Daging Babi Berbahaya Bagi Kesehatan, Bagaimana Pandangan Hindu

download Daging Babi Berbahaya Bagi Kesehatan, Bagaimana Pandangan Hindu

of 8

description

Tugas

Transcript of Daging Babi Berbahaya Bagi Kesehatan, Bagaimana Pandangan Hindu

Nama: I Gede SuarantaNIM: H1A012023Fak: Fakultas KedokteranDaging Babi Berbahaya Bagi Kesehatan, Bagaimana Pandangan Hindu?

Sudah sejak lama masyarakat Hindu di Bali sangat umum melakukan persembahan babi guling dalam suatu acara, seperti piodalan, hari baik bahkan hingga hari raya, misalnya hari raya yang sebentar lagi akan kita sambut yaitu Hari Raya Galungan dan Kuningan, atau hanya sekedar Nawur Sesangi (bayar janji). Biasanya ketika umat Hindu menghadapi suatu masalah, atau ada keinginan tertentu seperti naik pangkat, kesuksesan, atau sehat dari sakit, dan lainnya, maka kepasrahan tampaknya tidak cukup. Jadi perlu perjuangan atau menjanjikan sesuatu kepada Sang Pencipta. Yang dimaksudkan agar tidak dibilang tidak tahu terima-kasih, maka Hyang Whidi dijanjikan sesuatu persembahan, dan salah satunya dan paling sering yaitu Babi Guling. Waktu berjalan dan suatu saat tercapai niatnya, maka pada hari yang dianggap baik dipersembahkanlah Babi Guling, ibaratnya anugrah diterima, babi guling dipersembahkan, ini seperti barter anugrah ditukar dengan babi guling. Bentuk lain adalah persembahan babi guling ditujukan kepada Penunggun Karang/Penglurah yang sebenarnya Bhuta (Bhuta Dewa/satpam para Dewa), jika ini dilakukan maka sudah tidak percayakah umat pada Hyang Whidi sehingga harus meminta pada Bhuta. Fenomena seperti ini sudah berlangsung secara turun temurun dan menjadi kebiasaan sehingga umat banyak yang tidak tahu atau tidak perlu tahu apakah cara-cara itu dibenarkan menurut ajaran Hindu. Yang menjadi pertanyaan apakah sudah seperti itu pola pikir masyarakat akan makna persembahan?Selain itu, jaman dulu kita belum mengenal nama Hindu seperti sekarang ini, yang ada adalah sebuah Mazab/Sekte/Pakse yang merupakan penonjolan Ista Dewata tertentu, sehingga ada : Sekte Siwa, Sekte Waisnawa, Sekte Bhairawa, juga ada sekte Budha, dan lainnya. Pada abad XI oleh Mpu Kuturan di Bali sudah digabung menjadi satu dengan pemujaan Ista Dewara Tri Murti dalam bentuk Pelinggih Kemulan Rong Tiga dan ditingkat desa berupa Desa Pakraman dengan Pura Desa, Dalem, dan Puseh. Tampaknya hal ini tidak secara otomatis menghilangkan salah satunya atau memunculkan sesuatu yang benar-benar baru karena ciri khas sekte itu masih ada. Salah satunya Sekte Bhairawa yang disebutkan dalam persembahyangan perlu mabuk sehingga yang masih bisa dilihat sekarang Caru dengan tuak/arak, pemotongan binatang/darah binatang, persembahan Babi Guling, bahkan lawarpun konon peninggalan dari para penganut sekte Bhairawa. Sebagian umat yang mempersembahkan babi guling, umumnya tidak mengerti kalau hal itu sebenarnya merupakan pengaruh sekte Bhairawa. Kita sering kali tidak mempertanyakan dasar sastranya seperti apa, yang kita tahu kita masih suka makan babi guling dan sebelum dimakan maka dipersembahkan dulu kepada Ida Sang Hyang Whidi sehingga lungsuran atau prasadam yang dimakan adalah babi guling yang telah dihaturkan dahulu sehingga dianggap tidak makan dosa. Ternyata dengan pola seperti ini kita juga telah mendukung Global Warming. Karena penyembelihan hewan dan makan daging hewan juga dikatakan ikut andil terhadap pemanasan global. Jika dilihat dari sisi kesehatan, maka babi merupakan hewan yang menjadi salah satu sumber penyakit. Tim peneliti dari tiga kampus di Jepang menemukan banyak penderita penyakit akibat cacing pita babi, yang bisa menyerang fungsi saraf. Hal ini diungkapkan Indrajaya Manuaba, ahli saraf Indonesia yang bergabung dengan tim peneliti tersebut. Seperti yang dilansir Gatra News Jayapura, Indrajaya menjelaskan dari penelitian lewat survey tiga kampus asal Jepang, yakni universitas Kyoto, Kochi dan universitas terbuka, banyak ditemukan penyakit cacing pita babi. "Saya tidak punya data pasti, tapi penyakit saraf lewat cacing pita babi yang menjalar di tubuh penderita banyak ditemukan di pedalaman Papua, terutama yang suka mengonsumsi daging babi," katanya. Selain itu juga, hasil penelitian dalam British Journal of Cancer dari peneliti Swedia menyebutkan konsumsi 14 ons daging babi olahan dapat menyebabkan peningkatan 19 persen resiko kanker pankreas. Seorang Ilmuwan Jerman bernama Dr Murad Hoffman dalam bukunya juga menyatakan bahwa memakan daging babi yang terjangkit cacing babi tidak hanya berbahaya, tetapi juga dapat menyebabkan meningkatnya kandungan kolestrol dan memperlambat proses penguraian protein dalam tubuh, yang mengakibatkan kemungkinan terserang kanker usus, iritasi kulit, eksim, dan rematik. Seringnya terjadi kebocoran urine pada babi yang merembes pada dagingnya juga menjadi salah satu penyebab babi menjadi tidak aman dan berbahya untuk dikonsumsi.Berdasarkan hal tersebut, maka penulis mencoba untuk mengangkat Babi Guling ini sebagai topik yang akan dibicarakan. Terlebih lagi jika mengingat daging babi dikatakan dalam berbagai penelitian tidak aman dan berbahaya untuk dikonsumsi. Agama muslim bahkan mengharamkan konsumsi daging babi ini karena terkait dengan ketidaksehatannya. Serta perilaku babi yang dianggap rakus dan pemalas, seperti yang dijelaskan juga dalam ajaran agama Hindu yaitu sifat tamas dalam ajaran Tri Guna.

Bali dikenal memiliki makanan tradisional, salah satunya babi guling. Babi guling adalah sejenis makanan yang terbuat dari babi betina atau jantan, di mana perutnya diisikan dengan bumbu dan sayuran seperti daun ketela pohon, kemudian dipanggang sambil diputar-putar (diguling-gulingkan) sampai matang yang ditandai dengan perubahan warna kulit menjadi merah kecoklatan dan renyah. Awalnya babi guling hanya digunakan untuk sajian pada upacara, baik upacara adat maupun upacara keagamaan. Persembahan babi guling, dipergunakan untuk berbagai tujuan misalnya : mesesangi (bayar janji), upacara tiga bulanan untuk anak yang baru lahir, mesangih (potong gigi), ninggungan (pengorbanan anak babi). Namun saat ini babi guling telah dijual sebagai hidangan yang dapat dikonsumsi kapan saja karena mudah dicari baik di warung-warung, rumah makan bahkan hotel-hotel tertentu di daerah Bali.Dalam waktu dekat ini, umat Hindu akan merayakan Hari Raya Galungan dan Kuningan. Hari raya ini sangat identik dengan penjor, lawar babi, atau mungkin babi guling. Pada hari penampahan, tepatnya sehari sebelum Galungan, umat Hindu memasang penjor di dekat pintu masuk rumah. Penjor adalah tiang bambu yang dihiasi buah-buahan, daun kelapa, dan bunga. Selain itu, pada hari ini juga, sehari sebelum menjelang hari raya masyarakat Bali melakukan pemotongan ribuan ekor babi secara massal. Ribuan ekor babi yang dipotong dalam waktu bersamaan itu sebelumnya telah disiapkan dengan baik oleh masyarakat di masing-masing banjar (dusun). Daging babi itu selanjutnya bersama anggota keluarga diolah dalam berbagai menu makanan khas Bali. Ada yang diolah menjadi lawar dan be balung untuk makan hari ini dan besok, maupun olahan urutan yang bisa tahan dalam beberapa hari hingga hari raya Kuningan. Bahkan sering juga dijumpai olahan babi guling.Perayaan hari suci Galungan dan Kuningan di Bali biasanya diwarnai pula dengan tradisi mapatung. Mapatung adalah tradisi bergotong-royong memotong babi (nampah celeng) yang biasanya dilaksanakan saat Penampahan Galungan seperti yang telah dijelaskan tadi yaitu sehari menjelang puncak hari Galungan atau pada hari selasa. Di beberapa tempat, tradisi mapatung bahkan dilaksanakan pada Penyajaan Galungan atau malah pada Penyekeban Galungan. Mapatung merupakan tradisi memotong babi secara bergotong-royong, yang mana tidak saja bergotong royong saat pemotongan, tetapi juga bergotong-royong dalam menanggung biaya membeli babi dan bumbu-bumbunya. Setelah selesai disembelih, daging babi itu lalu dipotong-potong dan dibagi secara bersama-sama secara merata. Daging babi itulah yang kemudian di-ebat, diolah menjadi aneka menu masakan khas Bali di rumah masing-masing, seperti lawar, sate, komoh dan sejenisnya.Tradisi ini tidak hanya hidup di desa-desa di Bali. Di perkotaan juga tradisi mapatung masih hidup. Bahkan belakangan tradisi ini juga seperti direvitalisasi lagi. Di Desa Adat Kedonganan, Badung, tradisi mapatung direvitalisasi dalam bentuk lain. LPD Desa Adat Kedonganan sejak tahun 2010 secara rutin membagikan daging babi gratis kepada seluruh krama desa yang juga nasabah lembaga keuangan khusus milik desa adat itu. Jadi, dana yang digunakan merupakan dana yang telah dikumpulkan sebelumnya oleh LPD.Terdapat juga upacara dan tradisi yang unik di daerah Karang Asem, Bali. Secara turun temurun warga disana mengaturkan banyak sekali babi guling pada upacara ini, yaitu upacara Usabha Dalem. Usabha Dalem adalah sebuah upacara keagamaan yang digelar dipura Dalem desa pekraman Timbrah, Karang asem, Bali berlangsung unik. Ratusan babi guling dihaturkan dalam upacara tersebut. Usabha Dalem diselenggarakan setiap tahun pada sasih kewulu. Dalam Usabha ini, setiap keluarga menghaturkan seekor babi guling. Upacara Usabha Dalem yang diselenggarakan memiliki makna, permohonan kepada Betari Durga yang merupakan sakti dari Dewa Siwa agar memberikan kesejahteraan. Babi guling sendiri merupakan lambing kesuburan dan kemakmuran. Upacara ini juga sebagai bentuk syukur akan kesejahteraan yang telah diberikan. Meski setiap keluarga menghaturkan babi guling, namun penghaturan babi guling dalam upacara tersebut bukanlah suatu paksaan. Namun, bakti yang dihaturkan sesuai dengan kemampuan. Karena ternyata ada juga yang menghaturkan Canang Bayuan, guling bebek, tergantung dari kehiklasan mereka. Pada Maret 2011, di desa pekraman Timbrah memiliki 789 kepala keluarga. Dipastikan, semua keluarga menghaturkan guling babi dalam upacara tersebut. Yang artinya, dalam Usabha tersebut, warga Timbrah menghaturkan 789 ekor babi guling kepada Betari Durga. Bahkan sebelum lokasi Pura Dalem ada di desa tersebut, tradisi menghaturkan babi guling ini sudah ada jauh sebelumnya. Selain Usabha Dalem, didesa adat Timbrah juga ada Usabha Sumbu yang jatuh setiap bulan Juli. Saat Usabha Sumbu juga menggunakan babi guling.Dari segi kesehatan sendiri telah banyak dikatakan bahwa daging babi tidak aman untuk dikonsumsi. Seperti yang disebutkan sebelumnya bahwa banyak sekali penelitian yang mengatakan bahwa daging babi ini merupakan daging yang dapat menimbulkan berbagai macam penyakit berbahaya jika dikonsumsi. Babi adalah hewan yang kerakusannya dalam makan tinggi. Ia melahap semua makanan yang ada dihadapannya. Ketika perutnya telah penuh atau makanannya telah habis, ia dikatakan memiliki kebiasaan memuntahkan isi perutnya dan memakannya lagi, untuk memuaskan kerakusannya. Babi tidak akan berhenti makan, bahkan memakan kembali muntahannya. Babi memakan semua yang dianggap bisa ia makan yang berada dihadapannya, termasuk kotoran yang ada dihadapannya. Tidak dapat memilih makanan yang bahkan telah tercampur kotoran dan pasir hingga tak tersisa.Dari sikap dan cara makan babi tersebut sebenarnya babi dalam Hindu dikategorikan hewan yang mencerminkan sifat Tamas dalam Tri Guna. Tri guna sendiri merupakan sifat yang telah dibawa oleh manusia sejak lahir. Tri guna terdiri dari sifat Satwam, Rajas dan Tamas. Didalam kitab Warhaspati Tattwa Sloka 15 disebutkan sebagai berikut:

Laghu prakasakam sattwam cancalam tu rajah sthitamTamo guru varanakam ityetaccinta laksanam.Ikang citta mahangan mawa,yeka sattwa ngaranya,Ikang madres mola, yeka rajah ngaranya, ikang abwatPeteng, yeka tamah ngaranya.Artinya:Pikiran yang ringan dan tenang,itu sattwam namanya,yang bergerak cepet,itu rajah namanya, yang berat serta gelap, itulah tamah namanya. Ketiga guna itu terdapat pada setiap orang, hanya saja dalam ukuran yang berbeda-beda. Orang yang lebih banyak dipengaruhi guna sattwam, maka ia menjadi orang yang bijaksana, berfikir tenang, tenang, kasih sayang, lemah-lembut, dan lurus hati. Jika guna rajas lebih banyak mempengaruhi seseorang maka orang tersebut menjadi tangkas, keras, congkak, iri, bengis. Namun bila guna tamas lebih banyak berpengaruh pada diri seseorang, maka orang tersebut lamban, malas, dan bodoh.Satwam berdasarkan sloka diatas dikatakan sifat-sifat tenang dan bijaksana yang disebut juga dengan sifat kedewaan yang juga merupakan sifat-sifat yang harus dimiliki dalam menagakkan dharma. Sedangkan sifat rajas maupun tamas adalah sifat-sifat yang keraksasaan yang bisa dikatakan juga sifat-sifat yang menimbulkan keburukan, sama halnya dengan adharma yang bersifat meruntuhkan hidup.Hari raya Galungan pada hakekatnya memiliki makna bahwa hari itu merupakan hari kemenangan. Umat Hindu merayakan kemenangan Dharma melawan Adharma, atau kebaikan melawan keburukan. Namun terdapat penjelasan yang menarik mengenai hari raya Galungan dalam lontar kuno Sunarigama. Kutipannya adalah sebagai berikut:

Budha Kliwon Dungulan Ngaran Galungan patitis ikang janyana Samadhi, galang apadang maryakena sarwa byapaning idepArtinya:Rabu Kliwon Dungulan namanya Galungan, arahkan bersatunya rohani supaya mendapatkan pandangan yang terang untuk melenyapkan segala kekacauan pikiranPenjelasan ini sungguh berbeda dengan jargon kemenangan Dharma melawan Adharma yang selama ini melekat di masyarakat. Yang dititikberatkan dalam Sunarigama adalah pengendalian pikiran dan penyatuan rohani. Dalam pengendalian tidak ada istilah menang atau kalah, yang ada hanyalah berdamai dengan apa yang kita pikirkan, berdamai dengan apa yang kita rasakan, berdamai dengan sang jiwa. Bukankah segala bentuk kekacauan hanya dapat dihilangkan dengan jalan berdamai, apapun itu bentuknya termasuk juga kekacauan pikiran.Dari penjelasan mengenai makna Galungan tersebut, terlihat bahwa yang perlu dilakukan oleh umat Hindu dalam memaknai hari raya Galungan adalah mengendalikan pikiran termasuk dalam mengendalikan hawa nafsu dan kerakusan yang merupakan sifat rajas dan tamas. Menurut Hindu babi sebagai hewan yang mencerminkan sifat tamas akan mempengaruhi sikap dan perilaku yang memakannya, maka orang-orang yang sering mengkonsumsi daging babi lambat laun akan terpengaruhi dengan sikap kemalasan dan kerakusan yang dimiliki babi tersebut. Maka dari itu, bagi mereka yang telah mewinten (Ekajati) dan yang madiksa (Dwijati) dilarang dalam Hindu untuk mengkonsumsi daging babi agar tidak mempengaruhi perilakunya ketika menjadi contoh ataupun pemimpin umat. Jiika dilihat dari hal tersebut maka sebenarnya daging babi tidak dianjurkan dalam Hindu untuk dikonsumsi, sama halnya dengan daging ayam yang juga mencerminkan sifat Rajas.Dalam Dwijendra Tattwa didapatkan nasehat yang menarik yaitu nasehat beliau yang berbunyi: ...Jangan makan daging sapi sebab ia sebagai ibu yang memberikan susu kepada kita. Jangan makan daging babi rumah dan ayam itik rumah sebab dianggap kotor suka makan najis dan hindari segala yang dianggap kotorDari nasehat di atas juga berarti bahwa kita memang tidak dianjurkan untuk memakan daging babi. Danghyang Dwijendra memang dikenal sebagai seorang vegetarian, yang tidak memakan segala jenis daging. Hal ini dikarenakan salah satunya oleh berbagai penyakit yang dapat terjadi ketika kita mengkonsumsi daging hewan. Terdapat juga pandangan bahwa sesaat hewan akan disembelih maka hewan tersebut akan mengeluarkan racun, dan racun inilah yang tidak sehat bagi tubuh ketika dikonsumsi. Selain itu, tidak memakan daging juga dianjurkan ketika kita akan meningkatkan kerohanian kita. Dalam kitab Yajurveda 2-34,disebutkan:

ujrjam vahantiramrtam ghrtam payah kila lamparisutamsvadhastha tarpayata me pitrnArtinya:Wahai semua manusia yang berkeinginan mendapatkan moksa, puaslah engkau denganmemakan makanan yang manis seperti mentega, susu sapi, buah-buahan yang matang,dan air, oleh karena semuanya itu mengandung gizi yang baikSelain sloka diatas, terdapat banyak sloka dalam Weda untuk tidak membunuh dan mengkonsumsi makanan selain daging karena daging dalam Manava dharmasastra merupakan makanan tamas untuk para raksasa dan paisaca. (Pudja, 1996 : 282)Maka dari itu, sesuai dengan uraian di atas, bahwa dalam Hindu sudah dijelaskan makanan yang baik dan sehat untuk dikonsumsi oleh manusia. Yang mana makanan-makanan seperti daging termasuk daging babi sebenarnya dianjurkan untuk dihindari. Selain karena daging akan menimbulkan berbagai macam penyakit, juga dapat mempengaruhi perilaku yang mengkonsumsinya. Untuk menjadi seseorang dengan sifat Sattwika juga dianjurkan untuk berpuasa dan tidak mengkonsumsi daging.Jadi, menurut pandangan penulis tidak hanya daging babi yang menjadi berbagai sumber penyakit dalam Hindu. Semua daging hewan dapat menjadi sumer penyakit dan keruntuhan hidup jika dikonsumsi terus-menerus, karena akan menimbulkan sifat-sifat Rajas maupun Tamas dalam diri. Dalam perayaan Galungan yang akan kita sambut beberapa hari lagi sebaiknya tidak hanya dimaknai dengan perayaan dan pesta memakan makanan seperti daging babi ataupun be guling, tetapi makna yang terpenting adalah melakukan pengendalian diri dari sifat tamas dan rajas yang dapat dimulai dengan pengendalian pola makan yang lebih sehat dan sesuai anjuran Hindu dan berdamai dengan sifat-sifat itu.

Referensi:http://ketut3indrayana3stp.wordpress.com/ahimsa-dan-vegetarianisme/https://www.facebook.com/permalink.php?story_fbid=436857166353641&id=427682553937769http://stitidharma.org/sapi/http://www.parisada.org/index.php?option=com_content&task=view&id=372&Itemid=26&limit=1&limitstart=1http://tulisan-sejarah.blogspot.com/2011/03/sejarah-utuh-babi-guling.htmlhttp://regional.kompasiana.com/2013/10/22/penjor-dan-lawar-daging-babi-tradisi-di-hari-raya-galungan-dan-kuningan-601404.htmlhttp://id.wikipedia.org/wiki/Babi_gulinghttp://damuhantara.blogspot.com/2011/05/menukar-anugrah-dengan-babi-guling.htmlhttp://stitidharma.org/pedoman-perayaan-hari-raya-galungan-dan-kuningan/http://www.gatra.com/lifehealth/sehat-1/49634-peneliti-temukan-banyak-penderita-cacing-pita-babi-di-papua.htmlhttp://ayounajuz.blogspot.com/2009/06/susila.htmlhttp://dewagedeagung.wordpress.com/2009/10/10/kemenangan-dharma-vs-adharma-siapa-yg-berperang/http://www.balisaja.com/2013/10/siapa-bilang-tradisi-mapatung-galungan.html