Dedi Irwansyah Fsh
-
Upload
tansriernawati -
Category
Documents
-
view
63 -
download
5
Transcript of Dedi Irwansyah Fsh
i
PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI)
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy)
Oleh:
Dedi Irwansyah
NIM : 104043101270
KONSENTRASI PERBANDINGAN FIQH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/2011 M
ii
PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI)
DALAM PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh
Gelar Sarjana Syari‟ah (S.Sy)
Oleh
Dedi Irwansyah
NIM. 104043101270
Pembimbing:
Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yango. M.A
NIP: 194512301967122001
KONSENTRASI PERBANDINGAN MAZHAB FIQH
PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1432 H/ 2011 M
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi yang berjudul “Praktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
(AIMI) Dalam Perspektif Hukum Islam”, telah diajukan dalam Sidang Munaqasyah
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 22 Maret
2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar strata
satu, yaitu Sarjana Syariah (S.Sy) pada Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum
dengan Konsentrasi Perbandingan Mazhab Fikih.
Jakarta, 22 Maret 2011
Mengesahkan,
Dekan Fakultas Syariah Dan Hukum
Prof. Dr.H. Muhammad Amin Suma,SH., MA.,
MM NIP. 195505051982031012
PANITIA UJIAN
Ketua : Dr. H. Muhammad Taufiki, M.Ag
NIP. 196511191998031002 : (.................................)
Sekertaris : Fahmi Muhammad Ahmadi, S.Ag, M.Si
NIP. 197412132003121002 : (.................................)
Pembimbing : Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yango. M.A
NIP.194512301967122001 : (.................................)
Penguji I : Dr. Abdurrahman Dahlan. M.A
NIP: 195811101988031001 : (.................................)
Penguji II : Dr. H. Ahmad Mukri Aji. M.A
NIP. 195703121985031003 : (.................................)
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh Gelar Strata Satu (S I) di Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 17 Rabiul Akhir 1432 H
22 Maret 2011 M
Penulis
v
بسم اهلل الرحمن الرحيم
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT.
Dialah sumber tempat bersandar, Dialah sumber dari kenikmatan hidup yang tanpa
batas, Rahman dan Rahim tetap menghiasi Asma-Nya sehingga penulis diberikan
kekuatan yang begitu melimpah dari kekuatan fisik hingga psikis untuk tetap
menyelesaikan skripsi ini yang berjudul: “PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI
IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI) DALAM PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM”
Salawat serta salam juga penulis curahkan kepada Baginda Nabi Muhammad
SAW beserta para keluarganya, sahabat dan pengikutnya yang telah membuka pintu
keimanan yang bertauhidkan kebahagiaan, kearifan hidup manusia, dan pencerahan
atas kegelapan manusia yang dijadikan sebagai sebuah pembelajaran bagi umat
muslim hingga akhir zaman.
Skripsi ini penulis susun untuk memenuhi syarat akhir untuk mencapai Gelar
Sarjana Syari‟ah (S.Sy) pada Progam Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum,
Konsentrasi Perbandingan Fiqh, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
vi
Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak sekali mendapat bantuan dan
motivasi dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat:
1. Bapak Prof. Dr. H. Muhammad Amin Summa, SH., MA., selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Muhammad Taufiki, M.Ag., selaku ketua Progam Studi
Perbandingan Mazhab dan Hukum dan Bapak Fahmi Muhammad Ahmadi,
S.Ag., M.Si., selaku sekretaris Progam Studi Perbandingan Mazdhab dan
Hukum, Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Prof. DR. Hj. Huzaemah Tahido Yango. MA., sebagai pembimbing yang
telah rela meluangkan waktu, memberikan ilmu dan masukan-masukan yang
sangat bermanfaat bagi penulis dalam mengerjakan skripsi ini.
4. Bapak dan Ibu dosen yang penulis hormati, yang telah memberikan tenaga
dan pikirannya untuk mendidik penulis agar kelak menjadi manusia yang
berguna.
5. Segenap karyawan Perpustakaan Utama serta Perpustakaan Fakultas Syariah
dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan
tak lupa Segenap karyawan Perpustakaan Umum wilayah Jakarta Barat dan
vii
Jakarta Selatan yang telah memberikan bantuan berupa bahan-bahan yang
dapat dijadikan referensi dalam penulisan skripsi ini.
6. Kepada Organisasi AIMI dan seluruh jajaranya. Yang telah memberikan
bantuan yang berharga berupa data-data yang dapat dijadikan referensi dalam
penelitian ini dan juga kepada para pelaku Donor ASI yang sudah
memberikan waktunya untuk proses wawancara dalam penelitian ini.
7. Kepada ibu Dr. Faizah Ali Syibromalisi.MA., selaku Anggota Fatwa Majelis
Ulama Indonesia (MUI), yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk
proses penelitian berupa wawancara dan memberikan informasi-informasi
yang dianggap penting.
8. Papa dan mama tersayang, Bapak H.Abdurrahman (Alm) dan Ibu Hj.Ainin
yang sangat penulis hormati dan cintai, selalu memberikan kasih sayang yang
begitu melimpah kepada penulis, yang telah memberikan bimbingan, arahan,
nasehat dan doa demi kelancaran dan kesuksesan penulis. Untuk adikku,
Mardiah dan Ramdhan Ibnu Saputra, terima kasih atas dorongan dan doanya.
Isteriku tercinta, Ibu Lina Ervina, yang selalu menemani penulis, selalu siap
mendengarkan keluh kesah penulis, terima kasih atas semua kebaikan dan
kebahagiaan. Untuk mutiara kecilku, buah hatiku, Alif Ahmad Faruqi Abdus
Shobur yang memberikan penulis semangat dan telah memberikan warna bagi
kehidupan penulis. Mertuaku tersayang, Bapak Hendra Elwoear dan Ibu
Wasih tersayang. Terimakasih atas kasih dan sayang yang selalu memberikan
viii
dukungan untuk menyelesaikan skripsi ini. Mudah-mudahan Allah SWT
memberikan limpahan rahmat dan kasih sayangnya kepada mereka.
9. Sahabat terbaikku, Muhammad Bakreini, Fiqh Hidayat, Nashrudin Romli,
Ikhwan kurnia, Ahmad Faisal (bob), Rusli, Qosim, Ahmad hambali, dan
seluruh Adik kelasku di PMH . Terima kasih atas semua persahabatan yang
telah kita rajut selama ini. Terima kasih atas canda tawa dan dorongan
semangatnya, semoga persahabatan kita tidak akan pernah putus oleh jarak
dan waktu. Dan semua teman kelasku di Perbandingan Fiqh (PF) angkatan
2004.
Akhirnya atas jasa dan bantuan dari semua pihak, baik berupa moril maupun
materi, penulis haturkan terima kasih. Penulis berdoa semoga Allah SWT
membalasnya dengan imbalan pahala yang berlipat ganda dan sebagai amal jariyah
yang tidak akan pernah surut mengalir pahalanya dan mudah-mudahan skripsi ini
dapat bermanfaat dan berkah bagi penulis dan semua pihak. Amin.
Jakarta, 17 Rabiul Akhir 1432 H
22 Maret 2011 M
Penulis
ix
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR . i
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... v
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ....................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat .............................................................. 7
D. Literature Riview .................................................................. 8
E. Metode Penelitian ................................................................. 9
F. Sistematika Penulisan ........................................................... 11
BAB II : ASI, KONSEP RADLA’AH MENURUT HUKUM ISLAM DAN
SEJARAH IBU SUSU
A. ASI dan Manfaatnya ............................................................. 14
1. Pengertian ASI ......................................................................... 14
2. Manfaat ASI Bagi Ibu dan Bayi ................................................. 20
B. Konsep Radla‟ah Menurut Hukum Islam ............................. 27
1. Pengertian Hukum Islam ......................................................... 27
2. Pengertian Radla’ah ................................................................ 30
3. Konsep Radla’ah Menurut Hukum Islam ................................. 32
x
C. Sejarah Ibu Susu ................................................................... 69
BAB III : DONOR ASI DAN ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA
(AIMI)
A. Pengertian Donor ASI ........................................................... 72
B. Pengertian, Sejarah dan Latar belakang Berdirinya Asosiasi
Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) ........................................... 72
1. Pengertian AIMI ............................................................... 72
2. Sejarah dan Latar belakang Berdirinya Asosiasi Ibu
Menyusui Indonesia .......................................................... 73
C. Mekanisme Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui
Indonesia (AIMI) ................................................................... 77
D. Manfaat dan Dampak adanya Donor asi ............................... 83
BAB IV : ANALISIS PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU
MENYUSUI INDONESIA (AIMI) PERSPEKTIF HUKUM
ISLAM
A. Donor ASI menurut MUI ...................................................... 85
B. Relevansi mengenai mekanisme Donor ASI di AIMI
dengan Hukum Islam ............................................................ 94
C. Analisa penulis mengenai Donor ASI di Asosiasi Ibu
xi
Menyusui Indonesia (AIMI) ................................................ 99
BAB V : PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 107
B. Saran ..................................................................................... 108
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 110
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menyusui adalah suatu proses alamiah, kebanyakan para ibu terdahulu
diseluruh dunia telah berhasil menyusui bayinya tanpa pernah membaca buku tentang
ASI, bahkan ibu buta huruf sekalipun dapat menyusui anaknya dengan baik.1
Tak ada sebutan anak jika tidak ada ibu. Begitu juga sebaliknya, wanita tak
akan disebut ibu jika tidak ada anak. Sedangkan hubungan alami yang begitu kuat
yang terjadi antara seorang anak dengan ibunya, dipertegas dan diperjelas lagi
dengan adanya Air Susu Ibu (ASI) yang bersumber dari buah dadanya yang
merupakan makanan dan minuman utama bagi bayi atau anaknya.2
Menyusukan anak bagi setiap ibu, dengan cara memberikan ASI. Merupakan
suatu yang sangat penting bagi kehidupan dan kelangsungan hidup manusia didunia
ini. Lantaran ASI memiliki keutamaan, kelebihan, manfaat dan keagungan yang tidak
dapat disejajarkan, disamakan dan atau disetarakan dengan makanan dan minuman
lain buatan manusia. Sedangkan disisi lain, menyusui secara alami dengan ASI bagi
setiap ibu, merupakan fitrah bagi manusia yang berjenis kelamin wanita. Oleh sebab
1 Utami Roesli, Mengenal ASI Eksklusif, (Jakarta; Trubus Agriwidya, 2000), hlm. 2
2 Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, (Jakarta; PT. Fikahati
Aneska, 1993) Cet. I, hlm. 29
13
13
itu, menyusukan bayi secara alami dengan ASI seorang ibu, dapat merupakan bukti
kepatuhan dalam melaksanakan perintah Allah SWT.3
Karena Allah SWT tidak pernah memerintahkan sesuatu kepada manusia,
kecuali dengan hak dan kebenaran. Siapa saja yang taat, tunduk dalam melaksanakan
perintahnya, pasti akan memetik buah kebajikan dan akan merasakan berbagai
manfaat serta kegunaan yang menguntungkan. Dan siapa saja yang menentang,
sesungguhnya ia telah mencegah dirinya mendapatkan kebajikan yang telah
disediakan Allah SWT baginya. Setiap orang yang mau menggunakan akalnya, akan
selalu berusaha agar seluruh tindakannya itu, sesuai dengan hak dan kebenaran.
Lantaran hak dan kebenaran akan selalu menuntun orang-orang kejalan yang diridloi
oleh Allah SWT, lurus menuju keselamatan hidup baik didunia maupun diakhirat.
Selain dari pada itu, Allah memang hanya membebankan pekerjaan
menyusukan anak kepada kaum ibu. Sebagaimana firman Allah SWT:
.. ( انبقشة
(2) :233)
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan”. ( Q.S. Al-Baqarah (2): 233)
Pada firman Allah ini menunjukan perintah yang wajib dilaksanakan bagi
sebagian ibu, namun sunnat bagi sebagian ibu yang lain. Dan juga menunjukan fitrah
seorang ibu untuk menyusui.4
3 Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 30
14
14
Walaupun demikian, dalam lingkungan kebudayaan kita saat ini melakukan
hal yang alamiah tidaklah selalu mudah. Seiring dengan perkembangan zaman,
terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat.
Ironinya, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang
terlupakan. Padahal kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan
besar bagi ibu dan bayi. Karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama ini
mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Bagi
para ibu, hal ini berarti kehilangan kepercayaan diri untuk dapat memberikan
perawatan yang terbaik kepada bayinya itu dan bagi bayi berarti bukan saja
kehilangan sumber makanan yang vital, tetapi juga kehilangan secara perawatan yang
optimal.
Didalam hiruk pikuk kehidupan kota-kota besar kita lebih sering melihat bayi
diberi susu botol dari pada disusui oleh ibunya. Sementara dipedesaan, kita melihat
bayi yang baru berusia satu bulan sudah diberi pisang atau nasi lembut sebagai
tambahan asi. Sebenarnya menyusui, khususnya yang secara ekslusif merupakan cara
pemberian makan bayi yang alamiah. Namun sering kali ibu-ibu kurang mendapatkan
informasi yang benar tentang manfaat ASI Eksklusif, tentang bagaimana cara
menyusui yang benar dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam
menyusui bayinya.
4 Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 31-32
15
15
Menyusui adalah suatu seni yang harus dipelajari kembali untuk keberhasilan
menyusui tidak diperlukan alat-alat khusus dan biaya yang mahal, yang diperlukan
hanyalah kesabaran, waktu, sedikit pengetahuan tentang menyusui dan dukungan dari
lingkungan keluarga terutama suami. Menyusui akan menjamin bayi tetap sehat dan
memulai kehidupannya dengan cara yang paling sehat. Menyusui sebenarnya tidak
saja memberikan kesempatan pada bayi untuk tumbuh menjadi manusia yang sehat
secara fisik tetapi juga lebih cerdas, mempunyai emosional yang lebih stabil,
perkembangan spiritual yang positif serta perkembangan sosial yang lebih baik.5
Begitu pentingnya pemberian ASI secara ekslusif belum bisa tergantikan oleh
asupan yang lainnya. Namun keadaan, harapan maupun kehendak kaum ibu terutama
ibu kandung bayi sering kali tidak sesuai dengan kemampuan dan kenyataan yang
dihadapinya, ada diantara mereka ditakdirkan tidak subur memiliki ASI atau alasan
lainnya, baik karena medis atau non medis, sehingga ibu yang melahirkan tersebut
tidak bisa memberikan asi kepada bayinya. Ada juga kaum ibu yang kebingungan
karena ASI yang dikeluarkan terlalu banyak jadi mereka tidak tahu harus diapakan
ASInya itu. Dalam menghadapi masalah seperti ini, diperlukan jalan keluar yang
terbaik yang sesuai dengan situasi dan kondisi sosial budaya masyarakat maupun
keagamaan dimana mereka berada. Mengingat pentingnya ASI bagi bayi seringkali
mendapat hambatan, penyusuan bayi oleh para ibu-ibu selain ibu kandungnya yang
dikenal dengan sebutan “Radla‟ah” sudah menjadi kebiasan yang nyata ada dan
5 Utami Roesli, Mengenal ASI Eksklusif, hlm. 2
16
16
berkembang dalam masyarakat, hanya saja dikalangan kaum muslimin amatlah
diperhatikan adanya hubungan nasab setelah penyusuan itu terjadi.6
Seiring dengan perkembangan zaman, sekarang dikenal adanya istilah donor
ASI, dimana seorang pendonor memberikan ASI nya kepada bayi yang
membutuhkannya. Menurut Dra. Hj. Mursyidah Thahir,MA (anggota Komisi Fatwa
MUI) menyatakan bahwa “Mendapatkan ASI merupakan hak setiap bayi. Hal itu
terserat dalam surat al- Ahqaaf ayat 15, sebagai berikut:
.( 15: (46)األحقـاف)
Artinya : “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya,
ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula).
mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila Dia telah
dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah aku
untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh yang Engkau ridhai; berilah
kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku
bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya aku Termasuk orang-orang yang berserah diri".
(Q.S. Al-Ahqaaf (46): 15)
Penjelasan dari ayat diatas bahwa hak bayi memperoleh ASI sejak dalam
kandungan minimal 6 bulan dan maksimal 24 bulan setelah melahirkan. Karena itu
dari perspektif islam donor ASI diperbolehkan. Meski diperbolehkan tetapi harus
6 Huzaimah Tahido Yanggo, dan Anshary, A.Z, Problematika Hukum Islam
Kontemporer (Jakarta; Pustaka Firdaus, 1994), hlm. 25
17
17
disikapi dengan hati-hati, harus juga memenuhi ketentuan, antara lain: dilakukan
dengan musyawarah antara orang tua bayi dan ibu donor sehingga disepakati
biayanya, usia bayi kurang dari 2 tahun, dan demi menjaga kesehatan bayi,. Dan
apabila si ibu donor hamil, maka kontrak atau kesepakatan bisa dibatalkan.
Ketentuan lain, bila bayi telah menerima ASI donor dengan kenyang minimal
5 kali, maka semua keturunan dari pendonor menjadi muhrim bagi bayi itu.
Disamping itu juga, donor ASI tidak boleh dilakukan dengan cara kolektif seperti
Bank Darah, karena akan menimbulkan kekacauan identitas dan garis keturunan bagi
anak tersebut.7
Untuk lebih memudahkan dan menyederhanakan penyusuan yang langsung
dari Ibu Donor yang dewasa ini dirasa kurang begitu difahami atau dimengerti oleh
masyarakat mengenai mekanisme dalam praktiknya. Seperti Prosedur dan syarat-
syarat yang diperlukan dalam melakukan praktik donor ASI ini yang belum begitu
jelas adanya. Bagaimana merealisasikanya kedalam kehidupan masyarakat apakah
bertolak belakang dengan Syariat Islam?. Maka dari penjelasan diatas penulis
memilih judul “Praktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
Dalam Perspektif Hukum Islam”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
7 Majalah Wanita Kartini, Mendonorkan ASI Boleh, tapi Wajib Disikapi dengan Hati-
hati, no.2221 ed. 26 Juni-1o Juli 2008, hlm. 92
18
18
Memberikan ASI secara eksklusif kepada bayi yang baru lahir adalah kewajiban
seorang ibu dan bayi yang baru lahir tersebut berhak mendapatkan ASI Eksklusif selama 6
bulan dan menyempurnakannya sampai 24 bulan atau 2 tahun. Namun tidak semua ibu
kandung dapat memberikan ASInya karena banyak faktor, maka dari itu bagi kaum ibu
keberadaan Donor ASI (ibu susu) melalui Donor ASI sangat diperlukan. Tetapi pemberian ASI
oleh Donor ASI (ibu donor) melalui Organisasi AIMI tersebut masih menimbulkan beberapa
permasalahan. Berhubung karena judul skripsi ini amat luas, maka penulis batasi
pembahasannya sekitar permasalahan proses Donor ASI dan Latar Belakang timbulnya
praktik Donor ASI serta mekanisme praktik donor ASI di AIMI, Manfaat ASI dan hukum
Donor ASI.
Dari pembatasan masalah ini, maka pokok masalah dalam skripsi ini dapat
dirumuskan sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi timbulnya praktik Donor ASI di AIMI?
2. Bagaimanakah Mekanisme praktik Donor ASI pada AIMI tersebut?
3. Apa manfaat pemberian ASI bagi Pendonor kepada Bayi?
4. Bagaimanakah pandangan hukum Islam terhadap Donor ASI?
C. Tujuan dan Manfaat
Berdasarkan pembatasan dan perumusan masalah diatas, maka tujuan dari
penelitian ini adalah
1. Mengetahui apa yang melatarbelakangi timbulnya Praktik Donor ASI di AIMI.
19
19
2. Mengetahui mekanisme dalam praktik Donor ASI di AIMI.
3. Mengetahui manfaat pemberian ASI bagi Pendonor (Ibu Susu) kepada bayi.
4. Mengetahui pandangan hukum Islam terhadap Donor ASI.
Sedangkan manfaatnya, penulis juga berharap penelitian ini dapat dimanfaatkan
untuk mengembangkan teori maupun praktek hukum. Semoga hasil penelitian ini dapat
dipergunakan sebagai informasi bagi praktisi, kalangan akademisi dan masyarakat pada
umumnya. Dapat juga dijadikan bahan acuan pada penelitian berikutnya berkenaan dengan
masalah yang terkait.
D. Literatur Riview
Sebelum melakukan penelitian, penulis terlebih dahulu melakukan literature Riview
agar diketahui posisi skripsi yang akan ditulis. Menurut penelusuran data yang dilakukan
oleh penulis diperpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum maupun di perpustakaan Utama
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta belum ada skripsi yang membahas masalah Donor ASI, tetapi
pembahasan yang mirip dengan permasalahan ini hanya terdapat dalam sebuah tesis yang
ditulis oleh Endis Firdaus tahun 1996 dengan judul “Alternatif Bank ASI ( Studi Eksploratif
Tradisi Radla’ah dalam Islam Menuju Bank ASI Berdasarkan Syariah)”.
Dalam tesisnya oleh beliau dibahas tentang cara penyusuan ibu susu (Radla’ah)
menuju Bank ASI yang dibahas secara Eksploratif serta membahas konsep yang difahami
oleh ulama tradisional dalam mempertemukannya dengan ulama kontemporer tentang
masalah tersebut. Sedangkan penulis pada skripsi yang akan ditulis ini lebih menekankan
kepada bagaimana cara kerja praktik Donor ASI itu sendiri dan bagaimana pula prosedur
20
20
standar atau prosedur dalam menejemen kinerjanya yang diterapkan dengan
membandingkannya dengan hukum islam.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Pada prinsipnya penelitian ini merupakan gabungan antara penelitian
kepustakaan (Libarary Research) dengan penelitian lapangan (Field Research).
Penelitian kepustakaan (Library Research) yaitu penelitian yang kajiannya dilaksanakan
dengan menelaah dan menelusuri berbagai literature, karena memang pada dasarnya
sumber data yang hendak digali terfokus kepada studi pustaka. Sedangkan penelitian
lapangan (Field Research), yaitu penelitian yang dilakukan dengan mendatangi langsung
objek yang akan diteliti guna mendapatkan data-data. Langkah yang digunakan dalam
penelitian lapangan melalui tehnik wawacara, observasi dan alat lainnya. Dengan
demikian penelitian ini merupakan penelitian kualitatif bersifat deskriptif, yaitu data
yang terkumpul berbentuk kata-kata, gambar bukan angka.8
2. Jenis Data
Karena penelitian ini merupakan gabungan antara studi pustaka dan lapangan,
maka sumber yang diambil oleh penulis meliputi:
8 Sudarwan Danim, Menjadi Peneliti Kualitatif, (Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002).
Cet. I, hlm. 51
21
21
a. Data Primer adalah data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat baik yang
dilakukan melalui wawancara observasi dan alat lainnya.
b. Data Sekunder adalah data yang berasal dari bahan pustaka. 9
3. Metode Pengumpulan Data
Untuk dapat mengumpulkan data-data yang diperlukan maka penulis
menggunakan alat pengumpulan data atau instrument penelitian yakni alat atau
fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam pengumpulan data, agar pekerjaannya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih cermat, lengkap dan sistematis sehingga
mudah diolah.10
Adapun instrumen atau alat pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti
berupa:
a. Wawancara (Interview), yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh peneliti untuk
mendapatkan informasi secara langsung dengan menggunakan pertanyaan-
pertanyaan pada responden.11
b. Observasi, yaitu pengamatan yang dilakukan secara sengaja dan sistematis
mengenai fenomena sosial dengan gejal-gejala psikis untuk kemudian dilakukan
9 P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam teori dan Praktek, (Jakarta; PT. Raja
Grafindo Persada, 2003), ed. I. cet. VI, hlm.87 10
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta; PT.
Rineka Cipta, 1998), cet. XI, ed. Revisi IV. hlm. 151 11
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam teori dan Praktek, hlm. 87
22
22
pencatatan.yakni peneliti melakukan penelusuran kelapangan tentang objek
penelitian yang diteliti.12
c. Kepustakaan, yaitu mencari data-data atau literature yang relevan dengan objek
penelitian.
4. Metode Analisis
Ananlisis data yang digunakan adalah teknik analisis isi secara kualitatif
(Qualitative Content Analisys). Dalam analisis ini semua data yang dianalisis berupa teks.
Analisis isi kualitatif digunakan untuk menemukan, mengidentifikasi dan menganalisa
teks atas dokumen untuk memahami makna, signifikansi dan relevansi teks atau
dokumen.
5. Teknik Penulisan
Adapun teknik penulisan skripsi ini adalah berpedoman kepada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi Fakultas Syaari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun
2007”.
F. Sistematika Penulisan
Supaya penelitian ini mengikuti alur pikir yang logis dan mudah difahami, maka
penulis memberikan gambaran tentang bagian-bagian dari penulisan yang disusun sebagai
berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
12
Ronny Hanitijo Soemitro, Metodologi Penelitian Hukum, hlm.62
23
23
Pada bab ini penulis menguraikan tentang Latar belakang Masalah,
Pembatasan dan perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat, Literature Review,
Metode Penelitian dan Sistematika Penulisan.
BAB II : ASI, KONSEP RADLA’AH MENURUT HUKUM ISLAM DAN SEJARAH IBU SUSU
Pada bab ini penulis membahas tentang Pengertian ASI dan Manfaat ASI untuk
Ibu dan Bayi serta Konsep Radla’ah menurut Hukum Islam dan Sejarah Ibu
Susu.
BAB III : DONOR ASI DAN ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI)
Pada bab ini penulis membahas tentang Pengertian Donor ASI, Pengertian,
Sejarah serta Latar Belakang Berdirinya AIMI, Mekanisme Donor ASI serta
Manfaat dan Dampak adanya Praktik Donor ASI.
BAB IV : ANALISIS PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI)
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
Pada bab ini penulis membahas tentang Donor Asi menurut MUI dan Relevansi
mengenai Mekanisme Donor Asi di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia menurut
Hukum Islam serta Analisa Penulis mengenai Donor Asi ini.
BAB V : PENUTUP
Ini merupakan bab terakhir yang didalamnya dikemukakan Kesimpulan dan
Saran yang dianggap penting.
24
24
BAB II
ASI, KONSEP RADLA’AH MENURUT HUKUM ISLAM DAN SEJARAH
IBU SUSU
A. ASI dan Manfaatnya
1. Pengertian ASI
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ASI adalah singkatan dari Air Susu
Ibu.13
Sedangkan menurut istilah, ASI adalah suatu emulsi lemak dalam larutan
protein, laktosa dan garam-garam anorganik yang sekresi oleh kelenjar mamae
ibu, yang berguna sebagai makanan bagi bayinya.14
ASI adalah makan dan minuman yang paling utama bagi para bayi selain
karena tidak akan pernah manusia sanggup memproduksi susu buatan sekualitas
dengan ASI, juga ASI merupakan pemberian Allah Subhanahu Wa Ta‟ala kepada
seluruh anak manusia. Untuk menjamin kesehatan ibu dan anak, serta menjamin
kelangsungan hidup anak manusia itu kelak dikemudian hari.15
Menurut dr.
Utami Rusli, perintah menyusui ini sudah tertulis didalam al-Qur‟an, bahwa
13
DepDikBud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta; Balai Pustaka, 1988), hlm.
1058 14
Mhd. Arifin Siregar, Pemberian Asi Ekslusif dan Faktor - Faktor Yang
Mempengaruhinya, (Bagian Gizi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara, 2004) hlm. 3 15
Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, (Jakarta; PT. Fikahati
Aneska, 1993), Cet. I, hlm. 30
25
25
Allah Subhanahu Wa Ta‟ala berfirman dalam Surat Al-Baqarah ayat 233, sebagai
berikut:
.( 233(: 2)انبقشة)
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan
pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu
disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S Al-Baqarah (2): 233)
Dan surat an-Nisa‟ ayat 6 yang berbunyi:
( 6(: 4)انغاء)
Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan
dibelakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan
hendaklah mereka mengucapkan Perkataan yang benar”.(Q.S. an-Nisaa‟ (4): 6)
26
26
Ayat ini menerangkan janganlah meninggalkan keturunannya dalam
keadaan lemah, hal ini menjadi sangat relevan untuk membiarkan anak tumbuh
tanpa ASI dan membuatnya lemah dan tidak sejahtera.
Satu lagi hal yang belum diketahui adalah Breasfeeding Father, konsep
ini dasarnya bahwa untuk menyusui diperlukan dua hormon yakni prolaktin dan
oksitosin.
Prolaktin adalah hormon yang dipengaruhi perasaan negatif dan oksitosin
merupakan hormon yang dipengaruhi rasa positif. Karenanya, peran ayah untuk
membuat ibunya senang dan menghasilkan banyak dua hormon tadi sehingga
memperbanyak ASI.16
ASI mengandung nutrisi lengkap, karbohidrat, protein, garam mineral,
dan sebagai vitamin. Berbagai kandungan yang terdapat dalam ASI merupakan
unsur sumber daya yang dibutuhkan bayi. Air Susu Ibu memiliki fungsi menjaga,
memperkuat kekebalan tubuh bayi lebih baik, karena ASI mengandung faktor-
faktor protektif yang terdiri dari antibody, sel-sel darah putih, enzim, dan
hormone tertentu.17
Karena itulah, tak mengherankan jika ibu selalu dianjurkan
untuk memberikan ASI Ekslusif kepada bayinya demi pertimbangan kesehatan
tersebut.
16
Koran Republika, Wawasan; Menyusui adalah Perintah Agama, tanggal 4 Agustus
2010, hlm. 18 17
Majalah Ayah Bunda, Asi Versus Susu Formula, (edisi 25-08 Oktober, 2004), hlm.28
27
27
Untuk dapat mengatahui lebih jelas, bagaimana sebenarnya perbandingan
dan perbedaan segala macam unsur lain yang dikandungnya (baik dalam susu
manusia maupun susu sapi) yang bermanfaat bagi kesehatan bayi, dapat dilihat
pada table dibawah ini:18
Jenis zat gizi Kadar dalam tiap 100 ml
Air Susu Ibu Susu Sapi
Kalori 67 g 66 g
Protein 1,2 g 3,3 g
Lactose 7,0 g 4,8 g
Lemak 3,8 g 3,7 g
Vit. A 53 mg 34 mg
Vit. C 4,3 mg 1,8 mg
Vit. B 1 0,16 mg 0,42 mg
Asam Folic 0,18 mg 0,23 mg
Vit. B12 0,18 mg 0,56 mg
Zat besi 0,15 mg 0,10 mg
Zat kapur 33 mg 125 mg
Air Susu Ibu bukan sekedar sebagai makanan, tetapi juga sebagai suatu
cairan yang terdiri dari sel-sel yang hidup (seperti darah). Sedangkan susu
formula atau susu sapi adalah cairan yang berisi zat yang mati. Didalamnya tidak
ada sel hidup seperti sel darah putih, zat pembunuh bakteri, anti bodi,
mengandung enzim, hormone, dan juga tidak mengadung faktor pertumbuhan.
18
Sjahmien Moehji, Ilmu Gizi II; Penanggulangan Gizi Buruk, (Jakarta; Papas Sinar
Sinanti, 2003), Cet. I, hlm. 34
28
28
Didalam buku Mengenal ASI Eksklusif karangan dr.Utami Roesli, dijelaskan
mengenai perbandingan antara ASI dengan Susu Sapi atau Formula:19
ASI Susu Sapi Pencemaran
bakteri Tidak ada Mungkin ada
Zat anti-infeksi Banyak Tidak ada
Protein
Kasein (%)
Whey (%)
40
60
80
20
Asam amino
Taurin
Cukup untuk
pertumbuhan otak Tidak ada
Lemak Ikatan panjang untuk
pertumbuhan otak
Ikatan pendek
dan sedang
Kolesterol cukup untuk
pertumbuhan otak tidak cukup
Lipase untuk
mencerna lemak Ada Tidak ada
Laktosa/ gula
(%) 7 (cukup)
3-4 (tidak
cukup)
Garam Tepat untuk
pertumbuhan Terlalu banyak
Mineral
Kalsium
Fosfat
350 (tepat)
150 (tepat)
1440(terlalu
banyak)
900 (terlalu
banyak)
Zat besi Jumlahnya sedikit
diserap baik
Jumlahnya
sedikit diserap
tidak baik
Vitamin Cukup Tidak cukup
Air Cukup
Diperlukan
lebih banyak
Ada banyak kelebihan dari bayi yang langsung mendapatkan ASI sejak
dini. Ia duapuluh kali bayi lebih jarang terkena diare, tujuh kali lebih jarang
19
Utami Ruoesli, Mengenal Asi Ekslusif , hlm. 34-35
29
29
terserang radang paru-paru, dan empat kali lebih jarang mengalami radang otak
serta menurunkan potensi alergi dan infeksi pada telinga.20
Yang dimaksud dengan ASI Eksklusif adalah bayi hanya diberi ASI saja,
tanpa tambahan cairan seperti susu formula, jeruk, madu, air teh, air putih dan
tanpa makanan padat seperti pisang, papaya, bubur susu, biskuit, bubur nasi dan
tim. Pemberian ASI eksklusif ini dianjurkan untuk jangka waktu setidaknya
selama 4 (empat) bulan, tetapi bila mungkin sampai enam bulan.21
Tapi kenapa harus 6 (enam) bulan?, karena dalam 6 (enam) bulan pertama
kehidupan semua kebutuhan nutrisi dari protein, karbohidrat dan lainnya sudah
tercukupi dari ASI Eksklusif, ini menurut dr. Utami Roesli. Beliau juga
menuturkan bahwa bayi berusia dibawah 6 (enam) bulan belum memiliki enzim
pencernaan yang sempurna atau matang. Selain itu juga bisa bermanfaat bagi ibu
yaitu sebagai kontrasepsi (pencegah kehamilan) alami atau metode amenorea22
laktasi, mencegah kanker23
payudara dan indung telur, ibu lebih cepat
mendapatkan berat badan idealnya kembali serta mencegah obesitas.24
Menurut
dr.Nova Riyanti Yusuf, SpKJ dari komisi 9 (Sembilan) DPR dalam acara
20
Sunardi, Ayah, Bari Aku Asi, (Solo: Aqamedika, 2008), hlm.28; Koran Republika,
Wawasan; Menyusui adalah Perintah Agama, tanggal 4 Agustus 2010, hlm. 18 21
Utami Ruoesli, Mengenal Asi Ekslusif, hlm. 3 22
amenorea adalah terhentinya haid secara abnormal. http://kamusbahasaindonesia.org./
amenorea diakses tanggal 29 januari 2011 23
berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan prof. Catharina Svanborg di swedia,
ASI dapat melindungi bayi terhadap kanker. http://www.harunyahya.com/indo/artikel/082.html
diakses 06 januari 2011 24
http://www. DetikHealth.com/read/2010/11/154034/1491453/mengapa-asi-eksklusif-
harus-6-bulan.html diakses 19 januari 2011
30
30
“OneAsia Breastfeeding Forum 7”, beliau menuturkan bahwa “Memberikan ASI
Eksklusif selama 6 (enam) bulan sama dengan menyelamatkan kehidupan 30.000
(tiga puluh ribu) bayi”.25
Menyusui sendiri mempunyai beberapa keuntungan:
a. Susu yang diberikan dalam keadaan steril dalam artian bebas kuman, bermutu
sesuai dengan kebutuhan bayi manusia seperti halnya juga susu kucing sesuai untuk
anak kucing.
b. Menyusui sendiri anaknya akan mempererat hubungan antara ibu dan bayinya.26
2. Manfaat ASI Bagi Ibu dan Bayi
Merupakan hal yang sangat alami dan mengagumkan saat melihat seorang
ibu menyusui anaknya. Sebuah permulaan yang merupakan pemberian terbaik
bagi sibayi. Walaupun bagi sebagian ibu hal tersebut terlihat mudah, tetapi
banyak juga yang mengalami kesulitan saat melakukannya.
ASI adalah makanan yang terbaik untuk bayi. Kebutuhan nutrisi masa
laktasi sedikit lebih banyak dibandingkan pada ibu yang tidak menyusui karena
nutrisi pada ibu menyusui sangat dibutuhkan bayi dalam bentuk ASI, selain
digunakan untuk dirinya sendiri. Bayi akan merasakan terpuaskan dan sehat bila
sejak lahir hingga enam bulan mendapatkan ASI dengan kualitas dan kuantitas
25
http://www.detikhealth.com/read/2010/11/10/121828/1491135/764/asi-6-bulan-sama-
dengan-menyelamatkan-30.000-bayi.html. diakses 19 januari 2011 26
Derek Liewellyn Jone, Ginekologi dan Kesehatan Wanita, (Jakarta; Gaya Favorit
Press; 1977 ), hlm. 238-239
31
31
yang cukup baik. Untuk mendapatkan ASI yang demikian, ibu harus
mendapatkan nutrisi cukup dan bergizi.
Secara ringkas, manfaat yang diperoleh bayi dari air susu, selain rasa
kenyang adalah sebagai berikut:
a. Kandungan gizi yang sangat lengkap.
b. Keseimbangan yang tepat antara karbohidrat, protein, mineral dan lemak.
c. ASI lebih mudah dicerna dari pada susu formula sehingga jarang mengakibatkan
gangguan pencernaan bayi. Misalnya: diare dan konstipasi.
d. Bayi yang disusui dengan ASI biasanya jarang mengalami kelebihan dan kekurangan
Berat Badan.
e. Jarang diantara mereka yang menderita alergi ataupun infeksi karena bakteri.
f. Terjalin ikatan batin antara seorang ibu dengan bayinya. Hal tersebut baik untuk
psikologis bayi.
g. ASI jarang sekali menyebabkan bayi menderita eksim karena tidak tahan terhadap
protein.
h. ASI siap sedia diperoleh kapan saja dan tidak memerlukan ongkos apapun. Tetapi,
perlu diperhatikan bahwa seorang ibu yang sedang menyusui seyogianya berusaha
memakan semua zat-zat yang diperlukan untuk memproduksi susu.
i. ASI sesuai dengan suhu yang dibutuhkan bayi sehingga anda tidak perlu
memanaskannya lagi.
32
32
j. Menyusui bayi menyebabkan ala-alat kandungan ibu lebih cepet normal kembali
seperti keadaan semula. Ibu yang menyusui bayinya sendiri merasa lebih sehat dari
biasanya.
k. Dari sudut kejiwaan juga lebih baik jika menyusui sendiri. Dengan begitu ibu merasa
memiliki anak dan timbulah kebanggaan sebagai ibu yang berhasil memelihara
bayinya. Bayi sendiri akan memperoleh perasaan aman sejak dini yang merupakan
bekal penting bagi pertumbuhan jiwanya dikemudian hari.27
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh dr.Katherine Hobbs
Knutson, dari Departemen Psikiatri Rumah Sakit Umum Massachusetts, Boston-
Amerika Serikat. Mengungkapkan bahwa ASI secara siginifikan mempengaruhi
perangai anak dimasa depan. Bahwa seorang ibu yang mencukupi asupan ASI
bayinya tidak pernah melaporkan adanya masalah perilaku pada mental anaknya
selama lima tahun fase pertumbuhannya. Namun, ditemukan anak yang Cuma
disusui selama dua bulan berpotensi berperangai buruk dibanding dengan anak
yang ditunjang ASI selama satu tahun.
Menurutnya, “ini merupakan indikasi bahwa pemberian ASI selama
pertumbuhan dapat memiliki efek pada anak”, ujarnya. Studi ini melibatkan
sekitar 100 ribu partisipan dari usia 10 (sepuluh) bulan hingga 18 (delapan belas)
27
Indiarti, M.T., A to Z The Golden Age; Merawat, Membesarkan dan Mencerdaskan
Bayi anda Sejak dalam Kandungan Hingga Usia 3Tahun, (Yogyakarta; C.V Andi Offset, 2007), hlm.
74-76; Republika, Tren Global Menyusui Dua Tahun, Senin, 21 Maret 2011, hlm. 24-25
33
33
tahun. Dalam penelitian tersebut, orang tua ditanya seputar pemberian ASI serta
prilaku dan mental anaknya.
Menurut spesialis anak, dr. Soedjatmiko, selama proses menyusui akan
terjadi interaksi penuh kasih sayang antara ibu dan buah hatinya. Bayi merasa
aman, nyaman dan dilindungi sehingga terbentuk Attachment Basic Trust sebagai
landasan utama perkembangan emosi yang baik dikemudian hari. Ujarnya.
Konsultan laktasi, dr. Utami Roesli mengungkapkan, bayi yang terpenuhi
asupan ASI akan memiliki Emosional Quetient (EQ) dan Spiritual Quetient (SQ)
yang baik. Ini yang akan membentuk Behave-nya, dibandingkan dengan susu
formula. Menurutnya, kontak langsung dari kulit membuat buah hati lebih merasa
dekat. Ketika menyusui juga ada ransangan terhadap panca indranya. Bayi akan
merasakan, melihat, mencium, dan mendengar sesuatu yang ada didekatnya,
termasuk keintiman dengan ibunya. Anak yang diberi ASI akan tumbuh lebih
cerdas dan sehat dibandingkan dengan susu formula, ujarnya.28
Dari penjelasan diatas dapat kita difahami begitu besar manfaat dari ASI
Eksklusif. Namun, ada beberapa alasan medis mengenai kondisi kesehatan antara
Ibu dan Bayi yang dapat diterima dan dibenarkan untuk tidak menyusui
sementara atau permanen. Kondisi ini, yang menjadi keprihatinan sangat sedikit
ibu dan bayi, di bawah ini kita lihat dengan beberapa kondisi kesehatan ibu yang,
28
Koran Tempo, Kosmo; Perilaku Anak Berawal dari ASI, ed. Rabu tanggal 5 November
2010, hlm. C2
34
34
meskipun serius, bukan merupakan alasan medis untuk menggunakan pengganti
ASI.
Kapanpun terdapat pertimbangan untuk menghentikan proses menyusui,
manfaat menyusui harus ditimbang dan dibandingkan terhadap risiko yang
ditimbulkan oleh adanya kondisi khusus, diantaranya:
a. Kondisi Bayi
Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu lainnya kecuali
formula khusus:
1) Bayi dengan galaktosemia klasik, diperlukan formula khusus bebas galaktosa.
2) Bayi dengan penyakit kemih bearoma sirup maple/maple syrup urine disease,
diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin dan vlin.
3) Bayi dengan fenilketonuria, dibutuhkan formula khusus bebas fenilalanin
(dimungkinkan beberapa kali menyusui, dibawah pengawasan ketat).
Bayi-bayi dimana ASI tetap merupakan pilihan makanan terbaik tetapi
mungkin membutuhkan makanan lain selain ASI untuk jangka waktu terbatas:
1) Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 (seribu lima ratus) gram (berat
lahir sangat rendah).
2) Bayi lahir kurang dari 32 (tiga puluh dua) minggu dari usia kehamilan (amat
premature).
35
35
3) Bayi baru lahir yang beresiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi
metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa (seperti pada bayi yang
prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang mengalami stress
iskemik/intrapartum hipoksia yang signifikan, bayi-bayi yang sakit dan bayi yang
memiliki ibu pengidap diabetes).
b. Kondisi Ibu
Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran menyusui
secara permanen:
1) Infeksi HIV : Jika pengganti menyusui dapat diterima, layak, terjangkau,
berkelanjutan dan aman.
Kondisi Ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian menyusui
sementara waktu:
1) Penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat bayi, misalnya sepsis.
2) Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1), kontak langsung antara luka payudara ibu
dan mulut bayi sebaiknya dihindari.
3) Pengobatan Ibu:
a) Obat-obatan prikoterapi jenis penenang, obat anti epilepsy dan opioid dan
kombinasinya dapat menyebabkan efek samping.
36
36
b) Radioaktif iodine-131 lebih baik dihindari mengingat bahwa alternatif yang
lebih aman tersedia-seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar dua
bulan setelah menerima zat ini.
c) Pengguna yodium atau yodofor topical secara berlebihan, terutama pada
luka terbuka atau membrane mukosa, dapat menyebabkan penekanan
hormone tiroid atau kelainan elektrolit pada bayi yang mendapatkan ASI
dan harus dihindari.
d) Sitotoksik kemoterapi mensyaratkan bahwa seorang ibu harus berhenti
menyusui selama terapi.
e) Abses payudara, menyusui harus dilanjutkan pada payudara yang tidak
terkena abses.
f) Hepatitis B, bayi harus diberikan vaksin hepatitis B dalam waktu 48 (empat
puluh delapan) jam pertama atau sesegera mungkin sesudahnya.
g) Hepatitis C
h) Mastitis, bila menyusui sangat menyakitkan, susu harus dikeluarkan untuk
mencegah progresivitas penyakit.
i) Tuberculosis, ibu dan bayi harus diterapi sesuai dengan pedoman
tuberculosis nasional.
37
37
j) Pengguna nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain, dan stimulant sejenis
oleh ibu telah terbukti memiliki efek berbahaya pada bayi yang disusui.29
B. Konsep Radla’ah Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Hukum Islam
Istilah “Hukum Islam” merupakan istilah khas Indonesia, sebagai
terjemahan al-Fiqh al-Islamy atau dalam konteks tertentu dari as- Syari‟ah al-
Islamy. Dalam al-Qur‟an dan as-Sunnah, istilah hukum islam tidak dijumpai,
yang digunakan adalah kata Syari‟at yang dalam penjabarannya kemudian lahir
istilah Fiqh. Untuk memperoleh gambaran yang jelas mengenai pengertian
hukum islam, terlebih dahulu akan dijelaskan pengertian Syariah dan fiqh.30
Syari‟at pada asalnya bermakna “Jalan yang lempang”, atau “Jalan yang
dilalui air terjun”.31
Para Fuqaha‟ memakai kata Syari‟at sebagai nama hukum
yang ditetapkan Allah SWT untuk hambanya dengan perantara Rasulullah SAW
supaya para hamba melaksanakannya dengan dasar iman.32
Sedangkan hukum dalam pengertian Ulama Ushul Fiqh ialah “Apa yang
dikehendaki oleh Syari‟ (انشاسع) atau pembuat hukum. Dalam hal ini, Syari‟
adalah Allah. Kehendak Syari‟ itu dapat ditemukan dalam Al-Qur‟an dan
29
http://selasi.net/artikel/kliping-artikel/artikel-menyusui/156-alasan-medis-yang-dapat-
diterima-sebagai-dasar-penggunaan-pengganti-asi.html diakses 26 januari 2011 30
Ahmad Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarata; PT. Raja Grapindo Persanda,
2003), Cet. II, hlm.3 31
M. Ali Hasan, Perbandingan Mazhab, (Jakarta; PT. Raja Grapindon Persada, 1998),
Cet. III, hlm.5 32
Hasbi Ash-Shyiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, (Jakarata; PT. Bulan Bintang, 1985),
Cet. V, hlm.7
38
38
penjelasannya dalam As-Sunnah. Pemahaman akan kehendak Syari‟, itu
tergantung sepenuhnya kepada pemahaman ayat-ayat hukum dalam al-Qur‟an
dan Hadits-hadits hukum dalam Sunnah.
Usaha pemahaman, penggalian dan perumusan hukum dari sumber
tersebut dikalangan ulama disebut Istinbath (اعخباط) . Jadi istinbath adalah usaha
dan cara mengeluarkan hukum dari sumbernya.
Sumber hukum islam pada dasarnya ada 2(dua) macam:
a. Sumber “tekstual” atau sumber tertulis, yaitu langsung berdasarkan teks al-
Qur‟an dan Sunnah Nabi.
b. Sumber “non-tekstual” atau sumber tak tertulis. Seperti Istihsan dan
Qiyasah.33
Sedangkan Fiqh menurut bahasa bermakna tahu dan Faham. Sedangkan
menurut istilah ialah Ilmu Syari‟at, dan orang yang mengetahui Ilmu Fiqh
dinamai Faqih.
Para Fuqaha (jumhur mutaakhirin) menta‟rifkan fiqh dengan ilmu yang
menerangkan hukum-hukum syara‟ yang diperoleh dari dalil-dalil yang tafshil.
Apabila dikatakan hukum syari‟ah, maksudnya ialah hukum-hukum fiqh yang
berpautan dengan masalah-masalah amaliyah, yang dikerjakan oleh para mukallaf
sehari-hari.
33
H. Amir Syarifuddin, Ushul Fiqh 2, (Ciputat; PT. Logos Wacana Ilmu, 2005). Cet, III,
hlm. 1-2
39
39
Hukum ini dinamai juga hukum furu‟, karena dipisahkan dari ushulnya;
yakni diambil, dikeluarkan dari dalil-dalilnya (dalil Syar‟i) yang menjadi objek
ushul fiqh. Jelasnya fiqh islam mempunyai ushul (pokok-pokok atau dasar) dan
furu‟ (cabang-cabang) yang diambil dari pokok tersebut.34
Kata Fiqh, dipakai untuk nama segala hukum agama, baik yang
berhubungan dengan kepercayaan ataupun yang berhubungan dengan muamalah
praktis, segala hukum dinamai juga Fiqh. Memahami hukum dinamai juga fiqh,
tidak ada perbedaan antara suatu hukum dengan yang lainnya inilah yang
dimaskud dengan firman Allah SWT didalam Surat at-Taubah ayat 122, yang
berbunyi:
i
(122: (9)انخبت )
Artinya: “Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). mengapa tidak
pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam
pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya
apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
(Q.S. at-Taubah (9): 122)
Dari pengertian diatas dapat difahami dan dimengerti arti Hukum Islam
yang sebenarnya, bahwa Hukum Islam adalah Syari‟at Islam (ketentuan Allah
atau titah Allah terhadap hambanya) dan kemudian dari penjabaran yang luas
34
Hasbi Ash-Shyiddieqy, Pengantar Ilmu Fiqh, hlm. 17-18
40
40
maka dibuatlah fiqh sebagai intisari dari proses peng-instinbathkan suatu hukum
syar‟i.
Karena fiqh itu adalah suatu ilmu induk dari hasil pemahaman antara dua
ilmu yakni Qaidah Fiqhiyyah dan Qaidah Ushuliyyah atau Ushul Fiqh, yang
semuanya itu didasarkan pada suatu hukum yang bersifat abstrak atau masih
umum dan khusus.
2. Pengertian Radla’ah
Kata Radla‟ dalam bahasa arab berasal dari kata kerja radha‟a-radha‟i-
radha‟an, yang artinya menetek atau menyusui.35
Istilah Radha‟ di pakai untuk
tindakan menetek atau menyusui, anak yang menyusui disebut Radhi‟ dan
perempuan atau ibu yang menyusui disebut Murdhi‟.36
Abdurahman al-Jaziri juga
memberikan definisi yang tidak jauh berbeda. Menurutnya, Radha‟ secara
etimologi adalah nama bagi sebuah hisapan susu, baik manusia maupun susu
binatang.37
Al-Sayyid Sabiq berpendapat bahwa penyebutan “susuan”, sesungguhnya
mencakup segala macam bentuk susuan. Akan tetapi. Istilah ini memiliki definisi
tertentu agar dapat difahami dengan benar dan memberikan implikasi hukum
yang jelas terutama dalam persoalan pernikahan, anggapan “susuan” bersifat
35
Kamus Al-munir Arab- Indonesia, (Surabaya; Kashiko, 2000), cet. I, hlm. 221 36
Mahmud Yunus, Kamus Arab – Indonesia, (Jakarta; PT. Hidakarya Agung, 1990), cet.
VIII, hlm. 142 37
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh „ala Mazhahib al-Arba‟ah, (Beirut; dar al-Fikr),
juz. IV, hlm. 192
41
41
mutlak tidak dapat dibenarkan karena istilah itu harus diterjemahkan dengan
penyusuan sempurna. Penyusuan sempurna menurut al-Sayyid Sabiq adalah
“Seorang anak bayi yang menyusu tetek dan menyedot air susunya dan tidak
berhenti dari menyusu kecuali dengan kemauannya sendiri tanpa halangan”. 38
Pengertian Radha‟ secara bahasa memiliki makna yang sangat luas dan
umum. Artinya tidak disyaratkan bahwa yang disusui berupa anak kecil atau
orang dewasa.
Didalam fikihnya Imam Syafi‟I yang ditulis oleh Wahbah Zuhaili.
Pengertian Radla‟ secara etimologi berarti menghisap puting dan meminum air
susunya. Sedangkan secara termonologi berarti sampainya air susu seorang
wanita atau sesuatu yang dihasilkan dari sana kedalam lambung anak kecil atau
kedalam otaknya.
Dari definisi ini dapat kita ketahui bahwa unsur-unsur yang harus
terpenuhi dalam praktik Radha‟ adalah Ibu Susu (Murdhi‟), Air Susu Ibu (Laban)
dan Bayi/Anak (Radhi‟) yang menyusu dan ini juga termasuk kedalam rukun
susuan yang menjadi ikatan mahram.39
3. Konsep Radla’ah Menurut Hukum Islam
38
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, (Jakarta; PT. Prima Heza Lestari, 2006),cet. I, hlm. 44 39
, Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur‟an dan Hadits, (Jakarta; Al- Mahirah , 2010) cet. I, Juz. III, hlm. 27
42
42
Anak adalah amanah yang diberikan Allah SWT bagi kedua orang tua.
Oleh sebab itu, ketika anak lahir kedunia maka tanggung jawab sepenuhnya
menjadi kewajiban ayah dan ibunya. Diantara kewajiban orang tua untuk anaknya
adalah anak tumbuh sehat dan terpenuhi segala sesuatunya. Pada saat usia bayi,
ASI (Air Susu Ibu) adalah sumber makan pokok yang paling mendesak baginya.
Bahwa Allah SWT menganjurkankan kepada para ibu-ibu untuk menyusui anak-
anaknya dan memberikan batas 2 (dua) tahun penuh karena pada saat itu, anak
masih sangat membutuhkan ASI sebagai makanan dan minuman pertama yang
didapat oleh sianak. Sebagaimana firman Allah SWT didalam surat Al-Baqarah
ayat 233, sebagai berikut:
.(233: (2) انبقشة)
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan
pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan
menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena
anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian.
apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan
permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu
43
43
disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan
pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.”(Q.S. Al-Baqarah (2): 233)
Lapaz ”dengan adanya huruf “Ta انذة merupakan jama‟ dari kata انانذاث
marbutoh. Sedangkan berarti ibu. Sedangkan untuk انانذة artinya bapak dan انانذ
lapaz bapak dan ibu adalah انانذا sebagaimana yang biasa diucapakan oleh orang
arab.
Imam Abu Hayan didalam kitab al-Bahri mengatakan itu adalah qiyasan
dari lapaz انذ, akan tetapi lapaz tersebut diucapakan hanya untuk bapak. Maka
kemudian didatangkan huruf “Ta” menjadi lapaz انذة untuk membedakan antara
laki-laki dan perempuan dari segi bahasa, seakan-akan kalimat tersebut
menyatakan bahwa bapak dan ibu adalah asal dari pada anak, maka diucapkan
untuk mereka berdua dengan lapaz انذا.40
Bentuk dalil ini adalah dengan menggunakan Shigat atau kalimat Khabar
(berita) karena untuk menguatkan seharusnya menjadi lapaz نشضؼ, pada
dasarnya bentuk lapaznya adalah berita, sedangkan hakikatnya adalah perintah.41
Kata al-Walidat maknanya adalah para ibu, baik ibu kandung maupun
bukan. Ini berarti bahwa al-Qur‟an sejak dini telah menggariskan bahwa air susu
40
Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an,
(Beirut: Maktabah al-„Ashriyyah, 2005) juz. I, hlm. 324 41
Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an,
hlm. 328
44
44
ibu, baik kandung maupun bukan adalah makanan terbaik buat bayi hingga usia
dua tahun.
Penyusuan yang selama dua tahun itu, walaupun diperintahkan, bukanlah
kewajiban. Ini difahami dari penggalan ayat yang menyatakan “bagi yang ingin
menyempurnakan penyusuan”. Namun demikian, ia adalah anjuran yang sangat
ditekankan, seakan-akan ia adalah perintah wajib. Jika ibu bapak sepakat untuk
mengurangi masa tersebut, maka tidak mengapa. Hendaknya jangan berlebih dari
dua tahun, karena dua tahun telah dinilai sempurna oleh Allah. Disisi lain,
penetapan waktu dua tahun itu, adalah untuk menjadi tolak ukur bila terjadi
perbedaan pendapat misalnya ibu atau bapak ingin memperpanjang masa
penyusuan.
Masa penyusuan tidak harus 24 (dua puluh empat) bulan, karena dalam
QS. Al-Ahqaf (46) ayat 15 menyatakan bahwa masa kehamilan dan penyusuan
adalah 30 (tiga puluh) bulan. Ini berarti, jika janin yang dikandung selama
sembilan bulan maka penyusuannya adalah 21 (dua puluh satu) bulan. Sedangkan
jika dikandung hanya 6 (enam) bulan, maka ketika itu masa penyusuannya adalah
24 (dua puluh empat) bulan.
Tentu saja ibu yang menyusukan memerlukan biaya agar kesehatannya
tidak tergangu dan air susunya selalu tersedia. Atas dasar itu lanjutan ayat
mengatakan, “merupakan kewajiban atas yang dilahirkannya”, yakni Ayah,
“memberi makan dan pakaian kepada para ibu” kalau ibu anak-anak yang
45
45
disusukan itu telah diceraikan secara ba‟in, bukan raj‟iy. Adapun jika ibu anak itu
masih berstatus isteri walau telah ditalak secara raj‟iy, maka kewajiban memberi
makan dan pakaian adalah kewajiban atas dasar hubungan suami isteri, sehingga
bila mereka menuntut imbalan penyusuan anaknya, maka suami wajib
memenuhinya selama tuntutan imbalan itu dinilai wajar.42
Mengapa menjadi kewajiban bapak? Karena pada kalimat ػه انندن itu
terkandung makna bahwa anak itu mengikuti ayah atau bapak dan nasabnya
kepada ayah atau bapak bukan kepada ibu. Maka kewajiban yang muncul untuk
menafkahkan kepada para ibu dan wanita-wanita yang menyusui karena adanya
anak maka bapak wajib menafkahinya.
Imam Zamakhsyariy berkata “kalau anda berkata kenapa diucapkan
Anda menjawab: agar dapat diketahui bahwa sang ibulah ?انانذ bukan يندن
yang melahirkan untuk bapaknya karena anak itu adalah milik bapaknya. Oleh
karena itu tersambung nasabnya kepada bapak bukan kepada ibu”.43
Imam al-Jashosh dalam tafsirnya Ahkamul Qur‟an berkata: pada ayat ini
mengandung 2 (dua) makna,sebagai berikut:
42
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah Pesan, Kesan dan Keserasian Al-
Quran,(Jakarta: Lentera Hati, 2007) cet. X, vol. I, hlm. 503-504 43
Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an,
hlm. 328; Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta; Ghalia Indonesia),
hlm. 109-111
46
46
a. Sesungguhnya seorang ibu lebih berhak menyusui anaknya selama 2 (dua)
tahun dan tidak berhak untuk si ayah menyusukan anaknya kepada orang lain
selama si ibu atau isterinya berkainginan menyusui.
b. Sesungguhnya kewajiban ayah memberikan nafkah susuan hanya sampai 2
(dua) tahun.Dan pada firman Allah itu menunjukan bahwa suami atau bapak
tidak berhak mencampuri urusan penyusuan, karena Allah mewajibkan
penyusuan itu kepada bapak melalui ibu, mereka berdua adalah ahli waris dan
Allah mengutamakan bapak dari pada ibu pada masalah waris. Hal itu
menjadi dasar penentuan ayah atau bapak sebagai pemberi nafkah bukan ibu.
Demikian menjadi dasar kewajiban memberikan nafkah untuk anak-anaknya
sejak kecil hingga dewasa tanpa ada campur tangan dari pihak lain.44
Mengenai batas-batas antara hak dan kewajiban ibu dalam menyusukan
anaknya-yang berhubungan dengan upah, perceraian, martabat dan kesehatan-
para ahli fikih terjadi perbedaan pendapat mengenai seorang ibu yang telah
melahirkan anaknya, apakah ia wajib menyusui anaknya sendiri atau bisa disusui
perempuan lain?.
Pendapat pertama yakni dari Imam Malik dengan menyatakan bahwa
seorang ibu wajib menyusukan anaknya, tanpa satu alasanpun untuk menolaknya,
selama ia masih dalam status isteri dari ayah anaknya, tanpa mendapat upah.
44
Muhammad „Ali as-Shobuniy, Rowai‟u al-Bayan Tafsir Ayat al-Ahkam min al-Qur‟an,
hlm. 333
47
47
Kecuali jika ibu tersebut termasuk kedalam golongan wanita yang bermartabat
tinggi, yang menurut adat istiadat setempat misalnya, ia tidak diperkenankan
menyusukan anaknya. Jadi harus diupayakan mencari wanita lain yang sanggup
menyusukan anaknya dengan mendapat upah. Namun demikian, pengecualian ini
juga batal dengan sendirinya, jika ternyata ada hal-hal tertentu yang membuat ibu
tersebut mau tidak mau harus menyusukan anaknya sendiri.
Sedangkan hal-hal yang dapat menggugurkan pengecualian dalam
menyusukan anak bagi wanita bermartabat atau ningrat itu adalah sebagai
berikut:
a. Bayi menolak menyusu kecuali kepada ibunya.
b. Kedua orang tua tidak memiliki dana untuk membayar upah wanita lain untuk
menyusukan anaknya.
c. Tidak ada wanita lain yang mau menyusukan anaknya.
d. Ada wanita lain, namun tidak bersedia jika dibayar.
Pendapat yang kedua yakni dari Imam Abu Hanifah, Imam Syafi‟I dan
Imam Ahmad, menyatakan bahwa seorang ibu tidak mutlak wajib menyusukan
anaknya, sekalipun ibu itu masih dalam status sebagai isteri dari ayah anaknya.
Lantaran menyusukan anak itu sama dengan pemberian nafkah, sedangkan
pemberian nafkah merupakan kewajiban suaminya atau ayah si anak. Kalaupun
seorang ibu mau menyusukan anaknya, itu lantaran pada dasarnya seorang ibu
48
48
pasti memiliki rasa kasih sayang terhadap anaknya, sehingga ibu tersebut tidak
berhak menuntut dan atau menerima upah. Oleh sebab itu, seorang ibu berhak
menolak menyusukan anaknya, jika memang merasa tidak mampu atau merasa
akan tergangu kesehatannya jika menyusukan anak, sebagaimana firman Allah
dalam Al-Qur‟an, sebagai berikut:
... ...(233( : 2) انبقشة)
Artinya : “Janganlah seorang ibu menderita karena anaknya”. (Q.S. Al-Baqarah (2): 233)
Berdasarkan argument ayat ini, seorang ibu tidak dipaksa untuk
menyusukan anaknya menurut ketentuan hukum, kecuali dalam keadaan darurat,
tidak ada pilihan lain, dalam artian telah ditetapkan pula oleh hukum lain atau
memenuhi berbagai ketentuan dan syarat-syarat yang telah ditetapkan.
Selain itu, seorang isteri yang telah diceraikan oleh suaminya, juga tidak
boleh dipaksa untuk menyusukan anaknya, lantaran kewajiban memberikan
nafkah kepada anak merupakan kewajiban suaminya. Dan kalaupun ternyata -
karena satu lain hal – terpaksa harus menyusukan anaknya, maka ibu tersebut
berhak menuntut atau menerima upah menyusukan dari mantan suaminya,
lantaran upah tersebut bukan semata-mata upah murni, tetapi dapat sebagai
realisasi dari kewajiban seorang ayah memberikan nafkah kepada anaknya.
Dengan demikian, menyusukan anak tidak merupakan kewajiban agama
yang mutlak bagi seorang ibu, jika menyusukan anak itu akan menimbulkan hal
49
49
yang mudarat, yakni dapat mencelakakan ibu atau anaknya atau kedua-
duanya.misalnya, jika ibu mengidap suatu penyakit menular yang dapat
membahayakan kesehatan dan keselamatan anakya.45
Imam al-Qurtubi menyatakan bahwa Lapaz yang tersebut didalam al-
Qur‟an surat al-Baqarah ayat 233 itu adalah Muktamal. Artinya, mengandung 2
(dua) pengertian, yakni bisa hak, bisa juga tanggung jawab. Jadi, tidak berarti
kewajiban mutlak. Alasannya, jika Allah SWT memang ingin mengatakan
dengan jelas bahwa menyusukan anak itu merupakan kewajiban mutlak ibunya,
tentu Allah SWT akan menyatakan :
“Dan ibu wajib menyusukan anak-anaknya”
Sama halnya dengan firman Allah SWT mengenai kewajiban mutlak
seorang ayah dalam memberikan nafkah kepada keluarganya, yang dinyatakan
dengan firman-Nya:
.. ..( 233( 2)انبقشة)
Artinya : “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada ibu”.(Q.S. al-Baqarah (2):
233)
Oleh sebab itu, menyusukan anak bukan kewajiban mutlak seorang ibu,
hanya hak seorang ibu. Jadi boleh dilaksanakan, boleh juga tidak. Berbeda
dengan seorang ayah, yang mutlak dibebani kewajiban memberi nafkah kepada
45
Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 39-41
50
50
keluarganya (anak isterinya), sehingga seorang ayah wajib secara mutlak mencari
upaya agar anaknya ada yang menyusukan. Namun demikian, hak menyusukan
anak bagi seorang ibu itu akan berubah menjadi kewajiban jika ia masih dalam
status isteri dari ayah sianak, sesuai dengan tuntutan fitrahnya. Kecuali ia
termasuk wanita bangsawan yang tidak diizinkan menyusukan anak sendiri,
sesuai dengan tuntutan adat istiadatnya. Namun demikian, pengecualian ini akan
gugur dengan sendirinya jika anak tersebut ternyata menolak menyusu kepada
selain ibunya. Maka menyusukan anak pada akhirnya kembali menjadi kewajiban
atau tanggung jawab ibunya.
Selain itu, wajib bagi seorang suami memberikan kesempatan penuh
kepada isterinya untuk menyusukan anaknya, dalam artian tidak boleh dihalangi
selama siisteri atau ibu dari anak itu suka melakukannya. Demikian pula halnya,
si isteri telah diceraikan atau masih dalam masa iddah. Hal itu untuk menjamin
terpenuhinya hak seorang ibu dalam menyusukan anaknya. Lantaran hanya
seorang ibulah yang memiliki rasa kasih sayang tulus terhadap bayinya, yang
merupakan bagian dari dirinya. Selain dari itu, menyusukan anak secara alami
semata-mata bertujuan untuk kepentingan dan perlindungan serta kesehatan anak,
lantaran ASI merupakan makan dan minuman yang terbaik untuk bayi.46
Dalam islam, hubungan keluarga bisa terjadi melalui penyusuan. Namun
aturan tersebut tidak bersifat umum. Rasulullah SAW tidak serta merta
46
Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 41-43
51
51
mengharamkan pernikahan karena pernah menjalin hubungan persusuan. Ada
beberapa kriteria yang harus dipenuhi dalam proses penyusuan yang dapat
menimbulkan hubungan mahram. Para ulama telah membahas beberapa kriteria
untuk memastikan hubungan mahram benar-benar terwujud antara bayi yang
menyusu dengan perempuan yang menyusui. Kriteria tersebut terkait macam dan
sifat ASI yang diberikan kepada bayi, karakter perempuan yang menyusui dan
kondisi anak yang menyusui.
Praktik radla‟ah itu memiliki unsur-unsur dalam pelaksanaannya,
diantaranya adalah Ibu susu (Murdhi‟), anak atau Bayi yang menyusu (Radhi‟)
dan Air susu (Laban). Penjelasannya sebagai berikut:
1. Ibu susu (Murdhi‟)
Kondisi orang yang menyusui juga harus diperhatikan dalam
persusuan untuk memastikan apakah yang dilakukan terhadap bayi benar-
benar memiliki konsekuensi hukum atau tidak sama sekali.
Mengenai identitas dari orang yang menyusui, Mazhab Maliki,
Hanafi, syafi‟I dan Hambali sepakat bahwa orang yang menyusui anak bayi
itu adalah seorang perempuan.47
47
Abdurrahman Al-Jaziri, Kitab al-Fiqh „ala Mazhahib al-Arba‟ah, hlm. 195-196
52
52
Imam Syafi‟I menjelaskan apabila wanita menyusui seorang bayi
maka bayi tersebut seperti anaknya secara hukum, dengan 3 (tiga) syarat
berikut:
a) Si Bayi benar-benar menyusu pada wanita tersebut. Air susu hewan ternak
tidak berkaitan dengan pengharaman anak.
b) Wanita yang menyusui dalam kondisi hidup. Jika seorang bayi menyusu
kepada wanita yang telah meninggal atau meminum air susu yang
dipompa dari wanita yang telah meninggal, ini tidak berimplikasi pada
pengharaman. Namun air susu wanita saat hidup dipompa, kemudian
setelah meninggal susu tersebut diminumkan kepada bayi, menurut
pendapat yang shahih bayi itu menjadi mahramnya.
c) Wanita tersebut masih bisa melahirkan akibat hubungan intim atau
lainnya, misalnya dia (ibu susu) telah berusia 9 (sembilan) tahun keatas,
karena kedua putingnya telah dapat mengeluarkan air susu.
Jika ternyata air susu tersebut berasal dari wanita yang belum
berusia 9 (sembilan) tahun, ini tidak menjadikan mahram. Jika dia telah
berusia 9 (sembilan) tahun maka menjadi mahram, meskipun belum
dihukumi baligh. Sebab, asumsi baligh sudah ada, sementara susuan telah
cukup hanya dengan asumsi seperti hanya nasab.
53
53
Dalam hal ini sama saja hukumnya antara ibu susuan yang telah
menikah maupun belum, juga antara yang masih perawan maupun
bukan.48
Mazhab Hanafi, Maliki dan Hambali mengatakan bahwa tidak
disyaratkan bagi wanita yang menyusui itu harus masih hidup. Artinya,
jika dia mati lalu ada seorang bayi menyusu darinya, maka cukuplah
sudah hal itu sebagai penyebab keharaman. Bahkan mazhab Maliki
mengatakan “Kalaupun diragukan apakah yang dihisapnya itu susu atau
bukan, keharaman tetap terjadi”.
Seluruh mazhab juga sepakat bahwa, laki-laki pemilik air susu
yakni suami wanita yang menyusui itu menjadi ayah bagi anak yang
disusui isterinya itu, keharaman mereka berdua, seperti keharaman antara
ayah dan anak. Ibu suami wanita yang menyusui itu, menjadi nenek bagi
anak yang menyusui, saudara perempuan laki-laki itu menjadi bibinya,
sebagaimana halnya dengan wanita yang menyusuinya menjadi ibunya,
ibu wanita itu menjadi neneknya dan saudara perempuan wanita itu
menjadi neneknyan pula.49
Mengenai hubungan status seorang ibu susuan fuqaha telah
sependapat bahwa secara garis besar apa yang diharamkan oleh susuan
48
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur‟an dan Hadits, hlm. 28 49
Muhammad Jawad Mughniyah, Fiqh lima Mazhab; Ja‟fari, Hanafi, Maliki,Syafi‟I dan
Hambal,(Jakarta; PT. Lentera Basritama, 2003), cet. II, hlm. 340
54
54
dengan apa yang diharamkan oleh nasab. Yaitu bahwa seorang perempuan
yang menyusui sama kedudukannya dengan seorang ibu. Oleh karenanya,
ia diharamkan bagi anak yang disusukannya dan diharamkan pula baginya
semua orang (perempuan) yang diharamkan atas anak laki-laki dari segi
ibu nasab.50
Dalil yang menjadi pijakan adalah surat An-Nisaa ayat 23, yang
berbunyi:
( 23 : (4)انغاء)
Artinya:“Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang
perempuan, saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu
yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak
perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari
saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu, saudara
perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu, anak-anak isterimu yang dalam
pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum
campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), Maka tidak berdosa
kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu
50
Ibnu Rusyd, Bidayah al- Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II, hlm. 26
55
55
(menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang
bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau, Sesungguhnya Allah
Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (Q.S. An-Nisaa‟ (4): 23)
Dan hadits Nabi SAW, yang berbunyi:51
انب ػباط ا اب ضة ػ ت ح اب ذ ػه عهى اس ػه فقال . صه انه
انشضـاػت حشو ي انشضـاػت، ي ت اخ ، اـا اب اـا الححم ن
انغب (سا انبخاس يغـهى).ياحشو ي52
Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak
Hamzah. Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia
itu anak bagi saudara susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang
haram dengan sebab nasab”.(H.R. Bukhari dan Muslim)
2. Anak atau Bayi yang menyusu (Radli‟)
Anak adalah amanah yang diberikan Allah SWT bagi kedua orang
tuanya. Sebab itu, ketika anak lahir kedunia maka tanggung jawab
sepenuhnya menjadi kewajiban orang tua yakni ayah dan ibunya.
Berdasarkan penjelasan sebelumnya bahwa menyusukan anak adalah
hak bagi seorang ibu, demikian menurut kesepakatan para ahli fiqh. Hal ini
dijelaskan didalam Al-Qur‟an dalam surat al-Baqarah ayat 233:
51
A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-“Asqalani, (Bandung; CV
Penerbit Diponegoro, 2002), cet. XXVI, hlm. 509
52 Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy,
(Beirut: Dar al-Fikr, 1981), Juz. V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-
Neisaburiy, Shahih Muslim, (Beirut: Dar al-Fikr), juz. I, nomor 1445
56
56
(233: (2) انبقشة)..
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi
yang ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2): 233 )
Namun mekanisme dalam penyusuan itu sendiri seperti batas usia
anak susuan, yang disusukan dan berimplikasi terhadap hubungan mahram
terhadap ibu susuan, terbagi kepada 3 (tiga) kelompok. Diantaranya:
a. Jumhur Ulama dari kalangan Sahabat maupun Tabi‟in.53 antara lain:
Maliki, Syafi‟I, Ishak, Abu Saur, dua sahabat Abu Hanifah dan Al-
„Awza‟i.54
dari kalangan sahabat antara lain: Umar bin al-Khattab dan
puteranya (Abdullah bin Umar), Abnu Mas‟ud, Ibnu Abbas, Abu Musa
serta para Isteri Nabi SAW selain dari Aisya. Mereka berpendapat bahwa
usia anak susuan yang berimplikasi terhadap hubungan mahram yaitu usia
2 (dua) tahun pertama sejak kelahiran.55
Imam Malik, Abu Hanifah, Syafi‟I dan lainnya berpendapat bahwa
penyusuan anak besar tidak mengharamkan.56
Kelompok pertama ini
bersandar kepada firman Allah SWT didalam Al-quran surat Al-Baqarah
ayat 233, yang berbunyi:
53
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, (Jakarta; Pustaka Al-Kautsar, 2001), cet. I,
hlm.194 54
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27 55
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, hlm. 28 56
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27;
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, hlm 194
57
57
(.. 233 ( :2)انبقشة )
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu
bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2): 233 )
Dari ayat diatas, menurut kelompok ini menunjukan batasan usia
seorang anak yang berakibat terjadinya hubungan mahram sebagaimana
yang terjadi pada garis keturunan nasab.
Dan hadits Nabi SAW dari „Aisyah r.a., yang diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim, yang berbunyi:
ذا ػ ا عهى دخم ػه صه اهلل ػه انب ا ا اهلل ػ ػائشت سض ػ
رنك، فقانج كش كأ ج حغش : سجم فكأ أخ : فقال. إ ي ظش أ
اك جاػت . إخ ان (سا انبخاس يغهى)فئا انشضاػت ي57
Artinya: “Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati
seorang laki-laki, seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang
kehadiran tamu itu. lalu Aisyah menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata:
“Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”. Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah
kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara susuanmu! Saudara
sesusuan yang berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat
mengenyangkan”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Berdasarkan hadis ini, maksudnya adalah penyusuan saat sang
anak berada pada periode bayi dari lahir sampai dengan 2 (dua) tahun,
sehingga setiap menyusu akan memenuhi kebutuhan rasa laparnya.58
57
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.
V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.
I, nomor 1455
58
58
Abu Ubaid mengemukakan bahwa “Jika seorang bayi lapar, maka
makanan yang dapat mengenyangkannya adalah susu. Dan penyusuan
yang dapat mengharamkan pernikahan dan membolehkan Khulwah adalah
penyusuan yang dapat menghilangkan rasa laparnya. Yang demikian itu,
karena perutnya masih sangat kecil sehingga cukup dengan susu saja dan
bahkan susu itu dapat menumbuhkan dagingnya.59
Karena menurut
Fuqaha yang lebih menguatkan hadits ini, mereka mengatakan bahwa air
susu yang tidak dapat berfungsi sebagai makanan bagi orang yang
menyusu, tidak menyebabkan keharaman.60
b. Abu Hanifah berpendapat bahwa usia anak susuan yang dapat
mengakibatkan hubungan mahram adalah yang berusia pada kisaran 30
(tiga puluh) bulan. Hal ini berdasarkan firman Allah SWT, dalam surat
Al-Ahqaf ayat 15 sebagai berikut:
.. ...)15( : 46) األحقـاف)
Artinya: “…Dan mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan…”
(Q.S. Al-Ahqaaf (46): 15)
Maksud 30 (tiga puluh) bulan pada ayat diatas menurut Abu
Hanifah terhitung sejak kelahiran dan bukan dihitung dari semenjak dalam
58
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, hlm. 28-29 59
Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, hlm. 192 60
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 28
59
59
kandungan. Apabila perhitungan berdasarkan ayat, maka jumlahnya
adalah 2,5 ( dua koma lima) tahun. Pendapat Abu Hanifah ini dari sisi
perhitungan berbeda dari pandangan Ibnu Abbas yang dijadikan pegangan
Jumhur al-Mufassirin. Menurut Ibnu Abbas yaitu bagi seorang bayi
prematur yakni yang berada didalam kandungan selama 6 (enam) bulan,
maka masa penyusuannya dilakukan 24 (dua puluh empat) bulan. Apabila
si bayi berada dikandungan selama 7 (tujuh) bulan, maka masa penyusuan
menjadi 23 (dua puluh tiga) bulan. Dan bila berada selama 8 (delapan)
bulan, maka masa penyusuannya itu dilakukan selama 22 (dua puluh dua)
bulan.
Selanjutnya, apabila masa kandugannya selama 9 (sembilan)
bulan, maka penyusuan itu dilakukan selama 21 (dua puluh satu) bulan.
Dengan demikian, masa mengandung dan menyusui diseimbangkan
sejumlah bulan yang disebut didalam al-Qur‟an, yaitu 30 (tiga puluh)
bulan.61
c. Daud dan fuqaha al-Zahiri berpendapat bahwa penyusuan anak yang
sudah besar, dapat menjadi mahram. Hal ini merupakan pendapat dari
61
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, hlm. 30-31
60
60
Aisyah r.a.,62
hadits ini tentang salim yang mendapat izin masuk keluar
rumahnya.63
Sebagai berikut:
عهى، فقانج صه اهلل ػه م إن انب ج ع هت ب اسعل اهلل، : جائج ع
ل عانى فت دخ حز أب ج )إ أس ف ف حه اهلل . ( فقال انب صه
عهى )): ػه ش، فخبغى : قانج ((أسضؼ سجم كب ف أسضؼ ك
ش))قال : سعل اهلل صه اهلل ػه عهى سجم كب ج أ سا ) ((قذ ػه
(يغهى64
Artinya: “Sahlah binti Suhail mendatangi Nabi SAW dan berkata: “Wahai Rasulullah,
aku lihat raut muka cemburu dari Abu Hudaifah terhadap “Salim” (bekas
hamba sahaya Abu Hudaifah yang sering masuk keluar rumah kami). Nabi SAW
bersabda: “Maka susukanlah ia (susu!). sahlah menimpali: “Ya Rasul dia anak
laki-laki yang sudah dewasa, bagaimana aku menyusuinya?” Rasulullah SAW
pun tersenyum seraya berkata: “hal itu aku ketahui bahwa dia anak laki-laki
dewasa”.(H.R. Muslim)
Pendapat ini didukung oleh sekelompok ulama Salaf dan khalaf
bahkan mereka mempertegas bahwa sekalipun yang disusukan itu lanjut
usia, ketentuan akibat susuan disamakan dengan usia anak kecil.
Sebagai bukti dukungan „Aisyah terhadap hadits ini, Ia pun pernah
menyuruh kepada saudara perempuannya bernama Ummu Kulsum dan
para putri saudara laki-lakinya apa bila menghendaki atau
memperkenankan lelaki asing bebas keluar masuk rumah, hendaklah ia
disusui terlebih dahulu.
62
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27 63
A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-“Asqalani, hlm. 506 64
Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,
juz. I, nomor 1453
61
61
Dengan demikian, batas usia anak susuan menurut versi kelompok
ini tidak memiliki batasan tertentu, bahkan seseorang tua bangka pun juga
dapat melakukan sebuah tindakan yang dapat mengakibatkan hubungan
mahram dan haram menikah melalui proses penyusuan oleh seorang
perempuan terhadap laki-laki asing itu.65
3. Air susu (Laban)
Didalam al-Qur‟an dan as-Sunnah tidak menjelaskan secara rinci
mengenai sifat ASI yang bisa berdampak terjadinya mahram. Namun para
ulama telah membahas mengenai status ASI yang diminum atau diminumkan
kepada bayi.
Mengenai jumlah atau kadar susuan yang menyebabkan mahram, itu
terbagi menjadi 4 (empat) kelompok. Diantaranya:
a. Satu kali susuan sudah menjadi mahram. Pendapat ini dianut oleh Jumhur
(Abu Hanifah, Malik66
dan salah satu riwayat Ahmad). Dari kalangan
sahabat dan tabi‟in seperti ibnu al-Musayyab, al-Hasan, al-Zuhri,
Qatadah, al-Awza‟I, al-Sauri dan al-Lais. Mereka berpegang kepada dalil-
dalil naqli yang bersumber dari al-Qur‟an dan hadits. Diantaranya:
Dalil al-Qur‟an surat an-Nisaa‟ ayat 23, sebagai berikut:
65
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, hlm. 31-32 66
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 27;
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur‟an dan
Hadits, hlm. 31
62
62
..
(23 ( :4) انغاء)..
Artinya:“…Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan..”(Q.S.
an-Nisaa‟ (4): 23)
Hadits Nabi SAW dari „Aisya r.a., yang diriwayatkan oleh Bukhari
dan Muslim, sebagai berikut:
ا عهى دخم ػه صه اهلل ػه انب ا ا اهلل ػ ػائشت سض ػ
رنك، فقانج كش كأ ج حغش ذا سجم فكأ : ػ أخ : فقال. إ
اك إخ ي ظش جاػت. أ ان سا انبخاس) فئا انشضاػت ي
(يغهى67
Artinya: “.Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati
seorang laki-laki, seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang
kehadiran tamu itu. lalu Aisyah menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata:
“Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”. Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah
kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara susuanmu! susuan yang
diharamkan menikah adalah susuan yang mengenyangkan” (H.R. Bukhari dan
Muslim)
Dan hadits Nabi SAW dari Ibnu Abbas r.a, sebagai berikut:
انب ػباط ا اب ضة ػ ت ح اب ذ ػه عهى اس ػه فقال . صه انه
انشضـاػت حشو ي انشضـاػت، ي ت اخ ، اـا اب اـا الححم ن
انغب (سا انبخاس يغهى) ياحشو ي68
67
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.
V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.
I, nomor 1455
68
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.
V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.
I, nomor 1445
63
63
Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak
Hamzah. Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia
itu anak bagi saudara susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang
haram dengan sebab nasab”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Dengan landasan dalil naqli tersebut, kelompok ini menegaskan
bahwa nash-nash tersebut tidak menyebutkan batasan tertentu mengenai
jumlah susuan.
b. Kelompok yang menyatakan bahwa tiga kali susuan dapat menjadi
mahram. Pendapat ini berdasar riwayat ketiga dari Ahmad, diikuti Ahlu
al-Zahir kecuali Ibnu Hazm. Dari kalangan sahabat antara lain: Ishaq, Abu
Ubaid, Abu Saur dan Ibnu Munzir69
. Dengan argumentasi yang dijadikan
dasar adalah hadits „Aisyah r.a., yang berbunyi:
: قال سعل اهلل صه اهلل ػه عهى صخا ان صت سا ).الححشو ان
(يغهى70
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda; satu kali isapan (sedotan) atau dua Isapan tidak
mengharamkan (pernikahan)”. (H.R. muslim)
Hadits ini diriwayatkan oleh Muslim dari jalan Ummu al-Fadhl,
yang berbunyi:
أو انفضم، قانج : ػ عهى، اهلل صه اهلل ػه ػه ب دخم أػشاب
خ، فقال ا أخش، : ف ب جج ػه اهلل، إ كاج ن ايشأة فخض ب ا
، سضؼخ ا أسضؼج ايشأح انحذث سضؼج أ ن أ ج ايشأح األ فضػ
69
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, hlm. 47 70
Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,
juz. I,nomor 1450
64
64
اهلل صه اهلل ػه عهى : فقال ب اإليالجخا سا ).الححشو اإليالجت
(يغهى71
Artinya: “Ada seorang lelaki kampung mendatangi Nabi SAW yang sedang berada
dirumahku dan lelaki itu mengadu: “Wahai Nabi Allah, sesungguhnya aku
mempunyai seorang isteri dan aku menikah wanita lain, lalu isteri pertamaku
menyatakan bahwa ia pernah menyusui isteri keduaku dengan satu kali susuan
atau dua kali”. Nabi SAW menjelaskan :”Satu kali susuan atau dua kali susuan
tidak mengharamkan pernikahan”.(H.R. Muslim)
Dari kedua hadits diatas, memberi kesimpulan kepada kelompok
ini adanya anggapan bahwa penyebutan bilangan yang diulang berarti
meliputi tiga yaitu tiga kali susuan.72
c. Kelompok yang menyatakan dapat menjadi mahram, apabila disusukan
sebanyak lima kali penyusuan. Pendapat ini di anut oleh Imam Syafi‟I dan
Imam Hambali,73
Ibnu Hazm, Atha‟ dan Thawus. Dari kalangan sahabat
dipelopori oleh „Aisyah, Ibnu Mas‟ud dan Ibnu Zubeir.
Pedoman yang dijadikan dasar adalah hadits „Aisyah yang
berbunyi:
71
Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,
juz. I, nomor 1451 72
Ahmad sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, hlm. 47-48; Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II, hlm. 27 73
Abdul Hakim as-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 114; Wahbah
Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits, hlm.
30
65
65
ػائشت؛ أا قانج ، ػشش سضؼاث يؼهياث : ػ انقشآ ضل ي ا أ ف كا
عهى سعل اهلل صه اهلل ػه ظ يؼهياث، فخف بخ ، ثى غخ حشي
انقشآ ا قشأ ي ف (سا يغهى)74
Artinya: “Aisyah mengatakan: Pada mulanya ayat yang diturunkan berkenaan dengan
susuan adalah sepuluh kali susuan yang diketahui pasti mengakibatkan
keharaman menikah. Kemudian ayat tersebut dinasakh dan digantikan dengan
lima kali susuan yang diketahui pasti, kemudian Rasulullah SAW wafat dan
itulah yang terbaca didalam al-Qur‟an. (H.R. Muslim)
Kalimat yang terakhir “Dan itulah yang terbaca didalam al-
Qur‟an”, maksudnya bahwa turunnya ayat „lima kali susuan” berfungsi
sebagai penasakh, sangat terlambat. Hal itu disebabkan tenggang waktu
yang sangat sempit antara kewafatan Nabi SAW dan turunnya ayat
tersebut, sehingga hanya sebagian orang yang membaca “lima kali
susuan”. Akan tetapi, setelah diketahui statusnya adalah nasakh, maka
mereka pun berijma‟ bahwa “susuan lima kali”, tidak dibaca.75
Maksudnya hukum pertama hanya berlaku bagi orang yang tidak
mengalami penasakhan ayat tersebut.76
Jadi menurut Imam Syafi‟I dan Ishaq, „Aisyah dan sebagian isteri
Nabi mengeluarkan fatwa mengenai hal tersebut. Sedang Imam Ahmad
berpegang pada hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Dawud dan
74
Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,
juz. I,nomor 1452 75
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, hlm. 48-49 76
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur‟an dan Hadits, hlm. 31
66
66
tirmizi. Selanjutnya Ia mengatakan: “Jika seseorang berpegang pada
ucapan „Aisyah yang menyebutkan lima kali penyusuan, maka yang
demikian itu merupakan pendapat yang kuat. Dan Saya tidak berani
berpendapat sedikitpun mengenai hal itu”.77
d. Sepuluh kali susuan dapat mengharamkan pernikahan. Pendapat ini
berdasarkan riwayat dari „Aisyah dan Hafsah. Antara lain sebagai berikut:
ج انب ا ص اهلل ػ ػائشت سض ا ػبذ اهلل أخبش عانى ب افغ ا ػ
ا أو كهثو، فأسضؼخ اخخ شضغ ان عهى اسعهج ب صه اهلل ػه
ادخم ش ثهاد سضؼاث فهى أك ثهاد سضؼاث ثى يشضج فهى حشضؼت غ
م ن ػشش سضؼاث أجم أ أو كهثو نى حك ا ي ػه ػائشت سض اهلل ػ
(سا انبق)78
Artinya: “Dari Nafi‟ bahwa Salim bin abdillah mengabarkan dari Aisyah, bahwa
„Aisyah Ummul Mukminin mengirim Salim kepada saudara perempuanya
bernama Ummu Kulsum agar menyusui Salim. Salim menerangkan bahwa
Ummi Kulsum menyusuinya sebanyak tiga kali susuan dan ia sakit, sehingga
tidak lagi dapat menyusuiku kecuali tiga kali saja, dan akupun belum pernah
keluar masuk rumah „Aisyah secara bebas, dikarenakan Ummi Kulsum belum
menyempurnakan susuan sebanyak sepuluh kali menyusui”.(H.R. al-Baihaqi)
Hadits Nabi SAW berdasarkan riwayat Hafsah, yang berbunyi:
ا اهلل ػ سض ؤي حفصت أو ان ا ا اخبشح ذ ا ت بج أب ػب صف ػ
ش حشضؼ ج ػ ت ب ا فاع عؼذ إن أخخ ػبذ اهلل ب أسعهج بؼاصى ب
77
Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, (Jakarta: Pustaka Kautsar, 2003),
cet. XII, hlm. 468 78
Al-Baihaqi, Ahmad bin al-Husain bin Ali, Sunan al-Kubra, (Beirut: Dar al-Fikr), juz
VII, hlm. 457
67
67
ا ذخم ػه كا ش شضغ ففؼهج صغ ا ذخم ػه ػشش سضؼاث ن
(سا انبق)79
Artinya: “Dari Sofiyah binti Abdul Ubaid (isteri Abdullah bin Umar), bahwa Hafsah
„Ummul Mukminin mengirimi Ashim bin Abdullah bin Sa‟ad kepada saudara
perempuannya bernama Fatimah binti Umar bin Khattab untuk menyusuinya
dengan sepuluh kali susuan agar Ashim dapat keluar masuk rumah Hafsah dan
ketika itu ia masih anak-anak yang masih menyusu. Lalu Fatimah pun
melakukannya, sehingga Ashim dapat keluar masuk secara bebas dirumah
Hafsah”.(H.R. Malik, Abdur Razaq dan al-Baihaqi)
Pada pembahasan sebelumnya, mengenai usia anak dan kadar jumlah
susuan yang menjadi mahram. Ternyata masih menimbulkan persoalan
seputar susuan. Bagaimana cara memasukan air susu atau ASI itu ke dalam
perut bayi, apakah melalui metode yang sudah umum yaitu melalui puting
susu ibu susuan, tetapi dapat saja air susu itu diperah lalu diminumkan atau
dialirkan dengan bantuan alat seperti sedotan lalu diletakkan dimulut sang
bayi. Dan bagaimana hukumnya jika ASI dicampur dengan tambahan Air atau
makanan lain sebelum dikonsumsi oleh bayi. Serta bagaimana pula jika ASI
telah berubah bentuk misalnya ASI dibuat keju, dikentalkan atau dibekukan
dan seterusnya.
Hal ini sudah diperdebatkan dikalangan Ulama Fiqh, mengenai
mekanisme pemberian ASI itu sendiri. Akan dijelaskan dibawah ini sebagai
berikut:
79
Al-Baihaqi, Ahmad bin al-Husain bin Ali, Sunan al-Kubra, juz VII, hlm. 457
68
68
a. Kelompok Ahl al-Zahir, dikemukakan oleh Ibnu Hazm yang berpendapat
bahwa kriteria susuan yang berakibat mahram adalah susuan bayi (anak
kecil) melalui puting ibu yang menyusui dengan menggunakan mulut.
Adapun susuan yang dilakukan dengan cara memerah atau semacamnya
dan diletakkan dimulut bayi atau dengan cara dicampur roti lalu
disuapkan kemulutnya, atau melalui hidung, telinga, dengan suntikan,
maka cara-cara seperti itu tidak dapat mengakibatkan hubungan mahram.
Dalil yang menjadi landasan pendapat ini, adalah : al-Qur‟an surat
an-Nisaa‟ ayat 23, sebagai berikut:
..
(23 : (4)انغاء)...
Artinya: “…Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan
sepersusuan..”(Q.S. an-Nisaa‟ (4): 23)
Dan hadits Nabi SAW dari Ibnu Abbas r.a, sebagai berikut:
انب ػباط ا اب ضة ػ ت ح اب ذ ػه عهى اس ػه فقال . صه انه
انشضـاػت، ي ت اخ ، اـا اب انشضـاػت اـا الححم ن حشو ي
انغب (سا انبخاس يغهى).ياحشو ي80
Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak
Hamzah. Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia
itu anak bagi saudara susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang
haram dengan sebab nasab”.(H.R Bukhari dan Muslim)
80
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.
V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.
I, nomor 1445
69
69
Hadits ini menunjukan makna “susuan” yang terdapat didalamnya
memberikan pengertian spesifik yang menolak indikasi lain selain cara-
cara yang sudah umum yakni melalui puting susunya langsung. Selain
dari pada itu, menurut Ibnu Hazm dari kalangan Zahiriyah tidak
dinamakan susuan. Cara yang tidak dikelompokkan susuan dapat
dilakukan dengan cara memerah dan dikentalkan kemudian dijadikan
makanan atau minuman, selanjutnya dimakan, ditelan atau menggunakan
alat Bantu seperti sedotan atau sejenisnya. Maka cara-cara seperti ini
bukan susuan, sehingga Allah tidak menjadikannya mahram.81
Ulama kontemporer Syeikh Yusuf al-Qaradhawi sejalan dengan
pendapat Ibnu Hazm. Ia mengatakan bahwa dasar keharaman yang
diletakkan agama bagi penyusuan adalah Ibu yang menyusukan dalam
ayat ini. Keibuan yang ditegaskan al-Qur‟an itu, tidak mungkin terjadi
hanya dengan menerima atau meminum air susunya, tetapi dengan
menghisap dan menempel sehingga menjadi jelas kasih sayang ibu dan
ketergantungan anak yang menyusu. Ia menegaskan bahwa merupakan
keharusan untuk merujuk kepada lapaz yang digunakan al-Qur‟an, sedang
makna lafaz yang digunakannya itu dalam bahasa al-Qur‟an dan as-
Sunnah adalah jelas dan tegas, bermakna menghisap tetek dan menelan
81
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, hlm. 57-58; Syaikh Hasan Ayyub, Fiqh keluarga, hlm.192-193
70
70
airnya secara perlahan dan bukan sekedar makan atau minumnya dengan
cara apapun, walau atas pertimbangan manfaat.82
b. Pengikut Mazhab Maliki (Malikiyah), berpendapat bahwa susuan yang
dilakukan dengan cara menyuapkan kemulut bayi atau dengan
menggunakan alat Bantu yang dialirkan kehidung jika aliran susu tersebut
sampai kerongga perut, maka hal itu dapat mengakibatkan hubungan
mahram. Demikian juga dengan cara memberikan susu dengan dengan
menggunakan jarum suntik kedalam tubuh bayi.83
Dalam hal suntikan al-
Muzani dari pengikut mazhab Syafi‟I menetapkan hukum mahram secara
mutlak.
Yang menjadi landasan kelompok ini adalah sebagai berikut:
: قال سعل اهلل صه اهلل ػه عهى صخا ان صت سا ). الححشو ان
(يغهى84
Artinya: “Rasulullah SAW bersabda; satu kali isapan (sedotan) atau dua Isapan tidak
mengharamkan (pernikahan)”. (H.R. muslim)
Penunjukan dalil ini, memberikan pengertian bahwa sedikit atau
banyak jumlah air susu, apabila sampai kemulut sang bayi, maka dapat
menimbulkan hubungan mahram.
82
M. Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbah; Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an,
(Jakarta; Lentera Hati, 2007) cet. X, jilid II, hlm.394 83
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 28; Abdul
Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 115 84
Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,
juz. I, nomor 1450
71
71
Dari argumentasi ini, merupakan landasan konkrit bahwa apapun
cara yang digunakan untuk menyusui sang bayi dan berapapun jumlah
susuan, asal melalui mulut, maka dapat berakibatkan mahram. Dan jika
dengan suntikan untuk mengalirkan air susu, apabila dimasukkan melalui
mulut, maka cukup memberikan status mahram.85
c. Pengikut Mazhab Hanafi, Mazhab Syafi‟I dan Mazhab Hanbali.
Berpendapat bahwa susuan yang melalui mulut dengan cara memasukkan
melalui hidung dan atau menyuapkannya melalui mulut dapat berakibat
terjadinya hubungan mahram. Adapun yang menggunakan alat suntik
untuk menyusukan, menurut pendapat ini tidak mengakibatkan mahram.86
Dan mazhab Syafi‟I menjelaskan dengan memberikan ASI melalui jarum
suntik, keharaman ini tidak bisa terjadi dengan cara memasukkan obat ke
lubang anus atau kemaluan (huqnah) sebab tidak ada unsur memberi
makan, huqnah bisa digunakan untuk membantu proses pencernaan dalam
perut.87
Yang menjadi landasan kelompok ini adalah sebagai berikut:
85
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, hlm. 59-60 86
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm.28; Wahbah
Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-Qur‟an dan Hadits, hlm.
28-29 87
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur‟an dan Hadits, hlm. 29
72
72
ذا ػ ا عهى دخم ػه صه اهلل ػه انب ا ا اهلل ػ ػائشت سض ػ
ج حغش رنك، فقانج. سجم فكأ كش : كأ أخ : فقال. إ ي ظش أ
جاػت . إخاك ان (سا انبخاس يغهى)فئا انشضاػت ي88
Artinya: “Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati seorang laki-laki,
seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang kehadiran tamu itu.
lalu Aisyah menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata: “Lelaki itu adalah
saudaraku (sesusuan)”. Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah kenalilah baik-baik
siapa-siapa yang menjadi saudara susuanmu! Saudara sesusuan yang
berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat mengenyangkan (rasa
lapar bayi)”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
Pengertian yang dapat difahami berdasar hadits ini adalah
penyuapan air susu melalui mulut sibayi dan mengenyangkan rasa
laparnya, sudah membuktikan adanya hubungan mahram. Dalil tersebut
tidak menyebutkan cara tertentu memberi susu, tapi kata kuncinya adalah
mengenyangkan yang menjadi tolak ukur bagi terjadinya hubungan
mahram.
Dan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud melalui
jalur Laqith bin Shabrah:
ؼم ب إع عهى ػ ب ا حذثا ح قان ذ ف اخش عؼ بت ب حذثا قخ
صبشة قال فقهج ا نقظ ب صبشة ػ أب نقظ ب ش ػ ػاصى ب كث
88
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.
V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.
I, nomor 1455
73
73
األصابغ ضء خهم ب ضء قال اعبغ ان ان سعل اهلل أخبش ػ
ا بانغ ف صائ حك شاق إنا أ (سا اب داد)اناعخ89
Artinya: “Telah membacakan hadis kepada kami Qutaibah bin sa‟id kepada yang lain-
lain, mereka berkata : telah membacakan hadis kepada kami : Yahya bin
sulaim dari Ismail bin Katsir dari „Ashim bin Laqith bin Shabrah dari bapak
Ashim yaitu Laqith bin Shabrah; berkata:“Saya berkata kepada Nabi SAW,
Wahai Rasulullah sampaikanlah kepadakku tentang wudhu‟. Nabi bersabda:
sempurnakanlah wudhumu dan bersihkan sela-sela jarimu Dan lebihkanlah
olehmu memasukkan air kedalam lubang hidung kecuali kamu dalam keadaan
puasa..”.
wajah istidlal hadis diatas adalah berlebihan memasukkan air
kedalam hidung (hingga tertelan masuk ke dalam Lambung), dapat
membatalkan puasa seseorang yang melakukannya. Dan bagi bayi yang
dituangkan susu dimulutnya, diserupkan seorang yang berlebihan
memasukkan air kehidung ketika berwudlu.
Dan hadis Nabi SAW yang diriwayatkan oleh Abu Daud melalui
jalur Ibnu Mas‟ud:
يغؼد قال اب عهى: ػ نا سضاع إنا يا : قال سعل اهلل صه اهلل ػه
بج انهحى أ د ).شذ انؼظى، (اب دا90
Artinya: “Ibnu Mas‟ud berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda: “Tidak ada
penyusuan melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan
daging”. (H.R. Abu Daud)
89
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, (Bairut:
Dar Ibnu Hazm, 1997), cet. I, nomor. 142, hlm. 24 90
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, nomor.
2059. hlm. 316; A. Hasan, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar Al-“Asqalani, hlm. 510
74
74
Hadis ini mempertegas bahwa kualitas susu yang dikonsumsi bayi
pada periode pertumbuhan dan pembentukan tubuh berakibat terjadinya
hubungan mahram. Periode dimaksud sebagaimana dijelaskan didalam al-
Qur‟an yaitu usia dibawah dua tahun.91
Mengenai status kemurnian Air susu atau ASI, juga ikut
diperdebatkan dikalangan ulama. Menurut Ibnu al-Qasim, ia berpendapat
bahwa apabila air susu dilarutkan dalam air atau lainnya, kemudian
diminumkan kepada anak kecil, maka tidak menyebabkan hukum
tahrim.92
Hal senada juga dikeluarkan oleh Imam Abu Hanifah yang
mengatakan bahwa jika ASI diberikan kepada bayi dicairkan atau
dikentalkan atau dibuat dalam bentuk keju terlebih dahulu, maka otomatis
tidak menyebabkan hukum tahrim (haram perkawinan) lantaran
pemberian ASI melalui hal tadi itu tidak dapat disebutkan sebagai
kegiatan penyusuan bayi secara alamiah dan sang bayi pun tidak merasa
puas dengan hal itu.93
Sedangkan menurut Imam Syafi‟I, ia mengatakan bahwa
penetapan mahram tidak disyaratkan susu itu harus dalam kondisi alami,
baru keluar dari puting bahkan mekipun asi tersebut telah masam,
mengental, menguap, menjadi keju, mengering, berbuih atau tercampur
91
Ahmad Sudirman Abbas, Pengantar Pernikahan; Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, hlm. 60-61 92
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II , hlm. 28 93
Abdul Hakim as-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm 116
75
75
air. Dan si bayi memakannya. Hal ini disebabkan karena air susu telah
sampai kedalam perut dan tujuan memberikan makan pun telah tercapai.
Karena status air susu itu sendiri tidak hilang. Pendapat ini diikuti oleh
Ibnu habib, Ibnu Mutharrif dan Ibnu al-Majasyun dari kalangan ulama
maliki.94
Pendapat Imam Syafi‟I ini juga didukung oleh Imam Hambali dan
Ibnu Qudamah didalam kitab al-Mughni, ibnu qudamah mengatakan
bahwa apapun yang dilakukan oleh seseorang sebelum ia memberikan
ASI kepada bayinya, yang jelas ASI tersebut akan dikonsumsi melewati
kerongkongan dan akan sampai kedalam rongga perutnya, yang dapat
menumbuhkan daging dan tulangnya. Dengan demikian, cara ini dianggap
sama dengan kegiatan menyusukan bayi secara alami, yang menyebabkan
wanita tersebut haram bagi bayinya.95
Menurut Syeikh Muhammad Syarbiniy al-Khathiby, sebab-sebab
susuan yang mendapatkan hukum tahrim adalah karena didalam air susu
ibu merupakan bagian dari tubuh ibu susu yang diberikan kepada bayinya
94
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur‟an dan Hadits, hlm. 28-29; Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa Nihayah al-Muqtashid, jilid. II ,
hlm. 28; Syaikh Kamil Muhammad „Uwaidah, Fiqih Wanita, hlm. 473-474 95
Abdul Hakim as-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 117
76
76
dan menjadi bagian dari tubuh bayi yang menyusu dan didalam air susu
ibu tersebut terkandung air maninya si ibu susu seperti haramnya nasab.96
Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa, Menyusui adalah
merupakan hak bagi setiap ibu dengan memberikan batasan usia menyusu yang
ideal yakni selama 2 (dua) tahun penuh bila ingin menyempurnakan penyusuan
itu.
Dan bagi ibu yang menghendaki penyusuan kurang dari masa yang telah
ditentukan, dalam hal ini islam membolehkan kepadanya untuk menyapih
anaknya. Dengan melalui musyawarah dengan suami dengan memikirkan masak-
masak untung ruginya. Dan suami berkewajiban memberikan makanan dan
minuman yang bergizi kepada anaknya sebagai makanan pengganti pada masa
penyapihan. Karena dalam islam menyusui pada hakikatnya adalah bentuk nafkah
yang harus diberikan kepada bayi oleh ayahnya lewat sang ibu dengan cara
penyusuan.
Oleh karena itu, suami berkewajiban mencarikan air susu untuk bayi
sesuai dengan kadar kemampuannya dengan cara memberikan makanan bergizi
kepada isterinya atau sang suami mencarikan perempuan lain untuk menyusukan
anaknya.
96
Syeikkh Sulaiman al-Bijirmiy, Kitab Bijirmiy „ala al-Khathibi, juz. IV, hlm. 69-70;
Ibnu Qasim al-Ghazi, Kitab Hasiyyah al-Bujuriy, juz. 2, hlm.
77
77
Dalam islam hubungan keluarga bisa terjadi melalui jalur penyusuan.
Namun aturan tersebut tidak bersifat umum, karena Nabi SAW tidak serta merta
memberikan hukum tahrim karena sebab penyusuan.
Karena dalam proses penyusuan itu harus terdiri dari unsur-unsur
pelaksaannya, diantaranya adanya ibu susu, adanya anak yang menyusu dan air
susu.
Identitas dari orang yang menyusukan itu adalah seorang perempuan yang
masih hidup dan perempuan tersebut sudah baligh serta masih dapat melahirkan.
Dan laki-laki yang menjadi suaminya menjadi ayah bagi ank-anaknya.
Anak yang menyusu harus dalam masa menyusui yakni sebelum usia 2
(dua) tahun sejak waktu kelahirannya. Dan penyusuan tersebut dapat
mengenyangkan atau memenuhi akan kebutuhan rasa lapar bayi tersebut.
Dan mengenai jumlah air susu yang menjadikan hukum tahrim adalah
dengan memberikan batasan minimal 3 (tiga) kali hisapan susuan dan maksimal
adalah 5 (lima) kali hisapan susuan. Karena dalam dalil yang diriwatkan melalui
jalur „Aisyah r.a., bahwa penyusuan sebanyak 10 (sepuluh) kali hisapan susuan
telah dinasakh oleh yang 5 (lima) kali hisapan susuan. Batasan sebanyak 10
(sepuluh) kali susuan, ini berlaku bagi yang tidak mengalami penasakhan.
Dalam hal cara pemberian ASI itu terdapat perbedaan pendapat mengenai
mekanismenya.
78
78
Menurut Ibnu Hazm dan kelompok Ahl al-Zahir, yang berdampak kepada
hukum tahrim adalah dengan menyusui secara langsung melalui puting ibu
dengan menggunakan mulut. Selain dari itu yakni dengan memerah lalu
disuapkan, ASI dicampur atau melalui hidung, telinga dan dengan cara suntik,
maka itu tidak mengakibatkan hukum tahrim. Pendapat ini diikuti oleh Yusuf
Qaradawi sebagai ulama Kontemporer.
Menurut mazhab Maliki, penyusuan yang dilakukan dengan cara
disuapkan atau menggunakan bantuan alat lalu dialirkan kehidung dan sampai
kedalam rongga perut, maka dapat mengakibatkan hukum tahrim. Begitu juga
dengan jarum suntik kedalam tubuh bayi. Al- Muzani pengikut mazhab Syafi‟I
juga menetapkan bahwa penyusuan menggunakan suntikan mendapati hukum
tahrim secara mutlak.
Pengikut mazhab Hanafi, Mazhab Syafi‟I dan Mazhab Hambali,
mengenai pemberian ASI melalui mulut atau memasukan kedalam hidung atau
menyuapkannya dapat berakibat hukum tahrim. Mengenai cara penyusuan
menggunakan alat suntik, mereka mengatakan tidak mengakibatkan mahram.
Menurut mazhab Syafi‟I, keharaman ini tidak bisa terjadi dengan cara
memasukkan kedalam lubang anus atau kemaluan, sebab tidak ada unsur
memberikan makan.
79
79
Mengenai status kemurnian ASI menurut Ibnu al-Qasim bahwa apabila air
susu dilarutkan dalam air atau lannya, kemudian diminumkan kepada anaknya
maka tidak menyebabkan hukum tahrim.
Begitu juga dengan Imam Abu Hanifah yang mengatakan bahwa jika ASI
tersebut dicairkan, dikentalkan atau dibuat keju maka tidak menyebabkan hukum
tahrim, karena hal semacam itu tidak dapat disebutkan sebagai kegiatan menyusui
secara alami dan bayi pun tidak merasa puas.
Sedangkan menurut Imam Syafi‟I bahwa penetapan mahram tidak
disyaratkan susu itu dalam kondisi alami, baru keluar dari puting bahkan
meskipun ASI tersebut telah masam, mengental, menguap, menjadi keju atau
tercampur air dan si bayi memakannya. Hal ini disebabkan karena air susu
tersebut telah sampai kedalam perut dan tujuan memberikan makan telah tercapai.
Karena status dari ASI itu sendiri tidak hilang.
C. SEJARAH IBU SUSU
Awal mulanya istilah Ibu Susu sudah dipraktikkan dan sudah menjadi suatu
kebiasaan atau tradisi oleh masyarakat Arab Kota untuk mengirimkan anak-anak
mereka yang baru lahir kedaerah gurun untuk disusui hingga disapih, serta
menghabiskan masa kanak-kanak mereka ditengah-tengah suku badui tak terkecuali
Mekkah.97
97
Martin Lings, Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, (Jakarta;
PT Serambi Ilmu Semesta, 2003 ) Ed.II, hlm. 42-43
80
80
Tradisi Ibu Susu ini terjadi karena desakan ekonomi dan apalagi sejak musim
wabah penyakit dan tingginya angka kematian bayi disana. Bila terjadi paceklik dan
timbul kelaparan dibeberapa wilayah Arabia, maka para wanita-wanita yang sedang
menyusui bertebaran mencari bayi anak orang-orang kaya yang ingin disusukan
dengan imbalan berupa upah yang memadai.98
Seyogianya bayi itu disusukan kepada selain ibunya dua-tiga hari setelah
kelahirannya. Itu yang terbaik karena susu ibunya sendiri waktu itu masih sangat
kental, selain memuat berbagai macam formulasi yang berbeda dengan susu wanita
yang berprofesi khusus menyusui. Orang-orang arab sangat memperhatikan soal itu.99
Menurut riwayat yang paling kuat mengenai waktu kelahiran Nabi
Muhammad SAW yaitu jatuh pada hari Senin malam tepatnya pada tanggal 12
Rabi‟ul Awwal. Beliau dilahirkan dalam keadaan yatim, almarhum bapaknya
Abdullah meninggal dunia ketika istrinya Siti Aminah mengandung Nabi
Muhammad yang baru berumur 2 (dua) bulan. Lalu beliau di asuh oleh kakeknya
yaitu Abdul Muthalib dan disusukan oleh Bani Sa‟ad karena pada waktu itu yakni
waktu kelahiran beliau berbarengan dengan musim kemarau yang menyebabkan
keringnya ladang peternakan dan pertanian.100
98
Fuad Hasyem, Sirah Muhammad Rasulullah; Suatu Penafsiran Baru, (bandung;
mizan, 1984), hlm. 84-85 99
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah, Fiqh Bayi, (Jakarta; Fikr, 2007), hlm. 332 100
Muhammad Sa‟id Ramadhan Al-Buthy, Sirah nabawiyyah; Analisis Ilmiah
Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam, ( Jakarta; Robbani Perss, 1999), Cet. I, hlm. 31-32
81
81
Beberapa suku memiliki reputasi yang sangat baik dalam hal menyusui dan
mengasuh anak, diantaranya adalah Bani Sa‟ad ibn Bakr. Mereka adalah suku
Hawazin terpencil yang tinggal disebelah tenggara Mekkah. Siti Aminah (ibu Nabi
Muhammad) ingin mempercayakan putranya untuk diasuh seorang wanita dari suku
tersebut, yaitu kepada Halimah binti Abi Zu‟aib as-Sa‟diyah yang berangkat bersama
suaminya Haris dan dia baru saja dikaruniai seorang bayi laki-laki yang mereka rawat
sendiri.101
Dari penjelasan diatas, dapat difahami bahwa adanya praktik ibu susu tidak
terlepas dari sejarah yang menghiasi kehidupan Nabi Muhammad SAW sewaktu
kecil. Karena pada waktu itu tradisi ini dilakukan karena desakan ekonomi di wilayah
Arabia kala itu, serta kondisi alam yang kurang bersahabat dengan timbulnya wabah
penyakit yang menyebabkan tingginya angka kematian bayi disana.
Bila terjadi paceklik yaitu datangnya musim kemarau yang menyebabkan
keringnya ladang peternakan dan pertanian, serta timbul kelaparan dibeberapa
wilayah Arabia. Inilah yang melandaskan para ibu-ibu kala itu untuk mencari anak
orang-orang kaya yang ingin disusukan dengan imbalan berupa upah yang memadai.
101
Martin Lings, Muhammad; Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, hlm. 43-
44
82
82
BAB III
DONOR ASI DAN ASOSIASI IBU MENYUSUI INDONESIA (AIMI)
A. Pengertian Donor ASI
Istilah Donor menurut kamus Bahasa Indonesia ialah “Penderma atau
pemberi sumbangan”.102
Sedangkan ASI adalah singkatan dari Air Susu Ibu. Jadi
pengertian Donor ASI sebagaimana Donor Darah yaitu orang yang menyumbangkan
Air Susu Ibu (ASI) untuk membantu bayi yang membutuhkan.103
B. Pengertian, Sejarah dan Latar Belakang Berdirinya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
1. Pengertian AIMI
AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) adalah suatu organisasi nirlaba
yang tidak mencari keuntungan untuk kepentingan komersil dan “Non-
Government Organisasi” (N.G.O)104
yang bersifat swadaya.105
Juga karena AIMI
ini adalah organisasi yang berlandaskan “Mother to Mother support group”
artinya “Kami dari, oleh dan sesama ibu-ibu menyusui”. Jadi dalam organisasi
102
http://kamusbahasaindonesia.org/donor diakses pada tanggal 29 januari 2011 103
Abdul Aziz Dahlan, Ensiklopedi Hukum Islam, (Jakarta; PT. Ichtiar Baru, 2001), hlm.
279 104
maksudnya adalah suatu organisasi atau lembaga non-pemerintah yang tidak
bertujuan untuk mencari profit 105
Wawancara dengan Ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010; http://aimi-
asi.org/2011/01/rapat-dengar-pendapat-umum-aimi-dengan-komisi-ix-dpr-ri-selasa-25-januari-
2011/comment-page-1/#comment-8489 diakses tangal 29 januari 2011
83
83
ini ditujukan untuk mengedukasi dan memberikan dukungan sepenuhnya bagi
ibu-ibu menyusui.
2. Sejarah dan Latar Belakang berdirinya Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia
Pada awalnya Organisasi AIMI (Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia)
didirikan oleh sekelompok ibu-ibu dengan jumlah sekitar 22 (dua puluh dua)
orang ibu dan mayoritas dari mereka adalah ibu menyusui. Awal mulanya
organisasi ini bergerak melalui milis yaitu Milis Asiforbaby,106
dari milis ini ada
beberapa ibu-ibu yang sangat prihatin mengenai pemberian ASI secara eksklusif
dan banyaknya ibu-ibu yang tidak mempunyai akses keinternet untuk dapat
mengakses informasi mengenai pentingnya ASI.
Dan pada akhirnya, timbulah kesepakatan bersama dari para pengurus
sekaligus pendiri organisasi ini, untuk menjadikan organisasi AIMI sebagai
wadah yang bisa menjangkau lebih banyak ibu-ibu. Dan setelah itu, pada tanggal
21 April 2007 didirikanlah organisasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
ini.107
Tujuan dari organisasi ini adalah meningkatkan prosentasi ibu menyusui
dan bayi yang disusui di Indonesia, dengan cara meningkatkan, mendukung dan
memperdayakan kegiatan menyusui Indonesia.
106
http://health.groups.yahoo.com/group/asiforbaby/ diakses 15 januari 2010; Media
Indonesia, Pop Komunitas: Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) Agar Bayi Kembali
Mengonsumsi ASI, hlm. 27 107
Wawancara dengan Ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010
84
84
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI), tahun 2007
hanya 32% (tiga puluh dua persen) bayi dibawah usia 6 (enam) bulan
mendapatkan ASI Eksklusif. Jika dibandingkan dengan SDKI tahun 2003,
proporsi bayi dibawah 6 (enam) bulan yang mendapatkan ASI Eksklusif menurun
sebanyak 6 (enam) poin. Rata-rata bayi Indonesia hanya disusui selama 2 (dua)
bulan pertama, ini terlihat dari penurunan prosentase menyusui dari SDKI tahun
2003 yaitu sebanyak 64% (enam puluh empat persen) menjadi 48% (empat puluh
delapan persen) pada SDKI tahun 2007. sebaliknya, sebanyak 65% (enam puluh
Lima persen) bayi baru lahir mendapatkan makanan selain ASI selama 3 (tiga)
hari pertama.
Dalam buku laporan “The State of Breasfeeding in 33 Countries, 2010”
yang diterbitkan oleh International Baby Foor Action Network (IBFAN), Asia,
secara jelas tercantum bahwa dari 33 (tiga puluh tiga) Negara yang telah
mengirimkan laporan dan telah dievaluasi, Indonesia mendapatkan ranking ke-30
(tiga puluh), dibawah Mozambique, Bangladesh dan Afghanistan.108
Dalam hal ASI Eksklusif ini juga menurut survey kependudukan dan
kesehatan antara tahun 1997-2002, jumlah bayi yang mendapatkan ASI Eksklusif
menurun dari 7,9% (tujuh koma sembilan persen) menjadi 7,8% (tujuh koma
delapan persen). Sebaliknya data tersebut menunjukan pemberian susu formula
108
http://aimi-asi.org/2011/01/rapat-dengar-pendapat-umum-aimi-dengan-komisi-ix-dpr-
ri-selasa-25-januari-2011/comment-page-1/#comment-8489 diakses tangal 29 januari 2011;
Republika, Teraju: Separuh Hati Mendukung ASI, Senin, 21 Maret 2011, hlm. 23
85
85
justru meningkat dari 16,7% (enam belas koma tujuh persen) pada tahun 2002
menjadi 27,9% (dua puluh tujuh koma sembilan persen) pada tahun 2007.109
Dari sekian banyak program-program yang telah dikeluarkan oleh
organisasi AIMI, salah satunya adalah program Donor ASI. Dan program ini
dilatar belakangi oleh akan kebutuhan dan keinginan dari beberapa anggota
member AIMI mengenai adanya Donor ASI.110
Ibu Mia Susanto, selaku konselor laktasi dan juga sebagai ketua AIMI;
Beliau mengatakan, di Indonesia memang sudah ada donor ASI. Menurut
sepengetahuannya, di wilayah Jakarta telah ada peminat untuk menjadi donor
ASI. Namun jumlahnya masih terbatas, hal itu terkait dengan minimnya
kesadaran masyarakat tentang keunggulan ASI. “Mereka yang sadar dan
memahami betul manfaat ASI itulah yang terpanggil menjadi pendonor, atau
memerlukan ASI donor” ujarnya.111
Karena memang di indonesia belum begitu lazim menggunakan ASI
donor, dan tidak ada Bank ASI di Indonesia hanya sebatas wancana saja. Pada
akhirnya dari semua pengurus sepakat untuk menjadikan organisasi AIMI
(Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia) sebagai mediator atau perantara dan tidak
menyimpan ASI Donornya di organisasi ini.112
109
Koran Tempo, Pemberian ASI Menurun, senin, 04 agustus 2008, hlm. C2 110
Wawancara dengan ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010 111
Majalah Wanita Kartini, Mendonorkan ASI Boleh, tapi Wajib Disikapi dengan Hati-
hati, hlm. 91 112
Wawancara dengan ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010
86
86
Pilihan mendonasikan ASI dan juga menerima donasi ASI kembali
kepada pertimbangan orang tua. Setiap orang tua memiliki pandangan berbeda-
beda. Namun, di luar perbedaan pandangan mengenai donor ASI, aksi sosial ini
direspon secara positif oleh sejumlah institusi.
Farah dibha Tenrilemba KL, sekretaris Jendral Asosiasi Ibu Menyusui
Indonesia (AIMI), menyatakan bahwa AIMI mendukung ibu donor dan penerima
donor. Adapun dari pengakuan dari artis Artika Sari Devi (sebagai Pendonor), RS
Kemang Medical Care, tempat kelahiran putrinya, juga memberinya fasilitas
pendonoran ASI. Dokter anak, dr. Utami Roesli SpA IBCLC FABM.,
menyatakan, RS Saint Carolus juga memfasilitasi donor ASI. Ketiga sumber ini
berbagi pengalamannya dalam rangkaian talksow Breastfeeding Fair yang
diadakan oleh AIMI.
Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) adalah hanya sebagai fasilitator
yang memberikan informasi kepada ibu yang membutuhkan ASI. Lebih penting
lagi mendata pendonor lengkap dengan catatan riwayat kesehatan, hingga kaidah
penyimpanan ASI yang tepat.113
Cara penyimpanan ASI harus ditangani dengan baik, menurut The US
Centre for Disease Control Amerika Serikat, memaparkan tip penyimpanan ASI,
diantaraya sebagai berikut:
113
Lihat http://kesehatan.kompas.com/read/2010/05/016/0621152/donor.asi.bagaimana.
caranya. diakses pada tanggal 29 Januari 2011
87
87
a. Cuci tangan sebelum memompa ASI
b. Pastikan Anda menyimpan dalam wadah yang bersih dan memiliki katup
yang rapat, termasuk botol dengan sekrup, cangkir plasik dengan tutup yang
erat atau tas khusus wadah susu dan botol.
c. Tandai wadah ASI dengan tanggal, sehingga anda tahu wadah mana yang
digunakan terlebih dahulu.
d. Jangan pernah menambahkan air susu segar kedalam susu beku yang sudah
disimpan.
e. Jangan mengisi ulang sebagian susu dari botol yang sudah dikonsumsi.114
C. Mekanisme Donor Asi Di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (Aimi)
Mengenai mekanisme praktik Donor ASI di AIMI, ibu Mia Menjelaskan
bahwa pada dasarnya AIMI tidak mempunyai prosedur baku yang berlaku secara
nasional dan prosedur yang dimaksud itu belum ada. Jadi, prosedur yang ada di
AIMI, itu adalah prosedur yang dibuat sendiri oleh AIMI. Karena kami tidak ada
bentuk kerjasama dengan Departemen Kesehatan dan Majelis Ulama Indonesia
(MUI) dalam bidang agama, jadi prosedur ini adalah murni inisiatif AIMI sendiri.
Namun untuk menghindari dari hal-hal yang tidak diinginkan, maka
ditetapkanlah syarat-syarat bagi ibu pendonor dan peminta atau penerima donor ASI.
Sebagai berikut:
114
Koran Tempo, Tip Menyimpan ASI, senin, 08 Maret 2010, hlm. C2
88
88
1. Ibu Pendonor
Pendonor diwajibkan membuat surat pernyataan diatas kertas bermatrei,
yang isinya adalah keterangan sehat dan tidak mengidap penyakit berat maupun
keturunan, surat persetujuan suami isteri dengan memberikan keterangan
informasi mengenai anak atau bayi yang juga sedang disusui. seperti Usia dan
Jenis kelamin.
2. Peminta atau Penerima Donor
Membuat surat pernyataan diatas kertas bermatrei yang bersedia
menerima resiko dari ASI donor, penerima juga harus membuat surat persetujuan
suami isteri. Dan dari AIMI selalu menyarankan kepada penerima donor untuk
memfusterisasikan terhadap ASI pendonor untuk menghilangkan hal-hal buruk
yang bisa saja terjadi. Serta si penerima donor berhak mendapatkan file mengenai
profil dari pendonor.115
Nia Umar Kl, selaku wakil ketua AIMI menambahkan, baik pendonor dan
penerima donor harus saling kenal, satu pemahaman, saling tahu latar belakang
masing-masing keluarga. Dan tidak dipungut biaya apapun karena murni agar
sesama bisa saling tolong-menolong.116
Karena dalam organisasi AIMI ini adalah sebagai mediator dalam
memfasilitasi Donor ASI, Jadi apabila ada seorang ibu yang mencari ASI donor ke
115
Wawancara dengan ibu Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010 116
Tabloid Mom and Kiddie, Donor ASI, Selamatkan Bayi-bayi Kurang Beruntung.Ed.
10th V 20 desember 2010-02 Januari 2011, hlm.10
89
89
AIMI, dia akan mengisi formulir, didalam formulir tersebut sang ibu ini akan
menuliskan kriteria dari ASI yang diinginkannya. Misalnya: dari segi agama, usia
bayi, kesehatan calon pendonornya. Dari kriteria yang dituliskan oleh ibu tersebut,
AIMI akan memeriksa dari data best yang ada, mana yang lebih memenuhi kriteria
yang diinginkan oleh ibu yang mencari donor ASI tersebut.
Lalu setelah menemukan ciri-ciri yang cocok dengan permintaan ibu itu, dari
AIMI langsung menghubungi sang ibu pencari ASI donor tersebut. Dan
mempersilahkan sang ibu itu untuk menghubungi sang pendonor secara langsung.
Karena menurut Ibu Mia, prinsip di Indonesia mengenai hal Donor ASI tidak
terlepas dari unsur kekeluargaan, juga terkait erat dengan hukum agama dan hukum
adat. Jadi untuk prinsip ini, dari AIMI dikembalikan lagi kepada para pelaku baik itu
Pendonor dan penerima Donor.
Dan keputusan untuk menerima tidaknya ASI donor tersebut itu tergantung
dari para pelaku donor. Karena sebelum para pelaku tersebut melakukan donor ASI,
perlu ada pertimbangan yang matang dari kedua belah pihak. Seperti si Pendonor
harus tahu kepada siapa ASInya diberikan dan si penerima donor juga harus
mengetahui dia mendapatkan ASI donor dari siapa.117
Dalam hal berbagi ASI atau melakukan dan menerima donor ASI, ada
beberapa hal yang patut menjadi pertimbangan terutama masalah kesehatan.
Diantarnya sebagai berikut:
117
Wawancara dengan Mia Susanto, tanggal 04 Februari 2010
90
90
1. HIV/AIDS
Walaupun penelitian terbaru yang dilakukan telah menemukan bahwa
apabila seorang ibu yang positif HIV menyusui secara eksklusif bayinya selama 6
bulan, maka justru akan menurunkan resiko penularan terhadap bayinya, namun
dalam hal berbagi ASI, seorang ibu yang positif HIV tidak dianjurkan untuk
mendonorkan ASI (kekhawatiran terhadap resiko penularan serta efek sampingan
dan terapi pengobatan yang sedang dijalankan). Di luar negeri, ASI donor secara
rutin di-pasteurisasi, karena virus HIV dapat di non-aktifkan dengan memanaskan
ASI pada suhu derajat yang tinggi. Pasteurisasi dapat juga dilakukan di rumah
2. Hepatitis B dan C
Secara teori, memang ada kemungkin resiko penularan virus Hepatitis B
dan C, tetapi ini hanya akan terjadi apabila ASI yang didonorkan terkontaminasi
oleh darah seorang ibu yang menderita penyakit tersebut (kontaminasi darah
dalam ASI yang disebabkan, misalnya, oleh putting luka/lecet).
3. TBC
Resiko penularan TBC melalui ASI donor hampir tidak ada, kecuali
apabila ibu yang mendonorkan ASI menderita infeksi TBC yang memang
terlokalisasi di daerah payudara, kasus yang sangat jarang terjadi. Resiko
penularan TBC pada seorang bayi yang sedang menyusu akan terjadi ketika
ibunya yang terinfeksi dengan penyakit tersebut bernafas atau batuk tepat di
91
91
muka bayinya, sehingga partikel-partikel TBC akan terhirup langsung oleh bayi.
Penularan tidak terjadi melalui ASI.
4. CMV (cytomegalovirus) dan HTLV (human T lymphotropic virus)
Seorang ibu yang terinfeksi dengan CMV, maka ada kemungkinan ASI-
nya juga mengadung virus tersebut sehingga timbul resiko penularan terhadap
bayinya. Namun demikian, karena manfaat pemberian ASI jauh melebihi resiko
penularan itu sendiri (resiko penularannya tergolong kecil), dan karena ASI
mengadung zat-zat antibodi yang melindungi terhadap penyakit CMV, maka ibu
yang terinfeksi CMV tetap dianjurkan untuk terus menyusui bayinya. Untuk
donor ASI, ibu yang terinfeksi dengan CMV tidak dianjurkan untuk
menyumbangkan ASI-nya.
Sama dengan kasus seorang ibu yang menderita penyakit HIV/AIDS dan
CMV, seorang ibu yang terinfeksi HTLV juga tidak disarankan untuk
menyumbangkan ASI-nya. Namun demikian, HTLV-1 (dan seluruh sel-selnya)
akan musnah dalam jangka waktu 20 menit dengan memanaskan pada suhu 56°C
(atau dalam jangka waktu 10 menit pada suhu 56°C), atau membekukan pada
suhu -20°C selama 12 jam.
5. Rokok, Narkoba dan Alkohol
Obat-obatan Penting untuk mengetahui apakah ibu yang mendonorkan
ASI adalah seorang perokok, sering mengkonsumsi alkohol (kurang dari 1 gelas
92
92
per hari biasanya dianggap aman – tetapi alkohol dapat menyebabkan gangguan
tidur pada bayi), dan mengkonsumsi kafein dalam jumlah yang besar (lebih dari
1-2 cangkir perhari – dapat menyebabkan bayi menjadi rewel). Penggunaan
seluruh jenis narkotika dan obat-obatan terlarang adalah tidak aman.
6. Obat-obatan
Sebagian besar obat-obatan yang dijual secara bebas maupun yang
diresepkan oleh dokter adalah tergolong aman, dan daftar obat-obatan yang
termasuk tidak aman bagi seorang ibu yang menyusui sangat pendek. Contoh
obat-obatan yang aman termasuk antibiotika, obat asma, tiroid dan anti-
depresan.118
Dari beberapa pertimbangan kesehatan ini, juga termasuk orang-orang atau
ibu-ibu yang tidak boleh mendonorkan ASInya. Maka dari itu, dalam praktik donor
ASI ini sangat penting arti kejujuran dalam mengapresiasikan diri atau ikut andil
dalam membantu untuk saling tolong menolong dalam berbagi ASI. Karena prinsip
yang dipegang teguh oleh organisasi AIMI adalah prinsip kekeluargaan.
D. Manfaat Dan Dampak Adanya Donor Asi
1. Manfaat Adanya Donor ASI, sebagai berikut:
a. Bagi si Pemberi manfaat adanya donor ASI agar ASI yang dimiliki si
pemberi, karena sangat berlimpah prosuksi ASInya tidak terbuang sia-sia.
118
http://aimi-asi.org/2008/02/donor-asi-aman-ngga-ya/ diakses pada tanggal 14 januari
2011
93
93
b. bagi si Penerima (bayi), donor ASI dapat membantu memenuhi kebutuhan
ASI dan gizi yang belum tentu terpenuhi oleh ibu kandungnya. Misalnya:
bayi yang tidak mempunyai ibu atau meninggal disaat dia masih bayi.
c. Adanya rasa solidaritas untuk saling berbagi yang tinggi antar sesama.
d. Membantu bayi-bayi yang membutuhkan ASI.
e. Membantu ibu-ibu yang tidak dapat menyusui bayinya karena banyak faktor.
2. Dampak Adanya Donor ASI
Dampak adanya donor ASI ini berkaitan dengan ikatan dari Ibu Susu,
mengenai ikatan batin seorang bayi dengan ibu susu atau yang menjadi
pendonornya disatu sisi bayi juga mendapatkan sebagian sifat ibu yang
mendonorkannya.
Kenapa demikian? Menurut dr. Dian N. Basuki, MD, MSC, IBCLC.,
menjelaskan tentang DNA pada protein dalam ASI. “Dalam DNA, banyak sifat-
sifat manusia yang dibawa. Termasuk ada zat antibody. Jadi anak yang
mendapatkan ASI donor, disatu sisi ia juga mendapatkan sebagian dari sifat ibu
yang mendonorkannya”. 119
119
Tabloid Mom and Kiddie, Donor ASI, Selamatkan Bayi-bayi Kurang Beruntung.Ed.
10th V 20 desember 2010-02 Januari 2011, hlm.10
94
94
BAB IV
ANALISIS PRAKTIK DONOR ASI DI ASOSIASI IBU MENYUSUI
INDONESIA (AIMI) PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
E. Donor ASI Menurut Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada Musyawarah Nasional tanggal 27 Juli
2010 telah mengeluarkan 7 (tujuh) Fatwa baru, termasuk diantaranya adalah masalah
Bank Sperma dan Bank ASI. Sebagai berikut:
1. Mendonorkan dan atau menjualbelikan sperma hukumnya HARAM karena
bertentangan dengan hukum islam dan akan menimbulkan kekacauan asal-usul
serta identitas anak.
2. Mendirikan bank sperma dengan tujuan seperti tersebut di poin satu hukumnya
HARAM.
3. Mendirikan Bank ASI hukumnya boleh dengan syarat sebagai berikut:
a. Dilakukan dengan musyawarah antara orang tua bayi dengan pemilik ASI
sehingga ada kesepakatan dua belah pihak, termasuk pembiayaannya.
b. Ibu yang mendonorkan ASI-nya harus dalam keadaan sehat dan tidak sedang
hamil.
95
95
c. Bank tersebut mampu menegakkan dan menjaga ketentuan syariat.120
Majelis Ulama Indonesia (MUI) terus melakukan kajian mengenai
pendonoran ASI. Menurut Sholahudin al-Ayyub selaku wakil sekretaris komisi fatwa
MUI, mengatakan ada sejumlah persyaratan yang harus dipenuhi seseorang untuk
mendonorkan ASI. Apabila tidak terpenuhi syarat-syaratnya, maka hukumnya
HARAM.
Sejumlah syarat-syarat tersebut diantaranya yaitu:
1. Harus ada pembicara antara pendonor ASI dengan ibu kandung, ini dilakukan
agar terjadi kejelasan nashab (keluarga). Yang nantinya akan menjadi keluarga
persusuan.
2. Pendonor harus dalam keadaan sehat.
3. Anak yang menerima Donor ASI harus berusia kurang dari 2 (dua) tahun.
4. Pemberian ASI benar-benar dalam keadaan darurat.
Menurutnya juga “Ketentuan itu harus terpenuhi semuanya, ini ditakutkan
terjadinya pembentukan darah sehingga dikhawatirkan akan terjadinya penularan
penyakit menular atau keturunan yang diberikan pendonor ASI”.121
Menurut ibu Dr. Faizah Ali Sibromalisi. MA.,122
beliau menjelaskan
mengenai donor asi. Dalam islam bayi yang mendapat ASI dari ibu lain sebetulnya
120
http://www.mui.or.id/index:php?option=com_docman&task=cat_view&gid=78&
itemid=78 diakses pada tanggal 01 September 2010 121
http://www.okezone.com/read/2010/11/30/337/398569/337/mui-haramkan-donor-air-
susu-ibu.html diakses 14 Januari 2011
96
96
bukan suatu hal yang baru. Nabi Muhammad SAW sendiri mempunyai ibu susu,
yaitu oleh Halimah as-Sya‟diyah. Yang perlu menjadi perhatian khusus adalah
terjadinya hubungan antar anak yang mendapatkan ASI dan ibu yang memberikan
ASInya.
Anak yang mendapatkan ASInya melalui ASI donor atau dari ibu susu
statusnya sama dengan anak kandung yaitu menjadi mahram si ibu susu, tapi bukan
dalam hal waris. Begitu juga anak-anak si ibu susu menjadi saudara sepersusuan dari
anak-anaknya.
Perlu diperhatikan bahwa dalam Islam tidak melarang adanya ibu susu, dan
didalam Al-Qur‟an banyak sekali ayat-ayat yang menerangkan tentang kewajiban
menyusui. sebagaimana firman Allah SWT dalam surat al-Baqarah ayat 233, sebagai
berikut:
(233( : 2)انبقشة )..
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan..”(Q.S Al-Baqarah (2):233)
Surat an-Nisaa‟ ayat 23, sebagai berikut:
... ... ( 23( : 4)انغاء)
122 Anggota komisi fatwa MUI, wawancara pada tanggal 01 Juni 2010
97
97
Artinya: “..Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu…” (Q.S. An-Nisaa‟(4): 23)
Surat al-Qashash ayat 7 dan 12, sebagai berikut:
(( : 28)انقصص
7)
Artinya : “Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa; "Susuilah Dia, dan apabila kamu khawatir
terhadapnya Maka jatuhkanlah Dia ke sungai (Nil). dan janganlah kamu khawatir dan
janganlah (pula) bersedih hati, karena Sesungguhnya Kami akan mengembalikannya
kepadamu, dan men- jadikannya (salah seorang) dari Para rasul”. (Q.S. al-Qashash (28): 7)
Dan ayat 12, sebagai berikut:
( 12( : 28)انقصص)
Artinya: “Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau
menyusui(nya) sebelum itu; Maka berkatalah saudara Musa: "Maukah kamu aku tunjukkan
kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat Berlaku baik
kepadanya?”.(Q.S. al-Qashash (28): 12)
Surat Lukman ayat 14, sebagai berikut:
( 14( : 31)نقا)
Artinya: “Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya;
ibunya telah mengandungnya dalam Keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan
menyapihnya dalam dua tahun. bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu,
hanya kepada-Kulah kembalimu”. (Q.S. Lukman (31): 14)
98
98
Surat al-Ahqaf ayat 15, sebagai berikut:
( األحقاف
(46 : )15)
Arinya: “Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu
bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan
susah payah (pula). mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan,
sehingga apabila Dia telah dewasa dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa:
“Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau
berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang
saleh yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan Sesungguhnya
aku Termasuk orang-orang yang berserah diri”. (Q.S. ahl-Ahqaf (46): 15)
Surat al-Thalaq ayat 6, sebagai berikut:
(6( : 65)انغالق ).
Artinya: “Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal menurut
kemampuanmu dan janganlah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati)
mereka. dan jika mereka (isteri-isteri yang sudah ditalaq) itu sedang hamil, Maka
berikanlah kepada mereka nafkahnya hingga mereka bersalin, kemudian jika mereka
menyusukan (anak-anak)mu untukmu Maka berikanlah kepada mereka upahnya, dan
musyawarahkanlah di antara kamu (segala sesuatu) dengan baik; dan jika kamu menemui
99
99
kesulitan Maka perempuan lain boleh menyusukan (anak itu) untuknya”.(Q.S. at-Thalaq
(65): 6)
Dan Hadis Nabi SAW:
ذا سجم فكأ ػ ا عهى دخم ػه صه اهلل ػه انب ا ا اهلل ػ ػائشت سض ػ
رنك، فقانج كش كأ ج : حغش أخ : فقال. إ اك إخ ي ظش فئا انشضاػت . أ
جاػت ان (سا انبخاس يغهى)ي123
Artinya : “.Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati seorang laki-laki,
seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang kehadiran tamu itu. lalu Aisyah
menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata: “Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”.
Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara
susuanmu!Saudara sesusuan yang berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat
mengenyangkan (rasa lapar bayi)”. (H.R. Bukhari dan Muslim)
يغؼد قال اب عهى: ػ نا سضاع إنا يا شذ انؼظى :قال سعل اهلل صه اهلل ػه
بج انهحى د ).أ (اب دا124
Artinya : “Dari Ibnu Mas‟ud, ia berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda : Tidak ada penyusuan
melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”. (H.R. Abu Daud)
Dalil-dalil tersebut menerangkan tentang kewajiban ibu untuk menyusui dan
juga status dari anak-anak yang menyusu menjadi mahram.
Karena sekarang ini banyak sekali pemahaman-pemahaman yang salah
mengenai kewajiban memberikan ASI dari para ibu-ibu. Mereka ada yang sibuk
bekerja atau lebih mementingkan menjadi wanita karier sehingga melupakan
123
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.
V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.
I, nomor 1455 124
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, nomor.
2059. hlm. 316
100
100
kewajibannya untuk memberikan hak si bayi dan kewajiban menyusui ini memang
sudah qodratnya.
Mengenai keberadaan praktik donor ASI, perlu diperhatikan cara
mekanismenya praktiknya seperti apa. Apakah sudah sesuai dengan syari‟ah. Karena
setiap kali ingin melakukan donor ASI perlu dilandaskan dengan ilmu agama. Saya
mencotohkan seperti ini, “Ada seorang ibu yang mendonorkan ASInya dirumah sakit
tanpa tahu kepada siapa ASI ini diberikan, sang ibu ini hanya tahu nama sang ibu
yang menerimanya saja. Hal ini dikarenakan sang ibu yang mendonorkan itu tidak
memahami hakikat hukum dari susuan tersebut, tidak bisa asal mendonorkan saja tapi
harus dibarengi juga dengan ilmunya”.
Dan diharapkan setiap kali ingin mendonorkan ASI, sebaiknya dicatat, agar
dikemudian hari tidak ada masalah yang menyangkut mahram. Maksud dicatat disini
ialah harus jelas segala sesuatunya, misalnya seperti : si bayi itu anak siapa, nama
orang tuanya siapa, jenis kelaminnya apa dan data-data yang menyangkut riwayat
penyakit. Jangan sampai ketika anak tersebut dewasa kelak dan bertemu, lalu terjadi
pernikahan. Karena mereka sudah menjadi saudara sesusu yang menyebabkan hukum
tahrim (orang-orang yang haram untuk dinikahi).
Kewajiban mencatat disini bukan hanya dibebankan pada satu pihak,
melainkan semua pihak yang terlibat. Dan bentuk catatan tersebut dibuat dan
dikeluarkan oleh instansi terkait dalam hal ini dibebankan kepada organisasi yang
menyelenggarakan Donor ASI yakni AIMI sendiri. Contohnya seperti sertifikat
101
101
misalnya, didalamnya diterangkan dan ditandakan “bahwa anak-anak mereka pernah
disusui atau menggunakan ASI Donor”. Lalu diberikan kepada pihak-pihak yang
terlibat dan data best itu disimpan dengan baik di AIMI.
Apabila jika di AIMI sendiri tidak mengeluarkan hal semacam itu, maka dari
pihak-pihak yang terkait wajib membuat catatan sendiri. Seperti yang telah
dicontohkan dan catatan ini harus disimpan dengan baik. Kelak suatu saat nanti
dibutuhkan atau sang anak tersebut tumbuh dewasa diperlihatkan dan diberitahu
bahwa dia pernah menyusu pada ibu lain dan mempunyai saudara susuan.
Beliau juga menganjurkan kepada para pelaku dan instansi terkait, agar lebih
berhati-hati dalam menentukan pendapat sendiri, kalau belum memahami ilmunya
atau baru mengerti sedikit mengenai hukumnya, alangkah baiknya menanyakan
kepada ahlinya langsung. Seperti yang telah dicontohkan diatas jangan asal
melakukannya saja, tanpa tahu ilmu yang sebenarnya. Karena pemahaman ini sangat
penting suatu saat nanti, agar selalu bersikap hati-hati dalam menentukan sikap dan
pendapat sendiri.125
Dari penjelasan diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa pada dasarnya
praktik Donor ASI boleh dengan syarat harus dilakukan dengan musyawarah antara
orang tua bayi dengan pemilik ASI sehingga ada kesepakatan bersama termasuk
pembiayaannya.
125
Wawancara dengan ibu Dr. Faizah Ali Sibromalisi.MA., tanggal 01 juni 2010
102
102
Kondisi ibu yang mendonorkannya harus dalam keadaan sehat dan tidak
sedang hamil. Karena ditakutkan adanya penyakit yang dapat tertular melalui
penyusuan dan apabila sang ibu susu itu hamil, maka perjanjian penyusuan tersebut
dapat dibatalkan, karena sang ibu susu tersebut juga harus mempersiapkan air
susunya untuk calon bayinya dikemudian hari, ini ditakutkan ASI ibu tersebut kurang
dari cukup untuk memenuhi kebutuhan bayinya kelak.
Tempat yang memfasilitasi praktik donor tersebut harus mampu menegakkan
dan menjaga ketentuan Syariat Islam. Mereka harus mempunyai landasan hukum
yang kuat berdasarkan Syari‟at Islam, agar dalam pelaksanaannya dengan dasar
keimanan yang kuat.
Dari ketentuan Syari‟at itu, yang termasuk kedalam penyusuan itu yaitu
kurang dari masa penyusuan yakni dibawah usia 2 (dua) tahun. Dan fungsi utama
ASI Donor adalah karena memang dalam kondisi darurat.
Setiap kali ingin mendonorkan, dianjurkan kepada semua pihak yang terlibat
agar dicatat, agar dikemudian hari tidak ada masalah yang menyangkut mahram.
F. Relevansi Mengenai Praktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) dengan
Hukum Islam
Dalam hukum islam, praktik Radha’ pada dasarnya merupakan hak dan kewajiban
bagi setiap orang tua yakni ibu dan bapak si bayi, hal ini telah disepakati oleh para
103
103
fuqaha.126 Bahwa Allah SWT memberikan batas 2 (dua) tahun penuh karena pada saat itu,
anak masih sangat membutuhkan ASI sebagai sumber makanan pokok pertama yang
diadapat oleh sang anak. Oleh karena itu ibu berkewajiban menyusui bayinya kalau ia
mampu melaksanakannya . hal ini berlandaskan pada firman Allah SWT dalam surat al-
Baqarah ayat 233, sebagai berikut:
(233: (2)انبقشة)..
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2) : 233 )
Ayat diatas mengisyaratkan bagi para ibu untuk menyusui secara ideal. Maka dari
itu, hendaklah para ibu untuk menyusui hingga 2 (dua) tahun bila ingin menyempurnakan
penyusuan.
Bagi para ibu yang menghendaki penyusuan kurang dari masa waktu menyusui yang
telah ditentukan, hal ini juga dibolehkan. Akan tetapi, dalam penghentian itu dilakukan
secara musyawarah antara suami dan isteri dengan memikirkan secara masak-masak
untung ruginya.
Dalam ajaran islam, menyusui pada hakikatnya adalah bentuk nafkah yang harus
diberikan kepada bayi oleh suami melewati isteri dengan cara jalur penyusuan. Oleh karena
itu, sang suami berkewajiban mencari nafkah sesuai dengan kadar kemampuannya atau
126
Abdul Hakim al-Sayyid Abdullah, Keutamaan Air Susu Ibu, hlm. 38-41
104
104
sang suami mencarikan perempuan lain yang sehat baik jasmani maupun rohani untuk
menyusukan bayinya.127
Seperti yang telah dibahas sebelumnya, bahwasanya praktik Radha’ itu memiliki
unsur-unsur dalam pelaksanaannya. Yang pertama adanya ibu susu, yang kedua adanya
anak atau bayi yang menyusu dan yang ketiga air susu ibu.
Dari ketiga unsur ini termasuk kedalam rukun radha’, yang menjadikan sebuah
ikatan mahram.128
Karena jika kita melihat sejarah adanya Ibu susu, ini tidak lepas dari sejarah yang
menghiasi kehidupan Nabi SAW sewaktu kecil. Karena pada waktu itu tradisi ini dilakukan
karena desakan ekonomi di wilayah Arabia waktu itu. serta kondisi alam yang tidak
bersahabat, yang menimbulkan tingginya angka kematian bayi disana. Hal ini yang
melandaskan para ibu kala itu untuk mencari anak orang-orang kaya yang ingin disusukan
dengan berupa imbalan atau upah yang pantas dan layak.129
Menilik fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) diatas. bahwa
setiap orang yang ingin memberikan ASInya harus melalui Musyawarah mufakat antar
keduabelah pihak, termasuk masalah upah atau pembiayaan. Karena kalau kita lihat di awal,
bahwa ASI adalah bentuk nafkah secara tidak langsung oleh suami melalui isteri, jadi dalam
hal ini adalah ibu susu bertindak sebagai ibu yang meminta nafkah kepada sang ayah bayi
127
Huzaemah Tahido Yanggo, Fikih Perempuan Kontemporer, (Jakarta; Ghalia
Indonesia), hlm. 109-111 128
Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi‟I ; Mengupas Masalah fiqhiyah Berdasarkan Al-
Qur‟an dan Hadits, hlm 27 129
Muhammad Sa‟id Ramadhan al-Buthy, Sirah nabawiyyah; Analisis Ilmiah Manhajiah
Sejarah Pergerakan Islam, hlm. 31-32
105
105
untuk biaya merawat dan memberikan makanan bergizi kepada anaknya dalam bentuk
upah. Dan juga kejelasan mengenai hubungan Nasab anak-anak mereka nantinya.
Fatwa yang kedua ialah ibu yang mendonorkan ASI-nya harus dalam keadaan sehat
dan tidak sedang hamil. Dari pemahaman fatwa ini. Bahwa kondisi sang ibu susu harus
dalam kondisi yang prima dan juga sehat baik itu jasmani maupun rohani. Dan tidak sedang
hamil, dalam artian ketika si ibu susu ini mengandung, dia juga harus mempersiapkan
sumber makanan yang diprioritaskan untuk bayinya terlebih dahulu. Ditakutkan ketika masa
menyusuinya si ibu susu ini kurang dari cukup ASI yang diperlukan sang bayinya dan
perjanjiannya menjadi batal.
Fatwa yang ketiga Bank atau tempat yang digunakan sebagai wadah untuk
memfasilitasi ASI donor harus mempunyai landasan hukum yang ditentukan oleh Syari’at
islam dalam hal ini Syari’ yaitu Allah SWT., untuk hambanya dengan perantara Rasulullah
SAW supaya para hamba melaksanakannya dengan dasar keimanan yang kuat.
Dari ketentuan Syariat itu, yang termasuk kedalam penyusuan yaitu kurang dari
masa penyusuan yakni 2 (dua) tahun. Dan fungsi utama ASI donor adalah karena kondisi
yang memang benar-benar darurat. Misalnya ada seorang bayi yang lahir secara prematur,
sehingga harus dimasukan kedalam alat inkubator. Dan bayi tersebut belum mampu
memakan sumber makanan lain selain ASI, karena biasanya kondisi ibu yang melahirkan
secara prematur itu belum bisa memproduksi ASI-nya untuk bayinya. Maka dari itu sangat
diperlukan ASI donor, dan bantuan ASI donor ini tidak selamanya, hanya sampai si ibu ini
sudah mampu memproduksi ASInya sendiri.
106
106
Ada juga ketika melahirkan, sang ibu meninggal dunia. Atau sang ibu menderita
suatu penyakit yang menyebabkan ia tidak bisa menyusui anaknya baik secara permanen
atau hanya sementara saja. Inilah fungsi utama dari Bank ASI.
Sedangkan praktik donor ASI di AIMI ini, mekanismenya seperti yang telah dibahas
sebelumnya. Karena AIMI ini hanya sebagai mediator yang memfasilitasi ibu-ibu yang
memerlukan ASI donor dan disini tidak menyimpan ASI donor.
Namun dari AIMI sendiri mempunyai syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh para
pelaku secara tertulis. Seperti riwayat jati diri pendonor dan penerima donor termasuk
didalamnya mengenai riwayat penyakit dan dalam keadaan sehat jasmani maupun rohani.
Dan mendapatkan persetujuan dari suami, dalam artian suami harus ikut terlibat
dalam hal donor ASI ini. Setelah semua itu terpenuhi barulah sipendonor boleh
mendonorkan ASInya ke AIMI. Lalu dari AIMI mencarikan ibu-ibu yang sangat memerlukan
ASI donor. Dan kedua belah pihak dipertemukan. Lalu Dilakukan secara musyawarah antar
kedua belah pihak, dalam proses musyawarah ini AIMI yang bertindak sebagai fasilitator
tidak ikut andil dalam musyawarah. AIMI menjembatani hanya sampai batas pertemuan
saja, setelah itu mereka sendiri menentukan apakah menerima atau tidak dan menentukan
hukumnya.
Yang menjadi prioritas utama oleh AIMI yang berhak mendapatkan ASI donor ialah
bayi yang sakit dan dirawat dirumah sakit serta bayi yang lahir prematur dengan kegagalan
fungsi cerna organ tubuh. Dan juga bayi yang masih dalam waktu ASI eksklusif.
107
107
Ada juga dalam kondisi tertentu dari AIMI memberikan ASI donor dari selain yang
telah ditentukan dan kondisi adalah kondisi khusus dengan maksud membantu mengurangi
beban si ibu bayi. Menurut Ibu Mia ia menerangkan bahwa ada seorang ibu datang bertemu
dengannya, dia mempunyai bayi baru berumur 4 (empat) bulan dan dia mau pindah keluar
kota untuk bekerja selama 2 (dua) minggu lamanya. Dan dia bilang “Saya tidak bisa
menyetok ASI sebanyak itu untuk memenuhi kebutuhan ASInya, karena setiap hari si bayi
tersebut harus minum ASI lebih dari 6 (enam) botol susu ASI”.
Pada akhirnya setelah dipertimbangkan permintaan itu disetujui olehnya untuk
memberikan ASInya sendiri untuk didonorkan, karena murni ingin membantu sang ibu itu
agar tidak gagal dalam ASI eksklusif. Dan kalau seandainya ibu itu tidak dibantu oleh ASI
donor, kemungkinan sang ibu itu akan beralih kepada susu formula.130
G. Analisis Penulis mengenai Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
ASI adalah makan dan minuman yang paling utama bagi para bayi selain
karena tidak akan pernah manusia sanggup memproduksi susu buatan sekualitas
dengan ASI, juga ASI merupakan pemberian Allah Subhanahu Wa Ta‟ala kepada
seluruh anak manusia.
Menyusukan anak bagi setiap ibu, dengan cara memberikan ASI. Merupakan
suatu yang sangat penting bagi kehidupan dan kelangsungan hidup manusia didunia
ini. Lantaran ASI memiliki keutamaan, kelebihan, manfaat dan keagungan yang tidak
dapat disejajarkan, disamakan dan atau disetarakan dengan makanan dan minuman
130
Wawancara dengan Ibu Mia Susanto tanggal 04 februari 2010
108
108
lain buatan manusia. Sedangkan disisi lain, menyusui secara alami dengan ASI bagi
setiap ibu, merupakan fitrah bagi manusia yang berjenis kelamin wanita. Oleh sebab
itu, menyusukan bayi secara alami dengan ASI seorang ibu, dapat merupakan bukti
kepatuhan dalam melaksanakan perintah Allah SWT.
Dari penjelasan pada bab-bab terdahulu, bahwa Islam pada dasarnya
membolehkan adanya ibu susu. Karena Nabi Muhammad SAW sendiri sudah
mempraktikannya sewaktu kecil. Namun yang membedakan adalah mekanisme cara
dalam penyusuan kala itu yang dilakukan dengan metode yang sudah umum yakni
melalui kontak langsung dengan puting ibu.
Diskursus masalah praktik Donor ASI di Indonesia yang diselenggarakan oleh
organisasi Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI). Menurut analisa penulis bahwa
didalam Hukum Islam praktik penyusuan yang dilakukan pada umur bayi kurang dari
2 (dua) tahun, itu dapat berdampak kepada hukum tahrim.
Karena didalam Al-Qur‟an sudah sangat jelas sekali menerangkan status anak
dari ibu susu. Firman Allah SWT, sebagai berikut:
..
( 233 (:2) انبقشة)
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang
ingin menyempurnakan penyusuan….(Q.S. Al-Baqarah (2): 233 )
Dan firman Allah SWT yang lain:
109
109
.. ..(23(:4) انغاء (
Artinya: “…Dan ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan..”. (Q.S. an-
Nisaa‟ (4): 23)
Ayat ini menunjukan bahwa ibu yang menyusui berkedudukan sama dengan
ibu kandung demikian juga dengan saudara sepersusuan sama dengan saudara
kandung. Dan suami si ibu susu tersebut menjadi ayah bagi anak yang disusui ibu
susu tersebut.
Dan diperkuat oleh hadis Nabi SAW, yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas‟ud,
sebagai berikut:
يغؼد قال اب عهى: ػ نا سضاع إنا يا شذ انؼظى : قال سعل اهلل صه اهلل ػه
بج انهحى د ) .أ (سا اب دا131
Artinya: “Dari Ibnu Mas‟ud, ia berkata bahwa Nabi SAW telah bersabda : “Tidak ada penyusuan
melainkan apa yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging”. (H.R. Abu Dawud)
Dan hadis Nabi SAW yang lain:
ذا سجم فكأ ػ ا عهى دخم ػه صه اهلل ػه انب ا ا اهلل ػ ػائشت سض ػ
رنك، فقانج كش كأ ج : حغش أخ : فقال. إ اك إخ ي ظش فئا انشضاػت . أ
جاػت ان (سا انبخاس يغهى). ي132
Artinya: “Dari Aisyah r.a Bahwa Nabi SAW masuk rumah Aisyah dan mendapati seorang laki-laki,
seketika itu raut muka beliau berubah seakan tidak senang kehadiran tamu itu. lalu Aisyah
131
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, nomor.
2059. hlm. 316 132
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.
V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.
I, nomor 1455
110
110
menjelaskan kepada Nabi SAW seraya berkata: “Lelaki itu adalah saudaraku (sesusuan)”.
Nabi SAW menjawab: Hai Aisyah kenalilah baik-baik siapa-siapa yang menjadi saudara
susuanmu!Saudara sesusuan yang berakibat mahram itu adalah penyusuan yang dapat
mengenyangkan (rasa lapar bayi)” (H.R. al-Bukhari dan Muslim)
Dan hadis Nabi SAW yang lain:
انب ػباط ا اب ضة ػ ت ح اب ذ ػه عهى اس ػه ، . صه انه فقال اـا الححم ن
انغب انشضـاػت ياحشو ي حشو ي انشضـاػت، ي ت اخ سا انبخاس ).اـا اب
(يغـهى133
Artinya: “Dari Ibnu „Abbas. Bahwasanya Nabi SAW. Diminta berkahwin dengan anak Hamzah.
Maka sabda Nabi : “Sesungguhnya ia tidak halal bagiku, lantaran ia itu anak bagi saudara
susuku; karena Haram dari penyusuan itu apa-apa yang haram dengan sebab nasab”.(H.R
Bukhari dan Muslim)
Inilah dalil-dalil yang menjadikan anak yang menyusu itu kedudukannya
sama dengan anak kandung. Bagaimanapun cara pemberiannya, seperti memerah
ASInya terlebih dahulu lalu diminumkan dengan menggunakan alat dan dialirkan ke
dalam tenggorokan atau memasukkannya kedalam hidung lalu ASI tersebut telah
sampai kedalam perut atau lambung si bayi.
Bagaimanapun bentuk dari ASInya, seperti dikeringkan, dikalengkan,
dijadikan keju, berbuih dan dicampur air. Apabila sibayi memakannya, maka jelas
hukumnya tahrim. Karena pada hakikatnya, ASI itu belum hilang dengan cara-cara
seperti itu. dan unsur memberi makan kepada bayi telah tercapai, hal inilah yang
menyebabkan hukum tahrim.
133
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy, Juz.
V, hlm. 125; Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim, juz.
I, nomor 1445
111
111
Lalu bagaimana hukumnya jika yang mendonorkan ASI tersebut dari
kalangan non-muslim?. Dalam masalah ini, untuk menetapkan hukum menerima
Donor ASI dari non-muslim yaitu dengan menggunakan kaidah ushul fiqh, yakni
.”Maksudnya adalah “Asal dari sesuatu itu adalah kebolehan .االصم ف االشاء االباحت
134
Jika kita melihat definisi dari hukum kaidah ini adalah suatu hukum, dimana
Allah SWT (Syari‟) memberikan kebebasan kepada mukallaf untuk memilih diantara
mengerjakan dan meninggalkan. Seperti makan, minum, bergurau dan sebagainya.
Imam Asy-Syaukani memberikan definisi mubah sebagai berikut:
“Mubah ialah suatu perbuatan yang apabila dikerjakan atau ditinggalkan
sama-sama tidak memperoleh pujian. Dalam artian bahwa seseorang itu tidak terkena
bahaya (dosa) kalau melaksanakan perbuatan tersebut atau meninggalkannya.
Terkadang hukum mubah itu dimaksudkan untuk suatu perbuatan yang tidak
mengandung resiko apabila dikerjakan, meskipun pada mulanya perbuatan tersebut
diharamkan.”135
Karena jika dilihat dari artinya, Donor itu adalah pemberi sumbangan atau
penderma. Yakni pemberian secara sukarela tanpa mengharapkan suatu imbalan
apapun, dengan niat membantu. Masalah ini sebagaimana halnya donor darah.
134
Abdul Wahab Khallaf, Ushul Fiqh, (Kuwait; Daar al-„Ilmi, 1978), hlm. 115 135
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, (Jakarta; Pustaka Firdaus, 2003), cet. VIII, hlm.
56
112
112
Jadi, Tidak ada salahnya kaum muslimin meminta bantuan kepada non-
muslim dalam bidang pengetahuan yang tidak ada hubungannya dengan agama atau
tidak membahayakan dia khususnya dalam bidang agama. Seperti dalam bidang
kedokteran, perindustrian, pertanian dan sebagainya.
Dan orang muslim juga diperbolehkan memberi hadiah kepada non muslim
dan boleh juga menerima hadiah darinya serta membalasnya. Karena Nabi SAW
sendiri pernah diberi hadiah oleh raja non-muslim dan beliau menerimanya.136
Hukum mubah ini ditetapkan karena ada salah satu dari tiga hal, yaitu:
1. Tiada berdosa bagi orang yang mengerjakan perbuatan yang semula diharamkan,
dengan adanya Qarinah (tanda-tanda) atas diperbolehkannya perbuatan tersebut.
Seperti firman Allah SWT yang berbunyi:
( انبقشة
(2 :)173)
Artinya: Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi, dan
binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. tetapi Barangsiapa dalam
Keadaan terpaksa (memakannya) sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, Maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang.(Q.S. Al-Baqarah (2): 173)
2. Tiada nash (dalil) yang menunjukan haramnya perbuatan tersebut.
136
Yusuf Qardhowi, Halal dan Haram, (Jakarta; Robbani Pers, 2007), cet. VI, hlm. 396
113
113
3. Ada nash (dalil) yang menunjukan atas halalnya perbuatan tersebut seperti
memakan yang halal, berdasarkan firman Allah SWT yang berbunyi:
( 5(: 5)انائذة)
Artinya: “Pada hari ini Dihalalkan bagimu yang baik-baik. makanan (sembelihan) orang-orang
yang diberi Al kitab itu halal bagimu, dan makanan kamu halal (pula) bagi mereka.
(dan Dihalalkan mangawini) wanita yang menjaga kehormatan diantara wanita-wanita
yang beriman dan wanita-wanita yang menjaga kehormatan di antara orang-orang
yang diberi Al kitab sebelum kamu, bila kamu telah membayar mas kawin mereka
dengan maksud menikahinya, tidak dengan maksud berzina dan tidak (pula)
menjadikannya gundik-gundik. Barangsiapa yang kafir sesudah beriman (tidak
menerima hukum-hukum Islam) Maka hapuslah amalannya dan ia di hari kiamat
Termasuk orang-orang merugi”. (Q.S. Al-Maidah (5): 5)
Dibolehkannya suatu perbuatan yang mubah itu hanyalah bersifat temporer,
dimana seseorang itu bebas untuk memilih macam dan waktu-waktunya. Seperti
makan dihukumi mubah, hanyalah dalam macam dan waktu-waktu tertentu bukan
untuk selamanya. Akan tetapi makan bisa menjadi wajib bagi orang yang menjaga
kesehatannya dan hidupnya. Karena menjaga kesehatan adalah suatu perbuatan yang
114
114
diwajibkan. Oleh karena itu untuk hukum mubah ini, hanya bersifat situasional atau
kondisional, tidak bersifat umum, keseluruhan dan abadi.137
Jadi hukum menerima Donor ASI dari non-muslim itu hukumnya adalah
mubah (boleh). Dan hukum ini hanya bersifat sementara tidak untuk selamanya,
selama sipenerima donor tidak menemukan ASI donor yang lain selain dari itu dan
tentunya dalam keadaan darurat.
137
Muhammad Abu Zahrah, Ushul Fiqh, hlm. 57-58
115
115
BAB V
PENUTUP
H. Kesimpulan
Berdasarkan uraian dan analisis yang penulis dapatkan maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
1. Yang melatarbelakangi timbulnya Praktik Donor ASI di Organisasi Asosiasi Ibu Menyusui
Indonesia (AIMI), itu berasal dari kebutuhan serta keinginan para ibu-ibu akan adanya
ASI donor. hal itu terkait dengan minimnya kesadaran masyarakat tentang keunggulan
ASI. Mereka yang sadar dan memahami betul manfaat ASI, itulah yang terpanggil
menjadi pendonor, atau memerlukan ASI donor.
2. Mekanisme paraktik Donor ASI di Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI) adalah
sebagai berikut:
a. Pendonor wajib membuat surat pernyataan bermaterai, yang isinya adalah
keterangan sehat, tidak mengidap penyakit berat maupun keturunan dan syarat-
syarat yang telah ditentukan oleh AIMI.
b. Penerima donor wajib membuat surat pernyataan diatas kertas bermaterai yang
bersedia menerima resiko dari ASI donor dan syarat-syarat yang telah ditentukan
oleh AIMI.
3. Manfaat pemberian ASI oleh Donor ASI (ibu susu)
116
116
a. Bagi si Pemberi manfaat adanya donor ASI agar ASI yang dimiliki si
pemberi, karena sangat berlimpah prosuksi ASInya tidak terbuang sia-sia.
b. Bagi si Penerima (bayi), donor ASI dapat membantu memenuhi kebutuhan
ASI dan gizi yang belum tentu terpenuhi oleh ibu kandungnya. Misalnya:
bayi yang tidak mempunyai ibu atau meninggal disaat dia masih bayi.
c. Adanya rasa solidaritas untuk saling berbagi yang tinggi antar sesama.
d. Membantu bayi-bayi yang membutuhkan ASI.
e. Membantu ibu-ibu yang tidak dapat menyusui bayinya karena banyak faktor
seperti terkena penyakit yang menyebabkan sang ibu tersebut tidak dapat
menyusui secara permanen atau hanya sementara saja.
4. Hukum Donor ASI menurut Hukum Islam adalah pada dasarnya boleh dengan syarat
harus dilaksanakan berdasarkan ketentuan Syariat Islam.
I. Saran
Donor ASI merupakan bukan hal baru dalam Islam, Nabi SAW sendiri
mempunyai ibu susu yakni oleh Halimah as-Sya‟diyah. Namun yang perlu dicermati
adalah mengenai mekanisme yang diberlakukan.
Dalam hukum Islam mekanisme ini telah diatur sedemikian rupa oleh Allah
SWT melalui firmannya dengan perantara Rasul SAW untuk hambanya, agar tidak
tersesat dalam melakukannya dan harus didasarkan dengan keimanan yang kuat.
117
117
Masalah ini perlu ada perhatian khusus oleh organisasi atau instansi-instansi
yang menyediakan praktik Donor ASI, seperti AIMI ini. Mereka harus mempunyai
landasan hukum yang kuat untuk menjadi pegangan mereka, meski terdapat
perbedaan-perbedaan pendapat dikalangan ulama. Karena, pemahaman akan ilmu-
ilmu agama-dalam hal ini ilmu Fikih- begitu sangat penting dan tidak boleh
melakukan sesuatu tanpa dilandasi dengan ilmu. Apalagi menentukan sikap dan
pendapat sendiri.
Kalau perlu, setiap program yang mereka buat atau yang mereka canangkan
harus didampingi paling tidak ada satu badan hukum atau orang-orang yang ahli
dalam bidangnya. Ini berguna ketika terjadi permasalahan yang timbul dikemudian
hari dan semuanya itu dapat dipertanggung jawabkan dengan baik.
Untuk itu penulis hanya bisa menyarankan kepada pihak-pihak yang terlibat
didalam Praktik Donor ASI, agar selalu bersikap hati-hati dalam menentukan
pendapat.
Wa Allahu A‟lam bi as-Shawab ..
118
118
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur‟an Al-Karim
Abbas, Ahmad Sudirman, Pengantar Pernikahan: Analisis Perbandingan Antar
Mazhab, T.tp: Pt. Prima Heza Lestari, 2006, cet. I
Abdullah, Abdul Hakim al-Sayyid, Keutamaan Air Susu Ibu, Jakarta: PT. Fikahati
Anesha, 1993
Abu Daud, Sulaiman bin al-Asy‟as al-Sijistaniy al-Azdiy, Sunan Abi Daud, Bairut:
Dar Ibnu Hazm, 1997, cet. I
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek, Jakarta: PT.
Rineka Cipta, 1998, cet. XI, ed. Revisi IV
Ayub, Syeikh Hasan, Fiqh Keluarga, Jakarta: Pustaka Fal-Kautsar, 2001, cet. I
Al-Baihaqi, Ahmad bin al-Husain bin Ali, Sunan al-Kubra, Beirut: Dar al-Fikr, t.th,
juz VII
Al-Bijirmiy, Syeikh Sulaiman, Kitab Bijirmiy ala al-khatibi, Beirut: Dar al-Fikr,
1995, juz. IV
Al-Bukhariy, Abi Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim, Shahih Bukhariy,
Beirut: Dar al-Fikr, 1981. Juz. V
Al-Buthy, Muhammad Said Ramadhan, Sirah Nabawiyyah: Analisis Ilmiah
Manhajiyah Sejarah Pergerakan Islam, Jakarta: Robbani Press, 1999, cet. I
Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru, 2001
Danim, Sudarman, Menjadi Peneliti Kualitatif, Bandung: CV. Pustaka Setia, 2002
cet. I
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta;
Balai Pustaka, 1988, cet. I
Al-Ghazi, Ibnu Qosim, Kitab Hasiyah al-Bujuriy, juz. 2
Hasan, Ahmad, Terjemah Bulughul Maram Ibnu Hajar al-Asqolani, Bandung: CV.
Penerbit Diponegoro, 2002, cet. XXVI
Hasyem, Fuad, Sirah Muahmmad Rasulullah: Suatu Penafsiran Baru, Bandung:
Mizan, 1984
119
119
Hasan, Muhammad Ali, Perbandingan Mazhab, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 1998
Ibnu Rusyd, Bidayah al-Mujtahid wa nihayah al-Muqtasid, juz. II
Indriarti, MT, A to Z the Golden Age: Merawat, Membesarkan dan Mencerdaskan
Bayi Anda Sejak dalam Kandungan Hingga Usia 3 Tahun, Jogjakarta: CV.
Andi Offset, 2007
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim, Fiqh Bayi, Jakarta: Fikr, 2007
Al-Jaziri, Abdurrahman, Kitab al-Fiqh „ala Mazhahib al-Arba‟ah, Beirut: Dar al-
Fikr, t.th, cet.IV
Jone, Derek liewellyn, Ginekologi dan Kesehatan Wanita, Jakarta: Gaya Favorit
Press, 1977
Kashiko, Kamus Al-Munir Arab – Indonesia, Surabaya; Kasikho, 2000, cet. I
Khallaf, Abdul Wahab, „Ilmu Ushul al-Fiqh, Kuwait: Daar al-„Ilmi, 1978
Lings, Martin, Muhammad: Kisah Hidup Nabi Berdasarkan Sumber Klasik, Jakarta:
PT. Serambi Ilmu Semesta, 2003, ed. VI
Moehji, Sjahmien, Ilmu Gizi II: Penanggulangan Gizi Buruk, Jakarta: Papas Sinar
Sinanti, 2003
Mughniyyah, Muhammad Jawad, Fiqh Lima Mazhab: Ja‟far, Hanafi, Maliki, Syafi‟I
dan Hambali, Jakarta: PT. Lentera Basritama, 2003, cet. II
Muslim, Abi Husain Muslim bin Hajjaji al-Qusyairiy al-Neisaburiy, Shahih Muslim,
Beirut: Dar al-Fikr, t.th, juz. I
Roesli, Utami, Mengenal ASI Eksklusif, Jakarta: Trubus Agriwidya, 2000
Rafiq, Ahmad, Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grapindo Persada, 2003
Ash-Shiddieqy, Hasbi, Pengantar Ilmu Fiqh, Jakarta: PT. Bulan Bintang, 1985
Shihab, Quraish, Tafsir Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta:
Lentera Hati, 2007, cet. X, jilid I
120
120
Shihab, Quraish, Tafsir Mishbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur‟an, Jakarta: Lentera Hati, 2007, cet. X, jilid II
Siregar, Muhamad Arifin, Pemberian ASI Eksklusif dan Faktor-faktor yang
Mempengaruhinya, Medan: Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas
Sumatra Utara, 2004
Soemitro, Ronny Hanitijo, Metodologi Penelitian Hukum, T.tp, T.p, T.th
Subagyo, Joko, Metode Penelitian dalam teori dan Praktek, Jakarta: PT. Raja
Grapindo Persada, 2003, ed. I, cet. VI
Sunardi, Ayah Beri Aku ASI, Solo: Aqamedika, 2008
Syarifuddin, Amir, Ushul Fiqh II, Ciputat: PT. Logos Wacana Ilmu, 2005, cet. III
Qordhowi, Yusuf, Halal dan Haram, Jakarta: Robbani Press, 2007, cet. VI
Uwaidah, Syeikh Kamil Muhammad, Fiqh Wanita, Jakarta: Pustaka Kautsar, 2003,
cet. XII
Yanggo, Huzaemah Tahido, Fikih Perempuan Kontemporer, Jakarta: Ghalia
Indonesia, t.th
Zahrah, Muhammad Abu, Ushul al-Fiqh, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2003, cet. VIII
Zuhaili, Wahbah, Fiqh Imam Syafi‟i: Mengupas Masalah Fiqhiyah berdasarkan al-
Qur‟an dan Hadits, Jakarta: al-Mahirah,2010, cet. I
Zuhaili, Wahbah, Konsep Darurat Dalam Hukum Islam Studi Banding Dengan
Hukum Positif, Jakarta: Gaya Media Pratama, 1997, cet. I
Koran Media Indonesia, Pop Komunitas: Asosiasi Ibu Menyusui Indonesia (AIMI)
Agar Bayi Kembali Mengonsumsi ASI, Jumat, 11 Maret 2011
Koran Republika, Wawasan: Menyusui adalah Perintah Agama, Rabu, 4 Agustus
2010
Koran Republika, Teraju: Separuh Hati Mendukung ASI, Senin, 21 Maret 2011
Koran Republika, Teraju: Tren Global Menyusui Dua Tahun, Senin, 21 Maret 2011
121
121
Koran Tempo, Kosmo:Pemberian ASI menurun, Senin 4 Agustus 2008
Koran Tempo, Kosmo: Tips Penyimpanan ASI, Senin 8 Maret 2010
Koran Tempo, Kosmo: Perilaku Anak Berawal dari ASI, Rabu 5 November 2010
Majalah Ayah Bunda, edisi 25 September - 08 Oktober 2004
Majalah Kartini, no.2221 edisi 26 Juni - 10 Juli, 2008
Tabloid Mam and kiddie, Donor ASI Selamatkan Bayi-bayi yang Kurang Beruntung,
edisi. 10th
V, 20 Desember- 02 Januari 2011
http://aimi-asi.org/2008/02/donor-asi-aman-ngga-ya?
http://aimi-asi.org/2011/01/rapat-dengar-pendapat-umum-aimi-dengan-kamisi-IX-
dpr-ri-selasa-25-januari-2011/comment-page-1/#comment-8489
http://health.groups.yahoo.com/group/asiforbaby/
http://kesehatan.kompas.com/read/2010/05/016/06211/donor.asi.bagaimana.caranya?
http://selasi.net/artikel/klipping-artikel-menyusui/156-alasan-medis-yang-dapat-
diterima-sebagai-dasar-penggunaan-pengganti-asi/
http://www.detikhealth.com/read/2010/11/154034/1491453/mengapa-asi-eksklusif-
harus-6-bulan/
http://www.detikhealth.com/read/2010/11/10/121828/14911/764/asi-6-bulan-sama-
dengan-menyelamatkan-30.000-bayi
http://www.harunyahya.com/indo/artikel/082/
http://www.kamusbahasaindonesia.org/donor
122
122
http://www.mui.or.id/indext:php?option=com_docman&task=cat_view&gid=788itemid=78
http://www.okezone.com/read/2010/11/30/337/398509/337/mui-haramkan-donor-asi