Dasar Teori Hbco
-
Upload
suchinda-fer -
Category
Documents
-
view
99 -
download
6
Transcript of Dasar Teori Hbco
Dasar Teori
Hemoglobin merupakan protein yang terdapat dalam sel darah merah (SDM) dan berfungsi
antara lain untuk:
1. Mengikat dan membawa oksigen dari paru ke seluruh jaringan tubuh
2. Mengikat dan membawa karbon dioksida dari seluruh jaringan tubuh ke paru
3. Memberi warna merah pada darah
4. Mempertahankan keadaan asam-basa dari tubuh
Hemoglobin merupakan protein tetramer kompak yang setiap monomernya terikat
pada gugus prostetik hem dan keseluruhannya mempunyai berat molekul 64.450 Dalton.
Darah mengandung 7.8 – 11.2 mmol hemoglobin monomer/L (12.6 – 18.4 gr/dl), tergantung
pada jenis kelamin dan umur individu (Asscalbiass, 2010).
Hemoglobin dapat mengikat 4 atom oksigen per tetramer (satu pada setiap subunit
hem), atom oksigen terikat pada atom Fe2+ yang terdapat pada hem pada ikatan koordinasi ke-
5. Hemoglobin yang terikat pada oksigen disebut hemoglobin teroksigenasi atau
oksihemoglobin (HbO2), sedangkan hemoglobin yang sudah melepaskan oksigen disebut
deoksihemoglobin (Hb). Hemoglobin dapat mengikat suatu gas hasil pembakaran yang tidak
sempurna yaitu karbonmonoksida (CO) dan disebut karbamonoksidahemoglobin (HbCO).
Ikatan Hb dengan CO ini 200 kali lebih kuat daripada ikatan HB dengan oksigen, akibatnya
Hb tidak dapat lagi mengikat, membawa, dan mendistribusikan oksigen ke jaringan.
Beberapa derivat dari hemoglobin, misalnya oksiHb Hb, dan HbCO dapat dibedakan dengan
melakukan pengenceran, dan pada pengenceran ini oksiHb terlihat berwarna merah
kekuning-kuningan, Hb berwarna merah kecoklatan, dan HbCO berwarna merah terang
(carmine tint). Untuk lebih jelas lagi setiap derivat Hb dapat pula dibedakan dengan
menggunakan spektroskop.
Hemoglobin merupakan senyawa yang bertanggung jawab akan kemampuan sel
untuk mengangkut oksigen dan karbon dioksida. Hemoglobin memiliki struktur tetramer
yang kompleks. Setiap hemoglobin memiliki dua rantai alpha ( α ) dan dua rantai beta ( β ).
Setiap rantai adalah sebuah subunit protein globular yang menyerupai myoglobin di rangka
dan sel otot jantung. Seperti myoglobin, setiap rantai hemoglobin mengandung molekul
heme, suatu pigmen non-protein kompleks. Setiap unit heme memiliki ion besi sehingga ion
besi tersebut bisa berikatan dengan molekul oksigen, membentuk oksihemoglobin (HbO2).
Darah yang mengandung sel darah merah yang dipenuhi oleh oksihemoglobin akan berwarna
merah terang .
Setiap sel darah merah mengandung sekitar 280 juta hemoglobin. Karena hemoglobin
mengandung 4 unit heme, setiap sel darah merah bisa mengangkut lebih dari satu milyar
molekul oksigen. Secara kasar 98.5% oksigen diangkut oleh aliran darah ke ikatan
hemoglobin di dalam sel darah merah .
Jumlah ikatan oksigen denga hemoglobin tergantung teruatama pada kandungan
plasma pada oksigen. Ketika level plasma oksigen rendah, hemoglobin melepas oksigen.
Dalam kondisi yang seperti ini, khas pada kapiler di tepi (peripheral), plasma karbon dioksida
meningkat. Rantai alpha dan beta pada hemoglobin kemudian mengikat karbon dioksida,
membentuk karbaminohemoglobin (HbCO2). Di kapiler paru, level plasma oksigen tinggi dan
level plasma karbon dioksida rendah, maka ketika berada di kapiler paru, sel darah merah
mengikat oksigen (yang kemudian diikat di hemoglobin) dan melepas ikatan karbon dioksida.
Sel–sel darah merah mampu mengonsentrasikan hemoglobin dalam cairan sel sampai
sekitar 34 gram per 100 mililiter sel. Konsentrasi ini tak akan melebihi nilai tersebut, karena
nilai ini merupakan batas metabolik mekanisme pembentukan hemoglobin sel. Selanjutnya,
pada orang normal, persentase hemoglobin hampir selalu mendekati nilai maksimum dalam
setiap sel. Namun, apabila pembentukan hemoglobin dalam sumsum tulang berkurang,
persentase hemoglobin dalam sel dapat turun sampai di bawah nilai tersebut, dan volume sel
darah merah juga dapat menurun karena jumlah hemoglobin yang mengisi sel menjadi
berkurang.
Selain mengangkut oksigen, hemoglobin juga dapat berikatan dengan zat-zat berikut:
1. Karbon dioksida. Dengan demikian, hemoglobin ikut berperan mengangkut gas ini dari
jaringan kembali ke paru.
2. Bagian ion hidrogen asam (H+) dari asam karbonat yang terionisasi, yang dibentuk dari
karbon dioksida pada tingkat jaringan. Hemoglobin, dengan demikian, menyangga asam
ini, sehingga pH tidak terlalu berpengaruh.
3. Karbon moksida (CO). Gas ini dalam keadaan normal tidak terdapat pada darah, tetapi,
jika terhirup, menempati tempat ikatan oksigen di hemoglobin, sehingga terjadi
keracunan karbon monoksida.
Dengan demikian, hemoglobin berperan penting dalam pengangkutan oksigen
sekaligus ikut serta dalam pengangkutan karbon dioksida dan menentukan kapasitas
penyangga dari darah. Di dalam paru-paru, tekanan bagian oksigen pada rongga udara
mencapai kira-kira 100 mmHg; pada tekanan ini, hemoglobin kira-kira 96% jenuh oleh
oksigen. Akan tetapi, di dalam sel-sel otot yang sedang bekerja, tekanan bagian oksigen
hanya kira-kira 26 mmHg karena sel otot menggunakan oksigen pada kecepatan tinggi dan
karenanya, menurunkan konsentrasi lokal oksigen. Pada saat darah melalui otot kapiler,
oksigen akan dibebaskan dari hemoglobin yang hampir jenuh pada sel darah merah ke dalam
plasma darah dan selanjutnya akan dibawa ke sel otot.
Selain membawa oksigen dari paru ke jaringan, hemoglobin juga membawa dua
produk akhir dari respirasi jaringan, yakni H+ dan CO2, dari jaringan ke paru dan ginjal, dua
organ ini terlibat di dalam ekskresi produk tersebut. Di dalam sel jaringan periferi, bahan
bakar organik dioksidasi oleh mitokondria, menggunakan oksigen yang dibawa dari paru oleh
hemoglobin, dengan pembentukan karbondioksida, air, dan produk-produk lain.
Pembentukan CO2 menyebabkan peningkatan dalam konsentrasi H+ (yakni, penurunan pH),
di dalam jaringan, karena hidrasi CO2 menghasilkan H2CO3, suatu asam lemah, yang
berdisosiasi membentuk H+ dan bikarbonat. Selain membawa hampir semua oksigen yang
dibutuhkan dari paru ke jaringan, hemoglobin mengangkut bagian yang cukup besar, kira-
kira 20% dari total karbondioksida dan H+ yang dibentuk di dalam jaringan, ke paru dan
ginjal.
Karbon monoksida menyebabkan hipoksia jaringan dengan cara bersaing dengan
oksigen untuk melakukan ikatan pada hemeprotein pembawa oksigen (hemoglobin,
mioglobin, sitokrom C oksidase, sitokrom P-450). Afinitas karbon monoksida terhadap
hemeprotein bervariasi, mulai dari 30 sampai 500 kali lebih kuat dibandingkan afinitas
oksigen, tergantung pada hemeproteinnya. Di samping itu, lebih kuatnya afinitas hemoglobin
terhadap karbon monoksida menyebabkan dengan adanya karboksihemoglobin mengganggu
afinitas oksigen terhadap hemoglobin dengan menggeser kurva disosiasi oksihemoglobin ke
kiri sehingga mengurangi pelepasan oksigen ke jaringan. Hipoksia jaringan yang dihasilkan
lebih hebat dibandingkan dengan yang akan dihasilkan oleh anemia dengan derajat yang
sama. Diyakini bahwa karbon monoksida memiliki efek toksik langsung pada tingkat seluler
dengan cara mengganggu respirasi mitokondria, disebabakan karena karbon monoksida
terikat pada kompleks sitokrom oksidase. Berbeda dengan hemoglobin, afinitas sitokrom
oksidase lebih kuat terhadap oksigen. Akan tetapi selama anoksia seluler, karbon monoksida
dapat terikat. Pada saat oksigen dari udara kembali ada maka pemindahan karbon monoksida
menjadi lambat .
Kurva Disosiasi Oksigen dan Karbonmonoksida
Penatalaksanaan orang yang terkena keracunan karbonmonoksida adalah sebagai
berikut:
1. Pindahkan dari sumber pajanan gas CO.
2. Pemberian oksigen 100%, merupakan hal yang mendasar dengan masker karet yang ketat,
atau menggunakan endo- tracheal tube pada pekerja yang tidak sadar agar oksigen benar-
benar masuk, yang akan mengurangi waktu paruh (half life) ikatan COHb secara
perlahan-lahan, sehingga memper-baiki hipoksia jaringan.
3. Terapi hiperbarik, dengan oksigen bertekanan 3 atmosfer yang akan cepat sekali
memperpendek waktu paruh COHb. Masih diperdebatkan mengenai indikasinya.
Gejala toksisitas CO adalah nyeri kepala, rasa lelah, kebingungan mental,mual, dan gangguan
neurologik berat akibat hipoksia yang menyebabkan koma, sertakematian. Analisis untuk CO
dilakukan pada darah yang diberi EDTA. Hasil dinyatakan sebagai persen hemoglobin yang
terdapat sebagai karboksihemoglobin. Gejala-gejala toksik keracunan CO muncul pada kadar
20% dan kematian pada kadar mencapai 60%. Pengobatan dengan beralih dari sumber CO
dan mempertahankan respirasi dengan entilasi yang kuat dan pemberian oksigen agar CO
berdisosiasi dari hemoglobin dan berdifusi keluar tubuh.
Pengaruh konsentrasi CO terhdadap kesehatan manusia dapat dilihat pada table di bawah ini:
No Konsentrasi
CO (ppm)
Konsentrasi
HbCO (%)
Gejala terhadap kesehatan
1 0-10 1-2,5 Belum ada gejala
2 10 3,0-4,0 Gangguan pada tingkahlaku
3 10-20 5,0-6,0 Gangguan pada systemsaraf, penglihatan, pancaindra
dll
4 30-50 10,0-<20,0 Perubahan fungsi padajantung dan paru
5 50-70 >20,0-60,0 Sakit kepala, lesu,pusing, sesak napas,koma
6 80-90 70,0-90,0 Kematian