Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

21
Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018: 119–139 p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 119 Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari Sektor Formal Minimum Wage Impact on Probability of Exit from Formal Sector Clara Tridiana a,* , & Diah Widyawati a a Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia [diterima: 14 September 2018 — disetujui: 8 Desember 2018 — terbit daring: 16 Mei 2019] Abstract The eectiveness of minimum wages is still debated, even though minimum wage regulation increases worker’s wages, yet it causes “disemployment eect”. This study aims to identify dierences in minimum wages impact on probabilities out of formal sector for unskilled and skilled workers. The type of skill used is based on job classification. Using Sakernas data in August 2010 and 2015, probit regression was conducted to estimate minimum wages impact on probabilities out of formal sector on skilled and unskilled workers. Based on analysis, minimum wage on probability of exit from formal sector is higher for unskilled workers than skilled workers. Keywords: skilled-unskilled workers; minimum wage Abstrak Efektivitas penerapan upah minimum masih diperdebatkan, karena meskipun upah minimum meningkatkan upah pekerja, namun di sisi lain dapat menyebabkan “disemployment eect”. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi perbedaan dampak upah minimum terhadap probabilitas keluar dari sektor formal pada tenaga kerja tidak terampil dan terampil. Tipe keterampilan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkan klasifikasi jenis pekerjaan. Dengan menggunakan data Sakernas Agustus 2010 dan 2015, penelitian ini menggunakan regresi probit untuk mengestimasi dampak upah minimum terhadap probabilitas keluar dari sektor formal pada tenaga kerja terampil dan tidak terampil. Hasil yang diperoleh adalah dampak upah minimum terhadap probabilitas keluar dari sektor formal lebih tinggi pada tenaga kerja tidak terampil dibandingkan tenaga kerja terampil. Kata kunci: tenaga kerja terampil-tidak terampil, upah minimum Kode Klasifikasi JEL: J080; J240; J380 Pendahuluan Efektivitas penerapan kebijakan upah minimum, se- bagai suatu kebijakan yang dirancang untuk melin- dungi kondisi ekonomi, khususnya pekerja dengan pendapatan rendah, masih diperdebatkan. Pene- tapan upah minimum dapat meningkatkan upah pekerja, namun di sisi lain mengurangi kesempatan kerja. Teori standar neoklasik (competitive market) menjelaskan bahwa upah minimum menyebabkan * Alamat Korespondensi: Program Pascasarjana Ilmu Ekono- mi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia. Kampus Widjojo Nitisastro, Jl. Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Depok, 16424, Indonesia. E-mail: [email protected]. dampak negatif terhadap kesempatan kerja (employ- ment), terutama untuk tenaga kerja tidak terampil (Borjas, 2013). Tenaga kerja terampil mempunyai produktivitas lebih tinggi dibandingkan tenaga ker- ja tidak terampil (Cahuc dan Michel, 1996). Pada umumnya, tenaga kerja terampil dibayar dengan upah yang lebih tinggi dibandingkan tenaga kerja tidak terampil (Del Carpio et al., 2015). Ketika ada peningkatan upah minimum, perusahaan akan le- bih memilih untuk mempertahankan tenaga kerja terampil dibandingkan tenaga kerja tidak terampil. Peningkatan upah akan menyebabkan peningkatan penawaran tenaga kerja, namun terjadi penurunan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan sehingga Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Transcript of Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Page 1: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Jurnal Ekonomi dan Pembangunan IndonesiaEdisi Khusus Call for Paper JEPI 2018: 119–139

p-ISSN 1411-5212; e-ISSN 2406-9280 119

Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari Sektor FormalMinimum Wage Impact on Probability of Exit from Formal Sector

Clara Tridianaa,∗, & Diah Widyawatia

aProgram Pascasarjana Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia

[diterima: 14 September 2018 — disetujui: 8 Desember 2018 — terbit daring: 16 Mei 2019]

Abstract

The effectiveness of minimum wages is still debated, even though minimum wage regulation increases worker’s wages,yet it causes “disemployment effect”. This study aims to identify differences in minimum wages impact on probabilitiesout of formal sector for unskilled and skilled workers. The type of skill used is based on job classification. Using Sakernasdata in August 2010 and 2015, probit regression was conducted to estimate minimum wages impact on probabilities outof formal sector on skilled and unskilled workers. Based on analysis, minimum wage on probability of exit from formalsector is higher for unskilled workers than skilled workers.Keywords: skilled-unskilled workers; minimum wage

AbstrakEfektivitas penerapan upah minimum masih diperdebatkan, karena meskipun upah minimum meningkatkanupah pekerja, namun di sisi lain dapat menyebabkan “disemployment effect”. Penelitian ini bertujuanmengidentifikasi perbedaan dampak upah minimum terhadap probabilitas keluar dari sektor formal padatenaga kerja tidak terampil dan terampil. Tipe keterampilan yang digunakan dalam penelitian ini berdasarkanklasifikasi jenis pekerjaan. Dengan menggunakan data Sakernas Agustus 2010 dan 2015, penelitian inimenggunakan regresi probit untuk mengestimasi dampak upah minimum terhadap probabilitas keluar darisektor formal pada tenaga kerja terampil dan tidak terampil. Hasil yang diperoleh adalah dampak upahminimum terhadap probabilitas keluar dari sektor formal lebih tinggi pada tenaga kerja tidak terampildibandingkan tenaga kerja terampil.Kata kunci: tenaga kerja terampil-tidak terampil, upah minimum

Kode Klasifikasi JEL: J080; J240; J380

Pendahuluan

Efektivitas penerapan kebijakan upah minimum, se-bagai suatu kebijakan yang dirancang untuk melin-dungi kondisi ekonomi, khususnya pekerja denganpendapatan rendah, masih diperdebatkan. Pene-tapan upah minimum dapat meningkatkan upahpekerja, namun di sisi lain mengurangi kesempatankerja. Teori standar neoklasik (competitive market)menjelaskan bahwa upah minimum menyebabkan

∗Alamat Korespondensi: Program Pascasarjana Ilmu Ekono-mi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Indonesia. KampusWidjojo Nitisastro, Jl. Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, Depok,16424, Indonesia. E-mail: [email protected].

dampak negatif terhadap kesempatan kerja (employ-ment), terutama untuk tenaga kerja tidak terampil(Borjas, 2013). Tenaga kerja terampil mempunyaiproduktivitas lebih tinggi dibandingkan tenaga ker-ja tidak terampil (Cahuc dan Michel, 1996). Padaumumnya, tenaga kerja terampil dibayar denganupah yang lebih tinggi dibandingkan tenaga kerjatidak terampil (Del Carpio et al., 2015). Ketika adapeningkatan upah minimum, perusahaan akan le-bih memilih untuk mempertahankan tenaga kerjaterampil dibandingkan tenaga kerja tidak terampil.Peningkatan upah akan menyebabkan peningkatanpenawaran tenaga kerja, namun terjadi penurunanpermintaan tenaga kerja oleh perusahaan sehingga

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 2: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas...120

menyebabkan pengangguran (Welch, 1973; Brownet al., 1982). Akan tetapi, pada pasar tenaga kerjadengan imperfect market seperti monopsoni, mem-peroleh hasil yang bertolak belakang dari prediksimodel standar, yaitu dampak positif terhadap tena-ga kerja (Machin dan Manning, 1994; Dickens et al.,1999; Card dan Krueger, 2000).

Penerapan upah minimum pada negara berkem-bang tidak bisa diterapkan secara penuh sepertipada negara maju. Pada negara berkembang, terda-pat dualisme pasar tenaga kerja yaitu sektor formaldan informal. Pada sektor formal dapat diterapkankebijakan tenaga kerja, termasuk upah minimum,sedangkan pada sektor informal kebijakan upah mi-nimum tidak dapat diterapkan. Beberapa kelemah-an sektor formal antara lain biaya yang dibutuhkanlebih tinggi karena harus memenuhi prosedur, bi-rokrasi dalam memulai suatu sektor formal, danbiaya tambahan untuk tetap berada dalam sektorformal karena pajak regulasi dan persyaratan lain-nya (Ulyssea, 2010). Demikian pula sektor informaljuga memiliki kelemahan yaitu pekerja tidak memi-liki akses pada hukum sehingga tidak terlindungidan rentan terhadap risiko.

Dampak upah minimum terhadap tenaga kerjapada sektor formal menyebabkan transisi tenagakerja dari yang bekerja pada sektor formal menjadibekerja pada sektor informal maupun tidak bekerja.Model Welch (1973) menerapkan bahwa pada sektorformal dan informal terdapat upah keseimbanganawal (initial equlibrium wage) sebelum adanya upahminimum. Pada sektor formal (covered sector), fungsipermintaan untuk faktor produksi akan berbandingterbalik dengan peningkatan upah minimum. Pe-nerapan upah minimum pada sektor formal akanmengurangi permintaan perusahaan terhadap te-naga kerja dan mengurangi jumlah pekerja tenagakerja sektor formal. Penurunan permintaan tenagakerja pada sektor formal akan meningkatkan arusmigrasi tenaga kerja dari sektor formal ke informalmaupun tidak bekerja.

Kebijakan upah minimum menyebabkan keru-gian bagi tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan.Kelompok pekerja yang berpotensi terkena dampaknegatif upah minimum adalah pekerja yang rentanterhadap perubahan pasar tenaga kerja seperti te-naga kerja perempuan, usia muda, dan pendidikanrendah. Berdasarkan penelitian empiris SMERU(2001), dampak upah minimum terhadap tenagakerja bagi agregat seluruh tenaga kerja dan tenagakerja perempuan, usia muda, pendidikan rendah,dan penuh waktu fulltime adalah negatif.

Beberapa penelitian di Indonesia mengenai dam-pak upah minimum terhadap ketenagakerjaanmemperoleh hasil yang tidak seragam. Chun danKhor (2010) melakukan penelitian dampak upahminimum terhadap ketenagakerjaan pada level in-dividu menggunakan data Indonesian Family LifeSurvey (IFLS) tahun 1993, 1997, 2000, dan 2007. Pe-nelitian tersebut memperoleh hasil bahwa dampakupah minimum terhadap tenaga kerja sektor formaladalah negatif. Penelitian Pratomo (2011) mempero-leh hasil bahwa peningkatan upah minimum jugaberdampak negatif terhadap tenaga kerja di sektorformal namun berdampak positif pada tenaga kerjadi sektor informal. Sementara itu, beberapa peneli-tian di Indonesia memperoleh hasil yang berbedadari prediksi model standar. Comola dan de Mello(2009) memperoleh dampak positif dari peningkat-an upah minimum terhadap tenaga kerja. PenelitianMagruder (2013) memperoleh dampak positif upahminimum terhadap tenaga kerja sektor formal dandampak negatif untuk tenaga kerja sektor informal.Demikian pula Hohberg dan Lay (2015) yang mene-liti dampak upah minimum terhadap pekerja padasektor formal dan informal menggunakan tiga setdata panel IFLS (tahun 1997, 2000, dan 2007) mem-peroleh dampak positif dari probabilitas seseorangbekerja di sektor formal.

Terkait isu dampak upah minimum terhadapkehilangan pekerjaan (disemployment effect), makaprobabilitas tenaga kerja untuk keluar dari sektor

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 3: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Tridiana, C., & Widyawati, D. 121

formal perlu menjadi perhatian karena sektor for-mal merupakan sektor yang memberi perlindunganbagi tenaga kerja. Selain itu, kebijakan tenaga kerjahanya berlaku pada sektor formal. Demikian pulatujuan penerapan upah minimum adalah untukmemperbaiki kondisi ekonomi pekerja, khususnyapekerja dengan upah rendah. Dengan penerapanupah minimum, diharapkan upah yang diterimapekerja di atas upah minimum. Namun, dalam pe-nerapan upah minimum terdapat dampak negatif,yaitu meluasnya sektor informal maupun pening-katan pengangguran.

Secara teori, terdapat perbedaan dampak upahminimum terhadap disemployment effect antara tena-ga kerja terampil dan tidak terampil. Dampak upahminimum terhadap disemployment effect akan lebihbesar pada tenaga kerja tidak terampil dibanding-kan tenaga kerja terampil. Upah minimum dapatmeningkatkan probabilitas tenaga kerja tidak te-rampil untuk keluar dari sektor formal (Cahuc danMichel, 1996). Penelitian yang telah dilakukan diIndonesia belum dapat memberikan informasi dam-pak kebijakan upah minimum terhadap probabilitaskeluar dari sektor formal pada tenaga kerja teram-pil dan tidak terampil. Penelitian tersebut hanyafokus kepada dampak upah minimum terhadappekerja, belum membedakan dampak berdasarkanketerampilan pekerja (Hohberg dan Lay, 2015).

Penelitian terdahulu mengenai dampak upahminimum terhadap disemployment effect pada tena-ga kerja tidak terampil menggunakan pendekatantingkat pendidikan dalam pengklasifikasian tipepekerja (Brochu dan Green, 2013; Del Carpio et al.,2015). Sementara itu, klasifikasi pekerja tidak hanyaditentukan oleh tingkat pendidikan, salah satu-nya yang dapat menentukan tingkat keterampilanpekerja adalah jenis pekerjaan. Klasifikasi tingkatketerampilan berdasarkan pada kompleksitas tugasdalam pekerjaan. Tingkat keterampilan dibedakanantara individu yang melakukan jenis pekerjaanyang membutuhkan keterampilan tinggi dengan

keterampilan rendah (Hessels et al., 2018).Terdapat perbedaan distribusi tenaga kerja tidak

terampil dan terampil berdasarkan klasifikasi jenisketerampilan (Tabel 1). Jika klasifikasi tingkat ke-terampilan pekerja berdasarkan jenis pendidikan,proporsi tenaga kerja tidak terampil di Indonesiaakan jauh lebih besar dibandingkan proporsi tenagakerja terampil. Berdasarkan pendidikan, persenta-se tenaga kerja tidak terampil adalah 76,31% dantenaga kerja terampil adalah 23,69%. Namun, jikaklasifikasi keterampilan pekerja berdasarkan jenispekerjaan, proporsi tenaga kerja tidak terampil danterampil tidak terlalu berbeda. Berdasarkan jenispekerjaan, persentase tenaga kerja tidak terampiladalah 53,90% dan tenaga kerja terampil adalah46,10%. Hal tersebut yang memotivasi penelitianini menggunakan klasifikasi keterampilan berda-sarkan jenis pekerjaan. Pembatasan cakupan hanyapada sektor formal karena di Indonesia mempunyaidualisme pasar tenaga kerja. Kebijakan upah mi-nimum di Indonesia berlaku untuk pekerja sektorformal sehingga disemployment effect yang ingin dili-hat adalah adanya perubahan status pekerja formalkeluar dari sektor formal (menjadi tidak bekerjamaupun bekerja pada sektor informal).

Tabel 1: Persentase Pekerja berdasarkan Tipe Pekerjadengan Perbandingan Klasifikasi Tahun 2010

Tipe Pekerja KlasifikasiPendidikan Jenis Pekerjaan

Tidak terampil 76,31 53,90Terampil 23,69 46,10Total 100,00 100,00

Sumber: Sakernas (2010), diolah

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifika-si perbedaan dampak upah minimum terhadapprobabilitas keluar dari sektor formal pada tena-ga kerja tidak terampil dan terampil. Sumber datayang digunakan dalam penelitian ini adalah SurveiAngkatan Kerja Nasional (Sakernas) Agustus 2010dan 2015 yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik(BPS). Tahun data tersebut dipilih karena terda-pat perbedaan kebijakan dalam penentuan upah

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 4: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas...122

minimum. Pada tahun 2010, penentuan kompo-nen kebutuhan hidup layak (KHL) diatur dalamPeraturan Menteri Tenaga Kerja dan TransmigrasiNo. Per-17/Men/VIII/2005 Tentang Komponen danPelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hi-dup Layak yang terdiri dari 7 kelompok kebutuhandan 46 komponen. Sementara pada 2015, KHL di-tetapkan berdasarkan Peraturan Menteri TenagaKerja dan Transmigrasi No. 13 Tahun 2012 TentangKomponen dan Pelaksanaan Tahapan PencapaianKebutuhan Hidup Layak yang terdiri dari 7 ke-lompok kebutuhan dan 60 komponen. Selain itu,terdapat krisis ekonomi global pada tahun 2008hingga 2009, termasuk di Indonesia.

Penggunaan tahun 2015 sebagai perbandingandisebabkan data Sakernas 2016 tidak dapat dipakaiuntuk estimasi level kabupaten yang digunakan un-tuk variabel makro. Level analisis yang digunakandalam penelitian ini adalah data tingkat individu.Data upah minimum yang digunakan adalah upahminimum tingkat kabupaten sebanyak 497 kabupa-ten sesuai kondisi wilayah tahun 2010. Pada tahun2015, terdapat 511 kabupaten karena telah terja-di pemekaran wilayah. Namun pada tahun 2015,data hasil pemekaran sebanyak 14 kabupaten diga-bungkan dengan kabupaten induk kondisi tahun2010. Pengklasifikasian tipe pekerja tidak terampildan terampil) berdasarkan jenis pekerjaan. Klasifi-kasi tersebut menggunakan Klasifikasi Baku JenisPekerjaan Indonesia (KBJI) 2002 yang mengadopsiInternational Standard Classification of Occupations(ISCO) 1988.

Model yang digunakan dalam penelitian ini ada-lah model probit. Hasil dari model probit dalampenelitian ini adalah dampak upah minimum ter-hadap probabilitas keluar dari sektor formal lebihbesar pada tenaga kerja tidak terampil dibanding-kan tenaga kerja terampil. Penelitian ini diharapkandapat memberikan manfaat dalam dunia akademisyaitu dengan menambah literatur tentang dampakupah minimum, khususnya terhadap probabilitas

keluar dari sektor formal untuk tenaga kerja tidakterampil dan terampil. Selain itu dapat memberikanmasukan kepada pemerintah dalam penentuan ke-bijakan upah minimum di masa yang akan datang.

Tinjauan Literatur

Dalam menjelaskan dampak upah minimum terha-dap probabilitas keluar dari sektor formal untuktenaga kerja terampil dan tidak terampil digunakanlandasan teori model dualisme pasar tenaga kerja(Welch, 1973) dan teori neoklasik dengan tenaga ker-ja terampil dan tidak terampil (Cahuc dan Michel,1996).

Berdasarkan model neoklasik dengan tenaga ker-ja terampil dan tidak terampil oleh Cahuc dan Mi-chel (1996), tenaga kerja tidak terampil adalah pe-kerja yang mempunyai produktivitas yang lebihrendah dibandingkan tenaga kerja terampil. Tena-ga kerja tidak terampil menerima upah yang lebihrendah dibandingkan dengan tenaga kerja terampil.Upah minimum menyebabkan keinginan individuuntuk bekerja di sektor formal meningkat sehing-ga individu dengan produktivitas rendah semakinbanyak memasuki pasar tenaga kerja. Namun, per-usahaan akan lebih memilih untuk mempekerjakanpekerja dengan produktivitas yang lebih tinggi yai-tu tenaga kerja terampil ketika ada penerapan upahminimum.

Elastisitas jumlah tenaga kerja terhadap pening-katan upah minimum akan lebih tinggi pada tenagakerja tidak terampil dibandingkan tenaga kerja te-rampil. Kurva permintaan dan penawaran tenagakerja lebih landai (flatter) pada tenaga kerja tidakterampil dibandingkan pada tenaga kerja terampil(Gambar 1). Respons individu dalam penawarantenaga kerja karena peningkatan upah minimumlebih tinggi pada tenaga kerja tidak terampil di-bandingkan tenaga kerja terampil. Demikian pula,pengurangan permintaan tenaga kerja oleh peru-sahaan karena peningkatan upah minimum akan

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 5: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Tridiana, C., & Widyawati, D. 123

lebih tinggi pada tenaga kerja tidak terampil di-bandingkan tenaga kerja terampil. Ketika terjadipeningkatan upah minimum, perusahaan akan le-bih mempertahankan tenaga kerja terampil kare-na dianggap mempunyai produktivitas yang lebihtinggi dibandingkan tenaga kerja tidak terampil. Se-lain itu, untuk mendapatkan tenaga kerja terampildengan tingkat kompetensi yang diinginkan peru-sahaan akan lebih sulit karena jumlah tenaga kerjaterampil yang terbatas, sedangkan jumlah tenagakerja tidak terampil dalam pasar tenaga kerja lebihbanyak tersedia dibandingkan jumlah tenaga kerjaterampil. Hal ini menyebabkan perusahaan lebihmudah melakukan pengurangan jumlah tenaga ker-ja tidak terampil karena ketika perusahaan inginmempekerjakan tenaga kerja tidak terampil, di pa-sar tenaga kerja tersedia tenaga kerja tidak terampilyang berlimpah (Ehrenberg dan Smith, 2012).

Pada kondisi awal keseimbangan pada sektorformal untuk tenaga kerja terampil adalah titik A,sedangkan untuk tenaga kerja tidak terampil ada-lah titik B. Upah keseimbangan awal pada tenagakerja terampil lebih tinggi dibandingkan tenagakerja tidak terampil (Ws

0 > Wu0 ). Penerapan upah

minimum sebesar Wm menyebabkan penurunanpermintaan jumlah pekerja pada tenaga kerja te-rampil dari Es

0 menjadi Es1, sedangkan penawaran

tenaga kerja meningkat menjadi Es2 sehingga kele-

bihan penawaran tenaga kerja pada tenaga kerjaterampil sebesar ESs (Es

2 − Es1). Sebagian pekerja

yang tidak tertampung pada sektor formal akanmasuk ke sektor informal sebesar ESsi, sedangkansisanya sebesar ESs0 yang mempunyai reservationwage di atas upah sektor informal akan keluar daripasar tenaga kerja.

Penerapan upah minimum sebesar Wm menye-babkan penurunan permintaan jumlah pekerja pa-da tenaga kerja tidak terampil dari Eu

0 menjadi Eu1 ,

sedangkan penawaran tenaga kerja meningkat men-jadi Eu

2 sehingga kelebihan penawaran tenaga ker-ja pada tenaga kerja tidak terampil sebesar ESu

(Eu2 − Eu

1). Sebagian pekerja yang tidak tertampungpada sektor formal akan masuk ke sektor informalsebesar ESui, sedangkan sisanya sebesar ESu0 yangmempunyai reservation wage di atas upah sektorinformal akan keluar dari pasar tenaga kerja.

Berdasarkan uraian di atas dapat dilihat bahwadengan adanya upah minimum, maka terdapat pe-kerja yang tidak tertampung dalam pasar tenagakerja sektor formal. Pekerja tersebut akan memilihuntuk keluar dari sektor formal menjadi pengang-guran maupun pindah ke sektor informal. Jumlahtenaga kerja tidak terampil yang keluar dari sek-tor formal lebih tinggi dibandingkan tenaga kerjaterampil (4ESu > ESs). Pengurangan permintaantenaga kerja akan lebih tinggi pada tenaga kerjatidak terampil dibandingkan tenaga kerja terampil.Kesempatan kerja pada sektor formal lebih rendahpada tenaga kerja tidak terampil dibandingkan te-naga kerja terampil sehingga pada sektor formalpenyerapan tenaga kerja akan berkurang lebih be-sar pada tenaga kerja tidak terampil dibandingkantenaga kerja terampil. Rasio orang yang bekerjaterhadap total pekerja akan mengecil. Hal terse-but menyebabkan peluang bekerja di sektor formallebih kecil pada tenaga kerja tidak terampil diban-dingkan tenaga kerja terampil. Dengan demikiandapat disimpulkan bahwa peningkatan upah mini-mum menyebabkan probabilitas keluar dari sektorformal lebih besar pada tenaga kerja tidak terampildibandingkan tenaga kerja terampil.

Tinjauan Empiris

Penelitian mengenai dampak upah minimum terha-dap disemployment effect telah dilakukan di negaramaju maupun berkembang. Dampak upah mini-mum terhadap probabilitas keluar dari sektor for-mal secara empiris dapat diprediksi oleh beberapavariabel operasional. Pendekatan tersebut antara la-in menggunakan dummy penerapan kebijakan upahminimum, gap upah minimum terhadap upah pe-kerja, dan peningkatan upah minimum (Yuen, 2003;

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 6: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas...124

Gambar 1: Dampak Upah Minimum terhadap Penyerapan Tenaga Kerja Sektor Formal pada Tenaga Kerja Terampil danTidak Terampil

Sumber: Welch (1973) dan Cahuc dan Michel (1996), disesuaikan

Campolieti et al., 2005). Berdasarkan hasil empiristerlihat bahwa sebagian besar upah minimum ber-dampak terhadap disemployment effect pada pekerjarentan. Pekerja yang rentan terhadap perubahanpasar tenaga kerja antara lain pekerja perempuan,usia muda, dan pendidikan rendah. Beberapa pe-nelitian memperoleh hasil bahwa upah minimummenyebabkan adanya disemployment effect (Curriedan Fallick, 1996; Yuen, 2003; Campolieti et al., 2005).

Dalam penelitian sebelumnya, metode estimasiyang digunakan untuk mengetahui dampak upahminimum terhadap disemployment effect mengguna-kan beberapa metode. Pertama, menggunakan Lini-er Probability Model (Currie dan Fallick, 1996; Yuen,2003; Campolieti et al., 2005). Kedua, menggunakanmetode Difference in Difference untuk mengetahuidampak upah minimum terhadap disemploymenteffect berdasarkan tingkat upah (Stewart, 2004; Neu-mark et al., 2004). Dan ketiga, menggunakan modellogit (Hohberg dan Lay, 2015).

Kajian dampak upah minimum terhadap transisidalam pekerjaan sebelumnya telah dilakukan dinegara-negara maju, seperti penelitian yang dila-kukan Yuen (2003), Campolieti et al. (2005), danBrochu dan Green (2013). Penelitian di negara ma-ju tersebut hanya mempertimbangkan dua statusdalam pekerjaan yaitu pekerja formal dan tidak be-kerja. Sementara itu, salah satu penelitian tentang

transisi pekerjaan di negara berkembang dilakukanoleh Soares (2005) yang mempertimbangkan ada-nya sektor informal. Meskipun demikian, Brazilmemiliki karakteristik upah minimum yang ber-beda dengan Indonesia. Brazil menerapkan upahminimum yang berlaku secara nasional, sedang-kan Indonesia menetapkan upah minimum tingkatprovinsi dan kabupaten.

Brochu dan Green (2013) memfokuskan padaanalisis dampak upah minimum terhadap transi-si pasar kerja dengan pendekatan sisi permintaanmenggunakan model Mortensen-Pissarides. ModelMortensen-Pissarides hanya mengakomodir mo-del search and matching pada sektor formal yangpada sektor ini lebih bersifat demand determined,sedangkan pada model yang menyertakan sektorinformal tidak dibahas dalam model ini. Peneliti-an ini menggunakan karakteristik regional sebagaivariabel kontrol. Karakteristik regional berupa dum-my yang menggambarkan kondisi suatu provinsimenetapkan upah minimum bulanan atau tidak.Sementara penelitian Yuen (2003) menyertakan in-formasi demografis untuk setiap individu di anta-ranya status perkawinan, tingkat pendidikan, danjenis kelamin. Tingkat pendidikan dibagi menjaditiga tingkatan, yaitu kurang dari SLTA, SLTA, danperguruan tinggi.

Penelitian Pratomo (2011) mengenai dampak

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 7: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Tridiana, C., & Widyawati, D. 125

upah minimum terhadap tenaga kerja pada coverdan uncovered sectors di Indonesia, memperoleh ha-sil bahwa terdapat transisi pekerjaan (employmentdisplacement) dari cover sectored menuju uncoveredsector. Penelitian tersebut menggunakan istilah co-ver dan uncovered sectors dibanding sektor formaldan informal untuk menghindari ambiguitas defi-nisi. Secara umum, cover dan uncovered sectors jugadidefinisikan sebagai sektor formal dan informal(Gindling dan Terrell, 2005). Namun, untuk kondisiIndonesia belum terdapat jelas definisi antara sek-tor formal dan informal. Metode yang digunakanadalah model multinomial logit untuk mengamatidampak upah minimum pada beberapa kategoripekerjaan pada cover dan uncovered sectors antaralain buruh/karyawan, berusaha sendiri, pekerja ke-luarga/tidak dibayar, dan pengangguran. Selain itu,Pratomo (2011) mengategorikan pasar tenaga kerjaterpisah antara status wilayah (perkotaan dan pede-saan) dan jenis kelamin (laki-laki dan perempuan).Hasil penelitian ini menemukan bahwa dampakupah minimum terhadap transisi pekerjaan lebihbesar pada perempuan dibandingkan laki-laki. Ke-mudian, dampak upah minimum pada wilayahpedesaan lebih rendah dibandingkan wilayah per-kotaan dikarenakan perekonomian di pedesaandidominasi oleh sektor pertanian tradisional.

Secara umum, hasil empiris dari masing-masingpenelitian cenderung sama. Yuen (2003) menemu-kan bahwa kenaikan upah minimum berpengaruhkecil terhadap transisi pekerja muda dari beker-ja menjadi tidak bekerja. Sementara Campolieti etal. (2005) menemukan bahwa kenaikan upah mi-nimum akan berdampak signifikan pada transisibekerja menjadi tidak bekerja pada pekerja mudayang memiliki upah rendah. Metode yang digu-nakan Campolieti et al. (2005) adalah metode atrisk, gap, dan gap variant. Estimasi yang dilakukanmenggunakan Ordinary Least Square (OLS) linierprobability model. Sebelum melakukan estimasi dila-kukan pembentukan dua kelompok pekerja yaitu

kelompok perlakuan dan pembanding. Metode inijuga digunakan oleh Currie dan Fallick (1996) danYuen (2003).

Metode dalam mengestimasi dampak upah mini-mum terhadap transisi pekerjaan mengalami per-kembangan antarwaktu. Stewart (2004) dan Neu-mark et al. (2004) melakukan penelitian mengenaidampak upah minimum terhadap transisi pekerja-an (dari status bekerja menjadi tidak bekerja) ber-dasarkan posisi awal pekerja pada distribusi upah.Hasil penelitian menyatakan bahwa dampak upahminimum terhadap efek displacement pada pekerjaupah rendah lebih besar dibandingkan pekerja upahtinggi. Estimasi yang dilakukan menggunakan pen-dekatan difference in difference estimator. PenelitianNeumark et al. (2004) menggunakan logit model es-timates of the probability. Penelitian ini membatasipada kondisi pekerja pada tahun pertama yangsudah bekerja karena tidak mempunyai informa-si upah untuk individu yang belum bekerja padatahun pertama.

Klasifikasi pekerja berdasarkan keterampilan (te-naga kerja terampil dan tidak terampil) mempu-nyai beberapa definisi pada penelitian sebelumnya.Klasifikasi tersebut antara lain berdasarkan umurpekerja (Yuen, 2003), upah pekerja (Gramlich, 1976;Currie dan Fallick, 1996; Cahuc dan Michel, 1996;Campolieti et al., 2005; Stewart, 2004; Lang danKahn, 1998), dan tingkat pendidikan (Brochu danGreen, 2013; Del Carpio et al., 2015).

Penerapan upah minimum terhadap tenaga kerjamemberikan dampak yang berbeda pada tenagakerja terampil dan tidak terampil. Upah minimumdapat menurunkan permintaan tenaga kerja secaraagregat dan menyebabkan tenaga kerja tidak te-rampil menjadi pengangguran (Cahuc dan Michel,1996; Gramlich, 1976). Dari penelitian empiris dapatdilihat bahwa kenaikan upah minimum berarti ter-dapat kenaikan upah pekerja (Gindling dan Terrell,2005). Adanya peningkatan upah pada tenaga kerjatidak terampil menyebabkan permintaan tenaga

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 8: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas...126

kerja terampil lebih tinggi.

Beberapa literatur sebelumnya menyatakan ke-lompok pekerja yang rentan terhadap upah mi-nimum adalah pekerja muda, pekerja perempu-an, dan pekerja dengan tingkat pendidikan atauketerampilan yang lebih rendah. Pekerja denganpendidikan atau keterampilan rendah merupakankelompok pekerja dengan bargaining position yangkurang baik dalam kesepakatan penentuan upah.Tenaga kerja tidak terampil mempunyai elastisitasyang lebih tinggi terhadap upah dibandingkan te-naga kerja terampil. Dengan adanya peningkatanupah akan menyebabkan pengurangan tenaga ker-ja tidak terampil lebih besar dibandingkan tenagakerja terampil.

Penelitian yang telah dilakukan di negara majutentang transisi pekerjaan belum memperhitung-kan adanya pekerjaan di sektor informal. Di nega-ra berkembang, status bekerja terdiri dari bekerjadi sektor formal, bekerja di sektor informal, dantidak bekerja. Dampak upah minimum dari sisi per-mintaan menyebabkan perusahaan akan mengu-rangi jumlah perekrutan karena meningkatnya bi-aya tenaga kerja ketika terjadi peningkatan upahminimum (Brochu dan Green, 2013).

Definisi pekerja formal dan informal memilikiberbagai versi. Ditinjau dari tingkat kompleksi-tas, pekerja sektor informal memiliki sejumlah halyang tidak dimiliki sektor formal. BPS melakukanpendekatan terbaru dalam menentukan definisi pe-kerja informal. Penentuan pekerja formal (F) daninformal (INF) diperoleh dari tabulasi silang statuspekerjaan dan jenis pekerjaan utama. Definisi initidak dapat digunakan dalam penelitian karena ter-dapat keterbatasan data ketika menggunakan datacross section mengenai jenis pekerjaan pada periodet-1. Pada data Sakernas, informasi mengenai jenispekerjaan hanya terdapat pada periode pencacahan(t).

Dalam penelitian ini, definisi pekerja formal ber-dasarkan klasifikasi BPS yang menggunakan tabu-

lasi silang antara status pekerjaan dengan lapang-an usaha dalam penentuan pekerja formal (Tabel2). Kegiatan yang termasuk formal adalah peker-ja dengan status berusaha dibantu buruh dibayardan buruh/karyawan/pegawai. Namun, untuk me-lihat dampak peningkatan upah minimum terha-dap tenaga kerja, maka cakupan pekerja formaldalam penelitian ini adalah pekerja dengan statusburuh/karyawan/pegawai pada seluruh kelompoklapangan usaha sehingga unit observasi yang akandigunakan dalam penelitian ini untuk tahun data2010 adalah pekerja formal pada tahun 2009. Demi-kian pula untuk tahun data 2015, dalam penelitianini untuk tahun 2015 adalah pekerja formal padatahun 2014. Untuk tahun data 2010 dan 2015 diten-tukan status pekerja yang melakukan transisi keluardari sektor formal. Sementara itu, status tidak be-kerja berdasarkan definisi BPS adalah orang yangtidak bekerja, sedang mencari kerja, mempersiap-kan usaha, putus asa memperoleh pekerjaan, danorang yang sudah mempunyai pekerjaan namunbelum mulai bekerja.

Penelitian ini akan mengacu pada penelitian yangdilakukan oleh Yuen (2003), Campolieti et al. (2005),dan Brochu dan Green (2013) yang meneliti menge-nai dampak upah minimum terhadap disemploymenteffect. Namun, yang membedakan penelitian inidengan penelitian-penelitian sebelumnya adalahperbedaan klasifikasi tipe pekerja menjadi tenagakerja tidak terampil dan terampil. Pada peneliti-an Brochu dan Green (2013) dan Del Carpio etal. (2015), tipe pekerja diklasifikasikan berdasar-kan tingkat pendidikan. Pendekatan menggunakantingkat pendidikan akan menyebabkan measurementbiased karena tingkat keterampilan pekerja tidak ha-nya ditentukan oleh tingkat pendidikan. Terdapatjenis pekerjaan yang membutuhkan tingkat kete-rampilan tertentu tetapi tidak terlalu bergantungpada tingkat pendidikan. Untuk kondisi Indone-sia, klasifikasi tipe pekerja menggunakan tingkatpendidikan dan jenis pekerjaan akan menyebabkan

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 9: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Tridiana, C., & Widyawati, D. 127

Tabel 2: Klasifikasi Pekerja Formal dan Informal berdasarkan Status Pekerjaan dan Kelompok Lapangan Usaha

Status Pekerjaan Kelompok Lapangan Usaha1 2 3 4 5 6 7 8 9

Berusaha sendiri INF INF INF INF INF INF INF INF INFBerusaha dibantu buruh tidak dibayar INF INF INF INF INF INF INF INF INFBerusaha dibantu buruh dibayar F F F F F F F F FBuruh/karyawan/pegawai F F F F F F F F FPekerja bebas di pertanian INF INF INF INF INF INF INF INF INFPekerja bebas di nonpertanian INF INF INF INF INF INF INF INF INFPekerja keluarga tak dibayar INF INF INF INF INF INF INF INF INF

Sumber: BPS (2016)Keterangan: 1. Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perburuan, dan Perikanan

2. Sektor Pertambangan dan Penggalian3. Sektor Industri Pengolahan4. Sektor Listrik, Gas, dan Air5. Sektor Konstruksi6. Sektor Perdagangan Besar Eceran dan Rumah Makan serta Jasa Akomodasi7. Sektor Angkutan, Penggudangan, dan Komunikasi8. Sektor lembaga Keuangan, Real Estat, Usaha Persewaan, dan Jasa Konsultan9. Jasa Kemasyarakatan, Sosial, dan Perorangan

perbedaan distribusi. Berdasarkan hal tersebut, pe-nelitian ini akan mengoreksi penelitian sebelumnyayaitu untuk mengurangi adanya measurement biased.Pengklasifikasian tipe pekerja yang akan dilakukanadalah menggunakan pendekatan jenis pekerjaanberdasarkan KBJI 2002 yang mengadopsi klasifikasiISCO 1988 (Tabel 3).

Kategori tenaga kerja tidak terampil adalah peker-ja dengan jenis pekerjaan pada KBJI 1 digit berkode4, 5, 8, dan 9. Tenaga kerja tidak terampil terdiridari pekerja dengan jenis pekerjaan sebagai tenagatata usaha, tenaga usaha jasa dan tenaga penjual-an di toko dan pasar, operator dan perakit mesin,serta pekerja kasar dan tenaga kebersihan. Semen-tara kategori tenaga kerja terampil adalah pekerjadengan jenis pekerjaan pada KBJI 1 digit berko-de 1, 2, 3, 6, dan 7. Tenaga kerja terampil terdiridari pekerjaan dengan jenis pekerjaan sebagai peja-bat lembaga legislatif, pejabat tinggi dan manajer,tenaga profesional, teknisi dan asisten tenaga pro-fesional, tenaga usaha pertanian dan peternakan,serta tenaga pengolahan dan kerajinan.

Dalam melihat faktor-faktor yang memengaruhidisemployment effect, penelitian empiris sebelumnyamemasukkan variabel dari sisi penawaran tenagakerja, permintaan tenaga kerja, dan karakteristik

wilayah. Variabel-variabel dari sisi penawaran te-naga kerja antara lain tingkat pengangguran, umur,jenis kelamin, status perkawinan, dan pendidikan,sedangkan variabel kontrol dari sisi permintaan te-naga kerja adalah Produk Domestik Regional Bruto(PDRB). Variabel urban merupakan variabel kontrolyang menggambarkan karakteristik wilayah.

Variabel utama yang dikaji dalam penelitian iniadalah upah minimum. Upah minimum mempu-nyai dampak yang signifikan terhadap disemploy-ment effect (Currie dan Fallick, 1996; Yuen, 2003; Cam-polieti et al., 2005; Hohberg dan Lay, 2015). Padapenelitian yang dilakukan Currie dan Fallick (1996),Yuen (2003), dan Campolieti et al. (2005) mempe-roleh hasil bahwa upah minimum menyebabkandampak negatif terhadap tenaga kerja, sedangkanhasil penelitian yang dilakukan Hohberg dan Lay(2015) memperoleh dampak positif terhadap proba-bilitas bekerja. Hasil yang diperoleh Hohberg danLay (2015) kontradiksi dengan teori pasar tenagakerja dualisme, yang mengindikasikan pasar tenagakerja cenderung monopsoni.

Variabel PDRB merupakan variabel kontrol yangberpengaruh terhadap disemployment effect (Yuen,2003; Hohberg dan Lay, 2015). Variabel makro inimenggambarkan kondisi perekonomian daerah. Ke-

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 10: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas...128

Tabel 3: Perbandingan Klasifikasi Tipe Pekerja antara ISCO 1988 dan KBJI 2002

Kode ISCO 1988 Kode KBJI 2002 Tipe PekerjaTerampil Tidak terampil

1 Legislators, senior officials, and managers 1 Pejabat lembaga legislatif, pejabat ting-gi, dan manajer

v

2 Professionals 2 Tenaga profesional v3 Technicians and associate professionals 3 Teknisi dan asisten tenaga profesional v4 Clerks 4 Tenaga tata usaha v5 Service workers and shop and market sales

workers5 Tenaga usaha jasa dan tenaga penjualan

di toko dan pasarv

6 Skilled agricultural and fishery workers 6 Tenaga usaha pertanian dan peternakan v7 Craft and related trades workers 7 Tenaga pengolahan dan kerajinan Ybdi

(Yang berhubungan dengan itu)v

8 Plant and machine operators and assemblers 8 Operator dan perakit mesin v9 Elementary occupations 9 Pekerja kasar, tenaga kebersihan v

Sumber: ISCO 1988 (penyesuaian pada KBJI 2002)

tika terjadi peningkatan PDRB, akan meningkatkanaktivitas ekonomi. Hal tersebut akan meningkatkanpenyerapan tenaga kerja, terutama untuk pekerjadengan status buruh/karyawan/pegawai yang me-rupakan pekerja sektor formal. Hasil penelitianYuen (2003) dan Hohberg dan Lay (2015) adalahPDRB akan menyebabkan dampak positif terhadapprobabilitas tetap bekerja. Peningkatan PDRB akanmenyebabkan probabilitas bekerja di sektor formalmeningkat. Sebaliknya, ketika PDRB menurun, ma-ka kondisi perekonomian daerah sedang tidak baiksehingga akan terjadi pengurangan penyerapantenaga kerja.

Variabel tingkat pengangguran merupakan sa-lah satu variabel yang memiliki pengaruh terha-dap disemployment effect (Yuen, 2003; Campolieti etal., 2005). Variabel pengangguran menggambarkankondisi pasar tenaga kerja. Hasil penelitian Yuen(2003) menemukan bahwa tingkat pengangguranakan meningkatkan probabilitas individu bekerja.Semakin tinggi tingkat pengangguran, mengindi-kasikan individu yang tidak tertampung dalampasar tenaga kerja dan yang tidak ingin bekerjasemakin banyak. Hal tersebut menunjukkan poten-si penawaran tenaga kerja yang tinggi. Semakintinggi tingkat pengangguran, maka semakin ting-gi penawaran tenaga kerja dari individu. Namun,semakin tinggi tingkat pengangguran di suatu wila-yah, menyebabkan perusahaan lebih memilih untuk

mempertahankan pekerja yang ada dibandingkanmemecat dan mengganti dengan pekerja baru. Se-mentara itu, penelitian Campolieti et al. (2005) mene-mukan hasil yang berlawanan yaitu pengangguranakan menurunkan probabilitas bekerja.

Variabel urban merupakan salah satu variabelyang mempunyai pengaruh terhadap disemploymenteffect (Hohberg dan Lay, 2015). Variabel ini menun-jukkan kondisi pasar tenaga kerja yang memberigambaran wilayah apakah lebih cenderung sektorformal atau informal. Status urban mengindika-sikan bahwa wilayah cenderung ke sektor formal,sedangkan status rural mengindikasikan bahwawilayah cenderung ke sektor informal. Permintaanterhadap pekerja sektor formal pada wilayah statusurban akan lebih tinggi dibandingkan dengan wila-yah status rural. Hasil penelitian Hohberg dan Lay(2015) menunjukkan bahwa pekerja yang beradapada wilayah perkotaan akan mempunyai probabi-litas lebih tinggi untuk bekerja di sektor formal.

Variabel pendidikan yang digunakan pada pe-nelitian sebelumnya mempunyai pengaruh terha-dap disemployment effect (Currie dan Fallick, 1996;Yuen, 2003; Campolieti et al., 2005; Hohberg danLay, 2015). Hasil dari penelitian sebelumnya me-nunjukkan bahwa pekerja berpendidikan tinggimempunyai probabilitas lebih tinggi untuk beker-ja dibandingkan dengan pekerja berpendidikanrendah. Tingkat pendidikan memiliki pengaruh po-

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 11: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Tridiana, C., & Widyawati, D. 129

sitif terhadap keputusan individu untuk bekerjadan potensi memperoleh pekerjaan. Semakin ting-gi pendidikan seseorang, akan semakin terampildan produktivitas semakin tinggi. Individu denganpendidikan tinggi akan dipertahankan oleh peru-sahaan. Individu dengan pendidikan lebih rendahakan mempunyai potensi keluar dari sektor formallebih tinggi.

Variabel jenis kelamin berpengaruh terhadap dis-employment effect (Campolieti et al., 2005; Yuen, 2003).Hasil penelitian Campolieti et al. (2005) menun-jukkan bahwa probabilitas pekerja laki-laki untukbertahan bekerja akan lebih kecil dibandingkandengan pekerja perempuan. Bargaining power pe-kerja laki-laki lebih tinggi dibandingkan pekerjaperempuan sehingga laki-laki akan memilih untukkeluar dari sektor formal ketika upah yang dite-rima belum sesuai. Sebaliknya, perempuan lebihpatuh pada perusahaan, meskipun upah yang di-terima belum sesuai. Sementara hasil penelitianYuen (2003) menunjukkan hasil yang berbeda, yaituprobabilitas bekerja pada laki-laki akan lebih tinggidibandingkan pekerja perempuan.

Variabel status kawin merupakan salah satu vari-abel yang memengaruhi disemployment effect (Yuen,2003; Campolieti et al., 2005). Penelitian Campolietiet al. (2005) menunjukkan bahwa pekerja denganstatus kawin akan mempunyai probabilitas tetap be-kerja lebih kecil dibandingkan pekerja tidak kawin.Pada sektor formal, pekerja kawin memperolehtunjangan keluarga. Hal tersebut menyebabkan bi-aya yang dikeluarkan perusahaan untuk pekerjakawin lebih tinggi dari pekerja belum kawin. Se-mentara penelitian Yuen (2003) memperoleh hasilyang berbeda yaitu pekerja dengan status kawinakan mempunyai probabilitas bekerja lebih tinggidibandingkan pekerja tidak kawin.

Variabel masa kerja merupakan variabel kontrolyang memengaruhi disemployment effect (Brochu danGreen, 2013). Hasil penelitian Brochu dan Green(2013) menunjukkan bahwa pekerja dengan masa

kerja lebih tinggi akan mempunyai peluang lebihkecil untuk menjadi tidak bekerja. Semakin lamamasa kerja seseorang, maka semakin mempunyaipengalaman. Pengalaman yang dimiliki seseorangdapat meningkatkan keterampilan dalam beker-ja. Hal tersebut dapat meningkatkan produktivitas.Seseorang dengan masa kerja lama akan lebih diper-tahankan perusahaan dibandingkan pekerja baru.

Metode

Untuk mengestimasi dampak upah minimum ter-hadap probabilitas keluar dari sektor formal, pene-litian ini menggunakan model probit. Model pro-bit merupakan salah satu model dari cummulativedistribution function (CDF). Model ini digunakanuntuk menganalisis model dengan variabel depen-den yang memiliki hasil biner, yaitu y = 1 untukmenandakan suksesnya sebuah kejadian dan y = 0untuk menandakan gagalnya sebuah kejadian. Un-tuk membangun model probit, dimisalkan kondisidari sejumlah i tenaga kerja formal pada periodet − 1 untuk keluar dari sektor formal atau tidak,tergantung pada utility index, Ii yang tidak teramati.Ii didefinisikan sebagai berikut (Gujarati, 2003):

Ii = β1 + β2Xi (1)

dengan Xi adalah variabel penjelas.

Utility index yang tidak teramati ini terkait de-ngan kondisi keluar dari sektor formal pada tenagakerja terampil dan tidak terampil dapat dijelaskansebagai berikut. Misalkan, Y = 1 jika tenaga kerjaterampil dan tidak terampil memilih untuk keluardari sektor formal dan Y = 0 jika tidak keluar darisektor formal sehingga dapat dianggap terdapatsuatu nilai kritis yaitu I∗i . Jika nilai kritis I∗i lebihrendah atau sama dengan utility index Ii, pekerjaakan keluar dari sektor formal, atau sebaliknya. Pro-babilitas I∗i ≤ Ii, dapat dihitung dari standar normal

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 12: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas...130

CDF:

Pi = P(Y = 1|X) = P(I∗i ≤ Ii) = P(Zi ≤ β1 + β2Xi)

= F(β1 + β2Xi) (2)

dengan P(Y = 1|X) adalah probabilitas kejadianterjadi pada nilai X yang tetap dan dimana Zi adalahvariabel standar normal. F adalah standar normalCDF. Model matematis Probit sebagai berikut:

F(Ii) =1?

∫ Ii

−∞

e−z2/2dz =1?

∫ β1+β2Xi

−∞

e−z2/2dz

(3)P merupakan probabilitas bahwa suatu peristiwaakan terjadi. Dalam penelitian ini, P adalah probabi-litas keluar dari sektor formal dengan nilai standarnormal pada tenaga kerja terampil dan tidak teram-pil adalah di antara −∞ dan Ii.

Selanjutnya untuk mendapatkan informasi me-ngenai utility index Ii dan β1 dan β2, maka dilakukaninverse dari CDF normal (Persamaan 4).

Ii = F−1(Ii) = F−1(Pi) = β1 + β2Xi (4)

Dalam penelitian ini, regresi probit akan dilaku-kan sebanyak 2 kali pada 2 titik waktu (tahun 2010dan 2015), yaitu model:

1. Regresi keseluruhan unit analisis tanpa dummytipe pekerja;

2. Regresi keseluruhan unit analisis dengan dum-my tipe pekerja (terampil dan tidak terampil).Regresi probit ini menggunakan satu varia-bel dummy, yaitu dummy tenaga kerja tidak te-rampil. Kategori tenaga kerja terampil tidakdigunakan (omitted) untuk menghindari dum-my variable trap, yaitu terjadi multikolinearitassempurna antarvariabel (Gujarati, 2003).

Bentuk umum model (1), yaitu model probabilitas

keluar dari sektor formal adalah:

(5)

P (Yit = 1|Yit−1 = 1) = Λ(α0 +α1 ln UM jt

+ α2 ln pdrb jt + α3unr jt + α4dUit

+ α5deducit + α6 jkit + α7dkawinit

+ α8dexpit +∑

dProvkt + εit)

Kemudian, bentuk umum model probabilitaskeluar dari sektor formal pada tenaga kerja terampildan tidak terampil yang akan digunakan untukmeregresi model (2):

(6)

P(Yit = 1|Yit−1 = 1) = Λ(α0

+ α1 ln UM jt + β1dUS + α11 ln UM jt

∗ dUS + α2 ln pdrb jt + α3unr jt + α4dUit

+ α5deducit + α6 jkit + α7dkawinit

+ α8dexpit +∑

dProvkt + εit)

dengan:P(Yit = 1|Yit−1 = 1) : probabilitas individu i keluar

dari sektor formal pada periode t. Saat t − 1(1=sektor formal, 0=lainnya); saat t (1=keluarsektor formal, 0=lainnya);

UM jt : upah minimum pada kabupaten j periode t;t=2010 dan 2015;

DUSit : dummy tipe keterampilan pekerja i periodet (1=tidak terampil, 0=terampil);

pdrb jt : PDRB pada kabupaten j periode t; t=2010dan 2015;

unr jt : tingkat pengangguran pada kabupaten jperiode t; t=2010 dan 2015;

dUit : dummy status wilayah urban individu i peri-ode t (1= urban, 0=rural); t=2010 dan 2015;

deducit : dummy pendidikan individu i periode t(1=SMA ke bawah, 0=diploma ke atas); t=2010dan 2015;

jkit : dummy jenis kelamin individu i periode t(1=Laki-laki, 0= perempuan); t=2010 dan 2015;

dkawinit : dummy status kawin individu i periode t(1=kawin, 0=belum kawin); t=2010 dan 2015;

dexpit : dummy masa kerja individu i periode t(1=masa kerja di atas rata-rata, 0=masa ker-ja kurang dari rata-rata);

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 13: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Tridiana, C., & Widyawati, D. 131

dProvkt : dummy provinsi k periode t; t=2010 dan2015;

dεit : eror.Persamaan (5) dan (6) akan dilakukan pada 2

periode (tahun 2010 dan 2015). Periode estimasiyang akan digunakan adalah tahun 2010 dan 2015sehingga ketika periode 2010, maka t − 1 = 2009dan t = 2010, sedangkan untuk periode 2015 adalaht − 1 = 2014 dan t = 2015, yang mana saat t − 1sebagai pekerja sektor formal dan t keluar pekerjasektor formal.

Dalam menganalisis hasil estimasi model probit,tidak bisa secara langsung dengan interpretasi koe-fisien seperti pada regresi OLS karena nilai koefisienregresi pada probit hanya menggambarkan hubung-an positif atau negatif antara variabel independendan dependen. Salah satu cara menginterpretasi-kan model probit adalah dengan menggunakanefek marginal.

Definisi Operasional dan Hipotesis

Karakteristik sosial ekonomi yang digunakan ter-diri dari karakteristik individu dan kondisi pasartenaga kerja. Kondisi pasar tenaga kerja terdiri da-ri PDRB riil, tingkat pengangguran, dan dummyurban. Karakteristik individu adalah dummy masakerja, dummy jenis kelamin, dummy status kawin,dan dummy pendidikan, sedangkan variabel utamadalam penelitian ini adalah upah minimum riil.

Variabel dependen yang digunakan dalam pe-nelitian ini adalah probabilitas keluar dari sektorformal pada tahun berikutnya. Probabilitas keluardari sektor formal adalah probabilitas pekerja for-mal pada tahun t − 1 akan beralih menjadi pekerjainformal ataupun tidak bekerja. Variabel ini meng-gunakan ketentuan pada saat t − 1 bernilai 1 jikabekerja pada sektor formal (Yit−1 = 1). Kemudianpada saat t bernilai 1 jika keluar dari sektor formaldan bernilai 0 ketika tetap di sektor formal (Yit = 1).

Variabel independen utama yang digunakan ada-lah logaritma upah minimum riil kabupaten tahun

t. Upah minimum kabupaten berasal dari 497 ka-bupaten di seluruh Indonesia pada kondisi tahun2010. Variabel ini diadopsi dari penelitian Curriedan Fallick (1996), Yuen (2003), Campolieti et al.(2005), dan Hohberg dan Lay (2015).

PDRB riil kabupaten menurut lapangan usahamerupakan variabel makro yang digunakan untukmenggambarkan kondisi perekonomian di suatuwilayah. PDRB yang digunakan berdasarkan tahundasar 2010. Dugaan awal adalah PDRB akan ber-dampak negatif yaitu menyebabkan probabilitaskeluar dari sektor formal berkurang.

Tingkat pengangguran pada tiap kabupaten me-rupakan variabel makro yang menggambarkankondisi pasar tenaga kerja di suatu wilayah. Pe-ngangguran adalah orang yang tidak bekerja, se-dang mencari kerja, mempersiapkan usaha, putusasa memperoleh pekerjaan, dan orang yang sudahmempunyai pekerjaan namun belum mulai bekerja.Dugaan awal tingkat pengangguran akan memilikidampak negatif terhadap probabilitas keluar darisektor formal.

Variabel dummy urban digunakan untuk me-ngontrol heterogenitas biased. Dummy urban berni-lai 1 jika wilayah urban dan bernilai 0 jika wilayahrural. Dugaan awal adalah probabilitas keluar darisektor formal adalah negatif yaitu akan lebih ren-dah pada wilayah status urban dibandingkan rural.Variabel ini diadopsi dari penelitian Hohberg danLay (2015).

Jenis kelamin merupakan variabel kontrol yangberupa karakteristik individu dari sisi penawaran.Dummy jenis kelamin bernilai 1 jika berjenis kela-min laki-laki dan 0 jika perempuan. Dugaan awaldalam penelitian ini adalah positif yaitu probabili-tas keluar dari sektor formal akan lebih tinggi padapekerja laki-laki dibandingkan pekerja perempuan.Variabel ini diadopsi dari penelitian Yuen (2003)dan Campolieti et al. (2005).

Status perkawinan merupakan variabel kontrolyang berupa karakteristik individu dari sisi pena-

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 14: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas...132

waran. Dummy status perkawinan bernilai 1 jikastatus perkawinan adalah sudah kawin dan 0 jikaselainnya. Status perkawinan dalam penelitian inidibedakan menjadi sudah dan belum kawin. Duga-an awal dalam penelitian ini adalah positif yaituprobabilitas keluar dari sektor formal akan lebihtinggi pada pekerja status kawin dibanding denganpekerja belum kawin. Variabel ini diadopsi daripenelitian Campolieti et al. (2005).

Pendidikan merupakan variabel kontrol yangberupa karakteristik individu dari sisi penawaran.Dummy pendidikan bernilai 1 jika pendidikan SMAke bawah dan bernilai 0 jika pendidikan diplomake atas. Dugaan awal dalam penelitian ini adalahprobabilitas keluar dari sektor formal akan positifyaitu lebih besar pada pekerja berpendidikan ren-dah dibandingkan dengan pekerja berpendidikantinggi. Variabel ini diadopsi dari penelitian Curriedan Fallick (1996), Yuen (2003), Campolieti et al.(2005), dan Hohberg dan Lay (2015).

Dummy masa kerja merupakan proksi pengalam-an kerja. Masa kerja dalam penelitian ini merupakanlama individu bekerja di pekerjaan utama saat inidalam satuan bulan. Dummy masa kerja bernilai 1jika di atas rata-rata masa kerja dan 0 jika selainnya.Dugaan awal dampak masa kerja adalah negatifyaitu semakin lama masa kerja seseorang, probabi-litas keluar dari sektor formal akan semakin kecil.Variabel ini diadopsi dari penelitian Brochu danGreen (2013).

Dummy tenaga kerja tidak terampil digunakanuntuk membedakan tipe keterampilan pekerja. Va-riabel ini bernilai 1 jika tenaga kerja tidak terampildan bernilai 0 jika tenaga kerja terampil. Kemudi-an, dummy provinsi digunakan untuk mengontrolunobserved heterogeneity. Variabel ini diadopsi daripenelitian Yuen (2003).

Data dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data Sakernas Agustus2010 dan 2015 yang didapatkan dari BPS. Keung-

gulan data Sakernas Agustus adalah cakupan res-ponden yang lebih representatif dibandingkan dataSakernas Februari. Sakernas Agustus dapat menya-jikan estimasi sampai tingkat kabupaten/kota. Se-lain itu, untuk melihat dampak peningkatan upahminimum terhadap probabilitas keluar dari sek-tor formal, lebih tercermin menggunakan SakernasAgustus. Hal ini karena pada saat survei dilaksa-nakan, upah minimum telah diberlakukan efektifpada tahun berjalan. Kelemahan dari data Sakernasadalah merupakan jenis data cross section (satu ti-tik waktu) bukan data panel sehingga tidak dapatmenangkap dinamika tenaga kerja (Dong, 2016). Di-namika tenaga kerja dapat dilihat dengan jenis datapanel. Meskipun demikian, data Sakernas Agus-tus dapat digunakan dalam penelitian ini karenamemberikan informasi panel individu satu tahunterakhir, yaitu saat t − 1 dan t. Sakernas menyedia-kan data status pekerjaan setahun yang lalu denganstatus bekerja saat ini yang menunjukkan transisipekerjaan. Data yang digunakan adalah data crosssection saat tahun t, namun terdapat informasi statusbekerja pada saat t − 1.

Unit observasi adalah individu usia 15 tahun keatas. Pendekatan konsep usia kerja dalam penelitianini berdasarkan konsep BPS. Untuk melihat dampakupah minimum terhadap probabilitas keluar darisektor formal dibutuhkan data level individu yangdapat mencerminkan adanya perubahan status be-kerja. Keluar dari sektor formal adalah perubahanstatus individu dari periode t − 1 adalah pekerjaformal menjadi bukan pekerja formal pada periodet. Pada data tahun 2010, periode t adalah tahun 2010dan periode t− 1 adalah tahun 2009. Demikian pulapada tahun 2015, periode t − 1 adalah tahun 2014dan t adalah tahun 2015. Data upah minimum yangdigunakan diperoleh dari Kementerian Tenaga Ker-ja, BPS, Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo),dan Surat Keputusan (SK) Gubernur. Dalam pe-nelitian ini digunakan data upah minimum levelkabupaten di 497 kabupaten di seluruh Indonesia

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 15: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Tridiana, C., & Widyawati, D. 133

berdasarkan kondisi kabupaten tahun 2010. Dataupah minimum yang digunakan adalah upah mi-nimum riil kabupaten tahun 2010 dan 2015. DataPDRB riil level kabupaten diperoleh dari BPS.

Hasil dan Analisis

Bagian berikut akan memaparkan dua bagian, yai-tu analisis deskriptif (Tabel 4–6) dan analisis hasilestimasi model empiris (Tabel 7–8). Bagian pertamaberisi penjelasan mengenai gambaran komposisipekerja pada sektor formal pada tahun 2010 dan2015. Bagian kedua berisi hasil analisis model probittentang dampak peningkatan upah minimum terha-dap probabilitas keluar dari sektor formal. Selain itupada bagian kedua juga berisi hasil analisis modelprobil tentang dampak variabel kontrol terhadapprobabilitas keluar dari sektor formal.

Persentase pekerja di sektor formal berdasarkantipe pekerja dan jenis kelamin dapat dilihat padaTabel 4. Pada tahun 2010 maupun 2015, secara ke-seluruhan persentase pekerja laki-laki lebih besardibandingkan pekerja perempuan. Demikian pulajika dilihat lebih rinci berdasarkan tipe pekerja, kom-posisi pekerja laki-laki lebih dominan dibandingpekerja perempuan. Selain itu, terjadi penurunanpersentase pekerja yang keluar dari sektor formalsecara total maupun berdasarkan jenis kelamin. Per-sentase keluar dari sektor formal lebih besar padapekerja laki-laki dibandingkan perempuan. Pekerjaperempuan lebih memilih bertahan di sektor formaldibandingkan harus keluar dan mencari pekerjaanlain. Terdapat kemungkinan pekerja perempuantetap bertahan di sektor formal meskipun dibayartidak sesuai standar upah. Sebaliknya, ketika pe-kerja laki-laki dibayar tidak sesuai dengan standarupah, akan keluar dari sektor formal untuk menca-ri alternatif pekerjaan lain. Hal ini sejalan denganpenelitian Yuen (2003) dan Campolieti et al. (2005).

Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa komposisi pe-kerja sektor formal tahun 2010 dan 2015 didomi-

nasi oleh pekerja berpendidikan rendah (SMA kebawah). Secara keseluruhan, terjadi pergeseran pro-porsi pekerja pendidikan rendah pada pekerja for-mal dari 76,84% tahun 2009 menjadi 58,48% tahun2014. Semakin lama, terjadi perbaikan kualitas pe-kerja sektor formal dengan meningkatnya proporsipekerja berpendidikan tinggi (Diploma ke atas).Persentase pekerja keluar dari sektor formal lebihtinggi pada pekerja dengan pendidikan rendah.Hal ini sejalan dengan penelitian Currie dan Fallick(1996), Yuen (2003), Campolieti et al. (2005), danHohberg dan Lay (2015).

Berdasarkan Tabel 6 dapat dilihat bahwa proporsipekerja formal lebih besar pada wilayah perkota-an. Jumlah pekerja formal lebih banyak terdapatdi perkotaan dibandingkan di pedesaan. Selamaperiode 2010 dan 2015, terjadi peningkatan proporsipekerja formal pada wilayah perkotaan selama peri-ode tersebut. Secara keseluruhan, proporsi pekerjaformal di wilayah perkotaan sebesar 55,18% tahun2010 menjadi sebesar 63,09% tahun 2015. Hal inimengindikasikan bahwa sektor formal lebih cende-rung berada pada wilayah perkotaan. Salah satupenyebabnya adalah meningkatnya urbanisasi diIndonesia.

Signifikansi Variabel (Tabel 7)

Koefisien hasil estimasi probit menunjukkan signi-fikansi variabel independen terhadap probabilitaskeluar dari sektor formal. Pada tahun 2010 dan 2015,variabel upah minimum signifikan terhadap proba-bilitas keluar dari sektor formal pada model 1 dan2. Pada tahun 2010, untuk model 1 dan 2, hampirseluruh variabel independen berpengaruh signifik-an pada taraf 1% terhadap probabilitas keluar darisektor formal. Variabel independen yang tidak ber-pengaruh terhadap probabilitas keluar dari sektorformal adalah PDRB. Pada tahun 2015, PDRB dantingkat pengangguran tidak berpengaruh terhadapprobalitas keluar dari sektor formal, sedangkan va-riabel independen lainnya berpengaruh signifikan

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 16: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas...134

Tabel 4: Persentase Pekerja di Sektor Formal berdasarkan Tipe Pekerja dan Jenis Kelamin Tahun 2010 dan 2015

Tipe Pekerja Jenis Kelamin 2010 2015Formal Exit Formal Formal Exit Formal

Total Pekerja Total 96,99 3,01 97,34 2,66Laki-laki 63,75 2,24 62,76 2,06Perempuan 33,24 0,77 34,57 0,60

Tidak terampil Total 97,45 2,55 97,61 2,39Laki-laki 66,93 1,71 66,35 1,70Perempuan 30,51 0,84 31,25 0,69

Terampil Total 96,47 3,53 96,98 3,02Laki-laki 60,12 2,83 58,09 2,53Perempuan 36,35 0,70 38,89 0,48

Sumber: Sakernas 2010 dan 2015 (BPS), diolah

Tabel 5: Persentase Pekerja di Sektor Formal berdasarkan Tipe Pekerja dan Pendidikan Tahun 2010 dan 2015

Tipe Pekerja Pendidikan 2010 2015Formal Exit Formal Formal Exit Formal

Total Pekerja Total 96,99 3,01 97,34 2,66Rendah 74,02 2,82 56,47 2,01Tinggi 22,97 0,19 40,87 0,65

Tidak Terampil Total 97,45 2,55 97,61 2,39Rendah 88,32 2,38 68,19 1,77Tinggi 9,13 0,17 29,42 0,62

Terampil Total 96,47 3,53 96,98 3,02Rendah 57,73 3,31 41,19 2,33Tinggi 38,74 0,22 55,79 0,69

Sumber: Sakernas 2010 dan 2015 (BPS), diolah

Tabel 6: Persentase Pekerja di Sektor Formal berdasarkan Tipe Pekerja dan Status Wilayah Tahun 2010 dan 2015

Tipe Pekerja Status Wilayah 2010 2015Formal Exit Formal Formal Exit Formal

Total Pekerja Total 96,99 3,01 97,34 2,66Urban 55,18 1,26 63,09 1,35Rural 41,81 1,75 34,24 1,31

Tidak Terampil Total 97,45 2,55 97,61 2,39Urban 60,23 1,58 66,22 1,57Rural 37,22 0,98 31,39 0,82

Terampil Total 96,47 3,53 96,98 3,02Urban 49,42 0,91 59,01 1,06Rural 47,05 2,62 37,97 1,96

Sumber: Sakernas 2010 dan 2015 (BPS), diolah

pada taraf 1%.

Efek Marginal (Tabel 8)

Tabel 8 adalah efek marginal dari variabel penje-las terhadap probabilitas keluar dari sektor formalpada 2010 dan 2015. Pada 2010 dan 2015, upah mini-mum berdampak signifikan terhadap probabilitaskeluar dari sektor formal. Upah minimum menye-babkan probabilitas keluar dari sektor formal lebihbesar terjadi di tahun 2015. Dampak upah mini-

mum terhadap pengurangan probabilitas keluardari sektor formal lebih besar terjadi di tahun 2010.Pada 2010, peningkatan 1% upah minimum akanmenyebabkan probabilitas keluar dari sektor for-mal berkurang sebesar 4,95% (kolom 2), sedangkanpada 2015, peningkatan 1% upah minimum akanmenyebabkan probabilitas keluar dari sektor formalberkurang sebesar 2,56% (kolom 4). Hasil empirisini sejalan dengan persentase peningkatan upah mi-nimum. Berdasarkan data BPS, peningkatan upahminimum tahun 2010 adalah sebesar 8%, sedang-

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 17: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Tridiana, C., & Widyawati, D. 135

Tabel 7: Koefisein Hasil Estimasi Probit Tahun 2010 dan 2015

Variabel Koefisien 2010 Koefisien 2015Model 1 Model 2 Model 1 Model 2

Upah Minimum -0,791*** -0,976*** -0,446*** -0,554***Dummy Tenaga Kerja Tidak Terampil -4,137*** -1,978***Upah Minimum * Dummy Tenaga Kerja Terampil 0,417*** 0,186**PDRB 0,0113 0,0134 -0,000755 0,00323Tingkat Pengangguran -0,0124*** -0,00943*** -0,00392 -0,00220Dummy Urban -0,199*** -0,158*** -0,160*** -0,136***Dummy Masa Kerja -0,864*** -0,902*** -0,755*** -0,780***Dummy Pendidikan 0,503*** 0,606*** 0,245*** 0,286***Dummy Jenis Kelamin 0,174*** 0,171*** 0,285*** 0,288***Dummy Status Perkawinan 0,0664*** 0,0592*** 0,173*** 0,166***Konstanta 4,951*** 6,673*** 1,902*** 2,962***Observasi 130.075 130.075 104.151 104.151Pseudo R2 0,0988 0,1100 0,0831 0,0884

Sumber: Sakernas 2010 dan 2015 (BPS), diolahKeterangan: ** signifikan pada taraf 5%

*** signifikan pada taraf 1%

kan tahun 2015 adalah sebesar 13%. Semakin besarpeningkatan upah minimum, probabilitas keluardari sektor formal akan semakin besar. Hasil inisesuai dengan penelitian Yuen (2003), Campolieti etal. (2005), dan Brochu dan Green (2013), namun kon-tradiktif dengan penelitian Hohberg dan Lay (2015)di Indonesia yang memperoleh hasil bahwa pening-katan upah minimum menyebabkan peningkatanjumlah pekerja di sektor formal.

Pada model 2 (kolom 3 dan 5), dampak upahminimum terhadap pengurangan probabilitas ke-luar dari sektor formal lebih besar pada tenagakerja tidak terampil dibandingkan tenaga kerja ter-ampil. Pada tahun 2010, untuk tenaga kerja tidakterampil, peningkatan upah minimum sebesar 1%menyebabkan probabilitas keluar dari sektor for-mal berkurang sebesar 3,47%, sedangkan untuktenaga kerja terampil, peningkatan upah minimumsebesar 1% menyebabkan probabilitas keluar darisektor formal berkurang sebesar 6,05%. Demikianpula pada tahun 2015, untuk tenaga kerja tidakterampil, peningkatan upah minimum sebesar 1%menyebabkan probabilitas keluar dari sektor formalberkurang sebesar 2,1%, sedangkan untuk tenagakerja terampil, peningkatan upah minimum sebesar1% menyebabkan probabilitas keluar dari sektorformal berkurang sebesar 3,16%. Berdasarkan urai-

an di atas dapat disimpulkan bahwa hasil empirisyang diperoleh sesuai dengan hipotesis awal. Dam-pak upah minimum terhadap probabilitas keluardari sektor formal lebih besar pada tenaga kerjatidak terampil dibandingkan tenaga kerja terampil.

Pada periode 2010 dan 2015, PDRB tidak mem-punyai pengaruh terhadap probabilitas keluar darisektor formal. Variabel makro PDRB tidak meme-ngaruhi keputusan individu untuk keluar dari sek-tor formal. Ada kemungkinan, PDRB berpengaruhdari sisi permintaan tenaga kerja oleh perusahaan,karenanya PDRB mempunyai dampak negatif terha-dap probabilitas keluar dari sektor formal. Semakintinggi peningkatan PDRB di suatu wilayah, makaprobabilitas keluar dari sektor formal semakin kecil.Hasil penelitian ini, pada tahun 2015 sejalan denganpenelitian Hohberg dan Lay (2015), yaitu semakintinggi PDRB akan menyebabkan peningkatan pro-babilitas bekerja di sektor formal.

Pada tahun 2010, tingkat pengangguran berpe-ngaruh terhadap probabilitas keluar dari sektorformal. Tingkat pengangguran mempunyai dam-pak negatif terhadap probabilitas keluar dari sektorformal. Hal ini sejalan dengan penelitian Campolietiet al. (2005), yaitu pengangguran akan menurunkanprobabilitas bekerja. Semakin tinggi penganggurandi suatu wilayah, semakin banyak pekerja yang

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 18: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas...136

Tabel 8: Efek Marginal Hasil Estimasi Probit Tahun 2010 dan 2015

Variabel Efek Marginal 2010 Efek Marginal 2015Model 1 Model 2 Model 1 Model 2

Upah Minimum -0,0495*** -0,0605*** -0,0256*** -0,0316***Dummy Tenaga Kerja Tidak Terampil -0,2564*** -0,1129***Upah Minimum * Dummy Tenaga Kerja Tidak Terampil 0,0258*** 0,0106**PDRB 0,0007 0,0008 0,0000 0,0002Tingkat Pengangguran -0,0008*** -0,0006*** -0,0002 -0,0001Dummy Urban -0,0125*** -0,0098*** -0,0092*** -0,0078***Dummy Masa Kerja -0,0541*** -0,0559*** -0,0433*** -0,0445***Dummy Pendidikan 0,0315*** 0,0376*** 0,0140*** 0,0163***Dummy Jenis Kelamin 0,0109*** 0,0106*** 0,0164*** 0,0164***Dummy Status Perkawinan 0,0042*** 0,0037*** 0,0099*** 0,0095***

Sumber: Sakernas 2010 dan 2015 (BPS), diolahKeterangan: ** signifikan pada taraf 5%

*** signifikan pada taraf 1%

tidak tertampung di pasar tenaga kerja. Untuk me-respons hal tersebut, perusahaan akan memperta-hankan pekerja yang ada dibandingkan memecatpegawai yang tersedia dan mengganti dengan pe-gawai baru. Adanya kelebihan penawaran tenagakerja menyebabkan semakin sulit memilih pekerjasesuai dengan kompetisi yang diinginkan karenaadanya imperfect information. Namun pada perio-de 2015, tingkat pengangguran tidak berpengaruhterhadap probabilitas keluar dari sektor formal.

Status wilayah perkotaan mempunyai pengaruhnegatif yang signifikan terhadap probabilitas keluardari sektor formal. Probabilitas keluar dari sektorformal bagi individu yang berada pada wilayahperkotaan lebih kecil dibandingkan individu yangberada di wilayah pedesaan. Proporsi lapangan pe-kerjaan sektor formal pada wilayah perkotaan lebihtinggi dibandingkan wilayah pedesaan. Sebagianbesar lapangan usaha di perkotaan terdiri dari sek-tor formal sehingga pekerja di wilayah perkotaanlebih bertahan berada pada sektor formal. Hasilyang diperoleh pada penelitian ini sejalan denganHohberg dan Lay (2015), yaitu pekerja yang bera-da pada wilayah perkotaan mempunyai peluanglebih tinggi untuk bekerja di sektor formal diban-dingkan dengan pekerja yang berada pada wilayahpedesaan.

Masa kerja akan mempunyai dampak negatifterhadap probabilitas keluar dari sektor formal. Se-

makin lama masa kerja seseorang, probabilitas ke-luar dari sektor formal akan semakin kecil. Pekerjadengan masa kerja lama mempunyai pengalamankerja lebih lama. Hal ini yang dapat meningkat-kan produktivitas pekerja sehingga pekerja denganmasa kerja yang lama akan lebih dipertahankanperusahaan ketika akan dilakukan penguranganpekerja. Hasil ini sejalan dengan penelitian Brochudan Green (2013), yaitu pekerja dengan masa kerjalebih tinggi akan mempunyai peluang lebih keciluntuk menjadi tidak bekerja.

Tingkat pendidikan rendah mempunyai dam-pak positif terhadap probabilitas keluar dari sektorformal. Individu dengan tingkat pendidikan ren-dah akan mempunyai probababilitas keluar lebihbesar dari sektor formal dibandingkan individu de-ngan pendidikan tinggi. Hasil penelitian ini sejalandengan Hohberg dan Lay (2015), yaitu individudengan pendidikan tinggi akan lebih mempunyaipeluang lebih besar untuk bekerja di sektor for-mal. Individu dengan tingkat pendidikan rendahmempunyai peluang keluar dari sektor formal lebihbesar dibandingkan individu dengan pendidikantinggi.

Probabilitas keluar dari sektor formal pada pe-kerja laki-laki lebih tinggi dibandingkan pekerjaperempuan. Ketika upah yang diterima pekerjalaki-laki tidak sesuai dengan yang diharapkan, pe-kerja laki-laki akan cenderung untuk keluar dan

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 19: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Tridiana, C., & Widyawati, D. 137

mencari pekerjaan lain, sedangkan pekerja perem-puan memilih untuk tetap bekerja pada pekerjaanyang dimiliki dibandingkan untuk mencari alterna-tif pekerjaan lainnya. Terjadi kasus adanya ketida-kpatuhan perusahaan terhadap kebijakan ketena-gakerjaan. Perusahaan membayar di bawah upahminimum, khususnya untuk pekerja yang diang-gap mempunyai produktivitas rendah, antara lainpekerja perempuan. Hasil penelitian ini kontradik-si dengan temuan Pratomo (2011), yaitu dampakpeningkatan upah minimum terhadap transisi pe-kerjaan lebih tinggi pada perempuan dibandingkanlaki-laki.

Probabilitas keluar dari sektor formal ketika ter-jadi peningkatan upah minimum pada pekerja de-ngan status kawin atau pernah kawin akan lebihtinggi dibandingkan pekerja belum kawin. Pekerjakawin adalah pekerja yang memperoleh tunjangankeluarga sehingga labor cost untuk pekerja kawinlebih tinggi dibandingkan pekerja belum kawin.Terdapat kemungkinan, ketika perusahaan akanmelakukan pemecatan pekerja untuk penguranganbiaya produksi, maka pekerja kawin yang mem-punyai peluang lebih besar untuk dipecat yangakhirnya keluar dari sektor formal. Hal ini sejalandengan penelitian Campolieti et al. (2005), namunkontradiksi dengan penelitian Yuen (2003).

Kesimpulan

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi per-bedaan dampak upah minimum terhadap proba-bilitas keluar dari sektor formal pada tenaga kerjatidak terampil dan terampil. Untuk menjawab per-tanyaan tersebut, dilakukan estimasi probit padakelompok tenaga kerja tidak terampil dan terampil.Kemudian, efek marginal dihitung untuk mengeta-hui dampak upah minimum, kondisi pasar tenagakerja, dan karakteristik individu terhadap probabi-litas keluar dari sektor formal. Pada regresi probitkelompok tenaga kerja tidak terampil dan teram-

pil, diperoleh hasil bahwa probabilitas keluar darisektor formal akan lebih tinggi pada tenaga kerjatidak terampil dibandingkan tenaga kerja terampil.Hal ini sesuai dengan hipotesis awal penelitian danteori mengenai pasar kompetitif pada tenaga kerjaterampil dan tidak terampil (Cahuc dan Michel,1996).

Salah satu kelemahan dalam penelitian ini ada-lah penggunaan data cross section sehingga tidakbisa menangkap dinamika tenaga kerja. Dinamikatenaga kerja bisa dilihat jika mempunyai data panel.Disarankan untuk menggunakan data panel seriespanjang untuk penelitian di masa yang akan datangketika ingin melihat dinamika pasar tenaga kerja.

Pada penelitian sebelumnya di Indonesia, infor-masi mengenai perbedaan dampak upah minimumterhadap disemployment effect pada tenaga kerja te-rampil dan tidak terampil belum dicakup. Berda-sarkan penelitian ini, diperoleh hasil bahwa terda-pat perbedaan dampak upah minimum terhadapdisemployment effect pada tenaga kerja terampil dantidak terampil. Penerapan upah minimum membe-rikan dampak yang lebih besar pada tenaga kerjatidak terampil. Upah minimum akan menyebabkandampak negatif pada kelompok pekerja sasarankebijakan tersebut yaitu pekerja upah rendah yangpada umumnya merupakan tenaga kerja tidak te-rampil. Hal tersebut menjadi kontradiksi dari tujuanawal kebijakan upah minimum. Adanya perbedaandampak upah minimum terhadap disemploymenteffect pada tenaga kerja terampil dan tidak teram-pil dapat menjadi salah satu bahan pertimbanganpemerintah dalam menentukan kebijakan di masayang akan datang.

Berdasarkan tujuan awal penetapan upah mini-mum untuk mewujudkan penghasilan yang layakbagi pekerja dengan mempertimbangkan pening-katan kesejahteraan pekerja tanpa mengabaikanpeningkatan produktivitas dan kemajuan perusa-haan serta perekonomian pada umumnya, makapeningkatan upah minimum diharapkan memper-

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 20: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas...138

hatikan pertimbangan tersebut.

Daftar Pustaka

[1] Borjas, G. J. (2013). Labor Economics (6th edition). New York:McGraw-Hill.

[2] BPS. (2016). Indikator Pasar Tenaga Kerja Indonesia [Februaridan Agustus 2016]. Badan Pusat Statistik. Jakarta.

[3] Brochu, P., & Green, D. A. (2013). The impact of minimumwages on labour market transitions. The Economic Journal,123(573), 1203–1235. doi: https://doi.org/10.1111/ecoj.12032.

[4] Brown, C., Gilroy, C., & Kohen, A. (1982). The effect ofthe minimum wage on employment and unemployment.Journal of Economic Literature, 20(2), 487–528.

[5] Cahuc, P., & Michel, P. (1996). Minimum wage unemplo-yment and growth. European Economic Review, 40(7), 1463–1482. doi: https://doi.org/10.1016/0014-2921(95)00035-6.

[6] Campolieti, M., Fang, T., & Gunderson, M. (2005).Minimum wage impacts on youth employmenttransitions, 1993–1999. Canadian Journal of Economi-cs/Revue canadienne d’economique, 38(1), 81–104. doi:https://doi.org/10.1111/j.0008-4085.2005.00270.x.

[7] Card, D., & Krueger, A. B. (2000). Minimum wages andemployment: a case study of the fast-food industry in NewJersey and Pennsylvania: reply. American Economic Review,90(5), 1397–1420. doi: 10.1257/aer.90.5.1397.

[8] Chun, N., & Khor, N. (2010). Minimum wages andchanging wage inequality in Indonesia. ADB Eco-nomics Working Paper Series, 196. Diakses 28 Ok-tober 2017 dari https://www.adb.org/publications/minimum-wages-and-changing-wage-inequality-indonesia.

[9] Comola, M., & de Mello, L. (2009). How does decen-tralised minimum-wage setting affect unemploymentand informality? The case of Indonesia. OECD Eco-nomic Department Working Papers, 710. Organisationfor Economic Cooperation and Development. doi: ht-tps://doi.org/10.1787/222850046464.

[10] Currie, J., & Fallick, B. C. (1996). The minimum wage andthe employment of youth evidence from NLSY. The Journalof Human Resources, 31(2), 404–428. doi: 10.2307/146069.

[11] Del Carpio, X., Nguyen, H., Pabon, L., & Wang, L. C. (2015).Do minimum wages affect employment? Evidence fromthe manufacturing sector in Indonesia. IZA Journal of Labor& Development, 4(17). doi: https://doi.org/10.1186/s40175-015-0040-8.

[12] Dickens, R., Machin, S., & Manning, A. (1999). The effectsof minimum wages on employment: Theory and evidencefrom Britain. Journal of Labor Economics, 17(1), 1–22. doi:https://doi.org/10.1086/209911.

[13] Dong, S. X. (2016). Consistency between Sakernasand the IFLS for analyses of Indonesia’s labour

market: A cross-validation exercise. Bulletin of In-donesian Economic Studies, 52(3), 343–378. doi: ht-tps://doi.org/10.1080/00074918.2016.1228828.

[14] Ehrenberg, R. G., & Smith, R. S. (2012). Modern labor econo-mics: Theory and public policy (11th edition). Prentice Hall.

[15] Gindling, T. H., & Terrell, K. (2005). The effect of minimumwages on actual wages in formal and informal sectorsin Costa Rica. World Development, 33(11), 1905–1921. doi:https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2005.04.017

[16] Gramlich, E. M. (1976). Impact of Minimum Wages on OtherWages, Employment, and Family Incomes. Brookings Paperon Economic Activity, 2, 409–461. doi: 10.2307/2534380.

[17] Gujarati, D.N. (2003). Basic Econometrics (4th edition). NewYork: McGraw-Hill.

[18] Hessels, J., Arampatzi, E., van der Zwan, P., & Burger, M.(2018). Life satisfaction and self-employment in differenttypes of occupations. Applied Economics Letters, 25(11), 734–740. doi: https://doi.org/10.1080/13504851.2017.1361003.

[19] Hohberg, M., & Lay, J. (2015). The impact of minimumwages on informal and formal labor market outcomes:evidence from Indonesia. IZA Journal of Labor & Development,4(14). doi: https://doi.org/10.1186/s40175-015-0036-4.

[20] Lang, K., & Kahn, S. (1998). The effect of minimum-wage laws on the distribution of employment: theoryand evidence. Journal of Public Economics, 69(1), 67–82. doi:https://doi.org/10.1016/S0047-2727(97)00085-6.

[21] Machin, S., & Manning, A. (1994). The effects of minimumwages on wage dispersion and employment: Evidence fromthe UK Wages Councils. ILR Review, 47(2), 319–329. doi:https://doi.org/10.1177%2F001979399404700210.

[22] Magruder, J. R. (2013). Can minimum wages ca-use a big push? Evidence from Indonesia. Jour-nal of Development Economics, 100(1), 48–62. doi: ht-tps://doi.org/10.1016/j.jdeveco.2012.07.003.

[23] Neumark, D., Schweitzer, M., & Wascher, W. (2004).Minimum wage effects throughout the wage distribu-tion. The Journal of Human Resources, 39(2), 425–450. doi:10.3368/jhr.XXXIX.2.425.

[24] Pratomo, D. (2011). The effects of changes in minimum wageon employment in Indonesia: Regional panel data analysis.International Research Journal of Finance and Economics, 62(2),15–27.

[25] SMERU. (2001). Wage and employment effects of mini-mum wage policy in the Indonesian urban labor market.SMERU Research Report. The SMERU Research Institut. Di-akses 23 Oktober 2017 dari http://smeru.or.id/en/content/wage-and-employment-effects-minimum-wage-policy-indonesian-urban-labor-market.

[26] Soares, F. V. (2005). Minimum wage hikes and EmploymentTransitions in Brazil. Anais do XXXIII Encontro Nacionalde Economia [Proceedings of the 33rd Brazilian EconomicsMeeting] 164, ANPEC - Associacao Nacional dos Centros

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139

Page 21: Dampak Upah Minimum terhadap Probabilitas Keluar dari ...

Tridiana, C., & Widyawati, D. 139

de Pos-Graduacao em Economia [Brazilian Association ofGraduate Programs in Economics]. Diakses 23 Oktober2017 dari http://www.anpec.org.br/encontro2005/artigos/A05A164.pdf.

[27] Stewart, M. B. (2004). The impact of the introdu-ction of the U.K. minimum wage on the emplo-yment probabilities of low-wage workers. Journal ofthe European Economic Association, 2(1), 67–97. doi: ht-tps://doi.org/10.1162/154247604323015481.

[28] Ulyssea, G. (2010). Regulation of entry, labor mar-ket institutions and the informal sector. Journalof Development Economics, 91(1), 87–99. doi: ht-tps://doi.org/10.1016/j.jdeveco.2009.07.001.

[29] Welch, F. (1973). Minimum wage legislation in United States.RAND Paper Series, P-5145. RAND Corporation. Diakses14 Oktober 2017 dari https://www.rand.org/pubs/papers/P5145.html.

[30] Yuen, T. (2003). The effect of minimum wages on youthemployment in Canada: A panel study. The Journal of HumanResources, 38(3), 647–672. doi: 10.3368/jhr.XXXVIII.3.647.

Edisi Khusus Call for Paper JEPI 2018, hlm. 119–139