DAFTAR ISI - sinta.unud.ac.id · PDF fileBhakti rahayu di dalam Pasal 36 Undang-Undang...
Transcript of DAFTAR ISI - sinta.unud.ac.id · PDF fileBhakti rahayu di dalam Pasal 36 Undang-Undang...
i
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN...............................................................................................i
HALAMAN SAMPUL DALAM............................................................................ii
HALAMAN PERSYARATAN GELAR SARJANA HUKUM............................iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.....................................................iv
HALAMAN PENGESAHAN PANITIA PENGUJI SKRIPSI...............................v
KATA PENGANTAR............................................................................................vi
DAFTAR ISI...........................................................................................................ix
ABSTRAK..............................................................................................................xi
ABSTRACT...........................................................................................................xii
HALAMAN SURAT PERNYATAAN KEASLIAN...........................................xiii
HALAMAN JUDUL
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah.....................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................5
1.3 Ruang Lingkup Masalah....................................................................................5
1.4 Orisinalitas Penelitian........................................................................................6
1.5 Tujuan Penelitian...............................................................................................8
a. Tujuan Umum..........................................................................................8
b. Tujuan Khusus.........................................................................................9
1.6 Manfaat Penelitian.............................................................................................9
1.7 Landasan Teoritis...............................................................................................9
1.8 Metode Penelitian.............................................................................................15
ii
BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG SURAT IJIN PRAKTIK
DOKTER
2.1 Pengertian Perizinan Secara Administrasi.......................................................18
2.2 Pengertian Surat Izin Praktik Dokter...............................................................27
2.3 Tanggung Jawab Dokter Terhadap Pasien Dalam Memberikan Pelayanan
Kesehatan........................................................................................................28
BAB III PENGATURAN DALAM MEMBERIKAN SURAT IZIN
PRAKTIK DOKTER
3.1 Pengaturan Pemberian Surat Izin Praktik Dokter............................................31
3.2 Proses dan Alur Dalam Penerbitan SIP Dokter...............................................32
3.3 Efektifitas Penerapan Pasal 37 UU No 29 Tahun 2004 Bagi Dokter di RS.
Bhakti Rahayu...................................................................................................38
BAB IV HUBUNGAN HUKUM DAN POLA KOMUNIKASI
DOKTER-PASIEN DALAM KEDOKTERAN YANG
TELAH MEMILIKI SIP DOKTER
4.1.1 Hubungan Hukum dan Pola Komunikasi Dokter-Pasien Dalam Praktik
Kedokteran Yang Telah Memiliki SIP Dokter.............................................41
4.1.2 Aspek Hukum Hubungan Dokter-Pasien......................................................42
4.2.1 Apa Akibat Hukum Bagi Dokter Yang Melakukan Praktik Pelayanan
Kesehatan Tanpa Surat Izin Praktik.............................................................45
BAB V PENUTUP
1. Kesimpulan........................................................................................................51
2. Saran..................................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA
iii
ABSTRAK
PELAKSANAAN KEWAJIBAN DOKTER UNTUK MEMENUHI SURAT
IZIN PRAKTIK KESEHATAN DI RS. BHAKTI RAHAYU
Pelaksanaan kewajiban dokter dalam surat izin praktik dokter di RS.
Bhakti rahayu di dalam Pasal 36 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29
Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran bahwa setiap dokter yang melakukan
praktik kedokteran harus memiliki surat izin praktik dokter agar bias melakukan
pelayanan kesehatan terhadap pasien.
Surat izin praktik dokter memang sangat penting bagi dokter dikarenakan
satu upaya pemerintah untuk melindungi masyarakat yaitu kepentingan pasien,
praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang boleh dilakukan siapa saja
melainkan hanya boleh dilakukan kelompok professional kedokteran yang
memiliki kompetensi yang memenuhi standard tertentu.
Adapun rumusan masalah pertama yang akan dibahas dalam permasalahan
ini mengenai apakah efektif penerapan Pasal 36 UU Nomor 29 Tahun 2004 bagi
dokter di RS. Bhakti Rahayu dan permasalahan yang ke dua mengenai apa akibat
hokum bagi dokter yang melakukan praktik pelayan kesehatan tanpa surat izin
praktik.
Kesimpulan dari permasalahan yang pertama yaitu bahwa penerapan
ketentuan Pasal 36 UU No. 29 Tahun 2004 tentang praktik kedokteran, ketentuan
ini memang belum efektif dikarenakan kurangnya kesadaran dari dokter itu
sendiri. Karena masih ada dokter yang tidak memiliki surat izin praktik dokter.
Tetapi di tahun 2015 saat ini sudah mulai ditegaskan agar dokter harus wajib
memiliki surat izin praktik agar tidak timbul permasalahan untuk dikemudian hari.
Kesimpulan permasalahan yang ke dua yaitu akibat hukum bagi dokter
yang tidak memiliki surat izin praktik yaitu dihukum secara administrasi dalam
upaya penindakan pembinaan secara intern dan pencabutan izin praktik, walaupun
ada pasal ancaman pidana yang terdapat dalam Undang-undang Praktik
Kedokteran yang dinyatakan Mahkamah Konstitusi tidak mempunyai kekuatan
hukum mengikat, jika dilihat dari hukum pidana dapat menimbulkan rasa
ketakutan dari para dokter dan dapat menurunnya pelayanan kesehatan pada
masyrakat.
Kata Kunci: Surat Izin Praktik Dokter, Kewajiban Dokter, Praktik
Kesehatan
iv
ABSTRACT
Implementation of physician obligations of professional license of medical
practitioner Bhakti Rahayu Hospitaal in article 36 of the Law of the Republic of
Indonesia Number 29 of 2004 regarding Medical Practice that any doctors who
perform medical practice should have the professional license of medical
practitioner to be able to give medical service to patients.
Health as a human right should be realized in the form of giving a variety
of health efforts to the entire community through the implementatition of quality
and affordable health development by the community. Implementation of medical
practice is the implementation of health activites that must be be perfomed by
physicians who have high moral and ethics, expertise and authority that
continually must be enhanced through education, training, supervision, and
monitoring of all efforts to rescue and relief to the patient.
Health professional license is very important for doctor because of the
government’s efforts to protect the public, namely the interests patients, the
medical practice is not a job that can be done by anyone but can only be done by
medical professional groups who have competencies that meet certain standards.
The formulation of the first problems to be discussed concerns whether the
effective application of Article 36 of Law No. 29 of 2004 for the doctor at Bhakti
Rahayu hospital and the second problem is about what legal consequence for
medical practitioners without a professional license.
The conclusion of the first problems is that, the provisions of Article 36 of
Law No. 29 of 2004 on medical practice this provision has not been effective due
to lack of awareness of the doctors themselves. Because there are doctors who do
not have a doctors license to practice. But in 2015 is starting confirmed that
doctors should be required to have license to practice in order to avoid problems
for the future.
The conclusion problem the two the legal consequences for doctors who
do not have health professional license which will be penalized administratively
in an effort for internal crackdown and revocation of a license, even though there
is criminal sanction article contained in the Law of Medical Practice stipulated by
the Constitutional Court it does not have binding legal force. If seen from the
criminal law, it may give a feeling of fears to doctors and can decrease health
services in the community.
.
Keywords: Physician Professional License, Physician Obligation, Medical
Practice.
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang masalah
Negara Republik Indonesia sebagai Negara hukum mempunyai tujuan
untuk mencapai kesejahteraan rakyat. yang dalam rangka pencapaiannya
diwujudkan melalui proses pengembangan mutu sumber daya manusia. Dalam
memberikan mutu pelayanan pada masyrakat luas. Membutuhkan suatu
pengetahuan dan pemahaman terhadap suatu peraturan perundang undangan yang
berlaku di Negara Indonesia saat ini. Pembangunan kesehatan ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang
dalam rangka mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu
unsur kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (selanjutnya disebut UUD
NRI 1945).1 Kesehatan sebagai hak asasi manusia harus diwujudkan dalam
bentuk pemberian berbagai upaya kesehatan kepada seluruh masyarakat melalui
penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh
masyarakat. Penyelenggaraan praktik kedokteran merupakan kegiatan
penyelenggaraan kesehatan yang harus dilakukan oleh dokter yang memiliki etik
dan moral yang tinggi, keahlian dan kewenangan yang secara terus-menerus harus
ditingkatkan mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi,
registrasi, lisensi, serta pembinaan, pengawasan, dan pemantauan dengan segala
1 SuryaniBhekti, 2013, Panduan Yuridis Penyelenggaraan Praktik Kedokteran,Dunia
Cerdas,Jakarta, hal.96
2
upaya melakukan penyelamatan dan pertolongan terhadap pasien agar
penyelenggaraan praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.2 untuk memberikan perlindungan dan kepastian
hukum kepada penerima pelayanan kesehatan dokter. Pada dasarnya tindakan
medis yang dilakukan oleh pihak rumah sakit/dokter merupakan tindakan yang
sangat mulia yaituuntuk mendukung terciptanya kesejahteraan umum dalam
bidang kesehatan, maka perlu adanya suatu pelayanan kesehatan. Sebab pelayanan
kesehatan merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
derajat kesehatan bersama secara keseluruhan, karena hal ini penting bagi
kehidupan manusia. Komponen utama dan mempunyai peranan yang sangat
penting adalah dokter. Dokter dapat memberikan pelayanan kesehatan secara
langsung kepada masyrakat. Dalam melaksanakan tugas/pekerjaan kedokteran
seorang dokter harus memiliki Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin
Praktik(SIP).
Pasal 36 Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 29 Tahun
2004Tentang Kesehatan (selanjutnya disebut Pasal 36 UU No. 29 Tahun 2004),
menyebutkan bahwa pembangunan kesehatan ditujukan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang dalam rangka
mewujudkan derajat kesehatan yang optimal sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum sebagaimana dimaksud undang – undang dasar Republik
Indonesia 1945.3 Apabila dalam memberikan pelayanan kesehatan menyimpang
2Soekidjo Notoatmodjo, 2010, Etika dan Hukum Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta,
hal.104
3Wila Chandrawila Supriadi, 2001, Hukum Kedokteran, Mandar Maju, Bandung, hal.89
3
dari peraturan yang telah ditentukan maka akan mendapatkan sanksi sesuai
dengan perundang-undangan yang berlaku.
Surat ijin praktik itu memang sangat penting bagi dokter dikarenakan satu
upaya dari pemerintah untuk melindungi masyrakat yaitu kepentingan pasien,
praktik kedokteran bukanlah suatu pekerjaan yang boleh dilakukan siapa saja,
melainkan hanya boleh dilakukan kelompok profesional kedokteran yang
memiliki kompetensi yang memenuhi standar tertentu. Adapun prosedur untuk
mendapatkan surat izin praktik:
1. Pemohon mengjukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan
dengan dilampiri persyaratan yang telah ditentukan dan mengisi
formulir yang telah disediakan.
2. Permohonan yang telah lengkap syarat-syaratnya diterima oleh Dinas
Kesehatan, pemohon menerima tanda terima berkas permohonan.
3. Verivikasi data-data permohonandan syarat oleh Dinas Kesehatan
4. Pemrosesan izin dan pembuatan slip pembayaran
5. Pemohon membayarkan retribusi dan mengambil surat izin di Dinas
Kesehatan.4
Hari kamis,21-01-2016 pada hasil wawancara dengan management Kepala
Bag. Hrd Umum R.S Bhakti Rahayu, Dr.I Gede Bayu Atmaja.Di dalam RS Bhakti
Rahayu pada tahun 2000-2003 jumlah dokter 29 orang dan yang tidak memiliki
SIP 8 orang, pada tahun 2004-2007 jumlah dokter 36 orang dan yang tidak
memiliki SIP 6 orang lalu yang belum memperpanjang SIP 3 orang, pada tahun
2008-2011 jumlah dokter 38 orang dan yang tidak memiliki SIP 4 orang, pada
tahun 2012-2016 jumlah dokter 46 orang dan yang tidak memiliki SIP 2 orang di
dalam RS. Bhakti Rahayutetapi untuk saat itu sudah dihimbau terhadap dokter
4Triana Ohoiwutun,2008,Bunga Rampai Hukum Kedokteran,Bayumedia,Malang, hlm.53
4
yang tidak memiliki SIP dokter sudah di urus kelengkapan dokter tesebut agar
bisa memberikan pelayanan kesehatan.
Pada Pasal 36 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004
Tentang Praktik Kedokteran (selanjutnya disebut UU No.29 Tahun 2004) bahwa
setiap dokter yang melakukan praktik kedokteran harus memiliki surat ijin praktik
(SIP).Dokter harus memiliki SIP dokter agar bisa melakukan praktik pelayanan
kesehatan, menurut Pasal 37 UU Nomor 29 Tahun 2004 jelas bahwa yang
memiliki kewenangan untuk menolak atau menyetujui pemberian surat izin
praktik dokter adalahPejabat Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan
pembatasan tiga tempat praktik bagi dokter, satu surat ijin praktik dokter hanya
berlaku untuk satu tempat praktik kesehatan bagi dokter.
Tujuan perlu adanya Surat Izin Praktik bagi seorang dokter adalah, sebagi
berikut:
1. Perlindungan bagi masyarakat dan tenaga kesehatan, apabila dari
praktik kedokteran tersebut menimbulkan akibat yang merugikan
kesehatan fisik, mental, atau nyawa pasien.
2. Petunjuk bagi tenaga kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat harus mempunyai kualifikasi, kompetensi, dan lisensi.
3. Pemberdayaan masyarakat, organisasi profesi & institusi yang ada5
Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, cukuplah bagi penulis
untuk membuat suatu skripsi yang berjudul ”Pelaksanaan Kewajiban Dokter
Untuk Memenuhi Surat ijin Praktik Kesehatan di R.S Bhakti Rahayu”
5Johar Nasution,2005,Hukum Kesehatan Pertanggung Jawaban Dokter, PT.Rineka Cipta,
Jakarta, hal. 119
5
1.2 Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
dirumuskan suatu rumusan permasalahan. Rumusan permasalahan tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Apakah efektif penerapan Pasal 36 UU Nomor 29 Tahun 2004bagi dokter
di RS Bhakti Rahayu ?
2.Apa akibat hukum bagi dokter yang melakukan praktik pelayanan kesehatan
tanpa surat izin praktik ?
1.3 Ruang Lingkup Masalah
Adapun ruang lingkup yang pertama yaitu apakah efektif penerapan Pasal
36 UU Nomor 29 Tahun 2004 bagi dokter di R.S Bhakti Rahayudi RS.Bhakti
Rahayu bahwa ketentuan ini memang belum efektif dikarenakan kurangnya
kesedaran dari dokter itu sendiri. Di dalam RS. Bhakti Rahayu sebelum adanya
penerapan Pasal 36 No 29 Tahun 2004 masih banyak dokter yang tidak memiliki
SIP tetapi bisa melakukan praktik pelayanan kesehatan karena hanya memiliki
ijasah kompetensi kedokteran dan STR, tetapi setelah Pasal 36 UU No 29 Tahun
2004 ini diterapkan pada saat ini masih juga ada beberapa dokter yang belum
memiliki SIP. Pihak rumah sakit sudah memberi tahukan kepada dokter agar SIP
bisa diproses agar tidak ada permasalahan yang timbul untuk dikemudian hari.
Alasan dokter yang tidak mau mengurus SIP dikarenakan lama untuk mengurus
syarat-syarat berkas yang akan diajukan dan dokter beranggapan bahwa masa
kerja yang sudah lama di Rumah Sakit. Tetapi untuk saat ini masih bisa ditutupi
6
dari pihak Rumah Sakit karena pihak rumah sakit tidak ingin timbul suatu
permasalahan. Untuk selanjutnya di tahun 2016-2017 pihak Rumah Sakit harus
tegas dalam hal ini karena takut ada pembicaraan yang negativ di masyarakat dan
membuat nama Rumah Sakit Bhakti Rahayu di pandang sebelah mata oleh
masyrakat.
1.4Orisanilitas Penelitian
Dalam waktu sebelumnya telah ada penelitian-penelitian yang sejenis
berhubungan dengan skripsi ini tetapi berbeda judul dan rumusan masalah
diantaranya:
No Judul Penulis Rumusan Masalah
1 Penindakan Terhadap
Dokter Praktik Tanpa
Memiliki Surat Izin
Praktik. (Penelitian ini
diangkat dalam karya
ilmiah berupa Skripsi
Program Studi Ilmu
Hukum Program Sarjana
Universitas Brawijaya
Malang, tahun 2014)
Bagoes Prasetya
Aribawa
1. Bagaimanakah upaya
penindakan terhadap
Dokter yang tidak
memiliki Izin Praktik
oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten Pasuruan
dan Ikatan Dokter
Indonesia Kabupaten
Pasuruan?
2. Kendala atau kesulitan
apakah yang terjadi
dalam penindakan
7
terhadap Dokter yang
tidak memiliki Surat
Izin Praktik oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten
Pasuruan dan Ikatan
Dokter Indonesia
Kabupaten Pasuruan ?
2 Peranan Dokter Dalam
Proses Penegakan
Hukum Kesehatan (
Studi Kasus di Rumah
Sakit Dokter Kariadi
Semarang). ((Penelitian
ini diangkat dalam karya
ilmiah berupa Skripsi
Program Studi Ilmu
Sosial Hukum dan
Kewarganegaraan
Program Sarjana
Universitas Negeri
Semarang, tahun 2006)
R. Cahyono Adi
Mulyo
1. Bagaimanakah cara
dokter melaksanakan
dan mempertahankan
sumpah dokter dan
kode etik kedokteran
dalam menjalankan
profesinya?
2. Bagaimanakah cara
dokter member
keterangan, informasi
atau pendapat terhadap
kondisi pasien sesuai
dengan sumpah dokter
dan kode etik
kedokteran?
8
3. kendala-kendala apa yang
dihadapi oleh profesi
dokter dalam
melaksanakan sumpah
dokter dan kode etik
ketik kedokteran (pasal
53 Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 1992
Tentang Kesehatan)?
1.5 Tujuan Penelitian
a. Tujuan Umum
1. Untuk mengetahui tentang implementasi undang – undang kesehatan terkait
ijin praktik dokter di Kabupaten/Kota Denpasar . Bali .
2. Untuk menerapkan teori – teori yang di dapat dalam perkuliahan guna
menyelesaikan persoalan tentang Surat IzinPraktik dokter ( SIP ).
3. Untuk menjadi lebih mandiri setelah menyelesaikan pendidikan guna
menghasilkan sarjana hukum yang profesional, unggul, dan berbudaya.
9
b. Tujuan Khusus
1. Untuk memahami dan mengetahui apakah ketentuan syarat yang harus
dipenuhi dalam proses pemberian Surat Izin Praktik dokter( SIP ).
2. Untuk memahami dan mengetahui apa saja kendala – kendala yang
dihadapi dalam pelaksanaan terkait Surat Izin Praktik dokter ( SIP ).
1.6 Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan perkembangan ilmu hukum
pada khususnya.
b. Manfaat Praktis
1. Agar teori ini yang di dapat diperkuliahan dapat dipraktekan dalam masyarakat
sehingga serta siap terjun ke masyaraka.
2. Agar mahasiswa mampu mengkaji permasalahan dalam proses prosedur
lembaga pemasyarakatan sesuai peraturan terkait agar mahasiswa dapat
mengetahui tentang proses implementasi surat ijin dokter yg terkait di bidang
kesehatan.
1.7 Landasan Teoritis
Landasan teoritis yang nantinya digunakan dalam penelitian hukum
merupakan sebuah pijakan dasar yang kuat dalam membedah
10
permasalahanpermasalahan hukum terkait. Adapun landasan teoritis yang
digunakan dalam penelitian ini berupa Teori Negara Hukum, dan Teori
Kewenangan.
1. Teori Negara Hukum.
Secara Konstitusional Negara Indonesia adalah Negara Hukum, yang di
ketahui dalam Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, menyebutkan bahwa “Negara Indonesia adalah
negara hukum”. Untuk dapat disebut sebagai negara hukum maka harus
memiliki dua unsur pokok yakni adanya perlindungan Hak Asasi Manusia
serta adanya pemisahan dalam negara.6
Dalam perkembangannya timbul dua teori negara hukum. Unsur-unsur
rechtsstaat dikemukakan oleh Friedrich Julius Stahl dari kalangan ahli
hukum Eropa barat Kontinental sebagai berikut:
a) Mengakui dan melindungi hak-hak asasi manusia.
b) Untuk melindungi hak asasi tersebut maka penyelenggaraan negara
harus berdasarkan teori Trias Politica.
c) Dalam menjalankan tugas-tugasnya, pemerintah berdasarkan Undang-
Undang (wetmatigbestuur).
d) Aapabila dalam menjalankan tugasnya, pemerintah berdasarkan
Undang-Undang pemerintah masih melanggar hak asasi (campur
tangan pemerintah dalam kehidupan pribadi seseorang) maka ada
pengadilan admisistrasi yang akan menyelesaikannya.7
Lain halnya dengan AV Dicey dari kalangan hukum Anglo Saxon
memberikan pengertian the rule of law sebagai berikut:
a) Supremasi hukum, dalam arti tidak boleh ada kesewenang-wenangan,
sehingga seseorang hanya boleh dihukum jika melanggar hukum.
6Moh Kusnardi dan Bintang R. Saranggih, 2000, Ilmu Negara, Edisi Revisi, Cet 4, Gaya
Media Pratama, Jakarta, h. 132. 7Ibid.
11
b) Kedudukan yang sama di depan hukum baik rakyat ataupun pejabat.
c) Terjaminnya hak-hak manusia oleh Undang-Undang dan keputusan-
keputusan pengadilan.8
Selanjutnya “Internasional Commision of Jurists” pada konfrensinya di
Bangkok pada tahun 1965 menekankan bahwa disamping hak-hak politik rakyat
harus diakui pula adanya hak-hak sosial dan ekonomi sehingga perlu dibentuk
standar-standar dasar ekonomi. Komisi ini dalam konfrensi tersebut juga
merumuskan syarat-syarat (ciri-ciri) pemerintahan demokratis di bawah rule of
law (yang dinamis,baru) sebagai berikut:
a) Perlindungan konstitusional, artinya selain menjamin hak-hak
individu, konstitusi haruslah pula menentukan cara prosedural untuk
memperoleh hak-hak yang di jamin.
b) Badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak.
c) Pemilihan umum yang bebas.
d) Kebebasan menyatakan pendapat.
e) Kebebasan berserikat/berorganisasi dan beroposisi.
f) Pendidikan kewarganegaraan.9
Dari ciri-ciri negara hukum (material) tersebut, menurut Anwar C.S.H
memperlihatkan adanya perluasan makna negara hukum formil dan pengakuan
peran pemerintah yang lebih luas sehingga dapat menjadi rujukan bagi berbagai
konsepsi Negara Hukum.10 Berdasarkan atas uraian di atas dapat disimpulkan,
bahwa ciri-ciri dari suatu negara hukum adalah, adanya pengakuan dan
perlindungan atas hak-hak asasi manusia, peradilan yang bebas dari pengaruh
sesuatu kekuasaan atau kekuatan lain dan tidak memihak, dan legalitas dalam arti
hukum dalam segala bentuknya.
2. Teori Kewenangan.
8Anwar C.S.H, 2011, Teori dan Hukum Konstitusi, Intrans Publishing, h. 47-48. 9Ibid. 10Ibid, h. 48-49.
12
Kewenangan adalah apa yang disebut kekuasaan formal, kekuasaan yang
berasal dari yang diberikan oleh undang-undang, yaitu kekuasaan legislatif
dan kekuasaan eksekutif atau administratif. Wewenang adalah kekuasaan
untuk melakukan sesuatu tindakan hukum publik, misalnya wewenang
menandatangani/menerbitkan surat izin dari seorang pejabat atas nama
Menteri atau Gubernur Kepala Daerah, sedangkan kewenangan tetap
berada di tangan Menteri/Gubernur Kepala Daerah, dalam hal ini terdapat
pendelegasian wewenang. Jadi, di dalam kewenangan terdapat wewenang-
wewenang.11
Seiring dengan pilar utama negara hukum, yaitu asas legalitas,
maka berdasarkan prinsip ini tersirat bahwa wewenang pemerintahan
berasal dari peraturan perundang-undangan, artinya sumber wewenang
bagi pemerintah adalah peraturan perundang-undangan.12
Kewenangan secara teoritik dapat diperoleh melalui 3 (tiga) cara, yaitu
atribusi, delegasi, dan mandat. Mengenai Atribusi, delegasi, dan mandat
ini H.D. Van Wijk/Willem Koenijnenbelt mengidentifikasikan sebagai
berikut:
a) Atribusi adalah pemberian wewenang pemerintahan oleh pembuat
undang-undang kepada organ pemerintahan.13 Pada atribusi terjadi
pemberian wewenang pemerintahan yang baru oleh suatu ketentuan
dalam peraturan perundang-undangan. Di sini dilahirkan atau
diciptakan suatu wewenang baru. Lebih lanjut disebutkan bahwa
11Juanda, 2008, Hukum Pemerintahan Daerah, P.T. Alumni, Bandung, h. 271. 12Ridwan HR, 2013, Hukum Administrasi Negara, Rajawali Pers, Jakarta, h. 101. 13Ibid, h. 102.
13
legislator yang kompeten untuk memberikan atribusi wewenang
pemerintahan itu dibedakan antara yang berkedudukan sebagai
original legislator di negara kita di tingkat pusat adalah MPR sebagai
pembentuk konstitusi dan DPR bersama-sama pemerintah sebagai
yang melahirkan suatu undang-undang, dan di tingkat daerah adalah
DPRD dan Pemerintah Daerah yang melahirkan Peraturan Daerah.
Sedangkan yang bertindak sebagai delegated legislator seperti
Presiden yang berdasar pada suatu ketentuan undang-undang
mengeluarkan Peraturan Pemerintah dimana diciptakan wewnang-
wewenang pemerintahan kepada Badan atau Jabatan Tata Usaha
Negara tertentu.14
b) Delegasi adalah pelimpahan wewenang pemerintahan dari satu organ
pemerintahan kepada pemerintahan lainnya.15 Pada delegasi terjadilah
pelimpahan suatu wewenang yang telah ada oleh Badan atau Pejabat
Tata Usaha Negara yang telah memperoleh wewenang pemerintahan
secara atributif kepada Badan atau Pejabat Tata Usaha Negara lainnya.
Jadi suatu delegasi selalu didahului oleh adanya suatu atribusi
wewenang.16
c) Mandat terjadi ketika organ pemerintahan telah mengizinkan
kewenangannya dijalankan organ lain atas namanya.17 Pada mandat
tidak dibicarakan penyerahan wewenang, tidak pula pelimpahan
14Ibid, h. 101. 15Ibid, h. 102. 16Ibid, h. 101. 17Ibid, h. 102.
14
wewenang. Dalam hal mandat tidak terjadi perubahan wewenang
apapun. Yang ada hanyalah hubungan internal, sebagai contoh
Menteri dengan pegawai, Menteri mempunyai kewenangan dan
melimpahkan kepada pegawai untuk mengambil keputusan tertentu
atas nama Menteri, sementara secara yuridis wewenang dan tanggung
jawab tetap berada pada organ kementrian. Pegawai memutuskan
secara faktual, Menteri secara yuridis.18
Berdasarkan paparan tentang wewenang di atas, dapat disebutkan
bahwa, wewenang yang diperoleh secara atribusi dapat menciptakan
wewenang baru atau memperluas wewenang yang sudah ada. Pada
delegasi tidak ada penciptaan wewenang, yang ada hanya pelimpahan
wewenang dari pejabat yang satu kepada pejabat lainnya. Sementara
pada mandat, penerima mandat hanya bertindak untuk dan atas nama
pemberi mandat.
3. Efektivitas Penegakan Hukum
Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya atau
berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman perilaku dalam
lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan bermasyarakat dan
bernegara.19
Efektivitas penegakan hukum sebenarnya terletak pada faktor-faktor yang
mungkin mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut mempunyai arti netral,
18Ibid, h. 103. 19Soerjono Soekanto, 2012, Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum,
Rajawali Pers, Jakarta, h. 5.
15
sehingga dampak positif atau negatifnya terletak pada isi faktor-faktor tersebut.
Faktor-faktor tersebut antara lain:
1. Faktor hukumnya sendiri;
2. Faktor penegak hukum, yakni pihak-pihak yang menbentuk
maupun menerapkan hukum;
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum;
4. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut
berlaku atau diterapkan;
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.20
1.8 Metode Penelitian
a. Jenis Penelitian
Dalam penulisan laporan ini digunakan memakai pendekatan Yuridis
Empiris, yaitu pendekatan yang di dasarkan pada aturan – aturan hukum dalam
mengkaji permasalahan yang ada dan dikaitkan dengan pelaksanaanya dalam
masyarakat. Dengan kata lain terhadap permasalahan yang terdapat dalam laporan
ini akan dikaji dari ketentuan – ketentuan hukum yang terkait dan mengaturnya
kemudian mengaitkanya dengan kenyataan yang sebenarnya terjadi di lapangan.
b. Jenis Pendekatan
Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan-pendekatan.
Dengan pendekatan tersebut, peneliti akan mendapatkan informasi dari berbegai
aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk dicari jawabannya. Pendekatan-
pendekatan yang digunakan di dalam penelitian hukum adalah pendekatan
undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan
historis (historicalapproach), pendekatan komparatif (comparative approach), dan
20Ibid, h. 8.
16
pendekatan konseptual (conceptual approach).Didalam penelitian ini mengkaji
pendekatan undang-undang (statue approach), dilakukan dengan mempelajari
semua undang-undang dan regulasi yang bersangkut paut dengan isi hukum yang
sedang ditangani. Dan pendekatan fakta (The Fact Approach) beranjak dari fakta-
fakta dan kenyataan yang ada dilapangan. artinya dalam mempelajari
permasalahan yang diangkat dengan fakta yang ditunjang dengan pendekatan
yuridis atau pendekatan perundang-undangan. Artinya dalam memeriksa
permasalahan yang ada dikaji berdasarkan fakta yang ada dilapangan dan
ditunjang dengan disiplin ilmu dan peraturan-peraturan yang ada dalam kaitannya
dengan permasalahan yang akan dibahas.
c. Sumber Bahan Data
Sumber data yang dipergunakan dalam penulisan laporan ini berupa data
primer, dan data sekunder sebagai berikut :
1. Data Primer, yaitu data yang diperoleh di lapangan, berupa data dari hasil
observasi secara langsung dan interview dengan staff RS Bhakti Rahayu.
2. Data Sekunder , yaitu data yang diperoleh dengan cara membaca literature dan
peraturan perundang – undangan yang ada relevansinya dengan permasalahan
yang akan di baha , yaitu terdiri dari : Bahan Hukum Sekunder, berupa buku –
buku literatur ilmu hukum, kamus hukum, tulisan – tulisan hukum lainnya
yang relevan dengan permasalahan .
Pengumpulan data dilapangan dilakukan dengan teknik observasi, yaitu
pengamatan secara langsug dan teknik interview, yaitu sebagai suatu proses tanya
17
jawab lisan dengan informan terkait untuk memperoleh data. Sedangkan
pengumpulan data yang diperoleh dalam penelitian kepustakaan dilakukan dengan
pencatatan, yaitu pencatatan teori – teori, serta isi ketentuan perundang –
undangan yang relevan akan di bahas.
d. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum/Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut :
1. Terhadap data kepustakaan dilakukan studi dokumentasi dan dikumpulkan
dengan lembaran – lembaran kertas.
2. Terhadap data di lapangan dilakukan dengan terjun langsung kelapangan untuk
melakukan wawancara dengan informan – informan terhadap data – data yang
diperlukan dengan meminta keterangan – keterangan dan penjelasan –
penjelasan sehubungan dengan skripsi ini yaitu pada Dinas Kesahatan
Kabupaten/Kota Denpasar.
e. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
di dalam mengolah dan menganalisis data – data dilakukan secara
diskriptif yaitu dengan menggambarkan data – data yang diperoleh dari
kepustakaan dengan data – data yang diperoleh dari studi lapangan, selanjutnya
dari data – data yang terkumpul kemudian di sajikan secara diskriptif normatif,
sehingga dari sana dapatlah ditarik suatu kesimpulan akhir.