Cth CRS KPD

29
CASE REPORT SESSION KETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA Disusun oleh : Eni Rahmawati 1301-1208-0026 Rachmanissa 1301-1208-0028 Agustina Kadaristiana 1301-1208-0029 Shelvia Aulia 1301-1208- 0037 Ardhi Rahman Ahani 1301-1208-0227 Sashi Prasad 1301-1208-2144 Bernadine Godong 1301-1208-0042 Perceptor Lapangan : Iwan, dr.,SpOG (K) BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MAJALAYA

description

Tambahan Ilmu

Transcript of Cth CRS KPD

CASE REPORT SESSIONKETUBAN PECAH SEBELUM WAKTUNYA

Disusun oleh :Eni Rahmawati 1301-1208-0026Rachmanissa 1301-1208-0028

Agustina Kadaristiana 1301-1208-0029 Shelvia Aulia 1301-1208-0037

Ardhi Rahman Ahani 1301-1208-0227Sashi Prasad 1301-1208-2144

Bernadine Godong 1301-1208-0042

Perceptor Lapangan :

Iwan, dr.,SpOG (K)

BAGIAN OBSTETRI GINEKOLOGI

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MAJALAYA

MAJALAYA

2009

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

- Nama : Ny. T

- Umur : 18 tahun

- Alamat : Cangkuang RT 01 RW 05, Kecamatan Biru Majalaya

- Agama : Islam

- Pendidikan : SMP

- Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

- Tanggal, waktu MRS : 24 Agustus 2009, 08.00 WIB

- Tanggal Pemeriksaan : 24 Agustus 2009

II. ANAMNESIS

Keluhan Utama : Keluar cairan banyak dari jalan lahir

Anamnesis Khusus : G1P0A0 merasa hamil 9 bulan mengeluh keluar cairan

banyak dari jalan lahir sejak ± 2 jam SMRS. Cairan jernih tidak berbau dan tidak

disertai panas badan. Mules-mules yang semakin sering dan bertambah kuat dirasakan

ibu sejak ± 2 jam SMRS. Gerak anak masih dirasakan ibu.

Keterangan tambahan :

Riwayat pernikahan : menikah 1 kali, I. ♀, 17 thn, SMP, IRT

♂, 19 thn, SMA, wiraswasta

Riwayat obstetri : I : Hamil ini

kontrasepsi : (-)

Riwayat menstruasi : HPHT: 11 November 2008 Siklus 28 hari, lama : 4-7

hari, teratur.

Tanggal Perkiraan lahir : 18 Agustus 2009

Prenatal care :Di Bidan 9x, kontrol 1 kali tiap bulan. Sampai usia

kehamilan sekarang. Ibu mendapat imunisasi TT dan multivitamin.

2

III. STATUS GENERALIS

Keadaan Umum : Komposmentis

Tekanan darah : 120/80 mmHg

Nadi : 80 x/menit

Respirasi : 20 x/menit

Suhu : Afebris

Jantung : BJ I, II murni reguler, murmur (-)

Paru-paru : VBS sonor kiri=kanan

Edema : -/-

Varices : -/-

Refleks : fisiologis +/+

Hati : sulit dinilai

Limpa : sulit dinilai

IV. LABORATORIUM

Hb : 10,8 gr/dl

Leukosit : 10.000/mm3

Trombosit : 188.000 /mm3

V. STATUS OBSTETRI

Pemeriksaan luar :

Tinggi Fundus Uteri : 33 cm

Lingkar Perut : 91 cm

Letak anak : kepala, puka

BJA : 138-142x/menit

His : 2-3’ 1x/ <20”

Pemeriksaan Dalam:

Vulva/vagina : tidak ada kelainan

Pembukaan : 2-3 cm

Portio : tipis, lunak

Ketuban : (-)

3

VI. RIWAYAT OBSTETRI

Hamil I : Kehamilan saat ini

VII. DIAGNOSIS

G1P0A0 parturien aterm kala I fase aktif + ketuban pecah dini.

VIII. RENCANA PENGELOLAAN

R/ Amoxicillin 3 x 500 mg

Metronidazole 3 x 500 mg

Infus Oxytocin 5IU dalam Dekstrose 5% (20 gtt/menit)

Partus pervaginam

Observasi KU, His, BJA, TNRS

XI. LAPORAN PARTUS

Jam 10.20 : Ibu gelisah ingin meneran, dilakukan pemeriksaan dalam :

• v/v : t.a.k

• P : tipis, lunak

• Æ : lengkap

• Ket: -

Ibu dipimpin meneran setiap ada His.

Jam 10.30 : Bayi perempuan dilahirkan spontan, berat badan 2800g, panjang badan

50 cm, lingkar kepala 33 cm, APGAR 1’:7 , 5 ’:9 dilakukan episiotomi

dengan 6 jahitan

Dilakukan peregangan tali pusa terkendali, tampak tanda-tanda pelepasan

tali pusat

Jam 10.40 : Lahir plasenta spontan lengkap, berat 500 gram, ukuran 20x20x2 cm.

Pendarahan 200 cc

Diagnosis akhir : P1A0 partus maturus spontan

4

Definisi

Ketuban pecah dini adalah robeknya selaput korioamnion dalam kehamilan yang

ditandai dengan keluarnya cairan amnion (amniorrhexis) sebelum onset persalinan

berlangsung.

Ketuban pecah dini dibedakan menjadi dua, yaitu :

1. Preterm Premature Rupture of membranes (PPROM) yaitu ketuban pecah pada

saat usia kehamilan kurang dari 37 minggu.

2. Premature Rupture of membranes (PROM) yaitu ketuban pecah pada saat usia

kehamilan lebih dari sama dengan 37 minggu.

Insidensi

Secara umum, Premature Rupture of membranes (PROM) terjadi pada 10% dari

seluruh kehamilan, dengan sebagian besar kasus terjadi setelah usia kehamilan 37

minggu, sedangkan kejadian Preterm Premature Rupture of Membranes (PPROM)

terjadi pada sekitar 2% dari seluruh kehamilan. Insidensi PROM sendiri bervariasi antara

3% sampai 18,5% (Gunn et al.,1970). Lebarnya variasi ini disebabkan adanya perbedaan

definisi (dengan atau tanpa periode laten) dan oleh variasi insidensi PROM pada populasi

yang berbeda. Sekitar 8% sampai 10% pasien kehamilan cukup bulan datang dengan

ketuban pecah dini sebelum saat persalinan. PPROM terdapat pada 25% dari seluruh

kasus PROM dan bertanggungjawab terhadap 30% persalinan prematur (Kalterider dan

Kohl.,1980). Kejadian PPROM terhadap persalinan prematur lebih besar pada populasi

dengan status sosio ekonomi lemah dan pada penderita penyakit menular seksual.

Etiologi

Mekanisme terjadinya ketuban pecah sebelum waktunya secara pasti belum

diketahui, namun dipengaruhi oleh banyak faktor seperti lemahnya selaput, stress

mekanik, dan infeksi asenderen. Lemahnya selaput memiliki memiliki faktor disposisi

asupan Nutrisi yang buruk, merokok, dam sindrom defisiensi kolagen. Sedangkan Faktor

predisposisi untuk stress mekanik adalah Polihidramnion, kehamilan kembar dan

inkompentensia serviks.

Beberapa penyebab pecahnya ketuban sebelum waktunya yaitu :

1. Infeksi saluran genital Ibu

5

Infeksi yang menyebabkan Chorioamnionitis dapat berasal dari bakteri

pathogen maupun komensial dengan cara menghidrolisa phospolipid sehingga

terbentuk asam Arachidonat yang merupakan precursor untuk sintesa

prostaglandin, mikroorganismenya antara lain streptokkokus grup B, neissera

gonorrhoea, Chlamydia, Trichomonas vaginalis, E.coli, baccterriodes,

Fusobacterium, mycoplasma dan ureaplasma.

2. Serviks inkompenten

Tahanan mekanisme yang berkurang dari serviks dan pembukaan dari ostium

uteri dapat mengurangi dukungan secara mekanik pada membrane dan

menyebabkan Chorioamnionitis yang kemudian diikuti oleh pecahnya

membrane.

3. Peningkatan tekanan intrauterine

Peningkata tekanan intrauterine seperti yang di sebabkan oleh polihidramnion

atau kehamilan ganda serta adanya kontraksi Braxton hicks yang intermitten

dapat menyebabkan pecahnya membrane.

4. Prosedur diagnostik prenatal

Prosedur yang invasiv seperti amniosintesis atau kordosintesis berhubungan

dengan kejadian pecahnya membrane

5. Pola makan dan pola hidup

Defisiensi asam askorbat, Zinc, dan Cu telah di duga sebagai penyebab dari

pecahnya membrane, selain itu merokok juga merupakan suatu factor resiko

terjadinya KPSW

6. Hubungan seksual

Koitus atau kegiatan seksual dapat merupakan suatu factor penyebab naiknya

bakteri melalui sperma, terutama jika ada chorioamnionitis selain itu enzim

pada semen atau prostaglandin dapat membantu proses pelemahan membrane

dan memulai kontraksi uterus

7. Kelainan plasenta

Walaupun tak ada hubungan yang kuat tetapi di duga plasenta previa derajat

ringan atau plasenta letak rendah dapat menyebabkan kpsw

8. Kelainan genetik

6

Salah satu kelainan genetik yang dapat menyebabkan melemahnya membrane

adalah sindroma Ehlers – Danlos yang merupakan kelainan dari jaringan ikat

bawaan.

9. Faktor yang belum diketahui

Kebanyakan kasus termasuk dalam kategori ini, dimana KPSW atau

persalinan preterm berhubungan dengan kejadiannya yang berulang.

Faktor Resiko

Faktor resiko yang paling sering berhubungan dengan PROM adalah riwayat

persalinan prematur sebelumnya atau riwayat ketuban pecah dini sebelumnya, perdarahan

pervaginam, solutio plasenta, kebiasaan merokok dan invasi mikroorganisme pada

rongga amnion.

1. Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya

Resiko rekurensi PROM adalah 21%. Pasien dengan riwayat ketuban pecah dini

sebelumnya mempunyai kecenderungan terhadap terjadinya PROM 3,5 kali lebih besar

dari yang tidak memiliki riwayat tersebut.

2. Perdarahan pervaginam

Perdarahan pervaginam yang disebabkan oleh solutio plasenta atau plasenta previa

meningkatkan resiko terjadinya PROM sebanyak 2-3 kali lipat. Perdarahan pervaginam

terjadi pada 41% pasien yang menderita PROM. Resiko terjadinya PPROM sebanyak

2,4,6 kali lipat pada trimester pertama, kedua dan ketiga. Resiko meningkat sampai tujuh

kali lipat, jika perdarahan terjadi pada lebih dari satu trimester. Perdarahan pervaginam

mengganggu suplai nutrisi terhadap selaput ketuban, menyebabkan infeksi asenden dan

deciduitis, yang menyebabkan rapuhnya selaput ketuban. PROM dapat terjadi pada

plasenta previa, akibat robekan dari tempat robekan yang tinggi atau oleh penipisan dan

rapuhnya tempat plasenta yang menutupi os servikal.

3. Solutio plasenta

Solutio plasenta terjadi lima kali lebih banyak pada pasien dengan PROM daripada

populasi dengan keadaan obstetri normal. Solutio plasenta dapat meningkatkan tekanan

intraamnion sehingga menyebabkan PROM. Sebaliknya bocornya cairan amnion dapat

7

mengakibatkan disproporsi antara permukaan plasenta dan dinding uterus sehingga

menyebabkan pelepasan plasenta.

4. Rokok

Riwayat ketuban pecah dini sebelumnya dan kebiasaan merokok lebih dari 10 batang

perhari merupakan prediktor yang signifikan terhadap terjadinya PROM. Antibodi

limfositotoksik menurun kadarnya pada wanita hamil yang merokok. Merokok

menurunkan kadar asam askorbat dan menurunkan status nutrisional pasien, sehingga

kemampuan sistem imun untuk membentuk inhibitor protease berkurang, dan

menyebabkan selaput menjadi rentan terhadap infeksi. Nikotin juga menyebabkan

vasokontriksi dan iskemia desidua.

5. Infeksi

Infeksi asenden dari traktus genital berperan sebagai etiologi dari PROM. Organisme

yang sering terlibat terhadap prematuritas dan PROM adalah Neisseria gonorrhoeae,

grup B streptococcus, Bacterioides, Gardnerella dan Trichomonas vaginalis. Infeksi

meningkatkan pembentukan lekosit polimorfonuklear dan sitokin inflamasi (IL-1, IL-6,

IL-8) yang menstimulasi aktivitas fosfolipase-A2 dan pembentukan prostanoid dan

endotelin. Substansi tersebut meningkatkan pembentukan protease, yang merapuhkan

selaput.

6. Kelainan jaringan ikat

Selaput ketuban pada dasarnya merupakan struktur jaringan ikat. Sindrom Ehlers-

Danlos tipe 1 merupakan kelainan kromosom autosomal dominan yang diturunkan dan

berhubungan dengan terjadinya PROM, inkompetensi servik dan persalinan prematur.

PPROM terjadi pada 72% dan persalinan prematur terdapat pada 78% dari pasien-pasien

ini.

7. Inkompetensi serviks dan pembukaan serviks

Inkompetensi serviks dapat berperan sebagai etiologi dari PROM. Paparan flora

vagina yang luas pada permukaan selaput ketuban menyebabkan rapuh dan robeknya

selaput. Lebih lanjut, resiko terjadinya korioamnitis dan PROM meningkat dengan

pembukaan serviks dan meningkatnya usia kehamilan. Empat puluh persen insidensi

korioamnionitis berhubungan dengan pembukaan serviks yang lanjut (>19 minggu)

disertai penonjolan selaput.

8

8. Dilatasi dan kuretase

Berdasarkan analisis terhadap faktor resiko terjadinya PROM, terdapat peningkatan

resiko pada pasien dengan riwayat dilatasi dan kuretase, atau terminasi kehamilan elektif.

9. Defisiensi asam askorbat dan mineral.

Vitamin C sangat penting untuk pembentukan kolagen. Terdapat peningkatan

PPROM yang signifikan pada pasien dengan kadar asam askorbat yang rendah.

Konsentrasi tembaga yang rendah dapat mengganggu maturasi kolagen dan menurunkan

pembentukan elastin. Zinc mempunyai aktivitas antimikroba yang berperan penting

dalam cairan amnion.

10. Coitus

Coitus kadang-kadang dapat meningkatkan kontraksi uterus, baik dengan aktivitas

orgasmik atau dengan konsentrasi prostaglandin yang tinggi dalam cairan semen.

Meskipun demikian belum ada bukti yang kuat untuk mendukung coitus sebagai etiologi

PROM.

Mekanisme Ketuban pecah dini

Robeknya selaput ketuban dipengaruhi oleh kerapuhan selaput akibat kontraksi uterus

dan peregangan berulang. Ketuban pecah dini, lebih tampak sebagai defek fokal

daripada kerapuhan. Daerah di dekat robekan dapat dideskripsikan sebagai ”restricted

zone of extreme altered morphology”, yang ditandai oleh pembengkakan dan

terputusnya jaringan fibriler kolagen dalam lapisan kompakta, fibroblast dan lapisan

spongiosa. Karena zona ini tidak meliputi seluruh tempat yang robek, maka dapat

terlihat sebelum selaputnya robek, sekaligus mewakili titik robekan awal.

Perubahan isi kolagen, struktur, dan katabolisme

Kekuatan regangan selaput ketuban dipertahankan oleh keseimbangan antara sintesis

dan degradasi komponen matrix ekstraseluler. Telah diketahui bahwa perubahan pada

selaput ketuban, termasuk penurunan isi kolagen, perubahan struktur kolagen dan

meningkatnya aktivitas kolagenolitik berhubungan dengan PROM.

kelainan jaringan ikat dan defisiensi nutrisi sebagai faktor resiko

Kelainan jaringan ikat berhubungan dengan kerapuhan selaput dan meningkatnya

insidensi PPROM. Sindrom Ehler-Danlos yang ditandai dengan hiperelastisitas pada

9

kulit dan sendi, disebabkan oleh berbagai defek dalam sintesis atau struktur kolagen.

Defisiensi nutrisi mempunyai predisposisi terhadap struktur kolagen yang abnormal.

Ikatan kolagen yang dibentuk dalam rangkaian reaksi diinisiasi oleh lysil oksidase,

meningkatkan kekuatan regangan fibriler kolagen. Lysil oksidase dibentuk oleh sel

mesenkim amnion, yang meliputi lapisan kompakta kolagen amnion. Lysil oksidase

ini merupakan copper dependent enzyme. Wanita dengan PPROM memiliki kadar

konsentrasi Cu yang rendah dalam serum maternal maupun pada tali pusat. Demikian

juga wanita dengan kadar vitamin C yang rendah, yang dibutuhkan untuk

pembentukan struktur triple helix kolagen, mempunyai angka kejadian PROM yang

lebih tinggi dari wanita yang memiliki kadar serum normal. Merokok dapat

menurunkan kadar vitamin C dan kadmium yang terdapat dalam tembakau

meningkatkan ikatan methallothionein di trofoblas, yang dapat menyebabkan

sekuestrasi Cu.

Meningkatnya degradasi kolagen

Degradasi kolagen diperantarai oleh matrix metalloproteinase, yang dihambat oleh

inhibitor jaringan spesifik dan inhibitor protease. PROM disebabkan oleh

ketidakseimbangan antara aktifitas matrix metalloproteinase dan inhibitor jaringan,

sehingga menyebabkan degradasi matrix extraseluler. Pada PROM aktifitas kolagen,

protease meningkat, terutama MMP-9. Aktivitas gelatinolitik yang berhubungan

dengan pembentukan laten dan aktif MMP-9 meningkat dan konsentrasi TIMP-1

(Tissue inhibitor of metalloproteinase-1) menurun.

Hormon

Progesteron dan estradiol mensupresi remodelling matrix extraseluler pada jaringan

reproduksi. Kedua hormon tersebut menurunkan konsentrasi MMP-1, MMP-3 dan

meningkatkan konsentrasi inhibitor metalloproteinase pada fibroblas serviks kelinci.

Konsentrasi progesteron yang tinggi menurunkan produksi kolagenase pada fibroblas

servikal ayam hutan. Relaxin hormon yang mengatur remodelling jaringan ikat,

dibentuk lokal di desidua dan plasenta, menghambat efek estradiol dan progesteron

dengan meningkatkan MMP-3 dan MMP-9 pada selaput ketuban.

Apoptosis

10

Kematian sel ini muncul mengikuti awal degradasi matrix ekstraseluler, menunjukkan

bahwa hal ini merupakan akibat dan bukan penyebab katabolisme matrix ekstraseluler

amnion. Sel yang apoptosis biasanya berkumpul di daerah robekan.

Peregangan membran dan PROM

Overdistensi uterus akibat polihidraamnion dan gestasi multifetal menginduksi

terjadinya regangan dan tarikan serta meningkatkan resiko PROM. Tarikan mekanik

selaput ketuban merangsang pembentukan faktor-faktor, seperti prostaglandin E-2

yang meningkatkan kepekaan uterus, menurunkan sintesis kolagen selaput ketuban,

dan meningkatkan pembentukan MMP-1 dan MMP-3 oleh fibroblas. IL-8 yang

diproduksi sel korioamnion, bersifat kemotaktik untuk netrofil dan merangsang

aktivitas kolagen.

Gambar 1. Diagram skema berbagai mekanisme yang dapat menyebabkan ketuban pecah

dini

Diagnosis

11

Membuat diagnosis yang tepat terhadap Ketuban pecah dini adalah hal yang

penting. Penilaian diagnosis harus efisien dan tepat untuk meminimalisasi jumlah

pemeriksaan vagina dan risiko dari khorioamnionitis. Gejala adalah kunci dari diagnosis.

Gejala :

1. Pasien biasanya mengeluhkan adanya cairan yang keluar secara tiba-tiba dari vagina.

Dengan keterangan tambahan berupa saat timbul, warna, konsistensi serta bau dari

cairan tersebut dapat membantu untuk membedakan Ketuban pecah dini dengan

leukorrhea normal dalam kehamilan, inkontinensia urin, infeksi vagina dan sekret

mukus karena dilatasi cervix.

2. Adanya flek dari vernix atau mekonium.

3. Ukuran uterus berkurang.

4. Janin semakin teraba pada palpasi.

Pemeriksaan Spekulum Steril

Pemeriksaan spekulum steril adalah tahapan yang paling penting untuk diagnosis

Ketuban Pecah Dini yang akurat. Klinisi sebaiknya menghindari pemeriksaan

intraservikal digital secara bersamaan disaat pasien tidak dalam inpartu dan tidak ada

perencanaan tindakan induksi, karena tindakan itu memberi kemungkinan meningkatnya

risiko komplikasi terhadap infeksi. Pemeriksa harus mencari dari 3 buah tanda pasti yang

berhubungan dengan Ketuban Pecah Dini :

1. Pooling

Pengambilan cairan amnion dari fornix posterior untuk divisualisasikan. Ketuban

Pecah Dini yang telah berlangsung lama dapat menyebabkan kehilangan sebagian

besar cairan, dan mukosa vagina tampak hanya basah. Pada keadaan seperti itu, baik

manuver Valsalva atau tekanan pada fundus uteri selama pemeriksaan spekulum

menghasilkan visualisasi dari adanya aliran atau pecahnya ketuban dari kanalis

endoservikalis.

2. Tes Nitrazine

Cairan yang diambil dari fornix posterior menggunakan kapas steril (cotton-

tipped swab) lalu diapuskan pada kertas strip yang sensitif terhadap perubahan pH,

perubahan warna terjadi dari kuning-hijau menjadi biru tua pada pH diatas 6,0 – 6,5.

Vagina dalam kehamilan memiliki pH sekitar 4,5 – 6,0 dan cairan amnion memiliki

12

pH 7,1 – 7,3. Oleh karena itu, tes terhadap pH alkalis biasanya menunjukkan adanya

cairan amnion. Tes nitrazine ini memiliki tingkat akurasi sebesar 80-90%, dengan

10% false positif dan 10% false negatif. Nitrazine dapat memberikan hasil false-

positif dari kontaminasi oleh darah, semen dari hubungan seksual sebelumnya, atau

antiseptik alkalis. Infeksi pada vagina juga akan meningkatkan pH vagina. Hasil

false-positif juga dapat diberikan pada urin yang alkalis.

3. Ferning

Sedikit cairan yang diambil dari fornix posterior diapuskan pada objek glass, lalu

dibiarkan mengering, dan lihat dengan mikroskop. Cairan amnion yang telah

mengering tersebut menampakkan gambaran ‘arborization’ atau ‘palm leaf pattern’

atau ‘feathery’ karena seperti bulu. Gambaran ferning ini terjadi karena kristalisasi

elektrolit terutama NaCl dalam cairan amnion karena pengaruh dari hormone

estrogen. Hasil false-positif dapat terjadi bila sampel terkontaminasi dengan semen

dan mucus servical.

Bersama-sama, ketiga penemuan ini menunjukkan ada rupturnya ketuban.

Apabila ada salah satu yang tidak diketemukan, merupakan indikasi untuk dilakukan tes

lebih lanjut. Jika tidak ada cairan bebas ditemukan, ‘dry pad’ harus ditempatkan di bawah

perineum pasien dan observasi adanya aliran. Tes yang dapat digunakan untuk konfirmasi

termasuk mengobservasi adanya cairan dari ostium cervix saat pasien batuk atau

melakukan manuver Valsalva atau tekanan pada fundus uteri selama pemeriksaan

spekulum dan oligohidramnions pada pemeriksaan ultrasound. Adapun tes lebih lanjut

yang dapat digunakan antara lain :

1. Ultrasound

Penilaian ultrasound terhadap volume cairan amnion dapat membantu dalam

diagnosis Ketuban Pecah Dini, terutama pada pasien yang sebelumnya memiliki

volume cairan amnion yang normal, menentukan usia kehamilan, berat janin, letak

janin, kesejahteraan janin dan plasenta.1,3

2. Amniocentesis

Terdapat bukti yang kuat bahwa keberadaan organisme pada rongga amnion memiliki

hubungan dengan peningkatan risiko terhadap pecahnya membran. Adapun diagnosis

infeksi intrapartum dapat ditunjukkan dengan gejala-gejala sebagai berikut :

13

1) Febril di atas 38°C

2) Takikardi pada ibu (>100 denyut/menit)

3) Fetal takikardi (>160 denyut/menit)

4) Nyeri abdomen, nyeri tekan uterus

5) Cairan amnion berwarna keruh atau hijau

6) Leukositosis pada pemeriksaan darah tepi (>15000-20000/mm3)

Penilaian dari kultur membutuhkan waktu yang cukup lama sehingga tidak dapat

diandalkan untuk penatalaksanaan yang cepat. Sedangkan pewarnaan gram adalah

standar baku emas untuk investigasi yang cepat.

3. Indigo Carmine Dye

Memasukkan indigo carmine dye ke dalam rongga amnion dalam beberapa jam

selama amniocentesis untuk mengkonfirmasi diagnosa KPD pada oligohydramnions

tanpa ada bukti pecahnya ketuban. Penggunaan ‘perineal pad’ mungkin dilakukan

terutama digunakan untuk insersi vagina karena teori risiko infeksi. Harus

diperhatikan bahwa cairan pewarna tersebut dapat mencapai kandung kemih maternal

setelah beberapa jam dan dapat mewarnai ‘pad’ bila ada inkontinensia urin.

Kriteria diagnostik :

Umur kehamilan >20 minggu

Keluar cairan ketuban dari vagina

Pemeriksaan spekulum : terlihat cairan ke luar dari ostium uteri eksternum

Kertas nitrazin merah akan jadi biru

Mikroskopis ; terlihat lanugo dan verniks kaseosa

Baru-baru ini markers cairan amnion seperti α fetoprotein, diamino-oxidase, fetal

fibronectin, prolactin, dan insulin like growth ffactor binding protwin-1dari sekresi

vagina telah dievaluasi untuk menegakkan diagnosis PROM. Sensitivitas dan spesifitas

pemeriksaan ini setara dengan tes pakis dan nitrazine.

Diagnosis Banding

Gejala dan tanda selalu ada Gejala dan tanda kadang-

kadang ada

Diagnosis

kemungkinan

Keluar cairan ketuban Ketuban pecah tiba-tiba Ketuban Pecah Dini

14

Cairan tampak di introitus

Tidak ada his dalam 1 jam

Cairan vagina berbau

Demam/menggigil

Nyeri perut

Riwayat keluarnya cairan

Uterus nyeri

Denyut jantung janun cepat

Perdarahan pervaginam

sedikit*

Amnionitis

Cairan vagina berbau

Tidak ada riwayat ketuban

pecah

Gatal

Keputihan

Nyeri perut

Disuria

Vaginitis

servisitis

Cairan vagina berdarah Nyeri perut

Gerak janin berkurang

Perdarahan banyak

Perdarahan antepartum

Cairan berupa darah lendir Pembukaan dan pendataran

serviks

Ada his

Awal persalinan atrem

atau preterm

* perdarahan ringan ; butuh waktu > 5 menit untuk membasahi pembalut atau kain bersih

Komplikasi

PROM dapat menimbulkan sejumlah komplikasi, dan resiko komplikasi ini

bervariasi seiring dengan usia kehamilan. Komplikasi yang berhubungan dengan PROM

termasuk berikut ini :

Infeksi maternal, fetal dan neonatal

Kehamilan dan persalinan prematur

Hipoksia dan asfiksia akibat kompresi tali pusat dan atau terjadi bersamaan

dengan solutio plasenta

Meningkatnya angka persalinan dengan sectio caesaria

Fetal deformation syndrome

Terapi

15

Pengelolaan Ketuban Pecah Dini tergantung dari tingkat kehamilan pasien. Pada

Ketuban Pecah Dini yang terjadi saat aterm, ibu dan bayi diobservasi ketat pada 24 jam

pertama untuk menilai apakah persalinan terjadi secara alami. Jika persalinan tidak terjadi

setelah 24 jam, kebanyakan dokter akan menginduksi persalinan untuk mencegah

perpanjangan waktu antara Ketuban Pecah Dini dan persalinan karena akan

meningkatkan resiko infeksi.

PPROM membutuhkan pengelolaan yang lebih sulit. Semakin muda janin,

semakin besar kemungkinan meninggal atau menderita kerusakan serius yang permanen

bila persalinan prematur. Tergantung dari usia janin dan infeksi, dokter harus bisa

memutuskan diantara menunda persalinan sampai janin matur, atau menginduksi

persalinan dan mempersiapkan komplikasi persalinan prematur.

Variasi dari medikasi yang digunakan dalam pengelolaan Ketuban Pecah Dini

- Medikasi untuk menginduksi persalinan (oxytocin) digunakan pada PROM atau pada

kasus PPROM yang terkena infeksi.

- Tokolitik digunakan untuk mencegah mencegah dimulainya persalinan. Ini digunakan

pada kasus PPROM yang tidak ada tanda infeksi.

- Steroid digunakan untuk membantu kematangan paru-paru lebih cepat. Steroid

biasanya digunakan pada PPROM jika janin dilahirkan lebih cepat karena infeksi atau

persalinan tidak dapat dicegah.

- Antibiotik dapat diberikan untuk mengobati infeksi. Sudah diteliti bahwa dengan

pemberian antibiotik sebelum timbul tanda-tanda infeksi dapat mencegah

perkembangan infeksi itu sendiri.

Di bawah ini terdapat beberapa prosedur terapi yang diambil dari berbagai sumber:

1. Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan Ginaekologi RSUP Dr.

hasan Sadikin:

Konservatif

Pengelolaan konservatif dilakukan apabila tidak ada penyulit (baik pada ibu

maupun pada janin), pada umur kehamilan 28-36 minggu, dirawat selama 2 hari.

Selama perawatan dilakukan :

- Observasi kemungkinan adanya amnionitis atau tanda-tanda infeksi

16

1) Ibu : suhu > 38oC, takikardi, lekositosis, tanda-tanda infeksi intrauterin, rasa

nyeri pada rahim, sekret vagina purulen.

2) Janin : Takikardi

- Pengawasan timbulnya tanda persalinan

- Pemberian antibiotika (ampisilin 4x500 mg atau eritromisin 4x500 mg dan

metronidazole 2x500 mg) selama 3-5 hari

- Ultrasonografi untuk menilai kesejahteraan janin

- Bila ada indikasi untuk melahirkan janin, dilakukan pematangan paru janin

Aktif

- Pengelolaan aktif pada ketuban pecah dini dengan umur kehamilan 20-28 minggu

dan > 37 minggu

- Ada tanda-tanda infeksi

- Timbulnya tanda-tanda persalinan

- Gawat janin

17

2. Penanganan menurut Current Obstetrics and Gynecology

Dengan intervensi

- Umur kehamilan 36 minggu dan berat janin 2500 gram maka persalinan normal

harus segera dilakukan dalam 24 jam, walaupun periode latennya 8-12 jam,

induksi oksitosin infus dapat diberikan dengan resiko infeksi yang rendah

- Umur kehamlan 34-36 minggu dan berat janin 2000-3000 gram, induksi dapat

diberikan karena sesuai dengan pematangan paru janin. Persalinan dapat

dimulai dalam 24-48 jam.

18

- Umur kehamilan 26-34 minggu dan berat janin 500-2000 gram,

penatalaksanaan harus berdasarkan dari pemeriksaan amniosintesis. Jika paru

matur dan terjadi amnionitis maka persalinan segera dilakukan. Jika paru masih

immature dan tidak terdapat amnionitis maka penderita dianjurkan untuk tirah

baring dengan pemeriksaan tanda-tanda vital setiap 4 jam dan pemeriksaan

lekosit setiap hari. Adenokortikosteroid dapat diberikan untuk membantu

maturitas.

- Umur kehamilan <26 mingu dan berat janin <500 gram, sangat kecil

kemungkinan bayi dapat diselamatkan dan resiko untuk ibunya sangat besar

Tanpa Intervensi

- Tirah baring

- Tidak berhubungan seksual

- Tidak dipasang tampon

- Pengecekan suhu badan 3-6 kali perhari

- Pemeriksaan lekosit setiap hari

3.Penanganan berdasarkan Williams Obstetrics

- Kalau waktu kehamilan kurang dari 34 minggu dan tidak ada indikasi ibu atau

bayi untuk persalinan maka dilakukan observasi ketat BJJ dan tanda – tanda

kompresi tali pusat. Setelah itu harus dilakukan observasi untuk tanda – tanda

persalinan, infeksi, dan cacat janin.

- Untuk kehamilan lebih dari 34 minggu dilakukan induksi persalinan dengan

pemberian oksitosin secara intravena. Jika bayi tetap tidak lahir dapat dilakukan

operasi seksio.

- Berikan Deksametason 5 mg secara intramuskuler setiap 12 jam untuk 4 kali dosis

untuk mempercepat kematangan paru.

- Berikan ampisilin 2 gram secara intravena setiap 6 jam sebelum persalinan untuk

mencegah infeksi grup B streptococcal pada bayi.

19

Prognosis

Sangat sedikit informasi yang ada mengenai resiko rekurensi pada pasien dengan

PROM. Sekitar 32% dari pasien-pasien ini mengalami PPROM pada kehamilan

berikutnya, sehingga perlu dilakukan konseling sehubungan dengan komplikasi pada

pasien-pasien yang memiliki resiko tinggi untuk terjadinya rekurensi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Mc Donald PC, Grant NF. William’s Obstetrics 21th Ed.

Connecticut, Appleton and Lange, Prentice Hall International Inc, 2001.

2. Danforth’s Obstetrics and Gynecology. 9th Ed. Lippincott Williams&Wilkins

Publishers. 2003.

3. Pernoll ML. Late pregnancy Complication. In DeCherney AH, Pernoll ML, eds.

Current Obstetrics & Gynecologic Diagnosis & Treatment. 8th ed. London: Prentice-

Hall International Inc. 1994.

4. Krisnadi SR, Mose JC, Effendi JS. Pedoman Diagnosis dan Terapi Obstetri dan

Ginekologi RSUP DR. Hasan Sadikin. Edisi pertama. Bandung. 2005.

20