Data Asrun

52
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Setiap manusia membutuhkan kenyamanan karena hal ini merupakan kebutuhan dasar dalam menjalankan segala aktivitasnya. Rasa nyaman seseorang kadang terganggu oleh segala faktor yang datang baik dari dalam maupun dari luar tubuhnya. Rasa ketidaknyamanan sering kali diidentifikasikan sebagai nyeri.Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa itu nyeri (Anesth,2003). Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu dan bersifat subjektif pada masing- masing individu.Nyeri merupakan alasan yang paling umum seseorang gunakan untuk mencari perawatan kesehatan. Walaupun nyeri merupakan salah satu dari gejala yang

Transcript of Data Asrun

Page 1: Data Asrun

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Setiap manusia membutuhkan kenyamanan karena hal ini merupakan

kebutuhan dasar dalam menjalankan segala aktivitasnya. Rasa nyaman seseorang

kadang terganggu oleh segala faktor yang datang baik dari dalam maupun dari luar

tubuhnya. Rasa ketidaknyamanan sering kali diidentifikasikan sebagai nyeri.Nyeri

adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi

kapan saja seseorang mengatakan bahwa itu nyeri (Anesth,2003).

Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu dan bersifat

subjektif pada masing-masing individu.Nyeri merupakan alasan yang paling umum

seseorang gunakan untuk mencari perawatan kesehatan. Walaupun nyeri merupakan

salah satu dari gejala yang paling sering terjadi dalam permasalahan medis, namun

hal ini sulit dipahami karena sifatnya yang bersifat subjektif .Respon seseorang

terhadap nyeri berbeda-beda dapat berupa respon fisiologis, psikologis serta tingkah

laku (Qittum,2008).

Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan tingkat ketidaknyamanan atau

nyeri sangat bervariasi antara lain usia, jenis kelamin, budaya atau kultur, kecemasan,

pola koping, support dari keluarga, pengalaman masa lalu serta perhatian.Ceftriaxone

Page 2: Data Asrun

adalah kelompok obat yang disebut sefalosporin antibiotik. Ceftriaxone bekerja

dengan cara mematikan bakteri dalam tubuh. Merupakan golongan sefalosporin

yangmempunyai spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap

mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone sangat stabil terhadap

enzim laktamase.Seseorang yang sakit di rumah sakit banyak yang diberikan

antibiotik, namun antibiotik yang diberikan berbeda-beda tergantung bakteri atau

virus yang menyerang serta perbedaan kecocokan individu terhadap antibiotik.

Antibiotik diberikan yang bertujuan agar bakteri dalam tubuh mati.Antibiotik atau

antibakteri yang sering diberikan kepada klien di Rumah Sakit adalah Ceftriaxone 1

gr. Sediaan ceftriaxone adalah serbuk yang harus dilarutkan dengan aquabidest (air

suling murni). Aquabidest yang digunakan untuk mengencerkan ceftriaxone tidak

mempengaruhi dosis yang terkandung dalam vial ceftriaxone, namun pengenceran ini

berpengaruh terhadap respon pasien saat dilakukan injeksi.

Di rumah sakit bunda. pengenceran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di

berbagai bangsal berbeda-beda. Ada tenaga kesehatan yang memberikan pengenceran

ceftriaxone dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3 ml, 5 ml serta adapula yang

menambahkan aquabidest sebanyak 10 ml.

Berdasarkan pengamatan peniliti terhadap sikap perawat dalam pemberian

ceftriaxone kepada pasien yang dirawat di Rumah Sakit bunda

Page 3: Data Asrun

maka peneliti tertarik untuk meneliti “Perbedaan Tingkat Nyeri Pada Pemberian

Ceftriaxone Dengan Pengenceran Aquabidest 3 ml, 5 ml dan 10ml di Rumah Sakit

bunda,,Gorontalo

penelitian yang mengangkat masalah nyeri dalam pemberian obat, peneliti

menemukan Oxford Jurnal oleh Anaest (2003) yang berjudul “ Comparison of Four

Strategis to Reduce The Pain Associate With Intravenous Administration of

Recoronium” yang berisi perbandingan nyeri pembrian obat intravena dengan 4jenis

pengencer dengan hasil pengencer ntrium Bikarbonat memiliki tingkat nyeri yang

lebih kecil.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana perbedaan tingkat nyeri pada pemberian injeksi ceftriaxone

dengan pengenceran aquabidest 5ml, 8ml dan 10ml di Rumah Sakit bunda?

1.3 Tujuan penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat nyeri pada pemberian

ceftriaxone dengan pengenceran aquabidest 3ml, 5ml dan 10 ml di Rumah Sakit

bunda.

1.3.2 Tujuan Khusus

Page 4: Data Asrun

1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pada pemberian ceftriaxone dengan

pengenceran aquabidest 3 ml di Rumah Sakit bunda.

2. Untuk mengetahui tingkat nyeri pada pemberian ceftriaxone dengan

pengenceran aquabidest 5 ml di Rumah Sakit bunda.

3. Untuk mengetahui tingkat nyeri pada pemberian ceftriaxone dengan

pengenceran aquabidest 10 ml di Rumah Sakit bunda.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi ilmiah dan dapat untuk

mengembangkan ilmu pengetahuan. Serta bagi para peneliti dapat untuk memahami

cara penggunaan obat injeksi antibiotik dengan perbedaan penggeceran aquadest.

1.4.2 Manfaat Praktis

1. Bagi Peneliti

Sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan serta pengalaman

dan ketrampilan bagi peneliti terkait dengan pemberian injeksi ceftriaxone

dengan pengenceran aquabidest yang berbeda yang mempengaruhi nyeri

pada klien saat dilakukan injeksi.

Page 5: Data Asrun

2. Bagi Jurusan Farmasi

Sebagai sarana untuk menambah wawasan bagi mahasiswa serta dosen

dalam pemberia injeksi ceftriaxone serta sebagai bahan wacana atau referensi.

3. Bagi Rumah Sakit

Sebagai bahan masukan atau evaluasi dalam melakukan tindakan

kolaborasi pemberian obat injeksi cetriaxone secara benar dan tidak

merugikan pasien.

Page 6: Data Asrun

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri

2.1.1 Pengertian

Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang

nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa itu nyeri (Qittum,

2008).Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan

ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Nusdwinurigtyas, 2008).

Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didap

at terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggamba

rkan kondisi terjadinya kerusakan (Anesth,2003).

2.1.2 Fisiologi

Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang

nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas

dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial

merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri

Page 7: Data Asrun

(nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf

perifer (Qittum,2008).

Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa

bagaiann tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada

daerah viseral. Karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga

memiliki sensasi yang berbeda.

Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari

daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit

(kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

1. Reseptor A delta

Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang

memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri

dihilangkan (Qittum,2008).

2.Serabut C

Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang

terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit

dilokalisasi.Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang

terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.

Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang

tumpul dan sulit dilokalisasi (Qittum,2008).

Page 8: Data Asrun

3. Reseptor Viseral

Reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan

sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap

pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi

(Qittum, 2008).

2.1.3 Teori pengontrol nyeri

Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana

nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai

teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang

kendali nyeri dianggap paling relevan (Qittum, 2008).

Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls

nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem

saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah

pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya

menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu

keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak

mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C

melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan.

Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat

yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan

berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini

Page 9: Data Asrun

mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung

pasien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akanmenstimulasi mekanoreseptor,

apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan

membuka pertahanan tersebut dan pasien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika

impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang

memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin

dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.

Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat

pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan

upaya untuk melepaskan endorfin (Nusdwinurigtyas, 2008).

2.1.4 Respon Nyeri

1. Respon Psikologis

Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman pasien.terhadap nyeri

yang terjadi atau arti nyeri bagi pasien.(Nusdwinurigtyas, 2008).

2. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)

A. Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate

B. Peningkatan heart rate

C. Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP

D. Peningkatan nilai gula darah

Page 10: Data Asrun

E. Diaphoresis

F. Peningkatan kekuatan otot

G. Dilatasi pupil

H. Penurunan motilitas GI (Nusdwinurigtyas, 2008).

3. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

A. Muka pucat

B. Otot mengeras

C. Penurunan HR dan BP

D. Nafas cepat dan irreguler

E. Nausea dan vomitus

I. Kelelahan dan keletihan (Nusdwinurigtyas, 2008).

Respon Tingkah Laku

A. Respon perilaku terhadap nyeri

B. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)

C. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)

D. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan

jari & tangan

Page 11: Data Asrun

J. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,

Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas

menghilangkan nyeri) (Nusdwinurigtyas, 2008).

5. Fase Nyeri

Menurut (Anesth ,2003) mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:

1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)

Fase ini mungkin bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase ini

bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar

tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam

fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada pasien.

2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)

Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat

subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi

terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang

mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan

stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah

merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi

terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi

Page 12: Data Asrun

terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri

datang.

3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)

Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien

masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga

dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami

episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah

kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri

untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.

2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri

1) Usia

Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji

respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah

patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri

yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus

dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri

diperiksakan (Anesth , 2003).

Page 13: Data Asrun

2) Jenis kelamin

Mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam

merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki

mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri) (Anesth , 2003).

3) Kultur

Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon

terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri

adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka

tidak mengeluh jika ada nyeri (Anesth , 2003).

4) Makna nyeri

Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan

dan bagaimana mengatasinya (Anesth , 2003).

5) Perhatian

Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat

mempengaruhi persepsi nyeri. perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri

yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang

menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.

(Anesth , 2003).

Page 14: Data Asrun

6) Ansietas

Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan

seseorang cemas (Anesth , 2003).

7) Pengalaman masa lalu

Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini

nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah

tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam

mengatasi nyeri. (Anesth , 2003).

8) Pola koping

Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan

sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi

nyeri (Anesth , 2003).

9) Support keluarga dan sosial

Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota

keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan (Anesth ,

2003).

Page 15: Data Asrun

2.1.5 Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh

individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan

pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik

tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak

dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Nusdwinurigtyas, 2008).

2.2 Ceftriaxone

2.1 Definisi

Ceftriaxone adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics.

Ceftriaxone bekerja dengan cara mematikan bakteri dalam tubuhMerupakan golongan

sefalosporin yang mempunyai spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam.

Efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone sangat

stabil terhadap enzim laktamase (yayan, 2010).

2.2 Farmakokinetik

Ceftriaxone diabsorpsi lengkap setelah pemberian IM dengan kadar plasma

maksimum rata-rata antara 2-3 jam setelah pemberian. Dosis multipel IV atau IM

dengan interval waktu 12-24 jam, dengan dosis 0,5-2g menghasilkan akumulasi

sebesar15-3%diata nilai dosis tunggal.Sebanyak 33-67 % ceftriaxone yang

diberikan, akan diekskresikan dalam uring dalam bentuk yang tidak diubah dan

Page 16: Data Asrun

sisanya diekskresikan dalam empedu dan sebagian kecil dalam feses sebagai bentuk

inaktif. Setelah pemberian dosis 1g IV, kadar rata-rata ceftriaxone 1-3 jam setelah

pemberian adalah : 501 mg/ml dalam kandung empedu, 100 mg/ml dalam saluran

empedu, 098 mg dalam duktus sistikus, 78,2 mg/ml dalam dinding kandung empedu

dan 62,1 mg/ml dalam plasma.Setelah pemberian dosis 0,15-3g, maka waktu

paruh eliminasinya berkisar antara 5-8 jam, volume distribusinya sebesar 5,70-13,5 L,

kliren plasma0,50-1,45L/jam dan klirens ginjal 0,32-0,73L/jam.

Ikatan protein ceftriaxone bersifat reversibel dan besarnya adalah 85-95 %.

Ceftriaxone menembus selaput otak yang mengalami peradangan pada bayi dan anak-

anak dan kadarnya dalam cairan otak setelah pemberian dosis 50 mg/kg dan 75

mg/kg IV,berkisar antara 1,3-18,5ug/ml dan1,3-44 ug/ml Dibanding pada orang

dewasa sehat, farmakokinetik ceftriaxone hanya sedikit sekali terganggu pada usia

lanjut dan juga pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal/hati, karena itu tidak

diperlukan penyesuaian dosis. (yayan, 2010).

2.3 Farmakodinamik

Efek bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat penghambatan sintesis dinding

kuman. Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap beta-laktanase, baik

terhadap penisilinase maupun sefalosporinase yang dihasilkan oleh kuman gram-

negati,gram-positif (yayan, 2010).

2.4 Indikasi

Page 17: Data Asrun

Untuk infeksi- infeksi berat dan yang disebabkan oleh kuman-kuman gram

positif maupun gram negatif yang resisten terhadap antibiotika lainnya, misalnya :

1. Infeksi saluran pernafasan

2. Infeksi saluran kemih

3. Infeksi gonoreal

4. Septisemia bakteri

5. Infeksi tulang dan jaringan

6. Infeksi kulit

2.5 Dosis

1. 1-2 gr melalui otot (intra muscular) atau melalui pembuluh darah (intra

vascular), lakukan setiap 24 jam, atau dibagi menjadi setiap 12 jam.

2. Dosis maksimum: 4 gr/hari

3. Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun : 1-2 gram sehari secara intra vena

4. Bayi dan ank-anak dibawah 12 tahun :

Bayi 14 hari : 20 – 50 mg/kg bb sehari

Bayi 15 hari sampai 12 tahun : 20 – 80 mg/kg bb sehari

Anak-anak dengan BB 50 kg atau lebih : dosis dewasa melalui

infus paling sedikit 30 menit

Page 18: Data Asrun

5. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, kliren kreatinin tidak lebih dari

10 ml/menit, dosis tidak lebih dari 2 gram perhari.

2.5 Efek Samping

Reaksi lokal : Sakit, indurasi atau nyeri tekan pada tempat suntikan dan

phlebitis setelah pemberian intravenaHipersensitivitas : Ruam kulit dan kadang-

kadang pruritus, demam atau menggigilHematologik : Eosinofilia, trombositosis,

lekopenia dan kadang-kadang anemia, anemia hemolitik,netropenia, limfopenia,

trombositopenia dan pemanjangan waktu protrombia.

Saluran cerna : Diare dan kadang-kadang mual, muntah, disgeusia.

Hati : Peningkatan SGOT atau SGPT dan kadang-kadang peningkatan fosfatase alkali

dan bilirubin.

Ginjal : Peningkatan BUN dan kadang-kadang peningkatan kreatinin serta ditemukan

silinder dalam urin.

Susunan saraf pusat : Kadang-kadang timbul sakit kepala atau pusing.

Saluran kemih dan genital : Kadang-kadang dilaporkan timbulnya monitiasis atau

vaginiti

Page 19: Data Asrun

Reaksi hipersensitivitas (urticaria, pruritus, ruam, reaksi parah seperti anaphylaxis

bisa terjadi); Efek GI (diare, N/V, diare/radang usus besar); Efek lainnya (infeksi

candidal)

Dosis tinggi bisa dihubungkan dengan efek CNS (encephalopathy, convulsion); Efek

hematologis yang jarang; pengaruh terhadap ginjal dan hati juga terjadi.

Perpanjangan PT (prothrombin time), perpanjangan APTT (activated partial

thromboplastin time), dan atau hypoprothrombinemia (dengan atau tanpa

pendarahan) dikabarkan terjadi, kebanyakan terjadi dengan rangkaian sisi NMTT

yang mengandung cephalosporins.

e. Instruksi Khusus

2. Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang alergi terhadap Penicillin,

ada kemungkinan 10% peluang sensitivitas.

3. Gunakan dengan hati-hati pada pasien kerusakan ginjal.

2. Aquabidest (Air Murni)

Prinsip Penyulingan Air

Setiap elemen bisa eksis di tiga bagian:

Page 20: Data Asrun

1. sebagai cairan

2. sebagai solid dan

3. sebagai uap

yang sebagian besar tergantung pada suhu itu. Hal ini berlaku untuk air, juga.

Jadi, air dapat ditemukan sebagai es, air dan uap. Jika air:

1. didinginkan di bawah 0 derajat Celcius (32 Fahrenheit), menjadi es

2. jika dipanaskan di atas 100 derajat Celsius (212 Fahrenheit), menjadi uap.

Suhu, di mana perubahan substansi itu negara dari cair ke uap disebut titik

didih, dan berbeda untuk bahan yang berbeda. Perbedaan ini dapat digunakan

untuk zat terpisah, dan dengan demikian dapat digunakan untuk pemurnian air

Proses ini relatif sederhana:

1. air kotor dipanaskan

2. untuk titik didih dan dengan demikian menguap

3. (Menjadi uap), sedangkan bahan lainnya tetap dalam keadaan padat, dalam

boiler. Uap ini kemudian diarahkan ke dalam pendingin

4. dingin dan kembali ke air cair

Page 21: Data Asrun

5. dan hasil akhirnya adalah sebuah air, dibersihkan dari zat tambahan yang

ditemukan sebelum penyulingan.

Distilasi adalah proses yang efektif dan, yang lebih penting, hal itu dapat

dilakukan dengan banyak improvisasi.. Anda dapat memanaskan air dengan

apa yang di tangan: kebakaran, listrik, atau apa pun yang Anda dapat

menggunakan hampir semua hal yang menampung air untuk boiler, selama

Anda bisa mengarahkan uap ke dalam pendingin. pendingin bisa menjadi

potongan panjang pipa tembaga membungkuk ke spiral. Yang Anda butuhkan

adalah sesuatu yang hanya akan mendinginkan uap ke bawah.

Dalam skenario kasus terburuk, Anda dapat menyaring air dengan panci

rumah tangga biasa dan dua tutup panci.

Rebus air dalam panci tertutup dengan tutup pertama. Setelah beberapa saat,

Anda akan melihat bahwa air dalam panci menguap, dan mengembun pada

tutupnya (ini adalah air suling).

Sekarang ganti tutupnya dengan tutup kedua, dan putar yang pertama secara

vertikal, sehingga semua air terkondensasi mengumpulkan pada satu titik, dan

kemudian tuang ke dalam cangkir. Sementara itu, lebih mengembun air suling

pada tutup panci kedua, jadi ulangi langkah di atas lagi sampai Anda memiliki

cangkir penuh.

Page 22: Data Asrun

Distilasi akan menghapus dari air hampir apa pun, bahkan logam berat, racun,

bakteri dan virus. Namun, tidak mengeluarkan zat yang memiliki titik didih

pada suhu yang lebih rendah daripada air. Beberapa zat ini minyak, minyak

bumi, alkohol dan zat semacam itu, yang dalam banyak kasus tidak bercampur

dengan air,. Juga ingat bahwa zat dihapus dari air tetap dalam boiler, jadi

Anda harus membersihkannya setiap sekali sebentar.

Air suling dapat digunakan langsung dan tidak perlu direbus lagi. Seperti yang

sudah panas, Anda dapat menggunakannya untuk mempersiapkan teh, atau

minuman serupa.

A. Kerangka Teori

Berdasarkan landasan teori tentang perbedaan tingkat nyeri pemberian

ceftriaxone dengan pengenceran aquabidest 5ml, 8ml dan 10 ml, maka kerangka

teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

B. Kerangka Konsep

Berdasarkan kerangka teori di atas, dapat digambarkan kerangka konsep

penelitian sebagi berikut :

Page 23: Data Asrun

A. Hypotesis

Ha : Ada perbedaan tingkat nyeri pada pemberian ceftriaxone dengan

pengenceran aquabidest 5ml, 8ml, dan 10ml.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian merupakan alat bagi peneliti untuk mengontrol atau

mengendalikan berbagai variabel yang berpengaruh pada suatu penelitian. Jenis

penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian

yang digunakan adalah pre experimental study one shot case study. Penelitian ini

dilakukan dengan melakukan intervensi/tindakan pada satu kelompok kemudian

diobservasi pada variable dependen setelah dilakukan intervensi.(Nursalam,

2003).

Treatment yang dilakukan pada penlitian ini adalah injeksi ceftriaxone

dengan pengenceran aquabidest 5 ml, 8 ml serta 10 ml. Dan yg diobservasi

dalam penelitian ini adalah respon pasien terhadap injeksi.

One – Shot Case Study Design :

X O

X 1: ceftriaxone dengan pengenceran aquabidest 5ml

Page 24: Data Asrun

X 2 : ceftriaxone dengan pengenceran aquabidest 8ml

X 3 : ceftriaxone dengan pengenceran aquabidest 10ml

O : respon pasien terhadap injeksi (skala nyeri)

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.

(Notoatmojo, 2003). Menurut Sugiyono (2007), populasi adalah wilayah

genenralisasi yang terdisi atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas

dan karekteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien

dewasa dengan pemberian obat antibakteri ceftriaxone di ruang Mawar

Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang berjumlah 90

pasien.

2. Sampel

Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (Hidayat, 2007).

Menurut Dorothy (2000), sampel adalah suatu bagian populasi yang dipilih

oleh peneliti utuk berpartisipasi dalam suatu proyek riset.

Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel menggunakan simple

random sampling, dimana tiap subjek dalam populasi memiliki kesempatan

Page 25: Data Asrun

yang sama untuk terpilih/ tidak sebagai sampel penelitian. Dan jumlah sampel

yang diambil sebanyak 40 klien.

C. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu penelitian

Waktu dilakukan penelitian selama 1 minggu.

2. Tempat penelitian

Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo

Purwokerto di bangsal Mawar.

D. Variabel Penelitian

1. Variabel Independent (bebas)

Menurut Nursalam (2008), variabel independent aalah variabel yang

menentukan variabel lain. Suatu kegiatn stimulus yang dimanipulasi oleh

peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel dependent. Variable bebas

biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau

pengaruhnya terhadap variabel lain. Dalam penelitian ini variabel bebasnya

adalah pengenceran aquabidest terhadap ceftriaxone.

2. Variabel Dependent (terikat)

Menurut Nursalam (2008), variabel respon akan muncul sebagai

akibat dari manipulasi variabel-variabel ini. Variabel dependent merupakan

faktor yang diamati dan diukur menentukan ada tidaknya hubungan atau

pengaruh dari variabel independent.

Page 26: Data Asrun

Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah tingkat nyeri klien.

E. Definisi Operasional

Menurut Hidayat (2007), definisi operasional adalah mendefiniskan

variabel secara operasional dan berdasarkan karekteristik yang diamati, sehingga

memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara

cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan

berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara

pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan

karekteristiknya. Untuk memudahkan pemahaman dan pengukuran setiap variabel

yang ada dalam penelitian, maka setiap varibel harus dirumuskan secara

operasional. Adapun definisi operasional dari penelitian ini sebagai berkut :

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No. VariabelDefinisi

OperasionalCara Ukur Hasil Ukur Skala

1. Tingkat

nyeri

Respon dari klien

saat dilakukan

injeksi ceftriaxone

Skala nyeri

dan skala

wajah

0-3 = nyeri

ringan

4-5 = nyeri

sedang

6-8 = nyeri

berat

9-10 = nyeri

Ordinal

Page 27: Data Asrun

tak

tertahankan

2. Ceftriaxon

e dengan

aquabidest

5 ml

Pengenceran

cefriaxone 1 gr

dengan penambahan

aquabidest 5ml

untuk injeksi

Observasi 1 = tidak

sakit

2 = sakit

sedang

3 = sangat

sakit

Ordinal

3. Ceftriaxon

e dengan

aquabidest

8 ml

Pengenceran

cefriaxone 1 gr

dengan penambahan

aquabidest 8ml

untuk injeksi

Observasi 1 = tidak

sakit

2 = sakit

sedang

3 = sangat

sakit

Ordinal

4. Ceftriaxon

e dengan

aquabidest

10 ml

Pengenceran

cefriaxone 1 gr

dengan penambahan

aquabbidest 10ml

untuk injeksi

Observasi 1 = tidak

sakit

2 = sakit

sedang

3 = sangat

sakit

Ordinal

A. Instrumen Penelitian

Page 28: Data Asrun

Menurut Saryono (2008) instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas

yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih

mudah dan hasilnya lebih baik ( cermat, lengkap dan sistematis ), sehingga lebih

mudah untuk diolah.

Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan standar operasional

prosedur suatu tindakan injeksi yaitu tata cara melakukan injeksi cefriaxone

degan segala jumlah pengenceran yang mempengaruhi tingkat nyeri pasien. Serta

standar operasional prosedur pengkajian tingkat nyeri untuk menilai respon

reesponden terhadap injeksi yang diberikan baik respon verbal maupun non

verbal.

B. Teknik Pengambilan Data

Teknik pengambilan data didapat dari sumber data. Dalam penelitian ini

sumber data tersebut terdiri dari :

1. Data Primer

Data primer yaitu data yang langsung diperoleh oleh peneliti dari

responden. Dalam penelitian ini yaitu respon verbal dan non verbal pasien

terhadap respon injeksi.

2. Data Sekunder

Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung

dan berguna untuk melengkapi dan mendukung data primer. Data sekunder

Page 29: Data Asrun

yang diperoleh untuk mendukung data primer adalah dokumen rekam medis

pasien.

C. Pengolah Data dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

a. Editing

Yaitu menyeleksi data yang sudah masuk untuk menjamin validitas

data

b. Coding

Yaitu pemberian kode-kode untuk memperoleh proses pengolahan

data.

c. Scoring

Yaitu proses pemberian nilai pada data jawaban responden untuk

mempermudah entry data.

d. Entry data

Yaitu proses pemasukann data kedalam komputer sehingga data

dianalisis dengan menggunakan program SPSS For Windows Release

10,00.

e. Tabulating

Yaitu mengelompokan data sesuai dengan tujuan analisis data dan

disajikan melalui tabel.

Page 30: Data Asrun

2. Analisa Data

Data yang diperoleh diolah dan dianalisis mengunakan program bantu

komputer. Setelah dilakukan pengumpulan data maka komponen variabel

penelitian yang dapat dilakukan analisis adalah :

a. Analisis Univariat

Menurut Saryono (2008) pada analisa univariate, data yang diperoleh

dari hasil pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi,

frekuensi, ukuran tendensi central atau grafik. Peneliti akan

menganalisa dan menyajikan data dalam bentuk tabel tabel distribusi,

frekuensi dan grafik.

b. Analisis Bivariat

Menurut Saryono (2008) analisa bivariate merupakan analisa untuk

mengetahui interaksi dua variabel yaitu variabeal bebas dan variabel

terikat, baik berupa komparative, asosiative maupun korelative.

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau

pertanyaan penelitian.(Nursalam, 2003). Menurut La Biondo_Wood dan Haber

(1993) hipotesis adalah suatu asumsi pernyataan tentang hubungan antara dua

atau lebih variable yang diharapakan bias m,enjawab suatu pertanyaan dlam

penelitian.

Dalam proposal penelitian ini, hipotesis penelitiannya adalah :

Page 31: Data Asrun

Ha : ada perbedaan tingkat nyeri pada pemberian ceftriaxone dengan

pengenceran aquabidest 5ml, 8ml, dan 10ml.

E. Etika Penelitian

Penelitian ini menggunakan objek manusia yang memiliki kebebasan dalm

menentukan dirinya, maka peneliti harus memahami hak dasar manusia (Hidayat,

2007).

Pada penelitian ini menjunjung tinggi prinsip etika penelitiann yang

merupakan standar etika dalam melakukan penelitian sebagaimana dikemukakan

oleh Polit dan Beck (2006) sebagai berikut :

1. Prinsip Manfaat

Peneliti memperkecil resiko dan memaksimalkan manfaat dan prinsip ini

meliputi hak untuk mendapatkan perlindungan dari kejahatan dan kegelisahan

dan hak untuk mendapatkan perlindungan dari eksploitasi.

2. Prinsip Menghormati Martabat Manusia

Prinsip ini meliputi :

a. Hak untuk mendapatkan pilihan

Hak ini meliputi hak untuk mendapat pertanyaan, mengungkapakan

keberatan dan menarik diri.

b. Hak mendapatkan data yang lengkap

Memperoleh penjelasan tentang jalannya penelitian.

3. Prinsip Keadilan

Page 32: Data Asrun

Prinsip ini bertujuan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan

menghargai hak-hak memberikan perawatan secara adil, hak untuk menjaga

privasi manusia.

Masalah etika yang harus diperhatikan dalam penelitian menurut Hidayat

(2007) antara lain :

a. Mengaplikasiakn informed consent

Informed consent diberikan sebelum peneliti melakukan dengan

memberikan lembar persetujuan untuk mejadi responden.

b. Tidak mencantumkan nama (anonymity)

Hanya menuliska kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disampaikan.

c. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh

peneliti.

F. Prosedur Penelitian

a. Tahap Persiapan

1. Mengurus perizinan dari Ketua Program Studi Keperawatan

Purwokerto dan tempat penelitian yaitu Rumah Sakit Prof. Dr.

Margono Soekarjo Purwokerto.

2. Mencari sumber-sumber pustaka dan data-data penunjang di lapangan.

b. Tahap Pelaksanaan

1. Menentukan sampel penelitian.

Page 33: Data Asrun

2. Mengumpulkan data sekunder yaitu dokumentasi rekam medik klien di

Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

3. Mengumpulkan data primer yaitu respon verbal dan non verbal pasien

terhadap respon injeksi.

4. Menindaklanjuti dari pengumpulan data primer dan data sekunder

adalah melakukan pengecekan data, apakah data sudah sesuai.

5. Data yang sudah lengkap selanjutnya dilakukan seleksi, kemudian data

diolah menggunakan komputer.

6. Menganalisa data berdasarkan data yang telah diolah.

7. Membuat laporan penelitian.

DAFTAR PUSTAKA

Anaesth. 2003. Comparison of Four Strategis To Reduce The Pain Associate With

Intravenous Administration of Recorunium. Oxford Jurnal, 90(3), 337-379.

Dorothy Y.B and Marie T. 2000. Dasar-Dasar Riset Keperawatan. Edisi 2. Jakarta :

EGC.

Notoatmojo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan.Edisi 2. Jakarta : PT. Rineka

Cipta.

Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.

Jakarta : Salemba medika.

Page 34: Data Asrun

Nusdwinuringtyas, nury. 2008. Kala nyeri “harus terukur”. Terdapat pada

http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en |id&u=http://

www.nursingtimes.net/1952004.article. diakses pada 5 Desember 2010.

Potter and Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, dan Praktik .

Edisi 4, Volume 2. Jakarta : EGC.

Qittun.2008. Konsep Dasar Nyeri. Terdapat pada

http://qittun.blogspot.com/2008/10/konsep-dasar-nyeri.html. Diakses pada 5

Desember 2010.

Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta : Mitra Cendekia.

Yayan, A.2010. Cetriaxone. Terdapat pada http://obat-penyakit.com/ceftriaxone.html.

Diakses pada 5 Desember 2010.

Diposkan oleh vita amelia di 23:40 0 komentar