Dasar Hukum Lawfull Interception

download Dasar Hukum Lawfull Interception

of 6

Transcript of Dasar Hukum Lawfull Interception

PENYADAPAN INFORMASI SECARA SAH (LAWFUL INTERCEPTION) I. PENGERTIAN a. Penyadapan informasi adalah mendengarkan, mencatat, atau merekam suatu pembicaraan dengan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi tanpa sepengetahuan pihak yang melakukan pembicaraan atau komunikasi tersebut; b. Penyadapan Informasi secara sah (Lawful Interception) adalah kegiatan penyadapan informasi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum untuk kepentingan penegakan hukum yang dikendalikan dan hasilnya dikirimkan ke Pusat Pemantauan (Monitoring Center) milik aparat penegak hukum. II. DASAR HUKUM a. Undang-undang No. 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi

Pasal 40 Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi yang disalurkan melalui telekomunikasi dalam bentuk apapun. Pasal 41 Dalam rangka pembuktian kebenaran pemakaian fasilitas telekomunikasi atas permintaan pengguna jasa telekomunikasi, penyelenggara jasa telekomunikasi wajib melakukan perekaman pemakaian fasilitas telekomunikasi yang digunakan oleh pengguna jasa telekomunikasi dan dapat melakukan perekaman informasi sesuai dengan peraturan perundangundangan yang berlaku Pasal 42 (1) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib merahasiakan informasi yang dikirim atau diterima oleh pelanggan jasa telekomunikasi melalui jaringan telekomunikasi yang diselenggarakan (2) Untuk kepentingan proses peradilan pidana, penyelenggara telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diberikan atas: a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan undang-undang yang berlaku (3) Ketentuan mengenai tata cara perekaman dan permintaan rekaman informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penjelasan pasal 42 ayat (2)

1

Yang dimaksud dengan proses peradilan pidana dalam ketentuan ini mencakup penyidikan, penuntutan, dan penyidangan Huruf a Yang dimaksud dengan tindak pidana tertentu adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara selama 5 (lima) tahun ke atas, seumur hidup atau mati. Huruf b Contoh tindak pidana tertentu sesuai dengan undang-undang yang berlaku ialah tindak pidana yang sesuai dengan undang-undang tentang narkotika dan tindak pidana yang sesuai dengan undang-undang tentang Psikotropika; Pasal 56 Barang siapa yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 40, dipidana dengan pidana penjara palaing lama 15 (lima belas) tahun. Pasal 57 Penyelenggara jasa telekomunikasi yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah). b. Undang-undang No. 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik Pasal 5 a.Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya merupakan alat bukti hukum yang sah. Pasal 31 (1) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain (2) Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat public dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apapun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, dan/atau penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang ditransmisikan. (3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan, dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undang-undang. Penjelasan Pasal 31 ayat (1) 2

Yang dimaksud dengan intersepsi atau penyadapan adalah kegiatan untuk mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio frekuensi. Pasal 47 Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam pasal 31 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) c. Peraturan Pemerintah No.52 tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi Pasal 87 Dalam hal untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat memberikan informasi yang diperlukan atas a. Permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian Republik Indonesia untuk tindak pidana tertentu; b. Permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 88 Permintaan perekaman informasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 87 disampaikan secara tertulis dan sah kepada penyelenggara jasa telekomunikasi dengan tembusan kepada Menteri. Penjelasan Pasal 88 Yang dimaksud disampaikan secara tertulis dan sah adalah setiap permintaan perekaman informasi harus dibuat dan disampaikan secara tertulis oleh instansi yang berwenang serta dibubuhi cap instansi pemohon dan tanda tangan pejabat yang mengajukan permintaan. Pasal 89 (1) Permintaan tertulis perekaman informasi sebagaimana dimaskud dalam Pasal 88 sekurang-kurangnya memuat: a. Objek yang direkam; b. Masa rekam; dan c. Periode waktu laporan hasil rekaman. (2) Penyelenggara jasa telekomunikasi wajib memenuhi permintaan perekaman informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambatlambatnya dalam waktu 1 kali 24 jam terhitung sejak permintaan diterima. 3

(3)

Dalam hal teknis rekaman tidak dimungkinkan, penyelenggara jasa telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib memberitahukan kepada Jaksa Agung, Kepala Kepolisian Republik Indonesia dan atau Penyidik. (4) Pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) disampaikan selambat-lambatnya 6 (enam) jam setelah diterimanya permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (5) Hasil rekaman informasi sebagiamana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan secara rahasia kepada Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian dan atau Penyidik. Penjelasan Pasal 89 ayat (1) Ketentuan ini dimaksudkan untuk memperjelas mengenai objek masa dan periode waktu laporan hasil rekaman untuk dijadikan pedoman di dalam pelaksanaan perekaman informasi. d. Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 11/PER/M.KOMINFO/ 02/2006 tentang Teknis Penyadapan terhadap Informasi Pasal 1 (7) Penyadapan informasi adalah mendengarkan, mencatat, atau merekam sesuatu pembicaraan yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum dengan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan telekomunikasi tanpa sepengetahuan orang yang melakukan pembicaraan atau komunikasi tersebut. (13) Pusat Pemantauan (Monitoring Center) adalah fasilitas monitoring Aparat Penegak Hukum yang dijadikan tujuan transmisi/pengiriman hasil dari penyadapan terhadap pembicaraan/telekomunikasi pihak tertentu yang menjadi subjek penyadapan. Pasal 4 penyadapan informasi hanya dibenarkan apabila dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Pasal 5 (1) penyadapan informasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 hanya dapat dilakukan oleh aparat Penegak Hukum melalui alat dan/atau perangkat penyadapan informasi; (2) alat dan/atau perangkat penyadapan informasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 harus terpasang pada alat perangkat telekomunikasi dan atau pada pusat pemantauan;

4

(3) alat dan/atau perangkat penyadapan informasi dan proses identifikasi sasaran dikendalikan oleh Aparat Penegak Hukum. Pasal 6 b. Alat dan/atau perangkat penyadapan informasi meliputi : (a) Perangkat antar muka (interface) penyadapan; (b) Pusat pemantauan (monitoring center); dan (c) Sarana, prasarana transmisi penghubung (link transmission); Pasal 7 (1) Aparat Pengak Hukum mengrim identifikasi sasaran kepada penyelenggara telekomunikasi. (2) Pelaksana pengiriman identifikasi sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara elektronis dan dalam hal sarana elektronis tidak tersedia dilakukan secara non elektronis. Pasal 8 (1) Mekanisme penyadapan terhadap telekomunikasi secara sah oleh aparat penegak hukum, dilaksanakan berdasarkan SOP yang ditetapkan oleh Aparat Penegak Hukum dan diberikathukan secara tertulis kepada Direktur Jenderal. (2) Penyelenggara telekomunikasi wajib membantu kelancaran proses penyadapan informasi melalui sarana dan prasarana telekomunikasi. Pasal 13 Pusat Pemantauan dapat berfungsi sebagai gerbang komunikasi (gateway) bagi Aparat Penegak Hukum untuk melakukan penyadapan informasi secara sah. III. ALAT DAN PERANGKAT PENYADAPAN INFORMASI c. Alat dan perangkat Utama : (a) Perangkat antar muka (interface) penyadapan; (b) Pusat Pemantauan (Monitoring Center); (c) Sarana, prasarana transmisi penghubung (Link transmision). Alat dan Perangkat Pendukung (a) Alat Intersep Taktis : (a). Alat Intersep GSM; (b). Alat Intersep CDMA dan; (c). Alat Intersep 3G. (b) Sistem Pengintaian :

d.

5

(a). Inteligent device; (b). Surveillance System. (c) Kontra Intelijen : (a). JKSK; (b). Jammer; (c). Peralatan Counter Surveillance. IV. MEKANISME PENYADAPAN INFORMASI a. Aparat Penegak hukum mengirim identifikasi sasaran kepada penyelenggara telekomunikasi; b. Pelaksanaan pengiriman identifikasi sasaran sebagaimana dimaksud pada point (a) dilakukan secara elektronis dan dalam hal sarana elektronis tidak tersedia dilakukan secara non elektronis; c. Mekanisme penyadapan terhadap telekomunikasi secara sah oleh aparat penegak hukum, dilaksanakan berdasarkan SOP yang ditetapkan oleh aparat penegak hukum dan diberitahukan secara tertulis kepada Direktur jenderal Pos dan Telekomunikasi; d. Penyelenggara telekomunikasi wajib membantu kelancaran proses penyadapan informasi melalui sarana dan prasarana telekomunikasi; e. Pengambilan data dan informasi hasil penyadapan informasi secara sah dilakukan secara langsung oleh aparat penegak hukum berdasarkan SOP dengan tidak mengganggu kelancaran telekomunikasi dari pengguna telekomunikasi; f. Dalam hal penyadapan terhadap informasi secara sah, penyelenggara telekomunikasi harus : 1). Membantu tugas aparat penegak hukum; 2). Menjaga dan memelihara perangkat penyadapan informasi termasuk perangkat antar muka (interface) yang berada di area penyelenggara telekomunikasi; 3). Bersama-sama dengan aparat penegak hukum, menjamin ketersambungan sarana antar muka (interface) penyadapan informasi ke pusat pemantauan (Monitoring Center). g. Dalam hal melakukan penyadapan terhadap informasi aparat penegak hukum harus bekerjasama dengan penyelenggara telekomunikasi. V. TAHAPAN PENYADAPAN INFORMASI 1. Data awal; 2. Penjejakan awal; 3. Scanning awal; 4. Reconaissance; 5. Surveillance; 6. Identifikasi dan lokalisir; 7. Scanning; 8. Perekaman

6