dakwah Islam

23
BAB III GAMBARAN UMUM TENTANG NOVEL KUBAH KARYA AHMAD TOHARI 3.1 Latar Belakang Sosial Ahmad Tohari dalam setiap karya sastranya tampak menonjolkan permasalahan kehidupan yang dialami tokoh-tokoh yang tergolong "wong cilik" atau orang kecil, baik di desa maupun di kota. Seperti halnya dalam novel Kubah, Ahmad Tohari menggambarkan tokoh yang tidak berdaya melawan arus kehidupan politik di sekitarnya sehingga terpaksa menjadi korban sistem politik. Dengan diilhami kasus tragedy Nasional 30 September 1965, ia mengungkapkan sebuah fenomena sosial yang khas dalam konteks politik di Indonesia. Novel Kubah dimulai dengan gambaran keraguan tokoh Karman untuk segera meninggalkan halaman Markas Komando Distrik Militer sebagai tempat terakhir pembebasan dari pulau B. Kalau inisial itu ditafsirkan sebagai pulau Buru, maka Karman adalah bekas tahanan politik pulau Buru di wilayah Maluku, sebuah pulau yang sangat populer sebagai tempat pengasingan orang-orang PKI atau yang terlibat dengan penghianatannya pada 30 September 1965. Bagi masyarakat Indonesia, pulau tersebut mengisyaratkan status terberat bagi yang pernah ditahan disana, terlepas dari fakta yang sebenarnya dialami oleh setiap tahanan politik. Tokoh Karman dalam novel Kubah dapat digambarkan sebagai

description

Bahan dakwah Islam..tesis yang boleh dijadikan rujukan untuk kertas kerja peringkat universiti.Moga ramai mendapat manfaat daripoda upload ini.

Transcript of dakwah Islam

Page 1: dakwah Islam

BAB III

GAMBARAN UMUM TENTANG NOVEL KUBAH

KARYA AHMAD TOHARI

3.1 Latar Belakang Sosial

Ahmad Tohari dalam setiap karya sastranya tampak menonjolkan

permasalahan kehidupan yang dialami tokoh-tokoh yang tergolong "wong

cilik" atau orang kecil, baik di desa maupun di kota. Seperti halnya dalam

novel Kubah, Ahmad Tohari menggambarkan tokoh yang tidak berdaya

melawan arus kehidupan politik di sekitarnya sehingga terpaksa menjadi

korban sistem politik. Dengan diilhami kasus tragedy Nasional 30

September 1965, ia mengungkapkan sebuah fenomena sosial yang khas

dalam konteks politik di Indonesia.

Novel Kubah dimulai dengan gambaran keraguan tokoh Karman

untuk segera meninggalkan halaman Markas Komando Distrik Militer

sebagai tempat terakhir pembebasan dari pulau B. Kalau inisial itu

ditafsirkan sebagai pulau Buru, maka Karman adalah bekas tahanan politik

pulau Buru di wilayah Maluku, sebuah pulau yang sangat populer sebagai

tempat pengasingan orang-orang PKI atau yang terlibat dengan

penghianatannya pada 30 September 1965. Bagi masyarakat Indonesia,

pulau tersebut mengisyaratkan status terberat bagi yang pernah ditahan

disana, terlepas dari fakta yang sebenarnya dialami oleh setiap tahanan

politik. Tokoh Karman dalam novel Kubah dapat digambarkan sebagai

Page 2: dakwah Islam

41

seorang tokoh yang penting dalam tubuh PKI, karena kalau hanya orang

biasa dalam PKI, mustahil ia sampai dikirim ke pulau Buru.

3.2 Biografi Ahmad Tohari

Ahmad Tohari dilahirkan di Desa Tinggarjaya, Kecamatan

Jatilawang, Banyumas tanggal 13 Juni 1948. Pendidikan formalnya hanya

sampai SMAN II Purwokerto. Ia pernah memasuki beberapa fakultas di

universitas yang berbeda, seperti Fakultas Kedokteran Universitas Ibnu

Chaldun Jakarta dari tahun 1966 – 1969, Fakultas Ekonomi UNSUD mulai

tahun 1972 - 1973, dan FISIP UNSUD mulai tahun 1974 – 1975. Namun,

dari semua fakultas tersebut tidak satupun ia selesaikan. Bila dilihat dari

kemampuan Ahmad Tohari, ia tergolong pandai dengan teman-teman

sebayanya. Satu hal yang menjadikannya tidak menyelesaikan pendidikan

yaitu karena faktor ekonomi.

Sebelum terjun di dunia sastra, dia pernah bekerja di Majalah

Keluarga dan Amanah, juga pernah mengikuti International Writing

Program di Iowa City, Amerika Serikat pada tahun 1990. Pada tahun 1995

ia menerima hadiah Sastra ASEAN.

Ahmad Tohari mengarang sastra karena menyimpan kemarahan

atau kegelisahan terhadap pemimpin yang belum juga membuktikan

komitmennya kepada orang-orang kecil. Menurutnya, para pemimpin

menganggap kepemimpinan itu suatu keberuntungan yang datang dari atas

berupa wahyu, sehingga kekuasaannya ditafsirkan sebagai hak-hak istimewa

yang dampaknya muncul sebagai korupsi. Ini jelas sebuah kesalahan besar

yang harus diubah di tengah kehidupan sebuah negara. Akan tetapi, dia pun

Page 3: dakwah Islam

42

sadar tidak memiliki kekuatan yang besar untuk mengubah keadaan

masyarakat. Oleh karena itu, disalurkanlah kemarahan dan kegelisahan itu

ke dalam karya sastra dengan harapan dapat memberikan semacam

pencerahan di kalangan masyarakat.

Ahmad Tohari harus menulis untuk memperoleh rezeki setelah

meninggalkan pekerjaan sebagai tenaga honorer BNI 1946 (1966-1967, staf

redaksi Majalah Keluarga (1978-1981) dan dewan redaksi Majalah Amanah

(1986-1993). Ia mengaku tidak betah tinggal di Jakarta yang sibuk dan pada

akhirnya memilih kembali ke kampung kelahirannya.

Di desa itulah Ahmad Tohari mengurus sebuah pesantren dan

membangun mahligai keluarga bersama istrinya Syamsiah, yang sehari-

harinya berdinas sebagai guru sekolah dasar. Bersama istrinya itulah Ahmad

Tohari mempunyai 5 orang putra.

Karya-karyanya dalam bentuk novel antara lain; Kubah (1990),

Ronggeng Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus Dini Hari, (1985),

Jentera Bianglala (1986), Di Kaki Bukit Cibadak (1986), Senyum Karyamin

(1989), Bekisar Merah (1993), dan Lingkar Tanah Lingkar Air (1995).

(Yudiono, 2003; 2-3)

Sedangkan karya-karyanya berbentuk cerpen antara lain : Senyum

Karyamin, Jasa-jasa buat Sanwirya, Minem Beranak Bayi, Surabanglus,

Tinggal Matanya Berkedip-kedip, Ah Jakarta, Mata yang Enak Dipandang,

Nyanyian Malam, Pencuri dan Penipu yang Keempat.

Page 4: dakwah Islam

43

3.3 Kritik Ekstrinsik Terhadap Novel Kubah

Mengapresiasi suatu sastra, pada hakekatnya adalah menghargai,

memahami dan menghayati karya sastra. Untuk dapat berbuat demikian, kita

harus lebih dahulu mengetahui unsur yang membentuknya. Ada dua unsur

pokok yang membantu sebuah sastra, yaitu unsur intrinsik atau unsur dalam

dan unsur ekstrinsik atau unsur luar. Unsur intrinsik adalah unsur dalam

sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya karya sastra, sedang unsur

ekstrinsik adalah unsur luar sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya

karya sastra (Depdikbud, 1990 : 87).

Adapun unsur ekstrinsik dalam novel Kubah dapat penulis jabarkan

pada penjelasan berikut ini :

Novel Kubah (KB) diterbitkan pertama kali oleh PT Gramedia

Pustaka Utama, Jakarta pada bulan Juni 1995 dan mengalami cetak ulang

pada bulan September 2001. Sebelumnya pernah diterbitkan oleh penerbit

Pustaka Jaya, Jakarta (1980) dan mendapat penghargaan yayasan Buku

Utama 1981. Buku Kubah terbitan PT Gramedia Pustaka Utama tahun 2001

berukuran 11 x 18 cm dengan ketebalan 190 halaman. Pada cetakan kedua

itu terdapat keterangan bahwa novel ini sudah diterbitkan dalam bahasa

Jepang. Hal ini merupakan bukti bahwa novel tersebut memiliki keunggulan

tertentu di tengah khazanah sastra Indonesia mutakhir. Kalau tidak, mustahil

diterbitkan dalam bahasa Jepang.

Novel ini terdiri dari 11 sub-judul dimana tiap sub-judul berisi cerita

dengan tema berbeda-beda dan langsung selesai. Tetapi cerita tiap sub-judul

Page 5: dakwah Islam

44

masih berhubungan terus hingga akhir cerita. Setiap halaman dalam novel

ini rata-rata terdiri dari 6 sampai 19 baris.

Novel Kubah merupakan novel yang mempunyai ciri khas yang sama

dengan novel karya Ahmad Tohari lainnya, yakni menggambarkan

permasalahan hidup yang dialami oleh orang kecil. Walaupun ciri khasnya

sama, novel Kubah ini mempunyai keunikan tersendiri dengan novel-novel

lain. Seperti novel Jantera Bianglala, novel Kubah juga berlatar tragedy

nasional 30 September 1965. Namun, kedua novel karya Ahmad Tohari ini

berbeda bila dilihat dari segi kisahnya, novel Jantera Bianglala mengisahkan

penderitaan lahir batin tokoh Srintil akibat kebodohannya sendiri tentang

politik, sedangkan novel Kubah mengisahkan penderitaan lahir batin tokoh

Karman karena kesadarannya sendiri untuk berpihak pada PKI. Perbedaan

lainnya, pada akhir cerita Jantera Bianglala belum memberikan harapan

yang menggembirakan bagi tokoh Srintil yang harus dibawa ke rumah sakit

jiwa, sedangkan akhir cerita novel Kubah mengisyaratkan harapan yang

menyenangkan bagi Karman. Tokoh Karman merasa senang karena diterima

kembali oleh lingkungan yang dahulu dibencinya, bahkan dipercaya

membuat kubah yang megah di masjid desanya.

Sosok Ahmad Tohari yang tinggal di Desa Tinggarjaya sekitar 27

kilometer di sebelah selatan Purwokerto Kabupaten Banyumas, Jawa

Tengah yang berprofesi sebagai wartawan justru tidak dikenal sebagai

seorang pengarang yang karya-karyanya sudah mendunia. Di lingkungannya

dia dikenal sebagai seorang wartawan atau sebagai seorang santri dalam

kehidupannya sehari-hari menjadi tetap lugas dan tetap berjalan seperti apa

Page 6: dakwah Islam

45

adanya meskipun kadang-kadang dirasakan menghambat kesempatannya

untuk mengarang. Hambatan non teknis itu berkaitan dengan kesibukannya

sebagai seorang warga masyarakat yang tidak terlepas dari kewajiban-

kewajiban sosial, namun sampai saat ini lingkungan desa itu justru

merupakan sumber inspirasi dan semangatnya mengarang. Oleh karena itu,

kehidupan orang desa dengan persoalan masing-masing tampak menonjol

dalam hampir seluruh karya Ahmad Tohari (Yudiono, 2003 : 8)

Ini terlihat hampir seluruh karyanya selalu dipengaruhi oleh realitas

kehidupan masyarakat dengan segala persoalannya. Ia percaya dan bahkan

yakin bahwa karya sastra merupakan pilihan untuk berdakwah atau

mencerahkan batin manusia agar senantiasa selalu membaca ayat Tuhan.

Dengan mengarang ia berharap dapat berperan dalam membangun moral

masyarakat dan bangsa sehingga berkembang menjadi masyarakat yang

beradab, yaitu masyarakat yang tidak suka berbohong.

Sebagai contoh, dalam novel Di Kaki Bukit Cibadak (1986) sebagai

cerita bersambung 1979), Ahmad Tohari menampilkan tokoh pemuda

Pambudi di dusun Tanggir, daerah Banyumas yang berniat melawan

kesombongan Pak Lurah Dirga. Pambudi yang sudah bekerja sebagai

pengurus koperasi desa yang sedang berkembang, justru memilih

mengundurkan diri setelah Pak Dirga terpilih sebagai lurah baru, karena

Pambudi tahu bahwa Pak Dirga adalah sosok pribadi yang angkuh, sombong

dan mudah mempermainkan masyarakat.

Pambudi yang memang merasa tidak nyaman lagi tinggal di desanya,

berangkat ke Yogyakarta untuk mencari pekerjaan. Di kemudian hari dia

Page 7: dakwah Islam

46

berhasil menjadi mahasiswa dan bekerja sebagai wartawan yang kemudian

mengungkap kebobrokan manajemen koperasi desanya. Artikel-artikel

Pambudi mendapatkan perhatian Camat dan Bupati yang pada akhirnya

berkeputusan memberhentikan Pak Dirga dari jabatan lurahnya di Desa

Tanngir.

Pambudi yang ditampilkan sebagai protagonis dengan kejujuran dan

tanggung jawab yang besar itu gagal menikahi Sanis gadis sedesanya, tetapi

akhirnya berhasil merebut hati Mulyani, gadis keturunan cina di

Yogyakarta. Tampaknya akhirnya kisah tersebut tidak lebih penting

daripada persoalan mendasar yang berkisar pada perjuangan manusia

menegakkan kebenaran, kejujuran dan kasih sayang dengan latar kehidupan

desa yang memang dikenal betul oleh pengarang.

Tokoh "wong desa" yang kemudian populer dan melambangkan nama

pengarang Ahmad Tohari adalah Srintil dan Rasus dalam Trilogy Ronggeng

Dukuh Paruk. Sebagaimana disebutkan bahwa popularitas trilogy tersebut

tidak terbatas pada sambutan masyarakat sastra di Indonesia, tetapi diluar

negeri. Hal ini dapat dilihat dengan banyaknya karya Ahmad Tohari yang di

translate ke dalam bahasa asing, seperti bahasa Inggris, Jepang dan

Belanda.

Contoh lain dalam novel Ronggeng Dukuh Paruk. Ahmad Tohari

menceritakan dua bocah (Srintil dan Rasus) Dukuh Paruk miskin dan buta

huruf yang berkembang dengan perjalanan nasib yang panjang, berliku,

pasang dan surut dalam konteks sosial politik.

Page 8: dakwah Islam

47

Srintil tumbuh menjadi seorang penari ronggeng yang terkenal,

sedangkan Rasus menjadi seorang prajurit atau tentara setelah sekian tahun

membantu pasukan militer menumpas gerombolan pengacau keamanan di

daerah kelahirannya.

Dalam cerita tersebut digambarkan tentang proses kehidupan yang

dialami oleh Srintil, seorang bocah cilik dari desa yang buta huruf, yang

kemudian tumbuh dan berkembang mengikuti waktu dan budaya saat itu.

Perjalanan nasib merubah Srintil gadis desa itu, kondisi politik, sosial dan

budaya ikut mewarnai perjalanan Srintil yang memang penuh dengan liku-

liku. Karena situasi politik dan ia terlibat di dalamnya Srintil pun ikut

ditahan dalam kasus tersebut.

Namun setelah terjadi geger politik di akhir tahun 1965, Srintil ditahan

karena dianggap pendukung PKI lewat penampilannya meronggeng di

banyak keramaian yang diselenggarakan oleh orang-orang PKI. Setelah

dibebaskan Srintil berniat meninggalkan dunia ronggeng dan ingin hidup

sebagaimana perempuan pada umumnya sambil mengharap Rasus yang

makin jauh bertugas. Ternyata harapan itu berantakan karena lelaki yang

mengaku akan menikahinya tetap saja menganggapnya sebagai ronggeng

yang boleh ditawarkan kepada lelaki manapun. Akibatnya Srintil menjadi

gila dan harus mendekam dalam kerangkeng kotor di rumah kakeknya.

Terlepas dari kemungkinan-kemungkinan apapun, kisah Srintil dan

Rasus telah membuktikan kepiawaian Ahmad Tohari merangkai cerita

dengan tokoh dan latar desa yang ternyata mampu mengungkapkan berbagai

Page 9: dakwah Islam

48

persoalan kemanusiaan, seperti keikhlasan, cinta kasih, kejujuran,

kemunafikan, kesewenang-wenangan, ketertindasan, dan keterpaksaan.

Semua itu masih tampak jelas dalam novel-novel berikutnya seperti

Lingkar Tanah Lingkar Air, Bekisar Merah, Belantik, Orang-orang Proyek,

dan juga cerpen-cerpen yang terhimpun dalam nyanyian malam.

Terlepas dari masalah metode yang dipergunakan pengarang Ahmad

Tohari untuk menggali permasalahan, memilih tokoh, peristiwa, dan latar

ceritanya, yang tampak menonjol dalam hampir seluruh karya sastranya

adalah permasalahan kehidupan yang dialami tokoh-tokoh yang tergolong

"wong cilik" atau orang kecil, baik di desa maupun di kota.

3.4 Kritik Intrinsik

Unsur kedua yang membentuk novel adalah unsur intrinsik. Unsur

intrinsik adalah unsur dalam sastra yang ikut mempengaruhi terciptanya

karya sastra, sedang unsur ekstrinsik adalah unsur luar sastra yang ikut

mempengaruhi terciptanya karya sastra (Depdikbud, 1990 : 87).

Unsur intrinsik karya sastra bentuk novel pada dasarnya dibangun oleh

unsur-unsur : tema, amanat, penokohan, latar, alur, gaya bahasa, dan

synopsis (Depdikbud, 1990 : 88).

Novel Kubah yang merupakan salah satu karya sastra berbentuk novel

juga terdapat unsur-unsur dasar pembentuk novel. Adapun uraian unsur-

unsur tersebut adalah sebagai berikut :

1. Tema

Pada umumnya, tema sebuah karya sastra tidak dikemukakan

secara jelas (eksplisit) baik dalam bentuk kata maupun kalimat. Tetapi

Page 10: dakwah Islam

49

kebanyakan tema disampaikan secara tidak langsung (implisit) dan

menyusupi keseluruhan cerita. Hal inilah antara lain yang menyebabkan

tidak mudahnya menafsirkan tema. Penafsiran tema (tema) didasari oleh

pemahaman cerita secara keseluruhan. Ada kalanya dijumpai kalimat-

kalimat (alias /percakapan) tertentu yang dapat ditafsirkan mengandung

tema pokok. Pembaca dituntut ketajaman berfikir untuk menyimpulkan

apa yang terjadi tema dalam suatu cerita. (Sudiarga, 2000 : 35-36)

Tema pokok dari novel Kubah Karya Ahmad Tohari kembali

meyakini adanya Tuhan (taubat). Pengarang mengemukakan tema

tersebut melalui tokoh utamanya yaitu Karman.

Tokoh utama dalam novel ini pertama kali diceritakan terjadi

perubahan sikap dan pemikiran yang taat beragama menjadi lelaki yang

ateis atau komunis. Kemudian terjadi penderitaan lahir batin karena

kesadaran sendiri tokoh Karman untuk berpihak kepada PKI. Pada akhir

cerita tokoh Karman merasa senang karena diterima kembali oleh

lingkungan yang dahulu dibencinya, bahkan dipercaya membuat kubah

yang megah di masjid desanya.

2. Amanat

Amanat adalah gagasan yang mendasari karya sastra, pesan yang

ingin disampaikan pengarang kepada pembaca/pendengar. (Sudjiman,

1984: 5). Dalam novel Kubah pesan yang ingin disampaikan pengarang

kepada pembaca adalah pesan-pesan yang menyangkut keagamaan

(dalam hal ini agama Islam). Sikap keagamaan tersebut yaitu pandangan

tentang nilai-nilai ketauhidan.

Page 11: dakwah Islam

50

Amanat yang disampaikan dalam novel ini adalah mengajari

untuk bersikap kritis terhadap kemungkinan munculnya kembali benih-

benih komunisme di bumi Indonesia, bahkan juga bersikap kritis

terhadap ideologi apapun yang bertentangan dengan kodrat kehidupan

masyarakat yang religius. Amanat lain dari novel tersebut adalah

pemahaman dan pemaafan masyarakat terhadap pribadi yang telah

menyadari kesalahan atau ketersesatannya untuk mendapatkan kembali

harkat kemanusiaannya.

3. Penokohan

Aspek ini diawali dengan pertanyaan siapa tokoh utama kisah

ini ? tokoh utama di dalam fiksi dapat diketahui dengan cara mengikuti

sejauh mana posisi tokoh di dalam setiap peristiwa.

Berdasarkan pedoman di atas, karakter “Karman” disebut sebagai

tokoh utama karena karakter Karman-lah yang paling dominan dan

selalu mewarnai dari awal sampai akhir cerita. Selain itu, memang novel

ini intinya menceritakan perjalanan hidup Karman.

Penokohan tokoh utama dalam novel ini sudah memakai sistem

nama, sebagaimana dikemukakan oleh Wellek dan Warren yang dikutip

oleh Drs Jiwa Atmadja bahwa bentuk perwatakan yang paling sederhana

adalah pemberian nama dan setiap panggilan adalah semacam

penghidupan, pemberian nama/pribadi.(Atmaja, 1993 : 30)

Dalam novel ini tokoh Karman digambarkan sebagai seorang

pemuda yang teguh pendiriannya, pemberani, tulus, taat beragama dan

cenderung emosional. Sebagaimana dalam teks disebutkan :

Page 12: dakwah Islam

51

"Karman tetap tertunduk. Ada kejujuran yang lambat laun mengembang dalam dirinya. Ia ingin mengaku dengan tulus, meskipun ia lama menjadi partai komunis, bahwa kehadiran Tuhan tetap terasa pada dirinya". (hlm. 26).

Selain Karman sebagai tokoh utama, ada beberapa tokoh

pendukung dalam novel ini. Haji Bakir misalnya, dalam novel ini Haji

Bakir merupakan seorang tokoh agama dan terkemuka di desanya. Ia

sesosok orang yang berbudi luhur, penolong, pemaaf. Tokoh Haji Bakir

tersebut seperti digambarkan pada teks berikut ini :

"Tetapi marilah, kita tetap berhubungan baik seperti dahulu, tanpa melalui ikatan perkawinan antara dirimu dengan Rifah. Aku percaya kau dapat menemukan calon istri lain" (hlm. 121).

Marni adalah istri Karman. Dia digambarkan sebagai sesosok istri

yang setia. Sifat Marni tersebut seperti digambarkan pada teks berikut ini :

"Betapapun, tekad Marni saat itu, ia akan menunggu suaminya kembali. Siapa tahu, suamiku masih hidup. Dan perasaanku mengatakan, entah kapan dia akan kembali".

Kapten Somad adalah perwira yang bertugas membina kehidupan

rohani para tawanan. Ia merupakan seorang yang pengertian, lapang

dada, simpatik. Dalam teks digambarkan sebagai berikut :

"Oh, baik, katakanlah. Aku akan senang mendengarnya. Siapa tahu aku dapat membantu meringankan perasaanmu" (hlm. 20).

Hasyim adalah paman Karman. Dia digambarkan sebagai sesosok

orang yang penyabar, pengertian, dan penolong. Dalam teks

digambarkan :

"Setelah diam beberapa saat untuk menciptakan suasana yang lebih sabar, Hasyim meneruskan bicaranya" (hlm. 99)

4. Latar

Disini latar tidak hanya sekedar sebagai tempat terjadinya

peristiwa/ lingkungan yang mengelilingi para pelaku tetapi juga sebagai

Page 13: dakwah Islam

52

pelaku petunjuk untuk mengetahui sistem kehidupan sosial yang hendak

dilukiskan pengarang.(Pradobo , 1976: 37)

Istilah latar/setting dalam arti lengkap memang meliputi aspek

ruang dan waktu terjadinya peristiwa. Sekalipun demikian terdapat

perbedaan yang tidak mudah dilihat antara latar belakang sebagai bagian

dari teks dan hubungan yang mendasari suatu lakuan (action) sehingga

sekeliling latar tampak luas dari sekedar urutan lakuan dan ini tidak

hanya tergantung dari arti setiap peristiwa.

Aspek latar dari kisah ini adalah tragedi nasional 30 September

1965 di desa Pegaten Madiun.

5. Alur

Merupakan rangkaian kejadian yang disusun berdasarkan

hubungan sebab akibat atau keberadaan kualitas atau dapat dikatakan

alur adalah serangkaian kejadian dan perbuatan, hal-hal yang dia alami

dan dikerjakan pelaku di sepanjang cerita (Sudjiman, 1984 : 6).

Dalam novel ini, tokoh Karman yang paling banyak diceritakan

memang pantas disebut sebagai tokoh utama. Akan tetapi, ia tidak dapat

disebut penggerak peristiwa yang membangun alur karena

pengalurannya mengingatkan pembaca kepada model penceritaan

wayang kulit Jawa yang diperankan oleh dalang. Alurnya terputus-putus

karena dipergunakan untuk penyajian episode-episode yang seolah-olah

terpisah dari pokok cerita, tetapi kemudian bertautan pada titik tertentu.

Dengan model alur pewayangan itulah novel kubah yang terdiri dari

sepuluh bagian mengisahkan perjalanan tokoh Karman melalui episode-

Page 14: dakwah Islam

53

episode yang tidak bersambungan secara ketat. Jika dilihat setiap

episodenya akan tampak sebagai berikut.

a. Bagian pertama (35 halaman) : kisah kepulangan Karman dari pulau B

b. Bagian kedua (17 halaman) : kisah pendek tentang gadis Tini (anak

Karman) yang bersiap menjemput Karman ditengah keluarga Gono

c. Bagian Ketiga (18 halaman) : kisah masa kecil Karman dalam

kaitannya dengan keluarga Haji Bakir.

d. Bagian Keempat (16 halaman) : kisah Margo dan Triman dalam

membina Karman sebagai calon kader partai.

e. Bagian Kelima (11 halaman) : kisah perdebatan Karman dengan

Paman Hasyim tentang ketidakadilan Haji Bakir

f. Bagian Keenam (16 halaman) : kisah upaya Karman menjumpai

Rifah dengan cara sembunyi-sembunyi, tetapi ditolak Rifah dengan

halus sehingga lelaki itu merasa malu

g. Bagian Ketujuh (13 halaman) : kisah perubahan situasi sosial di

daerah kecamatan Kokosan, termasuk perubahan sikap Karman

terhadap ibadah istrinya.

h. Bagian Kedelapan (13 halaman) : suasana Desa Pegaten menjelang

Oktober 1965 dan pelarian Karman yang ketakutan setelah terjadi

geger

i. Bagian Kesembilan (20 halaman) : kisah kehidupan Kastagethek

yang sederhana dan kelanjutan pelarian Karman sampai di sebuah

makam dan tertangkap

Page 15: dakwah Islam

54

j. Bagian Kesepuluh (19 halaman) : kisah pertemuan Marni dengan

Karman di rumah Bu Mantri, dan 3 bulan kemudian Tini dilamar

Jabir, cucu Haji Bakir

k. Bagian Terakhir (3 halaman) : kisah pendek keberhasilan Karman

membuat sebuah kubah di masjid Haji Bakir.

Dari pemilihan itu tampak bahwa alur novel Kubah tidak lurus,

tetapi juga bermodel sorot balik. Akibatnya, tokoh Karman tidak selalu

menonjol dalam setiap episode. Dengan teknik penceritaan bermodel

wayang itu, maka tokoh Karman tidak berkedudukan utama dalam

setiap episode. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa novel Kubah

bukan novel tokohan, melainkan novel kisahan yang lebih

mengutamakan suasana untuk membangun struktur tema tentang

penemuan kembali harkat kemanusiaan yang telah hilang.

6. Gaya Bahasa

Teknik dan gaya penceritaan Ahmad Tohari selama ini terbilang

konvensional, tidak aneh-aneh, dan hasilnya boleh dimasukkan ke jalur

realis. Tokoh Karman dapat dibayangkan sebagai pribadi yang berada

ditengah kehidupan sehari-hari dengan segala persoalannya. Tentu saja

siapa pun dia itu harus tetap dipandang sebagai tokoh rekaan yang tidak

harus dicari-cari kebenarannya dalam kehidupan sosial, termasuk tidak

perlu diperdebatkan apapun kejanggalan yang tampak pada tokoh yang

tampilkan. Yang jelas, tokoh Karman tersebut telah mewakili dunia

gagasan pengarang yang fungsi dan tugasnya tentunya harus dipisahkan

Page 16: dakwah Islam

55

dari ketentuan lain sebagai pemerhati masalah-masalah sosial dan

budaya.

Bila gaya bahasa dipandang sebagai salah satu aspek penting

dalam teknik penceritaan, maka gaya bahasa Ahmad Tohari dalam novel

ini tercatat gaya bahasa personifikasi mendominasi dalam teknik

penceritaannya yang telah dipilih sebagai cara yang tepat untuk

mendekati dan menegur alam. Dengan kata lain, gaya bahasa

personifikasi itu merupakan salah satu caranya bertasbih kepada Tuhan.

Jadi, tidaklah mengherankan jika bumi dan langit seisinya sering disapa

Ahmad Tohari dengan bahasa manusia atau dipersonifikasikan.

Misalnya, pada pertengahan novel ini digambarkan lukisan alam sebagai

berikut :

Suara puluhan ani-ani masih terdengar seperti bunyi serangga yang rakus. Semua orang seperti sedang berlomba adu cepat memainkan ani-ani demi bawon yang lebih banyak. Kemudian, mengapa tak seorangpun sadar bahwa pada saat yang sama kuasa Tuhan sedang menggerakkan seekor binatang kecil dibawah keteduhan pohon-pohon dadap itu. Seekor semut merah bergerak diantara hilang dan tampak, meraba-raba dengan sepasang sungut halus yang mencuat di kepalanya. Mula-mula serangga kecil itu merayap di atas permukaan daun kering yang luruh, lalu menyelinap di bawahnya. Sekarang sampailah ia pada ujung kain yang digelar Kinah. Sejengkal lebih jauh semut itu menemukan benda hidup yang baginya berukuran amat besar. Dengan sungutnya ia meraba-raba, lalu kembali menjauh. Ia menuruti hukum yang berlaku bagi semut sejenisnya; apabila menemukan mangsa yang besar ia harus mengundang sebanyak mungkin teman. (Tohari, 2005 : 68).

Lukisan lanskap itu secara sugestif menumbuhkan imajinasi

pembaca untuk mengenal kembali sepotong kehidupan alam desa di

musim panen. Kemudian pepohonan dan binatang yang dalam

kehidupan sehari-hari mungkin saja tidak berbicara apapun kepada

Page 17: dakwah Islam

56

manusia, justru tampak seperti pribadi-pribadi yang penuh pesona dan

sepantasnya disapa dengan simpati yang segar. Tentu saja sekelumit

ilustrasi tersebut ditindaklanjuti dengan pembacaan yang menyeluruh

terhadap novel ini sehingga diperoleh kenikmatan dan pemahaman

makna literer yang akan memperkaya pengalaman batin pembaca.

7. Sinopsis

Sinopsis novel Kubah karya Ahmad Tohari secara umum dapat

penulis uraikan sebagai berikut :

Tidak mudah bagi seorang lelaki untuk mendapatkan kembali

tempatnya di masyarakat setelah 12 tahun tinggal dalam pengasingan di

Pulau B. Apalagi hati masyarakat memang pernah dilukai. Karman,

lelaki itu, juga telah kehilangan orang-orang yang dulu selalu hadir

dalam jiwanya. Istrinya telah menikah dengan lelaki lain, anaknya ada

yang meninggal, dan yang tersisa tak lagi begitu mengenalnya. Karman

memikul dosa sejarah yang amat berat dan dia hampir tak sanggup

untuk menanggungnya.

Karman terlibat dalam gerakan politik yang terlarang, ia termasuk

orang yang dicari dalam kasus Partai Komunis. Disaat itu Karman tidak

bisa membayangkan kalau akhirnya terjadi terhadap dirinya. Karman

harus mengasingkan diri, lari dari tempat kelahirannya dengan

menanggung segala resiko, termasuk Karman harus rela meninggalkan

istri (Marni) dan anaknya yaitu Tini.

Dalam pengasingannya Karman begitu menderita, ia harus

menanggung kesedihan yang mendalam karena jauh dari segalanya, ia

Page 18: dakwah Islam

57

tidak lagi bisa melihat istri dan anaknya tercinta, dan bahkan Karman

kehilangan pegangan akan keyakinan yang dulu pernah terlintas dalam

hati kecilnya yaitu sentuhan nur Ilahi.

Setelah sekian lama dalam pengasingan Karman pun merasakan

bahwa dirinya benar-benar jauh dari segalanya, keterlibatannya dalam

partai Komunis mengantarkan Karman ke dalam penderitaan yang

begitu mendalam dan hampir tidak sanggup untuk menerima. Andaikan

Karman saat itu masih percaya dengan Tuhan mungkin tidak akan

terjadi hal seperti ini. Karman kehilangan seorang Istri dan anak

terakhirnya. Karena ditinggal dalam pengasingan istri Karman menikah

dengan orang lain, yaitu tetangga satu desanya, ditambah dengan

meninggalnya anak terakhir Karman.

Di tengah kehidupan yang hampir tertutup baginya, Karman

berusaha mencari secercah sinar sebagai obat batin dia. Di masyarakat ia

sudah dianggap sebagai orang yang tidak percaya dengan Tuhan,

mengingkari keberadaan Tuhan dalam hidup manusia karena

keterlibatan Karman dalam partai Komunis. Ditengah suasana yang

terjepit baik secara lahir dan batin Karman masih bisa menemukan

seberkas sinar kasih sayang, kasih sayang itu dari Pak Haji orang

terdekat Karman dulu, yang kemudian Dia dipercayai oleh Pak Haji,

orang terkemuka di desanya yang pernah dikhianatinya. Karman

berkhianat kepada Pak Haji karena dia sendiri berpaling dari Tuhan.

Kepulangan Karman dari pengasingan tidak menyebabkan Pak

Haji hilang kepercayaan terhadap Karman, meskipun sebagian

Page 19: dakwah Islam

58

masyarakat sudah tidak simpati kepada Dia, termasuk istrinya.

Meskipun demikian Pak Haji masih menaruh kepercayaan pada dirinya,

yang dulu pernah mengkhianati. Kepercayaan itu kemudian diterima

oleh Karman, yaitu Karman disuruh untuk membangun kubah masjid di

desa itu. Dengan kepercayaan itu Karman merasakan menemukan jati

dirinya kembali, menemukan martabat hidupnya yang dulu pernah

hilang dan hampir menghancurkannya.

Berangkat dari kepercayaan itu, Karman mulai aktif melakukan

shalat, dzikir dan tafakkur yang dulu pernah diingkarinya. Dalam hening

malam Karman pun larut dalam tasbih semesta, bersama air kali Sikura

yang mengalir Karman pun melantunkan pujian-pujian terhadap Gusti

kang akarya jagat, Tuhan yang menciptakan alam semesta dan segala

puji bagi Nya.

Berkaitan dengan pembahasan skripsi ini yaitu mengetahui pesan

dakwah yang terkandung dalam novel Kubah karya Ahmad Tohari yang

meliputi bidang aqidah, syari'ah dan akhlak. Dari hasil penelusuran

penulis, pesan dakwah yang terdapat dalam novel tersebut dapat

diuraikan sebagai berikut :

Bagian pertama :

a. Bidang Aqidah :

"Karman tertunduk ; Tuhan. Yang dimaksud oleh Kapten Somad pastilah kepercayaan terhadap keberadaan Tuhan" (hlm. 26)

"Namun apabila kamu percaya dan berserah diri kepada Tuhan, maka jalan keluar selalu tersedia" (hlm. 27)

Page 20: dakwah Islam

59

b. Bidang Syari'ah

"Namun akhirnya seorang lelaki tua sambil berjalan menepuk pundak Karman. "Mari, Pak, sudah hampir ikamah!" (hlm. 29)

c. Bidang Akhlak

"Dia masih berdiri di pintu halaman. Suruh dia cepat meneruskan perjalanan. Atau berilah dia dua ratus rupiah, barangkali ia kehabisan bekal".(hlm.

Bagian kedua :

a. Bidang Aqidah :

"Tapi, Bu, siapa tahu Tuhan menghendaki Ibu kumpul lagi sama Ayah" (hlm. 44)

"Di Kamar pesalatan Marni berusaha mencari kesadaran tertinggi agar bisa berdekat-dekat dengan Tuhan" (hlm. 50)

b. Bidang Syari'ah

" Tini sudah selesai mandi kain batik dipinjungkan kemudian ia mengambil air sembahyang" (hlm. 39) "Beliau juga memuji bacaan Quranku. Dan Ibu tahu tentang kain kerudung yang berwarna biru, bukan ? (hlm. 45)

Bagian ketiga :

Bidang Syari'ah

"Mengapa sampai sejauh ini aku baru sadar ada dua anak yang wajib kusantuni?" keluhnya. "Seharusnya sejak dulu kuperhatikan kedua anak yatim ini" (hlm. 59) "Hayo, jangan bergurau. Bersucilah ! Matahari hampir terbit" (hlm. 64) Bagian keempat :

a. Bidang Aqidah :

"Tuhan Yang Mahakuasa yang mengatur segalanya. Oh ya, karena takdir Tuhan juga saya harus kembali menjadi petani" (hlm. 82)

Page 21: dakwah Islam

60

b. Bidang Akhlak

"Triman melayani tamunya dengan ramah, …… " (hlm. 85)

"Kalau begitu saya hanya dapat menyampaikan rasa terima kasih," jawab Karman akhirnya. "Cukup, lebih dari cukup. Hanya itu yang perlu kauberikan kepadaku. Tidak berat?" (hlm. 86)

Bagian kelima :

a. Bidang Aqidah :

"…. aku minta kau kembali seperti semula. Kembali menjadi manusia yang menyadari siapa dirinya" (hlm. 95) "Turutilah nasehatku: kembalilah kau ke jalan semula. Paling tidak, kembalilah kepada Tuhanmu …. " (hlm. 99)

b. Bidang Syari'ah

"Dan jangan pungkiri kenyataan setiap panenan Haji Bakir membayar zakatnya" (hlm. 97)

"Tukar menukar itu sah karena telah disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan" (hlm. 98)

c. Bidang Akhlak

"Saat ketika Hasyim teringat : berwasiatlah dalam kebenaran dan kesabaran" (hlm. 100) Bagian keenam :

a. Bidang Syari'ah

"Seorang perempuan muda sedang duduk berdoa di atas sajadah yang digelar di lantai. Rifah masih dalam pakaian sembahyang" (hlm. 114)

b. Bidang Akhlak

"…. Tuhan hanya menyuruhku menghormati tamu yang datang dengan cara baik-baik. Bertamulah besok pagi kepada Ayah. Insya Allah aku akan menemuimu juga" (hlm. 116)

Page 22: dakwah Islam

61

Bagian ketujuh :

Bidang Aqidah :

"Ia sudah dapat menerima ketentuan Tuhan dengan hati ikhlas. Ayahnya selalu berkata, "Takdir Tuhan adalah hal yang paling baik bagimu, betapapun getir rasanya. Bertakwa kepada-Nya akan embuat segala penderitaan ringan" (hlm. 118) Bagian kedelapan :

Bidang Syari'ah

"Tetapi Marni merasa bersyukur melihat perubahan suaminya. Bayangkan, Karman bersembahyang – satu hal yang telah lama sekali diinginkan Marni." (hlm. 137 Bagian kesembilan :

a. Bidang Aqidah :

"Tuhan yang mencipta semesta alam; Gusti, Engkaulah yang terpuji dan suci dari segala prakira dan syakwasangka". (hlm. 150)

b. Bidang Syari'ah

"Karman dapat memastikan bahwa ketenangan hidup Kasgethek berkaitan dengan shalatnya, dengan zikirnya, dengan tasbihnya" (hlm. 152)

Bagian kesepuluh :

Bidang Akhlak

"Di pintu Marni mengucapkan salam ……" (hlm. 174) "Maafkan aku, Karman, seperti dulu kau selalu berlaku demikian kepadaku. Maafkan aku" (hlm. 178) Bagian kesebelas :

a. Bidang Aqidah :

"Leher kubah dihiasi kaligrafi dengan terlir. Empat ayat terakhir dari surat al Fajr terbaca disana : Hai jiwa yang tentram, yang telah sampai kepada kebenaran hakiki. Kembalilah engkau kepada Tuhanmu. Maka masuklah engkau ke dalam barisan hamba-hamba-

Page 23: dakwah Islam

62

Ku. Dan masuklah engkau ke dalam kedamaian abadi, di surga-Ku" (hlm. 189)

b. Bidang Akhlak

"Tetapi Karman menganggap pekerjaan membuat kubah itu sebagai kesempatan yang istimewa. Sesen pun ia tak mengharapkan upah. Bahkan dengan menyanggupi pekerjaan itu ia hanya ingin memberi jasa" (hlm. 188).