Dampak Transmigrasi
-
Upload
azryalqadry -
Category
Documents
-
view
242 -
download
4
description
Transcript of Dampak Transmigrasi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Istilah yang paling populer dalam dua darsawarsa ini adalah lingkungan
hidup (living environment), banyak diucapkan orang, ditulis di surat kabar,
disiarkan di radio dan ditayangkan di teleyisi dan sebagainya. Seringkali juga
diucapkan dalam waktu dan persoalan yang tidak tepat sepenuhnya. Juga sering
tidak dimengerti oleh banyak orang apa makna sebenarnya lingkungan hidup itu.
Istilah tersebut pun sering mencuat ke permukaan erat kaitannya dengan kondisi
kehidupan sehari-hari, baik di negara-negara maju maupun di negara-negara
sedang berkembang, dikenal dengan apa yang disebut masalah lingkungan nidup,
atau dipendekkan menjadi masalah lingkungan.
Masalah lingkungan hidup mulai; menarik perhatian orang hampir di
semua negara di dunia setelah berlangsung sebuah konferensi Internasional yang
diselenggarakan oleh PBB, The United Nation Conference on The Human
Environment di Stockholm Swedia pada tanggal 15 Juni 1972. Konferensi
tersebut juga menetapkan tanggal 5 Juni sebagai hari lingkungan hidup sedunia
yang diperingati setiap tahun oleh negara-negara anggota PBB.
Sejak itu Pemerintah Indonesia mulai mengambil langkah-langkah yang
berkaitan dengan masalah lingkungan hidup di Indonesia. Masalah lingkungan
hidup yang semula ditangani oleh suatu pailitia antar departemen, ditingkatkan
penanganannya oleh seorang menteri negara yaitu Menteri Negara Pengawasan
1
3PLH). Pembangunan dan Lingkungan Hidup (PPLH). Kemudian sejak tahun
1978 berkembang menjadi Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
(KLH).
Seiring dengan itu maka kita lihat masyarakat luas mulai pula menaruh
perhatian terhadap masalah-masalah Lingkungan hidup di Indonesia ditandai
dengan berbagai macam bentuk kegiatan. Hal itu tercermin dengan peningkatan
kegiatan ilmiah seperti mengadakan seminar, simposium, rapat kerja dan
penulisan artikel tentang lingkungan hidup di media cetak dan lain-lain. Di
samping itu beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang bergerak di
bidang lingkungan tumbuh pula dengan pesat. Salah satu LSM utama yang
bergerak di bidang lingkungan adalah Wahana Lingkungan Indonesia (WALHI).
Masalah lingkungan hidup di Indonesia sudah mulai disadari sejak tahun
1970an. Oleh sebab itu Pemerintah Indonesia merasa perlu menangani masalah
lingkungan hidup secara menyeluruh. Menurut Emil Salim (1982) ada tiga sebab
utama mengapa Pemerintah Indonesia merasa perlu menangani masalah
lingkungan hidup secara menyeluruh, yaitu :
Pertama, adanya kesadaran bahwa Indonesia sudah menghadapi masalah
lingkungan yang cukup gawat. Ini terbukti dengan peningkatan gejala-gejala
banjir yang diikuti oleh kegagalan panen sebagai akibat dari kemarau panjang,
yang lebih sering dirasakan setelah tahun 1970an dibandingkan dengan dasawarsa
sebelumnya.
Kedua, adalah keperluan untuk mewariskan kepada generasi yang akan
datang sumber daya alam yang dapat diolah berdasarkan prinsip berkelanjutan
2
dalam proses jangka panjang. Artinya summer daya alam yang sekarang ada tidak
boleh rusak ketika terjadi pergantian generasi, sesuai dengan pesan lingkungan
yang terkandung dalam sebuah motto : "Bumi ini bukanlah warisan dari nenek
moyang tetapi adalah hutang kepada cucu kita".
Ketiga, adalah alasan ideal, bahwa kita ingin membangun manusia
Indonesia seutuhnya material dan, spiritual berdasarkan Pancasila yang
mengandung ciri-ciri keselarasan hubungan antara manusia dengan manusia
sesamanya, hubungan manusia dengan Tuhan dan hubungan manusia dengan
alam. Di samping itu berdasarkan pasal 33 ayat 3 UUD 1945 bahwa bumi dan air
dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk kemakmuran rakyat sebesar-besarnya.
Adapun ciri-ciri keselarasan hubungan antara manusia dan manusia adalah
terdapatnya penghargaan terhadap hak asasi manusia (HAM) baik dalam
hubungan antara warganegara yang satu dengan yang lainnya maupun hubungan
antara warganegara dengan penguasa. Ciri-ciri keselarasan hubungan manusia
dengan Tuhan adalah dengan ketaatan atau kepatuhan manusia terhadap segala
ajaran agama yang dianutnya. Dalam agama Islam misalnya tercantum ajaran
tersebut dalam Surat Al Qasas 77, yang artinya :"Dan carilah dalam kurnia yang
Allah berikan kepadamu itu (keselamatan) negeri akhirat, tetapi janganlah engkau
lupa bagianmu dari dunia dan buatlah kebajkan sebagaimana Allah telah berbuat
baik kepadamu dan janganlah kau cari kerusuhan di bumi karena sesungguhnya
Allah tidak suka orang-orang yang berbuat rusuh. Akhirnya ciri-ciri keselarasan
hubungan manusia dengan alam adalah dalam sikap dan perbuatan kita yang tidak
3
merusak alam.
Dalam perspektif sejarah umat mapusia terdapat tiga macam hubungan
manusia dengan alam (Koentjaraningrat, 1983 : 195):
1. Manusia tunduk kepada alam
2. Manusia menguasai alam
3. Manusia serasi dan harmonis dengan alam.
Pada masa purba segalanya berpusat pada alam, manusia dengan alam
adalah satu alam dianggap sebagai dewa atau Tuhan. Alam dianggap penuh
dengan makhluk-makhluk halus yang mempunyai kekuatan gaib. Manusia selalu
berupaya agar kekuatan-kekuatan alam dapat dijinakkan atau dikendalikan agar
kehidupan manusia tidak tergangggu oleh makhluk-makhluk halus tersebut. Oleh
sebab itu segala perbuatan yang bersifat tabu (dilarang) harus dihindarkan dan
pemujaan perlu dilakukan. Dengan demikiai maka berkembanglah animisme dan
dinamisme. Di Barat persepsi manusia terhadap alam seperti itu berlangsung
sampai zaman Renaissance. Oleh sebab itu kebudayaan merupakan perkembangan
dari alam itu sendiri dengan perantaraan manusia.
Pada zaman Rasionalisme hubungan manusia dengan alam mengalami
perubahan segalanya berpusat pada manusia. Dari sinilah bermula kerusakan
lingkungan hidup karena ada pemisahan antara manusia dengan alam. Manusia
adalah pribadi yang berdiri sendiri terlepas dari yang lain dan punya otonomi
penuh. Hakekat manusia yang berdiri sendiri itu adalah rasionalitas yang
menganggap bahwa manusia itu adalah kesadaran. Dalam rasionalitas itulah
manusia mengembangkan kesadarannya. Oleh karena manusia dengan alam
4
terpisah maka terdapat jarak diantaranya. Jarak itulah yang diisi dengan
rasionalitas. Bengan demikian maka berkembanglah ilmu dan teknologi. Implikasi
dari semua itu, manusia bukan saja menguasai alam dengan ilmu dan teknologi,
lebih jauh dari itu manusia telah menimbulkan kerusakan di muka bumi karena
pengurasan sumber daya alam berlangsung dengan cepat dan berskala besar.
Pada masa kini, tepatnya setelah berlangsung konferensi PBB tentang
lingkungan hidup di Stockholm Swedia tahun 1972 maka telah terjadi perubahan
sifat hubungan manusia-alam. Orang menafsirkan hubungan itu sebagai suatu
dialog memberi dan menerima secara timbil balik. Melalui kebudayaan manusia
membudayakan alam, dan melalui alam menduniakan manusia. Manusia tidak
lagi dianggap berada di luar ekosistem, melainkan bagian atau komponen dari
ekosistem.
Ledakan Penduduk dan Program Trasmigrasi yang menunjukkan telah
dicapainya jumlah penduduk dunia menjadi 5 miliar pada tanggal 17 Juli 1987
telah berlalu. Jumlah tersebut sekarang setelah berlalu waktu 20 tahun (2007)
diperkirakan sudah mencapai 6,5 miliar jiwa. Bumi kita semenjak itu telah
menjadi semakin sesak dan padat, bagaikan sebuah kereta yang bermuatan sarat
penuh dengan penumpang yang berdesak-desakan, seperti kata Barbara Wards
dalam bukunya Hanya Satu Bumi (1974). Keadaan seperti itu tentu tidak akan
mencemaskah seandainya Planet Biru ini ukurannya lebih besar dari yang ada
sekarang ini misalnya sebesar ukuran planet Jupiter.
Masalah yang kita hadapi dewasa ini adalah ledakan penduduk, yang
menimbulkan terjadinya masalah lingkungan. Salah satu sumber masalah
5
lingkungan adalah mengenai kependudukan. Timbul pertanyaan kapankah
terjadinya masalah kependudukan? Masalahnya akan timbul bilamana jumlah
penduduk pada suatu kawasan tertentu terlalu banyak, terlalu sedikit atau
distribusi tempat tinggal penduduk tidak merata sehingga dapat menimbulkan
masalah terutama dalam hal tingkat kesejahteraan manusia. Penduduk yang
diidamkan adalah yang jumlahnya tidak terlalu besar, tidak terlalu sedikit dan
distribusi tempat tinggalnya merata di seluruh wilayah negara.
Penduduk Indonesia menurut sensus tahun 2000 sekitar 215 juta jiwa dan
pada tahun 2010 diperkirakan 225 juta jiwa. Penduduk sebanyak itu tersebar tidak
merata, menumpuk di pulau Jawa, Madura dan Bali. Luas wilayah Indonesia kira-
kira 1.904.000,- km. Dua pertiga dari jumla penduduk Indonesia berada di pulau
Jawa dan Madura, yang luasnya hanya 7% dari luas seluruh wilayah Indonesia
(132.000 km2), sementara sepertiga lagi diri jumlah penduduk mendiami 93%
wilayah Indonesia (1.772.000. km2).
Secara nasional maka masalah yang dihadapi Indonesia adalah bagaimana
menyebarkan penduduk yang terpusat pada di pulau Jawa untuk dipindahkan ke
luar Jawa dalam rangka pembangunan nasional. Pemindahan penduduk ke luar
Jawa terkenal dengan sebuah program yang disebut transmigrasi. Program
tersebut bukan tanpa masalah baru yang ditimbulkannya sehingga menimbulkan
kecaman dari para pakar lingkungam baik dari dalam maupun dari luar negeri.
Kecaman tersebut muncul karena dampak negatif program transmigrasi telah
menimbulkan bencana lingkungan di bebenipa daerah tujuan transmigrasi seperti
di Sumatera dam Kalimantan. Program transmigrasi tidak hanya telah
6
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan namun juga dampak negatif
sosial budaya. Kebijaksanaan pemerintah yang dapat menjadi sumber kerusakan
selain dari program transmigrasi juga mengenai kebijaksanaan pemerintah yang
memberikan konsesi berupa izin Hak Pengusahaan Hutan (HPH) kepada para
pengusaha yang bergerak di bidang kehutanan. Timbul bencana di mana-mana
berakibat kerugian berupa harta benda dan korban jiwa manusia, berupa banjir,
tanah longsor, erosi, pelumpuran serta kekeringan dan lain-lain bencana alam.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang dapat dikemukakan sebagai berikut:
- Apakah dampak negatif dari Transmgrasi
- Apakah implikasi ketenagakerjaan terhadap sumberdaya alam terutama
hutan dalam kaitannya dengan pola-pola transmigrasi di Indonesia?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
- Untuk mengetahui dampak negatif dari Transmigrasi
- Untuk mengetahui implikasi ketenagakerjaan terhadap sumberdaya alam
terutama hutan dalam kaitannya dengan pola-pola transmigrasi di
Indonesia.
1.4 Manfaat Penulisan
Sebagai informasi bagi pihak-pihak yang menaruh perhatian terhadap
dampak transmigrasi berkaitan dengan sumber daya alam
- Untuk diri sendiri
7
- Untuk melengkapi tugas akhir guna memenuhi syarat dalam memperoleh
gelar Sarjana Pendidikan Strata Satu (S1).
1.5 Asumsi
Sebagai asumsi dapat dikemukakan : "Jika pola-pola transmigrasi masih
tetap berorientasi pada pertanian artinya tidak diubah, diganti pada orientasi lain
misalnya sektor kelautan atau sektor jasa, rnaka bencana lingkungan tidak dapat
dihindarkan.
8
BAB II
LINGKUNGAN DAN PEMBANGUNAN
2.1 Tujuan Pembangunan Nasional
Pembangunan pada hakekatnya adalah proses perubahan yang terus
lingkungan menerus, baik perubahan alam lingkungan maupun sosial budaya. Di
dalam GBHN ditegaskan bahwa pembangunan nasional salah satu unsurnya
adalah mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang merata material dan
spiritual berdasarkan pancasila.
Pembangunan nasional jangka panjang di bidang ekonomi diarahkan
antara lain kepada usaha untuk :
1. Meningkatkan perluasan lapangan kerja
2. Pengaturan pertumbuhan penduduk melalui program KB serta
penyebaran penduduk yang lebih wajar dengan memindahkan penduduk ke
luar Jawa dan Bali
Dalam penjelasan Undang-Undang RI No.4 Tahun 1982 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan liingkungan hidup di jelaskan bahwa
pembangunan merupakan upaya sadar untuk mengelola dan memanfaatkan
sumber daya guna meningkatkan mutu kehidupan rakyat. Dalam pada itu, sumber
daya alam tidak tak terbatas baik dalam jumlah, maupun kualitasnya, sedangkan
kebutuhan akan sumber daya tersebut makin meningkat. Sejalan dengan itu, daya
dukung lingkungan dapat terganggu dan kualitas lingkungan hidup dapat
menurun. Pelaksanaan pembangunan sebagai kegiatan yang makin meningkat
9
mengandung risiko pencemaran dan perusajcan lingkungan, sehingga struktur dan
fungsi dasar ekosistem yang menjadi penunjang kehidupan dapat pula rusak
karenanya. Hal semacam ini akan merupakan beban sosial karena pada akhirnya
masyarakat dan pemerintahlah yang harus menanggung beban pemulihanya.
Terpeliharanya ekosistem yang baik dan sehat merupakan tanggung jawab yang
menuntut peran serta setiap anggota.masyarakat untuk meningkatkan daya dukung
lingkungan. Oleh karena itu, pembangunan yang bijaksana, harus dilandasi
wawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai kesinambungan dan menjadi
jaminan bagi kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang
2.2 Program Transmigrasi dan Penyediaan Tenaga Kerja
Dalam GBHN 1988 disebutkan delapan modal dasar pembangunan, salah
satu diantaranya adalah jumlah penduduk yang sangat besar, apabila dapat dibiha
dan dikerahkan sebagai tenaga kerja yang efektif akan merupakan modal
pembangunan yang besar dan sangat menguntungkan bagi usaha-usaha
pembangunan di segala bidang.
Kita harus ingat bahwa dengan jumlah penduduk yang sangat besar belum
tentu menjadi suatu bangsa atau negara besar. Kalau tidak diikuti oleh tingkat
kualitas yang tinggi. Kalau tingkat kualitasnya rendah, kuantitas yang besar tidak
akan dapat menjadi modal pembangunan, bahkan akan merupakan kendala
pembangunan, karena mutu tenaga kerja yang rendah akan menjadi beban
nasional. Menurut, BPS, Rata-rata tingkat pendidikan orang Indonesia tahun 1980
adalah SD. Oleh sebab itu tidak mengherankan, kalau sekarang kita hanya dapat
mengirim tenaga kerja ke luar negeri, khususnya Timur Tengah pada tingkat
10
pembantu rumah tangga (TKW).
Pada Pelita IV yang lalu, pembangunan di bidang ekonomi dalam rangka
pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air antara lain
dengan peningkatkan.transmigrasi, tidak hanya sebagai cara untuk pemecahan
masalah kelebihan atau kepadatan penducuk di satu daerah tetapi juga untuk
menambah sumber daya manusia di daerah lain yang memerlukan. Sasaran
transmigrasi yang ingin dicapai dalam Pelita IV adalah sebanyak 750 ribu kepala
keluarga, Suatu sasaran yang tidak sedikit dalam kuantitas. Tetapi dari segi
kualitas perlu dipertanyakan. Tetapi untunjlah sasaran sebanyak itu tidak dapat
dicapai disebabkan oleh berbagai hal, antara lain masalah; pendanaan. Di samping
itu timbul protes di dunia internasional antara lain dari sebuah organisasi non
pemerintah yang tidak mencari keuntungan IS (International Survival) yang
berkedudukan di London yang menyarankan Bank Dunia agar tidak mencari
bantuan pinjaman kepada pemerintah Indonesia untuk membiayai program
transmigrasi. Menurut James Barnes seorang pengamat dari Threshold, sebuah
organisasi yang bergerak dalam bidang lingkungan hidup di Amerika Serikat
bahwa target transmigrasi yang tinggi oleh pemerintah Indonesia akan
mengancam kelestarian lingkungan. Karena mengejar target perhatian lebih
diutamakan kepada pembangunan fisik, sementara aspek sumber daya alam
seolah-olah ditinggalkan.
Keadaannya akan lebih parah lagi jika tidak ada kaitan antara program
transmigrasi dengan, pembangunan di temjat tujuan seperti yang dikemukakan
oleh Swasonb (Kompas, Oktober 1985). Dikatakannya tanpa mangaitkan
11
transmigrasi langsung dengan proyek pembangunan di daerah tujuan seperti
Perkebunan Inti Rakyat (PIR), maka pemborosan nasional sulit untuk
dihindarkan. Melalui pendekatan demografis saja atau berdasarkan sasaran-
sasaran transmigrasi belaka yang terlepas dari suatu "main and intergrated
project", akan dapat terjadi tanah-tanah terbaik dan mahal harus dikelola oleh
manusia yang paling kurang berkemampuan, sehingga tanah-tanah itu menjadi
terboroskan (underutilized).
Dalam hubungan ini perlu diperhaiikan pendapat pelzer (1982: hal. 8),
bahwa memberi setiap keluarga satu hektar tanah saja. Pemerintah segera
menciptakan kepadatan penduduk yang tinggi di daerah-daerah kolonisasi
hutannya lenyap.
2.3 Pemusnahan Hutan
Salah satu faktor yang dapat dipakai untuk mempertahankan kelestarian
lingkungan adalah hutan luas kawasan hutan di permukaan bumi ini makin lama
makin menyusut. Hanya sedikit sekali negara-negara di dunia mempunyai potensi
untuk mengubah dan mempertahankan kondisi lingkungan alam.
Dari seluruh hutan yang ada di permukaan bumi 4-8% diantaranya dimiliki
oleh tiga negara yaitu Indonesia, brazil dan, Zaire. Hutan sangat menentukan
dalam mempertahankan keseimbangan lingkungan di permukaan bumi. Menurut
laporan Lembaga Pengamat Dunia (World, Watch Institute) tahun 1987 hutan-
hutan tiga negara tersebut bila terus dipertahankan dan dipelihara masih cukup
untuk memasok persediaan menetralisir CO2 dan gas-gas buangan yang dihasilkan
kegiatan industri dan kenderaan bermotor.
12
Hutan-hutan di tiga negara ini masih cukup potensil untuk memproses
CO2 menjadi yang dengan sendirinya meningkatkan dukungan untuk semua
kehidupan, baik untuk manusia maupun fauna dan flora. Tetapi amat disayangkan
sekali karena Indonesia dan Brazil sekarang ini sedang giat-giatnya menggalakkan
pemukiman sekali penduduk (transmigrasi) yang mengalami pertumbuhan
penduduk yang cepat, sehingga terpaksa dikorbankan hutan hujah tropis untuk
permukiman. Di samping itu Zaire juga mengalami penebangan penebangan hutan
yang tak terencana dan teratur, karena sangat kurang masalah kepemimpinan dan
pengelolaan hutan.
Para ahli umumnya sependapat bahwa kerusakan lingkungan itu terutama
disebabkan oleh faktor pertumbuhan penduduk, terutama sekali di negara-negara
Dunia ketiga, ditandai dengan meningkatnya kerusakan hutan, tanah dan air
(salim, 1982:1: Hardjasoemantri, 1983 : 12).
Pengolahan hutan secara semena-mena besar pengaruhnya terhadap
keseimbangan lingkungan. Persepsi yang lazim di Dunia ketiga adalah bahwa
hutan-hutan merupakan suatu rintangan bagi pembangunan, selubung yang harus
dikupas untuk penanaman pangan, pertambangan dan pemukiman (Nigel, 1094-:
24). Mengadakan konversi hutan menjadi bentuk lain, baik dalam rangka
pembangunan regional maupun nasional jika dilakukan secara tidak berwawasan
lingkungan tidak akan mendatangkan keuntungan jangka-panjang, seperti
dilaporkan oleh Commitee on Selected Biological Problems In The Humid
Tropics (1982 : 1).
Karena meningkatnya jumlah penduduk terutama di negara negara yang
13
sedang berkembang, maka tuntutan terhadap sumber bahan makanan, bahan
mentah, energi dan lain-lain semakin meningkat pula. Mengenai energi saja bagi
sepertiga penduduk dunia masih memanfaatkan sumber energi kayu bakar
kebanyakan penduduk di negara-negara termiskin kira-kira 90% dari padanya kini
masih tergantung kepada kayu sebagai sumber energi, pertumbuhan penduduk
lebih, cepat terjadi ketimbang tumbuhnya pohon-pohon baru sebagai sumber
energi (Eckholm, 1984: 1).
Energi dapat diibaratkan sebagai darah bagi kehidupan di ekosfir terlebih
lebih bagi manusia. Pemakaian energi juga merupakan ukuran tinggi rendahnya
tingkat kehidupan (Soerjani, 1984, 1984 : 1). Konsumsi kayu di negara-negara
dunia ketiga untuk energi rata-rata perkapitas satu ton tiap tahun. Bertambah
luasnya gurun Sahara setiap tahun adalah sebuah contoh yang baik untuk
peringatan bagi kita sebagai akibat penggunaan kayu yang tidak seimbang dengan
kemampuan alam menyediakannya, di kota-kota dan desa-desa di Afrika pada
masa lampau. Di Senegal, Afrika misalnya kehilangan rata-rata 75.000 hektar
dalam peta wilayah Senegal Utara masih tampak adanya pepohonan dan Padang
rumput untuk pengembalaan maka dalam kenyataannya kini hampir tak ada
pepohonan atau binatang yang merumput lagi.
Di Indonesia kerusakan hutan cukup parah, tanah kritis dan tanah tak
produktif sudah cukup luas pula. Diperkirakan tanah kritis itu bertambah satu juta
hektar setiap tahunnya. Disamping itu kita lihat pula kawasan pertanian terutama
sawah semakin menyusut sebagi akibat pembangunan. Pembangunan di daerah
perkotaan cenderung mengorbankan lahan pertanian yang subur. Padahal
14
sebenarnya daerah subur haras dipertahankan untuk pertanian, sedangkan daerah
yang gersang atau yang kurang subur dapat dimanfaatkan untuk proyek
pembangunan, seperti untuk pemukiman, industri, lapangan terbang dan
sebagainya. Misalnya di daerah Jawa Timtir seluas 7.000 hektar tanah pertanian
sektor non pertanian. Sekali tanah lenyap setiap tahun untuk pembangunan
mengalami.kerusakan sangat sulit untuk memperbaikinya atau kalau dapat
diperbaiki akan menelan biaya yang sangat mahal sekali.
Menjelang akhir abad ini selama dasawarsa mendatang kerusakan
lingkungan terbesar terjadi adalah karena penghancuran habitat, sebagai akibat
dari pembangunan. Luas kawasan hutan makiri lama makin menyusut, hal ini
dapat menyebabkan kesengsaraan bagi umat manusia. Karena ulah manusia tidak
bertanggung jawab, banyak kawasan hutan di permukaan bumi menjadi rusak dan
lenyap, mengakibatkan terdesaknya satwa liar, merusak sumber kesuburan tanah,
erosi dan sebagainya.
Dari segi keanekaragaman biologis, organisme mempunyai arti yang besar
di luar kawasan tanah yang ditempatinya. Satu Jenis tanaman panah umpamanya
dapat berakibat membawa serta kepunahan 10 sampai 30 jenis serangga, hewan
yang lebih tinggi tingkatnya, bahkan tumbuhan lain yang bergantung padanya.
Banyak jenis-jenis tumbuhan dan hewan telah lenyap dari permukaan
bumi yang tak akan pernah muncul lagi selajmanya, karena Tuhan hanya satu kali
menciptakannya. Begitu banyak jenis kehidupan di permukaan bumi hanya
sebagian kecil saja yang dapat dicatat, selebihnya mungkin sudah punah bahkan
sebelum manusia mengetahui mereka itu ada. Menurut perkiraan para ahli jenis
15
tumbuhan dan hewan yang ada di permukaan bumi berjumlah 5 sampai 10 Juta
species. Sebegitu jauh hanya kira-kira 1,5 juta species yang telah dicatat,
kebanyakan dari jumlah itu adalah serangga. Demikian diungkapkan oleh
Worldwatch Institute yang berkedudukan di Washington. Lembah Amazona
umpamanya mungkin berisi sejuta bentuk kehidupan yang belum dikenal. Di
Philipina sebuah gunung berapi mempunyjai lebih banyak jenis tanaman hutan
yang tumbuh di lereng lerengnya dari 200 jenis tanaman baru dikumpulkan setiap
tahun. Memang hal itu merupakan kekayaan alam yang luar biasa, tetapi semua
tempat itu terletak ditempat tropis yang lembab dimana tingkat penghancuran
habitat adalah sangat tinggi. Hal yang sama juga terdapat di Indonesia dimana
dalam penjelajahan alam yang diadakan dalam rangka Operatian Raleigh dalam
tahun 1987 di kawasan hutan taman nasional di Pulau seram telah ditemukan
berpuluh-puluh species baru yang belum diketahui sebelumnya. Walaupun hasil-
hasil yang dicapai oleh ekspedisi ini belum diumumkan selengkapnya, tetapi yang
jelas ekspedisi ini mencapai hasil memuaskan.
2.4 Arti Hutan Bagi Kita
Apa arti hutan bagi kita? Hutan mempunyai banyak pengaruh atas
kesejahteraan manusia. Hal ini jelas terlihat dalam tema pokok pembicaraan 1978
yaitu Forest for People, secara makna yang terkandung dalam tema selama
berlangsungnya Kongres Kehutanan Sedunia di Jakarta yang di sponsori oleh
FAO yang dibuka tanggal 16 Oktober harfiah berarti, hutan untuk rakyat. Adapun
tersebut adalah bahwa hutan dapat mendatangkan kesejahteraan bagi masyarakat,
tentu saja kalau dikelola dengan baik terarah dan terencana. Dalam ekosistem di
16
biosfir, hutan mempunyai banyak fungsi antara lain
1. fungsi hidrologis
2. bank plasma nutfah
3. pengatursuhu
4. penghasil gas oksigen (02)
5. penyerap gas-gas berbahaya (CO)
6. penyedia kebutuhan manusia
Fungsi Hidrologis
Fungsi ini mencakup penata air, pengendali banjir, pencegah erosi,
konservasi tanah dan air. Jika hutan masih ujuh maka hujan jatuh akan diserap dan
disimpan oleh hutan lalu dilepaskan secara perlahan-lahan baik melalui
permukaan bawah tanah maupun di atas permukaan tanah. Air hujan yang jatuh
tidak langsung mengalir ke sungai dan laut tetapi akan tertahan sementara oleh
hutan. Seandainya hutan tidak berfungsi lagi karena sudah rusak maka air hujan
yang jatuh akan menghantam segala yang di laluinya karena derasnya air
terjadilah banjir dan pengikisan (erosi) pada lapisan tanah atas (top soil) yang
subur. Adariya erosi akan menimbulkan tanah menjadi gersang karena humus
yang ada diatas permukaan tanah terbawa kikisan air. Akibat selanjutnya adalah
timbul malapetaka : kekurangan bahan pangan bahkan mungkin juga kelaparan.
Hal itu disebabkan oleh karena erosi akan memirunkan tingkat produktivitas lahan
pertanian. Jika lahan pertanian tidak produktif lagi maka tak ada satupun yang
dapat dihasilkan, lahan pertanian akan berubah menjadi padang ilalang. Sebagai
akibat rusaknya hutan maka pada musim kemarau terjadi kelangkaan air terutama
17
untuk kebutuhan pertanian. Jika tidak cukup air pertanian menjadi rusak,
panenpun gagal. Pada musim itu pula biasanya sering terjadi kebakaran hutan
yang di sebabkan oleh peladang berpindah-pindah yang membuka hutan untuk
lahan pertanian baru. Jika hutan tidak rusak terutama di bagian daerah aliran
sungai daerah tangkapan air maka air yang mengalir dari hulu sungai tidak akan
berwarna dan berbau. Akibat erosi maka sungai, mengalami pelumpuran berwarna
coklat lama-kelamaan terjadi pegendapan lumpur di dasar akhirnya sungai
menjadi dangkal yang pada giliranya nanti sungai akan meluap lagi walaupun
hujan hanya sebentar atau oleh karena menerima air kiriman dari daerah hulu
meskipun tidak ada hujan di daerah bersangkutan. Dengan demikian jelaslah
bahwa hutan berfungsi dalam konservasi tanah dan air. Sebab itu kita harus
menjaga kelestrarian hutan, agar fungsi hidrologis hutan dapat berjalan dengan
baik dan lancar.
Bank Plasma Nutfah
Plasma nutfah adalah segala macamj sumber yang dapat dijadikan sumber
rekayasa genetika (genetical engineering) baik dalam bentuk hewanii maupun
nabati. Hutan banyak menyimpan keanekaragaman berupa satwa liar dan tumbuh-
tumbuhan yang karena terpelihara dengan bjaik sebagai cadangan di masa depan
untuk mengembangkan varitas-varitas baru bahkan species-species baru yang
tahan terhadap kondisi lingkungan yang selalu mengalami perubahan. Seandainya
plasma nutfah tersebut lestari dalam lingkungan aslinya yang alami, maka species
yang berasal dari lingkungan aslinya itu tidak mengalami erosi genetika. Species
itu mempunyai daya tahan yang tinggi terhadap perubahan lingkungan karena
18
daya adaptasinya dengan lingkungan, berkat adanya strategi adaptasi yang
dimiliki oleh organisasi yang bersangkutan. Organisme pada umumnya
mempunyai strategi dalam menghadapi perubahan yang terjadi dalam lingkungan
berupa evolusi gen, dimana organisme menjadi tahan (resistance) terhadap
pengaruh lingkungan misalnya terhadap perubahan iklim atau cuaca dan penyakit,
sebagai hasil interaksinya dengan lingkuigan dan seleksi alam untuk dapat
bertahan hidup. Hal itu amatlah penting untuk masa depan dalam rangka upaya
kita mengatasi masalah kekurangan pangan disebabkan oleh serangan beberapa
jenis hama terhadap tanaman pangan seperti padi, jagung, kedelai dan lain-lain.
Plasma nutfah itu merupakan sumber gen yang mampu kita rekayasa untuk
menjadi varitas baru dan bahkan species baru.
Dengan teknologi maju dewasa ini memang plasma nutfah dapat di simpan
di dalam gudang berupa benih atau bibit dalam bentuk biji dan sebagainya, yang
dapat ditanam 50 atau 100 tahun kemudian Tetapi kita harus ingat bahwa dalam
penyimpangan yang demikian itu tidak terjadi interaksi dengan lingkungan yang
memungkinkan terjadinya evolusi gen. Jaii plasma nutfah yang kita simpan,
bukan di dalam lingkungan alam yang asli tidak mengalami dinamika tetapi
bersifat statis, dengan sendirinya varitas yang demikian juga tidak akan tahan
terhadap perubahan lingkungan yang terjadi atau dengan kata lain tidak tahan
terhadap hama. Dengan demikian jelaslah bahwa varitas atau species lokal yang
ada di alam bebas harus kita pelihara jangan sampai punah, tempatnya yang
paling baik adalah hutan yang dapat menyimpan keanekaragaman species dengan
aman. Hutan seakan akan sebuah bank yang dapat menyimpan uang atau
19
kekayaan dalam bentuk satwa liar dan tumbuh-tumbuhan yang sewaktu-waktu
dapat ditarik lagi bila diperlukan.
Penekan Suhu
Hutan sangat besar pengaruhnya terhadap suhu di permukaan bumi
terutama sekali hutan tropis (tropical rain forest), yang dapat mempengaruhi
cuaca baik secara regional maupun secara global). Hutan hujan tropis terdapat di
Asia Tenggara, Afrika dan Amerika Selatan yaitu kawasan bumi yang beriklim
tropis dari seluruh luas hutan hujan tropis yang ada di permukaan bumi, sebanyak
40 % di antaranya dimiliki oleh tiga negara yaitu Indonesia, Brazil dan Zaire.
Justru di kawasan ini terjadi banyak perusakan hutan baik untuk tujuan
pembangunan maupun untuk memperoleh devisa negara. Jika hutan hujan tropis
rusak maka secara global hal ini akan dapat meningkatkan suhu terutama
sepanjang daerah khatulistiwa. Dengan demikian, bumi semakin panas karena
hutan tidak lagi berfungsi menyerap panas yang dipancarkan kepermukaan bumi
oleh matahari yang bersinar sepanjang tahun. Jalur saja di daerah perkotaan
dengan ukuran 400m x 800m mampu menurunkan suhu daerah bagian kota pada
jarak 2,5 km sebesar 2,5 °C.
Dapat dibayangkan betapa kemampuan hutan hujan tropis menurunkan
suhu di permukaan bumi. Sukar dibayangkan tetapi dapat diramalkan apa akibat
kerusakan hutan hujan tropis terhadap kesejahteraan umat manusia.
Penyerap gas beracun CO
Fungsi hutan selanjutnya adalah sebagai penyerap gas beracun CO yang
berasal dari hasil pembakaran Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tak sempurna.
20
Hal ini terjadi disebabkan oleh peningkatan jumlah kendaraan bermotor dan
industri dapat menimbulkan pencemaran udara. Gas-gas beracun yang berbahaya
itu dinetralisir oleh pohon-pohon. Oleh sebab itu pohon-pohon kayu yang tumbuh
terutama di daerah perkotaan harus dipelihara dengan baik. Jalur hijau dan taman,
taman harus diperbanyak agar perputaran udara berjalan lancar berjalan lewat
jalur hijau dan taman-taman kota. Gedung-gedung tinggi yang memenuhi ruang
daerah perkotaan merupakan penghambat arus perputaran udara. Oleh sebab itu
harus ada ruang terbuka (open space) yang ditumbuhi oleh pohon-pohon, agar
udara bersih dan segar dapat masuk dari pinggiran kota yang masih banyak
pohon-pohon tumbuh dengan baik.
Penghasil gas oksigen (O2)
Kebutuhan pokok manusia dan makhluk hidup lainnya adalah zat asam
atau oksigen (O2) inilah yang utama bukan yang lain-lain seperti makanan,
minuman (air) dan sebagainya. Manusia dan makhluk hidup lainnya tak dapat
hidup tanpa oksigen. Hanya dalam bebenpa menit saja makhluk hidup akan segera
mati jika tidak memperoleh oksigen. Penghasil oksigen yang utama adalah hutan
yang dilakukan oleh tumbuhan yang berhijau daun dalam proses fotosintesis
dengan mengikat energi yang berasal dari sinar matahari dan gas CO2. Dalam
proses itu terjadi pelepasan gas oksigen oleh tumbuhan. Dengan demikian jelaslah
bagi kita betapa pentingnya hutan bagi kita.
Penyedia Kebutuhan Manusia
Hutan selain dari memberikan jasa kepada manusia dalam berbagai
bentuk, sebagai terlihat dalam berbagai fungsinya seperti fungsi hidrologis dan
21
lain-lain, maka hutan juga memberikan barang yang sangat dibutuhkan secara
langsung untuk meningkatkan kesejahteraan manusia. Jadi hutan itu mempunyai
fungsi memberikan barang dan jasa kepada manusia dalam berbagai bentuk.
Hutan sebagai satu ekosisten memberikan masukan (inputs) kepada masyarakat
sosial system dalam bentuk materi, aliran energi, dan informasi. Pada masyarakat
manusia yang hidup pada masa purba terlihat sekali dengan jelas betapa mereka
sangat tergantung pada alam. Untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-
hari mereka berburu dan meramu di hutan. Berburu dan meramu di hutan
merupakan mata pencaharian manusia yang paling tua dalam sejarah masyarakat
manusia. Pada masa sekarang masih ada kita jumpai suku-suku bangsa yang hidup
dari berburu dan meramu. Di Indonesia dewasa ini, masih juga ada terdapat
masyarakat terasing yang hidupnya sangat tergantung kepada alam. Hutan
merupakan sumber penghidupan utama bagi mereka.
Pada masyarakat modernpun hutan mempunyai arti penting bagi
kehidupan. Hutan merupakan salah satu sumber daya alam yang memberikan
banyak, keuntungan bagi manusia. Hutan banyak mengandung bahan komoditas
bernilai tinggi untuk ekspor seperti kayu (log), rotan, damar dan lain-lain yang
dapat menghasilkan devisa untuk negara. Oleh sebab itu hampir semua kawasan
hutan di luar Jawa telah dikapling-kapling bagi perusahaan-perusahaan pemegang
Hak Pengusaha dan Hutan (HPH) untuk mengurus sumber daya hutan. Di sinilah
bermulanya pangkal kerusakan hutan. Dari 500 perusahaan pemegang HPH dalam
tahun 1988 diketahui 127 perusahaan ingkar janji, tidak melaksanakan peremajaan
hutan. Selain dari pada keperluan untuk ekspor, hasil hutan dalam bentuk materi
22
adalah untuk konsumsi dalam negeri misalnya adalah makanan lemak, minyak
dan lain-lain. Aliran energi yang terdapat dalam hutan dapat diperoleh baik dari
tumbuh-tumbuhan maupun dari hewan. Selain dari itu juga dapat memberikan
informasi berupa rangsangan bunyi atau suara (sounds), pemandangan (visual)
dan sebagainya. Rangsangan bunyi atau suaka margasatwa, desah angin dan lain-
lain. Rangsangan pemandangan misalnya panorama yang indah, gajala-gejala
alam yang terlihat seperti kabut, asap (kebakaran hutan) dan sebagainya.
2.5 Pelestarian Lingkungan dan Pembangunan
Akhir-akhir ini banyak dibicarakan orang tentang konssep pelestarian
lingkungan dan pembangunan. Antara kedua konsep ini seolah-olah ada
pertentangan. Pelestarian berasal dari kata lestari berarti kekal, tak ada perubahan
sedangkan pembangunan berarti mengadakan perubahan, terutama lingkungan
fisik. Sebenarnya tak ada pertentangan antara pelestarian lingkungan dan
pembangunan. Atau dengan kata lain bahwa lingkungan tidak anti pembangunan.
Pembangunan menurut penjelasan UU No.04 tahun 1984, merupakan upaya sadar
untuk mengelola dan memanfaatkan sumber daya guna meningkatkan mutu
kehidupan rakyat. Dalam pada itu, sumber daya alam tidak tak terbatas baik dalam
jumlah kualitasnya, sedangkan kebutuhan akan sumber daya tersebut makin
meningkat sebagai akibat meningkatnya jumlah penduduk serta meningkatnya
kebutuhan. Sejalan dengan itu, daya dukung lingkungan dapat terganggu dan
kualitas lingkungan hidup dapat menurun pelaksanaan pembangunan sebagai
kegiatan yang makin meningkat menganduig resiko pencemaran dan perusakan
lingkungan, sehingga struktur dan fungsi dasar ekosistem yang menunjang
23
kehidupan dapat pula rusak karenanya. Hal semacam itu akan merupakan beban
sosial karena pada akhirnya masyarakat dan pemerintahlah yang harus
menanggung beban pemulihannya.
Terpeliharanya ekosistem yang baik dan sehat merupakan tanggung jawab
yang menuntut peran serta setiap anggota masyarakat untuk meningkatkan daya
dukung lingkungan. Oleh karena itu, pembangunan yang bijaksana harus dilandasi
wawasan lingkungan sebagai sarana untuk mencapai kesinambungan dan menjadi
jaminan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang.
Tujuan utama pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dengan cara mengubah lingkuingan. Yang dilestarikan di sini bukan
dalam arti fisik, tetapi dalam arti melestarikan kemampuan lingkungan untuk
mendukung kehidupan secara berkesinambungan. Pembangunan akan
menimbulkan dampak, baik bersifat negatif maupun bersifat positif. Yang kita
harapkan tentulah dampak positif lebih besar dari pada dampak negatif, oleh
karena semua hasil pembangunan dapat meningkatkan kesejahteraan kepada
masyarakat, bahkan sebaliknya merugikan.
Sebagai contoh baik sekali misahjya pembangunan raksasa aswan di
sungai Nil, Mesir. Para ahli ekologi sependapat banwa pembangunan bendungan
aswan telah menimbulkan bencana bagi bangsa Mesir. Adapun guna bendungan
Aswan dibangun adalah untuk mencegah banjir, penyediaan energi listrik dan
irigasi.
Kerugian pertama yang diderita penduduk Mesir, khususnya para petani
akibat tidak ada lagi banjir yang meluap yang membawa lumpur berisi humus
24
yang subur adalah bahwa tanah-tanah pertanian tidak menjadi subur setelah
beberapa kali panen, akibatnya mereka harus membeli pupuk. Ini merupakan
beban yang tidak ringan bagi petani Mesir. Sebelum pembangunan dan petani
memperoleh pupuk alam yang subur secara gratis.
Bencana lain yang timbul setelah selesainya bendungan tersebut adalah
berjangkitnya penyakit schistosomiasis sejenis parasit yang ditularkan oleh siput
air sebagai vektor yang banyak berkeliaran dalam sungai Nil. Dengan teraturnya
irigasi keseluruh ladang pertanian maka teratur pula penyebaran penyakit ini ke
seluruh negeri. Dewasa ini diperkirakan penduduk Mesir yang terjangkit penyakit
ini 40% (Eckholm, 1985 :147).
Penyakit ini mempunyai, sejarah yarig panjang di Mesir telah dikenal pada
masa Piraun. Ketika Napoleon menyerbu delta Nil tahun 1877, pasukannya tak
luput dari serbuan parasit ini. Oleh karena melihat salah satu akibat penyakit
tersebut di kalangan orang-orang Mesir yakni darah bercampur air seni, Napoleon
menyebut Mesir negeri di mana laki-laki mengalami haid atau menstruasi.
Di Indonesia memang belum ada tampak darnpak pembangunan sehebat
bencana lingkungan di Mesir. Hal itu bukan berarti tak mungkin timbul bencana
lingkungan yang lebih mengerikan daripada apa yang telah kita alami di mana
bencana alam datang beruntun pada beberapa daerah di tanah air kita ini misalnya
banjir, tanah longsor, dan sebagainya yang mendatangkan kerugian berupa harta
benda bahkan merenggut banyak korban jhya manusia. Hampir setiap provinsi di
Indonesia mengalami bencana setiap tahun dan hampir pasti dapat diramalkan
sebelumnya. Oleh sebab itu pembangunan harus berwawasan lingkungan dalam
25
arti kita membangun dengan perhitungan yang cermat di mana resiko yang timbul
akibat pembangunan lebih kecil dari manfaat yang akan diperoleh.
Kembali kita kepada masalah pola-pola transmigrasi di Indonesia.
Seandainya kita belum berpikir ke arah itu mengadakan perubahan pola-pola
lama, berarti bencana menghadang kita. ifentu akan habis semua sumber daya
hutan di luar Jawa dan Bali untuk keperluan program transmigrasi. Jika kita tetap
memakai pola-pola lama untuk jangka panjang maka sudah dapat dipastikan tak
cukup semua hutan untuk menampung para transmigran dari Pulau Jawa. Lagi
pula tidak semua warga transmigran memperoleh kehidupan yang lebih baik
daripada di daerah asalnya. Keadaan dernikian sama saja dengan pemindahan
kemiskinan ke luar Jawa.
Perlu dicatat bahwa pemindahan penduduk ke luar Jawa seperti pola
sekarang ini, tidak akan menyelesaikan masalah. Dengan peroleh lahan seluas 2
hektar untuk garapan dan 1/4 hektar untuk rumah dan pekarangan untuk setiap
kepala keluarga transmigrasi, tampaknya pada waktu sekarang, sudah cukup
menjamin kesejahteraan mereka, oleh kareria mereka pada waktu di Jawa, mereka
memiliki lahan pertanian kurang dari 1/4 hektar. Untuk sementara daerah
transmigrasi memang menjanjikan harapan. Keadaan tersebut tidak akan
berlangsung lama karena pada generasi keempat mereka kembali kepada keadaan
seperti di Jawa dahulu, rata-rata warga transmigrasi akan memiliki tanah garapan
kurang dari 1/4 hektar, dengan asumsi semjia kepala keluarga mengikuti program
KB dengan anak rata-rata dua orang. Pada generasi keempat warga transmigrasi di
tempat yang baru itu tidak akan berbeda dengan keadaan sebelum generasi 25
26
pertama di tempat asalnya dulu di Jawa.
Seperti yang diketahui gempa bumi yang melanda Sumatera Barat pada
tanggal 30 September 2009 yang telah menghancurkan banyak pemukiman
penduduk. Sebagai antisipasi bagi masyarakat yang tidak mungkin menetap di
daerah yang hancur karena gempa, pemerintah telah merencanakan program
transmigrasi. Lokasi yang disiapkan untuk kawasan transmigrasi korban gempa
dan tanah longsor Sumbar 30 September 2009 di Kecamatan IX Koto, Kabupaten
Dharmasraya tetapi berada di daerah tertinggal dan sulit dijangkau transportasi.
Dari uraian kita di atas jelaslah bahwa kita harus mengadakan reorientasi
pola-pola transmigrasi dari bidang pertanian ke sektor nonpertanian mengingat
fungsi hutan dalam ekosistem di biosfir jangan terganggu demi kesejahteraan
umat manusia.
27
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian kita yang lalu ialah
bahwa implikasi ketenagakerjaan terhadap sumber daya alam khususnya sumber
daya hutan dapat menimbulkan kerugian jangka panjang. Tujuan program
transmigrasi memang amat baik karena dikaitkan dengan pengembangan daerah
penerima, peningkatan kesempatan berusaha perluasan kesempatan kerja,
peningkatan produktivitas dan sebagainya.
Pola-pola, transmigrasi yang dilaksanakan oleh Pemerintah Indonesia
selama ini selalu berorientasi kepada pertanian seperti ini akan berakibat
dibutuhkan lahan yang amat luas. Hutan dikonversi menjadi kawasan pertanian
yang dapat meningkatkan kemakmuran masyarakat. Pokoknya program
transmigrasi bertujuan neningkatkan taraf hidup masyarakat, baik masyarakat
setempat maupun masyarakat pendatang yang di sebut transmigrasi itu.
Pola-pola transmigrasi yang berorientasi kepada pertanian merupakan
pola-pola lama yang sudah usang tidak cocok lagi diteruskan untuk masa yang
akan datang. Pola-pola lama itu dapat mendatangkan bencana oleh karena
penebangan hutan yang tidak terkendali dan tidak terarah akan, dapat
menimbulkan nasalah lingkungan. Beberapa nasalah yang timbul akibat
kerusakan hutan adalah misalnya banjir, erosi, pendangkalan sungai dan laut dan
sebagainya. Semua Jenis bencana tersebut telah menimbulkan banyak kerugian
28
kepada nanusia berupa harta benda bahkan nyawa nanusia.
Keadaan demikian telah disadari oleh banyak pihak sejak tahun 1970an.
Hal ini terlihat dengan adanya peningkatan gejala-gejala alam seperti banjir yang
diikuti dengan kegagalan panen akibat kemarau panjang yang menimbulkan
kerugian besar yang justru menimpa golongan terbesar masyarakat yang
berpenghasilan rendah yaitu petani, dan nelayan. Oleh karena itu pola-pola
transmigrasi yang baru berwawasan lingkungan perlu dipikirkan sekarang iuga.
3.2 Saran-saran
a. Mengadakan Porubahan Pola-pola Transmigrasi
Untuk mencegah kerusakan lebih Banjul, maka perlu ditinjau kembali
transmigrasi yang dipakai selama ini iyaitu di tinjau kembali pola-pola
transmigrasi yang dipakai selama ini yaitu mengubah pola pertanian ke pola di
luar pertanian seperti perikanan (nelayan), jndustri (pengrajin) pertambangan dan
sebagainya.
b. Membuat Pertimbangan Struktur Ekosistem Kota Desa
Untuk mengurangi arus urbanisasi, haruslah ditata kembali kehidupan
desa. Harus diadakan pertimbangan struktur ekositem kota dan desa dalam bidang
energi dan skill seperti yang pernah penulis kemukakan (Kompas, 5 Agustus
1983).
Sebenarnya desa tak perlu ditinggal oleh penduduknya jika diciptakan
perimbanan struktur ekosistem, sehingga kota tak akan banyak menarik orang
desa. Dengan demikian di desa akan cukup tersedia bermacam-macam fasilitas
seperti yang terdapat di kota. Membuat perimbangan struktur ekosistem bukanlah
29
dimaksud untuk mengubah desa menjadi kota, melainkan semata-mata sebagai
upaya mewujudkan harapan peduduk desa, sesuai dengan perubahan sosial yang
sedang terjadi. Oleh sebab itu listrik masuk desa dapat dianggap sebagai langkah
pertama dari perwujudan aliran energi dalam rangka perintangan struktur
ekositem kota dan desa. Dengan demikian struktur ekosistem desa akan terbuka
dan berkembang menyerupai ekosistem kota.
c. Meningkatkan Diversitas (Keanekaragaman)
Dengan masukanya aliran energi dan skill ke desa, maka dapat diadakan
perombakan struktur ekonomi desa. Pembangunan masyarakat desa memerlukan
energi dan skill. Dalam proses produksi energi mengalami aliran, sedangkan
materi akan mengalami daur, yang pada umumnya melalui salah satu atau
beberapa ekosistem dalam biosfir. Dalami sosial budaya energi yang mengalir
dalam proses produksi adalah uang (modal). Energi dan skill yang mengalir ke
desa untuk meningkatkan diversitas (keanekaragaman), Di daerah pedesaan
tingkat diversitas pekerjaan pada umumnya rendah, karena struktur ekonomi desa
berat sebelah yaitu hanya di sektor pertanian. Oleh sebab itu penghidupan
penduduk desa tidak stabil, sebaliknya di daerah perkotaan tingkat diversitas
pekerjaan tinggi, oleh karena itu penghidupan masyarakat perkotaan stabil
dibandingkan dengan masyarakat pedesaan.
Untuk menciptakan penghidupan yang stabil di daerah pedesaan diversitas
perlu tinggi. Kita harus menciptakan diversivikasi pekerjaan, sehingga bermacam-
macam pekerjaan terdapat di desa, untuk menampung kelebihan tenaga kerja di
sektor pertanian. Struktur ekonomi desa yang berat sebelah di sektor pertanian
30
yang harus dirombak. Hal ini disebabkan karena ekonomi desa yang monokultur
itu sangat tergantung kepada faktor musini dan pasar luar negeri. Akibat musim
yang tak menguntungkan misalnya kemarau panjang atau keadaan resesi dunia
yang berkepanjangan, timbul bencana. Dengan adanya diversifikasi pekerjaan di
desa, maka penghidupan masyarakat desa akan lebih stabil. Adanya gangguan
disektor pertanian tak akan menimpa seluruh anggota masyarakat, desa. Hal ini
disebabkan oleh karena sifat kelentingan (resilience) yang dimiliki oleh suatu
komunitas. Daya lenting adalah kemampuan untuk pulih lagi dari kerusakan
karena, suatu gangguan. Semakin tinggi diversitas, semakin besar pula
kelentingan atau daya lenting yang dimiliki oleh suatu sistem. Suatu sistem akan
memberikan tanggapan terhadap suatu gangguan sesuai dengan keadaan daya
lenting yang dimilikinya. Gangguan kecil terhadap sebuah sistem akan diserap
berangsur-angsur. Dalam suatu sistem dengan daya lenting yang tinggi,
penyerapan gangguan itu tidak akan mengubah stabilitas.
Oleh sebab itu dalam rangka menciptakan stabilitas harus diadakan
diversifikasi pekerjaan di desa. Kita harusimengembangkan sektor industri yang
menunjang sektor pertanian dan industri lain serta jasa-jasa.
31
DAFTAR PUSTAKA
Eckholm, Erik P. Masalah Kesehatan : Lingkungan Sebagai Sumber Penyakit. Gramedia Jakarta, 1985
GBHN 1988
Geetftz, Clifford. Agricultural Involution!: The Process of Ecological Change in Indonesia. University of California, Berkeley and Los Angles. 1996
Hardesty, Donald L. Ecological An tropology. John Willey. & Son, New York : Santa-Barbara, London-Sidney-Toronto. 1998
Hardjasoemantri, Koesnadi. Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Pembangunan Nasional. Memeo, makalah untuk Program Pasca Sarjana Ilmu Lingkungan UI, Jakarta 15-11-1982.
____, Hukum Tata Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Jogjakarta,1983.
Harjono, Joan. Transmirgrasi : Dari Kolonisasi sampai Swakarsa. Gramedia :Jakarta; 1982.
Koran Kompas, 5 Agustus 1983
Pelzer, Karl J. Peranan Manusia Mengubah Wajah Alam, dalam Sayogyo (Ed,) Ekologi Pedesaan : Sebuah Bunga flampai, CV Rajawali, Jakarta 1982.
Salim Emil. Lingkungan Hidup dan Pembangunan. Mutiara Jakarta 1982,
____, Pembangunan Berwawasan Lingkungan. Memeo, makalah untuk Program Pasca Sarjana UI, 1 September 1982.
Smith, Nigel. Kayu : Bahan-Bahan Purba dengan Masa Depan Baru dalam Erick P Eckholm (Eds,): Krisis Energi: Kayu Sumber Daya Pembaharu. Yayasan Obor Indonesia. Jakarta 1984.
Surjani, M. Lingkungan Hidup, Pengelolaan Lingkungan dan Ilmu Lingkungan. memeo, makalah untuk pembukaan Program Pasca Sarjana UI, Jakarta 25 Agustus 1982.
_____, Dasar-Dasar Ekologi. Memeo makalah untuk Kursus Andal UI, Jakarta 23 Agustus sampai September 1983.
32
Swasono, Sri Edi. Transmigrasi di Indonesia : Suatu Reorientasi dalam Sri ; Edi Swasono (Eds). Sepuluh Hindu Transmigrasi di Indonesia. 1987
Undang-Undangan RI No. 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Vries, Egbertde. Masalah Lingkungan Hidup di Negeari Pertanian Beriklim Panas dalam Sayogyo, Ekolosi Pedesaan. Rajawali Jakarta. 1982.
Wards, Barbara, et. al, Hanya Satu Bumi : Perawatan dan Pemeliharaan Sebuah Planet Kecil. Gramedia Jakarta 1974.
33