Data Babaranjang

26
35 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Pengumpulan Data Dari berbagai data yang tersedia, maka untuk keperluan penelitian ini dikumpulkan data yang terkait dengan topik penelitian dan telah diuraikan kegunaannya pada bab sebelumnya. Pada garis besarnya data tersebut meliputi data rencana produksi, yang merupakan kebutuhan (demand) angkutan dan data prasarana jalan rel yang merupakan supply dalam suatu sistem transportasi serta dibedakan atas data utama dan data tambahan. Data utama adalah data yang akan digunakan untuk analisis, sedangkan data tambahan adalah informasi lain yang digunakan untuk membantu proses analisis. Data tambahan berupa deskripsi atau informasi besaran-besaran teknis yang sebelumnya telah ditentukan. 4.1.1. Data Rencana Produksi PT. Bukit Asam merencanakan untuk melakukan produksi batubara pada salah satu wilayah tambangnya di Banko Tengah Sumatera Selatan, secara bertahap selama masa konsesi penambangan 20 tahun. Besarnya rencana produksi dari tahun ketahun hingga akhir masa konsesi disampaikan dalam tabel dibawah ini.

description

Data Babaranjang

Transcript of Data Babaranjang

Page 1: Data Babaranjang

35

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Pengumpulan Data

Dari berbagai data yang tersedia, maka untuk keperluan penelitian ini

dikumpulkan data yang terkait dengan topik penelitian dan telah diuraikan

kegunaannya pada bab sebelumnya. Pada garis besarnya data tersebut meliputi

data rencana produksi, yang merupakan kebutuhan (demand) angkutan dan data

prasarana jalan rel yang merupakan supply dalam suatu sistem transportasi serta

dibedakan atas data utama dan data tambahan. Data utama adalah data yang akan

digunakan untuk analisis, sedangkan data tambahan adalah informasi lain yang

digunakan untuk membantu proses analisis. Data tambahan berupa deskripsi atau

informasi besaran-besaran teknis yang sebelumnya telah ditentukan.

4.1.1. Data Rencana Produksi

PT. Bukit Asam merencanakan untuk melakukan produksi batubara pada

salah satu wilayah tambangnya di Banko Tengah Sumatera Selatan, secara

bertahap selama masa konsesi penambangan 20 tahun. Besarnya rencana

produksi dari tahun ketahun hingga akhir masa konsesi disampaikan dalam tabel

dibawah ini.

Page 2: Data Babaranjang

36

Tabel 4. 1 Rencana Produksi Batubara

No. Tahun ke Juta Ton /Tahun (MTA)

1 1 5

2 2 8

3 3 10

4 4 sampai dengan 20 20 ( Sumber: Railway Feasibilty Study, PT Dardela & Ing Rail BV )

4.1.2. Data Prasarana Jalan Rel

Data geometri jalan rel berupa gambar alignment horisontal (plan)

maupun alignment vertikal (profile) dari rencana trace track. Alignment dihitung

dari lokasi titik masuk Train Port Terminal (TPT) di Srengsem sebagai KM 0 +

000 dan lokasi titik masuk Train Loading System (TLS) di Banko Tengah

sebagai akhir jalan rel dengan notasi KM 307 + 476. Pada trace geometri juga

terletak stasiun antara TLS dan TPT. Alignment horisontal (plan) dan alignment

memanjang (profile) keseluruhan panjang jalan rel secara umum disampaikan

dalam gambar berikut. Untuk alignment horisontal per bagian atau ruas

disampaikan dalam Lampiran.

Page 3: Data Babaranjang

37

Profile

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

0 30000 60000 90000 120000 150000 180000 210000 240000 270000 300000 330000

Location (m)

Elev

atio

n (m

)

Gambar 4.1 Alignment Horisontal dan Potongan Memanjang Jalan Rel

Page 4: Data Babaranjang

38

Diantara data prasarana jalan rel, yang penting dan akan digunakan dalam

analisis adalah nama stasiun, nomer dan jarak antar stasiun seperti dalam tabel

4.2. berikut.

Tabel 4. 2 Data Stasiun

No Stasion Km Jarak ke stasion

berikutnya Fungsi

1 SRENGSEM 0+800 14200 - Train Unloading - Train Depart - Train Sub Depot

2 SUKABUMI 15+000 16000 - Crossing 3 PEMANGGILAN 31+000 14000 - Crossing 4 SUKARAME 45+000 16000 - Crossing

- MOW Equipment Stabling - Ballast Depot

5 SUMBEREJO 61+000 16000 - Crossing 6 KALIRANDU 77+000 14000 - Crossing 7 TANJUNG IMAN 91+000 15236 - Crossing 8 KOTABUMI BARU 106+236 12764 - Crossing 9 KENDALISODO 119+000 15500 - Crossing

10 NEGARARATU BARU 134+500 12500 - Crossing - Train Crew Mess

11 TULUNGBUYUT BARU 147+000 13500 - Crossing - MOW Equipment Stabling - Ballast Depot

12 NEGERIAGUNG BARU 160+500 14675 - Crossing 13 PAHUNG 175+175 15672 - Crossing 14 WAYTUBA BARU 190+747 15753 - Crossing 15 MARTAPURA BARU 206+500 14000 - Crossing

- MOW Equipment Depot - Ballast Depot - Track Warehouse

16 GILAS BARU 220+500 16060 - Crossing 17 TALANG PUSAR 236+560 9940 - Crossing

- MOW Equipment Stabling - Ballast Depot

18 PELAWAN 246+500 15500 - Crossing 19 GUNUNGMERAKSA 262+000 14000 - Crossing 20 PRABUMENANG 276+000 14500 - Crossing 21 SINARLUBAI 290+500 14676 - Crossing 22 SUBANJERO 305+176 2300 - Crossing 23 BANKO TENGAH 307+476 - Train Loading

- Train Depart - Train Depot

Page 5: Data Babaranjang

39

4.1.3. Data Sarana

Dalam kegiatan perkeretaapian , yang termasuk sarana adalah lokomotif,

kereta penumpang (coach), gerbong barang (wagon), KRL dan KRD. Dalam

lingkup obyek pembahasan, sarana adalah lokomotif dan wagon saja, karena

kereta ini direncanakan khusus untuk mengangkut batubara, bukan untuk

mengangkut penumpang. Hasil kajian khusus oleh PT. Bukit Asam maka telah

menentukan rangkaian kereta yang akan digunakan seperti dalam Tabel

4.3.berikut.

Tabel 4. 3 Spesifikasi Rangkaian Kereta

No. Jenis Satuan Besaran 1. Lokomotif

Type DF8 Unit 1

2. Gerbong Type K18N Hopper Car

Unit 55

3. Kapasitas gerbong Ton/gerbong 60 4. Kapasitas Angkut Rangkaian Ton/kereta 3.300

( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV )

Lokomotif type DF8 yang akan digunakan disampaikan dalam gambar

berikut.

Gambar 4.2. Lokomotif Type DF 8

( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing RailBV )

Page 6: Data Babaranjang

40

Adapun jenis gerbong type K18N Hopper Car adalah seperti tampak

dalam gambar berikut.

Gambar 4.3. Gerbong Type K18N Hopper Car ( Sumber: Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV )

4.1.4. Kecepatan Rata-rata

Kecepatan rata-rata operasi kereta diperoleh dari total jarak dibagi waktu

tempuh rata-rata sepanjang jalur rel yang ditinjau. Waktu tempuh yang dimaksud

merupakan fungsi ruling gradient. Besarnya kecepatan rata-rata merupakan hasil

studi yang dilakukan khusus oleh PT. Bukit Asam saat melakukan pemilihan

rangkian kereta yang melibatkan berbagai jenis lokomotif dan gerbong

pengangkut batubara yang tersedia di pasaran dunia.

Dalam penelitian ini digunakan nilai kecepatan rata-rata dari hasil studi

tersebut yaitu sebesar 46 km/jam.

4.1.5. Waktu Muat dan Waktu Bongkar

Waktu muat adalah waktu yang diperlukan oleh rangkaian kereta api

sejak datang di TLS hingga siap berangkat kembali setelah dimuati batubara.

Waktu muat terdiri dari waktu langsir untuk pemuatan dan waktu inspeksi.

Page 7: Data Babaranjang

41

Waktu bongkar adalah waktu yang diperlukan oleh rangkaian kereta api

sejak kedatangan di TPT untuk membongkar muatan dan memutar kembali siap

melanjutkan perjalanan. Waktu bongkar terdiri atas waktu langsiran penurunan

muatan dan waktu inspeksi.

Baik waktu muat maupun waktu bongkar merupakan topik atau obyek

kajian lain terkait dengan pemilihan kapasitas peralatan muat bongkar. Dalam

kajian ini waktu muat dan waktu bongkar digunakan data dari PT. Bukit Asam

yang telah memilih sistem bongkar muat tertentu yang hasilnya sebagai berikut:

Waktu muat:

Waktu langsir untuk pemuatan = 20 menit

Waktu inspeksi = 25 menit

Waktu muat keseluruhan = 45 menit

Waktu bongkar:

Waktu langsir penurunan muat = 118,8 menit

Waktu inspeksi = 25 menit

Waktu bongkar keseluruhan = 143,8 menit

4.1.6. Konfigurasi Minimum Jalur Rel di Stasiun

Jalur rel untuk kereta api batubara antara Banko Tengah dan Srengsem

merupakan jalur tunggal yang tidak memungkinkan terjadinya persilangan antara

kereta berlawanan arah ataupun penyusulan kereta searah. Persilangan maupun

penyusulan hanya mungkin dilakukan pada sepur simpang di stasiun. Oleh

karena itu perlu ditetapkan konfigurasi minimum tata letak jalur rel di stasiun

yang menunjukkan adanya sepur simpang yang berguna tidak hanya untuk

Page 8: Data Babaranjang

42

persilangan dan penyusulan saja, tetapi juga sebagai jalur cadangan apabila

terjadi gangguan pada suatu kereta yang dapat dimasukkan ke dalam sepur

simpang tersebut agar tidak mengganggu jalur utama. Studi tata letak jalur rel

yang telah dilakukan memberikan informasi tentang hal tersebut seperti

disampaikan dalam gambar 4.8.

Gambar 4.4. Konfigurasi Minimum Tata Letak Jalur Rel di Stasiun ( Sumber:Railway Feasibility Study, PT Dardela & Ing Rail BV )

4.2 Pengolahan Data

Sesuai dengan tujuan optimasi yaitu untuk mengetahui alternatif

keputusan terbaik antara pembangunan langsung dengan kapasitas penuh dan

membangun bertahap, maka pengelolaan data dilakukan berdasarkan target

produksi tahun pertama dan tahun ke 4 - 20 saja. Pembangunan bertahap per

tahun sesuai rencana produksi dianggap tidak realistis dari segi kepraktisan

pelaksanaan konstruksi.

4.2.1 Perhitungan Target Jumlah Angkutan

Target jumlah angkutan adalah sasaran jumlah produksi yang harus

terangkut sesuai dengan tahun produksi yang ditinjau, yaitu tahun pertama dan

tahun keempat hingga keduapuluh. Besarnya target jumlah angkutan dihitung

dengan menggunakan faktor keamanan berupa tambahan 20% dari rencana

Page 9: Data Babaranjang

43

produksi, sehingga target jumlah angkutan adalah 1,2 kali rencana produksi,

perhitungan dan hasilnya disampaikan dalam tabel 4.3. berikut :

Tabel 4. 4 Target Jumlah Angkutan

Tahun Produksi

Produksi (MTA)

Tambahan 20% (MTA)

Jumlah Angkutan (MTA)

Tahun 1 5 1 6 Tahun 4-20 20 4 24

4.2.2. Perhitungan Hari Kerja Efektif

hari kerja efektif digunakan untuk mengetahui jumlah hari setahun

dimana kereta pasti dapat beroperasi. Perhitungan dilakukan untuk tiap tahun

produksi yang ditinjau :

Untuk tahun produksi ke 4 – 20

1. Jumlah hari kalender : 365 hari

2. Jumlah hari libur : 7 hari

3. Hari kerja per tahun : 358 hari

4. Jam kerja per hari : 8 jam

5. Jam kerja per tahun : 8.592 jam

6. Pengurangan jam kerja :

a. Akibat Pemeliharaan = JumlahMTT

FxTTKapasitasM

Lx /121000

L = panjang keseluruhan jalan rel = 320 Km

F = frekuensi pemeliharaan per tahun = 6 bulan

Kapasitas MTT = 400 meter/jam

Jumlah MTT = 3 buah

Maka pengurangan akibat pemeliharaan = 533,33 jam/tahun

Page 10: Data Babaranjang

44

b. Akibat Hari Jelek Untuk Operasi

Hari jelek untuk operasi didefinisikan sebagai hari dengan cuaca

ekstrem yang menyebabkan operasi perjalanan kereta api tidak dapat

dijalankan dengan aman sesuai dengan standard keselamatan yang

berlaku. Menurut praktek umum dalam bidang perkeretaapian,

diambil keadaan dengan cuaca jelek tersebut selama 4 hari atau sama

dengan 96 jam/tahun.

c. Akibat Keterlambatan yang Tidak Diharapkan

Operasi kereta api umumnya sudah dilengkapi dengan berbagai

peraturan operasi untuk mengantisipasi berbagai keterlambatan

perjalanan. Namun begitu masih terdapat berbagai hal diluar jangkuan

manusia yang tidak dapat tercakup dalam peraturan tersebut dan

biasanya keterlambatan tersebut dialokasikan sebagai cadangan

dengan besaran umumnya 5% dari jam kerja per tahun, yaitu = 5 % x

8.592 = 429,60 jam/tahun

d. Akibat kecelakaan yang tidak diharapkan

Besarnya pengurangan jam kerja per tahun akibat kecelakaan yang

tidak diharapkan biasanya diambil 5% dari jumlah jam kerja per

tahun yaitu 429,60 jam.

Dengan demikian jumlah pengurangan jam kerja adalah :

533,33 + 96 + 429,60 + 429,60 = 1.488,53 jam kerja per tahun

Maka jam kerja efektif = 8.592 – 1.488,53 = 7.103,47 jam kerja/tahun

atau sama dengan 295 hari.

Page 11: Data Babaranjang

45

• Untuk tahun produksi pertama, perbedaan perhitungan hanya terletak pada

pengurangan jam kerja akibat pemeliharaan dimana cukup digunakan

peralatan MTT 1 unit dengan perioda pemeliharaan 3 bulan. Sehingga jam

kerja per tahun akibat pemeliharaan adalah :

320 x 1000 x 12/3 = 3.200 jam 400 1

Maka jam kerja efektif = 8.592 – 4.155,20 = 4.436,8 jam/tahun atau 184

hari.

• Dengan cara perhitungan seperti diuraikan diatas, maka proses selanjutnya

dapat dilakukan sacara tabelaris yang disampaikan dalam tabel 4.5.

Tabel 4. 5 Perhitungan Hari Kerja Efektif No. Hari Kerja Satuan Tahun 1 Tahun 4-20

1 Hari Kalender Hari 365 3652 Hari libur setahun Hari 7 73 Hari keja per tahun Hari 358 3583 Jam kerja per hari Jam 24 244 Jam kerja per tahun Jam 8.592 8.5925 Pengurangan jam kerja a. Pemeliharaan jalan rel − Jumlah keperluan MTT Unit 1 3 − Kapasitas MTT per jam m/jam 400 400 − Frekwensi pemeliharaan Bulan 3 6 − Pengurangan jam kerja Jam/th 3.200 533.33 b. Hari dengan cuaca jelek − Estimasi jumlah hari Hari 4 4 − Ekivalensi jumlah jam Jam/tahun 96 96 c.Akibat keterlambatan diluar perhitungan − Estimasi prosentase thd total % 5 5 − Ekivalensi jumlah jam per tahun Jam/th 429,60 429,60 d. Akibat kecelakaan − Estimasi prosentase % 5 5 − Ekivalensi jumlah jam per tahun Jam/th 429,60 429,606 Hari Kerja Efektif a. Jumlah pengurangan jam kerja Jam/th 4.155,20 1.488,53 b. Jam kerja efektif per tahun Jam/th 4.436,80 7.103,47

c. Hari kerja efektif per tahun Hari/th 184 295

Page 12: Data Babaranjang

46

4.3. Analisis Operasi Perjalanan Kereta Api

4.3.1. Frekuensi Perjalanan Kereta

Dari hasil perhitungan target jumlah angkutan pada subbab 4.2.1 dan hari

kerja efektif pada sub bab 4.2.2 dapat dihitung kebutuhan kapasitas angkut per

tahun yang besarnya = target jumlah angkutan / hari kerja efektif

Perhitungan dan hasil untuk tiap target tahun produksi adalah seperti tabel

berikut :

Tabel 4. 6 Perhitungan Kebutuhan Kapasitas Angkut

Tahun Produksi Target Jml. Angkutan (MTA) Hari Kerja Efektif

Kebutuhan Kapasitas Angkut

(ton/hari) Tahun 1 6 184 32.608,70 Tahun 4 - 20 24 295 81.355,93

Dengan kebutuhan kapasitas angkut yang diperoleh diatas, maka dapat

dihitung frekuensi kereta bermuatan (loaded) yang diperlukan dengan

menggunakan kapasitas rangkaian satu kereta api sebesar 3.300 ton seperti

diuraikan pada bab 4.1.3 , sehingga:

Frekuensi = kebutuhan kapasitas angkut / kapasitas angkut rangkaian

Hasil perhitungan tiap tahun yang ditinjau disampaikan dalam tabel berikut :

Tabel 4. 7 Kebutuhan Frekuensi Kereta

Tahun Produksi Kebutuhan Kapasitas Angkut (ton/hari)

Kapasitas Angkut

Rangkaian (ton)

Kebutuhan Frekuensi Kereta

(KA/hari) Tahun 1 32.608,70 3.300 9,88 Tahun 4 - 20 81.355,93 3.300 24,65

Page 13: Data Babaranjang

47

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa frekwensi kereta bukan merupakan

bilangan bulat. Hal ini pasti tidak bisa diterapkan dalam praktek operasi

perjalanan. Oleh karena itu dilakukan pembulatan kebawah untuk mendapatkan

frekuensi perjalanan kereta, sehingga untuk masing-masing tahun produksi

diperoleh hasil sebagai berikut.

Frekuensi perjalanan kereta

− Tahun produksi 1 = 9 kereta/hari

− Tahun produksi 4-20 = 24 kereta/hari.

4.3.2 Penentuan Headway

Headway adalah selang waktu antara keberangkatan satu kereta dengan

kereta berikutnya. Operasi pengangkutan batubara direncanakan berlangsung

menerus 24 jam, sehingga nilai headway dapat diperoleh dari pembagian waktu

operasi dengan jumlah kereta rencana. Nilai headway tersebut merupakan harga

maksimum yang tidak boleh terlampaui agar derajat pelayanan angkutan yang

diinginkan masih dapat dipertahankan. Hasil penentuan nilai headway maksimun

dengan anggapan distribusi headway adalah seragam selama 24 jam sehari

disampaikan dalam tabel berikut :

Tabel 4. 8 Besaran Headway Maksimum

Tahun Produksi Frekuensi Perjalanan Headway Maksimum

Tahun pertama 9 1609

60*24= menit

Tahun keempat dst. 24 6024

60*24= menit

Page 14: Data Babaranjang

48

4.3.3 Penelusuran Perjalanan Kereta

Penelusuran perjalanan kereta adalah analisis mengikuti jejak perjalanan

kereta api baik untuk yang berangkat dari Tanjung Enim, yaitu lokasi TLS (Train

Loading System) menuju ke Srengsem tempat beradanya TPT (Train Port

System) ataupun sebaliknya dari TPT menuju TLS. Perhitungan dilakukan dari

titik masuk TLS hingga titik masuk TPT dengan panjang jalan rel 307.476 m

atau 307,476 Km. Proses setelah titik masuk kedua tempat tersebut dinyatakan

sebagai waktu muat di TLS dan waktu bongkar di TPT. Panjang keseluruhan

jalan rel termasuk dalam sistem TLS dan TPT adalah 320 Km.

Faktor-faktor yang di perhitungkan dalam proses penelusuran meliputi :

− Kecepatan operasi V = 46 Km/jam

− Waktu bongkar di TLS = 45 menit (termasuk inspeksi)

− Waktu bongkar di TPT = 143,8 menit (termasuk waktu inspeksi)

− Waktu pergantian awak kereta = 15 menit (untuk kereta bermuatan)

= 2 menit (untukkereta kosong)

− Waktu crossing (waktu tunggu bersilang) = 15 menit (untuk kereta kosong)

Proses Perhitungan

a. Kereta bermuatan dari TLS menuju TPT

Bila posisi stasiun A = X1 (dalam meter)

Bila posisi stasiun B = X2 (dalam meter)

Maka jarak antara stasiun A ke stasiun B = XAB = XX 21−

Waktu perjalanan antara A ke B = TAB = V

X AB

Page 15: Data Babaranjang

49

Waktu kumulatif antara TLS ke TPT = ∑=

=

++TPTj

TLSiTLTij '15

b. Kereta kosong dari TPT menuju TLS

Stasiun A = X1 (dalam meter)

Stasiun B = X2 (dalam meter)

Jarak antara stasiun A ke stasiun B = XAB = XX 21−

Waktu perjalanan antara A ke B = TAB = V

X AB + 15’

Waktu kumulatif dari TPT sampai TLS = ∑=

=

++TLSj

TPTiTULTij '2

Perhitungan selanjutnya untuk produksi tahun ke 4 sampai ke 20 dilakukan

secara tabelaris yang disampaikan dalam tabel berikut :

Page 16: Data Babaranjang

50

Tabel 4. 9 Perhitungan Waktu Perjalanan Kereta Api

PERHITUNGAN WAKTU PERJALANAN KERETA APISTASIUN

TPT 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 TLSWaktu PerjalananChainage, patok km KM+000 800 15000 31000 45000 61000 77000 91000 106236 119000 134500 147000 160500 175175 190747 206500 220500 236560 246500 262000 276000 290500 305176 307476Jarak antar stasion (jarak sebenarnya) Meter 14200 16000 14000 16000 16000 14000 15236 12764 15500 12500 13500 14675 15572 15753 14000 16060 9940 15500 14000 14500 14676 2300Gradien hela %o

KA BERMUATAN (Dari TLS)Kecepatan rata2 Km/jam 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46Langsiran untuk muat menit 20Inspeksi (pemeriksaan) menit 25Waktu berjalan menit 18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 19.873 16.6487 20.2174 16.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 18.913 19.1426 3Pergantian awak KA menit 15Kumulatif waktu perjalanan menit 460.012 441.49 420.621 402.36 381.49 360.621 342.36 322.487 305.838 285.621 254.317 236.708 217.567 197.255 176.708 158.447 137.499 124.534 104.317 86.0557 67.1426 48 45

jam 7.66687 425.012KA KOSONG (Dari TPT)Kecepatan rata2 Km/jam 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46 46Waktu bongkar muatan menit 118.8Inspeksi (pemeriksaan) menit 25Waktu berjalan menit 18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 19.873 16.6487 20.2174 16.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 18.913 19.1426 3Waktu berpapasan (waktu tunggu di sta) menit 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15 15Pergantian awak KA menit 2Kumulatif waktu perjalanan menit 143.8 177.322 213.191 246.452 282.322 318.191 351.452 386.325 417.974 455.191 486.496 519.104 553.246 588.557 624.104 657.365 693.313 721.278 756.496 789.757 823.67 857.812 860.8122

jam 14.34687

RINGKASANLoko KA bermuatan 18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 19.873 16.6487 20.2174 31.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 18.913 19.1426 3 45Loko KA kosong 143.8 33.5217 35.8696 33.2609 35.8696 35.8696 33.2609 34.873 31.6487 37.2174 31.3043 32.6087 34.1413 35.3113 35.5474 33.2609 35.9478 27.9652 35.2174 33.2609 33.913 34.1426 3Kumulatif menit 162.322 216.713 270.843 324.974 381.713 435.843 488.977 540.499 592.365 660.887 709.8 761.55 816.003 871.861 925.67 979.878 1028.79 1076.97 1130.45 1182.63 1235.68 1272.82 1320.824Waktu siklus lokomotif jam 22.01374

Gerbong bermuatan 18.5217 20.8696 18.2609 20.8696 20.8696 18.2609 19.873 16.6487 20.2174 31.3043 17.6087 19.1413 20.3113 20.5474 18.2609 20.9478 12.9652 20.2174 18.2609 18.913 19.1426 3 45Gerbong kosong 143.8 33.5217 35.8696 33.2609 35.8696 35.8696 33.2609 34.873 31.6487 37.2174 31.3043 32.6087 34.1413 35.3113 35.5474 33.2609 35.9478 27.9652 35.2174 33.2609 33.913 34.1426 3Kumulatif menit 162.322 216.713 270.843 324.974 381.713 435.843 488.977 540.499 592.365 660.887 709.8 761.55 816.003 871.861 925.67 979.878 1028.79 1076.97 1130.45 1182.63 1235.68 1272.82 1320.824

jam 118.8 menit 1,439.6

Waktu putar gerbong (WPG) jam 24.0

SATUANITEM OPERASI KA

Dari tabel diatas diperoleh waktu peredaran kereta (WPK) = 1.320,82 menit

Page 17: Data Babaranjang

51

c. Penelusuran Perjalanan Kereta

Tujuan penelurusan perjalanan kereta api untuk mengetahui kemungkinan

penerapan operasi pelaksanaannya pada jaringan jalan rel yang direncanakan.

Proses penelusuran dimulai dengan mengikuti keberangkatan kereta pertama

dari TLS pada pukul 00.00 disusul oleh kereta-kereta berikutnya dengan

selang waktu setiap 1 jam. Setiap perjalanan kereta di plot waktu kedatangan

maupun keberangkatannya pada stasiun yang dilewati. Hasil ploting semua

perjalan kereta api dalam waktu sehari semalam (24 jam) digambarkan dalam

diagram waktu ruang. Diagram ini biasanya juga disebut sebagai Gapeka

(grafik perjalanan kereta). Untuk tahun produksi ke 4-20 diagram waktu

ruang seluruh perjalanan kereta api dapat dilihat pada gambar berikut :

Page 18: Data Babaranjang

52

Tabel 4. 10 Penelusuran Perjalanan Kereta Api

DIAGRAM WAKTU RUANG

0

15

29

44

58

73

87

102

116

131

145

160

174

189

203

218

232

247

261

276

290

305

319

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24

Time (hour)

TRANS01 TRANS03 TRANS05 TRANS07 TRANS09 TRANS11 TRANS13 TRANS15 TRANS17 TRANS19 TRANS21 TRANS23TRANS25 TRANS27 TRANS29 TRANS31 TRANS33 TRANS35 TRANS37 TRANS39 TRANS41 TRANS43 TRANS45 TRANS47

SRENGSEM

SUKABUMI

PEMANGGILAN

SUKARAME

SUMBEREJO

KALIRANDUTANJUNGIMAN

KOTABUMI BR

KENDALISODO

NEGERIRATU BRTULUNGBUYUT BR

BANK0TENGAH

SUBANJERO

SINARLUBAI

PRABUMENANG

GUNUNGMERAKSA

PELAWANTALANGPUSAR

GILAS BR

MARTAPURA BR

WAYTUBA BR

PAHUNG

NEGERIAGUNG BR

Page 19: Data Babaranjang

53

Dari hasil penelusuran maupun Gapeka diatas, dapat disimpulkan bahwa

pola operasi perjalanan kereta api dengan frekuensi 24 keberangkatan kereta

bermuatan pulang pergi selama masa operasi 24 jam sekali dapat dijalankan

dengan aman.

4.4 Produksi Angkutan

Setelah mengetahui dari hasil penelusuran dan Gapeka bahwa semua pola

operasi perjalanan yang direncanakan, baik untuk tahun produksi pertama

maupun produksi tahun ke 4 – 20 dapat dilakukan dengan aman, maka dari pola

operasi tersebut dapat dihitung hasil produksi angkutan. Perhitungan hasil

produksi angkutan dimaksudkan untuk mengetahui apakah target setiap tahun

produksi yang direncanakan dapat semuanya terangkut. Hasil produksi angkutan

hanya dihitung untuk hari efektif dengan rumus :

Produksi angkutan = jumlah hari efektif x kapasitas angkut rangkaian x frekuensi

perjalanan.

Untuk setiap tahun produksi yang ditinjau, perhitungan dan hasil produksi

angkutan dilakukan dalam tabel berikut :

Tabel 4. 11 Produksi Angkutan Tahunan

Th. Produksi Hari Efektif Kap.Rangkaian Frekuensi

Prod. Tahunan (MTA)

Target Produksi (MTA)

Th.1 184 3300 ton 9 5,4648 5 Th 4 - 20 295 3300 ton 24 23,364 20

Page 20: Data Babaranjang

54

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pola operasi pertama dengan

frekuensi 9 kereta per hari serta pola operasi kedua dengan 24 frekuensi kereta

api per hari dapat memenuhi target produksi.

4.5 Analisis Optimasi

Sasaran utama tujuan penelitian adalah untuk melakukan optimasi pola

perjalanan kereta api. Optimasi dilakukan dengan menetapkan hasil akhir

produksi angkutan sebagai fungsi dari pola operasi, atau :

Produksi angkutan = f (pola operasi)

Hasil akhir adalah produk angkutan sejak tahun pertama hingga tahun ke

20, yaitu akhir masa konsesi penambangan. Setiap pola operasi yang dihitung

berdasarkan tahun target produksi tertentu mempunyai hasil akhir yang berbeda.

Disamping itu setiap pola operasi yang dibebani dengan jumlah angkutan

tertentu akan menghasilkan produksi angkutan yang berbeda.

Untuk pola operasi pertama, dengan dasar perhitungan tahun target

operasi keempat, hasil produksi angkutan tahun pertama hingga tahun ketiga

terbatas sebesar target produksi, sedangkan tahun ke 4 – 20 maka kapasitas yang

tersedia baru dapat dimanfaatkan sepenuhnya.

Untuk pola operasi kedua, dihitung berdasar tahun target operasi pertama,

hasil produksi angkutan baru bisa ditingkatkan mulai tahun keempat karena

pelaksanaan konstruksi dan penyesuaian operasi yang diperkirakan perlu waktu

setidaknya 2 tahun, kecuali pola operasi tersebut tidak dirubah seterusnya.

Page 21: Data Babaranjang

55

Apabila S menyatakan strategi tiap pola operasi, maka :

− Strategi 1 = S1

Produksi angkutan = 23,4 MTA

Headway = 60 menit

Pelaksanaan = mulai tahun 1 dan seterusnya,

− Strategi 2 = S2

Produksi angkutan = 5,5 MTA

Headway = 160 menit

Pelaksanaan = mulai tahun 1dan seterusnya,

− Strategi 3

Produksi angkutan = 23,4 MTA

Headway = 60 menit

Pelaksanaan = mulai tahun 4 setelah S2

Pernyataan alternatif strategi pola operasi dalam data optimasi dan hasil

akhir pada tahun ke 20 adalah :

Tabel 4. 12 Alternatif Strategi Kapasitas Angkut

Hasil Produksi Angkutan MTA Strategi Pola Operasi

Th.1 Th. 2 Th.3 Th.4 - 20

Total MTA

S1 : Kapasitas 23.4 MTA, H = 60’, mulai th. 1 5,5 11,5 20,0 23,4 434,8

S2 : Kapasitas 5.5 MTA, H = 160, th. 1 s/d 3, Kapasitas 23.4 MTA, H = 60’, mulai th. 4 dst.

5,5 5,5 5,5 5,5 110,0

S3 : Kapasitas 5.5 MTA, H = 160, th.1 dst. 5,5 5,5 5,5 23,4 414,3

Page 22: Data Babaranjang

56

Untuk menentukan strategi optimum, digunakan metoda pohon keputusan

deterministik tahap ganda yang menggunakan maksimasi hasil akhir sebagai

kriteria strategi optimum.

Analisis optimasi dalam pohon keputusan untuk alternatif strategi diatas

adalah sebagai berikut :

Kapas

itas A

ngku

t 23.4

MTA, H

=60'

Produk

si 5.5

MTA

Kap Ang 5.5 MTA,H=160'

Produksi 5.5 MTA

Gambar 4.5 Pohon Keputusan Deterministik Tahap Ganda

Dari analisis dalam gambar diatas dapat disimpulkan bahwa alternatif

strategi pertama (S1) merupakan strategi optimum. Hal ini berarti bahwa bila

PT. Bukit Asam membangun fasilitas prasarana, sarana maupun operasi

berdasarkan kapasitas angkutan kereta api yang dapat menampung target

Page 23: Data Babaranjang

57

produksi terbesar, yaitu 20 MTA. Maka strategi tersebut merupakan pilihan

terbaik yang akan memberikan keuntungan terbesar.

4.6 Pemeriksaan Kapasitas Lintas

Pada umumnya, analisis penelusuran perjalanan sudah memberikan

informasi yang cukup akurat mengenai kemungkinan teknis pelaksanaan operasi

perjalanan kereta api. Namun begitu untuk mendapatkan kepastian tentang

kelancaran pelaksanaan operasi maka perlu dilakukan pengecekan terhadap

kapasitas lintas. Pemeriksaan kapasitas ini membandingkan antara jumlah

frekuensi perjalanan yang direncanakan dengan batas kemampuan frekuensi

perjalanan yang dapat ditampung dalam satu ruas jalan rel. Frekuensi perjalanan

yang dimaksudkan adalah dalam dua arah pulang pergi. Analisis sebelumnya

menunjukan bahwa strategi pertama merupakan pola operasi optimum dengan

frekuensi 24 perjalanan kereta bermuatan tiap 24 jam berarti akan terdapat 48

perjalanan pulang pergi. Bila hasil pemeriksaan ternyata frekuensi kereta pulang

pergi masih dibawah kapasitas lintas, maka pola tersebut bisa dijalankan dengan

aman, sebaliknya bila nilainya diatas kapasitas lintas, maka pola operasi harus

dirubah.

Jalur rel pada obyek penulisan skripsi ini merupakan jalur tunggal dan

panjang rangkian kereta lebih dari 500 m. Rumus kapasitas yang sesuai dengan

keadaan jalur rel dan rangkaian adalah :

5,760

1440

+⎟⎠⎞

⎜⎝⎛

=

VLx

N

Page 24: Data Babaranjang

58

Dimana :

N = kapasitas Lintas (kereta/hari)

L = jarak terpanjang antara dua stasiun yang berurutan = 15 km

V = Kecepatan operasi kereta = 46 Km/jam

Sehingga :

=+⎟

⎠⎞

⎜⎝⎛

=5,7

4660151440

xN 53 kereta / hari

Ternyata jumlah perjalanan pulang pergi (frekuensi) sebesar 48

kereta/hari masih dibawah kapasitas lintas 53 kereta/hari. Berarti pola operasi

sesuai strategi 1 bisa diterapkan dengan aman.

4.7 Penetapan Pola Operasi Terpilih dan Gapeka

Pola operasi yang terpilih adalah pola perjalanan kereta api dalam waktu

24 jam yang telah diuji melalui analisis optimasi dan telah diperiksa

kemungkinan pelaksanaannya secara teknis melalui pemeriksaan kapasitas lintas.

Gapeka yang sesuai dengan pola operasi yang terpilih adalah diagram

waktu ruang seluruh perjalanan kereta api selama 24 jam yang memenuhi pola

operasi terpilih tersebut.

Dari hasil optimasi serta pemeriksaan kapasitas pada uraian sebelumnya

maka pola operasi pada strategi 1 yang disusun berdasarkan skenario tahun

produksi 4 hingga 20 merupakan alternatif optimum rencana pembangunan

sistem angkutan kereta khusus batubara dan dapat ditetapkan sebagai pola

operasi terpilih.

Page 25: Data Babaranjang

59

Diagram waktu ruang yang telah diperoleh dari analisis penelusuran

perjalanan kereta pada bab sebelumnya adalah gapeka yang sesuai dengan pola

operasi terpilih.

4.8 Pembahasan Hasil

Hasil analisis yang telah dilakukan memberikan gambaran beberapa hal, yaitu :

a. Pola operasi optimum yang layak untuk diterapkan sebagai strategi

pembangunan sistem angkutan khusus batubara di Sumatra Selatan adalah

pola operasi dengan frekuensi perjalanan 24 kereta/hari, headway 60 menit.

Pola operasi tersebut akan memberikan hasil produksi angkutan terbesar yang

memenuhi kriteria target produksi PT. Bukit Asam.

b. Dengan diperolehnya pola operasi optimum yang memberikan hasil produksi

angkutan maksimum dapat dianggap akan memberikan hasil komersial

terbesar bagi PT. Bukit Asam, karena permasalahan produksi yang ada

merupakan fungsi transportasi atau angkutan hasil tambang bukan pada

jumlah deposit batubara maupun teknologi penambangannya.

c. Dalam menjalankan pola operasi tersebut sebaiknya dibarengi dengan

beberapa usaha untuk memperbesar ataupun memberikan kelonggaran nilai

keuntungan yaitu :

− Penyediaan sarana berupa lokomotif dan gerbong, bisa dilakukan

bertahap sesuai target produksi tahunan.

− Penyelenggaraan operasi bisa disesuaikan dengan frekuensi kereta

terutama pada tahap awal tahun produksi

Page 26: Data Babaranjang

60

d. Diagram waktu ruang yang diperoleh merupakan hasil analisis dengan

mengambil nilai headway maksimum. Pada operasi perjalanan yang

sebenarnya nilai headway ini masih bisa diatur, misalnya dengan membagi

menjadi jam sibuk dan bukan, tetapi frekuensi perjalanan dan kapasitas lintas

tidak boleh di lampaui.

e. Pentahapan target produksi dengan selang waktu yang pendek akan

menyulitkan pelaksana konstruksi, karena perlu memperhatikan faktor

kelangsungan produksi selama masa konstruksi. Apabila faktor pelaksanaan

konstruksi menjadi bahan pertimbangan, maka pentahapan target produksi

harus mampu menampung keperluan waktu konstruksi.