Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

32
Dasar Hukum dan Teori HUKUM MELURUSKAN DAN MERAPATKAN SHAF A. MAKNA MELURUSKAN SHAF Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Yang dimaksud meluruskan shaf adalah menyempurnakan shaf pertama. Kemudian shaf selanjutnya mengisi yang kosong menjadi setentang dengan orang-orang yang berdiri pada shaf dengan tidak membusungkan satu anggota badannya terhadap orang-orang yang ada disampingnya. Tidak disyariatkan meluruskan shaf kedua hingga shaf pertama sempurna, demikian pula berdiri pada shaf selanjutnya sementara shaf sebelumnya belum sempurna. (Tanbihatul Muslim, hal 9) B. HADITS-HADITS TENTANG KEUTAMAAN MELURUSKAN SHAF 1. Dari Aisyah radliyallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat terhadap orang- orang yang shalat pada shaf-shaf.” (HR. Ahmad, Hakim dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib, no.401) Shalawat Allah terhadap hamba-Nya yaitu Allah menyebutkan hamba-Nya di hadapan malaikat-malaikat-Nya di langit tertinggi, sedangkan shalawat malaikat yaitu mendoakan dan memintakan ampun bagi si hamba. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Manawi: “Para malaikat memintakan ampun baginya.” (Faidlul Qadir 2/269) 2. Dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: Siapa yang menyambung shaf niscaya Allah akan menyambungnya, dan barangsiapa memutuskannya niscaya Allah akan memutuskannya.” (HR Nasa’I, Hakim, Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib, no.503) Imam Manawi menerangkan hadits ini dalam kitab Faidlul Qadir fi Syarhi Jami’us Shaghir, 6/236: “Makna washalahullah yaitu Allah menambahkan padanya kebaikan, hubungannya semakin erat dan Allah memasukkan dia kedalam rahmat-Nya. Sedangkan makna qatha’ahullah yaitu Allah memutuskan darinya tambahan kebaikan. Adapun makna menyambung shaf adalah jika ada kekosongan kemudian ditutupi atau jika ada kekurangan kemudian

description

Dasar Hukum dan TeoriHUKUM MELURUSKAN DAN MERAPATKAN SHAFA. MAKNA MELURUSKAN SHAF Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Yang dimaksud meluruskan shaf adalah menyempurnakan shaf pertama. Kemudian shaf selanjutnya mengisi yang kosong menjadi setentang dengan orang-orang yang berdiri pada shaf dengan tidak membusungkan satu anggota badannya terhadap orang-orang yang ada disampingnya. Tidak disyariatkan meluruskan shaf kedua hingga shaf pertama sempurna, demikian pula berdiri pada shaf selanjutnya s

Transcript of Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Page 1: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Dasar Hukum dan Teori

HUKUM MELURUSKAN DAN MERAPATKAN SHAF

A. MAKNA MELURUSKAN SHAFImam Nawawi rahimahullah berkata: “Yang dimaksud meluruskan shaf adalah menyempurnakan shaf pertama. Kemudian shaf selanjutnya mengisi yang kosong menjadi setentang dengan orang-orang yang berdiri pada shaf dengan tidak membusungkan satu anggota badannya terhadap orang-orang yang ada disampingnya. Tidak disyariatkan meluruskan shaf kedua hingga shaf pertama sempurna, demikian pula berdiri pada shaf selanjutnya sementara shaf sebelumnya belum sempurna. (Tanbihatul Muslim, hal 9)

B. HADITS-HADITS TENTANG KEUTAMAAN MELURUSKAN SHAF1. Dari Aisyah radliyallahu ‘anha, ia berkata, Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat terhadap orang-orang yang shalat pada shaf-shaf.” (HR. Ahmad, Hakim dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib, no.401)

Shalawat Allah terhadap hamba-Nya yaitu Allah menyebutkan hamba-Nya di hadapan malaikat-malaikat-Nya di langit tertinggi, sedangkan shalawat malaikat yaitu mendoakan dan memintakan ampun bagi si hamba. Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Imam Manawi: “Para malaikat memintakan ampun baginya.” (Faidlul Qadir 2/269)

2. Dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:“Siapa yang menyambung shaf niscaya Allah akan menyambungnya, dan barangsiapa memutuskannya niscaya Allah akan memutuskannya.” (HR Nasa’I, Hakim, Ibnu Khuzaimah dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih at-Targhib wat Tarhib, no.503)

Imam Manawi menerangkan hadits ini dalam kitab Faidlul Qadir fi Syarhi Jami’us Shaghir, 6/236: “Makna washalahullah yaitu Allah menambahkan padanya kebaikan, hubungannya semakin erat dan Allah memasukkan dia kedalam rahmat-Nya. Sedangkan makna qatha’ahullah yaitu Allah memutuskan darinya tambahan kebaikan. Adapun makna menyambung shaf adalah jika ada kekosongan kemudian ditutupi atau jika ada kekurangan kemudian disempurnakan. Makna “memutuskan shaf” yaitu duduk ditengah barisan shaf tanpa melakukan shalat atau menghalangi orang-orang yang ingin mengisi shaf yang kosong. Wallahu a’lam. (Syarh Sunan Nasa’I, 2/93)

3. Dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ”Tidaklah satu langkah yang lebih besar pahalanya dari langkah seseorang untuk mengisi kekosongan pada shaf, kemudian menutupinya.” (HR al-Bazzar dan dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam at-Targhib wat Tarhib, no.503)

4. Diterangkan pula tentang keutamaan shaf pertama dalam beberapa hadits diantaranya dari Abdurrahman bin Auf radliyallahu ‘anhu, ia berkata: “Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat pada shaf pertama.” (HR Ibnu Majah, Ahmad, Abu Dawud, Hakim, dan dishahihkan Syaikh al-Albani dalam Shahih Jami’ Ash-Shaghir, no.1839)

Page 2: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

5. Sesungguhnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memintakan ampun bagi shaf pertama sebanyak tiga kali dan shaf kedua hanya sekali.” (HR Ibnu Majah, Nasa’I, Ibnu Khuzaimah, Hakim dan dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam at-Targhib wat Tarhib, no.489)

6. Dari Abu Hurairah radliyallahu ‘anhu, dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Seandainya manusia mengetahui apa yang ada pada an-Nida (panggilan adzan) dan shaf pertama kemudian tidak menjumpai, kecuali harus mengadakan undian niscaya mereka akan mengundinya.” (Muttaqun ‘alaihi, lafadz hadits bagi Muslim)

C. BEBERAPA SEBAB DIPERINTAHKAN MELURUSKAN SHAFD. HUKUM MELURUSKAN SHAF

Imam Bukhari dalam Shahihnya mengemukakan bahwa dosa bagi orang yang tidak menyempurnakan shaf. Dari sini Imam Bukhari rahimahullah beristimbath bahwa menyempurnakan shaf adalah wajib dan orang yang meninggalkan adalah berdosa.Ibnu Hajar rahimahullah mengomentari pendapat Imam Bukhari diatas dengan berkata: “Bukhari berpendapat wajib, karena bunyi haditsnya dalam bentuk perintah yaitu sawwuu shufuufakum dan keumuman sabda Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam: “Shalatlah kalian sebagaimana ketika melihat aku shalat.” dan juga adanya ancaman bagi orang yang meninggalkannya.” (Fathul Bari, 2/210)

Ibnu Hajar juga berkata ketika menerangkan hadits “Benar-benarlah kalian meluruskan shaf-shaf atau Allah akan membuat berselisih diantara wajah-wajah kalian”: “Dalam hadits ini terdapat isyarat yang halus berupa ancaman Allah sesuai dengan pelanggaran yang diperbuat, ancaman itu adalah berupa perselisihan. Dengan dasar inilah, maka meluruskan shaf adalah wajib dan melalaikannya adalah haram.” (Fathul Bari, 2/207)

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah ketika membantah orang yang mengatakan bahwa meluruskan shaf adalah sunnah, beliau berkata: “Bahkan Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan para shahabatnya untuk meluruskan shaf, mengisi yang kosong dan menutup shaf pertama kemudian shaf selanjutnya. Semua itu adalah anjuran yang keras agar mereka berkumpul dengan sesempurna mungkin. Seandainya menyempurnakan shaf tidak wajib, maka dibolehkan salah seorang berdiri sendirian dibelakang kawannya dan seterusnya. Hal ini diketahui secara umum bahwa shalat semacam ini bukanlah shalat kaum muslimin. Seandainya hal ini boleh, maka akan dilakukan oleh kaum muslimin meskipun sekali. Demikian pula bila shaf tidak teratur, yang satu kedepan dan yang lainnya mundur, maka keadaan ini termasuk yang dilarang oleh Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam. Sedangkan larangan menunjukkan pengharaman. Bahkan jika seandainya mereka shalat melebihi tempat berdirinya imam (agak kedepan), itu lebih baik disbanding hal semacam tadi. (Majmu’ Fatawa, 23/394)

E. CARA MELURUSKAN SHAFBerikut ini akan kami paparkan beberapa hadits yang menerangkan cara meluruskan dan

merapatakan shaf.1. Dari Anas radliyallahu ‘anhu, dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

“Luruskan shaf-shaf kalian karena sesungguhnya aku melihat kalian dari belakang punggungku.” Maka salah seorang diantara kami menempelkan bahunya dengan bahu kawannya dan kakinya dengan kaki kawannya.” (HR Bukhari 725 dan Ahmad 3/182, 263)

2. Dari Ibnu Umar radliyallahu ‘anhuma, dia berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Luruskanlah shaf-shaf, jadikan setentang diantara bahu-bahu, tutuplah celah yang kosong, lunaklah terhadap tangan saudara kalian dan janganlah kalian meninggalkan celah-celah bagi syetan. Barangsiapa menyambung shaf, maka Allah akan menyambungnya dan barangsiapa memutusnya maka Allah akan memutuskannya.” (HR Bukhari 725, Abu Dawud 666; dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shahih Sunan Abu Dawud, no.602)

Page 3: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

3. Dari Abu Qasim al-Jadali dia berkata: Saya mendengar Nu’man bin Basyir berkata: Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam menghadapkan wajahnya kepada manusia dan bersabda: “Luruskan shaf-shaf kalian – tiga kali – Demi Allah, benar-benar kalian meluruskan shaf-shaf atau Allah akan menjadikan hati kalian berselisih. Nu’man berkata: “Maka aku melihat seseorang melekatkan bahunya dengan bahu kawannya, lututnya dengan lutut kawannya, mata kaki dengan mata kaki kawannya.” (HR Abu Dawud 662, Ibnu Hibban 396, Ahmad 4/272; dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shahihah, no.32)

Dari hadits-hadits di atas dapat disimpulkan bahwa meluruskan shaf yaitu:a. Membuat shaf menjadi lurus, tidak lebih maju atau mundur.b. Bahu dalam keadaan sejajar. Ibnu Qayyim rahimahullah berkata: “Yaitu setiap orang

menjadikan bahunya setentang dengan bahu lainnya. Hingga bahu-bahu, leher-leher, dan kaki-kaki dalam keadaan sejajar.” (Aunul Ma’bud, 2/356)

c. Menutup celah yang kosong dengan menempelkan kaki dengan kaki.d. Bersikap lunak terhadap tangan saudara-saudaranya. Abu Dawud berkata yang maknanya

“Lembutlah terhadap tangan saudara-saudaranya kalian” yaitu: apabila datang seorang laki-laki menuju shaf dan hendak masuk pada shaf, maka sepantasnya setiap orang melunakkan bahunya sehingga dia (yang datang) masuk pada shaf.” (Aunul Ma’bud, 2/366)

e. Menempelkan bahu dengan bahu, lutut dengan lutut dan mata kaki dengan mata kaki, sebagaimana hadits Nu’man bin Basyir.

Page 4: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Bentuk Shaf dalam Sholat yang Benar

Di bawah ini adalah gambar-gambar tata cara membentuk shaf dalam sholat yang benar. Saya mendapatkannya dari seorang teman. Yang Insya Allah gambar yang singkat ini bisa menjawab segala hal yang terjadi di masyarakat. Karena kekeliruan yang terus-menurus dilakukan oleh masyarakat. Kita juga wajib memperingatkannya karena ini berhubungan

Page 5: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

dengan sholat, sedangkan sholat adalah ibadah inti dari umat Islam ini. Maka kita harus menjaga agar sholat kita sempurna. Wallahu’alam bishawab.

Page 6: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat
Page 7: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat
Page 8: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Tata Cara Sujud yang Benar

Syaikh Ibnu Ustaimin mengatakan, “(Dalam sujud) Seorang yang shalat hendaknya menjauhkan perutnya dari dua pahanya. Demikian juga meninggikan dua paha sehingga jauh dari betis. Lengkapnya ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam sujud :

1. Merenggangkan lengan dari lambung2. Menjauhkan perut dari paha3. Menjauhkan paha dari dua betis

Oleh karena itu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Hendaklah kalian bersikap pertengahan ketika bersujud.” (HR Bukhari dan Muslim dari Anas bin Malik)

Artinya hendaknya posisi sujud itu pertengahan tidak terlalu pendek sehingga perut sampai bersentuhan dengan paha dan paha bisa bersentuhan dengan betis. Tidak pula terlalu panjang sebagaimana yang dilakukan oleh sebagian orang. Kita temukan sebagian orang yang sujud dengan terlalu memanjang sampai-sampai seperti orang yang hampir telungkup. Tidak diragukan lagi bahwasanya hal ini termasuk bid’ah, karena hal tersebut bukanlah sunnah Nabi. Sepengetahuan kami, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para shahabat tidaklah melakukan demikian, yaitu memanjangkan punggung saat bersujud.

Page 9: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Yang benar memanjangkan sujud itu dilakukan pada saat ruku’. Sedangkan pada saat sujud cukuplah perut itu ditinggikan sehingga tidak menempel paha, namun punggung tidak perlu dipanjangkan.” (Lihat Shifat as-Sholah karya Ibn Utsaimin hal 114-115 cetakan Darul Kutub al-Ilmiah)

TATA CARA TURUN KETIKA SUJUD

Jawab: Yang pertama turun adalah lutut terlebih dahulu, kemudian dua buah telapak tangan, karena Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam melarang seseorang sujud dengan meletakkan telapak tangan terlebih dahulu, sebagaimana sabdanya:

إذا س��جد أح��دكم فال ي��برك كم��ا ي��برك البع��يروليضع يديه قبل ركبتيه.

“Apabila salah seorang di antara kalian sujud, maka janganlah turun untuk sujud sebagaimana menderumnya onta, dan hendaklah ia meletakkan dua tangannya sebelum dua lututnya” (HR. Ahmad 2/381; Abu Dawud no. 840; An-Nasa’I no. 1090).

Kalimat pertama yang berbunyi”janganlah turun untuk sujud sebagaiamana menderumnya onta” , larangan ini tentang sifat sujudnya yang ditunjukkan oleh huruf “kaf” yang berarti penyerupaan (tasybih). Bukan larangan tentang kesamaan pada anngota badan yang sujud. Sekiranya larangan terhadap kesamaan anggota badan yang sujud tentulah bunyi hadits tersebut Maka janganlah menderum persis dengan menderumnya onta, jika memang demikian maka kami katakana janganlah Anda turun sujud di atas dua lutut karena onta menderum di atas dua lututnya. Tetapi Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengatakan janganlah menderum persis dengan menderumnya onta, namun beliau shalallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan janganlah menderum sebagaimana menderumnya onta. Ini adalah larangan tentang sifat dan tata cara, bukan larangan kesamaan meletakkan anggota badan saat sujud.

Oleh karena itu Ibnul Qoyyim Al-Jauziyyah rahimahullah dalam kitabnya Zaadul Ma’ad (1/215) yakin bahwa perawi hadits terbalik dalam menyebutkan kalimat terakhir dalam hadits tersebut. Kalimat terakhir tersebut yaitu: Hendaklah ia meletakkan dua tangannya sebelum dua lututnya, beliau berkata: yang benar hendaklah ia meletakkan dua lututnya sebelum dua tangannya; sebab sekiranya meletakkan dua tangan terlebih dahulu sebelum dua lututnya tentu ia akan bersujud sebagaimana menderumnya onta. Onta itu apabila menderum lebih mendahulukan tangannya. Barangsiapa yang pernah menyaksikan onta menderum tentulah jelas baginya permasalahan ini.

Page 10: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Maka yang benar jika kita ingin menyelaraskan hadits pada bunyi hadits yang terakhir dengan yang bunyi hadits yang pertama, yaitu: Hendaklah ia meletakkan dua lututnya sebelum dua tangannya, karena jika ia meletakkan dua tangannya sebelum dua lututnya sebagaimana yang saya katakana tentulah ia akan turun sujud sebagaimana turunnya onta. Sehingga awal dan akhir hadits menjadi bertentangan.

Sebagian ikhwan telah mengarang sebuah risalah yang berjudul FATHUL MA’BUD FII WADH’I RUKBATAINI QOBLA YADAIN FII SUJUD, karya ini cukup bagus dan bermanfaat. Oleh karena itu sunnah yang diperintahkan oleh Rasulullah sholallahu ‘alaihi wa sallam dalam sujud adalah meletakkan dua lutut sebelum dua tangan.

Cara Sujud Rasulullah

Rasulullah saat hendak melakukan sujud, meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu sebelum kedua tangannya. Setelah meletakkan kedua lutut, beliau kemudian meletakkan kedua tangan, lalu kening, lalu hidung.

Itulah tuntunan sujud yang benar, yang diriwayatkan dalam sebuah hadits oleh Syarik, dari Ashim bin Kulaib, dari ayahnya, dari Wa`il bin Hajar. Wa`il mengatakan bahwa ia pernah melihat Rasulullah ketika hendak sujud, maka beliau meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan kedua tangannya. Dan ketika beliau bangkit, maka beliau mengangkat kedua tangan sebelum mengangkat kedua lututnya. Dalam soal sujud ini, tak ada yang meriwayatkan hadits yang bertentangan dengan keterangan tersebut.

Adapun hadits dari Abu Hurairah yang berbunyi,

�ذ�ا ج�د� إ �م س� �ح�د�ك �, أ ك� ف�ال ر� �ب �م�ا ي ك� ك ر� �ب ر� ي �ع�ي ب �ض�ع, ال ي و�له� �د�ي ي

ل� ه� ق�ب �ي �ت ب ك ر�

"Apabila salah seorang di antara kalian melakukan sujud, maka janganlah ia mendekam sebagaimana mendekamnya seekor unta (maksudnya melakukan gerakan seperti gerakan mendekamnya unta) dan hendaklah ia meletakkan kedua tangannya sebelum meletakkan kedua lututnya.”

Hadits ini –wallahu a’lam- terdapat wahm (kesalahan) dari beberapa perawinya. Bagian awal redaksi hadits tersebut bertolak belakang dengan bagian akhirnya. Karena jika seseorang meletakkan kedua tangannya terlebih dahulu sebelum meletakkan kedua lututnya, berarti

Page 11: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

dia telah mendekam seperti mendekamnya onta. Dalam kenyataannya, unta ketika mendekam kedua tangannya (kaki depannya –ed.) terlebih dahulu, baru kedua lututnya (kaki belakangnya –ed.).

Setelah mendapat penjelasan tentang kenyataan gerak mendekamnya unta itu, orang-orang yang berpegang kukuh pada kebenaran redaksi hadits di atas lantas membuat alasan bahwa yang dimaksud kedua lutut unta itu sebenarnya adalah kedua kaki depannya bukan kaki belakangnya. Unta ketika sedang mendekam, maka ia pertama kali meletakkan kedua lututnya (kaki depannya –ed.) terlebih dahulu. Dan inilah yang dilarang dalam sujud.

Pendapat tersebut juga salah karena beberapa hal:

1. Ketika unta mendekam, ia meletakkan kedua tangannya (kaki depan –ed.) terlebih dahulu. Sedangkan kedua kakinya (kaki belakang -ed.) masih berdiri tegak. Ketika unta hendak bangkit, maka ia akan bangkit dengan kedua kakinya terlebih dahulu, sedang kedua tangannya masih berada di tanah. Inilah sebenarnya yang dilarang oleh Rasulullah dalam melakukan sujud.

Intinya, ketika hendak sujud maka harus menjatuhkan anggota badan yang paling dekat dengan tanah, kemudian anggota badan yang lebih dekat dengan anggota badan yang pertama. Ketika hendak bangkit, maka yang pertama kali diangkat adalah anggota badan yang paling atas.

Rasulullah ketika hendak sujud, pertama beliau meletakkan kedua lututnya terlebih dahulu, kemudian kedua tangannya, setelah itu keningnya. Saat bangkit dari sujud, beliau mengangkat kepala lebih dulu, lalu kedua tangannya, dan setelah itu baru kedua lututnya.

Gerakan seperti ini berbeda dengan gerak mendekam yang dilakukan unta. Rasulullah amat melarang umatnya melakukan gerakan shalat yang menyerupai gerakan suatu jenis binatang. Misalnya, beliau melarang untuk mendekam sebagaimana mendekamnya unta, melarang berpindah-pindah sebagaimana berpindahnya serigala, melarang duduk dengan membentangkan kaki sebagaimana yang dilakukan binatang buas, melarang berjongkok sebagaimana berjongkoknya seekor anjing, melarang menekuk jari yang sampai berbunyi sebagaimana yang dilakukan gagak, dan melarang mengangkat tangan ketika salam sebagaimana gerakan ekor kuda terhadap matahari. Yang jelas, tuntunan gerakan shalat itu sangat berbeda dengan gerakan aneka jenis binatang.

2. Pendapat yang menyatakan bahwa kedua lutut unta itu terletak pada kedua tangannya (kaki depannya –ed.) adalah pendapat yang tidak masuk akal dan tidak dikenal oleh para ahli bahasa, karena lutut unta itu terletak di kedua kaki belakangnya.

3. Andaikata penjelasan hadits yang mereka utarakan itu benar, maka mestinya redaksi haditsnya berbunyi, “Maka hendaklah orang yang shalat mendekam sebagaimana mendekamnya unta.” Yang pertama kali menyentuh tanah adalah kedua tangan (kaki depan –ed.) unta. Di sinilah inti masalah ini. Yaitu bahwa bagi siapa saja yang mau memikirkan tentang mendekamnya unta, dan ia mengerti bahwa Rasulullah melarang untuk mendekam sebagaimana mendekamnya unta, maka orang tersebut akan yakin bahwa hadits Wa`il bin Hajar adalah yang benar. Wallahu A’lam.

Page 12: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Menurut saya, dalam hadits Abu Hurairah di atas telah terjadi pembalikan (kesalahan) redaksi haditsnya oleh sebagian perawi hadits. Barangkali saja redaksi hadits yang benar adalah, “Dan hendaklah meletakkan kedua lututnya sebelum meletakkan kedua tangannya.”

Page 13: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Menentukan Arah Kiblat Kiblat berasal dari bahasa Arab ( قبلة ) adalah arah yang merujuk ke suatu tempat dimana bangunan Ka’bah di Masjidil Haram , Makkah, Arab Saudi. Ka’bah juga sering disebut dengan Baitullah (Rumah Allah). Menghadap arah Kiblat merupakan suatu masalah yang penting dalam

Page 14: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

syariat Islam. Menurut hukum syariat, menghadap ke arah kiblat diartikan sebagai seluruh tubuh atau badan seseorang menghadap ke arah Ka'bah yang terletak di Makkah yang merupakan pusat tumpuan umat Islam bagi menyempurnakan ibadah-ibadah tertentu.

Pada awalnya, kiblat mengarah ke Baitul Maqdis atau Masjidil Aqsa Jerusalem di Palestina, namun pada tahun 624 M ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke Madinah, arah Kiblat berpindah ke arah Ka’bah di Makkah hingga kini atas petunjuk wahyu dari Allah SWT. Beberapa ulama berpendapat bahwa turunnya wahyu perpindahan kiblat ini karena perselisihan Rasulullah SAW di Madinah.

Menghadap ke arah kiblat menjadi syarat sah bagi umat Islam yang hendak menunaikan shalat baik shalat fardhu lima waktu sehari semalam atau shalat-shalat sunat yang lain. Kaidah dalam menentukan arah kiblat memerlukan suatu ilmu khusus yang harus dipelajari atau sekurang-kurangnya meyakini arah yang dibenarkan agar sesuai dengan syariat.

Hukum Arah Kiblat

Kiblat sebagai pusat tumpuan umat Islam dalam mengerjakan ibadah dalam konsep arah terdapat beberapa hukum yang berkaitan yang telah ditentukan secara syariat yaitu:

a. Hukum Wajib

1. Ketika shalat fardhu ataupun shalat sunat menghadap kiblat merupakan syarat sahnya shalat

2. Ketika melakukan tawaf di Baitullah.

3. Ketika menguburkan jenazah maka harus diletakkan miring bahu kanan menyentuh liang lahat dan muka menghadap kiblat.

b. Hukum Sunat

Bagi yang ingin membaca Al-Quran, berdoa, berzikir, tidur (bahu kanan dibawah) dan lain-lain yang berkaitan.

c. Hukum Haram

Ketika membuang air besar atau kecil di tanah lapang tanpa ada dinding penghalang.

d. Hukum Makruh

Membelakangi arah kiblat dalam setiap perbuatan seperti membuang air besar atau kecil dalam keadaan berdinding, tidur menelentang sedang kaki selunjur ke arah kiblat dan sebagainya.

Dalil Al-Quran Berkaitan Arah Kiblat

Surah Al-Baqarah ayat 149 :

Artinya :"Dan dari mana saja engkau keluar (untuk mengerjakan shalat) hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (Ka'bah). Sesunggunya perintah berkiblat ke Ka'bah itu benar dari Allah (tuhanmu) dan ingatlah Allah tidak sekali-kali lalai akan segala apa yang kamu lakukan".

Page 15: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Surah Al-Baqarah ayat 150:

Artinya: "Dan dari mana saja engkau keluar (untuk mengerjakan solat) maka hadapkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram (Ka'bah) dan dimana sahaja kamu berada maka hadapkanlah muka kamu ke arahnya, supaya tidak ada lagi sebarang alasan bagi orang yang menyalahi kamu, kecuali orang yang zalim diantara mereka (ada saja yang mereka jadikan alasannya). Maka janganlah kamu takut kepada cacat cela mereka dan takutlah kamu kepada-Ku semata-mata dan supaya Aku sempurnakan nikmat-Ku kepada kamu, dan juga supaya kamu beroleh petunjuk hidayah (mengenai perkara yang benar)".

Hadits Berkaitan Arah Kiblat

Dari Abu Hurairah r.a.

" Dari Abu Hurairah ra katanya : Sabda Rasulullah saw. Di antara Timur dan Barat terletaknya kiblat (Ka'bah) ".

Dari Anas bin Malik r.a.

"Bahwasanya Rasullullah s.a.w (pada suatu hari) sedang mendirikan solat dengan menghadap ke Baitul Maqdis. Kemudian turunlah ayat Al-Quran: "Sesungguhnya kami selalu melihat mukamu menengadah ke langit (berdoa mengadap kelangit). Maka turunlah wahyu memerintahkan Baginda mengadap ke Baitullah (Ka'bah). Sesungguhnya kamu palingkanlah mukamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Kemudian seorang lelaki Bani Salamah lalu, ketika itu orang ramai sedang ruku' pada rakaat kedua shalat fajar. Beliau menyeru, sesungguhnya kiblat telah berubah. Lalu mereka berpaling ke arah kiblat". ( Diriwayatkan Oleh Muslim )

Berdasarkan ayat Al Qur'an dan hadits yang telah dinyatakan maka jelaslah bahwa menghadap arah kiblat itu merupakan satu kewajipan yang telah ditetapkan dalam hukum atau syariat. Maka tiadalah kiblat yang lain bagi umat Islam melainkan Ka'bah di Baitullah di Masjidil Haram.

Page 16: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Ijtihad Arah Kiblat

Konsep Ijtihad dalam menentukan Arah Qiblat

Arah kiblat dalam konsep segitiga datar

Kesemua empat mazhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafii dan Hambali telah bersepakat bahwa menghadap kiblat salah satu merupakan syarat sahnya shalat. Bagi Mazhab Syafii telah menambah dan menetapkan tiga kaidah yang bisa digunakan untuk memenuhi syarat menghadap kiblat yaitu:

1. Menghadap Kiblat Yakin (Kiblat Yakin)

Seseorang yang berada di dalam Masjidil Haram dan melihat langsung Ka'bah, wajib menghadapkan dirinya ke Kiblat dengan penuh yakin. Ini yang juga disebut sebagai “Ainul Ka’bah”. Kewajiban tersebut bisa dipastikan terlebih dahulu dengan melihat atau menyentuhnya bagi orang yang buta atau dengan cara lain yang bisa digunakan misalnya pendengaran. Sedangkan bagi seseorang yang berada dalam bangunan Ka’bah itu sendiri maka kiblatnya adalah dinding Ka’bah.

2. Menghadap Kiblat Perkiraan (Kiblat Dzan)

Seseorang yang berada jauh dari Ka'bah yaitu berada diluar Masjidil Haram atau di sekitar tanah suci Mekkah sehingga tidak dapat melihat bangunan Ka’bah, mereka wajib menghadap ke arah Masjidil Haram sebagai maksud menghadap ke arah Kiblat secara dzan atau kiraan atau disebut sebagai “Jihadul Ka’bah”. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan dengan bertanya kepada mereka yang mengetahui seperti penduduk Makkah atau melihat tanda-tanda kiblat atau “shaff” yang sudah dibuat di tempat–tempat tersebut.

3. Menghadap Kiblat Ijtihad (Kiblat Ijtihad)

Ijtihad arah kiblat digunakan seseorang yang berada di luar tanah suci Makkah atau bahkan di luar negara Arab Saudi. Bagi yang tidak tahu arah dan ia tidak dapat mengira Kiblat Dzan nya maka ia boleh menghadap kemanapun yang ia yakini sebagai Arah Kiblat. Namun bagi yang dapat mengira maka ia wajib ijtihad terhadap arah kiblatnya. Ijtihad dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat dari suatu tempat yang terletak jauh dari Masjidil Haram. Diantaranya adalah ijtihad menggunakan posisi rasi bintang, bayangan matahari, arah matahari terbenam dan perhitungan segitiga bola maupun pengukuran menggunakan peralatan modern.

Bagi lokasi atau tempat yang jauh seperti Indonesia, ijtihad arah kiblat dapat ditentukan melalui perhitungan falak atau astronomi serta dibantu pengukurannya menggunakan peralatan modern seperti kompas, GPS, theodolit dan sebagainya. Penggunaan alat-alat modern ini akan menjadikan

Page 17: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

arah kiblat yang kita tuju semakin tepat dan akurat. Dengan bantuan alat dan keyakinan yang lebih tinggi maka hukum Kiblat Dzan akan semakin mendekati Kiblat Yakin. Dan sekarang kaidah-kaidah pengukuran arah kiblat menggunakan perhitungan astronomis dan pengukuran menggunakan alat-alat modern semakin banyak digunakan secara nasional di Indonesia dan juga di negara-negara lain. Bagi orang awam atau kalangan yang tidak tahu menggunakan kaidah tersebut, ia perlu taqlid atau percaya kepada orang yang berijtihad.

Teknik / Kaidah Penentuan Arah Kiblat

1. PERHITUNGAN / HISAB ARAH KIBLAT

Koordinat Posisi Geografis

Setiap lokasi di permukaan bumi ditentukan oleh dua bilangan yang menunjukkan kooordinat atau posisinya. Koordinat posisi ini masing-masing disebut Latitude (Lintang) dan Longitude (Bujur). Sesungguhya angka koordinat ini merupakan angka sudut yang diukur dari pusat bumi sampai permukaannya. Acuan pengukuran dari suatu tempat yang merupakan perpotongan antara garis Ekuator dengan Garis Prime Meridian yang melewati kota Greenwich Inggris. Titik ini berada di Laut Atlantik kira-kira 500 km di Selatan kota Accra Rep. Ghana Afrika.

Satuan kooordinat lokasi dinyatakan dengan derajat, menit busur dan detik busur dan disimbolkan dengan ( °, ', " ) misalnya 110° 47’ 9” dibaca 110 derajat 47 menit 9 detik. Dimana 1° = 60’ = 3600”. Dan perlu diingat bahwa walaupun menggunakan kata menit dan detik namun ini adalah satuan sudut dan bukan satuan waktu.

Latitude disimbolkan dengan huruf Yunani φ (phi) dan Longitude disimbolkan dengan λ (lamda). Latitude atau Lintang adalah garis vertikal yang menyatakan jarak sudut sebuah titik dari lintang nol derajat yaitu garis Ekuator. Lintang dibagi menjadi Lintang Utara (LU) nilainya positif (+) dan Lintang Selatan (LS) nilainya negatif (-) sedangkan Longitude atau Bujur adalah garis horisontal yang menyatakan jarak sudut sebuah titik dari bujur nol derajat yaitu garis Prime Meridian. Bujur dibagi menjadi Bujur Timur (BT) nilainya positif (+) dan Bujur Barat (BB) nilainya negatif (-). Untuk standard internasional angka longitude dan latitude menggunakan kode arah kompas yaitu North (N), South(S), East (E) dan West (W). Misalnya Yogyakarta berada di Longitude 110° 47’ BT bisa ditulis 110° 47’ E atau +110° 47’.

Ilmu Ukur Segitiga Bola

Ilmu ukur segitiga bola atau disebut juga dengan istilah trigonometri bola (spherical trigonometri) adalah ilmu ukur sudut bidang datar yang diaplikasikan pada permukaan berbentuk bola yaitu bumi yang kita tempati. Ilmu ini pertama kali dikembangkan para ilmuwan muslim dari Jazirah Arab

Page 18: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

seperti Al Battani dan Al Khawarizmi dan terus berkembang hingga kini menjadi sebuah ilmu yang mendapat julukan Geodesi. Segitiga bola menjadi ilmu andalan tidak hanya untuk menghitung arah kiblat bahkan termasuk jarak lurus dua buah tempat di permukaan bumi.

Sebagaimana sudah disepakati secara umum bahwa yang disebut arah adalah “jarak terpendek” berupa garis lurus ke suatu tempat sehingga Kiblat juga menunjukkan arah terpendek ke Ka’bah. Karena bentuk bumi yang bulat, garis ini membentuk busur besar sepanjang permukaan bumi. Lokasi Ka’bah berdasarkan pengukuran menggunakan Global Positioning System (GPS) maupun menggunakan software Google Earth secara astronomis berada di 21° 25' 21.04" Lintang Utara dan 39° 49' 34.04" Bujur Timur. Angka tersebut dibuat dengan ketelitian cukup tinggi. Namun untuk keperluan praktis perhitungan tidak perlu sedetil angka tersebut. Biasanya yang digunakan adalah :

φ = 21° 25’ LU dan λ = 39° 50’ BT (1° = 60’ = 3600”)

° = derajat ‘ = menit busur dan “ = detik busur

Arah Ka’bah yang berada di kota Makkah yang dijadikan Kiblat dapat diketahui dari setiap titik di permukaan bumi, maka untuk menentukan arah kiblat dapat dilakukan dengan menggunakan Ilmu Ukur Segitiga Bola (Spherical Trigonometri). Penghitungan dan pengukuran dilakukan dengan

derajat sudut dari titik kutub Utara, dengan menggunakan alat bantu mesin hitung atau kalkulator.

Untuk perhitungan arah kiblat, ada 3 buah titik yang harus dibuat, yaitu :

1. Titik A, diletakkan di Ka’bah (Mekah)

2. Titik B, diletakkan di lokasi yang akan ditentukan arah kiblatnya.

3. Titik C, diletakkan di titik kutub utara.

Titik A dan titik C adalah dua titik yang tetap, karena titik A tepat di Ka’bah dan titik C tepat di kutub Utara sedangkan

titik B senantiasa berubah tergantung lokasi mana yang akan dihitung arah Kiblatnya.

Bila ketiga titik tersebut dihubungkan dengan garis lengkung permukaan bumi, maka terjadilah segitiga bola ABC, seperti pada gambar.

Ketiga sisi segitiga ABC di samping ini diberi nama dengan huruf kecil dengan nama sudut didepannya masing-masing sisi a, sisi b dan sisi c.

Dari gambar di atas, dapatlah diketahui bahwa yang dimaksud dengan perhitungan Arah Kiblat adalah suatu perhitungan untuk mengetahui berapa besar nilai sudut K di titik B, yakni sudut yang diapit oleh sisi a dan sisi c.

Pembuatan gambar segitiga bola seperti di atas sangat berguna untuk membantu menentukan nilai sudut arah kiblat bagi suatu tempat dipermukaan bumi ini dihitung/diukur dari suatu titik arah mata angin ke arah mata angin lainnya, misalnya diukur dari titik Utara ke Barat (U-B), atau diukur searah jarum jam dari titik Utara (UTSB).

Untuk perhitungan arah kiblat, hanya diperlukan dua data :

1). Koordinat Ka’bah φ = 21o 25’ LU dan λ = 39o 50’ BT.

2). Koordinat lokasi yang akan dihitung arah kiblatnya.

Page 19: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Sedangkan data lintang dan bujur tempat lokasi kota yang akan dihitung arah kiblatnya dapat diambil dari berbagai sumber diantaranya : Atlas Indonesia dan Dunia, Taqwim Standar Indonesia, Tabel Geografis Kota-kota Dunia, situs Internet maupun lewat pengukuran langsung menggunakan piranti Global Positioning System (GPS).

Data dan Rumus Arah Kiblat yang Digunakan

No

INDONESIA

NILAI

ARAB

INTERNASIONAL

SIMBOL

1 Lintang ( LU / LS )

+ / - ‘Ardul balad

Latitude (U/S)

phi = φ

2 Bujur ( BT / BB )

+ / - Thulul balad

Longitude (E/W)

lambda = λ

Data geografis Ka’bah di Makkah : φ = 21° 25’ LU dan λ = 39° 50’ BT (diringkas)

Dalam ilmu segitiga bola terdapat banyak sekali rumus yang dapat digunakan untuk menghitung arah kiblat serta menghitung jarak dari ka’bah ke lokasi tertentu.

Contoh : Menghitung Arah Kiblat Yogyakarta dengan Markaz Masjid Syuhada

Data Koordinat Geografis : φ t = -7° 47' (LS) dan λt = 110° 22' (BT)

Hasil Perhitungan :

sin ( 110° 22’ - 39° 50’)

tg K = ---------------------------------------------------------------------------

cos -7° 47’ . tg 21° 25 - sin -7° 47’ . cos ( 110° 22’ - 39° 50’)

Page 20: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

0,942835532

tg K = ---------------------------------------------------------------------------------

0,990787276 . 0,392231316 - (-0,135427369) . 0,333258396

0,942835532 0,942835532

tg K = ------------------------------------------- --> tg K = -------------------

0,388617797 - (-0,045132307) 0,433750104

tg K = 2,173683703 --> K = 65,29527469 ° --> K = 65° 17’ 42.99”

Jadi Arah Kiblat Masjid Syuhada 65° 17’ 42.99” dihitung dari titik Utara Sejati ke Arah Barat atau jika dihitung dari arah Barat ke Utara sebesar 24° 42’ 17,01” atau 24,7° .

Dalam prakteknya angka arah kiblat ini diwakilkan dalam angka skala kompas dengan pandual nol derajat di titik Utara sehingga angka arah kiblat menurut kompas adalah :

KK = 360° - 65,3 ° = 294, 7 °

Dari hasil perhitungan dengan rumus tersebut di atas, kota-kota yang sudah diketahui lintang dan bujurnya akan dapat diketahui pula arah kiblatnya secara tepat menggunakan rumus segitiga bola tersebut. Data koordinat geografis beberapa kota besar di Indonesia dan kecamatan se DIY terdapat dalam lampiran.

Untuk melakukan perhitungan secara manual dapat dilakukan menggunakan alat yang paling sederhana yang disebut “Rubuk Mujayyab”. Alat yang berbentuk seperempat lingkaran ini merupakan alat peninggalan jaman Al Khawarizmi 14 abad yang lalu. Alat ini ternyata memiliki kemampuan melakukan hitungan trigonometri. Alat ini juga dapat dengan mudah kita buat sendiri.

Selanjutnya daftar logaritma juga bisa digunakan namun sebaiknya mengunakan kalkulator yang memiliki fungsi trigonometri Sinus, Cosinus dan Tangen juga memori penyimpanan cukup banyak sehingga angka-angka yang telah didapatkan bisa disimpan. Kalkulator yang disarankan untuk melakukan hitungan arah kiblat juga adalah kalkulator yang memiliki kemampuan melakukan programming agar hitungan terhadap banyak data arah kiblat menjadi lebih cepat. Disarankan juga menggunakan kalkulator yang memiliki layar dot matrix dual line yaitu memiliki dua baris tampilan layar terpisah antara proses dan hasilnya. Kalkulator jenis ini misalnya KARCHE 4600SX, KARCE 4650P, CASIO FX3600SP, CASIO fx4500P dsb.

Page 21: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Peta Arah Kiblat di DI. Yogyakarta dan sekitarnya (sumber: BHR DIY)

Perlu diketahui bahwa akibat yang akan terjadi karena serongnya arah kiblat terhadap ka'bah yang hanya berukuran 12 x 10.5 x 15 meter serta jauhnya jarak dari Indonesia yaitu sekitar 8000 km à maka selisih 1° akan menyebabkan pergeseran sebesar 126 kilometer di Utara atau Selatan Ka’bah itu sendiri.

Terdapat berbagai macam kaidah atau cara yang dapat digunakan untuk menentukan arah kiblat baik untuk menyemakan arah kiblat masjid, langgar / surau / musholla maupun arah kiblat untuk shalat di dalam rumah. Kaidah tersebut meliputi kaidah tradisional maupun kaidah baru menggunakan peralatan modern.

2. PENGUKURAN ARAH KIBLAT

Kaidah Arah Kiblat Tradisional

■ Istiwa A'zam - Matahari Istiwa di Atas Ka'bah

Kejadian saat posisi matahari istiwa (kulminasi) tepat di atas Ka'bah terjadi dua kali setahun yaitu pada setiap tanggal 28 Mei sekitar pukul 16.18 WIB dan pada 16 Juli sekitar jam 16.28 WIB. Ketika matahari istiwa di atas Ka'bah, bayang-bayang objek tegak di seluruh dunia akan lurus ke arah kiblat.

Kedudukan matahari di atas Ka'bah yang menyebabkan bayangan tegak diseluruh dunia searah kiblat.

Panduan untuk menentukan arah kiblat dari sesuatu tempat pada tanggal dan jam yang telah ditentukan diatas:

1. Dirikan sebuah tiang di sekitar lokasi yang hendak diukur arah kiblatnya.

Page 22: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

2. Pastikan tiang tersebut tegak dan lurus. Untuk meyakinkan posisi tegakknya dapat diukur menggunakan bandul yang tergantung pada seutas tali.

3. Tempat yang dipilih untuk pengukuran ini tidak boleh terlindung dari ahaya matahari. Oleh karena matahari berada di Barat, maka bayangan akan kearah Timur, maka arah kiblat ialah bayang yang menghadap ke Barat.

■ Menggunakan Rasi Bintang (Konstelasi)

Rasi Bintang ialah sekumpulan bintang yang berada di suatu kawasan langit serta mempunyai bentuk yang hampir sama dan kelihatan berdekatan antara satu sama lain. Menurut International Astronomical Union ( IAU ), kubah langit dibagi menjadi delapan puluh delapan (88) kawasan rasi bintang. Bintang-bintang yang berada disuatu kawasan yang sama adalah dalam satu rasi. Masyarakat dahulu telah menetapkan sesuatu rasi bintang mengikuti bentuk yang mudah mereka kenal pasti seperti bentuk-bentuk binatang dan benda-benda. Dengan mengetahui bentuk rasi tertentu, arah mata angin dan arah Kiblat dari suatu tempat dapat ditentukan.

Rasi Orion (Al-Babudur)

Pada rasi ini terdapat tiga bintang yang berderet yaitu Mintaka, Alnilam dan Alnitak. Arah Kiblat dapat diketahui dengan mengunjurkan arah tiga bintang berderet tersebut ke arah Barat. Rasi Orion akan berada di langit Indonesia ketika waktu subuh pada Juli dan kemudian akan kelihatan lebih awal pada bulan Desember. Pada bulan Maret Rasi Orion akan berada ditengah-tengah langit pada waktu Maghrib.

Bentuk Rasi Orion dan Penentuan Arah Kiblat.

Menggunakan kedudukan Bintang Al-Qutbi / Kutub (Polaris)

Bintang-bintang akan kelihatan mengelilingi pusat kutub yang ditunjukkan oleh bintang kutub (Polaris). Oleh itu bintang ini menunjukkan arah Utara benar dari manapun di muka bumi ini. Bintang kutub terletak dalam buruj al-judah ( Rasi Bajak / Ursa Minoris ) dan rasi ini hanya dapat dilihat oleh masyarakat di bagian Utara katulistiwa pada tengah malam pada bulan Juli hingga Desember setiap tahun. Kedudukan bintang kutub bisa dikenali berdasarkan bentuk rasi bintang ini.

Page 23: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

Rasi Al-Judah ( Bajak / Ursa Minoris )

Arah kiblat yang sesusai ditentukan berdasarkan perbedaan sudut sekitar 65°' ( Jawa/Sumatra ) ke kiri dari kedudukan bintang kutub seperti yang ditunjukkan dalam gambar. Gunakanlah petunjuk sudut dengan jari untuk menentukan nilai bukaan sudut.

Panduan jari untuk perkiraan nilai sudut.

■ Kaidah Matahari Terbenam

Secara umum jika kita merujuk kepada kedudukan matahari terbenam untuk tujuan penentuan arah kiblat adalah tidak tepat. Ini disebabkan arah matahari terbenam di Indonesia akan berubah-ubah dari azimut 246 hingga 293. Walau bagaimanapun sebagai salah satu daripada langkah berijtihad, arah matahari terbenam dapat digunakan sekiranya diketahui perbedaan sudut di antara arah matahari dengan arah kiblat. Ada posisi istimewa terbenamnya matahari terlihat dari Indonesia yaitu saat matahari berada di Katulistiwa (Ekuator) yang disebut dengan peristiwa ekuinox dan saat matahari berada di Titik balik Utara/Selatan yang disebut Solstice.

Kaidah Penentuan Arah Kiblat Modern

■ Menggunakan Kompas

Penandaan arah kiblat dengan kompas banyak diamalkan di kalangan masyarakat Islam masa kini. Arah yang ditunjukkan oleh kompas adalah arah yang merujuk kepada arah utara magnet. Arah utara magnet ternyata tidak mesti sama dengan arah utara sebenarnya. Perbedaan arah utara ini disebut sebagai sudut serong magnet atau deklinasi yang juga berbeda diseiap tempat dan selalu berubah sepanjang tahun. Satu lagi masalah yang bisa timbul dari menggunakan kompas ialah tarikan gravitasi setempat dimana ia terpengaruh oleh bahan-bahan logam atau arus listrik di sekeliling kompas yang digunakan. Namun ia dapat digunakan sebagai alat alternatif sekiranya alat yang lebih teliti tidak ada.

Page 24: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

■ Menggunakan Theodolit

Teodolit merupakan antara alat termoden yang dapat digunakan oleh kebanyakaan pihak yang melakukan kerja menentukan arah kiblat. Theodolit dapat digunakan untuk mengukur sudut secara mendatar dan tegak, dan juga memberi memiliki akurasi atau ketelitian yang cukup tinggi dan tepat. Untuk mengendalikan alat ini diperlukan operator yang terlatih dan menguasai teknik penggunaan theodolith secara benar.

■ Kaidah Posisi Matahari pada Azimuth Kiblat

Dalam peredarannya, matahari mengalami gerak yang disebut gerak harian matahari atau gerak musim. Pada hari-hari tertentu terlihat dari sebuah wilayah maka posisi matahari akan bertepatan dengan azimuth arah kiblat dari wilayah tersebut. Dengan menggunakan perhitungan rumus segitiga bola dan rumus mencari posisi azimuth matahari akan diketahui kapan matahari akan memiliki azimuth yang sama dengan arah kiblat.

PERMASALAHAN PENENTUAN ARAH KIBLAT DI INDONESIA

Terdapat beberapa faktor penyebab sehingga arah kiblat dianggap tidak penting. Selain itu sering terjadinya konflik berkaitan isu pengukuran arah kiblat yang benar. Diantara penyebab itu misalnya:

■ Tidak ada kepedulian

Terdapat sebagian umat Islam yang mengambil sikap acuh dan menganggap kelonggaran yang diberikan oleh hukum syar'a yang membenarkan cukup hanya menggunakan kaidah qiblat secara dzani saja. Masalah ini berkaitan dengan Al-Quran Surat Al Baqarah ayat 144 yang berbunyi :

Page 25: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

" Maka kami benarkan engkau berpaling mengadap kiblat yang engkau sukai. Oleh itu palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram dan dimana saja kamu berada hadapkanlah mukamu ke arahnya ".

Perlu diketahui bahwa akibat yang akan terjadi karena serongnya arah kiblat terhadap ka'bah yang hanya seluas 12 x 10.5 x 15 meter serta jarak yang jauh dari Indonesia sekitar 8000 km, maka selisih 1° akan menyebabkan pergeseran sebesar 140 kilometer di Utara atau Selatan Mekkah.

■ Kurangnya Pengetahuan Masyarakat

Kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai kaidah penentuan arah kiblat baik secara tradisional maupun modern menyebabkan banyak sekali terdapat kekeliruan terhadap kenyataan arah kiblat yang ada di masyarakat. Kebanyakkan umat Islam sekarang lebih cenderung menggunakan kiblat masjid mengikut tradisi lama yaitu dari generasi ke generasi dan tidak pernah dikur ulang ketepatannya. Begitu juga dalam menentukan arah kiblat di pemakaman, bahkan hanya ditentukan oleh penggali kubur, padahal mereka juga tidak begitu mahir dalam menentukan arah yang tepat ke kiblat.

■ Ketiadaan peralatan moden untuk melakukan pengukuran

Sewajarnya umat Islam perlu memiliki alat sekurang-kurangnya kompas untuk menetukan arah kiblat. Selain itu juga amat perlu untuk mempunyai kesadaran tentang pentingnya ilmu falak bagi menghindari kesalahan dalam menentukan ketepatan arah kiblat. Untuk mengatasi permasalahan tersebut pembentukan organisasi atau badan-badan yang bertanggungjawab seperti Badan Hisab Rukyat dan juga lembaga-lembaga Falak yang dimiliki organisai-organisasi Islam di Indonesai merupakan bagian yang dipertangungjawabkan untuk membantu menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan arah kiblat. Semoga dengan tindakan yang kita lakukan akan memberi keyakinan terhadap ibadah yang kita lakukan dan mendapat keridhaan Ilahi.

Akhirnya, semoga risalah kecil ini akan mampu memberi kefahaman kepada kita tentang pentingnya ketepatan dalam menentukan arah kiblat yang menjamin sahnya ibadah kita. Kesadaran kita adalah amat penting dan rasa bertanggungjawab untuk memastikan bahwa amalan yang dilakukan berada dalam keadaan yakin dan seandainya masih ada keraguan-keraguan tidak ada salahnya untuk meminta bantuan kepada lembaga-lembaga falak yang ada.

Kontribusi dari : Bahagian Falak Syarie Jabatan Mufti Negeri Selangor

Alat Pengukur Arah Kiblat

Alat pengukur arah kiblat pada prinsipnya adalah alat yang dapat mengetahui arah mata angin. Terdapat beberapa jenis alat yang biasa digunakan untuk mengukur arah kiblat misalnya :

1. Kompas Magnetik

Kompas ini adalah paling banyak digunakan untuk keperluan memandu arah mata angin. Kini bermacam-macam jenis kompas magnetik dijual di pasaran. Kompas magnetik bekerja berdasarkan kemuatan magnet bumi yang membuat jarum magnet yang terdapat pada jenis kompas megnetik ini selalu menunjuk ke arah Utara dan Selatan. Beberapa jenis dari kompas ini memiliki harga yang murah namun ketelitiannya kurang. Kompas magnetik yang memiliki ketelitian cukup tinggi namun

Page 26: Dasar Hukum Dan Teori meluruskan shaf shalat

harganya cukup mahal diantaranya jenis Suunto, Forestry Compass DQL-1, Brunton, Marine, Silva, Leica, Furuno dan Magellan. Beberapa jenis kompas yang dijual di pasaran terutama jenis military compass terbukti banyak menunjukkan penyimpangan antara 1° hingga 10° dari angka yang ditunjukkan oleh jarumnya. Karena kelemahan utama kompas jenis magnetik adalah ia begitu mudah terpengaruh oleh benda-benda yang bermuatan logam sehingga sangat tidak dianjurkan menggunakan kompas jenis ini masuk ke dalam bangunan yang mengandung banyak besi-besi beton. Kompas magnetik dalam praktisnya juga sangat dipengaruhi oleh medan magnetik lokal dan deklinasi magnetik secara global. Di sekitar wilayah DIY angka deklinasi magnetik dapat menyerongkan kompas hingga mencapai 1° ke arah Barat. Sehingga pada setiap pengukuran angka pada kompas magnetik harus dikurangi angka deklinasi tersebut.

Kalibrasi Kompas

Yang paling penting peralatan kompas yang menggunakan sistem magnet tersebut harus dilakukan kalibrasi terlebih dahulu. Kalibrasi adalah membandingkan hasil pengukuran suatu alat dengan alat lain yang dijadikan standard. Kalibrasi tentunya harus menggunakan peralatan yang lebih teliti misalnya menggunakan piranti Global Positioning System (GPS) atau piranti Theodolit. Kalibrasi juga dapat dilakukan dengan menggunakan arah matahari terbit maupun terbenam pada saat-saat tertentu misalnya saat matahari terbit dan terbenam di arah Timur dan Barat tepat yaitu saat peristiwa yang disebut Ekuinox yang terjadi setiap tanggal 21 Maret dan 23 September. Juga dapat dilakukan dengan mengukur masjid yang sudah sesai arah kiblatnya misalnya masjid Syuhada dan Masjid Kampus UGM dan masjid Jendral Sudirman. Sementara shaff masjid besar Kauman juga dapat digunakan sebagai kalibrator terhadap kompas yang kita miliki. Arah yang ditunjukkan oleh kompas saat melakukan kalibrasi dapat dipergunakan untuk melakukan pengukuran terhadap masjid-masjid lain di sekitarnya.

2. Kompas Digital

Adanya perkembangan dalam bidang teknologi memungkinan kompas tidak lagi menggunakan sistem magnetik yang ternyata memiliki banyak kekurangan dan kelemahan. Kini telah banyak dibuat model kompas dengan menggunakan sistem digital dan dipandu langsung oleh keberadaan satelit yang banyak beterbaran di atas langit kita. Sistem pemandu ini dinamakan Global Positioning Sistem (GPS). Salah satunya adalah aplikasi yang dimiliki oleh salah satu merk ponsel terkenal. Dengan menginstall aplikasi tertentu maka ponsel tersebut tidak hanya dapat digunakan sebagai sarana komunikasi serta hiburan lewat tayangan film dan musiknya namun ponsel tersebut kini dapat berfungsi sebagai kompas yang dapat memandu langsung posisi arah kiblat secara presisi dimanapun kita berada. Bahkan ia juga dilengkapi dengan fitur jadwal shalat dan secara ortomatis akan mengumandangkan adzan saat waktu shalat tiba. Tidak hanya ponsel, aplikasi arah kiblat kini juga dikemas dalam sebuah jam tangan maupun gantungan kunci yang mampu menunjukkan arah kiblat secara presisi

Sumber –sumber

http://www.penerbitakbar.com/sinopsis/tuntunanshalat.htm

http://abdurrahman.wordpress.com/2007/09/12/tata-cara-turun-ketika-sujud/

http://bestabuabdullah.blogspot.com/2011/06/posisi-sujud-yang-benar.html

http://rukyatulhilal.org/arah-kiblat/index.html

Diringkas dari Majalah Salafy. Edisi XI/Jumadil Akhir/1417/1996 , hal 3-9

http://subhan-nurdin.blogspot.com