Data Asrun
-
Upload
erwin-latif -
Category
Documents
-
view
177 -
download
1
Transcript of Data Asrun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Setiap manusia membutuhkan kenyamanan karena hal ini merupakan
kebutuhan dasar dalam menjalankan segala aktivitasnya. Rasa nyaman seseorang
kadang terganggu oleh segala faktor yang datang baik dari dalam maupun dari luar
tubuhnya. Rasa ketidaknyamanan sering kali diidentifikasikan sebagai nyeri.Nyeri
adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi
kapan saja seseorang mengatakan bahwa itu nyeri (Anesth,2003).
Setiap individu pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu dan bersifat
subjektif pada masing-masing individu.Nyeri merupakan alasan yang paling umum
seseorang gunakan untuk mencari perawatan kesehatan. Walaupun nyeri merupakan
salah satu dari gejala yang paling sering terjadi dalam permasalahan medis, namun
hal ini sulit dipahami karena sifatnya yang bersifat subjektif .Respon seseorang
terhadap nyeri berbeda-beda dapat berupa respon fisiologis, psikologis serta tingkah
laku (Qittum,2008).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan tingkat ketidaknyamanan atau
nyeri sangat bervariasi antara lain usia, jenis kelamin, budaya atau kultur, kecemasan,
pola koping, support dari keluarga, pengalaman masa lalu serta perhatian.Ceftriaxone
adalah kelompok obat yang disebut sefalosporin antibiotik. Ceftriaxone bekerja
dengan cara mematikan bakteri dalam tubuh. Merupakan golongan sefalosporin
yangmempunyai spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam. Efektif terhadap
mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone sangat stabil terhadap
enzim laktamase.Seseorang yang sakit di rumah sakit banyak yang diberikan
antibiotik, namun antibiotik yang diberikan berbeda-beda tergantung bakteri atau
virus yang menyerang serta perbedaan kecocokan individu terhadap antibiotik.
Antibiotik diberikan yang bertujuan agar bakteri dalam tubuh mati.Antibiotik atau
antibakteri yang sering diberikan kepada klien di Rumah Sakit adalah Ceftriaxone 1
gr. Sediaan ceftriaxone adalah serbuk yang harus dilarutkan dengan aquabidest (air
suling murni). Aquabidest yang digunakan untuk mengencerkan ceftriaxone tidak
mempengaruhi dosis yang terkandung dalam vial ceftriaxone, namun pengenceran ini
berpengaruh terhadap respon pasien saat dilakukan injeksi.
Di rumah sakit bunda. pengenceran yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di
berbagai bangsal berbeda-beda. Ada tenaga kesehatan yang memberikan pengenceran
ceftriaxone dengan menambahkan aquabidest sebanyak 3 ml, 5 ml serta adapula yang
menambahkan aquabidest sebanyak 10 ml.
Berdasarkan pengamatan peniliti terhadap sikap perawat dalam pemberian
ceftriaxone kepada pasien yang dirawat di Rumah Sakit bunda
maka peneliti tertarik untuk meneliti “Perbedaan Tingkat Nyeri Pada Pemberian
Ceftriaxone Dengan Pengenceran Aquabidest 3 ml, 5 ml dan 10ml di Rumah Sakit
bunda,,Gorontalo
penelitian yang mengangkat masalah nyeri dalam pemberian obat, peneliti
menemukan Oxford Jurnal oleh Anaest (2003) yang berjudul “ Comparison of Four
Strategis to Reduce The Pain Associate With Intravenous Administration of
Recoronium” yang berisi perbandingan nyeri pembrian obat intravena dengan 4jenis
pengencer dengan hasil pengencer ntrium Bikarbonat memiliki tingkat nyeri yang
lebih kecil.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana perbedaan tingkat nyeri pada pemberian injeksi ceftriaxone
dengan pengenceran aquabidest 5ml, 8ml dan 10ml di Rumah Sakit bunda?
1.3 Tujuan penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui adanya perbedaan tingkat nyeri pada pemberian
ceftriaxone dengan pengenceran aquabidest 3ml, 5ml dan 10 ml di Rumah Sakit
bunda.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui tingkat nyeri pada pemberian ceftriaxone dengan
pengenceran aquabidest 3 ml di Rumah Sakit bunda.
2. Untuk mengetahui tingkat nyeri pada pemberian ceftriaxone dengan
pengenceran aquabidest 5 ml di Rumah Sakit bunda.
3. Untuk mengetahui tingkat nyeri pada pemberian ceftriaxone dengan
pengenceran aquabidest 10 ml di Rumah Sakit bunda.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah referensi ilmiah dan dapat untuk
mengembangkan ilmu pengetahuan. Serta bagi para peneliti dapat untuk memahami
cara penggunaan obat injeksi antibiotik dengan perbedaan penggeceran aquadest.
1.4.2 Manfaat Praktis
1. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menambah ilmu pengetahuan serta pengalaman
dan ketrampilan bagi peneliti terkait dengan pemberian injeksi ceftriaxone
dengan pengenceran aquabidest yang berbeda yang mempengaruhi nyeri
pada klien saat dilakukan injeksi.
2. Bagi Jurusan Farmasi
Sebagai sarana untuk menambah wawasan bagi mahasiswa serta dosen
dalam pemberia injeksi ceftriaxone serta sebagai bahan wacana atau referensi.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan atau evaluasi dalam melakukan tindakan
kolaborasi pemberian obat injeksi cetriaxone secara benar dan tidak
merugikan pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Nyeri
2.1.1 Pengertian
Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang
nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa itu nyeri (Qittum,
2008).Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan
ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Nusdwinurigtyas, 2008).
Nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didap
at terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggamba
rkan kondisi terjadinya kerusakan (Anesth,2003).
2.1.2 Fisiologi
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang
nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas
dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial
merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri
(nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf
perifer (Qittum,2008).
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa
bagaiann tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada
daerah viseral. Karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga
memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari
daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit
(kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
1. Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang
memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri
dihilangkan (Qittum,2008).
2.Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang
terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit
dilokalisasi.Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang
terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya.
Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang
tumpul dan sulit dilokalisasi (Qittum,2008).
3. Reseptor Viseral
Reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan
sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap
pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi
(Qittum, 2008).
2.1.3 Teori pengontrol nyeri
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana
nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai
teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang
kendali nyeri dianggap paling relevan (Qittum, 2008).
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls
nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem
saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah
pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya
menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri. Suatu
keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak
mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C
melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan.
Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat
yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan
berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini
mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung
pasien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akanmenstimulasi mekanoreseptor,
apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan
membuka pertahanan tersebut dan pasien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika
impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang
memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin
dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.
Neuromedulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat
pelepasan substansi P. tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan
upaya untuk melepaskan endorfin (Nusdwinurigtyas, 2008).
2.1.4 Respon Nyeri
1. Respon Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman pasien.terhadap nyeri
yang terjadi atau arti nyeri bagi pasien.(Nusdwinurigtyas, 2008).
2. Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
A. Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
B. Peningkatan heart rate
C. Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
D. Peningkatan nilai gula darah
E. Diaphoresis
F. Peningkatan kekuatan otot
G. Dilatasi pupil
H. Penurunan motilitas GI (Nusdwinurigtyas, 2008).
3. Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
A. Muka pucat
B. Otot mengeras
C. Penurunan HR dan BP
D. Nafas cepat dan irreguler
E. Nausea dan vomitus
I. Kelelahan dan keletihan (Nusdwinurigtyas, 2008).
Respon Tingkah Laku
A. Respon perilaku terhadap nyeri
B. Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
C. Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
D. Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan
jari & tangan
J. Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,
Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas
menghilangkan nyeri) (Nusdwinurigtyas, 2008).
5. Fase Nyeri
Menurut (Anesth ,2003) mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
1) Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yang paling penting, karena fase ini
bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar
tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam
fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada pasien.
2) Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat
subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi
terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang
mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan
stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah
merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi
terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi
terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri
datang.
3) Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien
masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga
dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami
episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah
kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri
untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
2.1.5 Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri
1) Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri
yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus
dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri
diperiksakan (Anesth , 2003).
2) Jenis kelamin
Mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam
merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki
mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri) (Anesth , 2003).
3) Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri
adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka
tidak mengeluh jika ada nyeri (Anesth , 2003).
4) Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan
dan bagaimana mengatasinya (Anesth , 2003).
5) Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri
yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang
menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
(Anesth , 2003).
6) Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas (Anesth , 2003).
7) Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini
nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah
tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam
mengatasi nyeri. (Anesth , 2003).
8) Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri (Anesth , 2003).
9) Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan (Anesth ,
2003).
2.1.5 Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan
kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua
orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan
pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik
tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak
dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Nusdwinurigtyas, 2008).
2.2 Ceftriaxone
2.1 Definisi
Ceftriaxone adalah kelompok obat yang disebut cephalosporin antibiotics.
Ceftriaxone bekerja dengan cara mematikan bakteri dalam tubuhMerupakan golongan
sefalosporin yang mempunyai spektrum luas dengan waktu paruh eliminasi 8 jam.
Efektif terhadap mikroorganisme gram positif dan gram negatif. Ceftriaxone sangat
stabil terhadap enzim laktamase (yayan, 2010).
2.2 Farmakokinetik
Ceftriaxone diabsorpsi lengkap setelah pemberian IM dengan kadar plasma
maksimum rata-rata antara 2-3 jam setelah pemberian. Dosis multipel IV atau IM
dengan interval waktu 12-24 jam, dengan dosis 0,5-2g menghasilkan akumulasi
sebesar15-3%diata nilai dosis tunggal.Sebanyak 33-67 % ceftriaxone yang
diberikan, akan diekskresikan dalam uring dalam bentuk yang tidak diubah dan
sisanya diekskresikan dalam empedu dan sebagian kecil dalam feses sebagai bentuk
inaktif. Setelah pemberian dosis 1g IV, kadar rata-rata ceftriaxone 1-3 jam setelah
pemberian adalah : 501 mg/ml dalam kandung empedu, 100 mg/ml dalam saluran
empedu, 098 mg dalam duktus sistikus, 78,2 mg/ml dalam dinding kandung empedu
dan 62,1 mg/ml dalam plasma.Setelah pemberian dosis 0,15-3g, maka waktu
paruh eliminasinya berkisar antara 5-8 jam, volume distribusinya sebesar 5,70-13,5 L,
kliren plasma0,50-1,45L/jam dan klirens ginjal 0,32-0,73L/jam.
Ikatan protein ceftriaxone bersifat reversibel dan besarnya adalah 85-95 %.
Ceftriaxone menembus selaput otak yang mengalami peradangan pada bayi dan anak-
anak dan kadarnya dalam cairan otak setelah pemberian dosis 50 mg/kg dan 75
mg/kg IV,berkisar antara 1,3-18,5ug/ml dan1,3-44 ug/ml Dibanding pada orang
dewasa sehat, farmakokinetik ceftriaxone hanya sedikit sekali terganggu pada usia
lanjut dan juga pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal/hati, karena itu tidak
diperlukan penyesuaian dosis. (yayan, 2010).
2.3 Farmakodinamik
Efek bakterisida ceftriaxone dihasilkan akibat penghambatan sintesis dinding
kuman. Ceftriaxone mempunyai stabilitas yang tinggi terhadap beta-laktanase, baik
terhadap penisilinase maupun sefalosporinase yang dihasilkan oleh kuman gram-
negati,gram-positif (yayan, 2010).
2.4 Indikasi
Untuk infeksi- infeksi berat dan yang disebabkan oleh kuman-kuman gram
positif maupun gram negatif yang resisten terhadap antibiotika lainnya, misalnya :
1. Infeksi saluran pernafasan
2. Infeksi saluran kemih
3. Infeksi gonoreal
4. Septisemia bakteri
5. Infeksi tulang dan jaringan
6. Infeksi kulit
2.5 Dosis
1. 1-2 gr melalui otot (intra muscular) atau melalui pembuluh darah (intra
vascular), lakukan setiap 24 jam, atau dibagi menjadi setiap 12 jam.
2. Dosis maksimum: 4 gr/hari
3. Dewasa dan anak-anak diatas 12 tahun : 1-2 gram sehari secara intra vena
4. Bayi dan ank-anak dibawah 12 tahun :
Bayi 14 hari : 20 – 50 mg/kg bb sehari
Bayi 15 hari sampai 12 tahun : 20 – 80 mg/kg bb sehari
Anak-anak dengan BB 50 kg atau lebih : dosis dewasa melalui
infus paling sedikit 30 menit
5. Pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal, kliren kreatinin tidak lebih dari
10 ml/menit, dosis tidak lebih dari 2 gram perhari.
2.5 Efek Samping
Reaksi lokal : Sakit, indurasi atau nyeri tekan pada tempat suntikan dan
phlebitis setelah pemberian intravenaHipersensitivitas : Ruam kulit dan kadang-
kadang pruritus, demam atau menggigilHematologik : Eosinofilia, trombositosis,
lekopenia dan kadang-kadang anemia, anemia hemolitik,netropenia, limfopenia,
trombositopenia dan pemanjangan waktu protrombia.
Saluran cerna : Diare dan kadang-kadang mual, muntah, disgeusia.
Hati : Peningkatan SGOT atau SGPT dan kadang-kadang peningkatan fosfatase alkali
dan bilirubin.
Ginjal : Peningkatan BUN dan kadang-kadang peningkatan kreatinin serta ditemukan
silinder dalam urin.
Susunan saraf pusat : Kadang-kadang timbul sakit kepala atau pusing.
Saluran kemih dan genital : Kadang-kadang dilaporkan timbulnya monitiasis atau
vaginiti
Reaksi hipersensitivitas (urticaria, pruritus, ruam, reaksi parah seperti anaphylaxis
bisa terjadi); Efek GI (diare, N/V, diare/radang usus besar); Efek lainnya (infeksi
candidal)
Dosis tinggi bisa dihubungkan dengan efek CNS (encephalopathy, convulsion); Efek
hematologis yang jarang; pengaruh terhadap ginjal dan hati juga terjadi.
Perpanjangan PT (prothrombin time), perpanjangan APTT (activated partial
thromboplastin time), dan atau hypoprothrombinemia (dengan atau tanpa
pendarahan) dikabarkan terjadi, kebanyakan terjadi dengan rangkaian sisi NMTT
yang mengandung cephalosporins.
e. Instruksi Khusus
2. Gunakan dengan hati-hati pada pasien yang alergi terhadap Penicillin,
ada kemungkinan 10% peluang sensitivitas.
3. Gunakan dengan hati-hati pada pasien kerusakan ginjal.
2. Aquabidest (Air Murni)
Prinsip Penyulingan Air
Setiap elemen bisa eksis di tiga bagian:
1. sebagai cairan
2. sebagai solid dan
3. sebagai uap
yang sebagian besar tergantung pada suhu itu. Hal ini berlaku untuk air, juga.
Jadi, air dapat ditemukan sebagai es, air dan uap. Jika air:
1. didinginkan di bawah 0 derajat Celcius (32 Fahrenheit), menjadi es
2. jika dipanaskan di atas 100 derajat Celsius (212 Fahrenheit), menjadi uap.
Suhu, di mana perubahan substansi itu negara dari cair ke uap disebut titik
didih, dan berbeda untuk bahan yang berbeda. Perbedaan ini dapat digunakan
untuk zat terpisah, dan dengan demikian dapat digunakan untuk pemurnian air
Proses ini relatif sederhana:
1. air kotor dipanaskan
2. untuk titik didih dan dengan demikian menguap
3. (Menjadi uap), sedangkan bahan lainnya tetap dalam keadaan padat, dalam
boiler. Uap ini kemudian diarahkan ke dalam pendingin
4. dingin dan kembali ke air cair
5. dan hasil akhirnya adalah sebuah air, dibersihkan dari zat tambahan yang
ditemukan sebelum penyulingan.
Distilasi adalah proses yang efektif dan, yang lebih penting, hal itu dapat
dilakukan dengan banyak improvisasi.. Anda dapat memanaskan air dengan
apa yang di tangan: kebakaran, listrik, atau apa pun yang Anda dapat
menggunakan hampir semua hal yang menampung air untuk boiler, selama
Anda bisa mengarahkan uap ke dalam pendingin. pendingin bisa menjadi
potongan panjang pipa tembaga membungkuk ke spiral. Yang Anda butuhkan
adalah sesuatu yang hanya akan mendinginkan uap ke bawah.
Dalam skenario kasus terburuk, Anda dapat menyaring air dengan panci
rumah tangga biasa dan dua tutup panci.
Rebus air dalam panci tertutup dengan tutup pertama. Setelah beberapa saat,
Anda akan melihat bahwa air dalam panci menguap, dan mengembun pada
tutupnya (ini adalah air suling).
Sekarang ganti tutupnya dengan tutup kedua, dan putar yang pertama secara
vertikal, sehingga semua air terkondensasi mengumpulkan pada satu titik, dan
kemudian tuang ke dalam cangkir. Sementara itu, lebih mengembun air suling
pada tutup panci kedua, jadi ulangi langkah di atas lagi sampai Anda memiliki
cangkir penuh.
Distilasi akan menghapus dari air hampir apa pun, bahkan logam berat, racun,
bakteri dan virus. Namun, tidak mengeluarkan zat yang memiliki titik didih
pada suhu yang lebih rendah daripada air. Beberapa zat ini minyak, minyak
bumi, alkohol dan zat semacam itu, yang dalam banyak kasus tidak bercampur
dengan air,. Juga ingat bahwa zat dihapus dari air tetap dalam boiler, jadi
Anda harus membersihkannya setiap sekali sebentar.
Air suling dapat digunakan langsung dan tidak perlu direbus lagi. Seperti yang
sudah panas, Anda dapat menggunakannya untuk mempersiapkan teh, atau
minuman serupa.
A. Kerangka Teori
Berdasarkan landasan teori tentang perbedaan tingkat nyeri pemberian
ceftriaxone dengan pengenceran aquabidest 5ml, 8ml dan 10 ml, maka kerangka
teori dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
B. Kerangka Konsep
Berdasarkan kerangka teori di atas, dapat digambarkan kerangka konsep
penelitian sebagi berikut :
A. Hypotesis
Ha : Ada perbedaan tingkat nyeri pada pemberian ceftriaxone dengan
pengenceran aquabidest 5ml, 8ml, dan 10ml.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian merupakan alat bagi peneliti untuk mengontrol atau
mengendalikan berbagai variabel yang berpengaruh pada suatu penelitian. Jenis
penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif. Rancangan penelitian
yang digunakan adalah pre experimental study one shot case study. Penelitian ini
dilakukan dengan melakukan intervensi/tindakan pada satu kelompok kemudian
diobservasi pada variable dependen setelah dilakukan intervensi.(Nursalam,
2003).
Treatment yang dilakukan pada penlitian ini adalah injeksi ceftriaxone
dengan pengenceran aquabidest 5 ml, 8 ml serta 10 ml. Dan yg diobservasi
dalam penelitian ini adalah respon pasien terhadap injeksi.
One – Shot Case Study Design :
X O
X 1: ceftriaxone dengan pengenceran aquabidest 5ml
X 2 : ceftriaxone dengan pengenceran aquabidest 8ml
X 3 : ceftriaxone dengan pengenceran aquabidest 10ml
O : respon pasien terhadap injeksi (skala nyeri)
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang diteliti.
(Notoatmojo, 2003). Menurut Sugiyono (2007), populasi adalah wilayah
genenralisasi yang terdisi atas objek atau subjek yang mempunyai kuantitas
dan karekteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari
kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
dewasa dengan pemberian obat antibakteri ceftriaxone di ruang Mawar
Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto yang berjumlah 90
pasien.
2. Sampel
Sampel merupakan bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (Hidayat, 2007).
Menurut Dorothy (2000), sampel adalah suatu bagian populasi yang dipilih
oleh peneliti utuk berpartisipasi dalam suatu proyek riset.
Dalam penelitian ini, teknik pengambilan sampel menggunakan simple
random sampling, dimana tiap subjek dalam populasi memiliki kesempatan
yang sama untuk terpilih/ tidak sebagai sampel penelitian. Dan jumlah sampel
yang diambil sebanyak 40 klien.
C. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu penelitian
Waktu dilakukan penelitian selama 1 minggu.
2. Tempat penelitian
Penelitian dilakukan di Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto di bangsal Mawar.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Independent (bebas)
Menurut Nursalam (2008), variabel independent aalah variabel yang
menentukan variabel lain. Suatu kegiatn stimulus yang dimanipulasi oleh
peneliti menciptakan suatu dampak pada variabel dependent. Variable bebas
biasanya dimanipulasi, diamati, dan diukur untuk diketahui hubungannya atau
pengaruhnya terhadap variabel lain. Dalam penelitian ini variabel bebasnya
adalah pengenceran aquabidest terhadap ceftriaxone.
2. Variabel Dependent (terikat)
Menurut Nursalam (2008), variabel respon akan muncul sebagai
akibat dari manipulasi variabel-variabel ini. Variabel dependent merupakan
faktor yang diamati dan diukur menentukan ada tidaknya hubungan atau
pengaruh dari variabel independent.
Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah tingkat nyeri klien.
E. Definisi Operasional
Menurut Hidayat (2007), definisi operasional adalah mendefiniskan
variabel secara operasional dan berdasarkan karekteristik yang diamati, sehingga
memungkinkan peneliti untuk melakukan observasi atau pengukuran secara
cermat terhadap suatu objek atau fenomena. Definisi operasional ditentukan
berdasarkan parameter yang dijadikan ukuran dalam penelitian. Sedangkan cara
pengukuran merupakan cara dimana variabel dapat diukur dan ditentukan
karekteristiknya. Untuk memudahkan pemahaman dan pengukuran setiap variabel
yang ada dalam penelitian, maka setiap varibel harus dirumuskan secara
operasional. Adapun definisi operasional dari penelitian ini sebagai berkut :
Tabel 3.1. Definisi Operasional
No. VariabelDefinisi
OperasionalCara Ukur Hasil Ukur Skala
1. Tingkat
nyeri
Respon dari klien
saat dilakukan
injeksi ceftriaxone
Skala nyeri
dan skala
wajah
0-3 = nyeri
ringan
4-5 = nyeri
sedang
6-8 = nyeri
berat
9-10 = nyeri
Ordinal
tak
tertahankan
2. Ceftriaxon
e dengan
aquabidest
5 ml
Pengenceran
cefriaxone 1 gr
dengan penambahan
aquabidest 5ml
untuk injeksi
Observasi 1 = tidak
sakit
2 = sakit
sedang
3 = sangat
sakit
Ordinal
3. Ceftriaxon
e dengan
aquabidest
8 ml
Pengenceran
cefriaxone 1 gr
dengan penambahan
aquabidest 8ml
untuk injeksi
Observasi 1 = tidak
sakit
2 = sakit
sedang
3 = sangat
sakit
Ordinal
4. Ceftriaxon
e dengan
aquabidest
10 ml
Pengenceran
cefriaxone 1 gr
dengan penambahan
aquabbidest 10ml
untuk injeksi
Observasi 1 = tidak
sakit
2 = sakit
sedang
3 = sangat
sakit
Ordinal
A. Instrumen Penelitian
Menurut Saryono (2008) instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas
yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaanya lebih
mudah dan hasilnya lebih baik ( cermat, lengkap dan sistematis ), sehingga lebih
mudah untuk diolah.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan standar operasional
prosedur suatu tindakan injeksi yaitu tata cara melakukan injeksi cefriaxone
degan segala jumlah pengenceran yang mempengaruhi tingkat nyeri pasien. Serta
standar operasional prosedur pengkajian tingkat nyeri untuk menilai respon
reesponden terhadap injeksi yang diberikan baik respon verbal maupun non
verbal.
B. Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data didapat dari sumber data. Dalam penelitian ini
sumber data tersebut terdiri dari :
1. Data Primer
Data primer yaitu data yang langsung diperoleh oleh peneliti dari
responden. Dalam penelitian ini yaitu respon verbal dan non verbal pasien
terhadap respon injeksi.
2. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data yang diperoleh peneliti secara tidak langsung
dan berguna untuk melengkapi dan mendukung data primer. Data sekunder
yang diperoleh untuk mendukung data primer adalah dokumen rekam medis
pasien.
C. Pengolah Data dan Analisa Data
1. Pengolahan Data
a. Editing
Yaitu menyeleksi data yang sudah masuk untuk menjamin validitas
data
b. Coding
Yaitu pemberian kode-kode untuk memperoleh proses pengolahan
data.
c. Scoring
Yaitu proses pemberian nilai pada data jawaban responden untuk
mempermudah entry data.
d. Entry data
Yaitu proses pemasukann data kedalam komputer sehingga data
dianalisis dengan menggunakan program SPSS For Windows Release
10,00.
e. Tabulating
Yaitu mengelompokan data sesuai dengan tujuan analisis data dan
disajikan melalui tabel.
2. Analisa Data
Data yang diperoleh diolah dan dianalisis mengunakan program bantu
komputer. Setelah dilakukan pengumpulan data maka komponen variabel
penelitian yang dapat dilakukan analisis adalah :
a. Analisis Univariat
Menurut Saryono (2008) pada analisa univariate, data yang diperoleh
dari hasil pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi,
frekuensi, ukuran tendensi central atau grafik. Peneliti akan
menganalisa dan menyajikan data dalam bentuk tabel tabel distribusi,
frekuensi dan grafik.
b. Analisis Bivariat
Menurut Saryono (2008) analisa bivariate merupakan analisa untuk
mengetahui interaksi dua variabel yaitu variabeal bebas dan variabel
terikat, baik berupa komparative, asosiative maupun korelative.
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian.(Nursalam, 2003). Menurut La Biondo_Wood dan Haber
(1993) hipotesis adalah suatu asumsi pernyataan tentang hubungan antara dua
atau lebih variable yang diharapakan bias m,enjawab suatu pertanyaan dlam
penelitian.
Dalam proposal penelitian ini, hipotesis penelitiannya adalah :
Ha : ada perbedaan tingkat nyeri pada pemberian ceftriaxone dengan
pengenceran aquabidest 5ml, 8ml, dan 10ml.
E. Etika Penelitian
Penelitian ini menggunakan objek manusia yang memiliki kebebasan dalm
menentukan dirinya, maka peneliti harus memahami hak dasar manusia (Hidayat,
2007).
Pada penelitian ini menjunjung tinggi prinsip etika penelitiann yang
merupakan standar etika dalam melakukan penelitian sebagaimana dikemukakan
oleh Polit dan Beck (2006) sebagai berikut :
1. Prinsip Manfaat
Peneliti memperkecil resiko dan memaksimalkan manfaat dan prinsip ini
meliputi hak untuk mendapatkan perlindungan dari kejahatan dan kegelisahan
dan hak untuk mendapatkan perlindungan dari eksploitasi.
2. Prinsip Menghormati Martabat Manusia
Prinsip ini meliputi :
a. Hak untuk mendapatkan pilihan
Hak ini meliputi hak untuk mendapat pertanyaan, mengungkapakan
keberatan dan menarik diri.
b. Hak mendapatkan data yang lengkap
Memperoleh penjelasan tentang jalannya penelitian.
3. Prinsip Keadilan
Prinsip ini bertujuan untuk menjunjung tinggi keadilan manusia dengan
menghargai hak-hak memberikan perawatan secara adil, hak untuk menjaga
privasi manusia.
Masalah etika yang harus diperhatikan dalam penelitian menurut Hidayat
(2007) antara lain :
a. Mengaplikasiakn informed consent
Informed consent diberikan sebelum peneliti melakukan dengan
memberikan lembar persetujuan untuk mejadi responden.
b. Tidak mencantumkan nama (anonymity)
Hanya menuliska kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang akan disampaikan.
c. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya oleh
peneliti.
F. Prosedur Penelitian
a. Tahap Persiapan
1. Mengurus perizinan dari Ketua Program Studi Keperawatan
Purwokerto dan tempat penelitian yaitu Rumah Sakit Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.
2. Mencari sumber-sumber pustaka dan data-data penunjang di lapangan.
b. Tahap Pelaksanaan
1. Menentukan sampel penelitian.
2. Mengumpulkan data sekunder yaitu dokumentasi rekam medik klien di
Rumah Sakit Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.
3. Mengumpulkan data primer yaitu respon verbal dan non verbal pasien
terhadap respon injeksi.
4. Menindaklanjuti dari pengumpulan data primer dan data sekunder
adalah melakukan pengecekan data, apakah data sudah sesuai.
5. Data yang sudah lengkap selanjutnya dilakukan seleksi, kemudian data
diolah menggunakan komputer.
6. Menganalisa data berdasarkan data yang telah diolah.
7. Membuat laporan penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Anaesth. 2003. Comparison of Four Strategis To Reduce The Pain Associate With
Intravenous Administration of Recorunium. Oxford Jurnal, 90(3), 337-379.
Dorothy Y.B and Marie T. 2000. Dasar-Dasar Riset Keperawatan. Edisi 2. Jakarta :
EGC.
Notoatmojo. 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan.Edisi 2. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Nursalam. 2003. Konsep dan Penerapan metodologi penelitian ilmu keperawatan.
Jakarta : Salemba medika.
Nusdwinuringtyas, nury. 2008. Kala nyeri “harus terukur”. Terdapat pada
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en |id&u=http://
www.nursingtimes.net/1952004.article. diakses pada 5 Desember 2010.
Potter and Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, dan Praktik .
Edisi 4, Volume 2. Jakarta : EGC.
Qittun.2008. Konsep Dasar Nyeri. Terdapat pada
http://qittun.blogspot.com/2008/10/konsep-dasar-nyeri.html. Diakses pada 5
Desember 2010.
Saryono. 2008. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jogjakarta : Mitra Cendekia.
Yayan, A.2010. Cetriaxone. Terdapat pada http://obat-penyakit.com/ceftriaxone.html.
Diakses pada 5 Desember 2010.
Diposkan oleh vita amelia di 23:40 0 komentar