Dari Wikipedia Bahasa Indonesia

111
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas Belum Diperiksa Langsung ke: navigasi , cari Dua anak di Surabaya siap untuk mandi sebagai salah satu usaha sanitasi tubuh agar lebih sehat Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air seni , bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan),

description

Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktik kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun).Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.[1] Sementara beberapa definisi lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya dan pengendalian lingkungan. [2] [3]

Transcript of Dari Wikipedia Bahasa Indonesia

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum DiperiksaLangsung ke: navigasi, cari

Dua anak di Surabaya siap untuk mandi sebagai salah satu usaha sanitasi tubuh agar lebih sehat

Sanitasi adalah perilaku disengaja dalam pembudayaan hidup bersih dengan maksud mencegah manusia bersentuhan langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya dengan harapan usaha ini akan menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

Bahaya ini mungkin bisa terjadi secara fisik, mikrobiologi dan agen-agen kimia atau biologis dari penyakit terkait. Bahan buangan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan terdiri dari tinja manusia atau binatang, sisa bahan buangan padat, air bahan buangan domestik (cucian, air seni, bahan buangan mandi atau cucian), bahan buangan industri dan bahan buangan pertanian. Cara pencegahan bersih dapat dilakukan dengan menggunakan solusi teknis (contohnya perawatan cucian dan sisa cairan buangan), teknologi sederhana (contohnya kakus, tangki septik), atau praktik kebersihan pribadi (contohnya membasuh tangan dengan sabun).

Definisi lain dari sanitasi adalah segala upaya yang dilakukan untuk menjamin terwujudnya kondisi yang memenuhi persyaratan kesehatan.[1] Sementara beberapa definisi lainnya menitik beratkan pada pemutusan mata rantai kuman dari sumber penularannya dan pengendalian lingkungan. [2] [3]Daftar isi

[sembunyikan]

1 Sanitasi dan air 2 Sanitasi Total Berbasis Masyarakat 3 Catatan kaki 4 Lihat pula

[sunting] Sanitasi dan air

Terdapat hubungan yang erat antara masalah sanitasi dan penyediaan air, dimana sanitasi berhubungan langsung dengan [4]:

1. Kesehatan. Semua penyakit yang berhubungan dengan air sebenarnya berkaitan dengan pengumpulan dan pembuangan limbah manusia yang tidak benar. Memperbaiki yang satu tanpa memperhatikan yang lainnya sangatlah tidak efektif.[4]2. Penggunaan air. Toilet siram desain lama membutuhkan 19 liter air dan bisa memakan hingga 40% dari penggunaan air untuk kebutuhan rumah tangga. Dengan jumlah penggunaan 190 liter air per kepala per hari, mengganti toilet ini dengan unit baru yang menggunakan hanya 0,7 liter per siraman bisa menghemat 25% dari penggunaan air untuk rumah tangga tanpa mengorbankan kenyamanan dan kesehatan. Sebaliknya, memasang unit penyiraman yang memakai 19 liter air di sebuah rumah tanpa WC bisa meningkatkan pemakaian air hingga 70%. Jelas, hal ini tidak diharapkan di daerah yang penyediaan airnya tidak mencukupi, dan hal tersebut juga bisa menambah jumlah limbah yang akhirnya harus dibuang dengan benar.[4]3. Biaya dan pemulihan biaya.[4]a. Biaya pengumpulan, pengolahan dan pembuangan limbah meningkat dengan cepat begitu konsumsi meningkat. Merencanakan hanya satu sisi penyediaan air tanpa memperhitungkan biaya sanitasi akan menyebabkan kota berhadapan dengan masalah lingkungan dan biaya tinggi yang tak terantisipasi. Pada tahun 1980, Bank Dunia melaporkan bahwa dengan menggunakan praktik-praktik konvesional, untuk membuang air dibutuhkan biaya lima sampai enam kali sebanyak biaya penyediaan. Ini adalah untuk konsumsi sekitar 150 hingga 190 liter air per kepala per hari. Informasi lebih baru dari Indonesia, Jepang, Malaysia dan A. S. menunjukkan bahwa rasio meningkat tajam dengan meningkatnya konsumsi; dari 1,3 berbanding 1 untuk 19 liter per kepala per hari menjadi 7 berbanding 1 untuk konsumsi 190 liter dan 18 berbanding 1 untuk konsumsi 760 liter.[4]b. Penggunaan ulang air. Jika sumber daya air tidak mencukupi, air limbah merupakan sumber penyediaan yang menarik, dan akan dipakai baik resmi disetujui atau tidak. Karena itu peningkatan penyediaan air cenderung mengakibatkan peningkataan penggunaan air limbah, diolah atau tidak dengan memperhatikan sumber-sumber daya tersebut supaya penggunaan ulang ini tidak merusak kesehatan masyarakat.[4][sunting] Sanitasi Total Berbasis Masyarakat

URAIAN SINGKAT

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) adalah satu Program Nasional di bidang sanitasi yang bersifat lintas sektoral. Program ini telah dicanangkan pada bulan Agustus 2008 oleh Menteri Kesehatan RI. STBM merupakan pendekatan untuk mengubah perilaku higiene dan sanitasi melalui pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan.

Strategi Nasional STBM memiliki indikator outcome yaitu menurunnya kejadian penyakit diare dan penyakit berbasis lingkungan lainnya yang berkaitan dengan sanitasi dan perilaku. Sedangkan indikator output-nya adalah sebagai berikut [5]:

1. Setiap individu dan komunitas mempunyai akses terhadap sarana sanitasi dasar sehingga dapat mewujudkan komunitas yang bebas dari buang air di sembarang tempat (ODF).

2. Setiap rumahtangga telah menerapkan pengelolaan air minum dan makanan yang aman di rumah tangga.

3. Setiap rumah tangga dan sarana pelayanan umum dalam suatu komunitas (seperti sekolah, kantor, rumah makan, puskesmas, pasar, terminal) tersedia fasilitas cuci tangan (air, sabun, sarana cuci tangan), sehingga semua orang mencuci tangan dengan benar.

4. Setiap rumah tangga mengelola limbahnya dengan benar.

5. Setiap rumah tangga mengelola sampahnya dengan benar.[5]SEJARAH

STBM mulai diuji coba tahun 2005 di 6 kabupaten (Sumbawa, Lumajang, Bogor, Muara Enim, Muaro Jambi, dan Sambas). Sejak tahun 2006 Program STBM sudah diadopsi dan diimplementasikan di 10.000 desa pada 228 kabupaten/ kota. Saat ini, sejumlah daerah telah menyusun rencana strategis pencapaian sanitasi total dalam pembangunan sanitasinya masing-masing. Dalam 5 tahun ke depan (2010 2014) STBM diharapkan telah diimplementasikan di 20.000 desa di seluruh kabupaten/ kota.[5]LATAR BELAKANG[5]Tantangan yang dihadapi Indonesia terkait dengan masalah air minum, higiene dan sanitasi masih sangat besar. Hasil studi Indonesia Sanitation Sector Development Program (ISSDP) tahun 2006, menunjukkan 47% masyarakat masih berperilaku buang air besar ke sungai, sawah, kolam, kebun dan tempat terbuka.

Berdasarkan studi Basic Human Services (BHS) di Indonesia tahun 2006, perilaku masyarakat dalam mencuci tangan adalah (i) setelah buang air besar 12%, (ii) setelah membersihkan tinja bayi dan balita 9%, (iii) sebelum makan 14%, (iv) sebelum memberi makan bayi 7%, dan (v) sebelum menyiapkan makanan 6%. Sementara studi BHS lainnya terhadap perilaku pengelolaan air minum rumah tangga menunjukan 99,20% merebus air untuk mendapatkan air minum, tetapi 47,50% dari air tersebut masih mengandung Eschericia coli.

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Belum DiperiksaLangsung ke: navigasi, cari

Air Bersih

Air Minum

Air bersih adalah salah satu jenis sumberdaya berbasis air yang bermutu baik dan biasa dimanfaatkan oleh manusia untuk dikonsumsi atau dalam melakukan aktivitas mereka sehari-hari termasuk diantaranya adalah sanitasi

HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Air_bersih" \l "cite_note-0"[1].

Untuk konsumsi air minum menurut departemen kesehatan, syarat-syarat air minum adalah tidak berasa, tidak berbau, tidak berwarna, dan tidak mengandung logam berat. Walaupun air dari sumber alam dapat diminum oleh manusia, terdapat risiko bahwa air ini telah tercemar oleh bakteri (misalnya Escherichia coli) atau zat-zat berbahaya. Walaupun bakteri dapat dibunuh dengan memasak air hingga 100C, banyak zat berbahaya, terutama logam, tidak dapat dihilangkan dengan cara ini.

Daftar isi

[sembunyikan] 1 Sumber air bersih 2 Penyalah gunaan dan pencemaran air

2.1 Akibat ketiadaan air bersih 3 Kontroversi air bersih 4 Lihat pula 5 Referensi

[sunting] Sumber air bersih SungaiRata-rata lebih dari 40.000 kilometer kubik air segar diperoleh dari sungai-sungai di dunia. Ketersediaan ini (sepadan dengan lebih dari 7.000 meter kubik untuk setiap orang) sepintas terlihat cukup untuk menjamin persediaan yang cukup bagi setiap penduduk, tetapi kenyataannya air tersebut seringkali tersedia di tempat-tempat yang tidak tepat. Sebagai contoh air bersih di lembah sungai Amazon walupun ketersediaannya cukup, lokasinya membuat sumber air ini tidak ekonomis untuk mengekspor air ke tempat-tempat yang memerlukan.

Curah hujanDalam pemanfaatan hujan sebagai sumber dari air bersih, individu perorangan/ berkelompok/ pemerintah biasanya membangun bendungan dan tandon air yang mahal untuk menyimpan air bersih di saat bulan-bulan musim kering dan untuk menekan kerusakan musibah banjir.

Air permukaan dan air bawah tanah.

[sunting] Penyalah gunaan dan pencemaran airSumber-sumber air bersih ini biasanya terganggu akibat penggunaan dan penyalahgunaan sumber air seperti:

1. Pertanian. Penghamburan air akibat ketiadaannya penyaluran air yang baik pada lahan yang diairi dengan irigasi (untuk penghematan dalam jangka pendek) dapat berakibat terjadinya kubangan dan penggaraman yang akhirnya dapat menyebabkan hilangnya produktivitas air dan tanah [2]2. Industri. Walaupun industri menggunakan air jauh lebih sedikit dibandingkan dengan irigasi pertanian, namun penggunaan air oleh bidang industri mungkin membawa dampaknya yang lebih parah dipandang dari dua segi. Pertama, penggunaan air bagi industri sering tidak diatur dalam kebijakan sumber daya air nasional, maka cenderung berlebihan. Kedua, pembuangan limbah industri yang tidak diolah dapat menyebabkan pencemaran bagi air permukaan atau air bawah tanah, seihingga menjadi terlalu berbahaya untuk dikonsumsi. Air buangan industri sering dibuang langsung ke sungai dan saluran-saluran, mencemarinya, dan pada akhirnya juga mencemari lingkungan laut, atau kadang-kadang buangan tersebut dibiarkan saja meresap ke dalam sumber air tanah tanpa melalui proses pengolahan apapun. Kerusakan yang diakibatkan oleh buangan ini sudah melewati proporsi volumenya. Banyak bahan kimia modern begitu kuat sehingga sedikit kontaminasi saja sudah cukup membuat air dalam volume yang sangat besar tidak dapat digunakan untuk minum tanpa proses pengolahan khusus.

3. Eksploitasi sumber-sumber air secara masal oleh rumah tangga.

* Di negara berkembang: Di beberapa tempat di negara bagian Tamil Nadu di India bagian selatan yang tidak memiliki hukum yang mengatur pemasangan penyedotan sumur pipa atau yang membatasi penyedotan air tanah, permukaan air tanah anjlok 24 hingga 30 meter selama tahun 1970-an sebagai akibat dari tak terkendalikannya pemompaan atau pengairan. Pada sebuah konferensi air di tahun 2006 wakil dari suatu negara yang kering melaporkan bahwa 240.000 sumur pribadi yang dibor tanpa mengindahkan kapasitas jaringan sumber air mengakibatkan kekeringan dan peningkatan kadar garam.

* Di negara maju seperti Amerika Serikat seperlima dari seluruh tanah irigasi di AS tergantung hanya pada jaringan sumber air (Aquifer) Agallala yang hampir tak pernah menerima pasok secara alami. Selama 4 dasawarsa terakhir terhitung dari tahun 2006, sistem jaringan yang tergantung pada sumber ini meluas dari 2 juta hektar menjadi 8 juta, dan kira-kira 500 kilometer kubik air telah tersedot. Jaringan sumber ini sekarang sudah setengah kering kerontang di bawah sejumlah negara bagian. Sumber-sumber air juga mengalami kemerosotan mutu, di samping pencemaran dari limbah industri dan limbah perkotaan yang tidak diolah, seperti pengotoran berat dari sisa-sisa dari lahan pertanian. Misalnya, di bagian barat AS, sungai Colorado bagian bawah sekarang ini demikian tinggi kadar garamnya sebagai akibat dari dampak arus balik irigasi sehingga di Meksiko sudah tidak bermanfaat lagi, dan sekarang AS terpaksa membangun suatu proyek besar untuk memurnikan air garam di Yuma, Arizona, guna meningkatkan mutu sungainya. Situasi di wilayah perkotaan jauh lebih jelek daripada di daerah sumber dimana rumah tangga yang terlayani terpaksa merawat WC dengan cara seadanya karena langkanya air, dan tanki septik membludak karena layanan pengurasan tidak dapat diandalkan, atau hanya dengan menggunakan cara-cara lain yang sama-sama tidak tuntas dan tidak sehat. Hal ini tidak saja mengakibatkan masalah bagi penggunanya sendiri, tetap juga sering berbahaya terhadap orang lain dan merupakan ancaman bagi lingkungan karena limbah mereka lepas tanpa proses pengolahan.

[sunting] Akibat ketiadaan air bersih

Program percontohan penyediaan air bersih melalui sambungan saluran rumah tangga oleh USAID dan ESP.

Ketiadaan air bersih mengakibatkan:

1. Penyakit diare

HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Air_bersih" \l "cite_note-2"[3]. Di Indonesia diare merupakan penyebab kematian kedua terbesar bagi anak-anak dibawah umur lima tahun. Sebanyak 13 juta anak-anak balita mengalami diare setiap tahun. Air yang terkontaminasi dan pengetahuan yang kurang tentang budaya hidup bersih ditenggarai menjadi akar permasalahan ini. Sementara itu 100 juta rakyat Indonesia tidak memiliki akses air bersih [4].

2. Penyakit cacingan

HYPERLINK "http://id.wikipedia.org/wiki/Air_bersih" \l "cite_note-4"[5].

3. Pemiskinan. Rumah tangga yang membeli air dari para penjaja membayar dua kali hingga enam kali dari rata-rata yang dibayar bulanan oleh mereka yang mempunyai sambungan saluran pribadi untuk volume air yang hanya sepersepuluhnya [6][sunting] Kontroversi air bersihWalaupun air meliputi 70% permukaan bumi dengan jumlah kira-kira 1,4 ribu juta kilometer kubik, namun hanya sebagian kecil saja dari jumlah ini yang dapat benar-benar dimanfaatkan, yaitu kira-kira hanya 0,003%. Sebagian besar air, kira-kira 97%, ada dalam samudera atau laut, dan kadar garamnya terlalu tinggi untuk kebanyakan keperluan. Dari 3% sisanya yang ada, hampir semuanya, kira-kira 87 persennya,tersimpan dalam lapisan kutub atau sangat dalam di bawah tanah.

Keributan masalah air bersih bisa terjadi dalam suatu negara, kawasan, ataupun berdampak ke benua luas karena penggunaan air secara bersama-sama. Di Afrika, misalnya, lebih dari 57 sungai besar atau lembah danau digunakan bersama oleh dua negara atau lebih; Sungai Nil oleh sembilan, dan Sungai Niger oleh 10 negara. Sedangkan di seluruh dunia, lebih dari 200 sungai, yang meliputi lebih dari separo permukaan bumi, digunakan bersama oleh dua negara atau lebih. Selain itu, banyak lapisan sumber air bawah tanah membentang melintasi batas-batas negara, dan penyedotan oleh suatu negara dapat menyebabkan ketegangan politik dengan negara tetangganya.

Di seluruh dunia, kira-kira 20 negara, hampir semuanya di kawasan negara berkembang, memiliki sumber air yang dapat diperbarui hanya di bawah 1.000 meter kubik untuk setiap orang, suatu tingkat yang biasanya dianggap kendala yang sangat mengkhawatirkan bagi pembangunan, dan 18 negara lainnya memiliki di bawah 2.000 meter kubik untuk tiap orang.

Penduduk dunia yang pada 2006 berjumlah 5,3 miliar diperkirakan akan meningkat menjadi 8,5 miliar pada tahun 2025 akan didera oleh ketersediaan air bersih. Laju angka kelahiran yang tertinggi justru terjadi tepat di daerah yang sumber-sumber airnya mengalami tekanan paling berat, yaitu di negara-negara berkembang.night dan Kotschevar (2000 : .224) mengatakan bahwa sanitasi dan kebersihan dalam operasional pengolahan makanan merupakan tanggung jawab dari setiap karyawan yang terlibat di dalamnya. Menurut data yang diperoleh dari Federal Centers for Disease Control, di Amerika Serikat, setiap tahunnya terdapat lebih dari 9000 orang meninggal karena keracunan makanan. Menurut Ehlers dan Steel (1989 : .78) sanitasi adalah usaha pengawasan terhadap faktor lingkungan yang merupakan mata rantai penularan penyakit, sedangkan sanitasi makanan adalah kebersihan dan kemurnian makanan agar tidak menimbulkan penyakit Pengertian sanitasi mengarah pada usaha konkrit dalam mewujudkan kondisi higienis dan usaha ini dinyatakan dengan pelaksanaan di lapangan berupa pembersihan, penataan, sterilisasi, penyemprotan hama dan sejenisnya. Oleh karena itu jika higienitas merupakan tujuan, maka sanitasi merupakan tindakan nyata untuk mencapai tujuan tersebut. Untuk melaksanakan hal tersebut maka diperlukan suatu sistem yang mengatur pelaksanaan higienitas dan sanitasi.(Bartono, 2000 : 57). Sanitasi berasal dari bahasa latin sanus yang berarti sound and healthy atau bersih secara menyeluruh. Di samping itu sanitasi adalah lebih dari sebuah kepercayaan atau sebuah kode dari hukum, di dalam hal ini sanitasi adalah cara hidup. Sanitasi merupakan kualitas dari kehidupan yang dinyatakan dari rumah yang bersih, dan kominitas yang bersih. Sanitasi memberikan pengetahuan dan pertumbuhan yang penting di dalam hubungan kehidupan manusia. (West, Wood, & Harger, 1996 :.86). Ada perbedaan antara kata bersih dan sehat, meskipun kedua kata tersebut dapat diartikan sama. Bersih mengacu pada kurangnya kotoran pada suatu barang sedangkan sehat mengacu pada kurangnya organisme yang hidup yang dapat membahayakan. Sebuah alat bisa kelihatan sehat tetapi tidak bersih, karena kotoran yang dikandung masih ada tetapi bakteri yang dikandung sudah mati. Sebagai contoh suatu pisau yang dicuci dengan pemanasan suhu tinggi dengan tujuan agar bakteri atau mikroorganisme mati, tetapi sabun yang digunakan masih menempel. Suatu sistem kesehatan dan kesehatan yang baik memiliki tujuan untuk membuat alat atau barang tersebut menjadi bersih dan sehat. (Knight dan Kotschevar, 2000 : 252).

Sumber: http://id.shvoong.com/medicine-and-health/epidemiology-public-health/2194184-pengertian-sanitasi-dan-konsep/#ixzz1tJ9Lswx6pengertian hygiene & sanitasi

PENGERTIAN SANITASI DAN HYGIENE

A. Latar BelakangAda pepatah yang mengatakan Men Sana In Corpore Sano, yang artinya dalam tubuh yang sehat, akan terdapat jiwa yang sehat. Akan tetapi masih banyak juga orang yang sakit dan biasanya karena pola hidup mereka sendiri yang kurang baik dan kebiasaan yang kurang baik sehingga dapat melemahkan dan merusak tubuh.Perihal kesehatan cukup mudah untuk dipahami, akan tetapi masih banyak orang yang sakit karena kurangnya pengetahuan tentang arti kesehatan ataupun karena lalai.Dalam pelayanan segala kebutuhan yang diperlukan telah siap sedia, seperti pelayanan akomodasi, restoran, bar, fitness center, transportasi, dsb. Semua fasilitas ini tidak hanya menampilkan mutu, citarasa masakan, kenyamanan saja, akan tetapi factor yang sangat penting adalah menyangkut kenyamanan dan kepastian atau jaminan kebersihan untuk kesehatan sesuai tujuan orang menikmati fasilitas tersebut demi kelangsungan hidupnya yaitu hygiene dan Sanitasi (kesehatan dan kebersihan). Untuk itu dalam mengelola seluruh fasilitas yang ditawarkan secara professional haruslah sesuai dengan aturan kesehatan yang berlaku, sehingga pengguna jasa mendapatkan kenikmatannya sendiri dengan jaminan kesehatan.Pada akhirnya terjadilah dalam usaha bisnis hotel, restoran dan catering persaingan dalam kualitas atau mutu pelayanan yang mencakup kebersihan sebagai jaminan kesehatan.

B. HygieneKata hygiene berasal dari bahasa Yunani yang artinya ilmu untuk membentuk dan menjaga kesehatan (Streeth, J.A. and Southgate,H.A, 1986). Dalam sejarah Yunani, Hygiene berasal dari nama seorang Dewi yaitu Hygea (Dewi pencegah penyakit). Arti lain dari Hygiene ada beberapa yang intinya sama yaitu:1. Ilmu yang mengajarkan cara-cara untuk mempertahankan kesehatan jasmani, rohani dan social untuk mencapai tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi.2. Suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada.3. Keadaan dimana seseorang, makanan, tempat kerja atau peralatan aman (sehat) dan bebas pencemaran yang diakibatkan oleh bakteri, serangga, atau binatang lainnya.4. Menurut Brownell, hygine adalah bagaimana caranya orang memelihara dan melindungi kesehatan.5. Menurut Gosh, hygiene adalah suatu ilmu kesehatan yang mencakup seluruh factor yang membantu/mendorong adanya kehidupan yang sehat baik perorangan maupun melalui masyarakat.6. Menurut Prescott, hygiene menyangkut dua aspek yaitu:Yang menyangkut individu (personal hygiene)Yang menyangkut lingkungan (environment)Hygiene is a concept related to medicine as well as to personal and professional care practices related to most aspects of living although it is most often associated with cleanliness and preventative measures.Dalam industry makanan/catering, penerapan standar hgiene yang tinggi perlu dilakukan dalam mengolah makanan agar mampu memproduksi makanan yang aman untuk dikonsumsi. Aman artinya bebas dari hal-hal yang membahayakan, merugikan dan bebas dari kerusakan.

C. SanitasiPengertian sanitasi ada beberapa yaitu:1. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.2. Upaya menjaga pemeliharaan agar seseorang, makanan, tempat kerja atau peralatan agar hygienis (sehat) dan bebas pencemaran yang diakibatkan oleh bakteri, serangga, atau binatang lainnya.3. Menurut Dr.Azrul Azwar, MPH, sanitasi adalah cara pengawasan masyarakat yang menitikberatkan kepada pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat.4. Menurut Ehler & Steel, sanitation is the prevention od diseases by eliminating or controlling the environmental factor which from links in the chain of tansmission.5. Menurut Hopkins, sanitasi adalah cara pengawasan terhadap factor-faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap lingkungan.Dari beberapa pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Sedangkan hygiene adalah bagaimana cara orang memelihara dan juga melindungi diri agar tetap sehat.

Jadi dalam hal ini sanitasi ditujukan kepada lingkungannya, sedangkan hygiene ditujukan kepada orangnya.Sanitasi : Usaha kesehatan prevenif yang menitikberatkan kegiatan kepada usaha kesehatan lingkungan hidup manusia.Hygiene : Usaha kesehatan preventif yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha kesehatan individu, maupun usaha kesehatan pribadi hidup manusia.Beberapa manfaat dapat kita rasakan apabila kita menjaga sanitasi di lingkungan kita, misalnya:Mencegah penyakit menularMencegah kecelakaanMencegah timbulnya bau tidak sedapMenghindari pencemaranMengurangi jumlah (presentase sakit)Lingkungan menjadi bersih, sehat dan nyaman

D. Ruang Lingkup Hygiene dan SanitasiRuang Lingkup HygieneMasalah hygiene tidak dapat dipisahkan dari masalah sanitasi, dan pada kegiatan pengolahan makanan masalah sanitasi dan hygiene dilaksanakan bersama-sama. Kebiasaan hidup bersih, bekerja bersih sangat membantu dalam mengolah makanan yang bersih pula.Ruang lingkup hygiene meliputi:1. Hygiene perorangan2. Hygiene makanan dan minuman

Ruang Lingkup SanitasiBerdasarkan pengertiannya yang dimaksud dengan sanitasi adalah suatu upaya pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatannya kepada usaha-usaha kesehatan lingkungan hidup manusia. Di dalam Undang-Undang Kesehatan No.23 tahun 1992 pasal 22 disebutkan bahwa kesehatan lingkungan diselenggarakan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat, yang dapat dilakukan dengan melalui peningkatan sanitasi lingkungan, baik yang menyangkut tempat maupun terhadap bentuk atau wujud substantifnya yang berupa fisik, kimia, atau biologis termasuk perubahan perilaku.Kualitas lingkungan yang sehat adalah keadaan lingkungan yang bebas dari resiko yang membahayakan kesehatan dan keselamatan hidup manusia, melalui pemukiman antara lain rumah tinggal dan asrama atau yang sejenisnya, melalui lingkungan kerja antra perkantoran dan kawasan industry atau sejenis. Sedangkan upaya yang harus dilakukan dalam menjaga dan memelihara kesehatan lingkungan adalah obyek sanitasi meliputi seluruh tempat kita tinggal/bekerja seperti: dapur, restoran, taman, public area, ruang kantor, rumah dsb.Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup kegiatan sanitasi di hotel meliputi aspek sebagai berikut:1. Penyediaan air bersih/ air minum (water supply)Meliputi hal-hal sebagai berikut:Pengawasan terhadap kualitas dan kuantitasPemanfaatan airPenyakit-penyakit yang ditularkan melalui airCara pengolahanCara pemeliharaan2. Pengolahan sampah (refuse disposal)Meliputi hal-hal berikut :Cara/system pembuanganPeralatan pembuangan dan cara penggunaannya serta cara pemeliharaannya3. Pengolahan makanan dan minuman (food sanitation)Meliputi hal-hal sebagai berikut:pengadaan bahan makanan/bahan bakuPenyimpanan bahan makanan/bahan bakuPengolahan makananPengangkutan makananPenyimpanan makananPenyajian makanan4. Pengawasan/pengendalian serangga dan binatang pengerat (insect and rodent control)Meliputi cara pengendalian vector 5. Kesehatan dan keselamatan kerjaMeliputi hal-hal sebagai berikut:Tempat/ruang kerjaPekerjaanCara kerjaTenaga kerja/pekerja

1. PP RI No. 82 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran AirPERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 82 TAHUN 2001 TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan;

b. bahwa air merupakan komponen lingkungan hidup yang penting bagi kelangsungan hidup dan kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;

c. bahwa untuk melestarikan fungsi air perlu dilakukan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air secara bijaksana dengan memperhatikan kepentingan generasi sekarang dan mendatang serta keseimbangan ekologis;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;

Mengingat :

1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945;

2. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1974 tentang Pengairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1974 Nomor 65, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3046);

3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);

4. Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3839);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG PENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.

BAB I KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :

1. Air adalah semua air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, kecuali air laut dan air fosil;

2. Sumber air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah, termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, dan muara;

3. Pengelolaan kualitas air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalam kondisi alamiahnya;

4. Pengendalian pencemaran air adalah upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air;

5. Mutu air adalah kondisi kualitas air yang diukur dan atau diuji berdasarkan parameter-parameter tertentu dan metoda tertentu berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

6. Kelas air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak untuk dimanfaatkan bagi peruntukan tertentu;

7. Kriteria mutu air adalah tolok ukur mutu air untuk setiap kelas air;

8. Rencana pendayagunaan air adalah rencana yang memuat potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas-nya, dan atau fungsi ekologis;

9. Baku mutu air adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya di dalam air;

10. Status mutu air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemar atau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu dengan membandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan;

11. Pencemaran air adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya;

12. Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsur pencemar yang terkandung dalam air atau air limbah;

13. Daya tampung beban pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air, untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebut menjadi cemar;

14. Air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair;

15. Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha dan atau kegiatan;

16. Pemerintah adalah Presiden beserta para menteri dan Ketua/ Kepala Lembaga Pemerintah Nondepartemen;

17. Orang adalah orang perseorangan, dan atau kelompok orang, dan atau badan hukum;

18. Menteri adalah menteri yang ditugasi untuk mengelola lingkungan hidup dan pengendalian dampak lingkungan.

Pasal 2

(1) Pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air diselenggarakan secara terpadu dengan pendekatan ekosistem.

(2) Keterpaduan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada tahap perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi.

Pasal 3

Penyelenggaraan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat dilaksanakan oleh pihak ketiga berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Pasal 4

(1) Pengelolaan kualitas air dilakukan untuk menjamin kualitas air yang diinginkan sesuai peruntukannya agar tetap dalam kondisi alamiahnya.

(2) Pengendalian pencemaran air dilakukan untuk menjamin kualitas air agar sesuai dengan baku mutu air melalui upaya pencegahan dan penanggulangan pencemaran air serta pemulihan kualitas air.

(3) Upaya pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan pada :

a. sumber air yang terdapat di dalam hutan lindung;

b. mata air yang terdapat di luar hutan lindung; dan

c. akuifer air tanah dalam.

(4) Upaya pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilakukan di luar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

(5) Ketentuan mengenai pemeliharaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf c ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan.

BAB II PENGELOLAAN KUALITAS AIR

Bagian Pertama Wewenang

Pasal 5

(1) Pemerintah melakukan pengelolaan kualitas air lintas propinsi dan atau lintas batas negara.

(2) Pemerintah Propinsi mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten/Kota.

(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengelolaan kualitas air di Kabupaten/Kota.

Pasal 6

Pemerintah dalam melakukan pengelolaan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Bagian Kedua Pendayagunaan Air

Pasal 7

(1) Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota menyusun rencana pendayagunaan air.

(2) Dalam merencanakan pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib memperhatikan fungsi ekonomis dan fungsi ekologis, nilai-nilai agama serta adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat.

(3) Rencana pendayagunaan air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi potensi pemanfaatan atau penggunaan air, pencadangan air berdasarkan ketersediaannya, baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis.

Bagian Ketiga Klasifikasi dan Kriteria Mutu Air

Pasal 8

(1) Klasifikasi mutu air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :

a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang memper-syaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;

d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

(2) Kriteria mutu air dari setiap kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 9

(1) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 pada :

a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Propinsi dan atau merupakan lintas batas wilayah negara ditetapkan dengan Keputusan Presiden.

b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten/Kota dapat diatur dengan Peraturan Daerah Propinsi.

c. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota .

(2) Penetapan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan berdasarkan pada hasil pengkajian yang dilakukan oleh Pemerintah, Pemerintah Propinsi, dan atau Pemerintah Kabupaten/Kota berdasarkan wewenangnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

(3) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a.

(4) Pedoman pengkajian untuk menetapkan kelas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan oleh Menteri.

Bagian Keempat Baku Mutu Air, Pemantauan Kualitas Air, Dan Status Mutu Air

Pasal 10

Baku mutu air ditetapkan berdasarkan hasil pengkajian kelas air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dan Pasal 9.

Pasal 11

(1) Pemerintah dapat menetapkan baku mutu air yang lebih ketat dan atau penambahan parameter pada air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara, serta sumber air yang pengelolaannya di bawah kewenangan Pemerintah.

(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.

Pasal 12

(1) Pemerintah Propinsi dapat menetapkan :

a. baku mutu air lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1); dan atau

b. tambahan parameter dari yang ada dalam kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2).

(2) Baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.

(3) Pedoman penetapan baku mutu air dan penambahan parameter baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 13

(1) Pemantauan kualitas air pada :

a. sumber air yang berada dalam wilayah Kabupaten/Kota dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota;

b. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah Kabupaten/Kota dalam satu propinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Propinsi dan dilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten/Kota;

c. sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerah propinsi dan atau sumber air yang merupakan lintas batas negara kewenangan pemantauannya berada pada Pemerintah.

(2) Pemerintah dapat menugaskan Pemerintah Propinsi yang bersangkutan untuk melakukan pemantauan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c.

(3) Pemantauan kualitas air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan sekali.

(4) Hasil pemantauan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dan huruf b, disampaikan kepada Menteri.

(5) Mekanisme dan prosedur pemantauan kualitas air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 14

(1) Status mutu air ditetapkan untuk menyatakan :

a. kondisi cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;

b. kondisi baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.

(2) Ketentuan mengenai tingkatan cemar dan tingkatan baik status mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pedoman penentuan status mutu air ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 15

(1) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi cemar, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing melakukan upaya penanggulangan pencemaran dan pemulihan kualitas air dengan menetapkan mutu air sasaran.

(2) Dalam hal status mutu air menunjukkan kondisi baik, maka Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/ Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing mempertahan-kan dan atau meningkatkan kualitas air.

Pasal 16

(1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah diakreditasi untuk melakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalian pencemaran air.

(2) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagai-mana dimaksud dalam ayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratorium yang ditunjuk Menteri.

Pasal 17

(1) Dalam hal terjadi perbedaan hasil analisis mutu air atau mutu air limbah dari dua atau lebih laboratorium maka dilakukan verifikasi ilmiah terhadap analisis yang dilakukan.

(2) Verifikasi ilmiah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh Menteri dengan menggunakan laboratorium rujukan nasional.

BAB III PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR

Bagian Pertama Wewenang

Pasal 18

(1) Pemerintah melakukan pengendalian pencemaran air pada sumber air yang lintas Propinsi dan atau lintas batas negara.

(2) Pemerintah Propinsi melakukan pengendalian pencemaan air pada sumber air yang lintas Kabupaten/Kota.

(3) Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pengendalian pence-maran air pada sumber air yang berada pada Kabupaten/Kota.

Pasal 19

Pemerintah dalam melakukan pengendalian pencemaran air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) dapat menugaskan Pemerintah Propinsi atau Pemerintah Kabupaten/Kota yang bersangkutan.

Pasal 20

Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangan masing-masing dalam rangka pengendalian pencemaran air pada sumber air berwenang :

a. menetapkan daya tampung beban pencemaran;

b. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar;

c. menetapkan persyaratan air limbah untuk aplikasi pada tanah;

d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;

e. memantau kualitas air pada sumber air; dan

f. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.

Pasal 21

(1) Baku mutu air limbah nasional ditetapkan dengan Keputusan Menteri dengan memperhatikan saran masukan dari instansi terkait.

(2) Baku mutu air limbah daerah ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).

(3) Hasil inventarisasi dan identifikasi sumber pencemar sebagai-mana dimaksud dalam Pasal 20 huruf b, yang dilakukan oleh Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota disampaikan kepada Menteri secara berkala sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun sekali.

(4) Pedoman inventarisasi ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Pasal 22

Berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (3), Menteri menetapkan kebijakan nasional pengendalian pencemaran air.

Pasal 23

(1) Dalam rangka upaya pengendalian pencemaran air ditetapkan daya tampung beban pencemaran air pada sumber air.

(2) Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara berkala sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.

(3) Daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipergunakan untuk :

a. pemberian izin lokasi;

b. pengelolaan air dan sumber air;

c. penetapan rencana tata ruang;

d. pemberian izin pembuangan air limbah;

e. penetapan mutu air sasaran dan program kerja pengendalian pencemaran air.

(4) Pedoman penetapan daya tampung beban pencemaran sebagai-mana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan dengan Keputusan Menteri.

Bagian Kedua Retribusi Pembuangan Air Limbah

Pasal 24

(1) Setiap orang yang membuang air limbah ke prasarana dan atau sarana pengelolaan air limbah yang disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dikenakan retribusi.

(2) Retribusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota.

Bagian Ketiga Penanggulangan Darurat

Pasal 25

Setiap usaha dan atau kegiatan wajib membuat rencana penang-gulangan pencemaran air pada keadaan darurat dan atau keadaan yang tidak terduga lainnya.

Pasal 26

Dalam hal terjadi keadaan darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, maka penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib melakukan penanggulangan dan pemulihan.

BAB IV PELAPORAN

Pasal 27

(1) Setiap orang yang menduga atau mengetahui terjadinya pencemaran air, wajib melaporkan kepada Pejabat yang berwenang.

(2) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mencatat :

a. tanggal pelaporan;

b. waktu dan tempat;

c. peristiwa yang terjadi;

d. sumber penyebab;

e. perkiraan dampak.

(3) Pejabat yang berwenang yang menerima laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari terhitung sejak tanggal diterimanya laporan, wajib meneruskannya kepada Bupati/Walikota/ Menteri.

(4) Bupati/Walikota/Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) wajib segera melakukan verifikasi untuk mengetahui tentang kebenaran terjadinya pelanggaran terhadap pengelolaan kualitas air dan atau terjadinya pencemaran air

(5) Apabila hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan telah terjadinya pelanggaran, maka Bupati/ Walikota/Menteri wajib memerintahkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk menanggulangi pelanggaran dan atau pencemaran air serta dampaknya.

Pasal 28

Dalam hal penanggung jawab usaha dan atau kegiatan tidak melakukan tindakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 dan Pasal 27 ayat (5) Bupati/Walikota/Menteri dapat melaksanakan atau menugaskan pihak ketiga untuk melaksanakannya atas beban biaya penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang bersangkutan.

Pasal 29

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan atau pihak ketiga yang ditunjuk untuk melakukan penanggulangan pencemaran air dan pemulihan kualitas air, wajib menyampaikan laporannya kepada Bupati/Walikota/Menteri.

BAB V HAK DAN KEWAJIBAN

Bagian Pertama Hak

Pasal 30

(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik.

(2) Setiap orang mempunyai hak yang sama untuk mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air serta pengendalian pencemaran air.

(3) Setiap orang mempunyai hak untuk berperan serta dalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua Kewajiban

Pasal 31

Setiap orang wajib :

a. melestarikan kualitas air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3)

b. mengendalikan pencemaran air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).

Pasal 32

Setiap orang yang melakukan usaha dan atau kegiatan berkewajiban memberikan informasi yang benar dan akurat mengenai pelaksanaan kewajiban pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 33

Pemerintah dan Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

Pasal 34

(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin aplikasi air limbah pada tanah.

(2) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegitan wajib menyampaikan laporan tentang penaatan persyaratan izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air.

(3) Laporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) wajib disampaikan sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) bulan kepada Bupati/Walikota dengan tembusan disampaikan kepada Menteri.

(4) Ketentuan mengenai pedoman pelaporan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

BAB VI PERSYARATAN PEMANFAATAN DAN PEMBUANGAN AIR LIMBAH

Bagian Pertama Pemanfaatan Air Limbah

Pasal 35

(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan memanfaatkan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasar-kan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

(3) Ketentuan mengenai syarat, tata cara perizinan ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan memperhatian pedoman yang ditetap-kan oleh Menteri.

Pasal 36

(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah.

(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :

a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;

b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan

c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.

(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pemanfaatan air limbah ke tanah untuk aplikasi pada tanah layak lingkungan, maka Bupati/ Walikota menerbitkan izin pemanfaatan air limbah.

(6) Penerbitan izin pemanfaatan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.

(7) Pedoman pengkajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Bagian Kedua Pembuangan Air Limbah

Pasal 37

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mencegah dan menang-gulangi terjadinya pencemaran air.

Pasal 38

(1) Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mentaati persyaratan yang ditetapkan dalam izin.

(2) Dalam persyaratan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dicantumkan :

a. kewajiban untuk mengolah limbah;

b. persyaratan mutu dan kuantitas air limbah yang boleh dibuang ke media lingkungan;

c. persyaratan cara pembuangan air limbah;

d. persyaratan untuk mengadakan sarana dan prosedur penanggulangan keadaan darurat;

e. persyaratan untuk melakukan pemantauan mutu dan debit air limbah ;

f. persyaratan lain yang ditentukan oleh hasil pemeriksaan analisis mengenai dampak lingkungan yang erat kaitannya dengan pengendalian pencemaran air bagi usaha dan atau kegiatan yang wajib melaksanakan analisis mengenai dampak lingkungan;

g. larangan pembuangan secara sekaligus dalam satu saat atau pelepasan dadakan;

h. larangan untuk melakukan pengenceran air limbah dalam upaya penaatan batas kadar yang dipersyaratkan;

i. kewajiban melakukan swapantau dan kewajiban untuk melaporkan hasil swapantau.

(3) Dalam penetapan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bagi air limbah yang mengandung radioaktif, Bupati/ Walikota wajib mendapat rekomendasi tertulis dari lembaga pemerintah yang bertanggung jawab di bidang tenaga atom.

Pasal 39

(1) Bupati/Walikota dalam menentukan baku mutu air limbah yang diizinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) didasarkan pada daya tampung beban pencemaran pada sumber air.

(2) Dalam hal daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) belum dapat ditentukan, maka batas mutu air limbah yang diizinkan ditetapkan berdasarkan baku mutu air limbah nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1).

Pasal 40

(1) Setiap usaha dan atau kegiatan yang akan membuang air limbah ke air atau sumber air wajib mendapat izin tertulis dari Bupati/Walikota.

(2) Permohonan izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) didasarkan pada hasil kajian Analisis Mengenai Dampak Lingkungan atau kajian Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya Pemantauan Lingkungan.

Pasal 41

(1) Pemrakarsa melakukan kajian mengenai pembuangan air limbah ke air atau sumber air.

(2) Hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi sekurang-kurangnya :

a. pengaruh terhadap pembudidayaan ikan, hewan, dan tanaman;

b. pengaruh terhadap kualitas tanah dan air tanah; dan

c. pengaruh terhadap kesehatan masyarakat.

(3) Berdasarkan hasil kajian sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), pemrakarsa mengajukan permohonan izin kepada Bupati/ Walikota.

(4) Bupati/Walikota melakukan evaluasi terhadap hasil kajian yang diajukan oleh pemrakarsa sebagaimana dimaksud dalam ayat (3).

(5) Apabila berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) menunjukkan bahwa pembuangan air limbah ke air atau sumber air layak lingkungan, maka Bupati/Walikota menerbitkan izin pembuangan air limbah.

(6) Penerbitan izin pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) diterbitkan dalam jangka waktu selambat-lambatnya 90 (sembilan puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonan izin.

(7) Ketentuan mengenai syarat dan tata cara perizinan pembuangan air limbah ditetapkan oleh Bupati/Walikota dengan memper-hatikan pedoman yang ditetapkan Menteri.

(8) Pedoman kajian pembuangan air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan lebih lanjut dengan Keputusan Menteri.

Pasal 42

Setiap orang dilarang membuang limbah padat dan atau gas ke dalam air dan atau sumber air.

BAB VII PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Bagian Pertama Pembinaan

Pasal 43

(1) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.

(2) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :

a. pemberian penyuluhan mengenai peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup;

b. penerapan kebijakan insentif dan atau disinsentif.

(3) Pemerintah, pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaan pengelolaan air limbah rumah tangga.

(4) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dapat dilakukan oleh pemerintah Propinsi, pemerintah Kabupaten/Kota dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbah rumah tangga terpadu.

(5) Pembangunan sarana dan prasasara sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) dapat dilakukan melalui kerja sama dengan pihak ketiga sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Bagian Kedua Pengawasan

Pasal 44

(1) Bupati/Walikota wajib melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2).

(2) Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan oleh pejabat pengawas lingkungan daerah.

Pasal 45

Dalam hal tertentu pejabat pengawas lingkungan melakukan pengawasan terhadap penaatan persyaratan yang tercantum dalam izin melakukan usaha dan atau kegiatan.

Pasal 46

(1) Dalam melaksanakan tugasnya, pejabat pengawas lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) dan Pasal 45 berwenang :

a. melakukan pemantauan yang meliputi pengamatan, pemotretan, perekaman audio visual, dan pengukuran;

b. meminta keterangan kepada masyarakat yang berkepenting-an, karyawan yang bersangkutan, konsultan, kontraktor, dan perangkat pemerintahan setempat;

c. membuat salinan dari dokumen dan atau membuat catatan yang diperlukan, antaran lain dokumen perizinan, dokumen AMDAL, UKL, UPL, data hasil swapantau, dokumen surat keputusan organisasi perusahaan;

d. memasuki tempat tertentu;

e. mengambil contoh dari air limbah yang dihasilkan, air limbah yang dibuang, bahan baku, dan bahan penolong;

f. memeriksa peralatan yang digunakan dalam proses produksi, utilitas, dan instalasi pengolahan limbah;

g. memeriksa instalasi, dan atau alat transportasi;

h. serta meminta keterangan dari pihak yang bertanggungjawab atas usaha dan atau kegiatan;

(2) Kewenangan membuat catatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf c meliputi pembuatan denah, sketsa, gambar, peta, dan atau deskripsi yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas pengawasan.

Pasal 47

Pejabat pengawas dalam melaksanakan tugasnya wajib memperlihat-kan surat tugas dan atau tanda pengenal.

BAB VIII SANKSI

Bagian Pertama Sanksi Administrasi

Pasal 48

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 24 ayat (1), Pasal 25, Pasal 26, Pasal 32, Pasal 34, Pasal 35, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 40, dan Pasal 42, Bupati/Walikota berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.

Pasal 49

Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan Pasal 25, Bupati/Walikota/Menteri berwenang menerap-kan paksaan pemerintahan atau uang paksa.

Bagian Kedua Ganti Kerugian

Pasal 50

(1) Setiap perbuatan melanggar hukum berupa pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup yang menimbulkan kerugian pada orang lain atau lingkungan hidup, mewajibkan penanggung jawab usaha dan atau kegiatan untuk membayar ganti kerugian dan atau melakukan tindakan tertentu.

(2) Selain pembebanan untuk melakukan tindakan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), hakim dapat menetapkan pembayaran uang paksa atas setiap hari keterlambatan penyelesaian tindakan tertentu tersebut.

Bagian Ketiga Sanksi Pidana

Pasal 51

Barang siapa yang melanggar ketentuan Pasal 26, Pasal 31, Pasal 32, Pasal 37, Pasal 38, Pasal 41, dan Pasal 42, yang mengakibatkan terjadinya pencemaran air, diancam dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, dan Pasal 47 Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

BAB IX KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 52

Baku mutu air limbah untuk jenis usaha dan atau kegiatan tertentu yang telah ditetapkan oleh daerah, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 53

(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi pada tanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati/Walikota.

(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini wajib memperoleh izin pembuangan air limbah ke air atau sumber air dari Bupati/Walikota.

BAB X KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

Penetapan daya tampung beban pencemaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) wajib ditetapkan selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 55

Dalam hal baku mutu air pada sumber air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 12 ayat (1) belum atau tidak ditetapkan, berlaku kriteria mutu air untuk Kelas II sebagaimana tercantum dalam Lampiran Peraturan Pemerintah ini sebagai baku mutu air.

Pasal 56

(1) Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sejak diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, baku mutu air yang telah ditetapkan sebelumnya wajib disesuaikan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini.

(2) Dalam hal baku mutu air sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) lebih ketat dari baku mutu air dalam Peraturan Pemerintah ini, maka baku mutu air sebelumnya tetap berlaku.

(1) Dalam hal jenis usaha dan atau kegiatan belum ditentukan baku mutu air limbahnya, maka baku mutu air limbah yang berlaku di daerah tersebut dapat ditetapkan setelah mendapat rekomendasi dari Menteri.

(2) Ketentuan mengenai baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah Propinsi.

Pasal 58

Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air yang telah ada, tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

Pasal 59

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1990 tentang Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 24, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3409) dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 60

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

2. PERATURAN KUALITAS AIR UNTUK WILAYAH KALIMANTAN SELATANPERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTAN SELATANNOMOR 2 TAHUN 2006TENTANGPENGELOLAAN KUALITAS AIR DAN PENGENDALIANPENCEMARAN AIRDENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESAGUBERNUR KALIMANTAN SELATANMenimbang : a. bahwa air sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa yang dapatdimanfaatkan untuk memenuhi hajat hidup orang banyak, perludikelola dan dipelihara kualitasnya agar tetap bermanfaat sebagaisumber dan penunjang kehidupan;b. bahwa dalam upaya menjaga kualitas air agar dapat dimanfaatkansecara berkelanjutan, perlu dikelola dan ditanggulangikerusakannya melalui pengelolaan dan pengendalian pencemaranair;c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalamhuruf a dan huruf b, perlu membentuk Peraturan Daerah tentangPengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air;Mengingat : 1. Undang-Undang Nomar 15 Tahun 1956 jo. Undang-UndangNomor 21 Tahun 1958 tentang Penetapan Undang-Undang DaruratNomor 10 Tahun 1957 antara lain mengenai Pembentukan DaerahSwatantra Tingkat I Kalimantan Selatan (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1956 Nomor 65, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 1106);2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3274);3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi SumberDaya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3419);4. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang PengelolaanLingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3699);5. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 32,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4377);6. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang PembentukanPeraturan Perundang-Undangan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 53, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4389);7. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang PemerintahanDaerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-UndangNomor 8 Tahun 2005 tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2005 tentangPerubahan atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah Menjadi Undang-Undang (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2005 Nomor 108, Tambahan LembaranNegara Republik Indonesia Nomor 4548);8. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1982 tentang TataPengaturan Air (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982Nomor 37, Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3225);9. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 1982 tentang Irigasi(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 38,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3226);10. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1991 Nomor 44,Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3445)11. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang AnalisisMengenai Dampak Lingkungan Hidup (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan LembaranRepublik Indonesia Nomor 3838);12. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang KewenanganPemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 54,Tambahan Lembaran Republik Indonesia Nomor 3952 );13. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang PengelolaanKualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 2001 Nomor 153, Tambahan LembaranRepublik Indonesia Nomor 4161 );14. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 8 Tahun2000 tentang Struktur Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerahdan Sekretariat Dewan Perwakilan Daerah Provinsi KalimantanSelatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun2000 Nomor 13);15. Peraturan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Nomor 9 Tahun2000 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi KalimantanSelatan (Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan Tahun2000 Nomor 14);Dengan Persetujuan BersamaDEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHPROVINSI KALIMANTAN SELATANdanGUBERNUR KALIMANTAN SELATANMEMUTUSKAN :Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI KALIMANTANSELATAN PENGELOLAAN KUALITAS AIR DANPENGENDALIAN PENCEMARAN AIR.BAB IKETENTUAN UMUMPasal 1Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :1. Daerah adalah Provinsi Kalimantan Selatan.2. Gubernur adalah Gubernur Kalimantan Selatan.3. Pemerintah Daerah adalah Gubernur dan Perangkat Daerah sebagai unsurpenyelenggara Pemerintahan Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.4. Bupati adalah Bupati se-Kalimantan Selatan.5. Walikota adalah Walikota se-Kalimantan Selatan.6. Instansi yang membidangi Lingkungan Hidup adalah Perangkat Daerah ProvinsiKalimantan Selatan yang tugas dan fungsinya di bidang pengendalian lingkunganhidup.7. Air adalah semua air yang terdapat di atas, dan di bawah permukaan tanah, kecualiair, laut dan air fosil.8. Pencemaran Air adalah masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi danatau komponen lain ke dalam air oleh kegiatan manusia, sehingga kualitas air turunsampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air tidak dapat berfungsi sesuai denganperuntukannya.9. Sumber Air adalah wadah air yang terdapat di atas dan di bawah permukaan tanah,termasuk dalam pengertian ini akuifer, mata air, sungai, rawa, danau, situ, waduk, danmuara.10. Pengelolaan Kualitas Air adalah upaya pemeliharaan air sehingga tercapai kualitas airyang diinginkan sesuai peruntukannya untuk menjamin agar kualitas air tetap dalamkondisi alamiahnya.11. Mutu Air adalah kondisi kualitas air yang diukur, dan atau diuji berdasarkanparameter-parameter tertentu dan metode tertentu berdasarkan Peraturan Perundangundanganyang berlaku.12. Kelas Air adalah peringkat kualitas air yang dinilai masih layak, untuk dimanfaatkanbagi peruntukan tertentu.13. Kriteria Mutu Air adalah tolak ukur mutu air untuk setiap kelas air.14. Status Mutu Air adalah tingkat kondisi mutu air yang menunjukkan kondisi cemaratau kondisi baik pada suatu sumber air dalam waktu tertentu, denganmembandingkan dengan baku mutu air yang ditetapkan.15. Mutu Air Sasaran adalah mutu air yang direncanakan untuk dapat diwujudkan dalamjangka waktu tertentu melalui penyelenggaraan program kerja dan atau upaya lainnyadalam rangka pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.16. Daya Tampung Beban Pencemaran adalah kemampuan air pada suatu sumber air,untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan air tersebutmenjadi cemar.17. Limbah adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan.18. Air Limbah adalah sisa dari suatu usaha dan atau kegiatan yang berwujud cair.19. Baku Mutu Air Limbah adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat energi,atau komponen yang ada bagi zat atau harus ada dan atau unsur pencemar yangditenggang keberadaannya di dalam air.20. Limbah Cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha dan ataukegiatan yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitaslingkungan.21. Limbah Rumah Tangga adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan dari rumah tangga.22. Instalasi Pengolah Air Limbah yang selanjutnya disebut IPAL adalah instalasipengolah air limbah yang berfungsi untuk mengolah air limbah-limbah cair yangdiharapkan menghasilkan effluent sesuai dengan baku mutu air yang diizinkan.BAB IIWEWENANGPasal 2(1) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :a. mengkoordinasikan pengelolaan kualitas air lintas Kabupaten / Kota;b. menyusun rencana pendayagunaan air sesuai fungsi ekonomis, ekologis, nilainilaiagama dan adat istiadat yang hidup dalam masyarakat setempat;c. merencanakan potensi pemanfaatan air, pencadangan air berdasarkanketersediaannya baik kualitas maupun kuantitas dan atau fungsi ekologis;(2) Pemerintah Daerah berwenang melakukan pengelolaan kualitas air yang meliputi :a. sumber air lintas Kabupaten / Kota;b. menetapkan daya tampung beban pencemaran;c. melakukan inventarisasi dan identifikasi sumber pencemaran;d. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah untuk aplikasi pada tanah;e. menetapkan persyaratan pembuangan air limbah ke air atau sumber air;f. memantau kualitas air pada sumber air;g. memantau faktor lain yang menyebabkan perubahan mutu air.BAB IIIHAK DAN KEWAJIBANPasal 3Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang berhak :a. mempunyai hak yang sama atas kualitas air yang baik;b. mendapatkan informasi mengenai status mutu air dan pengelolaan kualitas air sertapengendalian pencemaran air;c. berperan serta dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran airsesuai Peraturan Perundang-undangan yang berlaku;Pasal 4Dalam pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, setiap orang wajib :a. mencegah dan mengendalikan terjadinya pencemaran air;b. memulihkan kualitas air akibat pencemaran;c. melakukan efisiensi dan efektivitas pemanfaatan sumber daya air.Pasal 5Setiap orang yang melakukan usaha atau kegiatan wajib memberikan informasi yangbenar dan akurat mengenai pelaksanaan pengelolaan kualiatas air dan pengendalianpencemaran air.Pasal 6Pemerintah Daerah wajib memberikan informasi kepada masyarakat mengenaipengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air.BAB IVINVENTARISASI DAN IDENTIFIKASIPasal 7Dalam upaya mewujudkan kelestarian fungsi sumber air, Gubernur melalui instansiterkait menetapkan pelaksanaan kegiatan inventarisasi dan identifikasi sumberpencemaran.Pasal 8(1) Hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7disampaikan kepada Gubernur paling sedikit 2 (dua) kali dalam setahun.(2) Berdasarkan hasil inventarisasi dan identifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Gubernur menetapkan pedoman pengelolaan kualitas air dan pengendalianpencemaran airBAB VPENGELOLAAN KUALITAS AIRBagian PertamaKlasifikasi Mutu AirPasal 9(1) Klasifikasi Mutu Air ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :a. Kelas satu, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum,dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengankegunaan tersebut;b. Kelas dua, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana / saranarekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairipertanaman, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yangsama dengan dengan kegunaan tersebut;c. Kelas tiga, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikanair tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman, dan atau peruntukan lainyang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut;d. Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairipertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yangsama dengan kegunaan tersebut;(2) Kriteria mutu air dari tiap kelas peruntukan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1)ditetapkan berdasarkan pedoman yang ditetapkan sesuai Peraturan Perundangundangan.Pasal 10(1) Peruntukan air dan kriteria mutu air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,digunakan sebagai dasar untuk penetapan baku mutu air dengan prioritaspemanfaatan :a. air minum;b. air untuk kebutuhan rumah tangga;c. air untuk peternakan, pertanian, dan perkebunan;d. air untuk industri;e. air untuk irigasi;f. air untuk pertambangan;g. air untuk usaha perkotaan;h. air untuk kepentingan lainnya.(2) Urutan peruntukan pemanfaatan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatberubah dengan mempertimbangkan kepentingan umum dan kondisi setempat.Bagian KeduaBaku Mutu AirPasal 11(1) Air pada semua mata air dan pada sumber air yang berada pada kawasan lindung,harus dilindungi mutunya agar tidak menurun kualitasnya yang disebabkan olehkegiatan manusia.(2) Kriteria mutu air sesuai rencana pendayagunaan air didasarkan pada hasilpengkajian peruntukan air.(3) Pengkajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berdasarkan pada pedoman yangditetapkan sesuai peraturan perundang-undangan.Bagian KetigaPemantauna Kualitas AirPasal 12 Pemantauan kualitas air pada sumber air yang berada dalam dua atau lebih daerahKabupaten / Kota dalam satu Provinsi dikoordinasikan oleh Pemerintah Provinsi dandilaksanakan oleh masing-masing Pemerintah Kabupaten / Kota.Bagian KeempatStatus Mutu AirPasal 13(1) Status mutu air ditentukan dengan cara membandingkan mutu air dengan baku mutuair.(2) Status mutu air dinyatakan :a. cemar, apabila mutu air tidak memenuhi baku mutu air;b. baik, apabila mutu air memenuhi baku mutu air.(3) Tingkat status mutu air dilakukan dengan perhitungan tertentu yang ditetapkansesuai Peraturan Perundang-undangan.Bagian KelimaPengujian Kualitas AirPasal 14 (1) Gubernur menunjuk laboratorium lingkungan yang telah di akreditasi untukmelakukan analisis mutu air dan mutu air limbah dalam rangka pengendalianpencemaran air.(2) Pengujian kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secaraperiodik dan terus-menerus serta pada kondisi tertentu.(3) Dalam hal Gubernur belum menunjuk laboratorium sebagaimana dimaksud padaayat (1), maka analisis mutu air dan mutu air limbah dilakukan oleh laboratoriumyang ditunjuk menteri.Pasal 15Gubernur menetapkan laboratorium rujukan di tingkat Provinsi untuk melakukan analisismutu air dan mutu air limbah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan.BAB VIPENGENDALIAN PENCEMARAN AIRBagian PertamaPerlindungan Kualitas AirPasal 16(1) Perlindungan kualitas air dilakukan sebagai upaya menjaga kualitas air dan sumberair terhadap kerusakan yang disebabkan oleh kegiatan manusia dan alam.(2) Perlindungan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan olehinstansi yang berwenang.Bagian KeduaPencegahan Pencemaran AirPasal 17Pencegahan pencemaran air merupakan upaya untukmenjaga agar kualitas air padasumber air tetap dapat dipertahankansesuai baku mutu air yang ditetapkan dan atau upayapeningkatan mutu air pada sumber air.Bagian KetigaPenanggulangan Pencemaran AirPasal 18 Penanggulangan pencemaran air dilakukan dalam upaya mencegah meluasnyapencemaran pada sumber air melalui pengendalian debit air pada sumber air danmelokalisasi sumber pencemaran pada sumber air.Bagian KeempatPemulihan Kualitas AirPasal 19(1) Pemulihan kualitas air merupakan upaya mengembalikan atau meningkatkan mutuair sesuai mutu air sebelum terjadinya pencemaran pada sumber air.(2) Kegiatan pemulihan kualitas air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakanmelalui :a. pengendalian debit pada sumber air;b. penggelontoran;c. pembersihan sumber air dan lingkungan sekitarnya.Bagian KelimaDaya Tampung Beban Pencemaran AirPasal 20 (1) Gubernur sesuai kewenangannya menetapkan daya tampung pencemaran padasumber air.(2) Penetapan daya tampung dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dana,sumber daya manusia, ilmu pengetahuan serta teknologi.(3) Daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditinjau secara berkalasekurang-kurangnya 5 (lima) tahun sekali.(4) Dalam hal daya tampung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belumditetapkan sesuai ketentuan pada ayat (3), penentuan persyaratan pembuangan airlimbah ke sumber air ditetapkan berdasarkan baku mutu air yang telah ditetapkanpada sumber air yang bersangkutan.Bagian KeenamBaku Mutu Air LimbahPasal 21(1) Dalam rangka pengamanan pembuangan limbah cair ke sumber-sumber air agartidak menimbulkan pencemaran diadakan penetapan baku mutu air limbah.(2) Baku mutu air limbah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan olehGubernur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pasal 22(1) Masuknya suatu unsur pencemaran ke dalam sumber-sumber air yang tidak jelastempat masuknya dan atau secara teknis tidak dapat ditetapkan baku mutu airlimbah, dikendalikan pada faktor penyebabnya.(2) Perhitungan beban pencemaran masing-masing kegiatan ditentukan denganmengukur kadar parameter pencemar dan volume air limbah yang bersangkutan.Bagian KetujuhBaku Mutu Air SasaranPasal 23 (1) Dalam rangka peningkatan mutu air pada sumber air perlu ditetapkan baku mutu airsasaran.(2) Baku mutu air sasaran sebagaimana dimaksud ayat (1) bertujuan agar mutu air padasumber air mencapai tingkat sesuai dengan peruntukannya.(3) Peningkatan mutu air sasaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terusditingkatkan secara terhadap sampai mencapai kualitas baku mutu yang baik.BAB VIIPERSYARATAN PERIZINANPasal 24 (1) Setiap kegiatan usaha yang melakukan pembuangan air limbah ke sumber-sumberair yang melintasi Kabupaten / Kota dan berpotensi menimbulkan dampak padasumber air harus mendapat izin dari Bupati / Walikota setelah berkoordinasi denganGubernur.(2) Syarat-syarat perizinan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :a. peta lokasi pembuangan air limbah skala 1 : 5.000;b. membuat bangunan saluran pembuangan air limbah melalui IPAL, sarana bakkontrol untuk memudahkan;c. konstruksi bangunan dan saluran pembuangan air limbah wajib mengikutipetunjuk teknis yang diberikan oleh Instansi Teknis;d. mengolah limbah cair sampai kepada batas syarat baku mutu yang telahditentukan, sebelum dibuang ke sumber-sumber air;e. memberikan izin kepada pengawas untuk memasuki lingkungan usaha ataukegiatan dalam melaksanakan tugasnya guna memeriksa peralatan pengolahlimbah beserta kelengkapannya;f. wajib menyampaikan laporan kepada Gubernur melalui Kepala Bapedaldatentang mutu limbah cair setiap 1 (satu) bulan sekali dari hasil laboratoriumlingkungan yang ditunjuk;g. menanggung biaya pengambilan contoh dan pemeriksaan kualitas mutu airlimbah yang dilakukan oleh pengawas secara berkala serta biayapenanggulangan dan pemulihan yang disebabkan oleh pencemaran air akibatusaha / kegiatannya;h. persyaratan khusus yang ditetapkan untuk masing-masing usaha kegiatan yangmembuang air limbah ke sumber-sumber air atau media lingkungan lainnya.(3) Bupati / Walikota dapat menetapkan persyaratan lain yang sesuai dengankewenangannya.BAB VIIIPEMBINAAN, PENGAWASAN, DAN PEMANTAUANBagian Pertama PembinaanPasal 25(1) Pemerintah Provinsi melakukan pembinaan untuk meningkatkan ketaatan kepadapenanggungjawab usaha atau kegiatan dalam pengelolaan kualitas air danpengendalian pencemaran air.(2) Pemerintah Provinsi melakukan upaya pengelolaan dan atau pembinaanpengelolaan air limbah rumah tangga.(3) Upaya pengelolaan air limbah rumah tangga sebagaimana dimaksud pada ayat (2)dapat dilakukan dengan membangun sarana dan prasarana pengelolaan limbahrumah tangga terpadu.(4) Pembangunan sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapatdilakukan melalui kerjasama dengan pihak ketiga sesuai peraturan perundangundanganyang berlaku.Bagian KeduaPengawasan dan PemantauanPasal 26 (1) Gubernur melakukan pengawasan dan pemantauan mutu air pada sumber air dansumber pencemaran.(2) Dalam melakukan pengawasan dan pemantauan sebagaimana dimaksud pada ayat(1), Gubernur dapat menunjuk instansi yang tugas dan fungsinya membidangimasalah lingkungan hidup atau pengendalian dampak lingkungan.(3) Instansi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam melaksanakan tugaspengawasan dan pemantauan melibatkan Pemerintah Kabupaten / Kota, dan instansiterkait lainnya.Pasal 27Pelaksanaan tugas pengawasan dan pemantauan pada sumber air sebagaimana dimaksuddalam Pasal 26 ayat (1), dilakukan oleh instansi terkait meliputi :a. pemantauan dan evaluasi perubahan mutu air;b. pengumpulan dan evaluasi data yang berhubungan dengan pencemaran air;c. evaluasi laporan tentang pembuangan air limbah dan analisisnya yang dilakukan olehpenanggungjawab kegiatan;d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.Pasal 28Pelaksana tugas pengawasan dan pemantauan kualitas air limbah pada sumberpencemaran, dilakukan oleh instansi terkait sesuai kewenangannya meliputi :a. memeriksa kondisi peralatan pengolahan dan atau peralatan lain yang diperlukanuntuk mencegah pencemaran lingkungan ;b. mengambil contoh air limbah pada sumber pencemaran ;c. meminta keterangan yang diperlukan untuk mengetahui kualitas dan kuantitas airlimbah yang dibuang termasuk proses pengolahannya ;d. melaporkan hasil pengawasan dan pemantauan.BAB IXPERAN SERTA MASYARAKATPasal 29 (1) Setiap orang mempunyai peran yang sama untuk mendapatkan air dengan tetapmemperhatikan asas-asas kemanfaatan umum, keseimbangan, dan kelestarian.(2) Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi air dan mencegah sertamenanggulangi pencemaran air.(3) Setiap orang mempunyai kesempatan yang sama untuk berperan serta dalam upayapeningkatan mutu air pada sumber-sumber air dengan penyampaian informasi danmemberikan saran dan atau pendapat.BAB XSANKSI ADMINISTRASIPasal 30Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan yang melanggar ketentuan dalam Pasal20 dan Pasal 21, Gubernur berwenang menjatuhkan sanksi administrasi.BAB XIPEMBIAYAANPasal 31(1) Pembiayaan pengendalian pencemaran air dan sumber-sumber air akibat usaha danatau kegiatan dibebankan kepada penanggung jawab usaha dan atau kegiatan.(2) Pelaksanaan lebih lanjut dari ketentuan-ketentuan dimaksud pada ayat (1) diaturoleh Gubernur sesuai dengan kewenangannya dan peraturan perundang-undanganyang berlaku.(3) Dalam keadaan force majeure, Pemerintah Daerah dapat menyediakan pembiayaanuntuk penanggulangannya sesuai dengan kemampuan Keuangan Daerah.BAB XIIKETENTUAN PIDANAPasal 32Barangs siapa melakukan kegiatan dan atau tindakan yang mengakibatkan pencemarandan atau kerusakan lingkungan hidup, dikenakan ketentuan pidana sesuai denganPeraturan Perundang-Undangan yang berlaku.BAB XIVKETENTUAN LAIN-LAINPasal 33 Pemerintah Provinsi dapat menetapkan Peraturan Daerah Provinsi untuk mengatur :a. sumber air yang berada dalam dua atau lebih wilayah Kabupaten / Kota ;b. baku mutu air yang lebih ketat dari kriteria mutu air untuk kelas yang ditetapkansebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1);c. baku mutu air limbah daerah, dengan ketentuan sama atau lebih ketat dari baku mutulimbah nasional.BAB XVKETENTUAN PEMELIHARAANPasal 34(1) Bagi usaha dan atau kegiatan yang menggunakan air limbah untuk aplikasi padatanah, maka dalam jangka waktu satu tahun setelah diundangkannya PeraturanDaerah ini wajib memiliki izin pemanfaatan air limbah pada tanah dari Bupati /Walikota.(2) Bagi usaha dan atau kegiatan yang sudah beroperasi belum memiliki izinpembuangan air limbah ke air atau sumber air, maka dalam waktu satu tahun sejakdiundangkannya Peraturan Daerah ini wajib memperoleh izin pembuangan airlimbah ke air atau sumber air dari Bupati / Walikota.BAB XVIKETENTUAN PENUTUPPasal 35 Hal-hal lain yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini sepanjang mengenaipelaksanaannya, akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Gubernur.Pasal 36Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.Agar setiap orang dapat mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Kalimantan Selatan.Ditetapkan di BanjarmasinPada tanggal : 15 Maret 2006GUBERNUR KALIMANTAN SELATAN,H . RUDY ARIFFINDiundangkan di BanjarmasinPada tanggal 15 Maret 2006SEKRETARIS DAERAH PROVINSIKALIMANTAN SELATAN,H. M. MUCHLIS GAFURI3.KEBIJAKAN MENTERI LINGKUNGAN HIDUPSALINANLAMPIRAN I APERATURAN MENTERI NEGARALINGKUNGAN HIDUPNOMOR : 37 TAHUN 2009TANGGAL : 31 Desember 2009PEMANTAUAN KUALITAS AIR1. Latar BelakangSalah satu langkah yang dilakukan dalam rangka peningkatan kualitas air adalahmelalui pemantauan kualitas air. Melalui pemantauan kualitas air akan dihasilkandata primer yang dapat digunakan untuk menyusun kebijakan dan langkah-langkahantisipatif serta upaya penanganannya. Agar dapat dihasilkan data yang akurat dandapat dipertanggungjawabkan kiranya diperlukan beberapa prasyarat antara lainkelengkapan sarana dan prasarana laboratorium seperti peralatan laboratorium yangmemadai, sumberdaya manusia yang handal dan metode yang tepat. Untuk itu,kegiatan pemantauan kualitas air lebih difokuskan untuk melengkapi sarana danprasarana pemantauan kualitas air2. TujuanMelengkapi sarana dan prasarana pemantau kualitas air agar tersedianya datakualitas air yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan oleh Kabupaten / Kota.3. SasaranTerpenuhinya sarana dan prasarana pemantau kualitas air di Kabupaten / Kota4. Outputa. Tersedianya peralatan laboratorium lingkungan;b. Terbangunnya gedung laboratorium lingkungan;c. Tersedianya mobil sampling, speed boat yang dirancang khusus untuk samplingatau mobile lab (laboratorium lingkungan bergerak.5. Lingkup Pemanfaatana. Pembelian peralatan laboratorium;b. Pembangunan, penyempurnaan dan renovasi gedung laboratorium apabilabelum sesuai dengan persyaratan;c. Pembelian mobil sampling, speed boat yang dirancang khusus untuk samplingatau mobile lab (laboratorium lingkungan) bergerak;d. Perlengkapan gedung laboratorium.6. Rincian Kegiatana. Peralatan Laboratorium LingkunganPengadaan peralatan laboratorium lingkungan merupakan lanjutan dari pengadaanperalatan laboratorium yang telah dilakukan pada DAK Bidang LH tahun-tahunsebelumnya sebagai upaya untuk melengkapi peralatan laboratorium lingkunganterutama untuk pengujian sampel kualitas air.Dalam pengadaan peralatan tersebut baik bentuk, jenis, merk dan jumlah alat yangakan diadakan dapat disesuaikan dengan kondisi dan keperluan daerah. Namundemikian, kualitas peralatan agar tetap diutamakan supaya dapat memenuhi standarlaboratorium lingkungan. Data hasil uji lab yang akurat dan dapatdipertanggungjawabkan merupakan salah satu prasyarat yang harus dipenuhi. Untukitu, dalam pengadaan peralatan tersebut daerah dapat berkonsultasi denganPUSARPEDAL - KNLH, Perguruan Tinggi atau lembaga lain yang terkait.Pengadaan peralatan laboratorium dimaksud tidak termasuk pembelian preparatatau bahan kimia lainnya yang habis pakai.Peralatan laboratorium dimaksud terdiri dari:1). Peralatan sampling air;2). Peralatan pengujian parameter kualitas air;3). Peralatan pendukung lainnya seperti : alat ukur, alat timbang, dan peralatan gelasb. Pembangunan Gedung LaboratoriumPembangunan gedung laboratorium lingkungan dimaksudkan untuk meningkatkankemampuan daerah dalam melakukan pemantauan kualitas air dan menyediakandata kualitas air yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan.Pengadaan bangunan laboratorium tidak termasuk pengadaan tanah.. Lingkuppembangunan laboratorium meliputi renovasi, pengadaan perlengkapan danpenyempurnaan laboratorium penyelesaian dan penyempurnaan IPAL laboratorium,halaman parkir, pagar dan penambahan ruang :(i) Perlengkapan laboratoriumBagi daerah yang telah memiliki laboratorium, ataupun yang akan membangunlaboratorium dapat melakukan pengadaan atau melengkapi gedung laboratoriumnyadengan perlengkapan sebagai berikut :1). Lemari penyimpan peralatan;2). Lemari penyimpan sampel;3). Meja laboratorium untuk instrumen4). Meja harus kokoh, permukaannya dilapisi lapisan yang kedap air, seperti epoksiatau formika. Jika menggunakan keramik batas-batasnya sebaiknyamenggunakan epoksi/pelapis kedap air5). Meubelair;6). Air Conditioner (AC);Lampiran IA Pemantauan Kualitas AirJuknis DAK Bidang LH 20107). Exhaust-fan;8). Peralatan kesehatan dan keselamatankerja (K3) di laboratorium termasuk SafetyShower dan Lemari Asam(ii) Gedung Laboratorium Lingkungan :Luas bangunan laboratorium lingkungan minimal 200 m2, sedangkan bentuk fisikdan bahan baku bangunan disesuaikan dengan kondisi daerah masing-masing dansesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Pada DAK Bidang LH Tahun 2009 selain untuk pembangunan gedung laboratoriumbaru, gedung yang sudah ada dapat pula dilaksanakan penyempurnaan ataurenovasi bangunan gedung laboratorium yang meliputi pembangunan pagar,pembangunan IPAL laboratorium, pembangunan tempat parkir dan penambahanruang.Ruang bangunan laboratorium lingkungan dapat terdiri dari :1). Ruang staf;2). Ruang Kepala Lab;3). Ruang Adminsitrasi Peneriman Contoh Uji / Sampling;4). Ruang Penyimpanan Contoh Uji / Sampling;5). Gudang Bahan Kimia;6). Ruang UV / VIS dan Ruang GC;7). Ruang AAS / Voltametri;8). Ruang Timbang;9). Ruang Kerja / Analisa Sample dan Lemari Asam;10). Ruang Gas;11). Unit Pengolah Limbah Padat Laboratorium.Contoh Rancangan Gedung Laboratorium LingkunganLaboratorium lingkungan dapat memiliki ruangan yang memenuhi persyaratan sesuaiperuntukkannya, antara lain:a. Ruang penyimpanan contoh uji termasuk contoh uji arsip disesuaikan dengankebutuhan denga suhu 40 C + 20C;b. Ruang timbang yang bebas debu dilengkapi meja bebas getar denga suhuRuangan 200C + 30C dan kelembaban 45% - 65% serta disarankan untukmenggunakan pintu ganda;c. Ruang preparasi contoh uji dilengkapi meja dengan ukuran minimal lebar 90 cmtinggi 80 cm dan panjang disesuaikan kebutuhan;d. Ruang instrumen dengan suhu ruangan 200C + 30C dan kelembaban 45% -65%, misalnya untuk :1). Spektrofotometer UV-Vis disarankan berukuran minimal 6 m22). AAS/ICP/Hg-analyzer disarankan berukuran minimal 7,5 m2 yangdilengkapi dengan exhaust fan dan penyimpanan gas harus berada di luarruangan;3). GC/GC-MS/HPLC/IC disarankan berukuran minimal 6 m2 yang dilengkapidengan exhaust fan dan penyimpanan gas harus berada di luar ruangan.e. Ruang mikrobiologi yang dilengkapi dengan ruiang steril dan bebas debu(Laminar Air Flow Cabinet) untuk pengujian mikroorganisme;f. Ruang penyimpanan bahan kimia atau standar acuan atau bahan acuandengan suhu ruangan dan kelembaban disesuaikan dengan persayaratan;g. Lemari asam harus digunakan bila preparasi menggunakan bahan kimia pekatatau pelarut organik yang mudah menguap;h. Langit-langit, lantai, dinding dan jendela.Terbuat dari bahan yang kuat, dicat dan debu tidak mudah menempel misalnyadengan acrylic. Lantai terbuat dari beton dan dilapisi bahan kedap air ataudilapisi vinyl tahan gores.i. Kebutuhan tenaga listrikKebutuhan tenaga listrik sebesar kurang lebih 10-20 KVA dan tergantung padaperalatan laboratorium- untuk peralatan UV/VIS dan TOC masing-masing dubutuhkan 2 GPO (generalpurpose outlet) ganda dengan sirkuit yang terpisah;- untuk AAS : 1 buah GPO dan 1 buah switch berkekuatan cukup besar untukexhaust fan dengan menggunakan 1 sirkuit 10A. Juga harus disiapkan 2 GPOganda lainnya dengan sirkuit terpisah untuk peralatan penunjang/asesori AAS;- untuk setiap meja diperlukan 1 buah GPO ganda dan sirkuit tidak melebihi 8GPOj. Sistem utilitas bangunan- Laboratorium harus memiliki sistem penghawaan yang memadai : alami danbuatan (AC). Ventilasi terbuka mempunyai luas minimal 10% dari luas lantaidan letaknya bersilangan agar perubahan udara memadai;- Laboratorium harus memiliki sistem penerangan yang memadai alami (cahayamatahari) dan buatan (tenaga listrik)- Laboratorium harus memiliki sumber air bersih yang kontinyu c. Laboratorium Lingkungan Bergerak (Mobile Lab)Untuk memudahkan pengambilan sampel dan dapat melakukan, daerahdiperkenankan untuk melakukan pengadaan mobile sampling, speedboat yangdirancang khusus untuk sampling atau mobile lab (laboratorium bergerak).Khusus untuk mobile lab berupa kendaraan roda 4 atau lebih rancangannyasebagaimana gambar 2 dan 3 berikut ini dengan syarat-syarat :1). Bagian depan sesuai dengan keadaan kendaraan pada umumnya, selain untukpengemudi tempat duduk dapat memuat 2 orang lainnya (pet