjadi lapaz نشضؼ, pada

dasarnya bentuk lapaznya adalah berita, sedangkan hakikatnya adalah perintah.41

Kata al-Walidat maknanya adalah para ibu, baik ibu kandung maupun

bukan. Ini berarti bahwa al-Qur‟an sejak dini telah menggariskan bahwa air susu

40

Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an,

(Beirut: Maktabah al-„Ashriyyah, 2005) juz. I, hlm. 324 41

Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an,

hlm. 328

Page 44: Dedi Irwansyah Fsh

44

44

ibu, baik kandung maupun bukan adalah makanan terbaik buat bayi hingga usia

dua tahun.

Penyusuan yang selama dua tahun itu, walaupun diperintahkan, bukanlah

kewajiban. Ini difahami dari penggalan ayat yang menyatakan “bagi yang ingin

menyempurnakan penyusuan”. Namun demikian, ia adalah anjuran yang sangat

ditekankan, seakan-akan ia adalah perintah wajib. Jika ibu bapak sepakat untuk

mengurangi masa tersebut, maka tidak mengapa. Hendaknya jangan berlebih dari

dua tahun, karena dua tahun telah dinilai sempurna oleh Allah. Disisi lain,

penetapan waktu dua tahun itu, adalah untuk menjadi tolak ukur bila terjadi

perbedaan pendapat misalnya ibu atau bapak ingin memperpanjang masa

penyusuan.

Masa penyusuan tidak harus 24 (dua puluh empat) bulan, karena dalam

QS. Al-Ahqaf (46) ayat 15 menyatakan bahwa masa kehamilan dan penyusuan

adalah 30 (tiga puluh) bulan. Ini berarti, jika janin yang dikandung selama

sembilan bulan maka penyusuannya adalah 21 (dua puluh satu) bulan. Sedangkan

jika dikandung hanya 6 (enam) bulan, maka ketika itu masa penyusuannya adalah

24 (dua puluh empat) bulan.

Tentu saja ibu yang menyusukan memerlukan biaya agar kesehatannya

tidak tergangu dan air susunya selalu tersedia. Atas dasar itu lanjutan ayat

mengatakan, “merupakan kewajiban atas yang dilahirkannya”, yakni Ayah,

“memberi makan dan pakaian kepada para ibu” kalau ibu anak-anak yang

Page 45: Dedi Irwansyah Fsh

45

45

disusukan itu telah diceraikan secara ba‟in, bukan raj‟iy. Adapun jika ibu anak itu

masih berstatus isteri walau telah ditalak secara raj‟iy, maka kewajiban memberi

makan dan pakaian adalah kewajiban atas dasar hubungan suami isteri, sehingga

bila mereka menuntut imbalan penyusuan anaknya, maka suami wajib

memenuhinya selama tuntutan imbalan itu dinilai wajar.42

Mengapa menjadi kewajiban bapak? Karena pada kalimat ػه انندن itu

terkandung makna bahwa anak itu mengikuti ayah atau bapak dan nasabnya

kepada ayah atau bapak bukan kepada ibu. Maka kewajiban yang muncul untuk

menafkahkan kepada para ibu dan wanita-wanita yang menyusui karena adanya

anak maka bapak wajib menafkahinya.

Imam Zamakhsyariy berkata “kalau anda berkata kenapa diucapkan

Anda menjawab: agar dapat diketahui bahwa sang ibulah ?انانذ bukan يندن

yang melahirkan untuk bapaknya karena anak itu adalah milik bapaknya. Oleh

karena itu tersambung nasabnya kepada bapak bukan kepada ibu”.43

Imam al-Jashosh dalam tafsirnya Ahkamul Qur‟an berkata: pada ayat ini

mengandung 2 (dua) makna,sebagai berikut:

42

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-

Quran,(Jakarta: Lentera Hati, 2007) cet. X, vol. I, hlm. 503-504 43

Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an,

hlm. 328; Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta; Ghalia Indonesia),

hlm. 109-111

Page 46: Dedi Irwansyah Fsh

46

46

a. Sesungguhnya seorang ibu lebih berhak menyusui anaknya selama 2 (dua)

tahun dan tidak berhak untuk si ayah menyusukan anaknya kepada orang lain

selama si ibu atau isterinya berkainginan menyusui.

b. Sesungguhnya kewajiban ayah memberikan nafkah susuan hanya sampai 2

(dua) tahun.Dan pada firman Allah itu menunjukan bahwa suami atau bapak

tidak berhak mencampuri urusan penyusuan, karena Allah mewajibkan

penyusuan itu kepada bapak melalui ibu, mereka berdua adalah ahli waris dan

Allah mengutamakan bapak dari pada ibu pada masalah waris. Hal itu

menjadi dasar penentuan ayah atau bapak sebagai pemberi nafkah bukan ibu.

Demikian menjadi dasar kewajiban memberikan nafkah untuk anak-anaknya

sejak kecil hingga dewasa tanpa ada campur tangan dari pihak lain.44

Mengenai batas-batas antara hak dan kewajiban ibu dalam menyusukan

anaknya-yang berhubungan dengan upah, perceraian, martabat dan kesehatan-

para ahli fikih terjadi perbedaan pendapat mengenai seorang ibu yang telah

melahirkan anaknya, apakah ia wajib menyusui anaknya sendiri atau bisa disusui

perempuan lain?.

Pendapat pertama yakni dari Imam Malik dengan menyatakan bahwa

seorang ibu wajib menyusukan anaknya, tanpa satu alasanpun untuk menolaknya,

selama ia masih dalam status isteri dari ayah anaknya, tanpa mendapat upah.

44

Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an,

hlm. 333

Page 47: Dedi Irwansyah Fsh

47

47

Kecuali jika ibu tersebut termasuk kedalam golongan wanita yang bermartabat

tinggi, yang menurut adat istiadat setempat misalnya, ia tidak diperkenankan

menyusukan anaknya. Jadi harus diupayakan mencari wanita lain yang sanggup

menyusukan anaknya dengan mendapat upah. Namun demikian, pengecualian ini

juga batal dengan sendirinya, jika ternyata ada hal-hal tertentu yang membuat ibu

tersebut mau tidak mau harus menyusukan anaknya sendiri.

Sedangkan hal-hal yang dapat menggugurkan pengecualian dalam

menyusukan anak bagi wanita bermartabat atau ningrat itu adalah sebagai

berikut:

a. Bayi menolak menyusu kecuali kepada ibunya.

b. Kedua orang tua tidak memiliki dana untuk membayar upah wanita lain untuk

menyusukan anaknya.

c. Tidak ada wanita lain yang mau menyusukan anaknya.

d. Ada wanita lain, namun tidak bersedia jika dibayar.

Pendapat yang kedua yakni dari Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‟I dan

Imam Ahmad, menyatakan bahwa seorang ibu tidak mutlak wajib menyusukan

anaknya, sekalipun ibu itu masih dalam status sebagai isteri dari ayah anaknya.

Lantaran menyusukan anak itu sama dengan pemberian nafkah, sedangkan

pemberian nafkah merupakan kewajiban suaminya atau ayah si anak. Kalaupun

seorang ibu mau menyusukan anaknya, itu lantaran pada dasarnya seorang ibu

Page 48: Dedi Irwansyah Fsh

48

48

pasti memiliki rasa kasih sayang terhadap anaknya, sehingga ibu tersebut tidak

berhak menuntut dan atau menerima upah. Oleh sebab itu, seorang ibu berhak

menolak menyusukan anaknya, jika memang merasa tidak mampu atau merasa

akan tergangu kesehatannya jika menyusukan anak, sebagaimana firman Allah

dalam Al-Qur‟an, sebagai berikut:

... ...(233( : 2) انبقشة)

Artinya : “Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya”. (Q.S. Al-Baqarah (2): 233)

Berdasarkan argument ayat ini, seorang ibu tidak dipaksa untuk

menyusukan anaknya menurut ketentuan hukum, kecuali dalam keadaan darurat,

tidak ada pilihan lain, dalam artian telah ditetapkan pula oleh hukum lain atau

memenuhi berbagai ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan.

Selain itu, seorang isteri yang telah diceraikan oleh suaminya, juga tidak

boleh dipaksa untuk menyusukan anaknya, lantaran kewajiban memberikan

nafkah kepada anak merupakan kewajiban suaminya. Dan kalaupun ternyata -

karena satu lain hal – terpaksa harus menyusukan anaknya, maka ibu tersebut

berhak menuntut atau menerima upah menyusukan dari mantan suaminya,

lantaran upah tersebut bukan semata-mata upah murni, tetapi dapat sebagai

realisasi dari kewajiban seorang ayah memberikan nafkah kepada anaknya.

Dengan demikian, menyusukan anak tidak merupakan kewajiban agama

yang mutlak bagi seorang ibu, jika menyusukan anak itu akan menimbulkan hal

Page 49: Dedi Irwansyah Fsh

49

49

yang mudarat, yakni dapat mencelakakan ibu atau anaknya atau kedua-

duanya.misalnya, jika ibu mengidap suatu penyakit menular yang dapat

membahayakan kesehatan dan keselamatan anakya.45

Imam al-Qurtubi menyatakan bahwa Lapaz yang tersebut didalam al-

Qur‟an surat al-Baqarah ayat 233 itu adalah Muktamal. Artinya, mengandung 2

(dua) pengertian, yakni bisa hak, bisa juga tanggung jawab. Jadi, tidak berarti

kewajiban mutlak. Alasannya, jika Allah SWT memang ingin mengatakan

dengan jelas bahwa menyusukan anak itu merupakan kewajiban mutlak ibunya,

tentu Allah SWT akan menyatakan :

“Dan ibu wajib menyusukan anak-anaknya”

Sama halnya dengan firman Allah SWT mengenai kewajiban mutlak

seorang ayah dalam memberikan nafkah kepada keluarganya, yang dinyatakan

dengan firman-Nya:

.. ..( 233( 2)انبقشة)

Artinya : “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu”.(Q.S. al-Baqarah (2):

233)

Oleh sebab itu, menyusukan anak bukan kewajiban mutlak seorang ibu,

hanya hak seorang ibu. Jadi boleh dilaksanakan, boleh juga tidak. Berbeda

dengan seorang ayah, yang mutlak dibebani kewajiban memberi nafkah kepada

45

Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 39-41

Page 50: Dedi Irwansyah Fsh

50

50

keluarganya (anak isterinya), sehingga seorang ayah wajib secara mutlak mencari

upaya agar anaknya ada yang menyusukan. Namun demikian, hak menyusukan

anak bagi seorang ibu itu akan berubah menjadi kewajiban jika ia masih dalam

status isteri dari ayah sianak, sesuai dengan tuntutan fitrahnya. Kecuali ia

termasuk wanita bangsawan yang tidak diizinkan menyusukan anak sendiri,

sesuai dengan tuntutan adat istiadatnya. Namun demikian, pengecualian ini akan

gugur dengan sendirinya jika anak tersebut ternyata menolak menyusu kepada

selain ibunya. Maka menyusukan anak pada akhirnya kembali menjadi kewajiban

atau tanggung jawab ibunya.

Selain itu, wajib bagi seorang suami memberikan kesempatan penuh

kepada isterinya untuk menyusukan anaknya, dalam artian tidak boleh dihalangi

selama siisteri atau ibu dari anak itu suka melakukannya. Demikian pula halnya,

si isteri telah diceraikan atau masih dalam masa iddah. Hal itu untuk menjamin

terpenuhinya hak seorang ibu dalam menyusukan anaknya. Lantaran hanya

seorang ibulah yang memiliki rasa kasih sayang tulus terhadap bayinya, yang

merupakan bagian dari dirinya. Selain dari itu, menyusukan anak secara alami

semata-mata bertujuan untuk kepentingan dan perlindungan serta kesehatan anak,

lantaran ASI merupakan makan dan minuman yang terbaik untuk bayi.46

Dalam islam, hubungan keluarga bisa terjadi melalui penyusuan. Namun

aturan tersebut tidak bersifat umum. Rasulullah SAW tidak serta merta

46

Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 41-43

Page 51: Dedi Irwansyah Fsh

51

51

mengharamkan pernikahan karena pernah menjalin hubungan persusuan. Ada

beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam proses penyusuan yang dapat

menimbulkan hubungan mahram. Para ulama telah membahas beberapa kriteria

untuk memastikan hubungan mahram benar-benar terwujud antara bayi yang

menyusu dengan perempuan yang menyusui. Kriteria tersebut terkait macam dan

sifat ASI yang diberikan kepada bayi, karakter perempuan yang menyusui dan

kondisi anak yang menyusui.

Praktik radla‟ah itu memiliki unsur-unsur dalam pelaksanaannya,

diantaranya adalah Ibu susu (Murdhi‟), anak atau Bayi yang menyusu (Radhi‟)

dan Air susu (Laban). Penjelasannya sebagai berikut:

1. Ibu susu (Murdhi‟)

Kondisi orang yang menyusui juga harus diperhatikan dalam

persusuan untuk memastikan apakah yang dilakukan terhadap bayi benar-

benar memiliki konsekuensi hukum atau tidak sama sekali.

Mengenai identitas dari orang yang menyusui, Mazhab Maliki,

Hanafi, syafi‟I dan Hambali sepakat bahwa orang yang menyusui anak bayi

itu adalah seorang perempuan.47

47

Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh „ala Mazhahib al-Arba‟ah, hlm. 195-196

Page 52: Dedi Irwansyah Fsh

52

52

Imam Syafi‟I menjelaskan apabila wanita menyusui seorang bayi

maka bayi tersebut seperti anaknya secara hukum, dengan 3 (tiga) syarat

berikut:

a) Si Bayi benar-benar menyusu pada wanita tersebut. Air susu hewan ternak

tidak berkaitan dengan pengharaman anak.

b) Wanita yang menyusui dalam kondisi hidup. Jika seorang bayi menyusu

kepada wanita yang telah meninggal atau meminum air susu yang

dipompa dari wanita yang telah meninggal, ini tidak berimplikasi pada

pengharaman. Namun air susu wanita saat hidup dipompa, kemudian

setelah meninggal susu tersebut diminumkan kepada bayi, menurut

pendapat yang shahih bayi itu menjadi mahramnya.

c) Wanita tersebut masih bisa melahirkan akibat hubungan intim atau

lainnya, misalnya dia (ibu susu) telah berusia 9 (sembilan) tahun keatas,

karena kedua putingnya telah dapat mengeluarkan air susu.

Jika ternyata air susu tersebut berasal dari wanita yang belum

berusia 9 (sembilan) tahun, ini tidak menjadikan mahram. Jika dia telah

berusia 9 (sembilan) tahun maka menjadi mahram, meskipun belum

dihukumi baligh. Sebab, asumsi baligh sudah ada, sementara susuan telah

cukup hanya dengan asumsi seperti hanya nasab.

Page 53: Dedi Irwansyah Fsh

53

53

Dalam hal ini sama saja hukumnya antara ibu susuan yang telah

menikah maupun belum, juga antara yang masih perawan maupun

bukan.48

Mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali mengatakan bahwa tidak

disyaratkan bagi wanita yang menyusui itu harus masih hidup. Artinya,

jika dia mati lalu ada seorang bayi menyusu darinya, maka cukuplah

sudah hal itu sebagai penyebab keharaman. Bahkan mazhab Maliki

mengatakan “Kalaupun diragukan apakah yang dihisapnya itu susu atau

bukan, keharaman tetap terjadi”.

Seluruh mazhab juga sepakat bahwa, laki-laki pemilik air susu

yakni suami wanita yang menyusui itu menjadi ayah bagi anak yang

disusui isterinya itu, keharaman mereka berdua, seperti keharaman antara

ayah dan anak. Ibu suami wanita yang menyusui itu, menjadi nenek bagi

anak yang menyusui, saudara perempuan laki-laki itu menjadi bibinya,

sebagaimana halnya dengan wanita yang menyusuinya menjadi ibunya,

ibu wanita itu menjadi neneknya dan saudara perempuan wanita itu

menjadi neneknyan pula.49

Mengenai hubungan status seorang ibu susuan fuqaha telah

sependapat bahwa secara garis besar apa yang diharamkan oleh susuan

48

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-

Qur‟an dan Hadits, hlm. 28 49

Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh lima Mazhab; Ja‟fari, Hanafi, Maliki,Syafi‟I dan

Hambal,(Jakarta; PT. Lentera Basritama, 2003), cet. II, hlm. 340

Page 54: Dedi Irwansyah Fsh

54

54

dengan apa yang diharamkan oleh nasab. Yaitu bahwa seorang perempuan

yang menyusui sama kedudukannya dengan seorang ibu. Oleh karenanya,

ia diharamkan bagi anak yang disusukannya dan diharamkan pula baginya

semua orang (perempuan) yang diharamkan atas anak laki-laki dari segi

ibu nasab.50

Dalil yang menjadi pijakan adalah surat An-Nisaa ayat 23, yang

berbunyi:

( 23 : (4)انغاء)

Artinya:“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang

perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu

yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak

perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari

saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara

perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu, anak-anak isterimu yang dalam

pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum

campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa

kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu

50

Ibnu Rusyd, Bidayah al- Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II, hlm. 26

Page 55: Dedi Irwansyah Fsh

55

55

(menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang

bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, Sesungguhnya Allah

Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. An-Nisaa‟ (4): 23)

Dan hadits Nabi SAW, yang berbunyi:51

انب ػباط ا اب ضة ػ ت ح اب ذ ػه عهى اس ػه فقال . صه انه

انشضـاػت حشو ي انشضـاػت، ي ت اخ ، اـا اب اـا الححم ن

انغب (سا انبخاس يغـهى).ياحشو ي52

Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak

Hamzah. Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia

itu anak bagi saudara susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang

haram dengan sebab nasab”.(H.R. Bukhari dan Muslim)

2. Anak atau Bayi yang menyusu (Radli‟)

Anak adalah amanah yang diberikan Allah SWT bagi kedua orang

tuanya. Sebab itu, ketika anak lahir kedunia maka tanggung jawab

sepenuhnya menjadi kewajiban orang tua yakni ayah dan ibunya.

Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa menyusukan anak adalah

hak bagi seorang ibu, demikian menurut kesepakatan para ahli fiqh. Hal ini

dijelaskan didalam Al-Qur‟an dalam surat al-Baqarah ayat 233:

51

A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-“Asqalani, (Bandung; CV

Penerbit Diponegoro, 2002), cet. XXVI, hlm. 509

52 Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy,

(Beirut: Dar al-Fikr, 1981), Juz. V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-

Neisaburiy, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr), juz. I, nomor 1445

Page 56: Dedi Irwansyah Fsh

56

56

(233: (2) انبقشة)..

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi

yang ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2): 233 )

Namun mekanisme dalam penyusuan itu sendiri seperti batas usia

anak susuan, yang disusukan dan berimplikasi terhadap hubungan mahram

terhadap ibu susuan, terbagi kepada 3 (tiga) kelompok. Diantaranya:

a. Jumhur Ulama dari kalangan Sahabat maupun Tabi‟in.53 antara lain:

Maliki, Syafi‟I, Ishak, Abu Saur, dua sahabat Abu Hanifah dan Al-

„Awza‟i.54

dari kalangan sahabat antara lain: Umar bin al-Khattab dan

puteranya (Abdullah bin Umar), Abnu Mas‟ud, Ibnu Abbas, Abu Musa

serta para Isteri Nabi SAW selain dari Aisya. Mereka berpendapat bahwa

usia anak susuan yang berimplikasi terhadap hubungan mahram yaitu usia

2 (dua) tahun pertama sejak kelahiran.55

Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi‟I dan lainnya berpendapat bahwa

penyusuan anak besar tidak mengharamkan.56

Kelompok pertama ini

bersandar kepada firman Allah SWT didalam Al-quran surat Al-Baqarah

ayat 233, yang berbunyi:

53

Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2001), cet. I,

hlm.194 54

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27 55

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, hlm. 28 56

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27;

Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, hlm 194

Page 57: Dedi Irwansyah Fsh

57

57

(.. 233 ( :2)انبقشة )

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu

bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2): 233 )

Dari ayat diatas, menurut kelompok ini menunjukan batasan usia

seorang anak yang berakibat terjadinya hubungan mahram sebagaimana

yang terjadi pada garis keturunan nasab.

Dan hadits Nabi SAW dari „Aisyah r.a., yang diriwayatkan oleh

Bukhari dan Muslim, yang berbunyi:

ذا ػ ا عهى دخم ػه صه اهلل ػه انب ا ا اهلل ػ ػائشت سض ػ

رنك، فقانج كش كأ ج حغش : سجم فكأ أخ : فقال. إ ي ظش أ

اك جاػت . إخ ان (سا انبخاس يغهى)فئا انشضاػت ي57

Artinya: “Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati

seorang laki-laki, seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang

kehadiran tamu itu. lalu Aisyah menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata:

“Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”. Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah

kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara susuanmu! Saudara

sesusuan yang berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat

mengenyangkan”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Berdasarkan hadis ini, maksudnya adalah penyusuan saat sang

anak berada pada periode bayi dari lahir sampai dengan 2 (dua) tahun,

sehingga setiap menyusu akan memenuhi kebutuhan rasa laparnya.58

57

Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.

V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.

I, nomor 1455

Page 58: Dedi Irwansyah Fsh

58

58

Abu Ubaid mengemukakan bahwa “Jika seorang bayi lapar, maka

makanan yang dapat mengenyangkannya adalah susu. Dan penyusuan

yang dapat mengharamkan pernikahan dan membolehkan Khulwah adalah

penyusuan yang dapat menghilangkan rasa laparnya. Yang demikian itu,

karena perutnya masih sangat kecil sehingga cukup dengan susu saja dan

bahkan susu itu dapat menumbuhkan dagingnya.59

Karena menurut

Fuqaha yang lebih menguatkan hadits ini, mereka mengatakan bahwa air

susu yang tidak dapat berfungsi sebagai makanan bagi orang yang

menyusu, tidak menyebabkan keharaman.60

b. Abu Hanifah berpendapat bahwa usia anak susuan yang dapat

mengakibatkan hubungan mahram adalah yang berusia pada kisaran 30

(tiga puluh) bulan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, dalam surat

Al-Ahqaf ayat 15 sebagai berikut:

.. ...)15( : 46) األحقـاف)

Artinya: “…Dan mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan…”

(Q.S. Al-Ahqaaf (46): 15)

Maksud 30 (tiga puluh) bulan pada ayat diatas menurut Abu

Hanifah terhitung sejak kelahiran dan bukan dihitung dari semenjak dalam

58

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, hlm. 28-29 59

Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, hlm. 192 60

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 28

Page 59: Dedi Irwansyah Fsh

59

59

kandungan. Apabila perhitungan berdasarkan ayat, maka jumlahnya

adalah 2,5 ( dua koma lima) tahun. Pendapat Abu Hanifah ini dari sisi

perhitungan berbeda dari pandangan Ibnu Abbas yang dijadikan pegangan

Jumhur al-Mufassirin. Menurut Ibnu Abbas yaitu bagi seorang bayi

prematur yakni yang berada didalam kandungan selama 6 (enam) bulan,

maka masa penyusuannya dilakukan 24 (dua puluh empat) bulan. Apabila

si bayi berada dikandungan selama 7 (tujuh) bulan, maka masa penyusuan

menjadi 23 (dua puluh tiga) bulan. Dan bila berada selama 8 (delapan)

bulan, maka masa penyusuannya itu dilakukan selama 22 (dua puluh dua)

bulan.

Selanjutnya, apabila masa kandugannya selama 9 (sembilan)

bulan, maka penyusuan itu dilakukan selama 21 (dua puluh satu) bulan.

Dengan demikian, masa mengandung dan menyusui diseimbangkan

sejumlah bulan yang disebut didalam al-Qur‟an, yaitu 30 (tiga puluh)

bulan.61

c. Daud dan fuqaha al-Zahiri berpendapat bahwa penyusuan anak yang

sudah besar, dapat menjadi mahram. Hal ini merupakan pendapat dari

61

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, hlm. 30-31

Page 60: Dedi Irwansyah Fsh

60

60

Aisyah r.a.,62

hadits ini tentang salim yang mendapat izin masuk keluar

rumahnya.63

Sebagai berikut:

عهى، فقانج صه اهلل ػه م إن انب ج ع هت ب اسعل اهلل، : جائج ع

ل عانى فت دخ حز أب ج )إ أس ف ف حه اهلل . ( فقال انب صه

عهى )): ػه ش، فخبغى : قانج ((أسضؼ سجم كب ف أسضؼ ك

ش))قال : سعل اهلل صه اهلل ػه عهى سجم كب ج أ سا ) ((قذ ػه

(يغهى64

Artinya: “Sahlah binti Suhail mendatangi Nabi SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah,

aku lihat raut muka cemburu dari Abu Hudaifah terhadap “Salim” (bekas

hamba sahaya Abu Hudaifah yang sering masuk keluar rumah kami). Nabi SAW

bersabda: “Maka susukanlah ia (susu!). sahlah menimpali: “Ya Rasul dia anak

laki-laki yang sudah dewasa, bagaimana aku menyusuinya?” Rasulullah SAW

pun tersenyum seraya berkata: “hal itu aku ketahui bahwa dia anak laki-laki

dewasa”.(H.R. Muslim)

Pendapat ini didukung oleh sekelompok ulama Salaf dan khalaf

bahkan mereka mempertegas bahwa sekalipun yang disusukan itu lanjut

usia, ketentuan akibat susuan disamakan dengan usia anak kecil.

Sebagai bukti dukungan „Aisyah terhadap hadits ini, Ia pun pernah

menyuruh kepada saudara perempuannya bernama Ummu Kulsum dan

para putri saudara laki-lakinya apa bila menghendaki atau

memperkenankan lelaki asing bebas keluar masuk rumah, hendaklah ia

disusui terlebih dahulu.

62

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27 63

A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-“Asqalani, hlm. 506 64

Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,

juz. I, nomor 1453

Page 61: Dedi Irwansyah Fsh

61

61

Dengan demikian, batas usia anak susuan menurut versi kelompok

ini tidak memiliki batasan tertentu, bahkan seseorang tua bangka pun juga

dapat melakukan sebuah tindakan yang dapat mengakibatkan hubungan

mahram dan haram menikah melalui proses penyusuan oleh seorang

perempuan terhadap laki-laki asing itu.65

3. Air susu (Laban)

Didalam al-Qur‟an dan as-Sunnah tidak menjelaskan secara rinci

mengenai sifat ASI yang bisa berdampak terjadinya mahram. Namun para

ulama telah membahas mengenai status ASI yang diminum atau diminumkan

kepada bayi.

Mengenai jumlah atau kadar susuan yang menyebabkan mahram, itu

terbagi menjadi 4 (empat) kelompok. Diantaranya:

a. Satu kali susuan sudah menjadi mahram. Pendapat ini dianut oleh Jumhur

(Abu Hanifah, Malik66

dan salah satu riwayat Ahmad). Dari kalangan

sahabat dan tabi‟in seperti ibnu al-Musayyab, al-Hasan, al-Zuhri,

Qatadah, al-Awza‟I, al-Sauri dan al-Lais. Mereka berpegang kepada dalil-

dalil naqli yang bersumber dari al-Qur‟an dan hadits. Diantaranya:

Dalil al-Qur‟an surat an-Nisaa‟ ayat 23, sebagai berikut:

65

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, hlm. 31-32 66

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27;

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur‟an dan

Hadits, hlm. 31

Page 62: Dedi Irwansyah Fsh

62

62

..

(23 ( :4) انغاء)..

Artinya:“…Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan..”(Q.S.

an-Nisaa‟ (4): 23)

Hadits Nabi SAW dari „Aisya r.a., yang diriwayatkan oleh Bukhari

dan Muslim, sebagai berikut:

ا عهى دخم ػه صه اهلل ػه انب ا ا اهلل ػ ػائشت سض ػ

رنك، فقانج كش كأ ج حغش ذا سجم فكأ : ػ أخ : فقال. إ

اك إخ ي ظش جاػت. أ ان سا انبخاس) فئا انشضاػت ي

(يغهى67

Artinya: “.Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati

seorang laki-laki, seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang

kehadiran tamu itu. lalu Aisyah menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata:

“Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”. Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah

kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara susuanmu! susuan yang

diharamkan menikah adalah susuan yang mengenyangkan” (H.R. Bukhari dan

Muslim)

Dan hadits Nabi SAW dari Ibnu Abbas r.a, sebagai berikut:

انب ػباط ا اب ضة ػ ت ح اب ذ ػه عهى اس ػه فقال . صه انه

انشضـاػت حشو ي انشضـاػت، ي ت اخ ، اـا اب اـا الححم ن

انغب (سا انبخاس يغهى) ياحشو ي68

67

Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.

V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.

I, nomor 1455

68

Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.

V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.

I, nomor 1445

Page 63: Dedi Irwansyah Fsh

63

63

Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak

Hamzah. Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia

itu anak bagi saudara susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang

haram dengan sebab nasab”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Dengan landasan dalil naqli tersebut, kelompok ini menegaskan

bahwa nash-nash tersebut tidak menyebutkan batasan tertentu mengenai

jumlah susuan.

b. Kelompok yang menyatakan bahwa tiga kali susuan dapat menjadi

mahram. Pendapat ini berdasar riwayat ketiga dari Ahmad, diikuti Ahlu

al-Zahir kecuali Ibnu Hazm. Dari kalangan sahabat antara lain: Ishaq, Abu

Ubaid, Abu Saur dan Ibnu Munzir69

. Dengan argumentasi yang dijadikan

dasar adalah hadits „Aisyah r.a., yang berbunyi:

: قال سعل اهلل صه اهلل ػه عهى صخا ان صت سا ).الححشو ان

(يغهى70

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda; satu kali isapan (sedotan) atau dua Isapan tidak

mengharamkan (pernikahan)”. (H.R. muslim)

Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari jalan Ummu al-Fadhl,

yang berbunyi:

أو انفضم، قانج : ػ عهى، اهلل صه اهلل ػه ػه ب دخم أػشاب

خ، فقال ا أخش، : ف ب جج ػه اهلل، إ كاج ن ايشأة فخض ب ا

، سضؼخ ا أسضؼج ايشأح انحذث سضؼج أ ن أ ج ايشأح األ فضػ

69

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, hlm. 47 70

Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,

juz. I,nomor 1450

Page 64: Dedi Irwansyah Fsh

64

64

اهلل صه اهلل ػه عهى : فقال ب اإليالجخا سا ).الححشو اإليالجت

(يغهى71

Artinya: “Ada seorang lelaki kampung mendatangi Nabi SAW yang sedang berada

dirumahku dan lelaki itu mengadu: “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku

mempunyai seorang isteri dan aku menikah wanita lain, lalu isteri pertamaku

menyatakan bahwa ia pernah menyusui isteri keduaku dengan satu kali susuan

atau dua kali”. Nabi SAW menjelaskan :”Satu kali susuan atau dua kali susuan

tidak mengharamkan pernikahan”.(H.R. Muslim)

Dari kedua hadits diatas, memberi kesimpulan kepada kelompok

ini adanya anggapan bahwa penyebutan bilangan yang diulang berarti

meliputi tiga yaitu tiga kali susuan.72

c. Kelompok yang menyatakan dapat menjadi mahram, apabila disusukan

sebanyak lima kali penyusuan. Pendapat ini di anut oleh Imam Syafi‟I dan

Imam Hambali,73

Ibnu Hazm, Atha‟ dan Thawus. Dari kalangan sahabat

dipelopori oleh „Aisyah, Ibnu Mas‟ud dan Ibnu Zubeir.

Pedoman yang dijadikan dasar adalah hadits „Aisyah yang

berbunyi:

71

Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,

juz. I, nomor 1451 72

Ahmad sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, hlm. 47-48; Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II, hlm. 27 73

Abdul Hakim as-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 114; Wahbah

Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits, hlm.

30

Page 65: Dedi Irwansyah Fsh

65

65

ػائشت؛ أا قانج ، ػشش سضؼاث يؼهياث : ػ انقشآ ضل ي ا أ ف كا

عهى سعل اهلل صه اهلل ػه ظ يؼهياث، فخف بخ ، ثى غخ حشي

انقشآ ا قشأ ي ف (سا يغهى)74

Artinya: “Aisyah mengatakan: Pada mulanya ayat yang diturunkan berkenaan dengan

susuan adalah sepuluh kali susuan yang diketahui pasti mengakibatkan

keharaman menikah. Kemudian ayat tersebut dinasakh dan digantikan dengan

lima kali susuan yang diketahui pasti, kemudian Rasulullah SAW wafat dan

itulah yang terbaca didalam al-Qur‟an. (H.R. Muslim)

Kalimat yang terakhir “Dan itulah yang terbaca didalam al-

Qur‟an”, maksudnya bahwa turunnya ayat „lima kali susuan” berfungsi

sebagai penasakh, sangat terlambat. Hal itu disebabkan tenggang waktu

yang sangat sempit antara kewafatan Nabi SAW dan turunnya ayat

tersebut, sehingga hanya sebagian orang yang membaca “lima kali

susuan”. Akan tetapi, setelah diketahui statusnya adalah nasakh, maka

mereka pun berijma‟ bahwa “susuan lima kali”, tidak dibaca.75

Maksudnya hukum pertama hanya berlaku bagi orang yang tidak

mengalami penasakhan ayat tersebut.76

Jadi menurut Imam Syafi‟I dan Ishaq, „Aisyah dan sebagian isteri

Nabi mengeluarkan fatwa mengenai hal tersebut. Sedang Imam Ahmad

berpegang pada hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan

74

Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,

juz. I,nomor 1452 75

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, hlm. 48-49 76

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-

Qur‟an dan Hadits, hlm. 31

Page 66: Dedi Irwansyah Fsh

66

66

tirmizi. Selanjutnya Ia mengatakan: “Jika seseorang berpegang pada

ucapan „Aisyah yang menyebutkan lima kali penyusuan, maka yang

demikian itu merupakan pendapat yang kuat. Dan Saya tidak berani

berpendapat sedikitpun mengenai hal itu”.77

d. Sepuluh kali susuan dapat mengharamkan pernikahan. Pendapat ini

berdasarkan riwayat dari „Aisyah dan Hafsah. Antara lain sebagai berikut:

ج انب ا ص اهلل ػ ػائشت سض ا ػبذ اهلل أخبش عانى ب افغ ا ػ

ا أو كهثو، فأسضؼخ اخخ شضغ ان عهى اسعهج ب صه اهلل ػه

ادخم ش ثهاد سضؼاث فهى أك ثهاد سضؼاث ثى يشضج فهى حشضؼت غ

م ن ػشش سضؼاث أجم أ أو كهثو نى حك ا ي ػه ػائشت سض اهلل ػ

(سا انبق)78

Artinya: “Dari Nafi‟ bahwa Salim bin abdillah mengabarkan dari Aisyah, bahwa

„Aisyah Ummul Mukminin mengirim Salim kepada saudara perempuanya

bernama Ummu Kulsum agar menyusui Salim. Salim menerangkan bahwa

Ummi Kulsum menyusuinya sebanyak tiga kali susuan dan ia sakit, sehingga

tidak lagi dapat menyusuiku kecuali tiga kali saja, dan akupun belum pernah

keluar masuk rumah „Aisyah secara bebas, dikarenakan Ummi Kulsum belum

menyempurnakan susuan sebanyak sepuluh kali menyusui”.(H.R. al-Baihaqi)

Hadits Nabi SAW berdasarkan riwayat Hafsah, yang berbunyi:

ا اهلل ػ سض ؤي حفصت أو ان ا ا اخبشح ذ ا ت بج أب ػب صف ػ

ش حشضؼ ج ػ ت ب ا فاع عؼذ إن أخخ ػبذ اهلل ب أسعهج بؼاصى ب

77

Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Kautsar, 2003),

cet. XII, hlm. 468 78

Al-Baihaqi, Ahmad bin al-Husain bin Ali, Sunan al-Kubra, (Beirut: Dar al-Fikr), juz

VII, hlm. 457

Page 67: Dedi Irwansyah Fsh

67

67

ا ذخم ػه كا ش شضغ ففؼهج صغ ا ذخم ػه ػشش سضؼاث ن

(سا انبق)79

Artinya: “Dari Sofiyah binti Abdul Ubaid (isteri Abdullah bin Umar), bahwa Hafsah

„Ummul Mukminin mengirimi Ashim bin Abdullah bin Sa‟ad kepada saudara

perempuannya bernama Fatimah binti Umar bin Khattab untuk menyusuinya

dengan sepuluh kali susuan agar Ashim dapat keluar masuk rumah Hafsah dan

ketika itu ia masih anak-anak yang masih menyusu. Lalu Fatimah pun

melakukannya, sehingga Ashim dapat keluar masuk secara bebas dirumah

Hafsah”.(H.R. Malik, Abdur Razaq dan al-Baihaqi)

Pada pembahasan sebelumnya, mengenai usia anak dan kadar jumlah

susuan yang menjadi mahram. Ternyata masih menimbulkan persoalan

seputar susuan. Bagaimana cara memasukan air susu atau ASI itu ke dalam

perut bayi, apakah melalui metode yang sudah umum yaitu melalui puting

susu ibu susuan, tetapi dapat saja air susu itu diperah lalu diminumkan atau

dialirkan dengan bantuan alat seperti sedotan lalu diletakkan dimulut sang

bayi. Dan bagaimana hukumnya jika ASI dicampur dengan tambahan Air atau

makanan lain sebelum dikonsumsi oleh bayi. Serta bagaimana pula jika ASI

telah berubah bentuk misalnya ASI dibuat keju, dikentalkan atau dibekukan

dan seterusnya.

Hal ini sudah diperdebatkan dikalangan Ulama Fiqh, mengenai

mekanisme pemberian ASI itu sendiri. Akan dijelaskan dibawah ini sebagai

berikut:

79

Al-Baihaqi, Ahmad bin al-Husain bin Ali, Sunan al-Kubra, juz VII, hlm. 457

Page 68: Dedi Irwansyah Fsh

68

68

a. Kelompok Ahl al-Zahir, dikemukakan oleh Ibnu Hazm yang berpendapat

bahwa kriteria susuan yang berakibat mahram adalah susuan bayi (anak

kecil) melalui puting ibu yang menyusui dengan menggunakan mulut.

Adapun susuan yang dilakukan dengan cara memerah atau semacamnya

dan diletakkan dimulut bayi atau dengan cara dicampur roti lalu

disuapkan kemulutnya, atau melalui hidung, telinga, dengan suntikan,

maka cara-cara seperti itu tidak dapat mengakibatkan hubungan mahram.

Dalil yang menjadi landasan pendapat ini, adalah : al-Qur‟an surat

an-Nisaa‟ ayat 23, sebagai berikut:

..

(23 : (4)انغاء)...

Artinya: “…Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan

sepersusuan..”(Q.S. an-Nisaa‟ (4): 23)

Dan hadits Nabi SAW dari Ibnu Abbas r.a, sebagai berikut:

انب ػباط ا اب ضة ػ ت ح اب ذ ػه عهى اس ػه فقال . صه انه

انشضـاػت، ي ت اخ ، اـا اب انشضـاػت اـا الححم ن حشو ي

انغب (سا انبخاس يغهى).ياحشو ي80

Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak

Hamzah. Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia

itu anak bagi saudara susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang

haram dengan sebab nasab”.(H.R Bukhari dan Muslim)

80

Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.

V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.

I, nomor 1445

Page 69: Dedi Irwansyah Fsh

69

69

Hadits ini menunjukan makna “susuan” yang terdapat didalamnya

memberikan pengertian spesifik yang menolak indikasi lain selain cara-

cara yang sudah umum yakni melalui puting susunya langsung. Selain

dari pada itu, menurut Ibnu Hazm dari kalangan Zahiriyah tidak

dinamakan susuan. Cara yang tidak dikelompokkan susuan dapat

dilakukan dengan cara memerah dan dikentalkan kemudian dijadikan

makanan atau minuman, selanjutnya dimakan, ditelan atau menggunakan

alat Bantu seperti sedotan atau sejenisnya. Maka cara-cara seperti ini

bukan susuan, sehingga Allah tidak menjadikannya mahram.81

Ulama kontemporer Syeikh Yusuf al-Qaradhawi sejalan dengan

pendapat Ibnu Hazm. Ia mengatakan bahwa dasar keharaman yang

diletakkan agama bagi penyusuan adalah Ibu yang menyusukan dalam

ayat ini. Keibuan yang ditegaskan al-Qur‟an itu, tidak mungkin terjadi

hanya dengan menerima atau meminum air susunya, tetapi dengan

menghisap dan menempel sehingga menjadi jelas kasih sayang ibu dan

ketergantungan anak yang menyusu. Ia menegaskan bahwa merupakan

keharusan untuk merujuk kepada lapaz yang digunakan al-Qur‟an, sedang

makna lafaz yang digunakannya itu dalam bahasa al-Qur‟an dan as-

Sunnah adalah jelas dan tegas, bermakna menghisap tetek dan menelan

81

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, hlm. 57-58; Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, hlm.192-193

Page 70: Dedi Irwansyah Fsh

70

70

airnya secara perlahan dan bukan sekedar makan atau minumnya dengan

cara apapun, walau atas pertimbangan manfaat.82

b. Pengikut Mazhab Maliki (Malikiyah), berpendapat bahwa susuan yang

dilakukan dengan cara menyuapkan kemulut bayi atau dengan

menggunakan alat Bantu yang dialirkan kehidung jika aliran susu tersebut

sampai kerongga perut, maka hal itu dapat mengakibatkan hubungan

mahram. Demikian juga dengan cara memberikan susu dengan dengan

menggunakan jarum suntik kedalam tubuh bayi.83

Dalam hal suntikan al-

Muzani dari pengikut mazhab Syafi‟I menetapkan hukum mahram secara

mutlak.

Yang menjadi landasan kelompok ini adalah sebagai berikut:

: قال سعل اهلل صه اهلل ػه عهى صخا ان صت سا ). الححشو ان

(يغهى84

Artinya: “Rasulullah SAW bersabda; satu kali isapan (sedotan) atau dua Isapan tidak

mengharamkan (pernikahan)”. (H.R. muslim)

Penunjukan dalil ini, memberikan pengertian bahwa sedikit atau

banyak jumlah air susu, apabila sampai kemulut sang bayi, maka dapat

menimbulkan hubungan mahram.

82

M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an,

(Jakarta; Lentera Hati, 2007) cet. X, jilid II, hlm.394 83

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 28; Abdul

Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 115 84

Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,

juz. I, nomor 1450

Page 71: Dedi Irwansyah Fsh

71

71

Dari argumentasi ini, merupakan landasan konkrit bahwa apapun

cara yang digunakan untuk menyusui sang bayi dan berapapun jumlah

susuan, asal melalui mulut, maka dapat berakibatkan mahram. Dan jika

dengan suntikan untuk mengalirkan air susu, apabila dimasukkan melalui

mulut, maka cukup memberikan status mahram.85

c. Pengikut Mazhab Hanafi, Mazhab Syafi‟I dan Mazhab Hanbali.

Berpendapat bahwa susuan yang melalui mulut dengan cara memasukkan

melalui hidung dan atau menyuapkannya melalui mulut dapat berakibat

terjadinya hubungan mahram. Adapun yang menggunakan alat suntik

untuk menyusukan, menurut pendapat ini tidak mengakibatkan mahram.86

Dan mazhab Syafi‟I menjelaskan dengan memberikan ASI melalui jarum

suntik, keharaman ini tidak bisa terjadi dengan cara memasukkan obat ke

lubang anus atau kemaluan (huqnah) sebab tidak ada unsur memberi

makan, huqnah bisa digunakan untuk membantu proses pencernaan dalam

perut.87

Yang menjadi landasan kelompok ini adalah sebagai berikut:

85

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, hlm. 59-60 86

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm.28; Wahbah

Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits, hlm.

28-29 87

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-

Qur‟an dan Hadits, hlm. 29

Page 72: Dedi Irwansyah Fsh

72

72

ذا ػ ا عهى دخم ػه صه اهلل ػه انب ا ا اهلل ػ ػائشت سض ػ

ج حغش رنك، فقانج. سجم فكأ كش : كأ أخ : فقال. إ ي ظش أ

جاػت . إخاك ان (سا انبخاس يغهى)فئا انشضاػت ي88

Artinya: “Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati seorang laki-laki,

seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang kehadiran tamu itu.

lalu Aisyah menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata: “Lelaki itu adalah

saudaraku (sesusuan)”. Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah kenalilah baik-baik

siapa-siapa yang menjadi saudara susuanmu! Saudara sesusuan yang

berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat mengenyangkan (rasa

lapar bayi)”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

Pengertian yang dapat difahami berdasar hadits ini adalah

penyuapan air susu melalui mulut sibayi dan mengenyangkan rasa

laparnya, sudah membuktikan adanya hubungan mahram. Dalil tersebut

tidak menyebutkan cara tertentu memberi susu, tapi kata kuncinya adalah

mengenyangkan yang menjadi tolak ukur bagi terjadinya hubungan

mahram.

Dan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud melalui

jalur Laqith bin Shabrah:

ؼم ب إع عهى ػ ب ا حذثا ح قان ذ ف اخش عؼ بت ب حذثا قخ

صبشة قال فقهج ا نقظ ب صبشة ػ أب نقظ ب ش ػ ػاصى ب كث

88

Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.

V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.

I, nomor 1455

Page 73: Dedi Irwansyah Fsh

73

73

األصابغ ضء خهم ب ضء قال اعبغ ان ان سعل اهلل أخبش ػ

ا بانغ ف صائ حك شاق إنا أ (سا اب داد)اناعخ89

Artinya: “Telah membacakan hadis kepada kami Qutaibah bin sa‟id kepada yang lain-

lain, mereka berkata : telah membacakan hadis kepada kami : Yahya bin

sulaim dari Ismail bin Katsir dari „Ashim bin Laqith bin Shabrah dari bapak

Ashim yaitu Laqith bin Shabrah; berkata:“Saya berkata kepada Nabi SAW,

Wahai Rasulullah sampaikanlah kepadakku tentang wudhu‟. Nabi bersabda:

sempurnakanlah wudhumu dan bersihkan sela-sela jarimu Dan lebihkanlah

olehmu memasukkan air kedalam lubang hidung kecuali kamu dalam keadaan

puasa..”.

wajah istidlal hadis diatas adalah berlebihan memasukkan air

kedalam hidung (hingga tertelan masuk ke dalam Lambung), dapat

membatalkan puasa seseorang yang melakukannya. Dan bagi bayi yang

dituangkan susu dimulutnya, diserupkan seorang yang berlebihan

memasukkan air kehidung ketika berwudlu.

Dan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud melalui

jalur Ibnu Mas‟ud:

يغؼد قال اب عهى: ػ نا سضاع إنا يا : قال سعل اهلل صه اهلل ػه

بج انهحى أ د ).شذ انؼظى، (اب دا90

Artinya: “Ibnu Mas‟ud berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda: “Tidak ada

penyusuan melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan

daging”. (H.R. Abu Daud)

89

Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, (Bairut:

Dar Ibnu Hazm, 1997), cet. I, nomor. 142, hlm. 24 90

Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, nomor.

2059. hlm. 316; A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-“Asqalani, hlm. 510

Page 74: Dedi Irwansyah Fsh

74

74

Hadis ini mempertegas bahwa kualitas susu yang dikonsumsi bayi

pada periode pertumbuhan dan pembentukan tubuh berakibat terjadinya

hubungan mahram. Periode dimaksud sebagaimana dijelaskan didalam al-

Qur‟an yaitu usia dibawah dua tahun.91

Mengenai status kemurnian Air susu atau ASI, juga ikut

diperdebatkan dikalangan ulama. Menurut Ibnu al-Qasim, ia berpendapat

bahwa apabila air susu dilarutkan dalam air atau lainnya, kemudian

diminumkan kepada anak kecil, maka tidak menyebabkan hukum

tahrim.92

Hal senada juga dikeluarkan oleh Imam Abu Hanifah yang

mengatakan bahwa jika ASI diberikan kepada bayi dicairkan atau

dikentalkan atau dibuat dalam bentuk keju terlebih dahulu, maka otomatis

tidak menyebabkan hukum tahrim (haram perkawinan) lantaran

pemberian ASI melalui hal tadi itu tidak dapat disebutkan sebagai

kegiatan penyusuan bayi secara alamiah dan sang bayi pun tidak merasa

puas dengan hal itu.93

Sedangkan menurut Imam Syafi‟I, ia mengatakan bahwa

penetapan mahram tidak disyaratkan susu itu harus dalam kondisi alami,

baru keluar dari puting bahkan mekipun asi tersebut telah masam,

mengental, menguap, menjadi keju, mengering, berbuih atau tercampur

91

Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, hlm. 60-61 92

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 28 93

Abdul Hakim as-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm 116

Page 75: Dedi Irwansyah Fsh

75

75

air. Dan si bayi memakannya. Hal ini disebabkan karena air susu telah

sampai kedalam perut dan tujuan memberikan makan pun telah tercapai.

Karena status air susu itu sendiri tidak hilang. Pendapat ini diikuti oleh

Ibnu habib, Ibnu Mutharrif dan Ibnu al-Majasyun dari kalangan ulama

maliki.94

Pendapat Imam Syafi‟I ini juga didukung oleh Imam Hambali dan

Ibnu Qudamah didalam kitab al-Mughni, ibnu qudamah mengatakan

bahwa apapun yang dilakukan oleh seseorang sebelum ia memberikan

ASI kepada bayinya, yang jelas ASI tersebut akan dikonsumsi melewati

kerongkongan dan akan sampai kedalam rongga perutnya, yang dapat

menumbuhkan daging dan tulangnya. Dengan demikian, cara ini dianggap

sama dengan kegiatan menyusukan bayi secara alami, yang menyebabkan

wanita tersebut haram bagi bayinya.95

Menurut Syeikh Muhammad Syarbiniy al-Khathiby, sebab-sebab

susuan yang mendapatkan hukum tahrim adalah karena didalam air susu

ibu merupakan bagian dari tubuh ibu susu yang diberikan kepada bayinya

94

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-

Qur‟an dan Hadits, hlm. 28-29; Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II ,

hlm. 28; Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, hlm. 473-474 95

Abdul Hakim as-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 117

Page 76: Dedi Irwansyah Fsh

76

76

dan menjadi bagian dari tubuh bayi yang menyusu dan didalam air susu

ibu tersebut terkandung air maninya si ibu susu seperti haramnya nasab.96

Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, Menyusui adalah

merupakan hak bagi setiap ibu dengan memberikan batasan usia menyusu yang

ideal yakni selama 2 (dua) tahun penuh bila ingin menyempurnakan penyusuan

itu.

Dan bagi ibu yang menghendaki penyusuan kurang dari masa yang telah

ditentukan, dalam hal ini islam membolehkan kepadanya untuk menyapih

anaknya. Dengan melalui musyawarah dengan suami dengan memikirkan masak-

masak untung ruginya. Dan suami berkewajiban memberikan makanan dan

minuman yang bergizi kepada anaknya sebagai makanan pengganti pada masa

penyapihan. Karena dalam islam menyusui pada hakikatnya adalah bentuk nafkah

yang harus diberikan kepada bayi oleh ayahnya lewat sang ibu dengan cara

penyusuan.

Oleh karena itu, suami berkewajiban mencarikan air susu untuk bayi

sesuai dengan kadar kemampuannya dengan cara memberikan makanan bergizi

kepada isterinya atau sang suami mencarikan perempuan lain untuk menyusukan

anaknya.

96

Syeikkh Sulaiman al-Bijirmiy, Kitab Bijirmiy „ala al-Khathibi, juz. IV, hlm. 69-70;

Ibnu Qasim al-Ghazi, Kitab Hasiyyah al-Bujuriy, juz. 2, hlm.

Page 77: Dedi Irwansyah Fsh

77

77

Dalam islam hubungan keluarga bisa terjadi melalui jalur penyusuan.

Namun aturan tersebut tidak bersifat umum, karena Nabi SAW tidak serta merta

memberikan hukum tahrim karena sebab penyusuan.

Karena dalam proses penyusuan itu harus terdiri dari unsur-unsur

pelaksaannya, diantaranya adanya ibu susu, adanya anak yang menyusu dan air

susu.

Identitas dari orang yang menyusukan itu adalah seorang perempuan yang

masih hidup dan perempuan tersebut sudah baligh serta masih dapat melahirkan.

Dan laki-laki yang menjadi suaminya menjadi ayah bagi ank-anaknya.

Anak yang menyusu harus dalam masa menyusui yakni sebelum usia 2

(dua) tahun sejak waktu kelahirannya. Dan penyusuan tersebut dapat

mengenyangkan atau memenuhi akan kebutuhan rasa lapar bayi tersebut.

Dan mengenai jumlah air susu yang menjadikan hukum tahrim adalah

dengan memberikan batasan minimal 3 (tiga) kali hisapan susuan dan maksimal

adalah 5 (lima) kali hisapan susuan. Karena dalam dalil yang diriwatkan melalui

jalur „Aisyah r.a., bahwa penyusuan sebanyak 10 (sepuluh) kali hisapan susuan

telah dinasakh oleh yang 5 (lima) kali hisapan susuan. Batasan sebanyak 10

(sepuluh) kali susuan, ini berlaku bagi yang tidak mengalami penasakhan.

Dalam hal cara pemberian ASI itu terdapat perbedaan pendapat mengenai

mekanismenya.

Page 78: Dedi Irwansyah Fsh

78

78

Menurut Ibnu Hazm dan kelompok Ahl al-Zahir, yang berdampak kepada

hukum tahrim adalah dengan menyusui secara langsung melalui puting ibu

dengan menggunakan mulut. Selain dari itu yakni dengan memerah lalu

disuapkan, ASI dicampur atau melalui hidung, telinga dan dengan cara suntik,

maka itu tidak mengakibatkan hukum tahrim. Pendapat ini diikuti oleh Yusuf

Qaradawi sebagai ulama Kontemporer.

Menurut mazhab Maliki, penyusuan yang dilakukan dengan cara

disuapkan atau menggunakan bantuan alat lalu dialirkan kehidung dan sampai

kedalam rongga perut, maka dapat mengakibatkan hukum tahrim. Begitu juga

dengan jarum suntik kedalam tubuh bayi. Al- Muzani pengikut mazhab Syafi‟I

juga menetapkan bahwa penyusuan menggunakan suntikan mendapati hukum

tahrim secara mutlak.

Pengikut mazhab Hanafi, Mazhab Syafi‟I dan Mazhab Hambali,

mengenai pemberian ASI melalui mulut atau memasukan kedalam hidung atau

menyuapkannya dapat berakibat hukum tahrim. Mengenai cara penyusuan

menggunakan alat suntik, mereka mengatakan tidak mengakibatkan mahram.

Menurut mazhab Syafi‟I, keharaman ini tidak bisa terjadi dengan cara

memasukkan kedalam lubang anus atau kemaluan, sebab tidak ada unsur

memberikan makan.

Page 79: Dedi Irwansyah Fsh

79

79

Mengenai status kemurnian ASI menurut Ibnu al-Qasim bahwa apabila air

susu dilarutkan dalam air atau lannya, kemudian diminumkan kepada anaknya

maka tidak menyebabkan hukum tahrim.

Begitu juga dengan Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa jika ASI

tersebut dicairkan, dikentalkan atau dibuat keju maka tidak menyebabkan hukum

tahrim, karena hal semacam itu tidak dapat disebutkan sebagai kegiatan menyusui

secara alami dan bayi pun tidak merasa puas.

Sedangkan menurut Imam Syafi‟I bahwa penetapan mahram tidak

disyaratkan susu itu dalam kondisi alami, baru keluar dari puting bahkan

meskipun ASI tersebut telah masam, mengental, menguap, menjadi keju atau

tercampur air dan si bayi memakannya. Hal ini disebabkan karena air susu

tersebut telah sampai kedalam perut dan tujuan memberikan makan telah tercapai.

Karena status dari ASI itu sendiri tidak hilang.

C. SEJARAH IBU SUSU

Awal mulanya istilah Ibu Susu sudah dipraktikkan dan sudah menjadi suatu

kebiasaan atau tradisi oleh masyarakat Arab Kota untuk mengirimkan anak-anak

mereka yang baru lahir kedaerah gurun untuk disusui hingga disapih, serta

menghabiskan masa kanak-kanak mereka ditengah-tengah suku badui tak terkecuali

Mekkah.97

97

Martin Lings, Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, (Jakarta;

PT Serambi Ilmu Semesta, 2003 ) Ed.II, hlm. 42-43

Page 80: Dedi Irwansyah Fsh

80

80

Tradisi Ibu Susu ini terjadi karena desakan ekonomi dan apalagi sejak musim

wabah penyakit dan tingginya angka kematian bayi disana. Bila terjadi paceklik dan

timbul kelaparan dibeberapa wilayah Arabia, maka para wanita-wanita yang sedang

menyusui bertebaran mencari bayi anak orang-orang kaya yang ingin disusukan

dengan imbalan berupa upah yang memadai.98

Seyogianya bayi itu disusukan kepada selain ibunya dua-tiga hari setelah

kelahirannya. Itu yang terbaik karena susu ibunya sendiri waktu itu masih sangat

kental, selain memuat berbagai macam formulasi yang berbeda dengan susu wanita

yang berprofesi khusus menyusui. Orang-orang arab sangat memperhatikan soal itu.99

Menurut riwayat yang paling kuat mengenai waktu kelahiran Nabi

Muhammad SAW yaitu jatuh pada hari Senin malam tepatnya pada tanggal 12

Rabi‟ul Awwal. Beliau dilahirkan dalam keadaan yatim, almarhum bapaknya

Abdullah meninggal dunia ketika istrinya Siti Aminah mengandung Nabi

Muhammad yang baru berumur 2 (dua) bulan. Lalu beliau di asuh oleh kakeknya

yaitu Abdul Muthalib dan disusukan oleh Bani Sa‟ad karena pada waktu itu yakni

waktu kelahiran beliau berbarengan dengan musim kemarau yang menyebabkan

keringnya ladang peternakan dan pertanian.100

98

Fuad Hasyem, Sirah Muhammad Rasulullah; Suatu Penafsiran Baru, (bandung;

mizan, 1984), hlm. 84-85 99

Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Fiqh Bayi, (Jakarta; Fikr, 2007), hlm. 332 100

Muhammad Sa‟id Ramadhan Al-Buthy, Sirah nabawiyyah; Analisis Ilmiah

Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam, ( Jakarta; Robbani Perss, 1999), Cet. I, hlm. 31-32

Page 81: Dedi Irwansyah Fsh

81

81

Beberapa suku memiliki reputasi yang sangat baik dalam hal menyusui dan

mengasuh anak, diantaranya adalah Bani Sa‟ad ibn Bakr. Mereka adalah suku

Hawazin terpencil yang tinggal disebelah tenggara Mekkah. Siti Aminah (ibu Nabi

Muhammad) ingin mempercayakan putranya untuk diasuh seorang wanita dari suku

tersebut, yaitu kepada Halimah binti Abi Zu‟aib as-Sa‟diyah yang berangkat bersama

suaminya Haris dan dia baru saja dikaruniai seorang bayi laki-laki yang mereka rawat

sendiri.101

Dari penjelasan diatas, dapat difahami bahwa adanya praktik ibu susu tidak

terlepas dari sejarah yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad SAW sewaktu

kecil. Karena pada waktu itu tradisi ini dilakukan karena desakan ekonomi di wilayah

Arabia kala itu, serta kondisi alam yang kurang bersahabat dengan timbulnya wabah

penyakit yang menyebabkan tingginya angka kematian bayi disana.

Bila terjadi paceklik yaitu datangnya musim kemarau yang menyebabkan

keringnya ladang peternakan dan pertanian, serta timbul kelaparan dibeberapa

wilayah Arabia. Inilah yang melandaskan para ibu-ibu kala itu untuk mencari anak

orang-orang kaya yang ingin disusukan dengan imbalan berupa upah yang memadai.

101

Martin Lings, Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, hlm. 43-

44

Page 82: Dedi Irwansyah Fsh

82

82

BAB III

DONOR ASI DAN ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI)

A. Pengertian Donor ASI

Istilah Donor menurut kamus Bahasa Indonesia ialah “Penderma atau

pemberi sumbangan”.102

Sedangkan ASI adalah singkatan dari Air Susu Ibu. Jadi

pengertian Donor ASI sebagaimana Donor Darah yaitu orang yang menyumbangkan

Air Susu Ibu (ASI) untuk membantu bayi yang membutuhkan.103

B. Pengertian, Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)

1. Pengertian AIMI

AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) adalah suatu organisasi nirlaba

yang tidak mencari keuntungan untuk kepentingan komersil dan “Non-

Government Organisasi” (N.G.O)104

yang bersifat swadaya.105

Juga karena AIMI

ini adalah organisasi yang berlandaskan “Mother to Mother support group”

artinya “Kami dari, oleh dan sesama ibu-ibu menyusui”. Jadi dalam organisasi

102

http://kamusbahasaindonesia.org/donor diakses pada tanggal 29 januari 2011 103

Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta; PT. Ichtiar Baru, 2001), hlm.

279 104

maksudnya adalah suatu organisasi atau lembaga non-pemerintah yang tidak

bertujuan untuk mencari profit 105

Wawancara dengan Ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010; http://aimi-

asi.org/2011/01/rapat-dengar-pendapat-umum-aimi-dengan-komisi-ix-dpr-ri-selasa-25-januari-

2011/comment-page-1/#comment-8489 diakses tangal 29 januari 2011

Page 83: Dedi Irwansyah Fsh

83

83

ini ditujukan untuk mengedukasi dan memberikan dukungan sepenuhnya bagi

ibu-ibu menyusui.

2. Sejarah dan Latar Belakang berdirinya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia

Pada awalnya Organisasi AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia)

didirikan oleh sekelompok ibu-ibu dengan jumlah sekitar 22 (dua puluh dua)

orang ibu dan mayoritas dari mereka adalah ibu menyusui. Awal mulanya

organisasi ini bergerak melalui milis yaitu Milis Asiforbaby,106

dari milis ini ada

beberapa ibu-ibu yang sangat prihatin mengenai pemberian ASI secara eksklusif

dan banyaknya ibu-ibu yang tidak mempunyai akses keinternet untuk dapat

mengakses informasi mengenai pentingnya ASI.

Dan pada akhirnya, timbulah kesepakatan bersama dari para pengurus

sekaligus pendiri organisasi ini, untuk menjadikan organisasi AIMI sebagai

wadah yang bisa menjangkau lebih banyak ibu-ibu. Dan setelah itu, pada tanggal

21 April 2007 didirikanlah organisasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)

ini.107

Tujuan dari organisasi ini adalah meningkatkan prosentasi ibu menyusui

dan bayi yang disusui di Indonesia, dengan cara meningkatkan, mendukung dan

memperdayakan kegiatan menyusui Indonesia.

106

http://health.groups.yahoo.com/group/asiforbaby/ diakses 15 januari 2010; Media

Indonesia, Pop Komunitas: Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Agar Bayi Kembali

Mengonsumsi ASI, hlm. 27 107

Wawancara dengan Ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010

Page 84: Dedi Irwansyah Fsh

84

84

Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun 2007

hanya 32% (tiga puluh dua persen) bayi dibawah usia 6 (enam) bulan

mendapatkan ASI Eksklusif. Jika dibandingkan dengan SDKI tahun 2003,

proporsi bayi dibawah 6 (enam) bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif menurun

sebanyak 6 (enam) poin. Rata-rata bayi Indonesia hanya disusui selama 2 (dua)

bulan pertama, ini terlihat dari penurunan prosentase menyusui dari SDKI tahun

2003 yaitu sebanyak 64% (enam puluh empat persen) menjadi 48% (empat puluh

delapan persen) pada SDKI tahun 2007. sebaliknya, sebanyak 65% (enam puluh

Lima persen) bayi baru lahir mendapatkan makanan selain ASI selama 3 (tiga)

hari pertama.

Dalam buku laporan “The State of Breasfeeding in 33 Countries, 2010”

yang diterbitkan oleh International Baby Foor Action Network (IBFAN), Asia,

secara jelas tercantum bahwa dari 33 (tiga puluh tiga) Negara yang telah

mengirimkan laporan dan telah dievaluasi, Indonesia mendapatkan ranking ke-30

(tiga puluh), dibawah Mozambique, Bangladesh dan Afghanistan.108

Dalam hal ASI Eksklusif ini juga menurut survey kependudukan dan

kesehatan antara tahun 1997-2002, jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif

menurun dari 7,9% (tujuh koma sembilan persen) menjadi 7,8% (tujuh koma

delapan persen). Sebaliknya data tersebut menunjukan pemberian susu formula

108

http://aimi-asi.org/2011/01/rapat-dengar-pendapat-umum-aimi-dengan-komisi-ix-dpr-

ri-selasa-25-januari-2011/comment-page-1/#comment-8489 diakses tangal 29 januari 2011;

Republika, Teraju: Separuh Hati Mendukung ASI, Senin, 21 Maret 2011, hlm. 23

Page 85: Dedi Irwansyah Fsh

85

85

justru meningkat dari 16,7% (enam belas koma tujuh persen) pada tahun 2002

menjadi 27,9% (dua puluh tujuh koma sembilan persen) pada tahun 2007.109

Dari sekian banyak program-program yang telah dikeluarkan oleh

organisasi AIMI, salah satunya adalah program Donor ASI. Dan program ini

dilatar belakangi oleh akan kebutuhan dan keinginan dari beberapa anggota

member AIMI mengenai adanya Donor ASI.110

Ibu Mia Susanto, selaku konselor laktasi dan juga sebagai ketua AIMI;

Beliau mengatakan, di Indonesia memang sudah ada donor ASI. Menurut

sepengetahuannya, di wilayah Jakarta telah ada peminat untuk menjadi donor

ASI. Namun jumlahnya masih terbatas, hal itu terkait dengan minimnya

kesadaran masyarakat tentang keunggulan ASI. “Mereka yang sadar dan

memahami betul manfaat ASI itulah yang terpanggil menjadi pendonor, atau

memerlukan ASI donor” ujarnya.111

Karena memang di indonesia belum begitu lazim menggunakan ASI

donor, dan tidak ada Bank ASI di Indonesia hanya sebatas wancana saja. Pada

akhirnya dari semua pengurus sepakat untuk menjadikan organisasi AIMI

(Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) sebagai mediator atau perantara dan tidak

menyimpan ASI Donornya di organisasi ini.112

109

Koran Tempo, Pemberian ASI Menurun, senin, 04 agustus 2008, hlm. C2 110

Wawancara dengan ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010 111

Majalah Wanita Kartini, Mendonorkan ASI Boleh, tapi Wajib Disikapi dengan Hati-

hati, hlm. 91 112

Wawancara dengan ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010

Page 86: Dedi Irwansyah Fsh

86

86

Pilihan mendonasikan ASI dan juga menerima donasi ASI kembali

kepada pertimbangan orang tua. Setiap orang tua memiliki pandangan berbeda-

beda. Namun, di luar perbedaan pandangan mengenai donor ASI, aksi sosial ini

direspon secara positif oleh sejumlah institusi.

Farah dibha Tenrilemba KL, sekretaris Jendral Asosiasi Ibu Menyusui

Indonesia (AIMI), menyatakan bahwa AIMI mendukung ibu donor dan penerima

donor. Adapun dari pengakuan dari artis Artika Sari Devi (sebagai Pendonor), RS

Kemang Medical Care, tempat kelahiran putrinya, juga memberinya fasilitas

pendonoran ASI. Dokter anak, dr. Utami Roesli SpA IBCLC FABM.,

menyatakan, RS Saint Carolus juga memfasilitasi donor ASI. Ketiga sumber ini

berbagi pengalamannya dalam rangkaian talksow Breastfeeding Fair yang

diadakan oleh AIMI.

Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) adalah hanya sebagai fasilitator

yang memberikan informasi kepada ibu yang membutuhkan ASI. Lebih penting

lagi mendata pendonor lengkap dengan catatan riwayat kesehatan, hingga kaidah

penyimpanan ASI yang tepat.113

Cara penyimpanan ASI harus ditangani dengan baik, menurut The US

Centre for Disease Control Amerika Serikat, memaparkan tip penyimpanan ASI,

diantaraya sebagai berikut:

113

Lihat http://kesehatan.kompas.com/read/2010/05/016/0621152/donor.asi.bagaimana.

caranya. diakses pada tanggal 29 Januari 2011

Page 87: Dedi Irwansyah Fsh

87

87

a. Cuci tangan sebelum memompa ASI

b. Pastikan Anda menyimpan dalam wadah yang bersih dan memiliki katup

yang rapat, termasuk botol dengan sekrup, cangkir plasik dengan tutup yang

erat atau tas khusus wadah susu dan botol.

c. Tandai wadah ASI dengan tanggal, sehingga anda tahu wadah mana yang

digunakan terlebih dahulu.

d. Jangan pernah menambahkan air susu segar kedalam susu beku yang sudah

disimpan.

e. Jangan mengisi ulang sebagian susu dari botol yang sudah dikonsumsi.114

C. Mekanisme Donor Asi Di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (Aimi)

Mengenai mekanisme praktik Donor ASI di AIMI, ibu Mia Menjelaskan

bahwa pada dasarnya AIMI tidak mempunyai prosedur baku yang berlaku secara

nasional dan prosedur yang dimaksud itu belum ada. Jadi, prosedur yang ada di

AIMI, itu adalah prosedur yang dibuat sendiri oleh AIMI. Karena kami tidak ada

bentuk kerjasama dengan Departemen Kesehatan dan Majelis Ulama Indonesia

(MUI) dalam bidang agama, jadi prosedur ini adalah murni inisiatif AIMI sendiri.

Namun untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan, maka

ditetapkanlah syarat-syarat bagi ibu pendonor dan peminta atau penerima donor ASI.

Sebagai berikut:

114

Koran Tempo, Tip Menyimpan ASI, senin, 08 Maret 2010, hlm. C2

Page 88: Dedi Irwansyah Fsh

88

88

1. Ibu Pendonor

Pendonor diwajibkan membuat surat pernyataan diatas kertas bermatrei,

yang isinya adalah keterangan sehat dan tidak mengidap penyakit berat maupun

keturunan, surat persetujuan suami isteri dengan memberikan keterangan

informasi mengenai anak atau bayi yang juga sedang disusui. seperti Usia dan

Jenis kelamin.

2. Peminta atau Penerima Donor

Membuat surat pernyataan diatas kertas bermatrei yang bersedia

menerima resiko dari ASI donor, penerima juga harus membuat surat persetujuan

suami isteri. Dan dari AIMI selalu menyarankan kepada penerima donor untuk

memfusterisasikan terhadap ASI pendonor untuk menghilangkan hal-hal buruk

yang bisa saja terjadi. Serta si penerima donor berhak mendapatkan file mengenai

profil dari pendonor.115

Nia Umar Kl, selaku wakil ketua AIMI menambahkan, baik pendonor dan

penerima donor harus saling kenal, satu pemahaman, saling tahu latar belakang

masing-masing keluarga. Dan tidak dipungut biaya apapun karena murni agar

sesama bisa saling tolong-menolong.116

Karena dalam organisasi AIMI ini adalah sebagai mediator dalam

memfasilitasi Donor ASI, Jadi apabila ada seorang ibu yang mencari ASI donor ke

115

Wawancara dengan ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010 116

Tabloid Mom and Kiddie, Donor ASI, Selamatkan Bayi-bayi Kurang Beruntung.Ed.

10th V 20 desember 2010-02 Januari 2011, hlm.10

Page 89: Dedi Irwansyah Fsh

89

89

AIMI, dia akan mengisi formulir, didalam formulir tersebut sang ibu ini akan

menuliskan kriteria dari ASI yang diinginkannya. Misalnya: dari segi agama, usia

bayi, kesehatan calon pendonornya. Dari kriteria yang dituliskan oleh ibu tersebut,

AIMI akan memeriksa dari data best yang ada, mana yang lebih memenuhi kriteria

yang diinginkan oleh ibu yang mencari donor ASI tersebut.

Lalu setelah menemukan ciri-ciri yang cocok dengan permintaan ibu itu, dari

AIMI langsung menghubungi sang ibu pencari ASI donor tersebut. Dan

mempersilahkan sang ibu itu untuk menghubungi sang pendonor secara langsung.

Karena menurut Ibu Mia, prinsip di Indonesia mengenai hal Donor ASI tidak

terlepas dari unsur kekeluargaan, juga terkait erat dengan hukum agama dan hukum

adat. Jadi untuk prinsip ini, dari AIMI dikembalikan lagi kepada para pelaku baik itu

Pendonor dan penerima Donor.

Dan keputusan untuk menerima tidaknya ASI donor tersebut itu tergantung

dari para pelaku donor. Karena sebelum para pelaku tersebut melakukan donor ASI,

perlu ada pertimbangan yang matang dari kedua belah pihak. Seperti si Pendonor

harus tahu kepada siapa ASInya diberikan dan si penerima donor juga harus

mengetahui dia mendapatkan ASI donor dari siapa.117

Dalam hal berbagi ASI atau melakukan dan menerima donor ASI, ada

beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan terutama masalah kesehatan.

Diantarnya sebagai berikut:

117

Wawancara dengan Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010

Page 90: Dedi Irwansyah Fsh

90

90

1. HIV/AIDS

Walaupun penelitian terbaru yang dilakukan telah menemukan bahwa

apabila seorang ibu yang positif HIV menyusui secara eksklusif bayinya selama 6

bulan, maka justru akan menurunkan resiko penularan terhadap bayinya, namun

dalam hal berbagi ASI, seorang ibu yang positif HIV tidak dianjurkan untuk

mendonorkan ASI (kekhawatiran terhadap resiko penularan serta efek sampingan

dan terapi pengobatan yang sedang dijalankan). Di luar negeri, ASI donor secara

rutin di-pasteurisasi, karena virus HIV dapat di non-aktifkan dengan memanaskan

ASI pada suhu derajat yang tinggi. Pasteurisasi dapat juga dilakukan di rumah

2. Hepatitis B dan C

Secara teori, memang ada kemungkin resiko penularan virus Hepatitis B

dan C, tetapi ini hanya akan terjadi apabila ASI yang didonorkan terkontaminasi

oleh darah seorang ibu yang menderita penyakit tersebut (kontaminasi darah

dalam ASI yang disebabkan, misalnya, oleh putting luka/lecet).

3. TBC

Resiko penularan TBC melalui ASI donor hampir tidak ada, kecuali

apabila ibu yang mendonorkan ASI menderita infeksi TBC yang memang

terlokalisasi di daerah payudara, kasus yang sangat jarang terjadi. Resiko

penularan TBC pada seorang bayi yang sedang menyusu akan terjadi ketika

ibunya yang terinfeksi dengan penyakit tersebut bernafas atau batuk tepat di

Page 91: Dedi Irwansyah Fsh

91

91

muka bayinya, sehingga partikel-partikel TBC akan terhirup langsung oleh bayi.

Penularan tidak terjadi melalui ASI.

4. CMV (cytomegalovirus) dan HTLV (human T lymphotropic virus)

Seorang ibu yang terinfeksi dengan CMV, maka ada kemungkinan ASI-

nya juga mengadung virus tersebut sehingga timbul resiko penularan terhadap

bayinya. Namun demikian, karena manfaat pemberian ASI jauh melebihi resiko

penularan itu sendiri (resiko penularannya tergolong kecil), dan karena ASI

mengadung zat-zat antibodi yang melindungi terhadap penyakit CMV, maka ibu

yang terinfeksi CMV tetap dianjurkan untuk terus menyusui bayinya. Untuk

donor ASI, ibu yang terinfeksi dengan CMV tidak dianjurkan untuk

menyumbangkan ASI-nya.

Sama dengan kasus seorang ibu yang menderita penyakit HIV/AIDS dan

CMV, seorang ibu yang terinfeksi HTLV juga tidak disarankan untuk

menyumbangkan ASI-nya. Namun demikian, HTLV-1 (dan seluruh sel-selnya)

akan musnah dalam jangka waktu 20 menit dengan memanaskan pada suhu 56°C

(atau dalam jangka waktu 10 menit pada suhu 56°C), atau membekukan pada

suhu -20°C selama 12 jam.

5. Rokok, Narkoba dan Alkohol

Obat-obatan Penting untuk mengetahui apakah ibu yang mendonorkan

ASI adalah seorang perokok, sering mengkonsumsi alkohol (kurang dari 1 gelas

Page 92: Dedi Irwansyah Fsh

92

92

per hari biasanya dianggap aman – tetapi alkohol dapat menyebabkan gangguan

tidur pada bayi), dan mengkonsumsi kafein dalam jumlah yang besar (lebih dari

1-2 cangkir perhari – dapat menyebabkan bayi menjadi rewel). Penggunaan

seluruh jenis narkotika dan obat-obatan terlarang adalah tidak aman.

6. Obat-obatan

Sebagian besar obat-obatan yang dijual secara bebas maupun yang

diresepkan oleh dokter adalah tergolong aman, dan daftar obat-obatan yang

termasuk tidak aman bagi seorang ibu yang menyusui sangat pendek. Contoh

obat-obatan yang aman termasuk antibiotika, obat asma, tiroid dan anti-

depresan.118

Dari beberapa pertimbangan kesehatan ini, juga termasuk orang-orang atau

ibu-ibu yang tidak boleh mendonorkan ASInya. Maka dari itu, dalam praktik donor

ASI ini sangat penting arti kejujuran dalam mengapresiasikan diri atau ikut andil

dalam membantu untuk saling tolong menolong dalam berbagi ASI. Karena prinsip

yang dipegang teguh oleh organisasi AIMI adalah prinsip kekeluargaan.

D. Manfaat Dan Dampak Adanya Donor Asi

1. Manfaat Adanya Donor ASI, sebagai berikut:

a. Bagi si Pemberi manfaat adanya donor ASI agar ASI yang dimiliki si

pemberi, karena sangat berlimpah prosuksi ASInya tidak terbuang sia-sia.

118

http://aimi-asi.org/2008/02/donor-asi-aman-ngga-ya/ diakses pada tanggal 14 januari

2011

Page 93: Dedi Irwansyah Fsh

93

93

b. bagi si Penerima (bayi), donor ASI dapat membantu memenuhi kebutuhan

ASI dan gizi yang belum tentu terpenuhi oleh ibu kandungnya. Misalnya:

bayi yang tidak mempunyai ibu atau meninggal disaat dia masih bayi.

c. Adanya rasa solidaritas untuk saling berbagi yang tinggi antar sesama.

d. Membantu bayi-bayi yang membutuhkan ASI.

e. Membantu ibu-ibu yang tidak dapat menyusui bayinya karena banyak faktor.

2. Dampak Adanya Donor ASI

Dampak adanya donor ASI ini berkaitan dengan ikatan dari Ibu Susu,

mengenai ikatan batin seorang bayi dengan ibu susu atau yang menjadi

pendonornya disatu sisi bayi juga mendapatkan sebagian sifat ibu yang

mendonorkannya.

Kenapa demikian? Menurut dr. Dian N. Basuki, MD, MSC, IBCLC.,

menjelaskan tentang DNA pada protein dalam ASI. “Dalam DNA, banyak sifat-

sifat manusia yang dibawa. Termasuk ada zat antibody. Jadi anak yang

mendapatkan ASI donor, disatu sisi ia juga mendapatkan sebagian dari sifat ibu

yang mendonorkannya”. 119

119

Tabloid Mom and Kiddie, Donor ASI, Selamatkan Bayi-bayi Kurang Beruntung.Ed.

10th V 20 desember 2010-02 Januari 2011, hlm.10

Page 94: Dedi Irwansyah Fsh

94

94

BAB IV

ANALISIS PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI

INDONESIA (AIMI) PERSPEKTIF HUKUM ISLAM

E. Donor ASI Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI)

Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Musyawarah Nasional tanggal 27 Juli

2010 telah mengeluarkan 7 (tujuh) Fatwa baru, termasuk diantaranya adalah masalah

Bank Sperma dan Bank ASI. Sebagai berikut:

1. Mendonorkan dan atau menjualbelikan sperma hukumnya HARAM karena

bertentangan dengan hukum islam dan akan menimbulkan kekacauan asal-usul

serta identitas anak.

2. Mendirikan bank sperma dengan tujuan seperti tersebut di poin satu hukumnya

HARAM.

3. Mendirikan Bank ASI hukumnya boleh dengan syarat sebagai berikut:

a. Dilakukan dengan musyawarah antara orang tua bayi dengan pemilik ASI

sehingga ada kesepakatan dua belah pihak, termasuk pembiayaannya.

b. Ibu yang mendonorkan ASI-nya harus dalam keadaan sehat dan tidak sedang

hamil.

Page 95: Dedi Irwansyah Fsh

95

95

c. Bank tersebut mampu menegakkan dan menjaga ketentuan syariat.120

Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus melakukan kajian mengenai

pendonoran ASI. Menurut Sholahudin al-Ayyub selaku wakil sekretaris komisi fatwa

MUI, mengatakan ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi seseorang untuk

mendonorkan ASI. Apabila tidak terpenuhi syarat-syaratnya, maka hukumnya

HARAM.

Sejumlah syarat-syarat tersebut diantaranya yaitu:

1. Harus ada pembicara antara pendonor ASI dengan ibu kandung, ini dilakukan

agar terjadi kejelasan nashab (keluarga). Yang nantinya akan menjadi keluarga

persusuan.

2. Pendonor harus dalam keadaan sehat.

3. Anak yang menerima Donor ASI harus berusia kurang dari 2 (dua) tahun.

4. Pemberian ASI benar-benar dalam keadaan darurat.

Menurutnya juga “Ketentuan itu harus terpenuhi semuanya, ini ditakutkan

terjadinya pembentukan darah sehingga dikhawatirkan akan terjadinya penularan

penyakit menular atau keturunan yang diberikan pendonor ASI”.121

Menurut ibu Dr. Faizah Ali Sibromalisi. MA.,122

beliau menjelaskan

mengenai donor asi. Dalam islam bayi yang mendapat ASI dari ibu lain sebetulnya

120

http://www.mui.or.id/index:php?option=com_docman&task=cat_view&gid=78&

itemid=78 diakses pada tanggal 01 September 2010 121

http://www.okezone.com/read/2010/11/30/337/398569/337/mui-haramkan-donor-air-

susu-ibu.html diakses 14 Januari 2011

Page 96: Dedi Irwansyah Fsh

96

96

bukan suatu hal yang baru. Nabi Muhammad SAW sendiri mempunyai ibu susu,

yaitu oleh Halimah as-Sya‟diyah. Yang perlu menjadi perhatian khusus adalah

terjadinya hubungan antar anak yang mendapatkan ASI dan ibu yang memberikan

ASInya.

Anak yang mendapatkan ASInya melalui ASI donor atau dari ibu susu

statusnya sama dengan anak kandung yaitu menjadi mahram si ibu susu, tapi bukan

dalam hal waris. Begitu juga anak-anak si ibu susu menjadi saudara sepersusuan dari

anak-anaknya.

Perlu diperhatikan bahwa dalam Islam tidak melarang adanya ibu susu, dan

didalam Al-Qur‟an banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan tentang kewajiban

menyusui. sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 233, sebagai

berikut:

(233( : 2)انبقشة )..

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang

ingin menyempurnakan penyusuan..”(Q.S Al-Baqarah (2):233)

Surat an-Nisaa‟ ayat 23, sebagai berikut:

... ... ( 23( : 4)انغاء)

122 Anggota komisi fatwa MUI, wawancara pada tanggal 01 Juni 2010

Page 97: Dedi Irwansyah Fsh

97

97

Artinya: “..Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu…” (Q.S. An-Nisaa‟(4): 23)

Surat al-Qashash ayat 7 dan 12, sebagai berikut:

(( : 28)انقصص

7)

Artinya : “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir

terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan

janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya

kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari Para rasul”. (Q.S. al-Qashash (28): 7)

Dan ayat 12, sebagai berikut:

( 12( : 28)انقصص)

Artinya: “Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau

menyusui(nya) sebelum itu; Maka berkatalah saudara Musa: "Maukah kamu aku tunjukkan

kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat Berlaku baik

kepadanya?”.(Q.S. al-Qashash (28): 12)

Surat Lukman ayat 14, sebagai berikut:

( 14( : 31)نقا)

Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya;

ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan

menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu,

hanya kepada-Kulah kembalimu”. (Q.S. Lukman (31): 14)

Page 98: Dedi Irwansyah Fsh

98

98

Surat al-Ahqaf ayat 15, sebagai berikut:

( األحقاف

(46 : )15)

Arinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu

bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan

susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,

sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:

“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau

berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang

saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)

kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya

aku Termasuk orang-orang yang berserah diri”. (Q.S. ahl-Ahqaf (46): 15)

Surat al-Thalaq ayat 6, sebagai berikut:

(6( : 65)انغالق ).

Artinya: “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut

kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)

mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka

berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka

menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan

musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui

Page 99: Dedi Irwansyah Fsh

99

99

kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”.(Q.S. at-Thalaq

(65): 6)

Dan Hadis Nabi SAW:

ذا سجم فكأ ػ ا عهى دخم ػه صه اهلل ػه انب ا ا اهلل ػ ػائشت سض ػ

رنك، فقانج كش كأ ج : حغش أخ : فقال. إ اك إخ ي ظش فئا انشضاػت . أ

جاػت ان (سا انبخاس يغهى)ي123

Artinya : “.Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati seorang laki-laki,

seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang kehadiran tamu itu. lalu Aisyah

menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata: “Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”.

Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara

susuanmu!Saudara sesusuan yang berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat

mengenyangkan (rasa lapar bayi)”. (H.R. Bukhari dan Muslim)

يغؼد قال اب عهى: ػ نا سضاع إنا يا شذ انؼظى :قال سعل اهلل صه اهلل ػه

بج انهحى د ).أ (اب دا124

Artinya : “Dari Ibnu Mas‟ud, ia berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda : Tidak ada penyusuan

melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”. (H.R. Abu Daud)

Dalil-dalil tersebut menerangkan tentang kewajiban ibu untuk menyusui dan

juga status dari anak-anak yang menyusu menjadi mahram.

Karena sekarang ini banyak sekali pemahaman-pemahaman yang salah

mengenai kewajiban memberikan ASI dari para ibu-ibu. Mereka ada yang sibuk

bekerja atau lebih mementingkan menjadi wanita karier sehingga melupakan

123

Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.

V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.

I, nomor 1455 124

Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, nomor.

2059. hlm. 316

Page 100: Dedi Irwansyah Fsh

100

100

kewajibannya untuk memberikan hak si bayi dan kewajiban menyusui ini memang

sudah qodratnya.

Mengenai keberadaan praktik donor ASI, perlu diperhatikan cara

mekanismenya praktiknya seperti apa. Apakah sudah sesuai dengan syari‟ah. Karena

setiap kali ingin melakukan donor ASI perlu dilandaskan dengan ilmu agama. Saya

mencotohkan seperti ini, “Ada seorang ibu yang mendonorkan ASInya dirumah sakit

tanpa tahu kepada siapa ASI ini diberikan, sang ibu ini hanya tahu nama sang ibu

yang menerimanya saja. Hal ini dikarenakan sang ibu yang mendonorkan itu tidak

memahami hakikat hukum dari susuan tersebut, tidak bisa asal mendonorkan saja tapi

harus dibarengi juga dengan ilmunya”.

Dan diharapkan setiap kali ingin mendonorkan ASI, sebaiknya dicatat, agar

dikemudian hari tidak ada masalah yang menyangkut mahram. Maksud dicatat disini

ialah harus jelas segala sesuatunya, misalnya seperti : si bayi itu anak siapa, nama

orang tuanya siapa, jenis kelaminnya apa dan data-data yang menyangkut riwayat

penyakit. Jangan sampai ketika anak tersebut dewasa kelak dan bertemu, lalu terjadi

pernikahan. Karena mereka sudah menjadi saudara sesusu yang menyebabkan hukum

tahrim (orang-orang yang haram untuk dinikahi).

Kewajiban mencatat disini bukan hanya dibebankan pada satu pihak,

melainkan semua pihak yang terlibat. Dan bentuk catatan tersebut dibuat dan

dikeluarkan oleh instansi terkait dalam hal ini dibebankan kepada organisasi yang

menyelenggarakan Donor ASI yakni AIMI sendiri. Contohnya seperti sertifikat

Page 101: Dedi Irwansyah Fsh

101

101

misalnya, didalamnya diterangkan dan ditandakan “bahwa anak-anak mereka pernah

disusui atau menggunakan ASI Donor”. Lalu diberikan kepada pihak-pihak yang

terlibat dan data best itu disimpan dengan baik di AIMI.

Apabila jika di AIMI sendiri tidak mengeluarkan hal semacam itu, maka dari

pihak-pihak yang terkait wajib membuat catatan sendiri. Seperti yang telah

dicontohkan dan catatan ini harus disimpan dengan baik. Kelak suatu saat nanti

dibutuhkan atau sang anak tersebut tumbuh dewasa diperlihatkan dan diberitahu

bahwa dia pernah menyusu pada ibu lain dan mempunyai saudara susuan.

Beliau juga menganjurkan kepada para pelaku dan instansi terkait, agar lebih

berhati-hati dalam menentukan pendapat sendiri, kalau belum memahami ilmunya

atau baru mengerti sedikit mengenai hukumnya, alangkah baiknya menanyakan

kepada ahlinya langsung. Seperti yang telah dicontohkan diatas jangan asal

melakukannya saja, tanpa tahu ilmu yang sebenarnya. Karena pemahaman ini sangat

penting suatu saat nanti, agar selalu bersikap hati-hati dalam menentukan sikap dan

pendapat sendiri.125

Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya

praktik Donor ASI boleh dengan syarat harus dilakukan dengan musyawarah antara

orang tua bayi dengan pemilik ASI sehingga ada kesepakatan bersama termasuk

pembiayaannya.

125

Wawancara dengan ibu Dr. Faizah Ali Sibromalisi.MA., tanggal 01 juni 2010

Page 102: Dedi Irwansyah Fsh

102

102

Kondisi ibu yang mendonorkannya harus dalam keadaan sehat dan tidak

sedang hamil. Karena ditakutkan adanya penyakit yang dapat tertular melalui

penyusuan dan apabila sang ibu susu itu hamil, maka perjanjian penyusuan tersebut

dapat dibatalkan, karena sang ibu susu tersebut juga harus mempersiapkan air

susunya untuk calon bayinya dikemudian hari, ini ditakutkan ASI ibu tersebut kurang

dari cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya kelak.

Tempat yang memfasilitasi praktik donor tersebut harus mampu menegakkan

dan menjaga ketentuan Syariat Islam. Mereka harus mempunyai landasan hukum

yang kuat berdasarkan Syari‟at Islam, agar dalam pelaksanaannya dengan dasar

keimanan yang kuat.

Dari ketentuan Syari‟at itu, yang termasuk kedalam penyusuan itu yaitu

kurang dari masa penyusuan yakni dibawah usia 2 (dua) tahun. Dan fungsi utama

ASI Donor adalah karena memang dalam kondisi darurat.

Setiap kali ingin mendonorkan, dianjurkan kepada semua pihak yang terlibat

agar dicatat, agar dikemudian hari tidak ada masalah yang menyangkut mahram.

F. Relevansi Mengenai Praktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) dengan

Hukum Islam

Dalam hukum islam, praktik Radha’ pada dasarnya merupakan hak dan kewajiban

bagi setiap orang tua yakni ibu dan bapak si bayi, hal ini telah disepakati oleh para

Page 103: Dedi Irwansyah Fsh

103

103

fuqaha.126 Bahwa Allah SWT memberikan batas 2 (dua) tahun penuh karena pada saat itu,

anak masih sangat membutuhkan ASI sebagai sumber makanan pokok pertama yang

diadapat oleh sang anak. Oleh karena itu ibu berkewajiban menyusui bayinya kalau ia

mampu melaksanakannya . hal ini berlandaskan pada firman Allah SWT dalam surat al-

Baqarah ayat 233, sebagai berikut:

(233: (2)انبقشة)..

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang

ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2) : 233 )

Ayat diatas mengisyaratkan bagi para ibu untuk menyusui secara ideal. Maka dari

itu, hendaklah para ibu untuk menyusui hingga 2 (dua) tahun bila ingin menyempurnakan

penyusuan.

Bagi para ibu yang menghendaki penyusuan kurang dari masa waktu menyusui yang

telah ditentukan, hal ini juga dibolehkan. Akan tetapi, dalam penghentian itu dilakukan

secara musyawarah antara suami dan isteri dengan memikirkan secara masak-masak

untung ruginya.

Dalam ajaran islam, menyusui pada hakikatnya adalah bentuk nafkah yang harus

diberikan kepada bayi oleh suami melewati isteri dengan cara jalur penyusuan. Oleh karena

itu, sang suami berkewajiban mencari nafkah sesuai dengan kadar kemampuannya atau

126

Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 38-41

Page 104: Dedi Irwansyah Fsh

104

104

sang suami mencarikan perempuan lain yang sehat baik jasmani maupun rohani untuk

menyusukan bayinya.127

Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwasanya praktik Radha’ itu memiliki

unsur-unsur dalam pelaksanaannya. Yang pertama adanya ibu susu, yang kedua adanya

anak atau bayi yang menyusu dan yang ketiga air susu ibu.

Dari ketiga unsur ini termasuk kedalam rukun radha’, yang menjadikan sebuah

ikatan mahram.128

Karena jika kita melihat sejarah adanya Ibu susu, ini tidak lepas dari sejarah yang

menghiasi kehidupan Nabi SAW sewaktu kecil. Karena pada waktu itu tradisi ini dilakukan

karena desakan ekonomi di wilayah Arabia waktu itu. serta kondisi alam yang tidak

bersahabat, yang menimbulkan tingginya angka kematian bayi disana. Hal ini yang

melandaskan para ibu kala itu untuk mencari anak orang-orang kaya yang ingin disusukan

dengan berupa imbalan atau upah yang pantas dan layak.129

Menilik fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) diatas. bahwa

setiap orang yang ingin memberikan ASInya harus melalui Musyawarah mufakat antar

keduabelah pihak, termasuk masalah upah atau pembiayaan. Karena kalau kita lihat di awal,

bahwa ASI adalah bentuk nafkah secara tidak langsung oleh suami melalui isteri, jadi dalam

hal ini adalah ibu susu bertindak sebagai ibu yang meminta nafkah kepada sang ayah bayi

127

Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta; Ghalia

Indonesia), hlm. 109-111 128

Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-

Qur‟an dan Hadits, hlm 27 129

Muhammad Sa‟id Ramadhan al-Buthy, Sirah nabawiyyah; Analisis Ilmiah Manhajiah

Sejarah Pergerakan Islam, hlm. 31-32

Page 105: Dedi Irwansyah Fsh

105

105

untuk biaya merawat dan memberikan makanan bergizi kepada anaknya dalam bentuk

upah. Dan juga kejelasan mengenai hubungan Nasab anak-anak mereka nantinya.

Fatwa yang kedua ialah ibu yang mendonorkan ASI-nya harus dalam keadaan sehat

dan tidak sedang hamil. Dari pemahaman fatwa ini. Bahwa kondisi sang ibu susu harus

dalam kondisi yang prima dan juga sehat baik itu jasmani maupun rohani. Dan tidak sedang

hamil, dalam artian ketika si ibu susu ini mengandung, dia juga harus mempersiapkan

sumber makanan yang diprioritaskan untuk bayinya terlebih dahulu. Ditakutkan ketika masa

menyusuinya si ibu susu ini kurang dari cukup ASI yang diperlukan sang bayinya dan

perjanjiannya menjadi batal.

Fatwa yang ketiga Bank atau tempat yang digunakan sebagai wadah untuk

memfasilitasi ASI donor harus mempunyai landasan hukum yang ditentukan oleh Syari’at

islam dalam hal ini Syari’ yaitu Allah SWT., untuk hambanya dengan perantara Rasulullah

SAW supaya para hamba melaksanakannya dengan dasar keimanan yang kuat.

Dari ketentuan Syariat itu, yang termasuk kedalam penyusuan yaitu kurang dari

masa penyusuan yakni 2 (dua) tahun. Dan fungsi utama ASI donor adalah karena kondisi

yang memang benar-benar darurat. Misalnya ada seorang bayi yang lahir secara prematur,

sehingga harus dimasukan kedalam alat inkubator. Dan bayi tersebut belum mampu

memakan sumber makanan lain selain ASI, karena biasanya kondisi ibu yang melahirkan

secara prematur itu belum bisa memproduksi ASI-nya untuk bayinya. Maka dari itu sangat

diperlukan ASI donor, dan bantuan ASI donor ini tidak selamanya, hanya sampai si ibu ini

sudah mampu memproduksi ASInya sendiri.

Page 106: Dedi Irwansyah Fsh

106

106

Ada juga ketika melahirkan, sang ibu meninggal dunia. Atau sang ibu menderita

suatu penyakit yang menyebabkan ia tidak bisa menyusui anaknya baik secara permanen

atau hanya sementara saja. Inilah fungsi utama dari Bank ASI.

Sedangkan praktik donor ASI di AIMI ini, mekanismenya seperti yang telah dibahas

sebelumnya. Karena AIMI ini hanya sebagai mediator yang memfasilitasi ibu-ibu yang

memerlukan ASI donor dan disini tidak menyimpan ASI donor.

Namun dari AIMI sendiri mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para

pelaku secara tertulis. Seperti riwayat jati diri pendonor dan penerima donor termasuk

didalamnya mengenai riwayat penyakit dan dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani.

Dan mendapatkan persetujuan dari suami, dalam artian suami harus ikut terlibat

dalam hal donor ASI ini. Setelah semua itu terpenuhi barulah sipendonor boleh

mendonorkan ASInya ke AIMI. Lalu dari AIMI mencarikan ibu-ibu yang sangat memerlukan

ASI donor. Dan kedua belah pihak dipertemukan. Lalu Dilakukan secara musyawarah antar

kedua belah pihak, dalam proses musyawarah ini AIMI yang bertindak sebagai fasilitator

tidak ikut andil dalam musyawarah. AIMI menjembatani hanya sampai batas pertemuan

saja, setelah itu mereka sendiri menentukan apakah menerima atau tidak dan menentukan

hukumnya.

Yang menjadi prioritas utama oleh AIMI yang berhak mendapatkan ASI donor ialah

bayi yang sakit dan dirawat dirumah sakit serta bayi yang lahir prematur dengan kegagalan

fungsi cerna organ tubuh. Dan juga bayi yang masih dalam waktu ASI eksklusif.

Page 107: Dedi Irwansyah Fsh

107

107

Ada juga dalam kondisi tertentu dari AIMI memberikan ASI donor dari selain yang

telah ditentukan dan kondisi adalah kondisi khusus dengan maksud membantu mengurangi

beban si ibu bayi. Menurut Ibu Mia ia menerangkan bahwa ada seorang ibu datang bertemu

dengannya, dia mempunyai bayi baru berumur 4 (empat) bulan dan dia mau pindah keluar

kota untuk bekerja selama 2 (dua) minggu lamanya. Dan dia bilang “Saya tidak bisa

menyetok ASI sebanyak itu untuk memenuhi kebutuhan ASInya, karena setiap hari si bayi

tersebut harus minum ASI lebih dari 6 (enam) botol susu ASI”.

Pada akhirnya setelah dipertimbangkan permintaan itu disetujui olehnya untuk

memberikan ASInya sendiri untuk didonorkan, karena murni ingin membantu sang ibu itu

agar tidak gagal dalam ASI eksklusif. Dan kalau seandainya ibu itu tidak dibantu oleh ASI

donor, kemungkinan sang ibu itu akan beralih kepada susu formula.130

G. Analisis Penulis mengenai Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)

ASI adalah makan dan minuman yang paling utama bagi para bayi selain

karena tidak akan pernah manusia sanggup memproduksi susu buatan sekualitas

dengan ASI, juga ASI merupakan pemberian Allah Subhanahu Wa Ta‟ala kepada

seluruh anak manusia.

Menyusukan anak bagi setiap ibu, dengan cara memberikan ASI. Merupakan

suatu yang sangat penting bagi kehidupan dan kelangsungan hidup manusia didunia

ini. Lantaran ASI memiliki keutamaan, kelebihan, manfaat dan keagungan yang tidak

dapat disejajarkan, disamakan dan atau disetarakan dengan makanan dan minuman

130

Wawancara dengan Ibu Mia Susanto tanggal 04 februari 2010

Page 108: Dedi Irwansyah Fsh

108

108

lain buatan manusia. Sedangkan disisi lain, menyusui secara alami dengan ASI bagi

setiap ibu, merupakan fitrah bagi manusia yang berjenis kelamin wanita. Oleh sebab

itu, menyusukan bayi secara alami dengan ASI seorang ibu, dapat merupakan bukti

kepatuhan dalam melaksanakan perintah Allah SWT.

Dari penjelasan pada bab-bab terdahulu, bahwa Islam pada dasarnya

membolehkan adanya ibu susu. Karena Nabi Muhammad SAW sendiri sudah

mempraktikannya sewaktu kecil. Namun yang membedakan adalah mekanisme cara

dalam penyusuan kala itu yang dilakukan dengan metode yang sudah umum yakni

melalui kontak langsung dengan puting ibu.

Diskursus masalah praktik Donor ASI di Indonesia yang diselenggarakan oleh

organisasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). Menurut analisa penulis bahwa

didalam Hukum Islam praktik penyusuan yang dilakukan pada umur bayi kurang dari

2 (dua) tahun, itu dapat berdampak kepada hukum tahrim.

Karena didalam Al-Qur‟an sudah sangat jelas sekali menerangkan status anak

dari ibu susu. Firman Allah SWT, sebagai berikut:

..

( 233 (:2) انبقشة)

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang

ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2): 233 )

Dan firman Allah SWT yang lain:

Page 109: Dedi Irwansyah Fsh

109

109

.. ..(23(:4) انغاء (

Artinya: “…Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan..”. (Q.S. an-

Nisaa‟ (4): 23)

Ayat ini menunjukan bahwa ibu yang menyusui berkedudukan sama dengan

ibu kandung demikian juga dengan saudara sepersusuan sama dengan saudara

kandung. Dan suami si ibu susu tersebut menjadi ayah bagi anak yang disusui ibu

susu tersebut.

Dan diperkuat oleh hadis Nabi SAW, yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas‟ud,

sebagai berikut:

يغؼد قال اب عهى: ػ نا سضاع إنا يا شذ انؼظى : قال سعل اهلل صه اهلل ػه

بج انهحى د ) .أ (سا اب دا131

Artinya: “Dari Ibnu Mas‟ud, ia berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda : “Tidak ada penyusuan

melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”. (H.R. Abu Dawud)

Dan hadis Nabi SAW yang lain:

ذا سجم فكأ ػ ا عهى دخم ػه صه اهلل ػه انب ا ا اهلل ػ ػائشت سض ػ

رنك، فقانج كش كأ ج : حغش أخ : فقال. إ اك إخ ي ظش فئا انشضاػت . أ

جاػت ان (سا انبخاس يغهى). ي132

Artinya: “Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati seorang laki-laki,

seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang kehadiran tamu itu. lalu Aisyah

131

Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, nomor.

2059. hlm. 316 132

Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.

V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.

I, nomor 1455

Page 110: Dedi Irwansyah Fsh

110

110

menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata: “Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”.

Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara

susuanmu!Saudara sesusuan yang berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat

mengenyangkan (rasa lapar bayi)” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)

Dan hadis Nabi SAW yang lain:

انب ػباط ا اب ضة ػ ت ح اب ذ ػه عهى اس ػه ، . صه انه فقال اـا الححم ن

انغب انشضـاػت ياحشو ي حشو ي انشضـاػت، ي ت اخ سا انبخاس ).اـا اب

(يغـهى133

Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak Hamzah.

Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia itu anak bagi saudara

susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang haram dengan sebab nasab”.(H.R

Bukhari dan Muslim)

Inilah dalil-dalil yang menjadikan anak yang menyusu itu kedudukannya

sama dengan anak kandung. Bagaimanapun cara pemberiannya, seperti memerah

ASInya terlebih dahulu lalu diminumkan dengan menggunakan alat dan dialirkan ke

dalam tenggorokan atau memasukkannya kedalam hidung lalu ASI tersebut telah

sampai kedalam perut atau lambung si bayi.

Bagaimanapun bentuk dari ASInya, seperti dikeringkan, dikalengkan,

dijadikan keju, berbuih dan dicampur air. Apabila sibayi memakannya, maka jelas

hukumnya tahrim. Karena pada hakikatnya, ASI itu belum hilang dengan cara-cara

seperti itu. dan unsur memberi makan kepada bayi telah tercapai, hal inilah yang

menyebabkan hukum tahrim.

133

Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.

V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.

I, nomor 1445

Page 111: Dedi Irwansyah Fsh

111

111

Lalu bagaimana hukumnya jika yang mendonorkan ASI tersebut dari

kalangan non-muslim?. Dalam masalah ini, untuk menetapkan hukum menerima

Donor ASI dari non-muslim yaitu dengan menggunakan kaidah ushul fiqh, yakni

.”Maksudnya adalah “Asal dari sesuatu itu adalah kebolehan .االصم ف االشاء االباحت

134

Jika kita melihat definisi dari hukum kaidah ini adalah suatu hukum, dimana

Allah SWT (Syari‟) memberikan kebebasan kepada mukallaf untuk memilih diantara

mengerjakan dan meninggalkan. Seperti makan, minum, bergurau dan sebagainya.

Imam Asy-Syaukani memberikan definisi mubah sebagai berikut:

“Mubah ialah suatu perbuatan yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan

sama-sama tidak memperoleh pujian. Dalam artian bahwa seseorang itu tidak terkena

bahaya (dosa) kalau melaksanakan perbuatan tersebut atau meninggalkannya.

Terkadang hukum mubah itu dimaksudkan untuk suatu perbuatan yang tidak

mengandung resiko apabila dikerjakan, meskipun pada mulanya perbuatan tersebut

diharamkan.”135

Karena jika dilihat dari artinya, Donor itu adalah pemberi sumbangan atau

penderma. Yakni pemberian secara sukarela tanpa mengharapkan suatu imbalan

apapun, dengan niat membantu. Masalah ini sebagaimana halnya donor darah.

134

Abdul Wahab Khallaf, Ushul Fiqh, (Kuwait; Daar al-„Ilmi, 1978), hlm. 115 135

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2003), cet. VIII, hlm.

56

Page 112: Dedi Irwansyah Fsh

112

112

Jadi, Tidak ada salahnya kaum muslimin meminta bantuan kepada non-

muslim dalam bidang pengetahuan yang tidak ada hubungannya dengan agama atau

tidak membahayakan dia khususnya dalam bidang agama. Seperti dalam bidang

kedokteran, perindustrian, pertanian dan sebagainya.

Dan orang muslim juga diperbolehkan memberi hadiah kepada non muslim

dan boleh juga menerima hadiah darinya serta membalasnya. Karena Nabi SAW

sendiri pernah diberi hadiah oleh raja non-muslim dan beliau menerimanya.136

Hukum mubah ini ditetapkan karena ada salah satu dari tiga hal, yaitu:

1. Tiada berdosa bagi orang yang mengerjakan perbuatan yang semula diharamkan,

dengan adanya Qarinah (tanda-tanda) atas diperbolehkannya perbuatan tersebut.

Seperti firman Allah SWT yang berbunyi:

( انبقشة

(2 :)173)

Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan

binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam

Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)

melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun

lagi Maha Penyayang.(Q.S. Al-Baqarah (2): 173)

2. Tiada nash (dalil) yang menunjukan haramnya perbuatan tersebut.

136

Yusuf Qardhowi, Halal dan Haram, (Jakarta; Robbani Pers, 2007), cet. VI, hlm. 396

Page 113: Dedi Irwansyah Fsh

113

113

3. Ada nash (dalil) yang menunjukan atas halalnya perbuatan tersebut seperti

memakan yang halal, berdasarkan firman Allah SWT yang berbunyi:

( 5(: 5)انائذة)

Artinya: “Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang

yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.

(dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita

yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang

yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka

dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)

menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak

menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat

Termasuk orang-orang merugi”. (Q.S. Al-Maidah (5): 5)

Dibolehkannya suatu perbuatan yang mubah itu hanyalah bersifat temporer,

dimana seseorang itu bebas untuk memilih macam dan waktu-waktunya. Seperti

makan dihukumi mubah, hanyalah dalam macam dan waktu-waktu tertentu bukan

untuk selamanya. Akan tetapi makan bisa menjadi wajib bagi orang yang menjaga

kesehatannya dan hidupnya. Karena menjaga kesehatan adalah suatu perbuatan yang

Page 114: Dedi Irwansyah Fsh

114

114

diwajibkan. Oleh karena itu untuk hukum mubah ini, hanya bersifat situasional atau

kondisional, tidak bersifat umum, keseluruhan dan abadi.137

Jadi hukum menerima Donor ASI dari non-muslim itu hukumnya adalah

mubah (boleh). Dan hukum ini hanya bersifat sementara tidak untuk selamanya,

selama sipenerima donor tidak menemukan ASI donor yang lain selain dari itu dan

tentunya dalam keadaan darurat.

137

Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, hlm. 57-58

Page 115: Dedi Irwansyah Fsh

115

115

BAB V

PENUTUP

H. Kesimpulan

Berdasarkan uraian dan analisis yang penulis dapatkan maka dapat ditarik

kesimpulan sebagai berikut:

1. Yang melatarbelakangi timbulnya Praktik Donor ASI di Organisasi Asosiasi Ibu Menyusui

Indonesia (AIMI), itu berasal dari kebutuhan serta keinginan para ibu-ibu akan adanya

ASI donor. hal itu terkait dengan minimnya kesadaran masyarakat tentang keunggulan

ASI. Mereka yang sadar dan memahami betul manfaat ASI, itulah yang terpanggil

menjadi pendonor, atau memerlukan ASI donor.

2. Mekanisme paraktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) adalah

sebagai berikut:

a. Pendonor wajib membuat surat pernyataan bermaterai, yang isinya adalah

keterangan sehat, tidak mengidap penyakit berat maupun keturunan dan syarat-

syarat yang telah ditentukan oleh AIMI.

b. Penerima donor wajib membuat surat pernyataan diatas kertas bermaterai yang

bersedia menerima resiko dari ASI donor dan syarat-syarat yang telah ditentukan

oleh AIMI.

3. Manfaat pemberian ASI oleh Donor ASI (ibu susu)

Page 116: Dedi Irwansyah Fsh

116

116

a. Bagi si Pemberi manfaat adanya donor ASI agar ASI yang dimiliki si

pemberi, karena sangat berlimpah prosuksi ASInya tidak terbuang sia-sia.

b. Bagi si Penerima (bayi), donor ASI dapat membantu memenuhi kebutuhan

ASI dan gizi yang belum tentu terpenuhi oleh ibu kandungnya. Misalnya:

bayi yang tidak mempunyai ibu atau meninggal disaat dia masih bayi.

c. Adanya rasa solidaritas untuk saling berbagi yang tinggi antar sesama.

d. Membantu bayi-bayi yang membutuhkan ASI.

e. Membantu ibu-ibu yang tidak dapat menyusui bayinya karena banyak faktor

seperti terkena penyakit yang menyebabkan sang ibu tersebut tidak dapat

menyusui secara permanen atau hanya sementara saja.

4. Hukum Donor ASI menurut Hukum Islam adalah pada dasarnya boleh dengan syarat

harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan Syariat Islam.

I. Saran

Donor ASI merupakan bukan hal baru dalam Islam, Nabi SAW sendiri

mempunyai ibu susu yakni oleh Halimah as-Sya‟diyah. Namun yang perlu dicermati

adalah mengenai mekanisme yang diberlakukan.

Dalam hukum Islam mekanisme ini telah diatur sedemikian rupa oleh Allah

SWT melalui firmannya dengan perantara Rasul SAW untuk hambanya, agar tidak

tersesat dalam melakukannya dan harus didasarkan dengan keimanan yang kuat.

Page 117: Dedi Irwansyah Fsh

117

117

Masalah ini perlu ada perhatian khusus oleh organisasi atau instansi-instansi

yang menyediakan praktik Donor ASI, seperti AIMI ini. Mereka harus mempunyai

landasan hukum yang kuat untuk menjadi pegangan mereka, meski terdapat

perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan ulama. Karena, pemahaman akan ilmu-

ilmu agama-dalam hal ini ilmu Fikih- begitu sangat penting dan tidak boleh

melakukan sesuatu tanpa dilandasi dengan ilmu. Apalagi menentukan sikap dan

pendapat sendiri.

Kalau perlu, setiap program yang mereka buat atau yang mereka canangkan

harus didampingi paling tidak ada satu badan hukum atau orang-orang yang ahli

dalam bidangnya. Ini berguna ketika terjadi permasalahan yang timbul dikemudian

hari dan semuanya itu dapat dipertanggung jawabkan dengan baik.

Untuk itu penulis hanya bisa menyarankan kepada pihak-pihak yang terlibat

didalam Praktik Donor ASI, agar selalu bersikap hati-hati dalam menentukan

pendapat.

Wa Allahu A‟lam bi as-Shawab ..

Page 118: Dedi Irwansyah Fsh

118

118

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur‟an Al-Karim

Abbas, Ahmad Sudirman, Pengantar Pernikahan: Analisis Perbandingan Antar

Mazhab, T.tp: Pt. Prima Heza Lestari, 2006, cet. I

Abdullah, Abdul Hakim al-Sayyid, Keutamaan Air Susu Ibu, Jakarta: PT. Fikahati

Anesha, 1993

Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, Bairut:

Dar Ibnu Hazm, 1997, cet. I

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT.

Rineka Cipta, 1998, cet. XI, ed. Revisi IV

Ayub, Syeikh Hasan, Fiqh Keluarga, Jakarta: Pustaka Fal-Kautsar, 2001, cet. I

Al-Baihaqi, Ahmad bin al-Husain bin Ali, Sunan al-Kubra, Beirut: Dar al-Fikr, t.th,

juz VII

Al-Bijirmiy, Syeikh Sulaiman, Kitab Bijirmiy ala al-khatibi, Beirut: Dar al-Fikr,

1995, juz. IV

Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy,

Beirut: Dar al-Fikr, 1981. Juz. V

Al-Buthy, Muhammad Said Ramadhan, Sirah Nabawiyyah: Analisis Ilmiah

Manhajiyah Sejarah Pergerakan Islam, Jakarta: Robbani Press, 1999, cet. I

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 2001

Danim, Sudarman, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002

cet. I

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta;

Balai Pustaka, 1988, cet. I

Al-Ghazi, Ibnu Qosim, Kitab Hasiyah al-Bujuriy, juz. 2

Hasan, Ahmad, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar al-Asqolani, Bandung: CV.

Penerbit Diponegoro, 2002, cet. XXVI

Hasyem, Fuad, Sirah Muahmmad Rasulullah: Suatu Penafsiran Baru, Bandung:

Mizan, 1984

Page 119: Dedi Irwansyah Fsh

119

119

Hasan, Muhammad Ali, Perbandingan Mazhab, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1998

Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa nihayah al-Muqtasid, juz. II

Indriarti, MT, A to Z the Golden Age: Merawat, Membesarkan dan Mencerdaskan

Bayi Anda Sejak dalam Kandungan Hingga Usia 3 Tahun, Jogjakarta: CV.

Andi Offset, 2007

Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Fiqh Bayi, Jakarta: Fikr, 2007

Al-Jaziri, Abdurrahman, Kitab al-Fiqh „ala Mazhahib al-Arba‟ah, Beirut: Dar al-

Fikr, t.th, cet.IV

Jone, Derek liewellyn, Ginekologi dan Kesehatan Wanita, Jakarta: Gaya Favorit

Press, 1977

Kashiko, Kamus Al-Munir Arab – Indonesia, Surabaya; Kasikho, 2000, cet. I

Khallaf, Abdul Wahab, „Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwait: Daar al-„Ilmi, 1978

Lings, Martin, Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Jakarta:

PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003, ed. VI

Moehji, Sjahmien, Ilmu Gizi II: Penanggulangan Gizi Buruk, Jakarta: Papas Sinar

Sinanti, 2003

Mughniyyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab: Ja‟far, Hanafi, Maliki, Syafi‟I

dan Hambali, Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2003, cet. II

Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,

Beirut: Dar al-Fikr, t.th, juz. I

Roesli, Utami, Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta: Trubus Agriwidya, 2000

Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2003

Ash-Shiddieqy, Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqh, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1985

Shihab, Quraish, Tafsir Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta:

Lentera Hati, 2007, cet. X, jilid I

Page 120: Dedi Irwansyah Fsh

120

120

Shihab, Quraish, Tafsir Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta: Lentera Hati, 2007, cet. X, jilid II

Siregar, Muhamad Arifin, Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-faktor yang

Mempengaruhinya, Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas

Sumatra Utara, 2004

Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, T.tp, T.p, T.th

Subagyo, Joko, Metode Penelitian dalam teori dan Praktek, Jakarta: PT. Raja

Grapindo Persada, 2003, ed. I, cet. VI

Sunardi, Ayah Beri Aku ASI, Solo: Aqamedika, 2008

Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh II, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2005, cet. III

Qordhowi, Yusuf, Halal dan Haram, Jakarta: Robbani Press, 2007, cet. VI

Uwaidah, Syeikh Kamil Muhammad, Fiqh Wanita, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2003,

cet. XII

Yanggo, Huzaemah Tahido, Fikih Perempuan Kontemporer, Jakarta: Ghalia

Indonesia, t.th

Zahrah, Muhammad Abu, Ushul al-Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003, cet. VIII

Zuhaili, Wahbah, Fiqh Imam Syafi‟i: Mengupas Masalah Fiqhiyah berdasarkan al-

Qur‟an dan Hadits, Jakarta: al-Mahirah,2010, cet. I

Zuhaili, Wahbah, Konsep Darurat Dalam Hukum Islam Studi Banding Dengan

Hukum Positif, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, cet. I

Koran Media Indonesia, Pop Komunitas: Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)

Agar Bayi Kembali Mengonsumsi ASI, Jumat, 11 Maret 2011

Koran Republika, Wawasan: Menyusui adalah Perintah Agama, Rabu, 4 Agustus

2010

Koran Republika, Teraju: Separuh Hati Mendukung ASI, Senin, 21 Maret 2011

Koran Republika, Teraju: Tren Global Menyusui Dua Tahun, Senin, 21 Maret 2011

Page 121: Dedi Irwansyah Fsh

121

121

Koran Tempo, Kosmo:Pemberian ASI menurun, Senin 4 Agustus 2008

Koran Tempo, Kosmo: Tips Penyimpanan ASI, Senin 8 Maret 2010

Koran Tempo, Kosmo: Perilaku Anak Berawal dari ASI, Rabu 5 November 2010

Majalah Ayah Bunda, edisi 25 September - 08 Oktober 2004

Majalah Kartini, no.2221 edisi 26 Juni - 10 Juli, 2008

Tabloid Mam and kiddie, Donor ASI Selamatkan Bayi-bayi yang Kurang Beruntung,

edisi. 10th

V, 20 Desember- 02 Januari 2011

http://aimi-asi.org/2008/02/donor-asi-aman-ngga-ya?

http://aimi-asi.org/2011/01/rapat-dengar-pendapat-umum-aimi-dengan-kamisi-IX-

dpr-ri-selasa-25-januari-2011/comment-page-1/#comment-8489

http://health.groups.yahoo.com/group/asiforbaby/

http://kesehatan.kompas.com/read/2010/05/016/06211/donor.asi.bagaimana.caranya?

http://selasi.net/artikel/klipping-artikel-menyusui/156-alasan-medis-yang-dapat-

diterima-sebagai-dasar-penggunaan-pengganti-asi/

http://www.detikhealth.com/read/2010/11/154034/1491453/mengapa-asi-eksklusif-

harus-6-bulan/

http://www.detikhealth.com/read/2010/11/10/121828/14911/764/asi-6-bulan-sama-

dengan-menyelamatkan-30.000-bayi

http://www.harunyahya.com/indo/artikel/082/

http://www.kamusbahasaindonesia.org/donor

Page 122: Dedi Irwansyah Fsh

122

122

http://www.mui.or.id/indext:php?option=com_docman&task=cat_view&gid=788itemid=78

http://www.okezone.com/read/2010/11/30/337/398509/337/mui-haramkan-donor-asi