Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

15
DAMPAK RUNTUHNYA UNI SOVIET TARHADAP UNI EROPA Disusun oleh : Abdul Safiek Bachdar 0806355424 Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Perkembangan dan Dinamika Uni Eropa

Transcript of Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

Page 1: Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

DAMPAK RUNTUHNYA UNI SOVIET TARHADAP UNI EROPA

Disusun oleh :

Abdul Safiek Bachdar

0806355424

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

Perkembangan dan Dinamika Uni Eropa

Program Studi Prancis

Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya

Universitas Indonesia

2009

Page 2: Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

BAB I

PENDAHULUAN

Setelah Perang Dunia II (PD II) usai, Uni Soviet mengalami penguatan otoritas yang

cukup berarti. Hal ini ditandai dengan terbentuknya hubungan kerjasama diplomati 52 negara.

Selain itu, Uni Soviet ikut serta dalam Konferensi Paris tahun 1946 yang membahas nasib

bangsa-bangsa bekas sekutu Jerman seperti Italia, Bulgaria, Hungaria, Rumania dan Finlandia.

Peranan penting Uni Soviet pasca PD II adalah keikutsertaannya memprakarsai

berdirinya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1945 bersama dengan kekuatan anti-

Fasis lainnya seperti Amerika Serikat, Prancis, dan Inggris. Namun kemesraan hubungan negara-

negara yang tergabung dalam koalisi anti-Fasisme itu tidak bertahan lama. Pada tahun 1946

Stalin menuduh Inggris dan AS melancarkan kebijakan-kebijakan internasional yang agresif. Ini

dijawab oleh Perdana Menteri Inggris saat itu, Winston Churchill, dengan menentang kekuatan

yang disebutnya sebagai “Komunis Timur”, sehingga pada gilirannya membelah sistem

perpolitikan internasional dalam dua blok besar yakni Blok Barat yang dikomandoi AS dan

Inggris dan Blok Timur oleh Uni Soviet. Amerika Serikat (AS) lalu memperbanyak basis-basis

militernya dan mengurangi volume perdagangan dengan Uni Soviet dan negara-negara sosialis,

sementara Uni Soviet menyelenggarakan kebijakan “Tirai Besi” (mengisolasi diri).

Konfrontasi dua sistem kekuatan ini dikenal dengan istilah Perang Dingin (1946 sampai

akhir tahun 1980-an) yang ditandai dengan perlombaan senjata, perimbangan kekuatan dan

ancaman perang nuklir. Pada tahun 1949 Jerman, sebagai negara yang kalah perang dipecah

menjadi 3 bagian yang meliputi: Jerman Barat, Jerman Timur dan Berlin Barat. Pada tahun

tersebut AS dan sekutu-sekutunya di Barat membentuk aliansi yang disebut NATO (North

Atlantic Treaty Organization atau Pakta Pertahanan Atlantik Utara), sedangkan Uni Soviet

membentuk Dewan Kerjasama Ekonomi Negara-negara Sosialis.

Menyadari meningkatnya suhu politik internasional dan menguatnya ancaman terhadap

negara, maka pemimpin Uni Soviet menekan peningkatan teknologi persenjataan. Uni Soviet

pun berhasil menguasi teknologi persenjataan nuklir yang mendorong perimbangan kekuatan

senjata terhadap Barat.

Page 3: Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

Pada tahun 1955 untuk mengimbangi kekuatan NATO, Soviet membentuk Organisasi

Perjanjian Warsawa (OWD) atau yang lebih dikenal dengan Pakta Warsawa dan pada tahun 1957

di Eropa dibentuk Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE).

Pemerintahan Khrushchev, pemimpin tertingi Partai Komunis Uni Soviet pasca wafatnya

Stalin mencanangkan koeksistensi damai dalam kaitannya dengan NATO. Kebijakan ini

memungkinkan perbaikan hubungan dengan negara-negara Eropa Barat. Namun hal itu tidak

berlangsung lama, beberapa konflik tak langsung yang melibatkan Uni Soviet dan negara-negara

NATO terjadi di berbagai belahan dunia.

Contohnya, dalam Krisis Suez (1956), dukungan Soviet terhadap Mesir yang berupaya

menasionalisasi Terusan Suez, menyebabkan agresi kemarahan Inggris dan Prancis. Selain itu,

penempatan rudal-rudal dan peralatan-peralatan militer buatan Soviet di Kuba untuk

mengantisipasi kemungkinan agresi AS ke negara sosialis itu, menyebabkan Krisis Karibia

(1962) dimana AS mengumumumkan blokade militernya. Aksi militer di Kuba ini sebenarnya

dipicu oleh agresivitas AS dengan penempatan roket-roket taktisnya di teritori Turki.

Melihat runtutan sejarah tersebut, menjadikan Uni Soviet sebagai negara super power

yang disegani di seluruh dunia. Konfrontasinya dengan Amerika Serikat memicu konflik

berkepanjangan. Selain itu menjelang pertengahan tahun 1980-an Uni Soviet juga dilanda krisis

ekonomi dan politik akibat korupsi dan bobroknya birokrasi serta. Hal ini semakin memperkuat

apatisme masyarakat yang pada akhirnya menandai runtuhnya negara tersebut. Dalam makalah

ini pokok pembahasan hanya seputar gejolak politik serta dampak yang terjadi di Uni Soviet dan

pengaruhnya terhadap Uni Eropa pasca runtuhnya negara tersebut.

Page 4: Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Gejolak Politik di Uni Soviet

Uni Soviet merupakan sebuah negara komunis di Eropa Timur dan Asia Utara yang

berdiri sejak November 1917 (menurut kalender Gregorian) sampai pada tahun 1991. Pada tahun

1917, bentuk negara Rusia adalah kekaisaran dengan seorang Tsar sebagai kepala negara. Pada

masa dinasti Rumanov, Rusia banyak mengalami peristiwa politik baik dari dalam negeri

maupun luar negeri serta banyak mengalami persinggungan politik, diantaranya adalah konflik

dengan pemerintahan Prancis pimpinan Napoléon Bonaparte. Setelah Revolusi Bolshevik,

Imperium Rusia berganti menjadi sistem sosialisme yang membawa Rusia kepada posisi negara

adikuasa. Namun, kemudian sistem ini runtuh dan digantikan dengan sistem demokrasi yang

dianut oleh Eropa pada masa sekarang ini.

2.1.1 Kondisi Politik dan Ekonomi menjelang Keruntuhan

Uni Soviet runtuh pada tahun 1990-an, namun, ketika menjelang pertengahan tahun

1980-an, Uni Soviet mengalami krisis ekonomi dan politik. Kemerosotan ekonomi disebabkan

karena korupsi dan kacaunya birokrasi serta budaya politik yang kian monolitik, sehingga

memperkuat apatisme masyarakat. Penempatan kekuatan militer Uni Soviet di kancah konflik

internasional seperti di Afganistan dan di negara-negara Eropa Timur membutuhkan biaya yang

sangat besar yang tentu saja menghabiskan dana domestik yang besar. Sementara industri yang

sudah terpola pada industri berat yang ditujukan untuk menopang hegemoni Uni Soviet tidak

memberikan jalan keluar dalam perbaikan taraf hidup masyarakat. Tingkat kesejahteraan yang

tajam semakin memperuncing konflik-konflik yang tumbuh di dalam negeri.

Kondisi tersebut di atas memaksa para petinggi negara dan pemimpin partai untuk

mengadakan koreksi atas kebijakan partai dan politik Uni Soviet secara umum. Koreksi tersebut

salah satunya mengenai peninjauan ulang terhadap strategi sistem sosialisme yang dianggap

gagal dalam menjawab berbagai krisis yang menimpa. Sehingga lahirlah program Glasnot dan

Perestroika yang dihembuskan oleh Mikhail Gorbachev.

Page 5: Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

2.1.2 Glasnot dan Parestroika

Glasnost berasal dari kata ‘golos’ yang artinya suara. Ini mengisyaratkan bahwa

pembungkaman yang tersistemasi selama tujuh dasawarsa telah mengakibatkan tidak

terakomodasinya partisipasi publik dalam proses kehidupan politik dan sosial. Keterbukaan

memperbolehkan suara yang selama ini dibatasi dan dibungkam untuk muncul ke permukaan.

Terlebih lagi, glasnost memungkinkan masyarakat mengetahui tak hanya sisi baik, tapi juga sisi

buruk masyarakat Soviet semenjak Revolusi Boshelvik yang diharapkan membawa mereka

kepada masyarakat sosialis dan komunis yang dicita-citakan. Seperti yang dikatakan oleh

Gorbachev (1988), “Kita berusaha mencapai keterbukaan yang lebih besar dalam semua aspek

kehidupan masyarakat. Orang harus tahu tak hanya yang baik, tapi juga yang buruk, agar

memperbanyak hal-hal yang baik dan memerangi hal-hal yang buruk”.1

Sedangkan perestroika adalah restrukturisasi untuk mengantisipasi proses stagnasi dan

kelumpuhan total, dengan menciptakan mekanisme percepatan yang efektif bertumpu pada

kinerja dan karya nyata masyarakat, pada perkembangan demokrasi dan perluasan keterbukaan.

Pada dasarnya perestroika adalah proses yang ditujukan untuk memperbaiki dan memperbaharui

struktur pemerintahan dan masyarakat Soviet yang pada akhirnya ditujukan untuk memperkuat

sistem sosialisme. Tujuan akhir dari langkah reformis ini adalah untuk memperbaiki masyarakat

Soviet secara politik, ekonomi, dan moral.

Kebijakan Glanost dan Perestroika yang dijalankan pemerintah Gorbachev membawa

pengaruh bagi semakin menguatnya gerakan separatisme, akibat semangat keterbukaan dan

demokratisasi yang menjadi inti dari kebijakan tersebut. Berbagai konflik antar etnis yang

selama ini tersembunyi memunculkan konflik terbuka. Selain itu, ketidakmampuan pemerintah

pusat dalam menangani masalah ekonomi juga semakin mendorong ketidakpuasan di negara-

negara konstituen Uni Soviet. Ketidakpuasaan ini pada gilirannya mendorong munculnya

kekuatan oposisi setempat yang mulai menyuarakan ide-ide separatisme. Munculnya gerakan

dan partai politik seperti “Ruh“ di Ukraina, “Sayudis” di Lithuania dan sebagainya menjadi

pusat-pusat gerakan kemerdekaan negara-negara konstituen tersebut terhadap kekuasaan pusat.

Di Uni Soviet, konsep reformasi yang dibawa oleh Gorbachev melalui Perestroika

(keterbukaan), berubah menjadi badai yang meruntuhkan pilar utama rezim diktator partai

komunis. Rezim yang berkuasa sejak tahun 1917 dan menjadi kekuatan hegemoni dengan

1 Gorbachev, M.S. Perestroika I nove Myshlenie : Dlya nashei strany I vsego mira, Moskva: 1988, hlm72

Page 6: Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

senjata-senjata pemusnah massalnya. Rakyat di negara-negara bagian Uni Soviet bangkit secara

serempak. Kesadaran rakyat atas hak-hak politiknya mulai muncul. Mereka merasa berhak untuk

memilih pemimpin-pemimpinnya, membentuk partai politik, dan menentukan status daerahnya

sendiri melalui referendum. Akibatnya terjadi perang saudara ketika kekuasaan pemerintahan

pusat mengalami kekosongan kekuasaan akibat reformasi. Hal ini kemudian menyebar kepada

negara-negara satelit Uni Soviet lainnya di Eropa Timur. Sehingga dapat dikatakan bahwa

keruntuhan Uni Soviet akibat dari kegagalan program Glasnot dan Parestroika

2.2 Dampak Keruntuhan Uni Soviet terhadap Uni Eropa

Pasca runtuhnya Uni Soviet, banyak negara-negara pecahan Uni Soviet yang langsung

memerdekakan diri menjadi negara yang demokrasi. Rusia bersama dengan republik bekas

raksasa komunis lainnya, antara lain Azerbaijan, Armenia, Azerbaijan, Belarusia Byelorusia,

Ceko, Estonia, Georgia, Kazakhstan, Kirgizstan, Latvia, Lituania, Moldavi, Slovakia, Tajikistan,

Turkmenistan, Ukraina, dan Uzbekistan membentuk sebuah “uni” baru dengan hubungan yang

lebih longgar yang menjamin kedaulatan masing-masing, yaitu Commonwealth of Independent

States (CIS) pada tangal 8 Deember 1991.

Setelah itu, mereka akhirnya bergabung dengan kekuatan baru yang akan memperbaik

keadaan ekonomi dan politik mereka yaitu Uni Eropa. Bergabungnya negara-negara bekas Uni

Soviet ke Uni Eropa itu menandakan bahwa pengaruh Uni Eropa sangatlah besar. Dengan

masuknya mereka ke dalam Uni Eropa, meraka dapat menjaga keeksistensian mereka sebagai

negara yang berdaulat dan membantu proses transisi ideologi dari komunis menjadi demokrasi.

Masuknya mereka juga menjadi alasan bagi Uni Eropa untuk memperbesar pangsa pasar dan

merupakan proses perluasan Uni Eropa dengan cara memasukan anggota negara baru. Pada

dasarnya perluasan yang dilakukan Uni Eropa ditujukan untuk menciptakan integrasi Eropa.

Dengan masuknya negara-negara baru tersebut, mengakibatkan lemahnya pengaruh

komunis di Eropa Timur. Terjadi transisi ideologi dari komunis menjadi demokrasi di Eropa

Timur. Demokrasi merupakan elemen penting dalam keanggotaan Uni Eropa, tidak hanya

sebagai syarat utama di Uni Eropa, tetapi juga dianggap menjadi paham yang paling ideal untuk

Uni Eropa .

Runtruhnya Uni Soviet dan masuknya negara-negara bekas Uni Soviet ke Uni Eropa juga

memengaruhi proses integrasi dan eksistensi Uni Eropa. Dengan berakhirnya Perang Dingin

Page 7: Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

yang disebabkan runtuhnya Uni Soviet, munculah kekuatan baru di dunia, yaitu Uni Eropa

sebagai alternatif kekuatan baru menyaingi Amerika Serikat dan Rusia. Sehingga timbulah

konsep multi polar, yaitu kekuatan dunia tidak lagi berkiblat pada dua kubu, tetapi lebih dari dua

kubu.

Page 8: Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

BAB III

PENUTUP

Revolusi yang terjadi di akhir abad XX telah membawa kehacuran Uni Soviet yang telah

dibangun selama lebih kurang tujuh dawasarsa. Hancurnya Uni Soviet merupakan titik awal dari

kehancuran total Rusia yang hingga saat ini masih digerogoti masalah-maslah disintegrasi.

Disintegrasi Uni Soviet menghasilkan berbagai masalah nasional republik-republik di bekas

negara adidaya itu

Situasi politik pasca Uni Soviet mengalami perubahan yang cepat dan dramatis, hal

tersebut melahirkan persoalan yang rumit mengenai keberadaan Uni Soviet di dunia.

Berakhirnya perang dingin tidak menandakan berakhirnya konflik antar negara sebagaimana

yang diharapkan masyarakat dunia dalam terciptanya tatanan dunia baru yang lebih aman dan

damai. Hancurnya kekuatan Blok Timur, pimpinan Uni Soviet, yang sering distigmatisasi

sebagai kekuatan “poros setan” oleh barat, telah melahirkan persoalan baru. Uni Eropa sebagai

kekuatan paling besar di Eropa pada saat itu berusaha memperluas hegomoni daerah kekuasaan

dan menjadi kekuatan baru di dunia.

Usainya perang dingin dan disintegrasi Uni Soviet, negara-negara bekas konstituen Uni

Soviet saling memisahkan diri dan memerdekakan negara mereka sendiri. Namun dalam

praktiknya timbul separatisme di negara-negara konstituen Uni Soviet tersebut. Melihat situasi

politik dan ekonomi yang kurang baik tersebut, menjadi suatu pilihan yang baik jika konstituen

negara Uni Soviet bergabung dengan Uni Eropa yang saat itu merupakan organisasi yang

dianggap mampu dijadikan naungan dalam menjaga eksistensi mereka sebagai negara berdaulat.

Hal tersebut dijadikan kesempatan Uni Eropa dalam memperluas kawasan Uni Eropa.

Keuntungan yang dirasakan Uni Eropa dengan masuknya negara-negara baru tersebut,

mengakibatkan lemahnya pengaruh komunis di Eropa Timur dan menguatkan demokrasi sebagai

paham yang paling ideal di Eropa. Selain itu, hal tersebut mempelebar pangsa pasar ekonomi

Uni Eropa. Uni Eropa saat ini menjadikan dirinya sebagai kekuatan multipolar yang muncul di

Abad ke-21, yang sebelumnya hanya berbentuk bipolar (Amerika Serikat dan Uni Soviet).

Page 9: Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

DAFTAR REFERENSI

Fahrurodji; Witoelar, Rachmat. 2005. Rusia Baru Menuju Demokrasi : Pengantar Sejarah dan

Latar belakang Sejarah. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Archellie, R. 2008. Perkembangan Nasionalisme Rusia dari Zaman tsar Sampai Menjelang

Keruntuhan Uni Soviet. Jakarta: Glassnost Vol 3.

Sapta Ramadhi, Iman. 1998. Menengok Kmbali Runtuhnya Uni Soviet (Suatu Refleksi atas

Indonesia Kini). Jakarta: Media Indonesia.

Page 10: Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa

LAMPIRAN

Republik-republik Soviet

1. RSS Armenia2. RSS Azerbaijan3. RSS Byelorusia4. RSS Estonia5. RSS Georgia6. RSS Kazakhstan7. RSS Kirgizstan8. RSS Latvia

9. RSS Lituania10. RSS Moldavia11. RSFS Rusia12. RSS Tajikistan13. RSS Turkmenistan14. RSS Ukraina15. RSS Uzbekistan

Page 11: Dampak Runtuhnya Uni Soviet Terhadap Uni Eropa