DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP … · perumahan dan lingkungan. ... Sejarah Dibentuknya...

83
DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI (Studi Kasus Desa Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru) VANYA ANNISANINGRUM DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2016

Transcript of DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP … · perumahan dan lingkungan. ... Sejarah Dibentuknya...

i

DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP

KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

(Studi Kasus Desa Ranu Pani, Taman Nasional Bromo Tengger Semeru)

VANYA ANNISANINGRUM

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Dampak

Penetapan Taman Nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani” adalah

benar-benar hasil karya saya sendiri sesuai dengan arahan dari komisi pembimbing

dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya lain baik diterbitkan maupun tidak

diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2016

Vanya Annisaningrum

I34120058

ii

ABSTRAK

VANYA ANNISANINGRUM. Dampak Penetapan Taman Nasional Terhadap

Kesejahteraan Rumah Tangga Petani. Di bawah bimbingan ENDRIATMO

SOETARTO

Taman nasional merupakan salah satu upaya pemerintah untuk melestarikan

keanekaragaman hayati di Indonesia. Akan tetapi dalam pengelolaannya, taman

nasional cenderung mengabaikan aspek kesejahteraan masyarakat. Desa Ranu Pani

merupakan salah satu desa enklaf di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

Penelitian dilakukan menggunakan pendekatan kuantitatif didukung data kualitatif

untuk melihat bagaimana taman nasional berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah

tangga petani. Setelah taman nasional ditetapkan, akses masyarakat terhadap sumber

daya alam seperti kayu dan air semakin terbatas terutama akses terhadap sumber daya

lahan. Berada di tengah kawasan taman nasional membuat masyarakat yang

seluruhnya merupakan petani tidak bisa memperluas lahan pertanian mereka.

Akibatnya dari tahun ke tahun lahan pertanian yang dimiliki rumah tangga luasnya

semakin sedikit. Luas lahan pertanian dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan

rumah tangga petani dilihat dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, serta tingkat

perumahan dan lingkungan. Hal ini dibuktikan melalui uji regresi dimana variabel

independen yaitu luas lahan pertanian berpengaruh signifikan sebesar 0,005 terhadap

variabel dependen yaitu kesejahteraan rumah tangga petani.

Kata kunci: akses, kesejahteraan, luas lahan pertanian, rumah tangga petani, taman

nasional

ABSTRACT

VANYA ANNISANINGRUM. The Impact of National Park Determination on The

Welfare of Farmer Households. Supervised by ENDRIATMO SOETARTO

National park is one of the government's efforts to preserve biodiversity in Indonesia.

But in its management, national parks tend to ignore the aspect of public welfare.

Ranu Pani village is a village enclave in Bromo Tengger Semeru National Park. This

research was conducted using a quantitative approach supported by qualitative data to

see how the national parks affect the well-being of farm households. After the

national parks were established, public access to natural resources such as wood and

water increasingly limited, especially access to land resources. Being in the middle of

the park to make people who are all farmers can not expand their agricultural land. As

a result of the years of agricultural land owned by households is getting a little extent.

Agricultural land can affect the welfare of farming households viewed from the level

of income, level of education, as well as the level of housing and the environment.

This is proved by regression analysis where the independent variable is agricultural

land area of 0,005 significant effect on the dependent variable, namely the welfare of

farm households.

Keywords: access, agricultural land, farmer households, national park, welfare

iii

DAMPAK PENETAPAN TAMAN NASIONAL TERHADAP

KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

Oleh

VANYA ANNISANINGRUM

I34120058

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

pada

Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2016

iv

v

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

dengan judul “Dampak Penetapan Taman Nasional Terhadap Kesejahteraan Rumah

Tangga Petani” ini dengan baik. Penulisan skripsi ini ini ditujukan untuk memperoleh

gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat di Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut

Pertanian Bogor.

Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Endriatmo

Soetarto, MA selaku dosen pembimbing yang telah membimbing penulis selama

proses penulisan hingga penyelesaian skripsi. Penulis juga mengucapkan terimakasih

kepada, Ibu Vientha Heryani dan Bapak Cahya Budi, yang selalu memberikan

dukungan serta doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selain itu,

penulis juga mengucapkan terimakasih kepada para sahabat yaitu Ninda, Ida, Citra,

Mona, Rizky, dan Sisil yang selalu mendukung serta memberikan saran kepada

penulis selama proses penyelesaian proposal skripsi. Penulis ucapkan juga

terimakasih untuk teman satu dosen pembimbing yaitu Nurul dan Debby.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juli 2016

Vanya Annisaningrum

vi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL viii

DAFTAR GAMBAR viii

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Masalah Penelitian 2

Tujuan Penelitian 3

Kegunaan Penelitian 3

PENDEKATAN TEORETIS 4

Tinjauan Pustaka 5

Konsep Agraria 5

Perubahan Struktur Agraria 5

Taman Nasional dan Pengelolaannya 6

Teori Akses 7

Masyarakat Sekitar Taman Nasional 7

Kesejahteraan Rumah Tangga Petani 8

Kerangka Pemikiran 9

Hipotesis Penelitian 10

PENDEKATAN LAPANG 11

Metode Penelitian 11

Lokasi dan Waktu Penelitian 11

Teknik Pengumpulan Data 11

Teknik Penentuan Informan dan Responden 12

Teknik Pengolahan dan Analisis Data 13

Definisi Operasional 14

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 17

vii

KONDISI SOSIAL MASYARAKAT SETELAH PENETAPAN TAMAN

NASIONAL 20

Sejarah Dibentuknya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 21

Legalitas dan Legitimasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 21

Perubahan Desa Ranu Pani Sebelum dan Setelah Penetapan Taman Nasional 24

Pandangan Masyarakat Mengenai Taman Nasional 26

AKSES MASYARAKAT DESA RANU PANI SEBAGAI DESA ENKLAF 29

Akses Pemanfaatan Kayu Bakar 29

Akses Pemanfaatan Sumber Air 31

Akses Terhadap Lahan Pertanian 32

DAMPAK TAMAN NASIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN RUMAH

TANGGA PETANI 36

Luas Lahan Pertanian per Rumah Tangga 37

Kesejahteraan Rumah Tangga Petani 39

Uji Regresi Pengaruh Luas Lahan terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga Petani 43

PENUTUP 48

Simpulan 49

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 55

RIWAYAT HIDUP 71

viii

DAFTAR TABEL

1 Jenis dan metode pengumpulan data 12

2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ranu Pani berdasarkan kelompok usia 18

3 Jumlah dan persentase alat komunikasi yang dimiliki penduduk 19

4 Tanggal penetapan peraturan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 22

5 Jumlah dan persentase pemanfaatan kayu bakar di Desa Ranu Pani tahun 2016 30

6 Jumlah dan persentase pemanfaatan sumber air rumah tangga Desa Ranu Pani

tahun 2016 31

7 Data kependudukan Kecamatan Senduro tahun 2012, 2013, 2014 33

8 Jumlah dan persentase status penguasaan lahan Desa Ranu Pani sebelum tahun

2016 dan pada tahun 2005 33

9 Jumlah dan persentase kepemilikan sertifikat lahan Desa Ranu Pani tahun 2016 34

10 Jumlah dan persentase kategori luas lahan pertanian Desa Ranu Pani sebelum

tahun 2005 dan pada tahun 2016 38

11 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendapatan rumah tangga petani Desa

Ranu Pani tahun 2016 39

12 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendidikan rumah tangga petani Desa

Ranu Pani tahun 2016 40

13 Jumlah dan persentase kategori tingkat perumahan dan lingkungan rumah tangga

petani Desa Ranu Pani tahun 2016 42

14 Jumlah dan persentase kategori tingkat kesejahteraan rumah tangga petani Desa

Ranu Pani tahun 2016 43

15 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendapatan rumah tangga

petani 44

16 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendidikan rumah tangga

petani 45

17 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat perumahan dan lingkungan

rumah tangga petani 46

18 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga

petani 46

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka Pemikiran 10

2 Pemandangan Desa Ranu Pani dilihat dari Resort Ranu Pani 17

3 Struktur Organisasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 23

4 Data luas lahan pertanian dulu dan sekarang 37

ix

DAFTAR LAMPIRAN

1 Jadwal penelitian 56

2 Peta lokasi penelitian 58

3 Kerangka Sampling 59

4 Kuesioner 60

5 Pedoman wawancara mendalam 64

6 Hasil uji statistik 66

7 Tulisan tematik 69

8 Dokumentasi penelitian 70

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang kaya akan keanekaragaman

hayati di dalamnya. Beragam jenis flora dan fauna terdapat di Indonesia dan sebagian

besar diantaranya merupakan jenis endemik (Kementrian Lingkungan Hidup 2013).

Sebagai cara untuk memelihara keanekaragaman hayati tersebut diperlukan adanya

habitat yang mampu mendukung keberadaan mereka secara lestari, salah satu

bentuknya adalah menetapkan hutan sebagai kawasan konservasi. Sementara kawasan

hutan yang memiliki fungsi untuk pengawetan dan pelestarian keanekaragaman

hayati disebut sebagai hutan konservasi (UU No. 41 Tahun 1999). Salah satu hutan

konservasi yang memegang peranan penting dalam memelihara keanekaragaman

hayati adalah taman nasional, yang menurut Undang-undang No. 5 tahun 1990 selain

memiliki fungsi sebagai perlindungan keanekaragaman hayati juga berfungsi sebagai

wahana pendidikan, ilmu pengetahuan, penelitian, budaya, dan ekowisata. Taman

nasional sebagai kawasan konservasi harus memiliki batas yang jelas, terutama

kawasan yang berbatasan dengan pemukiman.

Kawasan taman nasional selain memiliki aspek legalitas, juga harus memiliki

aspek legitimasi atau pengakuan dari masyarakat. Hal ini dikarenakan mayoritas

taman nasional di Indonesia ditetapkan dengan kondisi terdapat masyarakat di dalam

atau di sekitar kawasan. MacKinnon et al. (1993) menjelaskan bahwa batas kawasan

konservasi seharusnya disesuaikan sedemikian rupa agar pemukiman berada di luar.

Menurut Dephut dan BPS (2009), terdapat 9.103 desa yang berada di dalam dan

sekitar kawasan hutan. Sebagian besar desa tersebut masuk ke dalam kawasan hutan

lindung (9,44%). Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf di Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Penduduk Desa Ranu Pani sebagai Suku

Tengger, merupakan keturunan asli masyarakat Jawa yang hidup di era Kerajaan

Majapahit. Masyarakat Tengger memiliki hubungan yang erat dengan pertanian,

karena bertani merupakan pekerjaan yang suci dan bentuk tradisi untuk berbakti

kepada leluhur1

. Selain itu menurut hasil penelitian Nugroho (2014), petani

merupakan pekerjaan yang paling banyak dilakukan oleh masyarakat Desa Ranu

Pani, pekerjaan lainnya adalah buruh tani, pedagang, tukang bangunan, dan PNS.

Penetapan kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS)

membawa perubahan kepada masyarakat yang tinggal didalamnya. Akses terhadap

sumber daya alam menjadi lebih terbatas. Sebagai contoh, masyarakat Desa Ranu

Pani sangat memerlukan kayu bakar dalam kehidupan sehari-hari mereka. Setelah

ditetapkan sebagai taman nasional, masyarakat tidak bisa mengambil kayu bakar

secara bebas di dalam hutan. Akan tetapi setelah taman nasional dibentuk,

1 Berdasarkan hasil wawancara dengan Dr. Purnawan D. Negara, S.H., M.H. pada tanggal 24 Januari

2016

2

pemanfaatan hutan oleh masyarakat masih sering terjadi. Hal ini dibuktikan dari data

pengambilan kayu bakar di Desa Ranu Pani tahun 2010-2011 mencapai 110 meter

kubik per hari untuk 371 kepala keluarga (Profil TNBTS 2010-2011). Selain itu

keterbatasan terhadap sumber daya lahan juga merupakan suatu hal krusial, karena

masyarakat Suku Tengger tidak bisa dilepaskan dari pekerjaannya sebagai petani.

Lama kelamaan, kebutuhan akan sumber daya lahan terus meningkat seiring dengan

pertumbuhan penduduk di Desa Ranu Pani. Luas lahan yang dimiliki oleh masyarakat

Desa Ranu Pani tentunya semakin berkurang mengingat jumlah penduduk yang terus

bertambah.

Kawasan taman nasional seyogyanya memiliki tiga manfaat, yaitu manfaat

ekologi, ekonomi, dan sosial. Manfaat ekologi yaitu melestarikan keanekaragaman

hayati yang ada didalamnya. Manfaat ekonomi yaitu menciptakan peluang kerja bagi

berbagai pihak. Manfaat sosial yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan individu-individu, dan

mensejahterakan masyarakat merupakan salah satu tugas yang diemban oleh

pemerintah. Seperti dinyatakan dalam Undang-undang pasal 33 ayat 3 tahun 1945,

bahwa kekayaan alam dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-

besarnya kemakmuran rakyat. Maka dari itu pentung bagi taman nasional untuk

melestarikan aspek sosial dan budaya setempat. Taman nasional juga sebaiknya

berjalan beriringan dengan adat istiadat masyarakat dalam melestarikan lingkungan.

Setiap kebijakan yang diterapkan oleh taman nasional harus memperhatikan

kesejahteraan masyarakat, dalam kasus ini khususnya kesejahteraan petani. Hal ini

dilakukan untuk meminimalisir konflik yang terjadi antara masyarakat dan pihak

taman nasional. Seringkali perubahan fungsi hutan berujung pada konflik antara

masyarakat dengan taman nasional. Seperti pada hasil penelitian di Taman Nasional

Gunung Halimun Salak (TNGHS), terbatasnya akses masyarakat terhadap sumber

daya alam memicu adanya perpecahan antara masyarakat dengan pihak pengelola

(Marina dan Dharmawan 2011). Taman nasional di sisi lain juga memberikan lahan

pekerjaan bagi masyarakat yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan wisata. Bahkan

wisata ini juga merupakan salah satu upaya pengelola untuk memberdayakan

masyarakat (Mohd 2008). Maka dari itu perlu dikaji lebih lanjut bagaimana dampak

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) terhadap kesejahteraan

rumah tangga petani?

Masalah Penelitian

Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa yang termasuk di dalam kawasan

taman nasional. Taman nasional selain memiliki legalitas juga harus memiliki

legitimasi atau pengakuan dari masyarakat dalam penetapan dan pengelolaannya. Hal

ini dikarenakan sejak ditetapkan, taman nasional mempengaruhi kehidupan sosial

masyarakat. Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana kondisi sosial masyarakat

Desa Ranu Pani sebelum dan setelah taman nasional ditetapkan?

3

Setelah ditetapkan menjadi kawasan taman nasional, masyarakat Desa Ranu

Pani selaku desa enklaf mengalami pembatasan kawasan. Akses masyarakat terhadap

sumber daya alam seperti kayu bakar, air dan lahan menjadi semakin terbatas.

Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana akses masyarakat sebelum dan setelah

Desa Ranu Pani menjadi desa enklaf?

Setelah didapatkan data mengenai luas lahan pertanian dan kesejahteraan

rumah tangga petani saat ini, perlu dikaji apakah luas lahan pertanian berpengaruh

terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Hal ini dapat menjadi saran agar pihak

taman nasional dapat membuat program pemberdayaan masyarakat yang sesuai

dengan kebutuhan para petani disana. Sehingga timbul pertanyaan, bagaimana

dampak penetapan taman nasional terhadap kesejahteraan rumah tangga

petani?

Tujuan Penelitian

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dampak penetapan

taman nasional terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Kemudian tujuan

khususnya adalah menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah disebutkan

sebelumnya, yaitu:

1. Menganalisis bagaimana kondisi masyarakat di Desa Ranu Pani sebelum dan

setelah taman nasional ditetapkan.

2. Menganalisis akses masyarakat sebelum dan setelah Ranu Pani menjadi desa

enklaf.

3. Menganalisis dampak penetapan taman nasional terhadap kesejahteraan

rumah tangga petani.

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini memiliki kegunaan sebagai berikut :

1. Akademisi

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu sumber informasi mengenai gambaran

mengenai masyarakat yang hidup di dalam taman nasional. Selain itu, hasil

penelitian ini dapat menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

2. Pemerintah

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan bahan pertimbangan bagi

pemerintah khususnya pengelola Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

(TNBTS) dalam menyusun dan mengambil kebijakan mengenai pengelolaan

taman nasional yang mementingkan aspek kesejahteraan masyarakat setempat.

3. Masyarakat

Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan wawasan khususnya

masyarakat luas mengenai bagaimana taman nasional berdampak terhadap

kesejahteraan rumahtangga petani.

4

5

PENDEKATAN TEORETIS

Tinjauan Pustaka

Konsep Agraria

Istilah agraria seringkali diartikan sebagai tanah dan pertanian saja. Agraria

sendiri berasal dari kata agrarius atau ager (latin) yang artinya tanah pertanian.

Sitorus (2002) menjelaskan bahwa ruang lingkup agraria lebih luas dari sekedar tanah

pertanian atau pertanian, dimana agraria merupakan suatu bentang alam yang

mencakup keseluruhan kekayaan alami, baik fisik maupun hayati serta kehidupan

sosial yang terdapat didalamnya. Menurut Undang-undang Pokok Agraria Tahun

1960, ruang lingkup agraria meliputi bumi, air, ruang angkasa, dan kekayaan alam

yang terkandung didalamnya. Ruang lingkup agraria ini seringkali disebut sebagai

obyek agraria. Sementara itu subyek agraria merupakan pihak-pihak yang

berhubungan langsung dengan obyek agraria, seperti komunitas (sebagai kesatuan

dari unit-unit rumah tangga), pemerintah (sebagai representasi negara), dan swasta

(sektor private). Ruang lingkup sumber agraria menurut UUPA dapat dijelaskan

sebagai berikut:

1. Bumi

Pengertian bumi menurut Pasal 1 ayat (4) yaitu permukaan bumi, termasuk juga

tubuh bumi dibawahnya serta yang berada di bawah air. Permukaan yang

dimaksud adalah tanah.

2. Air

Pengertian air menurut Pasal 1 ayat (5) adalah air yang berada di perairan

pedalaman maupun air yang berada di laut wilayah Indonesia.

3. Ruang angkasa

Pengertian ruang angkasa menurut Pasal 1 ayat (6) UUPA adalah ruang di atas

bumi wilayah Indonesia dan ruang di atas air wilayah Indonesia.

4. Kekayaan alam yang terkandung didalamnya

Kekayaan alam adalah seluruh makhluk hidup dan benda-benda, termasuk

sumber agraria yang terdapat pada, di atas dan/atau di dalam bumi, air, dan ruang

angkasa. Kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi yaitu unsur-unsur

kimia, mineral, bijih dan segala macam batuan, termasuk batuan mulia yang

merupakan endapan alam. Kekayaan alam yang terkandung di dalam air adalah

ikan dan lain lain yang berada di peraian pedalaman dan laut dalam wilayah

republik Indonesia. Kekayaan alam yang terkandung di atas bumi adalah hutan

dan hasil-hasilnya, berupa hasil nabati dan hasil hewan.

Perubahan Struktur Agraria

Struktur agraria diartikan sebagai hubungan antar warga dan golongan di

dalam masyarakat atas penguasaan tanah dan perubahan-perubahan hubungan yang

terjadi, baik direncanakan ataupun tidak. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa

struktur agraria merupakan hubungan antara subyek dan obyek agraria dalam hal

pemilikan/penguasaan/pemanfaatan lahan. Menurut Wiradi (1984) kata “pemilikan”

merujuk kepada penguasaan formal, contohnya seseorang memiliki tanah seluas dua

6

hektar sedangkan kata “penguasaan” merujuk kepada penguasaan efektif, contohnya

seseorang memiliki tanah seluas dua hektar dan juga menggarap lahan orang lain

seluas satu hektar maka luas lahan yang dikuasai adalah tiga hektar. Pemanfaatan

lahan merujuk kepada bagaimana pola tanam pada sebidang lahan pertanian. Wiradi

(1984) menyebutkan bahwa terdapat lima pengelompokkan dalam penguasaan lahan,

diantaranya:

1. Pemilik Penggarap Murni, yaitu petani yang hanya menggarap lahan yang

dimilikinya;

2. Penyewa dan penyakap murni, yaitu petani yang tidak memiliki lahan tetapi

mempunyai lahan garapan melalui sewa dan/atau bagi hasil;

3. Pemilik penyewa dan/atau pemilik penyakap, yaitu mereka yang di samping

menggarap lahannya sendiri juga menggarap lahan milik orang lain;

4. Pemilik bukan penggarap; dan

5. Tunakisma mutlak, yaitu mereka yang benar-benar tidak memiliki lahan garapan.

Sebagian besar dari mereka (tunakisma) ini adalah buruh tani dan hanya sebagian

kecil saja yang memang pekerjaannya bukan tani.

Struktur agraria dapat berubah dipengaruhi oleh berbagai faktor. Zuber (2007)

mengemukakan terdapat empat faktor yang mempengaruhi perubahan struktur

agraria, diantaranya: (1) permintaan lahan dari kegiatan non-pertanian seperti

pembangunan real estate, pabrik, areal perdagangan dan pelayanan lainnya yang

membutuhkan areal tanah yang luas; (2) faktor sosial budaya seperti aturan warisan;

(3) kerusakan lingkungan seperti kemarau panjang yang mengakibatkan kekeringan;

dan (4) kelemahan hukum yang mengatur harga pertanian seperti harga pupuk yang

tinggi, harga gabah yang rendah serta masalah pengaturan harga beras. Struktur

agraria juga berkaitan dengan pola penanaman pada lahan.

Taman Nasional dan Pengelolaannya

Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai

ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan

rekreasi (Pristiyanto 2005). Taman nasional termasuk ke dalam kawasan pelestarian

alam yang memiliki ciri khas dan berfungsi sebagai pelindung ekosistem penyangga

kehidupan (Wahyuni dan Mamonto 2012). Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan

No. P. 56/Menhut-II/2006 terdapat empat zona di dalam Taman Nasional yaitu zona

inti, zona rimba, zona pemanfaatan, dan zona lain yang menyangkut zona tradisional,

zona rehabilitasi, zona khusus, serta zona religi, budaya, dan sejarah.

Kebijakan untuk pengelolaan kawasan konservasi disebutkan dalam UUD

pasal 33 ayat 3 tahun 1945 dimana bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung

didalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan sebaik-baiknya untuk kemakmuran

masyarakat. Secara struktural, kebijakan pengelolaan kawasan konservasi ditetapkan

dalam Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007. Kebijakan konservasi

di Indonesia pada dasarnya cenderung tidak melibatkan masyarakat dan tidak

mengijinkan adanya aktivitas manusia di 534 kawasan konservasi, termasuk 50 taman

7

nasional, yang secara keseluruhan mencakup 28,2 juta hektar. Konservasi dilihat

sebagai hambatan terhadap pembangunan sehingga kurang didukung, bahkan dilawan

oleh banyak pihak. Akibatnya konservasi tidak dapat diwujudkan, sementara di dalam

dan sekitar taman nasional sudah terlanjur ada masyarakat yang hidup dan

menggantungkan hidup mereka dari kawasan tersebut (CIFOR 2010). Mengingat

adanya masyarakat didalamnya, taman nasional sebagai kawasan konservasi harus

dikembangkan serta dikelola secara lestari, tidak hanya sebatas aspek ekologi, tetapi

juga ekonomi dan sosial (Hidayat et al. 2011). Sesuai dengan Undang-undang Nomor

22 pasal 7 tahun 1999, kegiatan konservasi merupakan jembatan kolaborasi antara

pusat dan daerah dalam segi pembuatan kebijakan yang sesuai dengan kondisi daerah

tertentu. Keberhasilan pengelolaan taman nasional akan berhasil apabila terdapat

dukungan dari segi apapun mulai dari masyarakat lokal hingga masyarakat nasional

(MacKinnon et al. 1993). Mengatasi masalah ini, beberapa taman nasional

menerapkan kebijakan untuk bekerjasama dengan masyarakat sekitar dalam

pengelolaannya. Menurut Kadir et al. (2012), beberapa taman nasional telah

melibatkan masyarakat di dalam kegiatan penyuluhan dan pelatihan, guna

memberikan penyadaran kepada masyarakat akan pentingnya keberadaan taman

nasional serta cara untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Teori Akses

Ribot dan Pelusso (2003) mengartikan akses sebagai kemungkinan dari

seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari suatu hal, seperti lahan garapan

ataupun pemukiman. Kepemilikian terhadap sesuatu umumnya diakui secara sosial

ataupun pengakuan secara hukum, kustom, atau konvensi. Seseorang yang memiliki

hak untuk mendapatkan akses biasanya memegang kekuasaan sosial tertentu.

Terdapat hubungan antar aktor yang memiliki modal sebagai pengontrol akses

dengan aktor yang tersubordinasi. Kedua aktor ini saling berbagi sumber daya untuk

mendapatkan keuntungan masing-masing. Menurut Ribot dan Pelusso (2003) terdapat

dua mekanisme akses, pertama adalah Akses Legal. Akses ini merupakan akses yang

mendapat pengakuan secara hukum, kustom, dan konvensi. Hak yang dipegang

pemilik dapat menuntut dengan sanksi, untuk mengontrol akses. Orang lain yang

tidak memiliki hak terhadap akses harus membayar atau bertukar layanan untuk bisa

memanfaatkan sumber daya tersebut. Kedua, Akses Ilegal yaitu akses yang

bertentangan dengan hukum, kustom, dan konvensi. Akses ilegal mengacu kepada

memanfaatkan sumber daya yang tidak direstui oleh negara dan masyarakat. Contoh

dari akses ilegal adalah pencurian terhadap sumber daya melalui paksaan, mencoba

untuk mendapatkan, mengontrol, dan mempertahankan akses secara tidak sah.

Berbagai mekanisme akses sumber daya membentuk untaian dari “bundles of power”.

Aktor yang membentuk kekuatan ini memiliki peran masing-masing dalam

mengontrol atau mempertahankan akses sumber daya, baik pemilik, pekerja, ataupun

sekedar penerima manfaat.

Masyarakat Sekitar Taman Nasional

Masyarakat yang tinggal di sekitar Taman Nasional sebagian besar merupakan

masyarakat adat. Menurut UU No. 32 tahun 2009, masyarakat adat adalah kelompok

8

masyarakat yang secara turun temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena

adanya ikatan dengan para leluhur, hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup,

serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan

hukum. Masyarakat adat secara sederhana terikat oleh hukum adat, keturunan, dan

tempat tinggalnya. Menurut Marina dan Dharmawan (2011) masyarakat di sekitar

taman nasional memiliki aturan tersendiri dalam mengelola sumber daya alam

disekitarnya. Penggunaan sumber daya alam dan aturan-aturan adat yang dibuat untuk

mendapatkan akses ke dalamnya menunjukkan masyarakat adat memiliki hubungan

yang sangat erat dengan sumber daya alam disekitarnya. Hubungan tersebut

menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat tinggi, karena hutan

merupakan sumber utama masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup. Oleh

karenanya masyarakat sekitar hutan hidup pada tingkat ekonomi yang sangat

subsisten (Kadir et al. 2012). Masyarakat sekitar hutan pada umumya merupakan

masyarakat yang tertinggal, dengan kondisi sosial ekonomi yang tergolong rendah.

Hal ini disebabkan oleh adanya pengabaian kepentingan masyarakat dalam kegiatan

pemanfaatan hutan (Darusman dan Didik 1998).

Kesejahteraan Rumah Tangga Petani

Setiap rumahtangga pasti memiliki tujuan untuk mensejahterakan seluruh

anggota keluarganya. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) sejahtera

adalah keadaan aman, sentosa dan makmur, dan terlepas dari segala gangguan. Jika

merujuk pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 1992 keluarga yang sejahtera secara

luas dimaknai sebagai keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah,

mampu memenuhi kehidupan hidup spiritual, materiil yang layak, bertaqwa kepada

Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antar

anggota dan antara keluarga dengan masyarakat dan lingkungan. Suatu keluarga yang

sejahtera dapat dilihat dari terpenuhinya kebutuhan spiritual, material, dan sosial.

Menurut Effendi dan Tukiran (2014) rumah tangga dibagi menjadi rumah tangga

biasa dan rumah tangga khusus. Rumah tangga biasa adalah sekelompok orang yang

tinggal bersama dalam satu bangunan, serta makan dari satu dapur. Rumah tangga

khusus mencakup orang yang tinggal di asrama, yang urusan sehari-harinya diatur

oleh suatu badan atau yayasan. Kesejahteraan adalah kondisi agregat dari kepuasan

individu-individu, dan mensejahterakan masyarakat merupakan salah satu tugas yang

diemban oleh pemerintah. Sementara itu kesejahteraan petani diukur untuk melihat

kualitas hidup petani di suatu wilayah menggunakan beberapa indikator. Badan Pusat

Statistik (BPS) tahun 2015 mengemukakan beberapa indikator untuk mengukur

kesejahteraan, diantaranya:

1. Kependudukan;

2. Kesehatan dan gizi;

3. Pendidikan;

4. Ketenagakerjaan;

5. Taraf dan pola konsumsi;

6. Perumahan dan lingkungan; dan

7. Kemiskinan.

9

Indikator ini kemudian diuji kepada rumahtangga petani yang telah

ditentukan, termasuk juga seluruh anggota keluarga yang ada didalamnya.

Kesejahteraan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 54 tahun 2010 juga

dapat diukur dari pendidikan (angka melek huruf, angka rata-rata lama sekolah, dan

angka pendidikan yang ditamatkan), kesehatan (angka kelangsungan hidup bayi,

angka usia harapan hidup, dan persentase gizi buruk), pertanahan (persentase

penduduk yang memiliki lahan), dan ketenagakerjaan (rasio penduduk yang bekerja).

Kesejahteraan juga dapat diukur melalui pengeluaran rumah tangga ataupun

pendapatan rumah tangga. Menurut Dwipadyana (2014) pengeluaran rata-rata per

kapita per tahun adalah rata-rata biaya yang dikeluarkan rumah tangga selama

setahun untuk konsumsi semua anggota rumah tangga, dibagi dengan banyaknya

anggota rumah tangga. Dwipadyana (2014) juga menyatakan kesejahteraan bisa

diukur dengan besarnya pendapatan rumah tangga. Semakin besar pendapatan maka

kemampuan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga akan meningkat dan

berdampak pada peningkatan kesejahteraan rumah tangga. Sebagian besar masyarakat

di sekitar taman nasional memiliki tingkat kesejahteraan yang tergolong rendah.

Salah satunya pada hasil penelitian di kawasan Taman Nasional Babul dimana 65

persen masyarakat hidup di bawah garis kemiskinan dengan tingkat pendidikan yang

rendah, 84,4 persen merupakan lulusan SD (Kadir et al. 2012). Begitu juga dengan

masyarakat sekitar TNMB yang berpendidikan rendah dengan persentase 47,6 persen

merupakan lulusan SLTP (Keli, Sukarno, Ruminarti 2012). Padahal menurut Undang-

undang Nomor: 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, taman nasional sebenarnya

memberikan peluang untuk memperoleh manfaat optimal bagi kesejahteraan

(ekonomi) masyarakat, pemanfaatan kawasan hutan (termasuk penambangan benda-

benda non hayati) dapat dilakukan pada semua kawasan hutan, kecuali pada hutan

cagar alam dan zona inti serta zona rimba pada taman nasional. Sementara itu desa di

dalam taman nasional mengalami tekanan dari segi populasi penduduk. Apabila

populasi penduduk tidak dapat dikendalikan, maka konversi lahan pertanian untuk

pemukiman dapat terjadi.

Kerangka Pemikiran

Perubahan fungsi kawasan hutan menjadi kawasan konservasi ataupun taman

nasional merupakan upaya dari pemerintah untuk melestarikan keanekaragaman

hayati. Penetapan kawasan konservasi ini tidak hanya berdampak positif, tetapi juga

negatif khususnya bagi masyarakat yang sudah tinggal sejak dulu tinggal di dalam

kawasan. Taman nasional merupakan salah satu bentuk dari kawasan konservasi.

Penetapan kawasan taman nasional harus memiliki dua aspek, yaitu aspek legitimasi

dan aspek legalitas. Kedua aspek ini lah yang selanjutnya akan mempengaruhi

bagaimana akses masyarakat terhadap sumber agraria. Jika taman nasional tidak

memiliki aspek legitimasi, akses masyarakat menjadi terbatas karena wilayah taman

nasional tidak bisa dimanfaatkan secara bebas khususnya akses terhadap sumber air,

kayu bakar, dan lahan pertanian. Sejak menjadi desa enklaf, petani tidak dapat

memperluas lahan mereka karena berbenturan dengan batas kawasan. Di sisi lain,

luas lahan pertanian menjadi semakin sedikit karena terbagi-bagi melalui sistem

10

pewarisan. Sementara itu, kondisi masyarakat di sekitar taman nasional sendiri rata-

rata berada di bawah garis kemiskinan serta memiliki pendidikan yang rendah.

Kesejahteraan petani diukur untuk melihat kualitas hidup petani di suatu wilayah

menggunakan beberapa indikator. Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2015

mengemukakan beberapa indikator untuk mengukur kesejahteraan, diantaranya

kependudukan, kesehatan dan gizi, pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola

konsumsi, perumahan dan lingkungan, serta kemiskinan.

Gambar 1 Kerangka Pemikiran

Keterangan :

: Hubungan pengaruh

: Analisis deskriptif

Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, terdapat beberapa hipotesis yang

akan diujikan dalam penelitian, diantaranya:

1. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan

rumah tangga petani.

2. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendidikan

rumah tangga petani.

3. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat perumahan

dan lingkungan rumah tangga petani.

4. Diduga luas lahan pertanian berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan

rumah tangga petani.

Luas Lahan Pertanian Rumah Tangga

Perubahan luas lahan pertanian sejak awal

kepemilikan hingga saat ini

Taman Nasional Bromo Tengger

Semeru

Kesejahteraan Rumah Tangga Petani

1. Tingkat Pendapatan

2. Tingkat Pendidikan

3. Tingkat Perumahan dan Lingkungan

11

PENDEKATAN LAPANG

Metode Penelitian

Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian penjelasan atau eksplanatori.

Penelitian eksplanatori adalah penelitian yang analisisnya menjelaskan hubungan

antar variabel melalui uji hipotesis (Effendi dan Tukiran 2014). Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh data kualitatif untuk

memperkaya informasi mengenai fenomena sosial terkait yang didapatkan selama

penelitian di lapang. Penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode survei

menggunakan instrumen penelitian berupa kuesioner (Lampiran4) yang diberikan

kepada responden, untuk mengetahui dampak penetapan taman nasional, perubahan

akses terhadap sumber agraria, dan kesejahteraan rumah tangga petani. Sementara itu,

pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode wawancara mendalam dibantu

dengan panduan pertanyaan wawancara (Lampiran 5) kepada informan, observasi,

dan studi literatur terkait. Teknik wawancara mendalam dilakukan untuk menelusuri

fenomena perubahan kawasan menjadi taman nasional, apa saja perubahan akses

terhadap sumber agraria dan dampaknya terhadap kesejahteraan rumah tangga petani.

Selain itu dilakukan observasi langsung dan juga studi dokumentasi terkait.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten

Lumajang, Jawa Timur. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive, karena

beberapa pertimbangan sebagai berikut:

1. Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf, atau desa yang terletak di

dalam kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) sehingga dapat

dilihat perubahan apa saja yang terjadi setelah taman nasional ditetapkan.

2. Masyarakat di Desa Ranu Pani merupakan suku Tengger, dimana pertanian

merupakan bagian dari budaya Tengger.

Kegiatan penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu lima bulan,

terhitung mulai bulan Januari 2016 sampai dengan Juni 2016. Penelitian ini dimulai

dengan penyusunan proposal penelitian, survey lokasi penelitian, kolokium,

perbaikan proposal penelitian, pengambilan data di lapangan, pengolahan dan analisis

data, penulisan draft skripsi, uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan skripsi.

Teknik Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data

sekunder. Data primer didapatkan secara langsung di lapangan melalui survei,

observasi, dan wawancara mendalam kepada responden maupun informan. Data

sekunder didapatkan dari dokumen-dokumen di Kantor Desa Ranu Pani, buku, jurnal

ilmiah, internet, serta hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan penelitian

ini. Data sekunder merupakan landasan dan data pendukung karena berasal dari

dokumen tertulis yang telah ada. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan

menggunakan kuesioner yang diisi oleh responden melalui wawancara yaitu rumah

tangga petani di Desa Ranu Pani. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan wawancara

12

mendalam kepada informan yang telah dipilih yaitu pihak Taman Nasional Bromo

Tengger Semeru, aparatur desa dan tokoh masyarakat setempat. Wawancara

mendalam dilakukan untuk mendapatkan informasi tambahan yang dapat mendukung

data kuantitatif oleh responden.

Tabel 1 Jenis dan metode pengumpulan data

No Kebutuhan

Data

Metode

Survei Observasi Studi

Dokumentasi

Wawancara

mendalam

1.

Penetapan

Taman

Nasional

Bromo

Tengger

Semeru

- -

Sumber data

dari Balai

Besar Taman

Nasional

Sumber data

dari wawancara

mendalam

kepada informan

2.

Akses

terhadap

sumber

agraria

-

Sumber

data dari

pengamatan

oleh peneliti

di lapangan

-

Sumber data

dari wawanara

mendalam

kepada informan

3. Luas Lahan

Pertanian

Sumber data

dari

wawancara

kepada

responden

Sumber

data dari

pengamatan

oleh peneliti

di lapangan

Sumber data

dari Kantor

Desa Ranu

Pani

Sumber data

dari wawancara

mendalam

kepada informan

4. Kesejahteraan

masyarakat

Sumber data

dari

wawancara

kepada

responden

Sumber

data dari

pengamatan

oleh peneliti

di lapangan

-

Sumber data

dari wawancara

mendalam

kepada informan

5.

Peta desa dan

data

monografi

Desa Ranu

Pani

- -

Sumber data

dari Kantor

Desa Ranu

Pani

-

Teknik Penentuan Informan dan Responden

Populasi atau universe adalah keseluruhan unit analisis yang ciri-cirinya akan

diduga. Populasi dapat dibedakan menjadi populasi sampel dan populasi sasaran

13

(Effendi dan Tukiran 2014). Populasi sampel dalam penelitian ini adalah seluruh

rumah tangga di Desa Ranu Pani, sedangkan populasi sasaran yaitu seluruh petani di

Desa Ranu Pani. Unit analisa yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah

rumah tangga petani. Pemilihan responden dilakukan menggunakan metode

pengambilan sampel acak (simple random sampling), yaitu cara mengambil atau

menentukan sampel dari anggota populasi secara acak yang dianggap dapat mewakili

keseluruhan populasi. Pertama-tama, sensus dilakukan terlebih dahulu untuk

mendapatkan daftar kepala keluarga masyarakat di Desa Ranu Pani yang merupakan

populasi sampel, dengan syarat:

1) Penduduk asli di Desa Ranu Pani.

2) Bekerja sebagai petani.

Setelah itu dibuatlah kerangka sampel (sampling frame) dari dua dusun di

Desa Ranu Pani, yaitu Dusun Sidodadi dan Dusun Besaran. Kemudian dari kerangka

sampel dipilh responden secara acak menggunakan metode pengambilan sampel acak

(simple random sampling). Pengambilan sampel secara acak ini dilakukan dengan

program komputer Microsoft Excel 2010. Jumlah sampel yang didapatkan adalah 35

KK sebagai responden.

Sementara itu, pemilihan informan dilakukan secara purposive (sengaja) dan

jumlahnya tidak ditentukan. Penetapan informan dilakukan menggunakan metode

teknik bola salju (snowball) yaitu metode yang memperoleh informasi dari satu

informan ke informan lainnya. Pencarian informasi dihentikan apabila tambahan

informan tidak lagi menghasilkan pengetahuan baru atau berada pada titik jenuh.

Informan dalam penelitian ini diantaranya pihak Taman Nasional Bromo Tengger

Semeru, aparatur desa, dan tokoh masyarakat yang memiliki pengetahuan lebih dalam

mengenai perkembangan taman nasional dan dampak pergeseran kepemilikan lahan

pertanian secara adat terhadap kesejahteraan rumah tangga petani di Desa Ranu Pani.

Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Penelitian ini memiliki dua jenis data yang akan diolah dan dianalisis, yaitu

data kuantitatif dan data kuanlitatif. Pembuatan tabel frekuensi dan tabulasi silang

dibuat untuk melihat data awal responden dari masing-masing variabel menggunakan

aplikasi Microsoft Excel 2010. Tabel frekuensi dibuat agar distribusi jawaban dari

responden dalam satu pertanyaan lebih mudah diamati (Effendi dan Tukiran 2014).

Kemudian SPSS. for windows 21.0 digunakan dalam uji statistik Uji Regresi Linier

Sederhana untuk mengolah data selanjutnya. Uji Regresi merupakan uji statistik yang

digunakan untuk mengetahui seberapa berpengaruh variabel independen terhadap

variabel dependen. Pengolahan data dilakukan dengan pengkodean jawaban

kuesioner, setelah itu dimasukkan ke dalam buku kode menggunakan aplikasi

Microsoft Excel 2010 sebelum dimasukkan ke SPSS. for windows 21.0 untuk

mempermudah pengolahan data.

Data kualitatif dianalisis melalui tiga tahap yaitu reduksi data, penyajian data,

dan verifikasi data. Proses reduksi data dimulai dari proses pemilihan dan

penyederhanaan data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi literatur.

Reduksi data ini bertujuan untuk menggolongkan data dan membuang data yang tidak

perlu. Kemudian proses penyajian data dilakukan dengan menyusun informasi yang

14

dapat menjadi serangkaian kata-kata yang mudah dimengerti untuk disajikan dalam

laporan. Verifikasi data merupakan proses penarikan kesimpulan dari hasil yang telah

diolah pada tahap reduksi. Hasil wawancara mendalam juga digunakan sebagai

masukan untuk menyempurnakan pertanyaan dalam kuesioner. Hasil wawancara dari

kuesioner pun dapat digunakan untuk merumuskan panduan pertanyaan mendalam

dengan informan. Pandangan subyektif-kualitatif informan kemudian dibandingkan

dengan hasil analisis obyektif-kuantitatif responden, sehingga didapatkan informasi

dengan analisa dan interpretasi yang lebih rinci dan mendalam.

Definisi Operasional

Berikut adalah definisi operasional yang digunakan dari berbagai variabel

yang akan dianalisis dalam penelitian:

1. Pengelompokkan pola penguasaan sawah dinyatakan dalam skala nominal

yang dilihat dari:

a. Tidak memiliki lahan, yaitu petani tidak memiliki lahan pertanian.

b. Pemilik, yaitu petani yang hanya menggarap lahan yang dimilikinya;

c. Penggarap, yaitu mereka yang tidak memiliki lahan tetapi mempunyai lahan

garapan melalui sewa dan/atau bagi hasil.

d. Pemilik penggarap, yaitu mereka yang di samping menggarap lahannya

sendiri juga menggarap lahan milik orang lain.

2. Kategori luas pemilikan lahan pertanian yang dilihat adalah dahulu dan sekarang

sesuai jangka waktu yang telah ditetapkan. Luas pemilikan lahan dibagi ke dalam

tiga kategori, yaitu sempit, sedang dan luas. Nilai dari setiap kategori diperoleh

melalui hasil wawancara ketika survei lokasi di lapangan.

Dinyatakan dalam skala ordinal dengan satuan hektar, kemudian diperoleh nilai:

(1) Awal memiliki lahan

a. Sempit : < 0,39 hektar

b. Sedang : 0,39 – 1 hektar

c. Luas : > 1 hektar

(2) Sekarang

a. Sempit : < 0,39 hektar

b. Sedang : 0,39 – 1 hektar

c. Luas : > 1 hektar

3. Status kepemilikan lahan adalah ada atau tidaknya sertifikasi lahan pertanian yang

dimiliki oleh petani. Dinyatakan dalam skala nominal dengan indikator:

a. Tidak Bersertifikat : 1

b. Bersertifikat : 2

4. Kesejahteraan adalah baik atau buruknya kualitas hidup rumah tangga petani dalam

memenuhi kebutuhan hidupnya. Indikator yang digunakan adalah tingkat pendapatan,

tingkat pendidikan, dan tingkat perumahan dan lingkungan. Kesejahteraan dikatakan

15

tinggi apabila dari ketiga aspek tersebut mendapatkan skor 7-9, sedang apabila

mendapatkan skor 4-6, dan rendah apabila mendapatkan skor 1-3.

a. Rendah = skor 1

b. Sedang = skor 2

c. Tinggi = skor 3

5. Tingkat pendapatan adalah penghasilan yang didapatkan oleh rumah tangga petani,

dilihat dari kegiatan pertanian dikurangi dengan pengeluaran rumah tangga. Nilai dari

setiap kategori diperoleh melalui hasil wawancara ketika survei lokasi di lapangan.

a. Rendah = < 3,2 juta per bulan

b. Sedang = 3,2 juta – 6,6 juta per bulan

c. Tinggi = > 6,6 juta per bulan

6. Tingkat pendidikan adalah kemampuan petani dan anggota keluarganya dalam

mengikuti pendidikan formal. Tingkat pendidikan dilihat dari pendidikan terakhir,

merupakan ijazah kelulusan terakhir yang dimiliki oleh anggota rumah tangga. Nilai

dari setiap kategori diperoleh melalui hasil wawancara ketika survei lokasi di

lapangan.

a. Rendah = tidak/belum sekolah dan belum lulus sekolah dasar

b. Sedang = SD - SMP

c. Tinggi = SMA

7. Tingkat perumahan dan lingkungan adalah kualitas tempat tinggal dan lingkungan

yang layak huni. Nilai dari setiap kategori diperoleh melalui hasil wawancara ketika

survei lokasi di lapangan.

a. Kualitas atap merupakan jenis atap yang digunakan untuk rumah tinggal.

- Seng = skor 1

- Genteng = skor 2

b. Kualitas dinding merupakan jenis dinding yang digunakan untuk rumah tinggal.

- Tembok = skor 1

- Kayu = skor 2

c. Kualitas lantai merupakan jenis lantai yang digunakan untuk rumah tinggal.

- Semen = skor 1

- Keramik = skor 2

16

17

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Menurut Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,

kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS) telah ditata batas dan

sudah temu gelang berdasarkan Berita Acara Pemeriksaaan Batas Hutan pada tanggal

22 September 1986 yang telah disahkan oleh Menteri Kehutanan tanggal 8 Nopember

1993. TNBTS ditetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan No.178/Menhut-

II/2005 tanggal 29 Juni 2005 seluas 50.276,20 ha. Kawasan TNBTS terletak di empat

Kabupaten, yaitu Kabupaten Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Malang,

dan Kabupaten Lumajang. Jumlah wilayah kecamatan dan desa yang terletak di

sekitar kawasan adalah 3 kecamatan (9 desa) di Kabupaten Probolinggo, 4 kecamatan

(12 desa) di Kabupaten Pasuruan, 5 kecamatan (22 desa) di Kabupaten Lumajang dan

6 kecamatan (25 desa) di Kabupaten Malang. Dari ke-68 desa penyangga yang ada di

sekitar TNBTS, terdapat 2 desa penyangga yang berada di dalam kawasan (desa

enklaf) yakni Desa Ranu Pani, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang dan Desa

Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Kedua desa tersebut

ditempati oleh penduduk asli yakni masyarakat Tengger.

Desa Ranu Pani merupakan salah satu desa enklaf yang terdapat di dalam

kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Akses menuju Desa Ranu Pani

dapat ditempuh melalui Malang ataupun Lumajang. Desa ini terletak pada ketinggian

2.100-2.200 mdpl dengan suhu saat musim hujan berkisar antara 30ºC hingga 6ºC dan

pada musim kemarau berkisar 28ºC hingga -6ºC. Luas wilayah keseluruhan untuk

Desa Ranu Pani adalah 385 hektar, meliputi wilayah pemukiman dan lahan pertanian.

Jarak Desa Ranu Pani dari Pusat Pemerintahan Kecamatan sejauh 28 km, jarak dari

Ibu Kota Kabupaten sejauh 45 km, dan jarak dari Ibu Kota Provinsi sejauh 175 km.

Gambar 2 Pemandangan Desa Ranu Pani dilihat dari Resort Ranu Pani

18

Desa Ranu Pani sebagai desa enklaf termasuk ke dalam Zona Tradisional, dan

berbatasan langsung dengan:

a. Utara : Desa Ngadas (Zona Tradisional)

b. Timur : Zona Pemanfaatan

c. Selatan : Zona Rimba

d. Barat : Zona Rimba

Secara geografis terlihat bahwa Desa Ranu Pani terletak di tengah-tengah taman

nasional. Zona yang lebih dominan mengelilingi desa adalah zona rimba.

Desa Ranu Pani terdiri dari wilayah pemukiman dan wilayah lahan pertanian.

Lahan pertanian di Desa Ranu Pani memiliki topografi yang berbukit-bukit.

Komoditas utama yang ditanam adalah kentang, kubis, dan daun bawang. Kentang

merupakan komoditas yang paling banyak ditanam karena keuntungan dari

penjualannya lebih besar dibandingkan komoditas lain. Akan tetapi menurut pihak

taman nasional, kentang merupakan komoditas yang tidak konservatif atau tidak

ramah lingkungan. Kentang membutuhkan unsur hara yang lebih banyak dan

membutuhkan air yang lebih banyak dalam sekali tanam. Hal ini dapat menyebabkan

lahan pertanian tidak subur dalam jangka panjang. Akan tetapi masyarakat tetap

menanam kentang karena kentang tumbuh subur di ladang mereka dan hasilnya lebih

menguntungkan.

Kawasan Desa Ranu Pani pada awalnya merupakan kawasan yang dihuni oleh

warga negara Belanda, setelah ditinggalkan oleh Belanda Desa Ranu Pani ditinggali

oleh Suku Tengger dari desa sekitar. Desa Ranu Pani juga merupakan desa

pemekaran dari Desa Argosari pada tahun 2002 (Yuliati 2011). Desa Ranu Pani saat

ini dihuni oleh 395 KK dengan total penduduk 1.387 jiwa, terdiri dari 641 laki-laki

dan 746 perempuan (Nugroho 2014). Penduduk Desa Ranu Pani terbagi menjadi

beberapa kelompok usia:

Tabel 2 Jumlah dan persentase penduduk Desa Ranu Pani berdasarkan kelompok usia

Kelompok Usia (tahun) Jumlah Persentase (%)

00 – 03 97 7.5

04 – 06 93 7.2

07 – 12 123 9.5

13 – 15 78 6.1

16 – 18 53 4.1

19 – ke atas 845 65.6

Total 1 289 100.0

Sumber: Data potensi umum Desa Ranu Pani tahun 2010

Desa Ranu Pani memiliki tujuh RT (Rukun Tetangga) dan dua RW (Rukun Warga).

Selain itu terdapat dua dusun, yakni Dusun Sidodadi (dusun atas) dan Dusun Besaran

(dusun bawah). Kedua dusun ini letaknya agak berjauhan dan dibedakan berdasarkan

letak geografis. Mata pencaharian utama para penduduk di Desa Ranu Pani adalah

19

petani. Petani merupakan ciri khas masyarakat Tengger. Beberapa penduduk juga

memiliki mata pencaharian sampingan yaitu sebagai buruh tani, guru, PNS, porter,

supir Jeep, tukang parkir, dan juga relawan di taman nasional.

Desa Ranu Pani memiliki satu gedung PUSKESMAS, yang cukup sering

digunakan oleh masyarakat. Rata-rata masyarakat mengunjungi PUSKESMAS ini

untuk mengobati balita mereka yang terkena demam akibat belum bisa beradaptasi

dengan cuaca yang dingin. Selain itu Desa Ranu Pani memiliki satu gedung Balai

Desa, satu gedung PAUD, dan satu gedung untuk SD dan SMP. Rata-rata pendidikan

terakhir penduduk adalah SD, dikarenakan SMP baru dibentuk pada tahun 2012.

Sebelumnya untuk melanjutkan sekolah ke SMP, penduduk harus pergi ke Kabupaten

Malang atau Lumajang yang dapat ditempuh dengan waktu 1,5-2 jam dari desa. Desa

Ranu Pani terdapat beragam tempat ibadah berupa dua masjid, satu gereja, dan juga

dua pura. Meskipun masyarakatnya memiliki beragam keyakinan, namun sifat

kekeluargaan tidak hilang di Desa Ranu Pani. Seluruh masyarakat menghargai

apabila terdapat agama yang sedang melaksanakan hari raya ataupun ibadah.

Meskipun agamanya beragam, seluruh masyarakat tetap melaksanakan acara-acara

adat yang dimiliki oleh Suku Tengger.

Desa ini memiliki kendala berupa tidak adanya satelit telepon genggam. Alat

komunikasi berupa telepon genggam (handphone) digantikan oleh pesawat telepon

yang memudahkan penduduk untuk saling berinteraksi satu sama lain ataupun dengan

pasar untuk menjual hasil pertanian mereka. Data kepemilikan alat komunikasi adalah

sebagai berikut:

Tabel 3 Jumlah dan persentase alat komunikasi yang dimiliki penduduk

Alat Komunikasi Jumlah (n) Persentase (%)

Pesawat Telepon 147 59.5

Pesawat TV 60 24.3

Pesawat Radio 25 10.1

Antena Parabola 15 6.1

Total 247 100.0

Sumber: Diolah dari data potensi umum Desa Ranu Pani tahun 2010

Fasilitas lsitrik di Desa Ranu Pani sudah ada sejak tahun 2007. Listrik tersebut

merupakan fasilitas dari pemerintah Malang, sedangkan Desa Ranu Pani termasuk ke

dalam Kabupaten Lumajang. Selain itu terdapat kekurangan pada fasilitas jalan,

karena jalan di Ranu Pani mulai dari perbatasan masuk desa cukup rusak dan perlu

segera diperbaiki. Hal ini disebabkan oleh banyaknya truk sayur yang melewati desa

dan juga banyaknya kendaraan para pendaki saat musim pendakian.

20

21

KONDISI SOSIAL MASYARAKAT SETELAH PENETAPAN

TAMAN NASIONAL

Sejarah Dibentuknya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai

ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan

penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan

rekreasi (Pristiyanto 2005). Kawasan Bromo Tengger Semeru memang memiliki

berbagai keanekaragaman hayati yang dapat terbilang unik. Bromo, Tengger, dan

Semeru sendiri merupakan tiga lokasi yang berbeda. Bromo merupakan nama sebuah

gunung berapi aktif yang sudah ada sejak 1,4 juta tahun lalu. Gunung Bromo

dikelilingi oleh lautan pasir sekaligus padang rumput yang membuat gunung ini

berbeda dari gunung yang lain. Tengger merupakan nama dari suatu masyarakat adat

yakni Suku Tengger, dimana masyarakat dan legenda terdahulunya tersebar di sekitar

Bromo dan batasannya disebut sebagai lingkaran magis. Masyarakat Suku Tengger

sebagian besar merupakan petani, dan memiliki beragam budaya yang khas seperti

Hari Raya Karo, Yadnya Kasada dan Unan-Unan, upacara adat yang berhubungan

dengan siklus kehidupan seseorang, seperti: kelahiran (upacara sayut, cuplak puser,

tugel kuncung), menikah (upacara walagara), kematian (entas-entas), upacara adat

yang berhubungan dengan siklus pertanian, mendirikan rumah, dan gejala alam

seperti leliwet dan barikan. Sedangkan Semeru juga merupakan nama dari sebuah

gunung berapi aktif, yang juga merupakan gunung tertinggi di pulau Jawa (3676

mdpl). Gunung Semeru sendiri memiliki tiga danau yang menjadi daya tarik bagi

wisatawan yaitu Ranu Kumbolo, Ranu Regulo, dan Ranu Pane.

Menurut Rencana Pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru,

sebelum ditetapkan sebagai taman nasional kawasan Bromo Tengger Semeru

merupakan kawasan cagar alam, taman wisata hutan lindung, dan hutan produksi

terbatas. Akan tetapi melihat alam, lingkungan, dan adanya budaya khas masyarakat

sekitar, kawasan ini ditunjuk menjadi taman nasional melalui Pernyataan Menteri

Pertanian No.736/Mentan/X/82 tanggal 14 Oktober 1982. Taman Nasional Bromo

Tengger Semeru memiliki visi berupa “Terwujudnya kawasan Taman Nasional

Bromo Tengger Semeru sebagai destinasi ekowisata bertaraf internasional yang

bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat.”. Jika dilihat dari sejarah kawasan, dasar

penunjukan kawasan Bromo Tengger Semeru sebagai taman nasional dilandasi oleh 3

hal pokok yaitu untuk perlindungan dan pengawetan ekosistem (Cagar Alam) Laut

Pasir dan Ranu Kumbolo, pemanfaatan wisata (taman wisata) di Laut Pasir Tengger,

Ranu Pane dan Ranu Regulo dan Ranu Darungan dan fungsi lindung kawasan dengan

keberadaan hutan lindung.

Legalitas dan Legitimasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Legalitas dan legitimasi merupakan dua hal yang harus dimiliki oleh setiap

taman nasional. Legalitas merupakan keabsahan dari suatu lembaga atau institusi

yang ditunjukkan melalui peraturan-peraturan pemerintah yang sah. Legitimasi

22

merupakan sejauh mana masyarakat mau menerima dan mengakui suatu kewenangan

atau kebijakan dari seorang pemimpin. Kedua hal ini bersifat krusial karena akan

berpengaruh terhadap pengelolaan suatu taman nasional. Apabila taman nasional

hanya memiliki legalitas, tentunya akan banyak kendala yang muncul akibat adanya

konflik dengan masyarakat lokal. Maka dari itu, seyognyanya sebelum suatu taman

nasional ditetapkan pihak pengelola mengadakan diskusi dengan masyarakat lokal

agar dapat diterima oleh semua pihak.

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru terhitung sudah berusia 34 tahun

hingga saat ini.Sejak ditetapkan menjadi taman nasional pada tahun 1982 Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru memiliki beberapa legalitas berupa peraturan

pemerintah, diantaranya:

Tabel 4 Tanggal penetapan peraturan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Tanggal Peraturan Keterangan

14 Oktober 1982 Pernyataan Menteri Pertanian

No.736/Mentan/X/82

Penunjukkan menjadi

taman nasional

23 Mei 1997 Keputusan Menteri Kehutanan

No.278/Kpts-VI/1997

Perubahan luas taman

nasional menjadi 50.276,3

ha

29 Juni 2005 Keputusan Menteri Kehutanan

No.178/Menhut-II/2005

Penetapan taman nasional

oleh Menteri Kehutanan

Sumber: RPTNBTS 2010-2025

Berdasarkan Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa Taman Nasional Bromo Tengger

Semeru telah disahkan tiga kali oleh Menteri Pertanian dan Menteri Kehutanan. Sejak

awal ditetapkan, seluruh taman nasional secara otomatis akan memiliki legalitas

berupa aturan resmi dari pemerintah terkait.

Taman Nasional Bromo Tengger Semeru berada di bawah naungan Balai

Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, berdasarkan Peraturan Menteri

Kehutanan Nomor P.03/Menhut-II/2007, tanggal 1 Februari 2007 tentang Organisasi

dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional. Jumlah pegawai TNBTS

adalah sebanyak 102 orang, dengan rincian 13 orang pegawai struktural, 52 orang

pegawai non-struktural, dan 37 orang pegawai fungsional (Polisi Hutan, Penyuluh,

dan Pengendali Ekosistem Hutan). Pengelolaan TNBTS sendiri dibagi menjadi dua

bidang pengelolaan, yaitu Bidang Pengelolaan TN Wilayah I yang berada di

Wonorejo-Pasuruan, dan Bidang Pengelolaan TN Wilayah II yang berada di

Purwerejo-Lumajang. Berikut merupakan struktur organisasi Balai Besar Taman

Nasional Bromo Tengger Semeru:

23

Gambar 3 Struktur Organisasi Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Sumber: RPTNBTS 2015-2024

Berbeda dengan legalitas yang sudah pasti dimiliki oleh setiap taman

nasional, legitimasi justru sebaliknya. Legitimasi dari suatu taman nasional

ditentukan sejak bagaimana proses penetapan taman nasional tersebut hingga

pengelolaannya. Sebab tidak semua penetapan taman nasional diterima oleh

masyarakat lokal, khususnya masyarakat yang sangat bergantung pada hasil

hutan.Pada kasus Taman Nasional Bromo Tengger Semeru, masyarakat tidak

24

dilibatkan dalam pengalihan kekuasaan tetapi disosialisasikan setelah taman nasional

ditetapkan.

Setelah adanya sosialisasi mengenai taman nasional, masyarakat tidak

keberatan karena masyarakat dan taman nasional memiliki tujuan yang sama yaitu

untuk melestarikan sumber daya alam yang ada disana. Ini berarti masyarakat dengan

senang hati menerima kondisi mereka yang berada di tengah-tengah kawasan taman

nasional. Akan tetapi taman nasional juga harus memberdayakan masyarakat, karena

selain termasuk ke dalam Zona Tradisional masyarakat Desa Ranu Pani juga

merupakan masyarakat Suku Tengger yang harus dilestarikan dari segi budaya.

Pemberdayaan masyarakat sudah tercantum di dalam rencana pengelolaan TNBTS.

Salah satu tujuan kegiatan pemberdayaan masyarakat adalah terwujudnya

keharmonisan antara masyarakat dengan pihak TNBTS sehingga tetap lestari dan

masyarakat dapat hidup sejahtera. Akan tetapi berdasarkan hasil wawancara,

pemberdayaan yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat masih terbilang

kurang baik. Hal ini dapat dilihat dari kurangnya sosialisasi dan pendekatan yang

dilakukan oleh pihak taman nasional kepada masyarakat. Taman nasional lebih

sering melakukan program-program yang bertujuan untuk melestarikan kawasan

hutan.

“Taman nasional kurang melakukan pendekatan dan

pendampingan kepada warga, mereka hanya memberi arahan

tetapi tidak terjun langsung. Padahal warga sangat butuh

arahan dari pihak taman nasional, khususnya mengenai

pengelolaan wisata dan sistem terasering untuk pertanian”

(BNY, 32 tahun)

Taman nasional selain itu juga memberikan dampak positif kepada Desa

Ranu Pani. Pasalnya setelah taman nasional ditetapkan, pembangunan desa menjadi

lebih pesat. Pembangunan fasilitas pendidikan, kesehatan, serta listrik sudah bisa

dinikmati oleh masyarakat. Hal ini diiringi dengan semakin terkenalnya wisata

pendakian Gunung Semeru yang semakin ramai didatangi pendaki dari tahun ke

tahun. Ramainya pengunjung tentunya harus diimbangi dengan perkembangan

pembangunan desa untuk memberikan akomodasi para pendaki. Jika dilihat secara

keseluruhan, taman nasional sudah mendapat legitimasi karena masyarakat

diuntungkan dari segi pembangunan dan tambahan pekerjaan di bidang wisata.

Mereka yang sudah mengakui adanya taman nasional diantaranya adalah masyarakat

yang juga bekerja sebagai relawan. Sebagian lainnya bersikap netral terhadap taman

nasional. Akan tetapi masih dibbutuhkan evaluasi untuk pemberdayaan dan

kesejahteraan masyarakat khususnya yang berkaitan dengan pekerjaan utama

mereka, yaitu petani.

Perubahan Desa Ranu Pani Sebelum dan Setelah Penetapan Taman Nasional

Sebelum adanya taman nasional, kawasan Desa Ranu Pani dan hutan

disekelilingnya dikelola oleh Perhutani sebagai kawasan hutan produksi dan hutan

25

lindung. Perhutani merupakan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang

memiliki tugas dan wewenang untuk perencanaan, pengurusan, pengusahaan, dan

perlindungan hutan. Kawasan hutan dikuasai oleh Perhutani setelah Belanda

meninggalkan desa, kurang lebih pada tahun 1970-an. Selama dikuasai oleh

Perhutani, tidak ada pembatasan kawasan karena masyarakat masih bisa

memanfaatkan hutan selama hutan itu bukan termasuk ke dalam hutan lindung.

Kebutuhan akan kayu bakar tidak menjadi masalah. Masyarakat juga bisa

memperluas lahan pertanian mereka ke dalam hutan dengan kondisi tertentu, namun

memang tidak banyak masyarakat yang melakukan hal ini karena lahan yang mereka

miliki sudah dirasa cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.

Setelah ditetapkan menjadi taman nasional pada tahun 1982, Desa Ranu Pani

lebih dibatasi ruang lingkupnya karena peraturan kawasan pada taman nasional

berbeda dengan Perhutani. Pada awalnya tidak ada perubahan yang berarti, hanya

sebatas perpindahan kekuasaan dan belum berdampak kepada masyarakat. Seiring

berjalannya waktu, perubahan yang paling terlihat adalah dari segi luas lahan

pertanian. Bertambahnya penduduk di Desa Ranu Pani perlahan mulai mengikis lahan

pertanian disana. Sistem pewarisan lahan menyebabkan rumah tangga petani saat ini

hanya memiliki sebagian kecil lahan dari orang tua mereka, berbeda dengan dulu

dimana satu rumah tangga bisa memiliki hingga puluhan hektar. Meskipun demikian

masyarakat tidak merubah pekerjaan utamanya sebagai petani, karena bertani

merupakan tradisi Tengger yang tidak bisa mereka tinggalkan.

Desa Ranu Pani berada di lereng Gunung Semeru, gunung tertinggi di Pulau

Jawa. Sejak dikelola oleh taman nasional, Gunung Semeru menjadi wisata yang

semakin populer di kalangan para pendaki. Hal ini berdampak kepada masyarakat

Ranu Pani, karena mereka harus menyediakan akomodasi bagi para pendaki. Wisata

pendakian ini pun membuat beberapa masyarakat memiliki pekerjaan tambahan,

diantaranya sebagai porter, guide, sewa jeep, penitipan motor, penjual souvenir,

penginapan, dan penjual makanan. Banyaknya lahan pekerjaan tambahan tidak

membuat masyarakat meninggalkan pekerjaan mereka sebagai petani. Selain

keterkaitan antara bertani dengan Suku Tengger, hal ini dikarenakan hanya sebagian

kecil masyarakat yang menyediakan jasa wisata karena mereka lebih mendapatkan

keuntungan dari hasil pertanian dibandingkan bekerja di bidang wisata.

“Warga disini semuanya berorientasi ke pertanian, wisata

kurang diminati karena pertanian lebih menguntungkan.

Masyarakat sini juga belum bisa mengelola wisata mbak,

makanya penjual disini banyak yang dari luar desa” (SLM,

26 tahun)

”Kalau lagi musim pendakian ya saya jualan, kalau lagi

ditutup saya ke ladang. Disini semua memang jadi petani

karena sudah tradisi dari dulu mbak, kami kan dapet warisan

dari orang tua untuk digarap” (TOM, 27 tahun)

26

Pandangan Masyarakat Mengenai Taman Nasional

Sejak ditetapkan dari tahun 1982 hingga sekarang, pihak taman nasional

sudah beberapa kali melakukan sosialisasi dan program pemberdayaan. Beberapa

diantaranya yaitu sosialisasi batas kawasan, program penghijauan, dan program-

program untuk mengatasi gangguan dari masyarakat terhadap kerusakan lingkungan.

Ranu Pani sendiri memiki potensi gangguan seperti pencurian kayu bakar untuk

penghangat, perburuan liar, pencurian hasil hutan non kayu, kebakaran hutan,

sampah pengunjung. Mengatasi potensi ini pihak taman nasional telah membuat

program Masyarakat Peduli Api (MPA), Pendampingan kelompok paguyuban porter,

taruna wisata, dan pembuatan gerbang desa wisata. Masyarakat merasa taman

nasional memiliki satu tujuan yang sama dengan mereka, yaitu untuk melestarikan

lingkungan sekitar.

“Kita gak merasa dirugikan, toh taman nasional sudah

membantu kita buat menjaga lingkungan. Keadaan disini

engga terlalu berubah sejak ada taman nasional, paling

hanya peraturannya saja.” (MST, 43 tahun)

“Taman nasional sudah membantu penghijauan dan

perbaikan jalan, tetapi disini butuh sosialisasi untuk

kebakaran hutan karena masih ada saja warga yang iseng

membakar hutan dgn alasan kayu yg tumbuh akan lebih

bagus. Mereka belum tahu dampaknya bagi lingkungan dan

bagi kita sendiri.” (SPL, 29 tahun)

Masyarakat merasa senang karena taman nasional sangat membantu dalam

pelestarian lingkungan, namun masyarakat merasa taman nasional kurang melakukan

pendekatan kepada mereka. Pemberdayaan masyarakat untuk kesejahteraan mereka

pun kurang diperhatikan, lantaran taman nasional lebih berorientasi pada konservasi

kawasan. Masyarakat merasa pihak taman nasional tidak membaur dengan

masyarakat disana (selain para relawan dan masyarakat yang bekerja sebagai petugas

taman nasional). Padahal masyarakat berharap pihak taman nasional dapat membantu

beberapa masalah yang sedang mereka hadapi, yaitu masalah sumber air, sistem

pertanian terasering, kayu bakar, dan pengelolaan wisata. Masyarakat juga merasa

kurang setuju dengan sanksi yang diberikan taman nasional ketika ada masyarakat

yang melanggar.

“Taman nasional kurang melakukan pendekatan dan

pendampingan kepada warga. Mereka hanya memberi

arahan tetapi tidak terjun langsung.Seharusnya mereka

pendekatan ke warga bukan cuma jadi mandor aja.” (BNY,

32 tahun)

27

Box 1 Kasus Bapak BNY (32 tahun)

Beliau merupakan seorang petani sekaligus aparat pemerintahan desa.

Beliau mengatakan bahwa taman nasional memang punya tujuan baik, tapi

seharusnya tetap mementingkan kesejahteraan masyarakat. Apalagi di Desa

Ranu Pani terdapat salah satu resort taman nasional. Masyarakat sudah

berpartisipasi dalam kegiatan wisata untuk membantu pendaki, dan

membersihkan sampah, juga membantu dalam setiap kegiatan penelitian.

Seharusnya taman nasional lebih memperhatikan masalah dan kebutuhan

masyarakat. Contohnya sistem terasering, karena lahan yang berbukit

menyebabkan air hujan membawa lumpur hingga mengendap ke danau dan

membuat jalan tertutup lumpur. Taman nasional diharapkan bisa membantu

dalam menyadarkan masyarakat dan bekerja sama dengan instansi terkait. Selain

itu hukuman untuk yang mengambil kayu dirasa kurang cocok seharusnya

jangan langsung dipenjara tetapi diberi peringatan dulu dan diserahkan ke desa.

Jika tidak berubah baru ditangani oleh pihak taman nasional.

Beliau juga merupakan ketua paguyuan jeep. Beliau mengatakan bahwa

seluruh pemilik jeep saat ini mengalami kerugian akibat para pendaki sudah

menyewa jeep dari Malang. Hal ini dikarenakan akses jalan dan sulitnya

berkomunikasi dengan masyarakat desa sehingga banyak para pendaki yang

tidak mengetahui kalau di Desa Ranu Pani terdapat penyewaan jeep. Menurut

beliau, seharussnya pihak taman nasional peka dan mau turun tangan dalam

masalah ini. Pihak taman nasional dapat mengadakan penyuluhan berupa

bagaimana cara mengelola wisata dan mengadakan pertemuan dengan

paguyuban jeep dari bawah agar mereka bisa berbagi keuntungan. Beliau

berkata bahwa untuk menyelesaikan masalah ini diperlukan campur tangan dari

pihak yang memiliki wewenang.

28

29

AKSES MASYARAKAT DESA RANU PANI SEBAGAI DESA

ENKLAF

Akses Pemanfaatan Kayu Bakar

Saat dikelola oleh Perhutani, masyarakat tidak dapat memanfaatkan kayu

bakar yang ada di dalam kawasan. Hal ini dikarenakan aturan dari Perhutani yang

melarang pemanfaatan hutan, kecuali untuk agroforestri. Meskipun demikian,

kebutuhan masyarakat akan kayu bakar tetap terpenuhi. Hal ini dikarenakan kawasan

Perhutani yang tidak terlalu luas. Masih terdapat banyak hutan yang mengelilingi

Desa Ranu Pani, dan masyarakat mengambil kayu bakar dari hutan tersebut.

Masyarakat pun mengatakan bahwa mereka tidak mengalami masalah dalam akses

pemanfaatan kayu bakar, karena memang masih banyak hutan yang bisa

dimanfaatkan selain kawasan hutan Perhutani.

Setelah taman nasional ditetapkan, pemanfaatan kayu bakar menjadi lebih

terbatas. Taman nasional memiliki aturan yang berbeda, selain itu kawasan taman

nasional lebih luas daripada kawasan Perhutani. Taman nasional terbagi menjadi

beberapa zonasi. Berdasarkan SK Dirjen PHPA No. 68/Kpts/DJ-VI/1998 tanggal 4

Mei 1998, zonasi TNBTS adalah sebagai berikut:

1. Zona Inti seluas 22.006 Ha, merupakan bagian taman nasional yang kondisi

alamnya belum diganggu manusia dan mutlak untuk dilindungi karena berisi

keanekaragaman khayati yang khas;

2. Zona Rimba seluas 23.48520 Ha, merupakan wilayah yang mendukung upaya

perkembangbiakan satwa liar;

3. Zona Pemanfaatan Intensif seluas 425 Ha, merupakan bagian taman nasional yang

potensi alamnya dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata alam dan jasa

lingkungan lainnya;

4. Zona Pemanfaatan Tradisional seluas 2.360 Ha, merupakan bagian dari taman

nasional yang ditetapkan untuk kepentingan pemanfaatan tradisional oleh

masyarakat yang memiliki ketergantungan dengan alam; dan

5. Zona Rehabilitasi (2.000 Ha), merupakan bagian dari taman nasional yang perlu

dilakukan pemulihan karena mengalami kerusakan.

Desa Ranu Pani sendiri termasuk ke dalam zona tradisional dan berbatasan

dengan zona rimba dan zona pemanfaatan. Hal ini tentunya membatasi ruang lingkup

dan akses masyarakat terhadap kayu bakar yang ada di dalam hutan. Akses untuk

mendapatkan kayu bakar semakin terbatas, karena zona pemanfaatan di sekitar desa

hanya sedikit luasnya. Kayu bakar yang boleh dimanfaatkan hanya kayu-kayu kering,

bukan dari pohon yang ditebang. Apabila terdapat masyarakat yang melanggar, taman

nasional memiliki peraturan tersendiri apabila terdapat masyarakat yang mengambil

kayu bakar di dalam hutan, taman nasional memberikan sanksi berupa hukuman

penjara selama tiga bulan. Maka dari itu saat ini banyak masyarakat yang menanam

pohon di pinggir ladang untuk mencukupi kebutuhan kayu bakar mereka.

30

Seluruh rumah tangga membutuhkan kayu bakar hampir seperti kebutuhan

primer. Mayoritas masyarakat masih menggunakan kayu bakar untuk memasak dan

menghangatkan diri. Suhu saat malam hari yang mencapai 28ºC hingga -6ºC

membuat setiap rumah tangga membutuhkan perapian. Selain itu perapian juga

berfungsi untuk mendekatkan diri antar anggota keluarga dalam suasana yang

hangat. Masyarakat rata-rata mengambil kayu bakar dua hingga tiga kali dalam satu

minggu. Kayu bakar yang diambil berasal dari kayu kering di hutan dan kayu yang

ditanam di pinggir ladang. Jika kebutuhan kayu bakar tidak dapat terpenuhi dari

hutan dan ladang, maka masyarakat terpaksa membeli kayu bakar dari luar desa.

Data pemanfaatan kayu bakar oleh masyarakat adalah sebagai berikut:

Tabel 5 Jumlah dan persentase pemanfaatan kayu bakar di Desa Ranu Pani tahun

2016

Asal Kayu Bakar Jumlah Persentase (%)

Hutan 14 40.0

Ladang 14 40.0

Hutan dan Ladang 7 20.0

Total 35 100.0

Berdasarkan Tabel 5 ditunjukkan bahwa sebanyak 14 responden atau 40 persen

responden mengambil kayu bakar dari hutan. Sebanyak 14 responden atau 40 persen

lainnya mengambil kayu bakar dari hasil kayu yang mereka tanam di pinggir ladang.

Sebanyak tujuh responden atau 20 persen sisanya mengambil kayu bakar dari hutan

maupun ladang. Melihat data tersebut, masyarakat masih bergantung kepada kayu

bakar dari dalam hutan, meskipun pemanfaatan kayu bakar dari pinggir ladang

hasilnya sama. Pohon yang ditanam di pinggir ladang untuk diambil kayunya

jumlahnya tidak seberapa dengan jumlah pohon yang ada di dalam hutan.

Masyarakat pun harus menunggu beberapa tahun untuk dapat mengambil kayu bakar

dari pohon yang mereka tanam. Akan tetapi beberapa masyarakat mengatakan bahwa

mereka takut untuk mengambil kayu di dalam hutan karena jika mereka ketahuan

akan langsung dihukum oleh pihak taman nasional.

Jika dilihat secara keseluruhan, akses masyarakat terhadap sumber daya kayu

memang semakin terbatas. Mengatasi masalah ini, pihak taman nasional memberikan

usulan untuk membuat lumbung kayu bakar. Lumbung kayu bakar ini bertujuan agar

masyarakat tidak sembarangan masuk kedalam kawasan untuk mengambil kayu

bakar, tetapi ada pihak yang mengordinir untuk ketersediaan kayu bakar. Akan tetapi

hingga saat ini usulan tersebut belum dilaksanakan. Selain berdasarkan data

responden, masyarakat secara keseluruhan masih sangat bergantung kepada hutan

untuk pengambilan kayu bakar. Berdasarkan hasil observasi selama di lapangan,

sangat sedikit ladang yang ditanami pohon dipinggirnya, karena mengambil kayu

bakar di dalam hutan relatif lebih mudah untuk dilakukan.

31

Akses Pemanfaatan Sumber Air

Sumber air di Desa Ranu Pani tidak banyak mengalami perubahan. Pada

awalnya satu mata air sudah cukup untuk memenuhi kebutuhan air rumah tangga,

ditambahn dengan air dari Danau Ranu Pane yang digunakan untuk mengairi ladang.

Sementara itu, pertumbuhan penduduk di Desa Ranu Pani semakin meningkat. Hal ini

pun diiringi oleh meningkatnya kebutuhan air bersih untuk rumah tangga. Selang

beberapa tahun, satu mata air tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Saat ini ketersediaan air di Desa Ranu Pani semakin terbatas. Ketersediaan air bersih

tidak sebanding dengan kebutuhan masyarakat. Terdapat dua mata air yang biasa

digunakan oleh warga, namun karena bertambahnya jumlah rumah tangga kebutuhan

air juga semakin meningkat. Baik itu untuk kebutuhan rumah tangga maupun

mengairi ladang. Mata air biasa digunakan untuk kebutuhan rumah tangga, sedangkan

untuk mengairi ladang masyarakat mengambil dari danau Ranu Pane ataupun

menampung air hujan.Menurut keterangan masyarakat, saat ini sudah sulit untuk

mendapatkan air dari mata air yang ada, bahkan seringkali tidak ada air yang keluar.

Mengatasi masalah ini, beberapa rumah tangga membuat sumur sendiri untuk

memenuhi kebutuhan air mereka.

Tabel 6 Jumlah dan persentase pemanfaatan sumber air rumah tangga Desa Ranu

Pani tahun 2016

Sumber Air Jumlah Persentase (%)

Mata Air 23 65.7

Sumur 12 34.3

Total 35 100.0

Tabel 6 menunjukkan bahwa hanya 34.3 persen rumah tangga yang membuat sumur

sendiri. Sebanyak 65.7 persen rumah tangga masih mengandalkan mata air sebagai

sumber air bersih mereka. Hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi, tidak semua

rumah tangga mau dan mampu membuat sumur. Selain itu air dari mata air masih

dianggap mencukupi meskipun terkadang mata air tidak mengalir.

“Kalo air dari sumber sekarang udah makin sedikit, tapi

masih cukup untuk mandi sama cuci.Kadang kalau tidak

ngalir, kita ambil langsung dari mata airnya.” (STI, 60

tahun)

Tidak terdapat perubahan signifikan terkait pemanfaatan sumber air dari dulu

hingga sekarang.Pemanfaatan air untuk kebutuhan rumah tangga masih dirasa cukup

oleh masyarakat. Akses terhadap mata air tidak dibatasi oleh pihak taman nasional.

karena memang diperuntukkan untuk masyarakat. Hanya ketersediaannya yang

semakin terbatas, sehingga diperlukan mata air baru yang mampu memenuhi

kebutuhan masyarakat saat ini. Pemanfaatan Danau Ranu Pane oleh masyarakat

untuk merawat tanaman mereka juga tidak dibatasi oleh taman nasional. Hal ini

justru menjadi masalah karena volume air di danau semakin berkurang akibat

32

pemanfaatan air oleh masyarakat dan mengendapnya lumpur yang turun dari ladang

berbukit. Jika tidak segera diatasi maka air di Danau Ranu Pane akan habis.

Akses Pemanfaatan Lahan Pertanian

Luas lahan pertanian sendiri sejak dulu hingga sekarang semakin sedikit, jika

dihitung per rumah tangga. Dulu sejak pertama kali pembabatan hutan dan peralihan

lahan kosong menjadi lahan pertanian, setiap rumah tangga bisa memiliki 10 hektar

hingga 15 hektar ladang. Hal itu terjadi sudah berpuluh tahun silam, yang sudah tidak

ditemui lagi saat ini. Sistem pewarisan lahan untuk anak yang menikah menjadi

penyebabnya. Jika dulu satu rumah tangga memiliki belasan hektar ladang untuk

digarap, saat ini satu rumah tangga rata-rata hanya memiliki ¼ hektar saja. Jual beli

lahan tidak berlaku di Desa Ranu Pani karena setiap keluarga ingin mewariskan lahan

mereka untuk anak cucunya kelak.

“Disini jarang yang mau jual ladangnya, kalau nanti dijual

anak cucu mau jadi apa?Lagian sekarang tanah udah mahal,

sama kaya harga tanah di Jakarta. Kita mana punya uang

buat beli tanah lagi, buat perawatan ladang aja udah cukup

mahal biayanya.” (MAR, 40 tahun)”

Dahulu belum terdapat lahan pertanian di wilayah Ranu Pani, yang ada hanya

hutan tanaman dan lahan kosong. Masyarakat sendiri sudah menanam beberapa

komoditas pertanian, namun dalam jumlah yang sedikit dan lahan yang terbatas.

Dianggap menguntungkan, lahan untuk pertanian pun diperluas. Hingga sekarang,

bertani merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat Desa Ranu Pani dan juga Suku

Tengger. Meskipun terdapat batasan kawasan, masyarakat tetap bekerja di ladang baik

itu milik sendiri maupun milik orang lain. Menurut keterangan masyarakat, sekitar

tahun 2010 ada beberapa masyarakat yang memperluas lahan mereka sedikit demi

sedikit ke dalam kawasan taman nasional. Akan tetapi mayoritas masyarakat sudah

mengetahui dan tidak berani untuk memperluas lahan mereka. Masyarakat sudah

mengerti bahwa mereka tidak boleh melewati batas kawasan. Saat ini pun sudah tidak

ada lagi ladang masyarakat yang merambah ke dalam taman nasional. Setelah

dikonfirmasi, ternyata pihak taman nasional mengatakan bahwa masih ada beberapa

ladang yang melewati batas kawasan dan akan segera ditinjau ulang.

“Dulu pernah ada yang nanem lewatin batas taman nasional,

tapi kalau sekarang sudah gak ada lagi. Taman nasional

sudah kasih tau batasnya dimana aja, dan emang ladang gak

boleh lewatin batas yang ada.” (ADI, 32 tahun)

Selain dibatasi oleh kawasan taman nasional, luas lahan pertanian juga

dipengaruhi oleh bertambahnya penduduk desa. Pertumbuhan penduduk di Desa

Ranu Pani terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Hal ini dapat dilihat dari

data desa tahun 2010 dimana hanya terdapat 380 KK dengan total penduduk 1289

jiwa. Pertumbuhan penduduk ini tak dapat dicegah karena posisi Desa Ranu Pani

33

yang berada di tengah-tengah kawasan taman nasional memiliki batasan ruang

lingkup. Lahan yang tetap dan penduduk yang terus bertambah menyebabkan desa ini

semakin dipadati oleh pemukiman. Selain itu menurut data BPS (2015) di Kecamatan

Senduro memang terus terjadi pertumbuhan penduduk, seperti pada tabel di bawah

ini:

Tabel 7 Data kependudukan Kecamatan Senduro tahun 2012, 2013, 2014

Uraian 2012 2013 2014

Jumlah Penduduk (Jiwa) 46 762 47 701 47 873

Pertumbuhan Penduduk (%) 0.25 2.01 0.36

Kepadatan Penduduk (jiwa/km2) 204.49 208.59 209.34

Sex Ratio (L/P) (%) 96.32 96.29 97.45

Jumlah Rumah Tangga (ruta) 12 767 12 767 13 129

Rata-rata ART (jiwa/ruta) 3.66 3.74 3.65

Berdasarkan Tabel 7, tren pertumbuhan penduduk terus terjadi selama tiga tahun

terakhir. Jika pertumbuhan penduduk terus meningkat, maka dibutuhkan lahan

tambahan untuk pemukiman sedangkan luas wilayah Desa Ranu Pani sudah tidak

bisa bertambah. Luas wilayah sekitar 385 hektar yang dibagi menjadi wilayah

pemukiman dan wilayah pertanian (luas belum teridentifikasi) dari tahun ke tahun

semakin dipadati penduduk. Lahan pertanian pun berpotensi semakin berkurang

karena bertambahnya kebutuhan untuk pemukiman.

Pada kasus Desa Ranu Pani, terdapat dua kelompok status penguasaan lahan

yaitu pemilik murni dan pemilik penggarap. Sementara itu Wiradi (1984)

menyebutkan bahwa terdapat lima pengelompokkan dalam status penguasaan lahan,

diantaranya pemilik penggarap murni, penyewa dan penyakap murni, pemilik

penyewa dan/atau pemilik penyakap, pemilik bukan penggarap, dan tunakisma

mutlak. Perubahan status penguasaan lahan diidentifikasi dari awal petani memiliki

lahan sendiri hingga saat ini. Status penguasaan lahan tidak berubah akibat adanya

penetapan taman nasional, faktor yang menyebabkan perubahan tersebut adalah

faktor pewarisan lahan.

Tabel 8 Jumlah dan persentase status penguasaan lahan Desa Ranu Pani sebelum

tahun 2016 dan pada tahun 2005

Status Penguasaan

Lahan

Sebelum tahun 2005 Tahun 2016

Jumlah Persentase

(%)

Jumlah Persentase

(%)

Pemilik Murni 3 8.66 2 5.7

Pemilik Penggarap 32 91.4 33 94.3

Total 35 100.0 35 100.0

34

Berdasarkan Tabel 8 dapat ditunjukkan saat awal kepemilikan lahan jumlah pemilik

murni adalah tiga rumah tangga atau 8,6 persen dari keseluruhan responden. Pemilik

penggarap berjumlah 32 rumah tangga atau 91,4 persen dari keseluruhan responden.

Jumlah pemilik penggarap lebih banyak dibandingkan pemilik murni. Hal ini

dikarenakan mayoritas rumah tangga petani memang lebih memilih untuk menggarap

lahan mereka sendiri dibandingkan mempekerjakan buruh tani. Selain itu sangat

sedikit masyarakat yang ingin menjadi buruh sehingga jika memiliki lahan luas, harus

mencari pekerja atau buruh tani dari luar desa.

Saat ini status penguasaan lahan tidak terlalu berubah. Hanya ada tiga rumah

tangga yang merubah status penguasaan lahan mereka. Dua rumah tangga berubah

dari pemilik murni menjadi pemilik penggarap. Alasan keduanya sama, yaitu ingin

membantu anggota keluarga mereka dalam menggarap lahan. Satu rumah tangga

lainnya merubah status penguasaan lahan dari pemilik penggarap menjadi pemilik

murni. Hal ini dikarenakan anggota rumah tangga tersebut memiliki beberapa

pekerjaan sampingan yaitu menjadi polisi hutan, kaepala urusan desa, dan membuka

jasa wisata sehingga tidak sempat untuk menggarap lahannya sendiri. Terlihat pada

Tabel 8 bahwa terdapat perubahan pada status penguasaan lahan pemilik murni, dari

yang berjumlah tiga rumah tangga menjadi dua rumah tangga atau 5,7 persen. Status

penguasaan pemilik penggarap bertambah menjadi 33 rumah tangga atau 94,3 persen.

Lahan pertanian di Desa Ranu Pani telah ada jauh sebelum taman nasional

ditetapkan. Menurut pihak taman nasional, semua lahan pertanian yang ada di dalam

kawasan merupakan lahan pertanian ilegal karena berada di dalam tanah negara.

Akan tetapi, berdasarkan kondisi di lapangan ternyata seluruh lahan pertanian di Desa

Ranu Pani telah memiliki sertifikat sejak awal. Saat ini, tidak semua rumah tangga

memiliki sertifikat mereka karena satu sertifikat bisa dipegang oleh beberapa

generasi. Kesimpulannya setelah lahan pertanian diwarisi selama sekian tahun, saat

ini beberapa lahan yang dimiliki oleh rumah tangga yang berbeda, memiliki satu

sertifikat lahan atas nama yang sama.

Tabel 9 Jumlah dan persentase kepemilikan sertifikat lahan Desa Ranu Pani tahun

2016

Sertifikat Lahan Jumlah Persentase (%)

Ada 34 97.1

Tidak Ada 1 2.9

Total 35 100.0

Berdasarkan Tabel 9 dapat ditunjukkan sejumlah 34 responden atau 97,1 persen dari

keseluruhan responden mengatakan bahwa mereka semua memiliki sertifikat atas

lahan mereka. Mayoritas mengatakan bahwa sertifikat lahan ada pada orang tua

mereka. Sejumlah satu responden atau 2,9 persen mengatakan mereka tidak memiliki

sertifikat karena sedang digadaikan ke bank untuk mendapatkan pinjaman.

35

Jika dilihat secara keseluruhan, baik itu status penguasaan lahan maupun

kepemilikan sertifikat lahan keduanya tidak dipengaruhi oleh penetapan taman

nasional.Status penguasaan lahan rumah tangga petani berubah dikarenakan faktor

pewarisan lahan. Penetapan taman nasional tidak menyebabkan mereka berhenti

menggarap lahan mereka. Hal itu terlihat dari persentase status penguasaan lahan

sebagai pemilik penggarap yang lebih dari 90 persen. Sementara itu untuk

kepemilikan sertifikat lahan, terbukti bahwa seluruh lahan pertanian disana

merupakan lahan pertanian yang sah. Hanya saja saat ini belum diperbaharui untuk

jumlah lahan dan nama pemilik lahan. Masyarakat yang memiliki sertifikat berarti

memiliki hak yang legal untuk mengakses lahan pertanian di Desa Ranu Pani,

meskipun desa ini berada di tengah kawasan taman nasional.

36

37

DAMPAK TAMAN NASIONAL TERHADAP KESEJAHTERAAN

RUMAH TANGGA PETANI

Luas Lahan Pertanian Rumah Tangga

Luas lahan pertanian merupakan salah satu faktor yang sangat terpengaruh

akibat penetapan taman nasional. Pembatasan kawasan yang diiringi dengan

pertumbuhan penduduk akan berpengaruh kepada berkurangnya luas lahan pertanian

yang dimiliki per rumah tangga. Jika sebelum taman nasional ditetapkan satu rumah

tangga bisa memiliki lima higga sepuluh hektar lahan pertanian, saat ini sangat jarang

ditemui rumah tangga dengan luas lahan seperti itu. Faktor yang menyebabkan

berkurangnya luas lahan selain pembatasan kawasan adalah pewarisan lahan dan jual

beli lahan. Selain itu pertumbuhan penduduk menyebabkan lahan pemukiman

semakin luas dan lahan untuk pertanian semakin menyempit. Perubahan luas lahan

pertanian dilihat dari sejak awal memiliki lahan hingga pengambilan data dilakukan.

Gambar 4 Data luas lahan pertanian dulu dan sekarang

Berdasarkan Gambar 4 dapat ditunjukkan bahwa dulu luas lahan pertanian paling

sedikit adalah ¼ hektar dan paling banyak adalah tiga hektar. Terdapat perbedaan

dengan luas lahan sekarang dimana luas lahan pertanian paling sedikit adalah ¼

hektar dan paling banyak adalah empat hektar. Perbedaan ini disebabkan oleh

terdapat rumah tangga yang memperluas lahannya melalui pembelian lahan.

Sementara itu baik dulu maupun sekarang, mayoritas rumah tangga memiliki luas

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

1/4 Ha 1/2 Ha 3/4 Ha 1 Ha 1 1/4 Ha1 1/2 Ha 2 Ha 3 Ha 4 Ha

Jum

lah R

um

ah T

angga

Luas Lahan Pertanian

Dulu

Sekarang

38

lahan pertanian sebanyak ¼ hektar. Jumlah rumah tangga yang memiiki satu hektar

lahan atau lebih jumlahnya cenderung sedikit. Hal ini dikarenakan mayoritas

responden merupakan rumah tangga yang mendapatkan lahan dari warisan orang tua

mereka setelah menikah. Data yang terdapat pada Gambar 4 diambil dari sejak awal

rumah tangga memiliki lahan pertaniannya sendiri. Rata-rata responden yang

diwawancarai sudah memiliki lahan pertanian sejak tahun 2005. Mayoritas responden

pun memiliki lahan seluas ¼ hektar, dimana hal ini dapat berdampak buruk untuk

beberapa tahun ke depan. Jika sejak tahun 2005 mayoritas rumah tangga memiliki

hanya memiliki lahan seluas ¼ hektar, maka ketika lahan tersebut diwariskan akan

habis dan akan lebih terdistribusi lagi dalam jangka panjang.

Luas lahan pertanian dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu sempit,

sedang, dan luas. Berdasarkan hasil perhitungan, luas lahan dikategorikan sempit jika

luas lahan kurang dari 0,39 hektar dan luas lahan dikategorikan sedang jika luas lahan

berada diantara 0,39 hektar – 1 hektar. Luas lahan pertanian dikategorikan luas jika

luas lahan lebih dari satu hektar

Tabel 10 Jumlah dan persentase kategori luas lahan pertanian Desa Ranu Pani

sebelum tahun 2005 dan pada tahun 2016

Luas Lahan

Pertanian

Sebelum Tahun 2005 Tahun 2016

Jumlah Persentase

(%)

Jumlah Persentase

(%)

Sempit 14 40.0 16 45.7

Sedang 10 28.6 12 34.3

Luas 11 31.4 7 20.0

Total 35 100.0 35 100.0

Berdasarkan Tabel 10 terlihat bahwa mayoritas luas lahan pertanian di Desa Ranu

Pani termasuk ke dalam kategori sempit. Jumlah rumah tangga dengan luas lahan

sempit adalah sebanyak 14 rumah tangga atau sebanyak 40 persen dari keseluruhan

responden. Sebanyak 10 rumah tangga atau 28,6 persen termasuk ke dalam kategori

sedang, dan 11 rumah tangga atau 31,4 persen termasuk ke dalam kategori luas. Jika

melihat tabel 13, terdapat perubahan dalam setiap kategori. Kategori sempit

jumlahnya bertambah menjadi 16 rumah tangga atau 45,7 persen. Kategori sedang

bertambah menjadi 12 rumah tangga atau 34,3 persen dan kategori luas bahkan

berkurang menjadi tujuh rumah tangga atau 20 persen saja.

Perubahan pada luas lahan pertanian terjadi dalam kurun waktu terakhir.

Kategori luas lahan sempit semakin meningkat, pun untuk kategori luas jumlahnya

semakin menurun. Hal ini disebabkan oleh sistem pewarisan lahan yang sudah

menjadi tradisi. Luas lahan semakin berkurang namun tidak juga bisa bertambah,

karena posisi Desa Ranu Pani berada di tengah kawasan taman nasional. Jika dari

tahun ke tahun luas lahan yang dimiliki per rumah tangga menjadi semakin sempit,

dalam jangka waktu lima tahun ke depan bukan tak mungkin akan banyak rumah

39

tangga yang menjadi tunakisma lahan. Selain itu sulit untuk menjual ataupun

membeli lahan karena jumlah lahan yang memang semakin menyempit, ditambah

harga jual yang semakin mahal. Bukan hanya berdampak kepada hilangnya mata

pencaharian masyarakat sebagai petani saja, tetapi identitas sebagai Suku yang

memang berorientasi kepada pertanian juga akan hilang.

Kesejahteraan Rumah Tangga Petani

Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru diasumsikan memiliki

dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga petani. Selain dilihat dari semakin

menyempitnya luas lahan yang dimiliki per rumah tangga, kesejateraan juga dilihat

dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat perumahan dan lingkungan.

Ketiga indikator ini merupakan indikator yang dianggap paling memiliki keterkaitan

dengan penetapan taman nasional. Tingkat pendapatan didapatkan dari hasil

pengurangan penghasilan dengan pengeluaran. Kemudian akan dibandingkan dengan

Upah Minimum Kabupaten (UMK) Kabupaten Lumajang. Tingkat pendapatan

dikategorikan menjadi tinggi, sedang, dan rendah. Kategori tinggi adalah rumah

tangga yang memiliki pendapatan lebih dari 6,6 juta per bulan. Kategori sedang

adalah rumah tangga yang memiliki pendapatan antara 3,2 juta hingga 6,6 juta per

bulan. Kategori rendah adalah rumah tangga yang memiliki pendapatan kurang dari

3,2 juta per bulan.

Tabel 11 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendapatan rumah tangga petani

Desa Ranu Pani tahun 2016

Tingkat Pendapatan Jumlah Persentase (%)

Rendah 9 25.7

Sedang 19 54.3

Tinggi 7 20.0

Total 35 100.0

Berdasarkan Tabel 11 dapat ditunjukkan bahwa mayoritas tingkat pendapatan rumah

tangga petani berada pada kategori sedang sebanyak 19 rumah tangga atau 54,3

persen. Sebanyak sembilan atau 25,7 persen rumah tangga berada pada kategori

rendah dan sebanyak tujuh atau 20 persen rumah tangga berada pada kategori tinggi.

Jika ditinjau berdasarkan kategori ini, hanya sedikit rumah tangga yang memiliki

tingkat pendapatan yang termasuk sedikit dari hasil pertanian. Merujuk pada UMK

Kabupaten Lumajang, jumlah minimum UMK adalah sebanyak 1.437.000 rupiah per

bulan. Nominal UMK ini apabila diintegrasikan dengan tingkat pendapatan rumah

tangga petani, termasuk ke dalam kategori rendah. Maka dari itu dapat disimpulkan

bahwa sebagian besar tingkat pendapatan rumah tangga petani di Desa Ranu Pani

sudah berada di atas UMK Kabupaten Lumajang.

Melalui wawancara mendalam, didapatkan hasil bahwa masyarakat merasa

bahwa pendapatan mereka kini semakin menurun. Mereka mengatakan bahwa

40

penghasilan mereka memang sudah terbilang cukup, namun masih terbilang sedikit

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari terutama untuk kebutuhan menanam di

ladang. Hal ini dikarenakan, dalam memenuhi konsumsi rumah tangga masyarakat

memanfaatkan hasil pertanian mereka untuk mengurangi pengeluaran. Solusi terbaik

adalah memiliki pekerjaan sampingan, dimana beberapa rumah tangga sudah mulai

memiliki pekerjaan di bidang wisata. Akan tetapi hal ini hanya berlaku bagi sebagian

kecil rumah tangga saja, karena masyarakat pun masih belum paham cara mengelola

wisata disana. Selain itu masyarakat tidak mau lepas dari pekerjaan mereka sebagai

petani. Mereka memang mengeluhkan tentang pendapatan, akan tetapi mereka juga

tidak mau berpikir terbuka untuk mencoba pekerjaan baru sebagai tambahan.

“Semua orang disini mah cuma mau jadi petani. Lihat aja

nanti berapa tahun lagi lahan pada habis. Gimana mau

berkembang kalau mereka pada engga mau buka diri.” (IPL,

33 tahun)”

Pendidikan merupakan aspek penting dalam meningkatkan sumber daya

manusia. Pendidikan merupakan salah satu indikator kesejahteraan, yang juga

termasuk ke dalam upaya pemberdayaan yang seharusnya dilakukan di Desa Ranu

Pani. Fasilitas pendidikan di Desa Ranu Pani diantaranya adalah Pendidikan Anak

Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah

Menengah Pertama (SMP). Guru yang mengajar di sekolah-sekolah tersebut

mayoritas berasal dari luar desa. Jika masyarakat ingin melanjutkan pendidikan ke

tingkat yang lebih tinggi, maka mereka harus mencari fasilitas pendidikan di luar

desa. Berdasarkan hasil identifikasi rumah tangga, tingkat pendidikan dikelompokkan

menjadi tiga kategori. Kategori tinggi adalah rumah tangga yang telah menempuh

pendidikan dari SMA hingga perguruan tinggi. Kategori sedang adalah rumah tangga

yang telah menempuh pendidikan dari SD hingga SMP. Kategori rendah adalah

rumah tangga yang tidak bersekolah hingga tamat Taman Kanak-kanak.

Tabel 12 Jumlah dan persentase kategori tingkat pendidikan rumah tangga petani Desa

Ranu Pani tahun 2016

Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase (%)

Rendah 2 5.7

Sedang 31 88.6

Tinggi 2 5.7

Total 35 100.0

Berdasarkan Tabel 12 dapat ditunjukkan bahwa tingkat pendidikan paling banyak

berada pada kategori sedang dengan jumlah 31 rumah tangga atau 88,6 persen. Pada

kategori rendah dan tinggi terdapat masing masing dua rumah tangga atau 5,7 persen

rumah tangga. Mayoritas berada pada kategori sedang karena fasilitas yang terdapat

pada Desa Ranu Pani memang hanya mencapai SMP, dan masyarakat lebih memilih

41

untuk menjadi petani dibandingkan dengan melanjutkan pendidikan mereka. Selain

itu, responden rata-rata berusia 23 tahun, dimana saat mereka menempuh pendidikan

hanya tersedia satu fasilitas pendidikan yaitu Sekolah Dasar (SD). Jika fasilitas

pendidikan seperti gedung SMA dibangun, maka kemungkinan banyak masyarakat

yang akan melanjutkan sekolah hingga tingkat SMA. Akan tetapi kurangnya tenaga

kerja untuk guru sendiri menjadi hambatan untuk menambah fasilitas pendidikan.

Tingkat perumahan dan lingkungan merupakan salah satu indikator

kesejahteraan menurut Badan Pusat Statistik. Perumahan dan lingkungan dapat dilihat

dari banyak aspek. Penelitian ini melihat dari aspek yaitu aspek kualitas tempat

tinggal dan lingkungan yang layak, yang terdiri dari kualitas atap, kualitas dinding,

dan kualitas lantai rumah. Jenis dari ketiga kualitas tersebut diidentifikasi berdasarkan

observasi pada saat penelitian. Akumulasi dari ketiga kualitas rumah dan lingkungan

tersebut kemudian akan dikategorikan tinggi, sedang, dan rendah berdasarkan hasil

perhitungan skor. Pada kualitas atap, skor dinyatakan satu apabila menggunakan seng

dan skor dinyatakan dua apabila menggunakan genteng. Pada kualitas dinding, skor

dinyatakan satu apabila menggunakan kayu dan skor dinyatakan dua apabila

menggunakan tembok. Terakhir, pada kualitas lantai skor dinyatakan satu apabila

menggunakan kayu dan skor dinyatakan dua apabila menggunakan tembok.

Gambar 5 Data kualitas perumahan dan lingkungan rumah tangga petani

Berdasarkan Gambar 5 dapat ditunjukkan bahwa ketiga kualitas perumahan dan

lingkungan didominasi oleh skor dua, yang berarti mayoritas rumah tangga petani

0

5

10

15

20

25

30

35

Kualitas Atap Kualitas Dinding Kualitas Lantai

Jum

lah R

um

ah T

angga

Kualitas Perumahan dan Lingkungan

Skor 1

Skor 2

42

memiliki jenis atap, dinding, dan lantai yang paling baik pada setiap kategori. Pada

kualitas atap, tercatat sebanyak enam rumah tangga menggunakan atap seng dan 29

rumah tangga menggunakan atap genteng. Pada kualitas dinding, sebanyak dua

rumah tangga menggunakan dinding kayu dan 33 rumah tangga menggunakan

dinding tembok. Sedangkan pada kualitas lantai, sebanyak 12 rumah tangga

menggunakan lantai semen dan 23 rumah tangga menggunakan lantai keramik. Jika

diakumulasi total skor dari ketiga kategori, maka didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 13 Jumlah dan persentase kategori tingkat perumahan dan lingkungan rumah

tangga petani Desa Ranu Pani tahun 2016

Tingkat Perumahan dan

Lingkungan

Jumlah Persentase (%)

Rendah 2 5.7

Sedang 9 25.7

Tinggi 24 68.8

Total 3 100.0

Tabel 13 menunjukkan bahwa sebanyak dua atau 5,7 persen rumah tangga tergolong

ke dalam kategori rendah. Sebanyak sembilan atau 25,7 persen rumah tangga

termasuk ke dalam kategori sedang dan sebanyak 24 atau 68.8 persen termasuk ke

dalam kategori tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dari segi tingkat perumahan dan

lingkungan, rumah tangga petani sudah dikatakan sejahtera karena mayoritas

tergolong ke dalam kategori tinggi.

Jika dilihat dari segi perumahan dan lingkungan, perubahan terjadi karena

faktor modernisasi. Dulu masih banyak ditemukan rumah yang berdinding kayu,

namun saat ini karena sudah terdapat akses yang baik untuk masuk ke dalam desa.

Dipermudah oleh akses, bahan bangunan dari luar pun menjadi lebih diminati oleh

masyarakat. Hal ini dikarenakan selain dari segi estetika, bahan bangunan seperti

tembok dan atap genteng lebih melindungi mereka dari hawa yang dingin. Walaupun

demikian, bagian dapur selalu tidak diubah meskipun ruangan lain sudah berganti

dengan bahan bangunan modern. Ruangan dapur dibiarkan tetap seperti bangunan

dahulu, dimana lantainya adalah tanah, dindingnya adalah kayu dan atapnya adalah

seng. Hal ini dikarenakan mereka masih menggunakan kayu bakar di dapur untuk

memasak dan menghangatkan diri.

Jika dilihat secara keseluruhan, dari masing-masing aspek baik itu

pendapatan, pendidikan, dan perumahan lingkungan memiliki hasil yang berbeda-

beda. Tingkat kesejahteraan rumah tangga petani jika diakumulasikan dapat dilihat

sebagai berikut:

43

Tabel 14 Jumlah dan persentase kategori tingkat kesejahteraan rumah tangga petani

Desa Ranu Pani tahun 2016

Tingkat Kesejahteraan Jumlah Persentase (%)

Rendah 0 0.0

Sedang 18 51.4

Tinggi 17 48.6

Total 35 100.0

Berdasarkan Tabel 14, tidak terdapat rumah tangga yang tergolong ke dalam kategori

rendah. Terdapat 18 atau 51,4 persen rumah tangga yang termasuk ke dalam kategori

sedang, dan sebanyak 17 atau 48,6 persen rumah tangga termasuk ke dalam kategori

tinggi. Maka dari itu dapat disimpulkan bahwa mayoritas rumah tangga petani di

Desa Ranu Pani memiliki tingkat kesejahteraan sedang.

Berdasarkan hasil wawancara, masyarakat merasa bahwa taman nasional tidak

berpengaruh terhadap kesejahteraan mereka. Padahal seharusnya, taman nasional

mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mampu mendapatkan

pengakuan masyarakat akan hal tersebut. Beberapa masyarakat yang hanya bekerja

seperti petani mengatakan bahwa taman nasional tidak menguntungkan ataupun

merugikan mereka. Akan tetapi memang masyarakat menganggap pihak taman

nasional kurang memerhatikan kesejahteraan mereka. Pada sisi lain, masyarakat yang

juga memiliki pekerjaan sampingan di bidang wisata ataupun menjadi relawan di

taman nasional mengatakan bahwa taman nasional sudah membantu masyarakat

dalam menjaga kelestarian hutan. Hal ini berarti tidak semua masyarakat merasa

sejahtera sejak taman nasional ditetapkan, dan taman nasional perlu penataan ulang

terkait program pemberdayaan masyarakat sekitar.

Uji Regresi Pengaruh Luas Lahan terhadap Kesejahteraan Rumah Tangga

Petani

Penetapan taman nasional mempengaruhi beberapa aspek mulai dari

aksesibilitas masyarakat hingga kesejahteraan petani. Salah satu aspek yang dapat

mempengaruhi kesejahteraan adalah luas lahan pertanian. Kesejahteraan sendiri

diidentifikasi dari tingkat pendapatan, tingkat pendidikan, dan tingkat perumahan

lingkungan. Pengaruh luas lahan diuji dengan masing-masing indikator kesejahteraan

menggunakan uji regresi linier. Adapun alpha atau nilai probabilitas yang digunakan

dalam uji tersebut adalah sebesar 5 persen atau 0,05. Hasil uji statistik dari pengaruh

luas lahan terhadap masing-masing indikator kesejahteraan rumah tangga petani

adalah sebagai berikut:

44

Tabel 15 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendapatan rumah

tangga petani

Luas Lahan

Tingkat Pendapatan Rumah Tangga Petani

Signifikasi Koefisien R-squared

0.014 0.410 0.104

Berdasarkan Tabel 15 diperoleh nilai signifikasi 0,014 dimana nilai ini lebih

kecil dari nilai probabilitas sebanyak 0,05. Hal ini menunjukkan bahwa luas lahan

berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani. Apabila

luas lahan pertanian semakin sempit, maka tingkat pendapatan rumah tangga akan

semakin rendah. Begitu pula sebaliknya, apabila luas lahan pertanian semakin luas,

maka tingkat pendapatan rumah tangga akan semakin tinggi. Lahan pertanian yang

luas secara otomatis akan menambah penghasilan rumah tangga petani. Saat ini luas

lahan yang dimiliki oleh rumah tangga petani jumlahnya semakin berkurang

dibandingkan beberapa tahun silam karena adanya pewarisan lahan. Diprediksi dalam

jangka panjang, luas lahan pertanian akan semakin berkurang atau hilang dan akan

berdampak pula terhadap tingkat pendapatan rumah tangga petani.

Selain dipengaruhi oleh luas lahan, tingkat pendapatan rumah tangga petani

juga dipengaruhi oleh faktor lain. Harga pasar yang tidak menentu juga

mempengaruhi tingkat pendapatan. Hal ini tentunya berada di luar jangkauan petani,

karena mereka tidak bisa mengontrol harga pasar. Apabila harga pasar untuk hasil

pertanian sedang bagus, maka penghasilan petani juga akan meningkat. Akan tetapi

saat ini masyarakat mengatakan bahwa harga pasaran sedang turun. Faktor lainnya

adalah kualitas hasil pertanian dan juga musim. Bagus atau tidaknya hasil pertanian

tergantung dari pupuk yang digunakan serta kecukupan nutrisi untuk komoditas

pertanian. Musim hujan merupakan musim yang baik untuk bertani karena petani bisa

menampung air hujan. Saat musim kemarau, lebih sulit untuk menyiram maupun

mengobati tanaman karena petani harus mengambil air dari sumber air yang letaknya

cukup jauh dari ladang.

Selain berdasarkan hasil uji statistik, masyarakat juga merasakan bahwa luas

lahan berpengaruh terhadap tingkat pendapatan. Apabila lahan pertanian yang

dimiliki lebih luas, tentunya penghasilan yang akan didapatkan juga akan lebih

banyak. Hal ini didukung dengan harga komoditas pertanian di pasaran. Mengatasi

masalah ini sebaiknya diadakan penyuluhan kepada masyarakat bagaimana sistem

bertani yang efektif dan efisien. Sistem pertanian di Desa Ranu Pani cenderung boros

unsur hara dan tidak ramah lingkungan. Menurut keterangan aparat desa dibutuhkan

45

sistem terasering untuk pertanian yang berkelanjutan. Akan tetapi untuk penanganan

hal ini belum ditindaklanjuti.

Tabel 16 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat pendidikan rumah

tangga petani

Luas Lahan

Tingkat Pendidikan Rumah Tangga Petani

Signifikasi Koefisien R-squared

0.059 0.323 0.074

Tabel 16 menunjukkan bahwa nilai signifikasi 0.059 lebih besar dari nilai

probabilitas 0,05. Artinya luas lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat

pendidikan rumah tangga petani. Hal ini disebabkan karena tingkat pendidikan rumah

tangga petani dipengaruhi oleh ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesadaran

masyarakat itu sendiri. Masyarakat harus memiliki kesadaran terlebih dahulu tentang

pentingnya pendidikan, yang bisa didapatkan melalui penyuluhan. Meskipun

demikian berdasarkan observasi di lapangan, rumah tangga petani yang memiliki

lahan pertanian luas cenderung lebih sadar akan pendidikan dan melanjutkan sekolah

meskipun harus keluar desa. Terdapat faktor lain yang mempengaruhi tingkat

pendidikan yaitu kurangnya perhatian dari tenaga kerja pendidikan atau guru.

Masyarakat yang saat ini statusnya merupakan pelajar mengatakan bahwa kualitas

guru di sekolah mereka kurang baik. Para guru di sekolah tidak mengajar tepat waktu

bahkan terkadang tidak mengajar sama sekali. Hal ini dikarenakan mayoritas guru

berasal dari luar desa dan jarak menuju Desa Ranu Pani terlalu jauh. Akan tetapi, ada

beberapa guru dari luar desa yang menetap sementara untuk tetap melakukan aktivitas

belajar mengajar.

Hasil uji statistik ini juga sejalan dengan pernyataan masyarakat. Luas lahan

pertanian tidak dianggap berpengaruh terhadap pendidikan mereka.Meskipun lahan

yang dimiliki tergolong luas atau sempit, tetap saja tingkat pendidikan mereka semua

akan setara apabila fasilitas pendidikannya terbatas. Belum lagi jika guru yang

mengajar kurang berkualitas, tentunya masyarakat akan lebih memilih anaknya untuk

membantu di ladang. Saat ini fasilitas pendidikan tersedia hingga jenjang SMP, dan

mayoritas bersekolah karena sudah banyak relawan dari luar desa yang melakukan

sosialisasi terkait pentingnya pendidikan. Luas lahan memberikan pengaruh tetapi

tidak secara signifikan. Contohnya hanya sedikit masyarakat dengan kategori lahan

luas yang tingkat pendidikannya tergolong tinggi karena anggota keluarganya

melanjutkan sekolah di luar desa. Begitu pula dengan masyarakat dengan kategori

lahan sempit yang tingkat pendidikannya rendah karena lebih baik untuk menggarap

ladang sendiri dibandingkan memekerjakan orang lain.

46

Tabel 17 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat perumahan dan

lingkungan rumah tangga petani

Luas Lahan

Tingkat Perumahan dan Lingkungan Rumah Tangga Petani

Signifikasi Koefisien R-squared

0.115 0.271 0.046

Tabel 17 menunjukkan bahwa nilai signifikasi 0.115 lebih besar dari nilai

probabilitas 0,05. Artinya luas lahan tidak berpengaruh signifikan terhadap tingkat

perumahan dan lingkungan rumah tangga petani. Hal ini terbukti dari hasil observasi

lapangan, dimana terdapat beberapa rumah tangga yang memiliki lahan pertanian

kategori luas tetapi kualitas rumahnya tetap terbilang sederhana. Tingkat perumahan

dan lingkungan justru dipengaruhi oleh lamanya rumah tersebut dibangun. Apabila

rumah telah dibangun sejak beberapa puluh tahun lalu, materialnya masih

menggunakan dinding kayu dan juga lantai semen. Akan tetapi untuk perumahan

yang baru saja dibangun sejak beberapa tahun lalu, rumah tersebut telah

menggunakan material modern seperti dinding tembok dan lantai keramik.

Berdasarkan hasil observasi, luas lahan memang tidak mempengaruhi tingkat

perumahan dan lingkungan. Faktor yang memengaruhi tingkat perumahan dan

lingkungan adalah kemauan dari masyarakat itu sendiri. Usia juga menjadi salah satu

faktor penyebabnya. Mayoritas masyarakat kelompok usia 50 tahun ke atas rumahnya

lebih sederhana dibandingkan masyarakat kelompok usia muda. Hal ini dikarenakan

rumah mereka sudah ada sejak lama dan tidak ada keinginan untuk merenovasi

rumah, kecuali ada yang harus diperbaiki. Berbeda dengan kelompok usia muda yang

baru saja membangun rumah sehingga menggunakan material yang modern.

Tabel 18 Hasil uji statistik pengaruh luas lahan terhadap tingkat kesejahteraan rumah

tangga petani

Luas Lahan

Tingkat Kesejahteraan Rumah Tangga Petani

Signifikasi Koefisien R-squared

0.005 0.466 0.217

Tabel 18 menunjukkan bahwa nilai signifikasi 0.005 lebih kecil dari nilai

probabilitas 0,05. Artinya luas lahan berpengaruh signifikan terhadap tingkat

kesejahteraan rumah tangga petani. Apabila luas lahan pertanian semakin sempit,

maka tingkat kesejahteraan rumah tangga petani akan semakin rendah. Begitu pula

sebaliknya, apabila luas lahan pertanian semakin luas, maka tingkat kesejahteraan

rumah tangga petani akan semakin tinggi. Jika luas lahan semakin berkurang, maka

tingkatn kesejahteraan akan semakin rendah. Hal ini berarti agar kesejahteraan petani

47

meningkat, maka harus ada solusi untuk luas lahan yang semakin terbatas. Meskipun

demikian indikator kesejahteraan ini berbeda dengan pendapat masyarakat, karena

mereka sudah merasa hidup sejahtera dengan hidup berkecukupan.

Hasil uji statistik menujukkan bahwa terdapat satu indikator yang dipengaruhi

oleh luas lahan, yaitu tingkat pendapatan. Sementara itu luas lahan tidak

mempengaruhi tingkat pendidikan dan tingkat perumahan lingkungan. Secara

keseluruhan luas lahan terbukti mempengaruhi tingkat kesejahteraan rumah tangga

petani. Luas lahan pertanian dipengaruhi secara tidak langsung oleh penetapan taman

nasional. Akan tetapi yang lebih mempengaruhi penyempitan luas lahan adalah

pertumbuhan penduduk yang semakin meningkat. Menyikapi masalah ini, tidak ada

pihak yang dapat disalahkan. Akan lebih baik jika pihak taman nasional membantu

masyarakat secara langsung dalam mengatasi masalah ini melalui musyawarah

bersama.

Sejak sebelum penetapan taman nasional hingga saat ini, jika dibandingkan

kesejahteraan rumah tangga petani mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan luas

lahan pun semakin sempit. Hubungan pengaruh antar keduanya telah diuji

menggunakan statistik dan juga berdasarkan observasi lapangan, dimana masyarakat

mengatakan taman nasional tidak meningkatkan kesejahteraan mereka. Jika hal ini

tidak segera diatasi, kesejahteraan rumah tangga petani akan semakin menurun dari

tahun ke tahun.

48

49

PENUTUP

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijabarkan, dapat ditarik beberapa

simpulan yang menjawab tujuan dan hipotesis penelitian. Pertama, setelah ditetapkan

menjadi taman nasional, masyarakat tidak menentang adanya keputusan ini.

Meskipun masyarakat mengakui bahwa mereka lebih merasa bebas saat hutan

dikelola oleh Perhutani, masyarakat mengaku bahwa mereka dan taman nasional

memiliki tujuan yang sama yaitu untuk melestarikan lingkungan. Meskipun demikian

taman nasional belum mendapatkan pengakuan atau legitimasi secara keseluruhan

karena taman nasional belum memerhatikan aspek kesejahteraan masyarakat. Taman

nasional telah melakukan banyak upaya terkait pelestarian lingkungan, akan tetapi

dianggap kurang mampu mendampingi dan membantu masyarakat dalam

menyelesaikan masalah-masalah yang berkaitan dengan taman nasional seperti

pengelolaan wisata dan menyempitnya luas lahan pertanian per rumah tangga.

Kedua, akses terhadap sumber daya alam mengalami perubahan sebelum dan

setelah taman nasional ditetapkan. Sumber daya alam yang biasa dimanfaatkan oleh

masyarakat adalah kayu bakar dan air. Selain itu juga terdapat perubahan akses

terhadap sumber daya lahan pertanian. Saat ini akses terhadap kayu bakar lebih

terbatas karena zona pemanfaatan di taman nasional di sekitar desa sangat sedikit,

berbeda dengan sebelum taman nasional ditetapkan, dimana masih banyak hutan yang

bisa dimanfaatkan secara bebas oleh masyarakat untuk mengambil kayu bakar.

Sumber air saat ini juga sudah semakin terbatas karena ketersediaannya tidak dapat

memenuhi kebutuhan seluruh rumah tangga. Begitu pula dengan lahan pertanian,

pengaruhnya lebih besar karena memang mata pencaharian utama masyarakat adalah

petani. Luas lahan pertanian rumah tangga saat ini hanya berkisar antara ¼ hingga 3

hektar, sementara sebelum penetapan taman nasional bisa mencapai lima hingga 10

hektar.

Ketiga, penetapan taman nasional secara tidak langsung mempengaruhi

kesejahteraan rumah tangga petani. Pasalnya, penetapan taman nasional membatasi

ruang lingkup Desa Ranu Pani, baik untuk lahan pemukiman maupun lahan

pertanian. Lahan pertanian rumah tangga semakin menyempit karena adanya sistem

pewarisan, ditambah penduduk yang terus bertambah membuat lahan pertanian

semakin terdistribusi. Melalui hasil uji statistik diperoleh bahwa luas lahan

berpengaruh signifikan terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani dengan

signifikasi sebesar 0,005. Secara keseluruhan taman nasional memberikan pengaruh

terhadap tingkat kesejahteraan rumah tangga petani. Kesejahteraan cenderung

menurun dari tahun ke tahun. Hasil uji statistik ini juga didukung oleh pernyataan

masyarakat yang mengatakan bahwa taman nasional belum bisa meningkatkan

kesejahteraan mereka.

50

Saran

Beberapa saran yang diajukan berdasarkan hasil penelitian diantaranya

sebagai berikut:

1. Pihak taman nasional sebaiknya lebih memerhatikan aspek kesejahteraan

masyarakatnya baik itu bagi masyarakat di desa enklaf maupun masyarakat

pada desa penyangga. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat merupakan

salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh pihak taman nasional.

2. Pemerintah desa juga perlu turun langsung dalam menyelesaikan masalah-

masalah yang ada, khususnya pada masalah fasilitas pelayanan masyarakat.

3. Masyarakat harus lebih inisiatif apabila memiliki masalah dan bersikap lebih

mandiri dalam menyelesaikan masalah tersebut, baik itu untuk kelestarian

lingkungan maupun peningkatan kesejahteraan.

51

DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur. 2015. Jumlah Penduduk Hasil

Proyeksi 2011-2015 Menurut Jenis Kelamin dan Kabupaten/Kota. [Internet].

[diunduh tanggal 4 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:

http://jatim.bps.go.id/LinkTabelStatis/view/id/323

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Indikator Kesejahteraan Rakyat. [Internet].

[diunduh tanggal 4 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:

http://www.bps.go.id/index.php/publikasi/1122

[CIFOR] Centre For International Forestry Research. 2010. Kebijakan Pengelolaan

Zona Khusus Dapatkah Meretas Kebuntuan dalam Menata Ruang Taman

Nasional di Indonesia. [Internet]. [diunduh tanggal 20 Januari 2016]. Dapat

diunduh dari: http://www.cifor.org/publications/pdf_files/infobrief/001-

BriefI.pdf

[Dephut, BPS] Departemen Kehutanan dan Badan Pusat Statistik. 2009. Identifikasi

Desa di Dalam dan di Sekitar Kawasan Hutan. [Internet]. [diunduh tanggal 28

September 2015]. Dapat diunduh dari: http://storage.jak-

stik.ac.id/ProdukHukum/kehutanan/IdentifikasiDesa2009_0.pdf

[KBBI] Kamus Besar Bahasa Indonesia. Sejahtera. [Internet]. [Dikutip tanggal 4

Februari 2016]. Dapat dikutip dari : http://kbbi.web.id/sejahtera

[KLH] Kementrian Lingkungan Hidup. 2013. Keanekaragaman hayati sebagai modal

dasar pembangunan. [Internet]. [diunduh tanggal 8 Oktober 2015]. Dapat

diunduh dari: http://www.menlh.go.id/keanekaragaman-hayati-sebagai-modal-

dasar-pembangunan

[Permenhut] Peraturan Menteri Kehutanan No. P. 56/Menhut-II/2006 tentang

Pedoman Zonasi Taman Nasional. [Internet]. [diunduh tanggal 10 Oktober

2015 2015]. Dapat diunduh dari: http://ekowisata.org/wp-

content/uploads/2011/11/P_56_20061.pdf

[Permendagri] Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 54 Tahun 2010 tentang Tahapan,

Tata Cara Penyusunan, Pengendalian, dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana

Pembangunan Daerah. [Internet]. [diunduh tanggal 4 Februari 2016]. Dapat

diunduh dari:

http://bappeda.kotabogor.go.id/images/perundangan/a21d489fb72a0be33ce076

430638bac4.pdf

[UU] Undang-undang No. 41 Tahun 2009 tentang Kehutanan. [Internet]. [diunduh

tanggal 28 September 2015]. Dapat diunduh dari:

http://prokum.esdm.go.id/uu/1999/uu-41-1999.pdf

[UU] Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya dan

Ekosistemnya. [Internet]. [diunduh tanggal 28 September 2015]. Dapat diunduh

dari: http://www.dephut.go.id/INFORMASI/UNDANG2/uu/5_90.htm

[UU] Undang-undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan

Lingkungan Hidup. [Internet]. [diunduh tanggal 28 Septembe r 2015]. Dapat

diunduh dari:

http://175.184.234.138/p3es/uploads/unduhan/UU_32_Tahun_2009_(PPLH).pd

f

52

[UU] Undang-undang Pasal 33 Ayat 3 Tahun 1945 tentang Perekonomian,

Pemanfaatan Sumber daya Alam, dan Prinsip Perekonomian Nasional.

[Internet]. [diunduh tanggal 2 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:

http://jabar.kemenag.go.id/file/file/ProdukHukum/hdlf1354606725.pdf?t=473

[UU] Undang-undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah. [Internet].

[diunduh tanggal 2 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:

kemenag.go.id/file/dokumen/UU2299.pdf

[UU] Undang-undang No. 10 Tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan

Pembangunan Keluarga Sejahtera. [Internet]. [diunduh tanggal 2 Februari

2016]. Dapat diunduh dari: www.bpkp.go.id/uu/filedownload/2/45/435.bpkp

[UUPA] Undang-undang Pokok Agraria No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok

Dasar Agraria. [Internet]. [diunduh tanggal 2 Februari 2016]. Dapat diunduh

dari: http://dkn.or.id/wp-content/uploads/2013/03/Undang-Undang-RI-nomor-

5-Tahun-1960-tentang-Pokok-Pokok-Dasar-Agraria.pdf

Anwar S. 2012. Pola Tanam Tumpangsari. Surabaya(ID): Balai Besar Perbenihan dan

Proteksi Tanaman Perkebunan (BBP2TP) Agroekoteknologi

Dwipradyana IMM. 2014. Faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan

pertanian serta dampaknya terhadap kesejahteraan petani (studi kasus di Subak

Jadi, Kecamatan Kediri, Tabanan). [Internet]. Tesis. [diunduh tanggal 23

Februari 2016]. Dapat diunduh dari:

http://www.pps.unud.ac.id/thesis/pdf_thesis/unud-1076-283548412tesis%20

lengkap%20mahadi.pdf

Darusman D, Didik S. 1998. Kehutanan Masyarakat. Bogor(ID): IPB Press

Effendi S, Tukiran. 2014. Metode Penelitian Survei. Jakarta(ID): LP3ES

Hidayat H, Haba J, Siburian R. 2011. Politik Ekologi Pengelolaan Taman Nasional

Era Otonomi Daerah. Jakarta(ID): LIPI Press dan Yayasan Pustaka Obor

Indonesia

Kadir WA, Awang SA, Purwanto RH, dan Poedjirahajoe E. 2012. Analisis Kondisi

Sosial Ekonomi Masyarakat Sekitar Taman Nasional Bantimurung

Bulusaraung, Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Manusia dan Lingkungan.

[Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 2 November 2015]; 10(3): 1-11. Dapat

diunduh dari: http://jpe-

ces.ugm.ac.id/ojs/index.php/JML/article/download/85/63

Keli M, Sukarno A, Ruminarti W. 2012. Persepsi Pengunjung dan Masyarakat

Sekitar Pantai Sukamade terhadap Keberadaan Taman Nasional Meru Betiri.

Jurnal Kehutanan. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 2 November 2015]; -.

Dapat diunduh dari: http://www.ipm.ac.id/wp-

content/uploads/2015/03/pantai%20sukamade.pdf

Lestari S, Purwandari H. 2014. Pergeseran kepemilikan lahan pertanian secara adat

dan Implikasinya terhadap Gerakan Petani Pedesaan. Jurnal Sodality. [Internet].

53

Jurnal. [diunduh tanggal 4 Februari 2016]; 2(1): -. Dapat diunduh dari:

journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/view/9411

MacKinnon J, MacKinnon K, Child G, Thorsell J. 1993. Pengelolaan Kawasan yang

Dilindungi di Daerah Tropika. Yogyakarta(ID): Gadjah Mada University Press.

Marina I, Dharmawan AH. 2011. Analisis Konflik Sumber daya Hutan di Kawasan

Konservasi. Jurnal Sodality. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 28 September

2015]; 5(1): -. Dapat diunduh dari: http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/

article/viewArticle/5830

Mohd A. 2008. The Management of Bhawal National Park, Bangladesh by the Local

Community for Resource Protection and Ecotourism. Asian Social Science

Journal. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 20 Oktober 2015]; 4(7): -. Dapat

diunduh dari:

http://ccsenet.org/journal/index.php/ass/article/download/1379/1341

Nugroho B. 2014. Manfaat Sosial Ekonomi Danau Ranu Pani Taman Nasional

Bromo Tengger Semeru Oleh Masyarakat Desa Ranu Pani. [Skripsi].

Bogor(ID). [dikutip tanggal 23 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:

repository.ipb.ac.id/handle/123456789/71019

Prayogi PA. 2011. Dampak Perkembangan Pariwisata di Objek Wisata Penglipuran.

Jurnal Perhotelan dan Pariwisata. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 24

Desember 2015]; 1(1): 64-79. Dapat diunduh dari:

jurnal.triatmajaya.ac.id/index.php/PnPI

Pristiyanto D. 2005. Taman Nasional menurut Ditjen PHKA. [Internet]. [diunduh

tanggal 12 Oktober 2015]. Dapat diunduh dari:

http://www.ditjenphka.go.id/kawasan/tn.php

Ribot JC, Peluso NL. 2003. A theory of Acces. Rural Sociology. Rural Sociological

Society. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal 23 Februari 2016]; 68(02): 153-

181. Dapat diunduh dari:

http://community.eldis.org/.5ad50647/Ribot%20and%20Peluso%20theory%20

of%20access.pdf.

Sitorus MTF. 2002. Lingkup Agraria dalam Menuju keadilan Agraria: 70 Tahun

Gunawan Wiradi. [Internet]. [diunduh tanggal 4 Februari 2015]. Dapat diunduh

dari: http://www.akatiga.org/index.php/catatan-

diskusi/item/download/17_d919ef488b126498c2b335d289fbc6e1

Wahyuni NI, Mamonto R. 2012. Persepsi Masyarakat Terhadap Taman Nasional dan

Sumber daya Hutan: Studi Kasus Blok Aketawaje, taman Nasional Aketajawe

Lolobata. Jurnal Ilmu Administrasi Negara. [Internet]. Jurnal. [diunduh tanggal

6 Oktober 2015]; 2(1): -. Dapat diunduh dari: http://forda-

mof.org/files/Persepsi_Masyarakat_terhadap_Taman_Nasional_dan_Sumber

daya.pdf

54

Zuber A. 2007. Pendekatan dalam Memahami Perubahan Agraria di Pedesaan.

[Internet]. [diunduh tanggal 15 Februari 2016]. Dapat diunduh dari:

http://ahmad.zuber70.googlepages.com

55

LAMPIRAN

56

57

Lampiran 1 Jadwal penelitian

Kegiatan Februari Maret April Mei Juni

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

Penyusunan

Proposal

Penelitian

Kolokium

Perbaikan

Proposal

Penelitian

Pengambilan

Data Lapang

Pengolahan

dan Analisis

Data

Penulisan

Draft Skripsi

Uji Petik

Sidang

Skripsi

Perbaikan

Laporan

Skripsi

58

Lampiran 2 Peta lokasi penelitian

a. Peta Desa Ranu Pani

Sumber: Nugroho 2014.

b. Peta Zonasi Taman Nasional Bromo Tengger Semeru

Sumber: Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru 2014

59

Lampiran 3 Kerangka Sampling

No Nama KK Usia

1 JAS 42 tahun

2 SUK 28 tahun

3 MDI 35 tahun

4 SUW 30 tahun

5 SUG 24 tahun

6 MIS 40 tahun

7 TOM 27 tahun

8 LUG 48 tahun

9 SNT 30 tahun

10 STI 60 tahun

11 BNG 28 tahun

12 SLS 40 tahun

13 EKO 35 tahun

14 YUL 20 tahun

15 MSN 36 tahun

16 SUD 36 tahun

17 IMK 60 tahun

18 SLM 26 tahun

19 YUD 54 tahun

20 BAK 60 tahun

21 SDI 24 tahun

22 WAY 31 tahun

23 KAR 53 tahun

24 SGT 60 tahun

25 UMR 40 tahun

26 BMG 55 tahun

27 JOK 38 tahun

28 ADI 32 tahun

29 MUN 59 tahun

30 PUN 27 tahun

31 GUS 27 tahun

32 MAR 40 tahun

33 TGK 34 tahun

34 BNY 32 tahun

35 RUD 25 tahun

60

Lampiran 4 Kuesioner

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN

MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

KUESIONER

Dampak Penetapan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru Terhadap

Kesejahteraan Rumah Tangga Petani

Nama Lengkap : ......................................................................................

Jenis Kelamin : L / P (lingkari salah satu)

Usia : ........... tahun

Alamat : ......................................................................................

No. Telp/HP : ......................................................................................

Pendidikan Terakhir : ......................................................................................

Status Perkawinan : ......................................................................................

Pekerjaan Utama : ......................................................................................

Pekerjaan Sampingan : ......................................................................................

Jumlah Tanggungan : ........... orang

Peneliti bernama Vanya Annisaningrum, merupakan mahasiswi Departemen Sains

Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut

Pertanian Bogor. Saat ini sedang melakukan penelitian sebagai syarat bagi

kelulusan studi peneliti di jenjang Sarjana (S1). Peneliti berharap

Bapak/Ibu/Saudara/i menjawab kuesioner ini dengan lengkap dan jujur. Identitas

serta jawaban akan dijamin kerahasiaannya dan semata-mata hanya akan

digunakan untuk kepentingan penulisan skripsi. Terima kasih atas perhatian dan

partisipasinya dalam menjawab kuesioner ini.

IDENTITAS/KARAKTERISTIK RESPONDEN

61

I. KETERANGAN ANGGOTA RUMAHTANGGA

No.

Nama Anggota Rumah

Tangga

(2)

Hubungan

dengan Kepala

Rumah Tangga

(3)

Jenis Kelamin

1. Laki-laki

2. Perempuan

(3)

Umur

(4)

Pendidikan Anggota Rumah Tangga

Pendidikan

Saat Ini

(5)

Pendidikan

Terakhir

(6)

Lama

Sekolah

(Tahun)

(7)

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Kode Kolom (5) & (6) 1.

Tidak/Belum

Sekolah

2. SD

3. SMP

4. SMA

5. D3/D4

6. S1

7. S2/S3

62

II. KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI

Pendapatan

Pertanyaan Jawaban Keterangan

Berapa pendapatan Anda per bulan dari sektor

pertanian?

Berapa pengeluaran rumah tangga per bulan?

Perumahan dan Lingkungan

Pertanyaan Jawaban Keterangan

Jenis lantai rumah Anda

[ ] Keramik

[ ] Semen/Kayu

[ ] Tanah

[ ] Lainnya, _____

Jenis atap rumah Anda

[ ] Genteng

[ ] Seng

[ ] Daun kelapa kering

[ ] Lainnya, _____

Jenis dinding rumah Anda

[ ] Tembok

[ ] Setengah tembok

[ ] Kayu

[ ] Lainnya, _____

Sumber air bersih

[ ] PAM

[ ] Air sumur

[ ] Mata air

[ ] Lainnya, _____

63

III. LUAS LAHAN PERTANIAN

No.

Sertifikat Lahan

(2)

Status Penguasaan Lahan

(3)

Luas Lahan yang Dimiliki

(4)

Ada Tidak Ada Sebelum Setelah Sebelum Setelah

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Total - - -

Kode Kolom (3) 1. Tidak

memiliki

lahan

2. Pemilik

3.

Penggarap

4. Pemilik Penggarap

64

Lampiran 5 Pedoman wawancara mendalam

Pedoman Wawancara Mendalam untuk Aparat Desa dan Tokoh Masyarakat

Hari, tanggal :

Nama :

Usia :

Alamat :

No. Telp/HP :

Pertanyaan

1. Sejak kapan Anda tinggal di Desa Ranu Pani?

2. Sejak kapan Anda menjadi aparat desa/tokoh masyarakat?

3. Apakah terdapat masyarakat pendatang di Desa Ranu Pani?

4. Bagaimana sejarah dibentuknya Taman Nasional Bromo Tengger Semeru?

5. Bagaimana respon masyarakat terkait dibentuknya taman nasional?

6. Apakah Anda menyetujui pembentukan taman nasional ini? Mengapa?

7. Apakah terdapat program pemberdayaan masyarakat yang diterapkan di Desa

Ranu Pani?

8. Apa saja perubahan dan dampak yang terjadi pada masyarakat setelah adanya

taman nasional?

9. Apakah terdapat perubahan akses terhadap sumber agraria setelah adanya taman

nasional?

10. Apa saja sumber agraria yang dapat Anda akses saat ini?

11. Apa saja sanksi yang akan didapat apabila membuka lahan pertanian di dalam

kawasan taman nasional?

12. Menurut Anda, apakah taman nasional sudah maksimal dalam mensejahterakan

masyarakat di dalam dan sekitar kawasan? Jelaskan!

13. Apakah petani merupakan pekerjaan utama bagi masyarakat? Mengapa?

14. Bersediakah masyarakat menjual lahan pertaniannya kepada orang lain?

15. Menurut Anda apakah rumahtangga petani di Desa Ranu Pani sudah dapat

dikatakan sejahtera? Jika ya, dilihat dari segi apa? Jika belum, Mengapa?

65

Pedoman Wawancara Mendalam untuk Rumah Tangga Petani

Hari, tanggal :

Nama :

Usia :

Alamat :

No. Telp/HP :

Pertanyaan

1. Sejak kapan Anda tinggal di Desa Ranu Pani?

2. Apakah yang Anda ketahui tentang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru?

3. Bagaimana pendapat Anda tentang pengelolaan Taman Nasional Bromo Tengger

Semeru?

4. Apakah Anda mengetahui fungsi dari taman nasional?

5. Apakah Anda setuju dengan adanya taman nasional?

6. Apa saja sumber agraria yang dapat Anda akses saat ini?

7. Apakah terdapat aturan adat dalam memanfaatkan sumber daya alam?

8. Siapa saja tokoh yang berperan penting dalam menerapkan budaya Tengger?

9. Apakah lahan pertanian yang Anda miliki bertambah sempit/luas? Mengapa?

10. Apakah lahan pertanian yang Anda kuasai bertambah sempit/luas? Mengapa?

11. Apakah Anda memiliki sertifikat kepemilikan lahan?

12. Apakah Anda memiliki pekerjaan tambahan? Mengapa?

13. Berapa jumlah sekolah yang ada di desa ini?

14. Apakah menurut Anda pendidikan itu penting? Jelaskan!

15. Apakah Anda memiliki saran untuk pengelolaan taman nasional?

Pedoman Wawancara Mendalam untuk Pengelola Taman Nasional

Hari, tanggal :

Nama :

Usia :

Alamat :

No. Telp/HP :

Pertanyaan

1. Bagaimana sejarah taman nasional ini dibentuk?

2. Apa saja kendala yang dihadapi ketika taman nasional ditetapkan?

3. Apakah pernah terdapat konflik antara masyarakat dengan pihak taman

nasional?

4. Apa saja program pemberdayaan masyarakat yang telah dilakukan oleh taman

nasional, khususnya di Desa Ranu Pani? Bagaimana respon masyarakat?

66

Lampiran 6 Hasil uji statistik

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 ,410a ,168 ,143 ,633

a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 2,674 1 2,674 6,679 ,014b

Residual 13,212 33 ,400

Total 15,886 34

a. Dependent Variable: Tingkat Pendapatan

b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1,310 ,267 4,898 ,000

Luas Lahan Sekarang ,352 ,136 ,410 2,584 ,014

a. Dependent Variable: Tingkat Pendapatan

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 ,323a ,104 ,077 ,330

a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression ,417 1 ,417 3,837 ,059b

Residual 3,583 33 ,109

Total 4,000 34

67

a. Dependent Variable: Tingkat Pendidikan

b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1,750 ,139 12,567 ,000

Luas Lahan Sekarang ,139 ,071 ,323 1,959 ,059

a. Dependent Variable: Tingkat Pendidikan

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 ,271a ,074 ,046 ,585

a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression ,896 1 ,896 2,623 ,115b

Residual 11,275 33 ,342

Total 12,171 34

a. Dependent Variable: Tingkat Perumahan dan Lingkungan

b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 2,262 ,247 9,157 ,000

Luas Lahan Sekarang ,204 ,126 ,271 1,620 ,115

a. Dependent Variable: Tingkat Perumahan dan Lingkungan

68

Model Summary

Model R R Square Adjusted R

Square

Std. Error of the

Estimate

1 ,466a ,217 ,193 ,455

a. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang

ANOVAa

Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.

1

Regression 1,896 1 1,896 9,140 ,005b

Residual 6,847 33 ,207

Total 8,743 34

a. Dependent Variable: Tingkat Kesejahteraan

b. Predictors: (Constant), Luas Lahan Sekarang

Coefficientsa

Model Unstandardized Coefficients Standardized

Coefficients

t Sig.

B Std. Error Beta

1 (Constant) 1,952 ,192 10,143 ,000

Luas Lahan Sekarang ,296 ,098 ,466 3,023 ,005

a. Dependent Variable: Tingkat Kesejahteraan

69

Lampiran 7 Tulisan tematik

Desa Ranu Pani Saat Ini

Penduduk di Desa Ranu Pani seluruhnya berprofesi sebagai petani. Penduduk

Desa Ranu Pani merupakan Suku Tengger, yang berhubungan erat dengan pertanian.

Saat ini para penduduk di Desa Ranu Pani sudah mulai luntur adat istiadatnya. Tidak

ada lagi ritual yang dilakukan ketika bertani. Meskipun demikian, para penduduk

tetap mempertahankan mata pencaharian mereka sebagai petani dengan alasan

penghasilan yang cukup tinggi. Saat ini lahan pertanian di Desa Ranu Pani sudah

semakin terbatas, karena status Desa Ranu Pani sebagai desa enklaf. Permasalahan

yang dihadapi oleh penduduk Desa Ranu Pani diprediksi akan berdampak buruk

dalam jangka panjang. Pasalnya mereka masih belum bisa beralih profesi dari

pertanian ke non pertanian. Selain itu sistem pertanian yang digunakan tidak ramah

lingkungan. Penduduk tidak merapkan sistem terasering pada ladang yang berbukit,

sehingga saat musim hujan lumpur turun ke jalan utama dan mengendap di danau.

Selain itu komoditas kentang yang ditanam oleh para petani juga boros unsur hara.

Sebagaimana diungkapkan Bapak DNI (27 tahun), sebenarnya pertanian di Ranu

Pani itu tidak berkelanjutan. Warga tidak mau menerapkan sistem terasering dengan

alasan akan mengurangi hasil pertanian yang didapat. Padahal sebetulnya hasilnya

akan sama saja, justru kualitasnya lebih bagus karena diberi jarak. Mereka harus

diberi contoh yang berhasil dulu baru mau ikut menerapkan. Saat ini sudah ada

petak percontohan tapi memang belum terlihat progressnya. Jadi petani belum mau

menerapkan sistem terasering. Belum lagi kentang yang mereka tanam, sebenarnya

kentang itu boros unsur hara. Karena kentang butuh banyak air buat perawatannya.

Dibandingkan kubis dan daun bawang, kentang itu komoditas yang paling

menguntungkan. Harga di pasaran bisa mencapai 10.000 per kilonya. Makanya lebih

banyak petani yang tanem kentang Kalau sudah begini beberapa tahun lagi tanahnya

udah gak subur. Harusnya penanaman kentang dibatasi, tapi memang sudah sulit

karena selain cocok ditanam di ketinggian, belum ada pengganti yang hasil

penjualannya sama besar. Agak sulit merubah kebiasaan warga sini. Solusi terdekat

yang bisa dilakukan ya sistem terasering itu dulu, tapi tetap butuh kerjasama dengan

para petani.

Selain masalah lingkungan, penduduk Desa Ranu Pani juga saat ini

mengalami penyempitan lahan pertanian. Hal ini disebabkan oleh sistem pewarisan

lahan, dan terbatasnya lahan pertanian di kawasan enklaf. Menyempitnya lahan

pertanian dapat berpengaruh terhadap kesejahteraan rumah tangga petani disana.

Sebagaimana menurut TGK (34 tahun), sejak ada taman nasional luas lahan

keseluruhan sih tetap, tapi per orangnya yang berkurang. Karena lahannya

diwariskan ke anak yang sudah menikah. Kalau sudah begitu ya hasil pertaniannya

juga berkurang, mau tidak mau pendapatan juga berkurang. Tapi kalau dibilang

sejahtera ya kita sebenarnya masih cukup, cuma kita engga tau kedepannya nanti

bagaimana. Takutnya banyak yang gak punya lahan karena sudah gak ada lagi yang

bisa diwariskan ke anak cucu.

70

Lampiran 8 Dokumentasi penelitian

Gambar 6 Batas kawasan taman nasional dengan ladang

Gambar 7 Kayu bakar di pinggir ladang

Gambar 8 Sertifikat kepemilikan lahan petani

71

RIWAYAT HIDUP

Vanya Annisaningrum dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 22 Juni 1995.

Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Cahya

Budi dan Ibu Vientha Heryani. Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis

adalah SDN Tigaraksa IV periode 2000-2006, SMPN 1 Tigaraksa periode 2006,

SMPN 5 Kota Tangerang periode 2007, MTsN Tigaraksa periode 2007-2009, dan

SMAN 3 Kabupaten Tangerang periode 2009-2012. Pada tahun 2012, penulis

diterima sebagai mahasiswa Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan

Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Selain aktif dalam perkuliahan, penulis juga aktif mengikuti berbagai macam

kegiatan dan organisasi di dalam kampus. Penulis aktif dalam Agria Swara dan

Korean Dormitory Club (KDC) periode 2012-2013. Penulis juga aktif dalam

Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet (KSB MR) periode 2013-2014, serta

aktif dalam Unit Kegiatan Mahasiswa Uni Konservasi Fauna (UKM UKF) periode

2013-2015 sebagai anggota Divisi Konservasi Reptil Amfibi (DKRA). Tidak hanya

aktif dalam keanggotaan organisasi, penulis juga pernah menjadi voluntir di beberapa

komunitas seperti IPB Mengajar di tahun 2013 dan Forum For Indonesia (FFI)

Chapter Bogor di tahun 2015.