CSS Retinopati Diabetik

29
BAB I PENDAHULUAN Retinopati diabetik adalah penyebab utama kebutaan di negara-negara barat. Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus adalah determinan utama timbulnya retinopati diabetes didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 (dependen – insulin) paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit sistemik ini. Hasil-hasil serupa telah diperoleh pada diabetes tipe II (non dependen-insulin), tetapi pada para pasien ini onset dan lamanya penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat. 1 Dianjurkan pada pasien tipe 1 diabetes mellitus tipe 1 dirujuk untuk pemeriksaan oftalmologi dalam 3 tahun setelah diagnosis dan pemeriksaan oftalmologik dalam 3 tahun setelah diagnosis dan periksa ulang sedikit paling sedikit sekali setahun. Pasien diabetes tipe II harus dirujuk ke ahli oftalmologi pada saat diagnosis dan diperiksa ulang sedikitnya sekali setahun. Karena retinopati diabetes dapat menjadi agresif selama kehamilan, setiap wanita diabetes yabg hamil harus diperiksa oleh ahli oftalmologi pada trimester pertama dan paling sedikit setiap tiga bulan sampai persalinan. 1 1

Transcript of CSS Retinopati Diabetik

Page 1: CSS Retinopati Diabetik

BAB I

PENDAHULUAN

Retinopati diabetik adalah penyebab utama kebutaan di negara-negara barat.

Pandangan bahwa hiperglikemia kronik pada diabetes mellitus adalah determinan utama

timbulnya retinopati diabetes didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi

retinopati pada orang muda dengan diabetes tipe 1 (dependen – insulin) paling sedikit 3-5

tahun setelah awitan penyakit sistemik ini. Hasil-hasil serupa telah diperoleh pada

diabetes tipe II (non dependen-insulin), tetapi pada para pasien ini onset dan lamanya

penyakit lebih sulit ditentukan secara tepat. 1

Dianjurkan pada pasien tipe 1 diabetes mellitus tipe 1 dirujuk untuk pemeriksaan

oftalmologi dalam 3 tahun setelah diagnosis dan pemeriksaan oftalmologik dalam 3 tahun

setelah diagnosis dan periksa ulang sedikit paling sedikit sekali setahun. Pasien diabetes

tipe II harus dirujuk ke ahli oftalmologi pada saat diagnosis dan diperiksa ulang

sedikitnya sekali setahun. Karena retinopati diabetes dapat menjadi agresif selama

kehamilan, setiap wanita diabetes yabg hamil harus diperiksa oleh ahli oftalmologi pada

trimester pertama dan paling sedikit setiap tiga bulan sampai persalinan. 1

Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering dijumpai,

terutama di Negara barat. Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun mengidap diabetes

dan sekitar 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah penyandang diabetes. Prevalensi

retinopati diabetik proliferatif pada diabetes tipe 1 dengan lama penyakit 15 tahun adalah

50%. Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10 tahun tanpa

memperhatikan lamanya diabetes. Namun resiko berkembangnya retinopati meningkat

setelah pubertas. 1

Keluhan pasien dengan retinopati diabetik biasanya tidak ada kecuali bila telah

terjadi gangguan pada daerah makulanya. Gangguan penglihatan akan menjadi lebih

berat bila terjadi neovaskularisasi pada retina maupun badan kaca. Bila terjadi retinopati

diabetik dengan terjadi ablasi retina, maka pasien akan kehilangan penglihatan dan sukar

diatasi.2

1

Page 2: CSS Retinopati Diabetik

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Retinopati diabetes adalah kelainan (retinopati) yang ditemukan pada

penderita diabetes mellitus.2 Retinopati akibat diabetes disebabkan terjadinya

gangguan metabolisme tubuh secara umum dan retina khususnya, sehingga

mengakibatkan kelainan retina dan pembuluh-pembuluh darahnya.3

Gambar 2.1 Normal retina dibanding retinopati diabetik.

2.2 Anatomi Retina

Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semi transparan, dan

multilapis yang melapisi bagian dua pertiga posterior dinding bola mata. Retina

membentang kedepan hamper sama jauhnya dengan corpus siliarnya, dan berakhir

di tepi ora serrata. Dibagian retina yang letaknya sesuai dengan sumbu penglihatan

terdapat macula lutea (bintik kuning) kira-kira berdiameter 1-2 mm yang berperan

penting untuk tajam penglihatan. Di tengah makula lutea terdapat bercak mengkilat

yang merupakan refleks fovea. 1

Kira-kira 3 mm kearah nasal kutub belakang bola mata terdapat daerah

bulat putih kemerah-merahan, disebut papil saraf optik, yang ditengahnya agak

2

Page 3: CSS Retinopati Diabetik

melekuk dinamakan ekskavasi faali. Arteri retina sentral bersama venanya masuk

ke dalam bola mata di tengah papil saraf optic. Arteri retina merupakan pembuluh

darah terminal. 3

Gambar 2.2 Lapisan Retina

Retina yang mempunyai ketebalan sekitar 1 mm terdiri atas 10 lapisan : 3,4

1. Membrana limitans interna, merupakan lapisan paling dalam

2. Lapisan serabut-serabut saraf , dalam lapisan ini terdapat cabang-cabang utama

pembuluh retina.

3. Lapisan sel ganglion, merupakan suatu lapisan sel saraf bercabang.

4. Lapisan plexiform dalam.

5. Lapisan nukleus dalam, terbentuk dari badan dan nukleus sel-sel bipolar.

6. Lapisan plexiform luar.

7. Lapisan nukleus luar, terutama terdiri atas nuklei sel-sel visual atau sel kerucut

dan batang.

8. Membran limitan luar.

9. Lapisan batang dan kerucut, merupakan lapisan penangkap sinar, untuk melihat.

10. Lapisan epitel pigmen.

3

Page 4: CSS Retinopati Diabetik

Sel batang lebih banyak dibanding sel kerucut, kecuali didaerah makula,

dimana sel kerucut lebih banyak. Daerah papil saraf optik terutama terdiri atas

serabut saraf optik dan tidak mempunyai daya penglihatan (bintik buta).3

2.3 Epidemiologi

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan, 4,8 persen

penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopathy DM. Dalam urutan

penyebab kebutaan secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah

katarak, glaukoma, dan degenerasi makula (AMD= age-related macular

degeneration). 5

Diestimasi bahwa jumlah penderita diabetes di seluruh dunia akan

meningkat dari 117 juta pada tahun 2000 menjadi 366 juta tahun 2030. Di Asia

diramalkan diabetes akan menjadi ”epidemi”, disebabkan pola makan masyarakat

Asia yang tinggi karbohidrat dan lemak disertai kurangnya berolahraga. Akibatnya,

kebutaan akibat retinopathy DM juga diperkirakan meningkat secara dramatis. 5

Data Poliklinik Mata RS. Cipto Mangunkusumo (RSCM) yang tidak

dipublikasikan menunjukkan bahwa retinopathy DM merupakan kasus terbanyak

yang dilayani di Klinik Vitreo-Retina. Dari seluruh kunjungan pasien Poliklinik

Mata RSCM, jumlah kunjungan pasien dengan retinopati diabetik meningkat dari

2,4 persen tahun 2005 menjadi 3,9 persen tahun 2006. 5

Angka kejadian retinopathy DM diabetik dipengaruhi tipe diabetes melitus

(DM) dan durasi penyakit. Pada DM tipe I (insuln dependent atau juvenile DM ),

yang disebabkan oleh kerusakan sel beta pada pankreas, umumnya pasien berusia

muda (kurang dari 30 tahun), retinopati diabetik ditemukan pada 13 persen kasus

yang sudah menderita DM selama kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 90

persen setelah DM diderita lebih dari 10 tahun. 5

Pada DM tipe 2 (non-insulin dependent DM), yang disebabkan oleh

resistennya berbagai organ tubuh terhadap insulin (biasanya menimpa usia 30 tahun

atau lebih), retinopati diabetik ditemukan pada 24-40 persen pasien penderita DM

kurang dari 5 tahun, yang meningkat hingga 53-84 persen setelah menderita DM

selama 15-20 tahun. 6

4

Page 5: CSS Retinopati Diabetik

2.4 Patofisiologi

Skema 1. Patofisiologi retinopati diabetik

Mekanisme terjadinya retinopati diabetik masih belum jelas, namun

beberapa studi menyatakan bahwa hiperglikemi kronis merupakan penyebab utama

kerusakan multipel organ. Komplikasi hiperglikemia kronis pada retina akan

menyebabkan perfusi yang kurang adekuat akibat kerusakan jaringan pembuluh

darah organ, termasuk kerusakan pada retina itu sendiri. Terdapat 4 proses

biokimiawi yang terjadi pada hiperglikemia kronis yang diduga berhubungan

dengan timbulnya retinopati diabetik, antara lain: 

1)      Akumulasi Sorbitol

Produksi berlebihan serta akumulasi dari sorbitol sebagai hasil dari aktivasi

jalur poliol terjadi karena peningkatan aktivitas enzim aldose reduktase yang

terdapat pada jaringan saraf, retina, lensa, glomerulus, dan dinding pembuluh darah

akibat hiperglikemi kronis. Sorbitol merupakan suatu senyawa gula dan alkohol

5

Page 6: CSS Retinopati Diabetik

yang tidak dapat melewati membrana basalis sehingga akan tertimbun dalam

jumlah yang banyak dalam sel. Kerusakan sel terjadi akibat akumulasi sorbitol yang

bersifat hidrofilik sehingga sel menjadi bengkak akibat proses osmotik.

Selain itu, sorbitol juga meningkatkan rasio NADH/NAD+ sehingga

menurunkan uptake mioinositol. Mioinositol berfungsi sebagai prekursor sintesis

fosfatidilinositol untuk modulasi enzim Na-K-ATPase yang mengatur konduksi

syaraf. Secara singkat, akumulasi sorbitol dapat menyebabkan gangguan konduksi

saraf.

Percobaan pada binatang menunjukkan inhibitor enzim aldose reduktase

(sorbinil) yang bekerja menghambat pembentukan sorbitol, dapat mengurangi atau

memperlambat terjadinya retinopatik diabetik. Namun uji klinik pada manusia

belum menunjukkan perlambatan dari progresifisitas retinopati. 7,8

2)      Pembentukan protein kinase C (PKC)

Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di retina dan sel endotel vaskular

meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari diasilgliserol, yang merupakan

suatu regulator PKC dari glukosa. PKC diketahui memiliki pengaruh terhadap

agregasi trombosit, permeabilitas vaskular, sintesis growth factor dan

vasokonstriksi. Peningkatan PKC secara relevan meningkatkan komplikasi

diabetika, dengan mengganggu permeabilitas dan aliran darah vaskular retina.

Peningkatan permeabilitas vaskular akan menyebabkan terjadinya

ekstravasasi plasma, sehingga viskositas darah intravaskular meningkat disertai

dengan peningkatan agregasi trombosit yang saling berinteraksi menyebabkan

terjadinya trombosis. Selain itu, sintesis growth factor akan menyebabkan

peningkatan proliferasi sel otot polos vaskular dan matriks ekstraseluler termasuk

jaringan fibrosa, sebagai akibatnya akan terjadi penebalan dinding vaskular,

ditambah dengan aktivasi endotelin-1 yang merupakan vasokonstriktor sehingga

lumen vaskular makin menyempit. Seluruh proses tersebut terjadi secara

bersamaan, hingga akhirnya menyebabkan terjadinya oklusi vaskular retina. 8

6

Page 7: CSS Retinopati Diabetik

3)      Pembentukan Advanced Glycation End Product (AGE)

Glukosa mengikat gugus amino membentuk ikatan kovalen secara non

enzimatik. Proses tersebut pada akhirnya akan menghasilkan suatu senyawa AGE.

Efek dari AGE ini saling sinergis dengan efek PKC dalam menyebabkan

peningkatan permeabilitas vaskular, sintesis growth factor, aktivasi endotelin 1

sekaligus menghambat aktivasi nitrit oxide oleh sel endotel. Proses tersebut

tentunya akan meningkatkan risiko terjadinya oklusi vaskular retina. 7,9

AGE terdapat di dalam dan di luar sel, berkorelasi dengan kadar glukosa.

Akumulasi AGE mendahului terjadinya kerusakan sel. Kadarnya 10-45x lebih

tinggi pada DM daripada non DM dalam 5-20 minggu. Pada pasien DM, sedikit

saja kenaikan glukosa maka meningkatkan akumulasi AGE yang cukup banyak, dan

akumulasi ini lebih cepat pada intrasel daripada ekstrasel. 7,9

4)      Pembentukan Reactive Oxygen Speciesi (ROS)

ROS dibentuk dari oksigen dengan katalisator ion metal atau enzim yang

menghasilkan hidrogen peroksida (H2O2), superokside (O2-). Pembentukan ROS

meningkat melalui autooksidasi glukosa pada jalur poliol dan degradasi AGE.

Akumulasi ROS di jaringan akan menyebabkan terjadinya stres oksidatif yang

menambah kerusakan sel. 7,9

Skema 2. Patogenesis retinopati diabetik

7

Page 8: CSS Retinopati Diabetik

Kerusakan sel yang terjadi sebagai hasil proses biokimiawi akibat

hiperglikemia kronis terjadi pada jaringan saraf (saraf optik dan retina), vaskular

retina dan lensa. Gangguan konduksi saraf di retina dan saraf optik akan

menyebabkan hambatan fungsi retina dalam menangkap rangsang cahaya dan

menghambat penyampaian impuls listrik ke otak. Proses ini akan dikeluhkan

penderita retinopati diabetik dengan gangguan penglihatan berupa pandangan

kabur. Pandangan kabur juga dapat disebabkan oleh edema makula sebagai akibat

ekstravasasi plasma di retina, yang ditandai dengan hilangnya refleks fovea pada

pemeriksaan funduskopi. 6-7,10

Neovaskularisasi yang tampak pada pemeriksaan funduskopi terjadi karena

angiogenesis sebagai akibat peningkatan sintesis growth factor, lebih tepatnya

disebut Vascular Endothelial Growt Factor (VEGF). Sedangkan kelemahan dinding

vaksular terjadi karena kerusakan perisit intramural yang berfungsi sebagai jaringan

penyokong dinding vaskular. Sebagai akibatnya, terbentuklah penonjolan pada

dinding vaskular karena bagian lemah dinding tersebut terus terdesak sehingga

tampak sebagai mikroaneurisma pada pemeriksaan funduskopi. Beberapa

mikroaneurisma dan defek dinding vaskular lemah yang lainnya dapat pecah hingga

terjadi bercak perdarahan pada retina yang juga dapat dilihat pada funduskopi.

Bercak perdarahan pada retina biasanya dikeluhkan penderita dengan floaters atau

benda yang melayang-layang pada penglihatan. 6,7

2.5 Klasifikasi

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, retinopati diabetik dibagi

menjadi (menurut Early Treatment Diabetic Retinopathy Study): 1

8

Page 9: CSS Retinopati Diabetik

Gambar 2.3 Stadium Retinopati Diabetik

1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan Background

Diabetic retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma, perdarahan retina,

eksudat, IRMA, dan kelainan vena

a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,

perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras

b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat ringan,

perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA

c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma pada 4

d. kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA pada 1 quadran

e. Sangat berat: ditamukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.

2. Retinopati Diabetik Proliferatif. Ditandai dengan neovaskularisasi.

a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya neovaskular

pada discus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah diskus tanpa disertai

9

Page 10: CSS Retinopati Diabetik

perdarahan preretina atau vitreus, atau neovaskularisasi dimana saja

diretina (NVE) tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus.

b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko sebagai

berikut

i. Ditemukan NVE

ii. Ditemukan NVD

iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat yang

mencakup > ¼ daerah diskus

iv. Perdarahan vitreus

Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau setiap

adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan, merupakan 2

gambaran yang paling sering ditemukan pada retinopati proliferative

resiko tinggi.

Pembagian stadium menurut Daniel Vaughan dkk: 4

Stadium I

Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan bulat

kecil didaerah papil dan macula

o Vena sedikit melebar

o Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena didaerah

nuclear luar

Stadium II

o Vena melebar

o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul seperti

bunga (circinair/ rosette) yang secara histologist terletak didaerah lapisan

plexiform luar

Stadium III

10

Page 11: CSS Retinopati Diabetik

Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol terminal.

Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai retinopati hipertensif atau

arteriosklerose.

Stadium IV

Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan sheathing

pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada semua lapisan

retina, dapat juga preretina.

Stadium V

Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang

kemudian diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan fibrotic

yang disebtai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini melekat pada

retina yang bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina dan dapat

mengakibatkan terjadinya kebutaan total.

Klasifikasi menurut FKUI : 2,4

Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada fundus

okuli

Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan atau

tanpa fatty exudates pada fundus okuli

Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,

neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.

Jika gambaran fundus dikedua mata tidak sama, maka penderita tergolong pada

derajat berat.

2.6 Gejala Klinis

Gejala subjekif yang dapat ditemui berupa: 4,6

Kesulitan membaca

Penglihatan kabur

Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata

11

Page 12: CSS Retinopati Diabetik

Melihat lingkaran cahaya

Melihat bintik gelap dan kelap-kelip

Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina: 4,6

Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama daerah vena

dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak dekat pembuluh darah

terutama polus posterior

Perdarahan dapat dalam bentuk titik, daris dan becak yang biasanya terletak dekat

mikroaneurisma di polus posterior.

o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped). Terletak

superficial, searah dengan nerve fiber.

o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak pada end artery,

dilapisan tengah dan compact.

Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-kelok

Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina. Gamabarannya

kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata, membesar kemudian

bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam beberapa minggu.

Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat

becak kuning bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi

daerah nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.

Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh

yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler. Mula-mula terletak pada

jaringan retina, kemudian berkembang kearah preretinal, ke badan kaca. Jika

pecah dapat menimbulkan perdarahan retian, perdarahan subhialoid (preretinal)

maupun perdarahan badan kaca.

Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah macula

sehingga sangat mengganngu tajam pengelihatan.

12

Page 13: CSS Retinopati Diabetik

Gambar 2.4 Retina penderita retinopati diabetik

2.7 Penatalaksanaan 1, 4, 6

Perawatan Medis

Pengendalian glukosa: pengendalian glukosa secara intensif pada pasien dengan

DM tergantung insulin (IDDM) menurunkan insidensi dan progresi retinopathy

DM.  Walaupun tidak ada uji klinis yang sama untuk pasien dengan DM tidak

tergantung insulin (NIDDM), sangat logis untuk mengasumsikan bahwa prinsip

yang sama bisa diterapkan. Faktanya, ADA menyarankan bahwa semua diabetes

(NIDDM dan IDDM) harus mempertahankan level hemoglobin terglikosilasi

kurang dari 7% untuk mencegah atau paling tidak meminimalkan kompilkasi

jangka panjang dari DM termasuk retinopathy DM.

The Early Treatment for Diabetic Retinopathy Study (ETDRS) menemukan

bahwa 650 mg aspirin setiap harinya tidak memberikan keuntungan dalam

pencegahan progresi retinopati diabetik. Sebagai tambahan, aspirin tidak

diobservasi dalam mempengaruhi insidensi perdarahan vitreus pada pada pasien

yang memerlukannya untuk penyakit kardiovaskular atau kondisi yang lain.

Terapi Bedah

Diperkenalkannya fotokoagulasi laser pada tahun 1960an dan awal 1970an

menyediakan modalitas terapi noninvasif yang memiliki tingkat komplikasi yang

relatif rendah dan derajat kesuksesan yang signifikan. Metodenya adalah dengan

13

Page 14: CSS Retinopati Diabetik

mengarahkan energi cahaya dengan fokus tinggi untuk menghasilkan respon

koagulasi pada jaringan target. Pada nonproliferative diabetic retinopathy

(NPDR), terapi laser diindikasikan pada terapi CSME. Strategi untuk mengobati

edema macular tergantung dari tipe dan luasnya kebocoran pembuluh darah.

Jika edema adalah akibat dari kebocoran mikroaneurisma spesifik, pembuluh

darah yang bocor diterapi secara langsung dengan fotokoagulasi laser fokal.

Pada kasus dimana fokus kebocoran tidak spesifik, pola grid dari laser diterapkan.

Terapi lainnya yang potensial untuk diabetic macular edema (DME) meliputi

intravitreal triamcinolone acetonide (Kenalog) dan bevacizumab (Avastin).

Kedua medikasi ini bisa menyebabkan penurunan atau resolusi macular edema.

Fokus pengobatan bagi pasien retinopathy DM non proliferative tanpa

edema makula adalah pengobatan terhadap hiperglikemia dan penyakit sistemik

lainnya. Terapi laser argon fokal terhadap titik-titik kebocoran retina pada pasien

yang secara klinis menunjukkan edema bermakna dapat memperkecil resiko

penurunan penglihatan dan meningkatkan fungsi penglihatan. Sedangkan mata

dengan edema makula diabetik yang secara klinis tidak bermakna maka biasanya

hanya dipantau secara ketat tanpa terapi laser.

Untuk proliferative retinopathy DM biasanya diindikasikan pengobatan

dengan fotokoagulasi panretina laser argon, yang secara bermakna menurunkan

kemungkinan perdarahan masif korpus vitreum dan pelepasan retina dengan cara

menimbulkan regresi dan sebagian kasus dapat menghilangkan pembuluh-

pembuluh baru tersebut. Kemungkinan fotokoagulasi panretina laser argon ini

bekerja dengan mengurangi stimulus angiogenik dari retina yang mengalami

iskemik. Tekniknya berupa pembentukan luka-luka bakar laser dalam jumlah

sampai ribuan yang tersebar berjarak teratur di seluruh retina, tidak mengenai

bagian sentral yang dibatasi oeh diskus dan pembuluh vaskular temporal utama.

Di samping itu peran bedah vitreoretina untuk proliferative retinopathy

DM masih tetap berkembang, sebagai cara untuk mempertahankan atau

memulihkan penglihatan yang baik.

Diet

14

Page 15: CSS Retinopati Diabetik

Diet makan yang sehat dengan makanan yang seimbang penting untuk

semua orang dan terutama untuk pasien diabetes. Diet seimbang bisa membantu

mencapai pengontrolan berat badan yang lebih baik dan juga pengontrolan

diabetes.

Aktivitas

Mempertahankan gaya hidup sehat dengan olah raga yang teratur penting

untuk semua individu, terutama individu dengan diabetes. Olah raga bisa

membantu dengan menjaga berat badan dan dengan absorpsi glukosa perifer. Hal

ini dapat membantu meningkatkan kontrol terhadap diabetes, dan dapat

menurunkan komplikasi dari diabetes dan retinopathy DM.

Medikamentosa

Beberapa obat-obatan yang belum resmi digunakan untuk terapi retinopati

diabetik. Obat-obatan ini dimasukkan ke dalam mata melalui injeksi intravitreus.

Intravitreal triamcinolone digunakan dalam terapi edema makular diabetik. 

Uji klinis dari Diabetic Retinopathy Clinical Research Network

(DRCR.net) menunjukkan bahwa, walaupun terjadi penurunan pada edema

makular setelah triamcinolone intravitreal tetapi efek ini tidak secepat yang

dicapai dengan terapi laser fokal. Sebagai tambahan, triamcinolone intravitreal

bisa memiliki beberapa efek samping, seperti respon steroid dengan peningkatan

tekanan intraocular dan katarak.

Obat-obatan lain yang digunakan pada praktek klinis dan uji klinis

meliputi bevacizumab intravitreal (Avastin) dan ranibizumab (Lucentis). Obat-

obatan ini merupakan fragmen antibodi dan antibodi VEGF. Mereka bisa

membantu mengurangi edema makular diabetic dan juga neovaskularisasi diskus

atau retina. Kombinasi dari beberapa obat-obatan ini dengan terapi laser fokal

sedang diinvestigasi dalam uji klinis.

2.8 Prognosis 6,10

15

Page 16: CSS Retinopati Diabetik

Pasien DRNP minimal dengan hanya ditandai mikroaneurisma yang jarang

memiliki prognosis baik sehingga cukup dilakukan pemeriksaan ulang setiap 1

tahun.

Pasien yang tergolong DRNP sedang tanpa disertai oedema macula perlu

dilakukan pemeriksaan ulang setiap 6-12 bulan karena sering bersifat progresif.

Pasien DRNP derajat ringan sampai sedang dengan disertai edema macula yang

secara klinik tidak signifikan perlu dilakukan pemeriksaan ulang setiap 4-6 bulan

karena dapat berkembang menjadi clinically significant macular edema (CSME).

Untuk pasien DRNP dengan CSME harus dilakukan fotokoagulasi. Dengan terapi

fotokoagulasi, resiko kebutaan untuk grup pasien ini dapat berkurang 50%.

Pasien DRNP berat beresiko tinggi untuk menjadi DRP. Separuh dari pasien

DRNP berat akan berkembang menjadi DRP dalam 1 tahun adalah 75% dimana

45% diantaranya tergolong DRP resiko tinggi. Oleh sebab itu pasien DRNP

sangat berat perlu dilakukan pemeriksaan ulangan tiap 3-4 bulan.

Pasien dengan DRP resiko tinggi harus segera diterapi fotokoagulasi. Teknik yang

dilakukan adalah scatter photocoagulation

Pasien DRP resiko tinggi yang disertai CSME terapi mula-mula menggunakan

metode focal atau panretinal (scatter). Oleh karena metode fotokoagulasi metode

panretina dapat menimbulkan eksaserbasi dari edema macula, maka untuk terapi

dengan metode ini harus dibagi menjadi 2 tahap.

Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prognosis:

16

Page 17: CSS Retinopati Diabetik

Faktor prognostik yang menguntungkan

o Eksudat yang sirkuler.

o Kebocoran yang jelas/berbatas tegas.

o Perfusi sekitar fovea yang baik.

Faktor prognostik yang tidak menguntungkan

o Edema yang difus / kebocoran yang multiple.

o Deposisi lipid pada fovea.

o Iskemia macular.

o Edema macular kistoid.

o Visus preoperatif kurang dari 20/200.

o Hipertensi.

BAB III

17

Page 18: CSS Retinopati Diabetik

KESIMPULAN

Retinopati diabetes adalah kelainan (retinopati) yang ditemukan pada penderita

diabetes mellitus. Retinopati akibat diabetes disebabkan terjadinya gangguan

metabolisme tubuh secara umum dan retina khususnya, sehingga mengakibatkan kelainan

retina dan pembuluh-pembuluh darahnya.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2004 melaporkan, 4,8 persen

penduduk di seluruh dunia menjadi buta akibat retinopathy DM. Dalam urutan penyebab

kebutaan secara global, retinopathy DM menempati urutan ke-4 setelah katarak,

glaukoma, dan degenerasi makula (AMD= age-related macular degeneration).

Keluhan pasien dengan retinopati diabetik biasanya tidak ada kecuali bila telah

terjadi gangguan pada daerah makulanya. Gangguan penglihatan akan menjadi lebih

berat bila terjadi neovaskularisasi pada retina maupun badan kaca. Bila terjadi retinopati

diabetik dengan terjadi ablasi retina, maka pasien akan kehilangan penglihatan dan sukar

diatasi

Dari gejala klinis ada yang bersifat objektif dan subjektif, hal ini untuk

menegakkan diagnosis dan menyingkirkan diagnosis banding. Terapi retinopathy DM

mencakup perawatan medis untuk kontrol gula darah dan terapi oftalmologi yang

mencakup terapi bedah dan medikamentosa. Prognosis ditentukan oleh faktor-faktor yang

menguntungkan dan merugikan dalam perjalanan penyakit ini serta tindakan yang

dilakukan dalam intervensinya.

DAFTAR PUSTAKA

18

Page 19: CSS Retinopati Diabetik

1. Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika

Jakarta, 2009.

2. Ilyas, Sidarta. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-tiga. Jakarta : Balai

Penerbit FKUI : 2005.

3. Ilyas, S. Et all. Ilmu Penyakit Mata untuk dokter umum dan mahasiswa kedokteran.

Edisi ke-dua. Jakarta : Sagung seto : 2002.

4. Wijana, N. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-enam. Jakarta : 1993.

5. Lubis, Rodiah Rahmawati. 2008. Diabetik Retinopati. Universitas Sumatra Utara:

Medan. Diunduh tanggal 03 Maret 2012. dalam

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1898/1/rodiah.pdf

6. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Cetakan ke-tiga. Jakarta : Balai Penerbit FKUI :

2009.

7. Pandelaki K. 2007. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.

Edisi IV Jilid III. Editor: Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta..

8. Reddy GB, Satyanarayana A, Balakrishna N, Ayyagari R, Padma M, Viswanath K,

Petrash JM. 2008. Erythrocyte Aldose Reductase Activity and Sorbitol Levels in

Diabetic Retinopathy dalam www.molvis.org/molvis (online).Diakses tanggal 26

Oktober 2010. Pemutakhiran data terakhir tanggal 24 Maret 2008.

9. Ciulla TA, Amador AG, Zinman B. 2003. Diabetic Retinopathy and Diabetic

Macular Edema, Pathophysiology, Screening, and Novel Therapies dalam

http://care.diabetesjournals.org/content (online). Diakses tanggal 26 Oktober 2010.

Pemutakhiran data terakhir tanggal 11 Mei 2003.

10. Bhavsar AR & Drouilhet JH. 2009. Retinopathy, Diabetic, Background dalam

http://emedicine.medscape.com/ (online). Diakses tanggal 26 Oktober 2010.

Pemutakhiran data terakhir tanggal 6 Oktober 2009.

19