Daftar Pustaka

53
PERBANDINGAN UJI SENSITIVITAS KOTRIMOKSAZOL GENERIK DAN GENERIK BERMEREK TERHADAP ISOLAT Streptococcus pneumoniae IN VITRO Karya Tulis Ilmiah Diajukan guna memenuhi sebagian syarat untuk memperoleh derajat Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat Oleh Arifya Anggoro Kasih I1A008047

Transcript of Daftar Pustaka

Page 1: Daftar Pustaka

PERBANDINGAN UJI SENSITIVITAS KOTRIMOKSAZOL GENERIK DAN GENERIK BERMEREK TERHADAP

ISOLAT Streptococcus pneumoniae IN VITRO

Karya Tulis Ilmiah Diajukan guna memenuhi sebagian syarat

untuk memperoleh derajat Sarjana KedokteranFakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat

OlehArifya Anggoro Kasih

I1A008047

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURATFAKULTAS KEDOKTERAN

BANJARBARU

Desember, 2011PERNYATAAN

Page 2: Daftar Pustaka

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam karya tulis ilmiah ini tidak terdapat

karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu

perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau

pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara

tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Banjarbaru, 19 Desember 2011

Arifya Anggoro Kasih

Karya Tulis Ilmiah oleh Arifya Anggoro Kasih

ii

Page 3: Daftar Pustaka

Telah dipertahankan di depan dewan pengujiPada tanggal 22 Desember 2011

Dewan PengujiKetua (Pembimbing Utama)

dr. H. M. Bakhriansyah, M.Kes.,M.Med.Ed

Anggota (Pembimbing Pendamping)

Dra. Hj. Lia Yulia Budiarti, M.Kes

Anggota

Joharman, S.Si.,M.Si,Apt

Anggota

dr. Noor Muthmainah, M.Sc

Mengesahkan, Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran UNLAM

dr. Didik Dwi Sanyoto, M.Kes.,M.Med.Ed NIP. 19720307 199702 1 002

ABSTRAK

iii

Page 4: Daftar Pustaka

PERBANDINGAN UJI SENSITIVITAS KOTRIMOKSAZOL GENERIK DAN GENERIK BERMEREK TERHADAP ISOLAT

Streptococcus pneumoniae IN VITRO

Arifya Anggoro Kasih

Pneumonia sebagian besar disebabkan oleh Streptococcus pneumoniae dan pengobatan lini pertama pada pasien pneumonia adalah kotrimoksazol. Kotrimoksazol tersedia dalam sediaan generik dan generik bermerek. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan uji sensitivitas kotrimoksazol generik dengan kotrimoksazol generik bermerek pada isolat bakteri S. pneumoniae secara in vitro. Penelitian ini bersifat eksperimental dengan pendekatan Posttest-Only with Control Group Design yang menggunakan tiga kelompok perlakuan, yaitu kelompok menggunakan kotrimoksazol generik, kotrimoksazol generik bermerek, dan kontrol etanol 96%. Uji aktivitas antibakteri yang digunakan pada penelitian ini adalah metode difusi Kirby Bauer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada kelompok perlakuan kotrimoksazol generik, generik bermerek, dan etanol 96% didapatkan rerata zona radikal masing-masing sebesar 20,74 mm, 20,07 mm, dan 7,74 mm. Analisis dengan Kruskal-Wallis dan uji Mann-Whitney dengan tingkat kepercayaan 95% menunjukkan nilai p = 0,543 (p > 0,05). Dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna antara zona radikal kotrimoksazol generik dan generik bermerek pada isolat bakteri S. pneumoniae in vitro.

Kata-kata kunci: kotrimoksazol, generik, generik bermerek, pneumonia, Streptococcus pneumoniae, Kirby Bauer

iv

Page 5: Daftar Pustaka

ABSTRACT

A COMPARISON STUDY ON SENSITIVITY TEST OF GENERIC AND BRANDED GENERIC COTRIMOXAZOLE ON Streptococcus pneumoniae

ISOLATES IN VITRO

Arifya Anggoro Kasih

Pneumonia is mostly caused by Streptococcus pneumoniae and cotrimoxazole is first line medicine to treat that disease. Cotrimoxazole is available in generic and branded generic forms. The aim of this study was to compare sensitivity test between generic and branded generic cotrimoxazole on S. pneumoniae isolates in vitro. It was an experimental study with Posttest-Only with Control Group Design which had three groups given generic cotrimoxazole group, branded generic cotrimoxazole, and etanol 96% as control. Antibacterial activity was evaluated by Kirby Bauer method. The result revealed that generic cotrimoxazole, branded generic, and etanol 96% showed radical zones of 20.74 mm, 20.74 mm, and 7.74 mm, respectively. Statistical analysis with Kruskal-Wallis test and posthoc test with Mann-Whitney test with significance level of 95% showed that p = 0.543 (p > 0.05). It was concluded that no differences of radical zones of generic and branded generic cotrimoxazole on S. pneumoniae isolates in vitro.

Keywords: cotrimoxazole, generic, branded generic, pneumonia, Streptococcus pneumoniae, Kirby Bauer

KATA PENGANTAR

v

Page 6: Daftar Pustaka

Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-NYA

sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah yang berjudul

“PERBANDINGAN UJI SENSITIVITAS KOTRIMOKSAZOL GENERIK

DAN GENERIK BERMEREK TERHADAP ISOLAT Streptococcus

pneumoniae IN VITRO”, tepat pada waktunya.

Karya tulis ilmiah ini disusun untuk memenuhi sebagian syarat guna

memperoleh derajat sarjana kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Lambung Mangkurat. Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih

kepada:

Dekan Fakultas Kedokteran, dr. H. Hasyim Fachir, Sp.S yang telah memberi

kesempatan dan fasilitas dalam pelaksanaan penelitian.

Kedua pembimbing, dr. H. M. Bakhriansyah, M.Kes, M.Med.Ed dan

Dra. Hj. Lia Yulia Budiarti, M.Kes yang berkenan memberikan saran dan arahan

dalam penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

Dosen penguji, Joharman, M.Si, Apt dan dr. Noor Muthmainnah, M.Sc yang

memberi kritik dan saran sehingga karya tulis ilmiah ini menjadi semakin baik.

Isnaini, S.Si, Apt dan dr. Alfi Yasmina, M.Kes, M.Pd.Ked atas ilmu dan

saran yang telah diberikan.

Kedua orang tua dan mas penulis, Pargini, Dri Harsiyah, dan Eko

Deswantoro, atas doa dan dukungan yang tidak pernah putus serta selalu

membantu dengan kemampuan terbaik mereka. Seluruh rekan penelitian serta

semua pihak atas sumbangan pikiran dan bantuan yang telah diberikan.

vi

Page 7: Daftar Pustaka

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari

kesempurnaan, akan tetapi penulis berharap penelitian ini bermanfaat bagi dunia

ilmu pengetahuan dan mendapat berkah dari Allah SWT. Amin.

Banjarbaru, Desember 2011

Penulis

vii

Page 8: Daftar Pustaka

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERNYATAAN ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah 1

B. Rumusan Masalah 3

C. Tujuan Penelitian 3

D. Manfaat Penelitian 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perihal Obat 4

B. Penyakit Pneumonia 5

C. Streptococcus pneumoniae 8

D. Kotrimoksazol 11

E. Uji Sensitivitas Antibiotik 13

viii

Page 9: Daftar Pustaka

BAB III LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori 15

B. Hipotesis 16

BAB IV METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian 17

B. Bahan dan Alat Penelitian 17

C. Variabel Penelitian 18

D. Definisi Operasional 19

E. Prosedur Penelitian 20

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data 23

G. Cara Analisis Data 23

H. Waktu dan Tempat Penelitian 23

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 24

BAB VI PENUTUP

A. Simpulan 29

B. Saran 29

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix

Page 10: Daftar Pustaka

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Streptococcus pneumoniae dengan Pewarnaan Gram 9

2.2 Mekanisme Kerja Sulfonamid dan Trimetoprim 11

2.3 Rumus Struktur Sulfametoksazol dan Trimetoprim 12

3.1 Kerangka Konsep Penelitian Perbandingan Uji Sensitivitas Kotrimoksazol Generik dan Generik Bermerek Terhadap Isolat Streptococcus pneumoniae 16

5.1 Grafik Rata-Rata Hasil Pengukuran Diameter Zona Radikal (mm) pada Masing-Masing Perlakuan Obat Generik dan Generik Bermerek Terhadap Isolat S. pneumoniae In Vitro 25

x

Page 11: Daftar Pustaka

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Perhitungan Dosis Obat

2. Informed Consent

3. Tabel Hasil Penelitian Perbandingan Uji Sensitivitas Kotrimoksazol Generik dan Generik Bermerek Terhadap Isolat Streptococcus pneumoniae In Vitro

4. Hasil Uji Statistik Penelitian Perbandingan Uji Sensitivitas Kotrimoksazol Generik dan Generik Bermerek Terhadap Isolat Streptococcus pneumoniae In Vitro

5. Gambar Hasil Penelitian Perbandingan Uji Sensitivitas Kotrimoksazol Generik dan Generik Bermerek Terhadap Isolat Streptococcus pneumoniae In Vitro

xi

Page 12: Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Penyakit infeksi adalah jenis penyakit yang disebabkan oleh bakteri,

biasanya banyak terdapat di daerah tropis dan negara berkembang seperti

Indonesia bahkan ada yang bersifat endemik. Salah satu penyakit infeksi yang

diderita oleh masyarakat terutama adalah Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

yaitu meliputi infeksi akut saluran pernafasan bagian atas dan infeksi akut saluran

pernafasan bagian bawah (1,2,3).

Infeksi saluran pernafasan merupakan penyebab utama kematian anak-anak

di bawah usia 5 tahun di dunia. Menurut laporan The United Nations Children’s

Fund (UNICEF) dan World Health Organization (WHO) pada tahun 2006

Indonesia merupakan negara dengan kejadian pneumonia ke-6 terbesar di dunia

(2,4). Survei mortalitas yang dilakukan oleh subdit ISPA tahun 2005

menempatkan pneumonia sebagai penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia

dengan presentase 22,30% dari seluruh kematian bayi. Pada survei yang sama

menyebutkan bahwa sebesar 23,6% kematian pada balita disebabkan oleh

penyakit ini yang merupakan proporsi terbesar dari seluruh penyebab kematian

pada balita (5). Hasil Survey Kesehatan Nasional (Surkesnas) 2001 menunjukkan

bahwa penyakit pneumonia merupakan penyebab kematian balita terbesar

(22,8%) di Kalimantan Selatan (6). ISPA merupakan penyakit yang sering

menyerang balita di wilayah Banjarbaru. Pasien pneumonia di puskesmas

Banjarbaru, Cempaka, Guntung Payung, Banjarbaru Utara, Sungai Ulin, dan

1

Page 13: Daftar Pustaka

2

Sungai Besar pada tahun 2010 sebesar 414, 392, 245, 200, 155, dan 125 pasien.

Seluruhnya merupakan pasien anak. Bakteri yang paling sering menyebabkan

pneumonia adalah Streptococcus pneumoniae (S. pneumoniae) (4,7).

Antibiotik pertama yang diberikan pada kasus pneumonia anak di

puskesmas dan rumah sakit adalah kotrimoksazol. Kotrimoksazol merupakan

kombinasi antara sulfametoksazol dan trimetoprim yang banyak beredar baik

dalam bentuk generik maupun generik bermerek (8). Obat kotrimoksazol generik

bermerek yang digunakan pada penelitian ini berdasarkan pada hasil survey

pendahuluan yang dilakukan di apotek terbesar wilayah Banjarbaru.

Secara internasional obat hanya dibagi menjadi menjadi 2 yaitu obat paten

dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset

dan memilki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Obat generik sendiri

dibagi menjadi 2 yaitu obat generik dan obat generik bermerek (9).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor

HK.02.02/Menkes/068/I/2010 tentang kewajiban menulis resep dan atau

menggunakan obat generik di rumah sakit pemerintah, maka penggunaan obat

generik merupakan salah satu program dari pemerintah yang pemakaiannya

bertujuan untuk meringankan beban masyarakat dalam hal penggunaan obat.

Akan tetapi mutu obat generik dalam pemanfaatannya masih sering dipertanyakan

bukan saja oleh masyarakat awam, tetapi juga oleh praktisi tenaga kesehatan

(10,11,12).

Belum diketahui ada tidaknya perbedaan uji sensitivitas antara

kotrimoksazol generik dan generik bermerek terhadap S. pneumoniae secara in

vitro. Untuk kepentingan tersebut maka perlu dilakukan penelitian. Pada

Page 14: Daftar Pustaka

3

penelitian ini akan dilakukan uji sensitivitas menggunakan metode difusi Kirby

Bauer terhadap isolat S. pneumoniae dari pasien yang didiagnosis pneumonia di

poli Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS) puskesmas Banjarbaru, Cempaka,

Guntung Payung, Banjarbaru Utara, Sungai Ulin, dan Sungai Besar antara Juli-

Oktober 2011 secara in vitro.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian

sebagai berikut: apakah terdapat perbedaan uji sensitivitas antara kotrimoksazol

generik dan generik bermerek terhadap isolat S. pneumoniae in vitro?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk membandingkan uji sensitivitas

kotrimoksazol generik dengan generik bermerek.

Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk:

1. mengukur zona radikal kotrimoksazol generik dan generik bermerek pada

isolat bakteri S. pneumoniae dan

2. menganalisis perbedaan zona radikal kotrimoksazol generik dan generik

bermerek pada isolat bakteri S. pneumoniae.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti ilmiah tentang

perbandingan uji sensitivitas kotrimoksazol dalam sediaan generik dan generik

bermerek untuk selanjutnya dapat meringankan beban masyarakat dalam hal

penggunaan obat.

Page 15: Daftar Pustaka

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Perihal Obat

1. Definisi Obat

Obat menurut Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

No.193/Kab/B.VII/71 ialah bahan atau paduan bahan-bahan yang dimaksudkan

untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah, mengurangi,

menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan

badaniah dan rohaniah pada manusia atau hewan dan untuk memperelok atau

memperindah badan atau bagian badan manusia. Menurut Permenkes RI

No.242/1990, obat ialah sediaan atau paduan bahan-bahan yang digunakan untuk

mempengaruhi/menyelidiki sistem fisiologi/keadaan patologi dalam rangka

penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan

kesehatan, kontrasepsi, dan sediaan biologis (13).

2. Obat Paten, Generik, dan Generik Bermerek

Secara internasional obat hanya dibagi menjadi menjadi 2 yaitu obat paten

dan obat generik. Obat paten adalah obat yang baru ditemukan berdasarkan riset

dan memiliki masa paten yang tergantung dari jenis obatnya. Menurut UU No. 14

Tahun 2001 masa berlaku paten di Indonesia adalah 20 tahun. Setelah obat paten

habis masa patennya, obat paten kemudian disebut sebagai obat generik (9).

Obat generik dibagi menjadi 2 yaitu obat generik dan obat generik bermerek

(branded generic). Obat generik adalah obat dengan nama resmi yang telah

ditetapkan dalam Farmakope Indonesia dan International Non-proprietary Names

4

Page 16: Daftar Pustaka

5

World of Health Organization (INN WHO) untuk zat berkhasiat yang

dikandungnya. Obat generik biasanya hanya menggunakan nama zat

berkhasiatnya dan mencantumkan logo perusahaan farmasi yang memproduksinya

pada kemasan obat (9,10).

Obat generik bermerek adalah obat generik dengan nama dagang yang

menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan. Obat generik

bermerek cenderung dijual dengan harga yang lebih mahal dibandingkan obat

generik walaupun zat aktif yang terkandung di dalamnya adalah sama (9,10).

B. Penyakit Pneumonia

Pneumonia ialah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam

etiologi seperti: bakteri, virus, jamur, dan benda asing. Pneumonia berbahaya

karena dapat menyebabkan kematian akibat paru-paru tidak dapat menjalankan

fungsinya untuk mendapatkan oksigen bagi tubuh (4).

Berdasarkan data WHO dan UNICEF penyebab utama pneumonia sebesar

50% disebabkan oleh S. pneumoniae (bakteri pneumokokus) dan 20% disebabkan

oleh Haemophillus influenzae type B (Hib), sisanya adalah virus, dan penyebab

lainnya. Hal ini juga dibuktikan oleh berbagai penelitian lain yang memperkuat

bahwa kematian anak karena pneumonia disebabkan oleh dua bakteri yaitu S.

pneumoniae dan Hib, yang juga menjadi penyebab utama penyakit meningitis

(4,14,15).

World Pneumonia Day (WPD) dicanangkan oleh hampir 100 organisasi

kesehatan internasional. Pneumonia sendiri merupakan pembunuh nomor satu

balita di seluruh dunia yaitu telah mengakibatkan kematian pada lebih dari 2 juta

bayi atau 1 dari 5 kematian balita di seluruh dunia setiap tahunnya (4).

Page 17: Daftar Pustaka

6

Sampai saat ini, pneumonia masih merupakan masalah yang besar  di

Indonesia karena menurut laporan UNICEF dan WHO pada tahun 2006

Indonesia merupakan negara dengan kejadian pneumonia ke-6 terbesar di dunia.

Berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1992, 1995,

dan 2001 didapati bahwa pneumonia sebagai urutan terbesar penyebab kematian

pada balita. Hasil ini juga sesuai dengan survey mortalitas terhadap 10 propinsi di

Indonesia yang dilakukan oleh Subdit ISPA Departemen Kesehatan RI. Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007 mencatat pneumonia merupakan salah satu

penyebab kematian balita terbanyak. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya-upaya

percepatan penanggulangan penyakit ini  terutama untuk mengejar target

Millenium Development goals 1990-2015 (4).

Gejala pneumonia tergantung dari usia dan bakteri penyebab. Serangan

pneumonia oleh S. pneumoniae biasanya mendadak, diikuti dengan demam,

menggigil dan nyeri tajam pada pleura. Sputum mirip dengan eksudat alveolar,

secara karektiristik berdarah atau berwarna merah kecoklatan. Awal penyakit ini,

ketika demam meninggi, maka bakterimia tampak dalam 10-20% kasus (4).

Gejala ini juga dapat disertai nyeri kepala dan hilang nafsu makan. Pada

perkembangan selanjutnya akan timbul 2 gejala penting pneumonia yaitu napas

cepat dan kesulitan bernapas/sesak napas. Tanda kesulitan napas pada anak antara

lain napas cepat, hidung kembang-kempis (pernafasan cuping hidung), dan pada

kasus pneumonia yang berat dapat terlihat adanya tarikan dinding dada. Deteksi

dini berupa pengenalan dini tanda-tanda pneumonia diperlukan untuk dapat

melakukan penanganan yang cepat dan tepat terhadap penyakit ini (8).

Anak yang sehat memiliki sistem pertahanan tubuh yang melindungi paru

Page 18: Daftar Pustaka

7

dari bakteri.  Anak dengan daya tahan terganggu akan menderita pneumonia

berulang atau tidak mampu mengatasi penyakit ini dengan sempurna. Anak

dengan sistem pertahanan tubuh lemah seperti anak gizi buruk terutama karena

tidak ASI eksklusif, kekurangan vitamin A, dan menderita campak memiliki

risiko pneumonia tinggi. Risiko pneumonia juga meningkat pada anak yang lahir

dengan berat badan rendah atau prematur karena pada saat lahir sistem pertahanan

tubuh maupun sistem pernapasannya belum berkembang sebaik anak yang lahir

dengan berat badan baik dan cukup umur. Apabila anak tidak mendapatkan

imunisasi yang lengkap, maka anak tidak memiliki kekebalan terhadap bakteri-

bakteri penyebab pneumonia. Anak yang tinggal di lingkungan padat dan tinggi

polusi serta pajanan asap rokok juga memiliki risiko pneumonia lebih tinggi

karena terpapar zat-zat yang membuat iritasi saluran napas dan mengganggu

sistem pertahanan pada saluran napas. Faktor lain yang mempengaruhi timbulnya

pneumonia adalah daya tahan tubuh yang menurun, misalnya karena Malnutrisi

Energi Protein (MEP), penyakit menahun, faktor iatrogen seperti trauma pada

paru, anastesia, aspirasi, dan pengobatan dengan antibiotik yang tidak sempurna

(4,8,16).

Pneumonia membutuhkan pengobatan antibiotik dengan pilihan dan dosis

yang tepat dan disesuaikan dengan derajat penyakit. Kotrimoksazol merupakan

lini pertama dalam pengobatan pneumonia ringan. Dosis kotrimoksazol yang

diberikan adalah 4 mg/kgBB/kali diberikan 2 kali sehari selama 3 hari (8,14,17).

Untuk pasien HIV diberikan selama 5 hari. Pemberian oksigen bagi anak

pneumonia dapat dilakukan jika ada indikasi tertentu karena pada pneumonia

terjadi kekurangan oksigen dalam tubuh anak. Perawatan yang juga penting

Page 19: Daftar Pustaka

8

adalah asupan cairan dan gizi yang cukup sehingga dapat mempercepat

penyembuhan pneumonia. Obat lain diperlukan jika terdapat keluhan lain seperti

penurun demam, antitusif, mukolitik, dan sebagainya (8,18). S. pneumoniae

sendiri sekarang sudah mulai resisten terhadap antibiotik golongan penicilin,

makrolida, dan fluorokuinolon (19,20,21).

Untuk pencegahan yang dilakukan harus meliputi segi pasien, bakteri

pneumonia, dan juga lingkungan. Pemberian suplemen vitamin C pada pasien

pneumonia dengan kadar plasma vitamin C yang rendah dapat dipertimbangkan

karena dinilai cukup aman dan murah sebagai pencegahan pneumonia. Selain itu,

pencegahan yang dapat dilakukan antara lain dengan pemberian ASI eksklusif

selama 6 bulan, gizi cukup dan seimbang sesuai usia anak, suplemen zink,

imunisasi terutama DPT, campak, dan Hib, serta lingkungan bebas asap baik

berupa asap rokok, hasil pembakaran maupun polusi udara (22,23). Pemberian

imunisasi juga dapat dilakukan kepada bayi dan anak-anak untuk pencegahan

pneumonia terutama di daerah endemik (24,25,26).

C. Streptococcus pneumoniae

Klasifikasi ilmiah atau taksonomi S. pneumoniae adalah sebagai berikut

(27):

Kingdom : Bacteria

Filum : Firmicutes

Kelas : Diplococcic

Ordo : Lactobacillales

Famili : Streptococcaceae

Genus : Streptococcus

Page 20: Daftar Pustaka

9

Spesies : Streptococcus pneumoniae

S. pneumoniae adalah diplococcus gram positif, sering berbentuk lancet atau

berbentuk rantai, memiliki kapsul polisakarida yang memudahkan untuk

pengelompokan antigen spesifik. S. pneumoniae mudah dilisis dengan agen aktif

pada permukaan misalkan garam empedu. Agen aktif permukaan umumnya

menghambat atau tidak mengaktifkan penghalang autolisin dinding sel. S.

pneumoniae merupakan penghuni normal dari saluran pernafasan bagian atas

manusia sekitar 5-40% dan dapat menyebabkan pneumonia, sinusitis, otitis,

bronkhitis, bakteremia, meningitis, dan proses infeksi lainnya (27,15). Berikut

gambar S. pneumoniae dengan pewarnaan gram seperti yang ditunjukan pada

gambar 2.1

Gambar 2.1 Streptococcus pneumoniae dengan Pewarnaan Gram (28).

Kultur S. pneumoniae membentuk koloni bundar kecil, pertama berbentuk

kubah dan kemudian berkembang membentuk pusat plateau dengan tepi yang

mengalami peninggian. S. pneumoniae merupakan hemolitik α pada agar darah.

Pertumbuhannya ditingkatkan oleh 5-10% CO2 . untuk pertumbuhan terbaik perlu

Page 21: Daftar Pustaka

10

media dengan pH 7,6-7,8. Bakteri ini tumbuh aerob dan fakultatif anaerob. Jarang

terlihat tumbuh pada suhu di bawah 250C dan di atas 410C. Suhu pertumbuhan

optimum sekitar 370C (15,28).

Polisakarida kapsuler secara imunologi dibedakan menjadi 84 tipe. Pada

orang dewasa, tipe1-8 bertanggung jawab atas kira-kira 75% kasus pneumonia

karena S. pneumoniae dan lebih dari setengah angka kematian akibat bakterimia

karena S. pneumoniae. Pada anak-anak tipe 6, 14, 19, dan 23 merupakan

penyebab yang paling sering (15). S. pneumoniae memiliki tiga kode sialidase

yaitu NanA, NanB, dan NanC yang berperan dalam patogenesis dan target

antibiotik (29).

S. pneumoniae menyebabkan penyakit melalui kemampuannya untuk

berkembang biak di dalam jaringan. Mereka tidak menghasilkan toksin. Virulensi

dari organisme merupakan fungsi kapsulnya yang dapat mencegah atau menunda

pencernaan oleh fagosit. Infeksi S. pneumoniae menyebabkan pengeluaran cairan

edema fibrin secara berlebihan ke dalam alveoli, yang diikuti oleh sel darah merah

dan leukosit yang menyebabkan konsolidasi dari paru-paru. Sebagian S.

pneumoniae terdapat dalam eksudat ini, dan mereka dapat mencapai aliran darah

melalui saluran limfa dari paru-paru. Dinding alveolar tetap utuh secara normal

selama infeksi. Kemudian sel-sel mononuklear secara aktif melakukan fagosit

pada debris, dan fase cairan ini secara bertahap diserap kembali. S. pneumoniae

ditangkap oleh fagosit dan dicerna secara intraseluler (27,15).

Page 22: Daftar Pustaka

11

D. Kotrimoksazol

1. Mekanisme Kerja

Kotrimoksazol mengandung sulfametoksazol, C10H11N3O3S dan trimetoprim

C14H18N4O3 tidak kurang dari 93,0% dan tidak lebih dari107,0% dari jumlah yang

tertera pada etiket. Aktivitas antibakteri kotrimoksazol berdasarkan atas kerjanya

pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi enzimatik untuk membentuk asam

tetrahidrofolat. Sulfametoksazol menghambat masuknya molekul PABA ke dalam

molekul asam folat dan trimetoprim menghambat terjadinya reaksi reduksi dari

dihidrofolat menjadi tetrahidrofolat. Tetrahidrofolat penting untuk reaksi-reaksi

pemindahan satu atom C dan beberapa asam amino. Trimetoprim menghambat

enzim dihidrofolat reduktasse mikroba secara sangat selektif. Hal ini penting,

karena enzim tersebut juga terdapat pada sel mamalia (30,31). Berikut skema

mekanisme kerja sulfonamid dan trimetoprim seperti yang ditunjukan pada

gambar 2.2

Gambar 2.2 Mekanisme Kerja Sulfonamid dan Trimetoprim (32).

Page 23: Daftar Pustaka

12

2. Farmakokinetika

Pada pemberian oral preparat kombinasi dengan dosis tunggal, trimetoprim

diabsorpsi lebih cepat daripada sulfametoksazol. Trimetoprim cepat

didistribusikan ke dalam jaringan dan relatif sedikit terikat pada protein plasma

dengan adanya sulfametoksazol. Obat masuk ke dalam otak dan saliva dengan

mudah (30).

Rasio kadar sulfametoksazol dan trimetoprim yang ingin dicapai dalam

darah ialah sekitar 20:1. Trimetoprim memiliki sifat yang lipofilik sehingga

mempunyai volume distribusi yang lebih besar daripada sulfametoksazol. Oleh

karena itu, dengan rasio pemberian sulfametoksazol: trimetoprim = 5:1 per oral

dapat diperoleh rasio kadar kedua obat tersebut dalam darah kurang lebih 20:1

(31). Rumus struktur sulfametoksazol dan trimetoprim dapat dilihat seperti

gambar 2.3

Gambar 2.3 Rumus Struktur Sulfametoksazol dan Trimetoprim (32).

3. Sediaan

Dalam penelitian ini, kotrimoksazol yang digunakan dalam bentuk tablet

oral mengandung 400 mg sulfametoksazol dan 80 mg trimetoprim. Kotrimoksazol

juga tersedia dalam betuk tablet oral yang mengandung 800 mg sulfametoksazol

Page 24: Daftar Pustaka

13

dan 160 mg trimetoprim. Untuk anak tersedia juga suspensi oral yang

mengandung 200 mg sulfametoksazol dan 40 mg trimetoprim/5ml, serta tablet

pediatrik yang mengandung 100 mg sulfametoksazol dan 20mg trimetoprim (30).

4. Resistensi Bakteri

Frekuensi terjadinya resistensi terhadap kotrimoksazol lebih rendah

daripada terhadap masing–masing obat, karena mikroba yang resisten terhadap

salah satu komponen masih peka terhadap komponen lainnya. Resistensi mikroba

karena trimetoprim dapat terjadi karena mutasi. Resistensi yang terjadi terhadap

gram negatif disebabkan oleh adanya plasmid yang membawa sifat menghambat

kerja obat terhadap enzim dihirofolat reduktase (30).

E. Uji Sensitivitas Antibiotik

Uji sensitivitas antibiotik digunakan untuk mengukur kemampuan zat

antibiotik dalam menghambat pertumbuhan bakteri in vitro. Kemampuan ini dapat

diperkirakan melalui salah satu dari dua metode pokok yaitu metode dilusi atau

difusi (34,28).

Metode dilusi menggunakan antibiotik dengan kadar yang menurun secara

bertahap. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir

dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan.

Konsentrasi terendah yang menghambat pertumbuhan setelah inkubasi semalaman

disebut konsentasi hambatan minimum (KHM) zat tersebut. Untuk menilai

kemungkinan respons klinis obat, nilai KHM ini kemudian dibandingkan dengan

konsentrasi obat yang diketahui tercapai dalam serum dan cairan tubuh lainnya

(34).

Page 25: Daftar Pustaka

14

Metode difusi yang paling sering digunakan dan yang juga akan digunakan

pada penelitian ini adalah metode difusi cakram Kirby-Bauer. Metode ini cocok

digunakan untuk bakteri yang termasuk famili Enterobacteriaceae dan juga dapat

direkomendasikan sebagai metode serba guna bagi semua patogen yang tumbuh

cepat. Selain teknik pengerjaannya yang cukup sederhana, hasil yang diperoleh

juga dapat diterapkan langsung pada keadaan klinis (34).

Cakram kertas saring berisi sejumlah tertentu obat ditempatkan pada

permukaan medium padat yang sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada

permukaannya. Setelah inkubasi, diameter zona hambat sekitar cakram

dipergunakan mengukur kekuatan hambatan obat terhadap bakteri uji. Terdapat

hubungan yang hampir linear antara log KHM, sebagaimana diukur dengan uji

dilusi, dan dengan diameter zona inhibisi pada uji difusi (34).

Penggunaan cakram tunggal pada setiap antibiotik dengan standarisasi yang

baik, bisa menentukan apakah bakteri sensitif atau resisten dengan cara

membandingkan zona hambatan standar bagi obat yang sama. Kotrimoksazol

dikatakan sensitif jika diameter zona hambat lebih dari 16 mm dan resisten jika

kurang dari 10 mm (34).

Page 26: Daftar Pustaka

BAB III

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

Pneumonia merupakan penyakit infeksi yang banyak menyebabkan

kematian pada bayi dan balita di seluruh dunia. Di Indonesia sendiri angka

kejadian pneumonia ini masih cukup tinggi. Sebagian besar penyakit ini

disebabkan oleh S. pneumoniae (2,4).

Kotrimoksazol merupakan lini pertama dalam pengobatan pneumonia (4,8).

Kotrimoksazol efektif dalam pengobatan pneumonia dengan aktivitas

antibakterinya yang bekerja pada dua tahap yang berurutan dalam reaksi

enzimatik untuk membentuk asam tetrahidrofolat (31). Kotrimoksazol tersedia

dalam bentuk generik bermerek dan generik dengan harga yang relatif murah.

Masyarakat lebih menyukai obat generik bermerek daripada obat generik,

mereka menganggap obat generik bermerek lebih manjur daripada obat generik

meskipun sebenarnya zat yang berkhasiat adalah sama (35,11,33). Kotrimoksazol

generik dan generik bermerek mengandung zat aktif yang sama sehingga ada

kemungkinan sediaan obat yang diproduksi akan memberikan hasil uji sensitivitas

yang sama pula.

Berdasarkan landasan teori di atas, maka didapatkan kerangka seperti yang

ditunjukkan pada gambar 3.1

15

Page 27: Daftar Pustaka

16

Keterangan:: yang diteliti: yang tidak diteliti

Gambar 3.1 Kerangka Konsep Penelitian Perbandingan Uji Sensitivitas Kotrimoksazol Generik dan Generik Bermerek Terhadap Isolat Streptococcus pneumoniae In Vitro

B. Hipotesis

Berdasarkan landasan teori di atas maka dapat dibuat hipotesis sebagai

berikut: tidak ada perbedaan uji sensitivitas antara kotrimoksazol generik dengan

generik bermerek terhadap isolat S. pneumoniae in vitro.

Pneumonia Kotrimoksazol

Generik Generik bermerek

Uji sensitivitas

Zona Radikal

ResistenSensitif

Page 28: Daftar Pustaka

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan pendekatan

Posttest-Only with Control Group Design yang menggunakan 3 kelompok

perlakuan pada penelitian antibakteri in vitro dari kotrimoksazol generik dan

generik bermerek terhadap bakteri S. pneumoniae. Tiga kelompok merupakan

kelompok perlakuan yang menggunakan satu kotrimoksazol generik, satu

kotrimoksazol generik bermerek, dan satu kelompok menggunakan etanol 96%

sebagai kelompok kontrol negatif pada isolat bakteri S. pneumoniae. Masing-

masing kelompok perlakuan mengalami pengulangan sebanyak 3 kali.

B. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah kotrimoksazol generik

480 mg dan generik bermerek 480 mg, etanol 96%, Brain Heart Infusion (BHI),

agar Muller Hinton, Lempeng Agar Darah (LAD), Cat Gram, larutan biru metilen,

NaCl 0,9%, larutan standar Mc farland 1 sebesar 3.108 cfu/ml, cakram kosong,

dan isolat S. pneumoniae.

Isolat S. pneumoniae diperoleh dari usap tenggorok pasien pneumonia hasil

diagnosis yang dikeluarkan oleh poli MTBS puskesmas Banjarbaru, Cempaka,

Guntung Payung, Banjarbaru Utara, Sungai Ulin, dan Sungai Besar sesuai dengan

kriteria inklusi. Kriteria inklusi tersebut yaitu pasien pneumonia, diperiksa di

poli MTBS puskesmas Banjarbaru, Cempaka, Guntung Payung, Banjarbaru Utara,

17

Page 29: Daftar Pustaka

18

Sungai Ulin, dan Sungai Besar antara Juli-Oktober 2011, dan bersedia mengikuti

penelitian ini.

2. Alat Penelitian

Alat penelitian yang digunakan adalah tabung reaksi (Pyrex®), cawan petri

(Steriplend®), ose bulat, lampu bunsen, neraca analitik (Ohaus®), mortir, autoklaf

(All America® model No 1925 X), gelas erlemeyer (Pyrex®), gelas beker (Pyrex®),

gelas alas, gelas penutup, pipet, kapas lidi steril, inkubator (Carbolite Shieffield®

S 30 2 RR England), aluminium foil, laminary air flow (Purifier®), penggaris, dan

pencatat waktu.

C. Variabel Penelitian

Variabel yang digunakan pada penelitian ini adalah

1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini adalah kotrimoksazol generik dan generik

bermerek.

2. Variabel Terikat

Variabel terikat pada penelitian ini adalah zona radikal hambatan

pertumbuhan S. pneumoniae.

3. Variabel Pengganggu

Variabel pengganggu pada penelitian ini adalah:

a. Media

Media pertumbuhan bakteri dapat mempengaruhi kadar optimum suatubakteri sehingga diperlukan media yang cocok untuk menanam S. pneumoniae

seperti media LAD.

Page 30: Daftar Pustaka

19

b. Sterilisasi alat dan bahan

Ketidaksterilan alat dan bahan dapat mengakibatkan kontaminasi terhadap

bakteri yang dibiakkan. Pengendalian dilakukan dengan melapisi alat dan bahan

menggunakan aluminium foil serta melakukan sterilisasi pada setiap alat yang

dipakai dengan autoklaf pada suhu 120C selama 15 menit.

c. Alat pengukur zona radikal

Alat pengukur yang berbeda menyebabkan ketepatan pengukuran menjadi

berbeda. Pengendalian dilakukan dengan menggunakan alat ukur yang sama

(milimeter) dan jenis yang sama.

d. Suhu

S. pneumoniae memiliki suhu optimum yang dapat mempengaruhi

pertumbuhan bakteri tersebut. Pengendalian dilakukan dengan cara memasukan

isolat S. pneumoniae ke dalam inkubator pada suhu 37oC.

e. Lingkungan

Lingkungan yang berbeda disekitar kultur S. pneumoniae termasuk

kelembaban dan cahaya dapat mempengaruhi pertumbuhan bakteri tersebut.

Pengendalian dilakukan dengan cara memperlakukan semua isolat S. pneumoniae

pada lingkungan yang sama.

D. Definisi Operasional

1. Obat generik ialah obat dengan nama resmi yang telah ditetapkan

dalam Farmakope Indonesia dan INN WHO untuk zat berkhasiat yang

dikandungnya.

2. Obat generik bermerek ialah obat generik dengan nama dagang yang

menggunakan nama milik produsen obat yang bersangkutan.

Page 31: Daftar Pustaka

20

3. Larutan obat ialah larutan yang berisi etanol 96% dan obat kotrimoksazol

generik dan generik bermerek yang digunakan dengan konsentrasi 25 µg/ml.

4. Uji sensitivitas merupakan uji yang digunakan untuk mengetahui sensitivitas

obat terhadap suatu bakteri. Uji sensitivitas yang digunakan pada penelitian

ini adalah metode difusi Kirby Bauer yaitu cakram kertas saring yang berisi

sejumlah tertentu obat ditempatkan pada permukaan medium padat yang

sebelumnya telah diinokulasi bakteri uji pada permukaannya.

5. Zona radikal ialah suatu daerah di sekitar cakram yang mengandung obat

yang sama sekali tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri pada media

pertumbuhan. Zona radikal diukur dalam milimeter dari tepi terluar yang

tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri sampai tepi terluar lainnya

(diameter dari daerah tidak ditemukan adanya pertumbuhan bakteri pada

media pertumbuhan). Kotrimoksazol dikatakan sensitif jika diameter zona

hambat lebih dari 16 mm dan resisten jika kurang dari 10 mm.

E. Prosedur Penelitian

1. Pemilihan Obat

Pemilihan kotrimoksazol generik sesuai dengan kotrimoksazol yang

digunakan di puskesmas. Sedangkan untuk kotrimoksazol generik bermerek

dipilih melalui survei langsung ke apotek terbesar di wilayah Banjarbaru.

Berdasarkan survei tersebut didapatkan kotrimoksazol generik bermerek yang

paling sering digunakan.

Page 32: Daftar Pustaka

21

2. Pembuatan Larutan Obat

Masing-masing obat digerus kemudian ditimbang dan dilarutkan dengan

menambahkan etanol 96% sehingga terbentuk larutan obat dengan konsentrasi

25 µg/ml. Perhitungan jumlah dosis ditunjukan pada Lampiran 1.

3. Pengambilan Usap Tenggorok

Pengambilan usap tenggorok dilakukan di poli MTBS puskesmas

Banjarbaru, Cempaka, Guntung Payung, Banjarbaru Utara, Sungai Ulin, dan

Sungai Besar sesuai dengan kriteria inklusi. Dibawa ke laboratorium

mikrobiologi FK UNLAM untuk dilakukan identifikasi bakteri S. pneumoniae.

4. Identifikasi Bakteri

Bahan biakan berupa usap tenggorok dengan menggunakan kapas lidi steril

langsung ditanam pada LAD dengan cara digoreskan pada seluruh permukaan

LAD. Diinkubasi selama 24 jam pada suhu 370C.

Bakteri yang telah tumbuh pada LAD selanjutnya dilakukan pengecatan

Gram. Bakteri yang telah siap dicat digenangi dengan cat Gram A selama 1 menit

kemudian cat dibuang tanpa dicuci. Setelah itu digenangi dengan cat Gram B

selama 1 menit kemudian dibuang dan dicuci dengan air ledeng. Akibat dari

pemberian cat Gram B maka pengikatan warna oleh bakteri menjadi lebih baik.

Selanjutnya preparat ditetesi dengan cat Gram C sampai warna cat tepat

dilunturkan. Bakteri Gram positif akan tetap berwarna ungu sedangkan bakteri

Gram negatif menjadi tidak berwarna lagi. Terakhir preparat digenangi dengan cat

Gram D selama 10 detik. Hasil dari pengecatan Gram menunjukan bahwa bakteri

Gram positif berwarna ungu dan bakteri gram negatif berwarna merah.

Page 33: Daftar Pustaka

22

Jika hasil pengecatan Gram positif dilanjutkan dengan tes katalase. Jika tes

katalase hasilnya negatif dilanjutkan lagi dengan tes Quellung.

Tes Quellung dapat digunakan untuk identifikasi spesifik kapsul

S. pneumoniae. Dibuat suspensi bakteri dalam 0,5 ml garam fisiologis kemudian

ditambah 0,5 ml larutan biru metilen 1% dan dicampur dengan baik. Satu tetes

suspensi bakteri tersebut diletakan pada gelas alas kemudian ditutup dengan gelas

penutup. Preparat tersebut diperiksa di bawah mikroskop perbesaran 1000X

dengan minyak imersi. S. pneumoniae tampak biru dan kapsula tampak sebagai

zona kosong di sekitar bakteri (small halo).

5. Pengujian Daya Antibakteri Kotrimoksazol Generik dan Generik Bermerek

a. Persiapan bakteri

Isolat S. pneumoniae ditanam pada pembenihan cair BHI 0,5ml selama 5-8

jam pada suhu 37C. Selanjutnya dilakukan seri pengenceran suspensi dengan

ditambahkan akuades sampai kekeruhan suspensi sebanding dengan standar Mc

Farland I, yaitu 3.108 CFU/ml.

b. Pengujian daya antibakteri

Uji kepekaan bakteri dilakukan dengan metode difusi Kirby Bauer, dengan

tahap-tahap sebagai berikut:

1) kapas lidi steril dicelupkan ke dalam suspensi bakteri, jangan terlalu basah,

kemudian dioleskan pada permukaan Muller Hinton agar hingga rata,

2) cakram kosong yang telah dicelup di dalam larutan obat selama 3 jam dan

yang telah dicelup di etanol 96% sebagai kontrol negatif kemudian diletakan pada

permukaan agar Muller Hinton yang telah berisi usapan isolat S. pneumoniae,

setelah itu diinkubasi pada suhu 37C,

Page 34: Daftar Pustaka

23

3) untuk setiap antibiotik uji dan kontrol masing-masing digunakan 3 cakram

sesuai pengulangan,

4) pada penanaman cakram, satu cawan petri berisi 3 cakram,

5) diukur zona radikal di sekitar percobaan bakteri uji yang dinyatakan dalam

mm setelah diinkubasi selama 24 jam.

F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data yang diperoleh dari penelitian in vitro berupa penghambatan zona

radikal masing-masing kelompok perlakuan pada masing-masing kultur bakteri

ditabulasikan untuk kemudian diperoleh nilai reratanya dan diuji statistik.

G. Cara Analisis Data

Seluruh analisis data akan diolah dengan menggunakan perangkat lunak

komputer. Data penghambatan zona radikal bakteri diuji dengan Krusskal-Wallis

dengan tingkat kepercayaan 95%. Apabila ditemukan perbedaan yang bermakna

secara statistik, maka akan dilanjutkan dengan uji Mann-Whitney (α = 0,05).

H. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Desember 2011 di

Laboratorium Mikrobiologi Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas

Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat (UNLAM).

Page 35: Daftar Pustaka