CSR Bendungan ASI.doc

37
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS TERHADAP NY.X UMUR X TAHUN P1A0 POST PARTUM HARI KE 3 DENGAN BENDUNGAN ASI DI BPS CATUR ENI TEMPEL SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2013 BAB I PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat meluas keberbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa dalam penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menyangkut dengan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Menurut WHO 81% AKI akibat komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% selama masa post partum. Millenium Development Goals (MDGS) adalah hasil kesepakatan 189 negara termasuk Indonesia yang mulai dijalankan pada September tahun 2000. Adapun program pemerintah dalam rangka percepatan penurunan AKI guna mencapai target MDGs tahun 2015, telah dirumuskan skenario percepatan penurunan AKI yaitu, target MDGs akan tercapai apabila 50% kematian ibu per provinsi dapat dicegah/dikurangi. AKI di Indonesia masih termasuk yang tinggi dibandingkan negara-negara di Asia misalnya Thailand dengan AKI 130/100.000 Kelahiran Hidup (KH). Data SDKI tahun 2007 mencatat AKI di Indonesia mencapai 228 per 100.000 KH. Walaupun angka ini dipandang mengalami perbaikan dibanding tahun tahun sebelumnya, Target MDGs5 yaitu menurunkan AKI menjadi 102/100.000 KH pada tahun 2015 masih memerlukan upaya khusus dan kerja keras dari seluruh pihak baik Pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat. AKI yang tinggi menunjukkan rawannya derajat kesehatan ibu ( Profil DinKes Provinsi DIY tahun 2012).

Transcript of CSR Bendungan ASI.doc

ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU NIFAS TERHADAP NY.X UMUR X TAHUN P1A0 POST PARTUM HARI KE 3 DENGAN BENDUNGAN ASI DI BPS CATUR ENI TEMPEL SLEMAN YOGYAKARTA TAHUN 2013

BAB I

PENDAHULUAN

     I.   Latar Belakang

Masalah kesehatan pada ibu pasca persalinan menimbulkan dampak yang dapat meluas

keberbagai aspek kehidupan dan menjadi salah satu parameter kemajuan bangsa dalam

penyelenggaraan pelayanan kesehatan kepada masyarakat yang menyangkut dengan angka

kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB). Menurut WHO 81% AKI akibat

komplikasi selama hamil dan bersalin, dan 25% selama masa post partum.

Millenium Development Goals (MDGS)  adalah hasil kesepakatan 189 negara termasuk

Indonesia  yang mulai dijalankan pada September tahun 2000. Adapun program pemerintah

dalam rangka percepatan penurunan AKI guna mencapai target MDGs tahun 2015, telah

dirumuskan skenario percepatan penurunan AKI yaitu, target MDGs  akan tercapai apabila

50% kematian ibu per provinsi dapat dicegah/dikurangi.

AKI di Indonesia masih termasuk yang tinggi dibandingkan negara-negara di Asia misalnya

Thailand dengan AKI 130/100.000 Kelahiran Hidup (KH). Data SDKI tahun 2007 mencatat

AKI di Indonesia mencapai 228 per 100.000 KH. Walaupun angka ini dipandang mengalami

perbaikan dibanding tahun tahun sebelumnya, Target MDGs5 yaitu menurunkan AKI

menjadi 102/100.000 KH pada tahun 2015 masih memerlukan upaya khusus dan kerja keras

dari seluruh  pihak baik Pemerintah, sektor swasta maupun masyarakat. AKI yang tinggi

menunjukkan rawannya derajat kesehatan ibu ( Profil DinKes Provinsi DIY tahun 2012).

Masa nifas ini perupakan masa yang cukup penting bagi tenaga kesehatan untuk selalu

melakukan pemantauan karena pelaksanan yang kurang maksimal dapat menyebabkan ibu

mengalami berbagai masalah, bahkan dapat berlanjut pada komplikasi masa nifas,

sepertisepsis puerperalis. Jika ditinjau dari penyebab kematian para ibu, infeksi merupakan

penyebab kematian terbanyak nomor dua setelah perdarahan sehingga sangat tepat jika para

tenaga kesehatan memberikan perhatian yang tinggi pada masa ini. Adanya permasalahan

pada ibu akan berimbas juga kepada kesejahteraan bayi yang dilahirkan karena bayi tersebut

tidak akan mendapatkan perawatan maksimal dari ibunya. Dengan demikian, angka

morbiditas dan mortalitas bayi pun akan meningkat (Sulistyawati, 2009; h.1)

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah plasenta lahir dan berakhir ketika ala-alat

kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira

6 minggu (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.1) 

Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh

sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38oC tanpa menghitung

hari pertama dan berturut-turut selama dua hari (Manuaba, 2010; h.313)

Macam-macam infeksi masa nifas diantaranya yaitu endometritis, parametritis, peritonitis,

infeksi saluran kemih, bendungan Asi, mastitis, abses payudara. Mastitis merupakan

peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Mastitis adalah infeksi

pada payudara yang terjadi pada 1-2% wanita yang menyusui. Mastitis umumnya terjadi pada

minggu 1-5 setelah melahirkan terutama pada primipara. Mastitis juga ditandai dengan nyeri

pada payudara, kemerahan area payudara yang membengkak, demam, menggigil, dan

penderita merasa lemah dan tidak nafsu makan. Mastitis biasanya disebabkan oleh infeksi

Staphylococus aureus dan sumbatan susu yang berlanjut / bendungan ASI  (Rukiyah dan

Yulianti, 2010; h.350)

Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke- 2 atau ke-3 ketika payudara telah

memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar,

karena bayi tidak cukup untuk menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan,

hubungan dengan bayi (bounding) kurang baik, dan dapat pula karena adanya pembantasan

waktu menyusui (Prawirohardjo, 2011;hal 652). Salah satu penyebab bendungan ASI yaitu

putting susu yang terbenam.

Dampak bendungan ASI yaitu statis pada pembuluh limfe akan mengakibatkan tekanan

intraduktal yang akan mempengaruhi berbagai segmen pada payudara, sehingga tekanan

seluruh payudara meningkat, akibatnya payudara sering terasa penuh, tegang, dan nyeri

(WHO), walaupun tidak disertai dengan demam. Terlihat kalang payudara lebih lebar

sehingga sukar dihisap oleh bayi. Bendungan ASI yang tidak disusukan secara adekuat

akhinya terjadi mastitis(http://yuniochyrosiati.blogspot.com)

Penelitian terjadinya bendungan ASI di Indonesia terbanyak adalah pada ibu-ibu pekerja,

sebanyak 16% dari ibu yang menyusui (Depkes RI, 2006). Adanyakesibukan keluarga dan

pekerjaan menurunkan tingkat perawatan dan perhatian ibu dalam melakukan perawatan

payudara sehingga akan cenderung mengakibatkan terjadinya peningkatan angka kejadian

bendungan ASI (http://stikeskusumahusada.ac.id) .

  II.   Rumusan  Masalah

“Bagaimanakah Asuhan Kebidanan ibu nifas terhadap Ny.X umur X tahun P1A0 postpartum

hari ke 3 dengan bendungan ASI  di BPS Catur Eni Tempel Sleman Yogyakarta tahun

2013?”

III.   Tujuan penelitian

A.  Tujuan Umum

    Dapat memberikan asuhan kebidanan Ibu nifas dengan bendungan ASI terutama pada Ny.X

umur X tahun P1A0 post partum hari ke-3.

B.  Tujuan Khusus 

1. Diharapkan penulis dapat melakukan pengkajian ibu nifas pada Ny.X umur X tahun

P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI  di BPS Catur Eni Tempel Sleman

tahun 2013.

2. Diharapkan penulis dapat menentukan interpretasi data pada ibu nifas terhadap Ny.X

umur X tahun P1A0 post paartum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni

Tempel Sleman tahun 2013.

3. Diharapkan penulis dapat menentukan disgnose potensial pada ibu nifas terhadap Ny.X

umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI  di BPS Catur Eni

Tempel Sleman tahun 2013.

4. Diharapkan penulis dapat melakukan tindakan segera/kolaborasi pada ibu

nifas terhadap Ny.X umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di

BPS Catur Eni Tempel Sleman tahun 2013.

5. Diharapkan penulis dapat merencanakan tindakan pada ibu nifas terhadap Ny.X umur X

tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni Tempel

Sleman tahun 2013.

6. Diharapkan penulis dapat melaksanakan asuhan kebidananpada ibu nifas terhadap Ny.X

umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di BPS Catur Eni

Tempel Sleman tahun 2013.

7. Diharapkan penulis dapat melakukan evaluasi asuhan kebidananpada ibu

nifas terhadap Ny.X umur X tahun P1A0 post partum hari ke 3 dengan bendungan ASI di

BPS Catur Eni Tempel Sleman tahun 2013.

   IV.          Ruang lingkup

A. Sasaran

Objek yang diambil dalam Karya Tulis Ilmiah ini ialah satu orang ibu nifas yaitu

Ny.X  umur X tahun P1A0  Post Partum  hari ke 3 dengan bendungan ASI Catur Eni

Tempel Sleman.

B. Tempat

Penelitian ini dilakukan di BPS Catur Eni Tempel Sleman

C. Waktu

Pelaksanaan asuhan kebidanan dalam Karya Tulis Ilmiah dilaksanakan dari tanggal

20-25 Desember 2013.

      V.          Manfaat Penelitian

A.    Bagi institusi pendidikan

Dapat menambah wawasan dan iptek khususnya bagi mahasiswa kebidanan dalam

menerapkan cara mengatasi masalah pada payudara ibu nifas, serta dapat digunakan

sebagai bahan bacaan di perpustakaan dan bahan untuk penelitian selanjutnya.

B.     Bagi lahan praktek

Dapat dijadikan sebagai masukan dan gambaran informasi untuk meningkatkan

manajemen asuhan kebidanan yang diterapkan terhadap klien dalam mengatasi masalah

pada payudara ibu nifas serta memberikan perawatan payudara yang baik dan benar.

C.     Bagi ibu nifas, keluarga, dan masyarakat

Dapat memberikan informasi pada ibu nifas, keluarga dan masyarakat dalam mengetahui

dan melakukan perawatan pada payudara yang baik dan benar sehingga ibu tidak

mengalami masalah dengan payudara.

D.    Bagi penulis

Dapat memberikan asuhan kebidanan pada ibu nifas tentang cara mengatasi masalah

payudara dan cara perawatan payudara yang baik dan benar baik pada ibu primipara

maupun multipara.

BAB IITINJAUAN TEORI

A.  Masa Nifas1.      Pengertian

Masa nifas (puerperium) dimulai setelah placenta lahir dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.1).

Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah plasenta keluar dan berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan semula (sebelum hamil). Masa nifas berlangsung selama kira-kira 6 minggu (Sulistyawati, 2009; h.1).

Masa nifas (puerpurium) adalah masa atau waktu sejak bayi lahir dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari rahim, sampai 6 minggu berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan kandungan (Suherni dkk, 2009; h.1).

2.         Tujuan masa nifas adalah :a.       Meningkatkan kesejahteraan fisik psikologi bagi ibu dan bayi dengan di berikan

asuhan, ibu akan mendapatkan fasilitas dan dukungan dalam upaya untuk menyesuaikan peran barunya sebagai ibu (pada kasus ibu dengan kelahiran anak pertama).

b.      Pencegahan diagnose dini  dan pengobatan komplikasi pada ibu dengan di berikan asuhan pada ibu nifas kemungkinan munculnya permasalahan dan komplikasi akan lebih cepat terdeteksi sehingga penanganannya pun dapat lebih maksimal.

c.       Merujuk ibu ke asuhan tenaga ahli bilamana perlud.  Mendukung dan memperkuat keyakinan ibu serta memungkinkan ibu untuk mampu

melaksanakan perannya dalam situasi keluarga dan budaya yang khusus.e.       Imunisasi ibu terhadap tetanusf.   Mendorong pelaksanaan metode yang sehat tentang pemberian makan anak,serta

peningkatan pengembangan hubungan yang baik antara ibu dan anak(Sulistyawati, 2009; h.2)

3.      Tahapan masa nifasa.         Puerpurium dini yaitu masa pemulihan dimana ibu telah diperkenankan untuk berjalan

jalan dan berdirib.        Puerpurium intermedial yaitu masa pemulihan menyeluruh alat alat genetalia yang

lamanya 6-8 mingguc.         Remote poerpurium yaitu waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat terutama bila

hamil atau bersalin yang mengalami komplikasi (Ai Yeyeh, et.all, 2009).

Tahapan yang terjadi pada masa nifas menurut Saleha ( 2009; h.5) adalah sebagai berikut :a.         Immediate postpartum

Masa segera setelah plasenta lahir sampai dengan 24 jam. pada masa nifas ini sering terdapat banyak masalah, misalnya perdarahan karena atonia uteri. Oleh karna itu bidan

dengan teratur harus melakukan pemeriksaan kontraksi uterus pengeluaran lokea tekanan darah dan suhu.

b.        Periode early postpartum (24 jam -1 minggu)Pada fase ini bidan memastikan involusi uteri dalam keadaan normal, tidak ada perdarahan lokia tidak berbau busuk tidak demam ibu cukup mendapatkan makanan dan cairan serta ibu dapat menyusui dengan baik.

c.         Periode late postpartum ( 1 minggu- 5 minggu )Pada periode ini bidan tetap melakukan perawatan dan pemeriksaan sehari-hari serta konseling KB.

  4.         Kebijakan Program Nasional Masa Nifas

a.         Kunjungan  ke-1 (6-8 jam setelah persalinan)Mencegah terjadinya perdarahan masa nifas karena atonia uteri, Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan; rujuk bila perdarahan berlanjut,pemberian asi awal, menjaga bayi tetap hangat.

b.        Kunjungan Ke-2 (6 Hari pasca persalinan)Memastikan involusi berjalan dengan baik uterus berkontraksi, TFU dibawah umblikus, dan lochea tidak berbau, Menilai adanya tanda-tanda demam, Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, memastikan ibu menyusui dengan benar, memberikan konseling tentang perawatan bayi agar tetap sehat.

c.         Kunjungan ke-3 (2 Minggu setelah persalinan)Sama seperti enam hari setelah persalinan

d.        Kunjungan ke-4 (6 Minggu setelah persalinan)Menanyakan penyulit yang dialami oleh ibu, Memberikan konseling untuk KB secara dini

Tabel 2.1kebijakan program nasional masa nifas

Kunjungan Waktu Tujuan1 6-8 jam

setelah persalinan

a)       Mencegah perdarahan masa nifas karena  atonia uteri

b)       Mendeteksi dan merawat penyebab lain perdarahan, rujuk bila perdarahan berlanjut.

c)       Memberikan konseling pada ibu atau        salah satu anggota keluarga mengena        bagaimana cara mencegah perdarahan        masa  nifas karena atonia uteri.

d)       Pemberian ASI awal.e)       Melakukan hubungan antara

ibu dengan bayi yang baru lahir.f)        Menjaga bayi agar tetap sehat

dengan cara mencegah hypotermi.

g)       Jika petugas kesehatan menolong persalinan, ia harus tinggal dengan ibu dan bayi baru lahir untuk 2 jam pertama setelah kelahiran, atau sampai ibu dan bayi dalam keadaan stabil

2 6 hari setelah

persalinan

a)       Memastikan involusi uterus berjalan normal : uterus berkontraksi, fundus di bawah umbilicus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada bau.

b)       Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi atau perdarahan abnormal.

c)       Memastikan ibu mendapatkan cukup makan, cairan dan istirahat.

d)       Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tak memperhatikan tanda-tanda penyulit.

e)       Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi, tali pusat, menjaga bayi tetap hangat, dan merawat bayi sehari-hari.

         3 2  minggu setelah

persalinan

       Sama seperti di atas.

4 6  minggu setelah

persalinan

a)       Menanyakan pada ibu tentang kesulitan-kesulitan yang ia atau bayinya alami.

b)       Memberikan konseling untuk KB secara dini.

Sumber: Sulistyawati, 2009; h.6

5.      Proses Laktasi dan Menyusuia.      Anatomi Dan Fisiologi Payudara

Secara vertikal payudara terletak diantara kosta II dan IV, secara horizontal mulai dari pinggir sternum sampai linea aksilaris medialis (Ai Yeyeh, 2011).Payudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, di atas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi.  Manusia memiliki sepasang kelenjar payudara yang beratnya kurang lebih 200 gram, saat hamil 600 gram dan saat menyusui 800 gram. Payudara disebut pula glandula mamalia yang ada baik pada wanita maupun pria. Pada pria secara normal tidak berkembang

kecuali jika dirangsang oleh hormon. Pada wanita tetap berkembang setiap pubertas sedangkan selama hamil terutama berkembang pada saat menyusui(Dewi dan sunarsih, 2011; h.7).

Gambar 2 .1 Anatomi dan Fisiologi Payudara

Pada payudara terdapat tiga bagian utama, yaitu :1)      Korpus

Korpus adalah badan dari payudara yang terdiri dari :a)    Alveolus, yaitu unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel

Aciner, jaringan lemak, sel plasma, sel otot polos dan pembuluh darah. Lobulus, yaitu kumpulan dari alveolus. Lobus, yaitu beberapa lobulus yang berkumpul menjadi 15-20 lobus pada tiap payudara.

b)   Duktus, ASI disalurkan dari alveolus ke dalam saluran kecil.c)    Duktus laktiferus kemudian beberapa duktus bergabung membentuk saluran yang lebih

besar.2)      Areola

Areola (kalang payudara) adalah bagian payudara yang mengelilingi putting yang berwarna kegelapan yang disebabkan ileh penipisan dan penimbunan pigmen pada kulitnya.Sinus Laktiferus, yaitu saluran di bawah areola yang besar melebar, akhirnya memusat ke dalam puting dan bermuara ke luar. Di dalam dinding alveolus maupun saluran-saluran terdapat otot polos yang bila berkontraksi dapat memompa ASI keluar. 

3)      PapillaPapilla atau putting susu terletak setinggi interkosta IV, tetapi berhubungan adanya variasi bentuk dan ukuran payudara maka letaknyapun akan bervariasi pula. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus laktiferus, ujung-ujung serat otot polos yang tersususn secara sirkuler sehingga bila ada kontraksi maka duktus laktiferus akan memadat dan menyebabkan putting susu ereksi, sedangkan serat-serat otot yang longitudinal akan menarik kembali putting susu tersebut. Bentuk puting ada empat, yaitu bentuk yang normal, pendek/ datar, panjang dan terbenam(Retna dan Wulandari, 2009; h.29-30).

b.      Proses laktasi dan menyusuiProses ini dikenal juga dengan istilah inisiasi menyusu dini, dimana ASI baru akan keluar setelah ari-ari atau plasenta lepas, hormon plasenta mengandung hormon penghambat yaitu prolaktin yang menghambat proses pembentukan ASI. Setelah plasenta lepas hormon plasenta tersebut tidak diproduksi lagi sehingga air susu keluar. Umumnya air susu keluar 2-3 hari setelah melahirkan(Saleha, 2009; h.11).

c.       Anatomi fisiologi payudaraPayudara adalah kelenjar yang terletak dibawah kulit, diatas otot dada. Fungsi dari payudara adalah memproduksi susu untuk nutrisi bayi. Manusia mempunyai sepasang kelenjar payudara, yang beratnya kurang lebih 200 gram,saat hamil 600 gram, dan saat menyusui 800 gram. Payudara disebut juga glandula mamae. Pada pria secara normal tidak berkembang

kecuali jika dirangsang oleh hormon.Pada wanita tetap berkembang setiap pubertas sedangkan selama hamil terutama berkembang pada saat menyusui.

1)      LetakSetiap payudara terletak pada sternum dan meluas setinggi kosta kedua dan keenam. Payudara ini juga terletak pada supercialis dinding rongga dada yang dirangsang oleh ligamentum suspensorium

2)      BentukMasing-masing payudara terbentuk tonjolan setengah bola dan mempunyai ekor dari jaringan yang meluas kearah ketiak.

3)      UkuranUkuran payudara berbeda setiap individu, juga tergantung pada stadium perkembangan dan umur. Tidak jarang salah satu payudara ukurannya agak lebih besar dari pada yang lainnya.  

d.      Struktur payudaraGambar 2.2 Struktur Payudara

1)      Struktur makrokospik dari payudaraa)      Cauda aksilaris

Jaringan yang meluas kearah aksilab)      Aerola

Daerah lingkaran yang mengalami hiperpigmentasi. Aerola pada masing-masing payudara memiliki garis tengah kira-kira 2,5 cm letaknya mengelilingi puting dan berwarna gelap selama hamil warna akan menjadi gelap dan warna ini akan menetap untuk selanjutnya. Kelenjar lemak ini akan menghasilkan suatu bahan dan dapat melicinkan kalang payudara selama menyusui pada kalang ini terdapat duktus lakteferus yaitu saluran yang membesar dan melebar akirnya memsat kedalam puting dan bermuara ke luar.

c)      Papila mamaePapila mamae terletak setinggi kosta keempat. Pada tempat ini terdapat lubang-lubang kecil yang merupakan muara dari duktus lakteferus, ujung-ujung serat saraf, pembuluh darah, pembuluh getah bening serat-serat otot polos yang tersusun secara sirkuler sehinnga bila ada kontraksi duktus lakteferus akan memadat dan akan menyebabkan puting susu ereksi, sedangkan serat-serat otot yang longitudinal akan menarik kembali puting susu tersebut. Bentuk puting ada 4 macam yaitu bentuk yang normal, pendek, panjang dan terbenam(Dewi dan sunarsih, 2011; h.7)

2)      Struktur mikrokopis dari payudaraPayudara tersusun atas jaringan kelenjar, tetapi juga mengandung jumlah jaringan lemak dan ditutupi oleh kulit, jaringan kelenjar ini dibagi menjadi kira-kira 15-20 lobus yang dipisahkan secara sempurna satu sama lain oleh lembaran-lembaran jaringan fibrosa. Setiap lobus merupakan satu unit fungsional yang berisi dan tersusun atas bangunan-bangunan sebagai berikut:

a.      AlveoliMerupakan unit terkecil yang memproduksi susu. Bagian dari alveolus adalah sel aciner, jaringan lemak sel plasma, sel otot polos, dan pembuluh darah. Payudara terdiri atas 15-25

lobus masing-masing lobus terdiri atas 20-40 lobulus. Masing-masing lobulus terdiri atas 10 – 100 alveoli dan masing-masing dihubungkan dengan saluran air susu, kemudian beberapa duktus bergabung membentuk saluran yang lebih besar (Duktus Laktiferus)

b.      Duktus laktiferusSaluran sentral yang merupakan muara dari beberapa tubulus lakteferus

c.       AmpulaBagian dari duktus laktiferus yang melebar merupakan tempat penyimpan air susu. Ampula terletak dibawah aerola.

d.      TubulusJaringan yang meluas dari ampula sampai ke papila mamae(Dewi dan Sunarsih, 2011; h.9)

e.         Hormon Yang Terlibat Dalam Proses Pembentukan ASI1)      Progesteron

Mempengaruhi pertumbuhan dan ukuran alveoli kadar progesteron dan estrogen menurun saat setelah melahirkan. Hal ini menstimulasikan produksi ASI secara besar-besaran.

2)      EstrogenMenstimulasikan sistem saluran ASI untuk membesar. Kadar estrogen dalam tubuh menurun saat melahirkan dan tetap rendah untuk beberapa bulan selama menyusui.

3)      ProlaktinBerperan dalam membesarnya alveoli pada masa kehamilan.

4)      OksitosinMengencangkan otot halus dalam rahim pada saat melahirkan dan setelahnya, seperti halnya juga dalam orgasme. Setelah melahirkan, oksitosin juga mengencangkan otot halus disekitar alveoli untuk memeras asi menuju saluran susu.

5)      Human placental lactogenSejak bulan kedua kehamilan, plasenta mengeluarkan banyak HPL yang berperan dalam pertumbuhan payudara, puting, dan aerola sebelum melahirkan. Pada bulan ke lima dan bulan keenam kehamilan, dan payudara siap untuk memproduksi ASI (Saleha, 2009; h.13) 

f. Proses Produksi  ASIPengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang sangat kompleks antara rangsangan mekanik, saraf, dan macam-macam hormon.Pengaturan hormon yang terdapat dalam pengeluaran ASI ada 3 yaitu:

1)        Produksi air susu ibu (Prolaktin)2)        Pengeluaran air susu ibu (Oksitosin)3)        Pemeliharan air susu ibu

Tetapi pada seorang ibu yang hamil dikenal dua reflek yang masing-masing berperan dalam pembentukan dan pengeluaran air susu ibu, yaitu:

1.      Reflek prolaktinReflek ini sangat memegang peranan penting dalam proses pembuatan kolostrum, dimana hormon ini merangsang sel-sel alveoli yang berfungsi untuk membuat air susu kadar

prolaktin ibu yang akan menyusui akan normal kembali tiga bulan setelah melahirkan. Pada ibu yang menyusui akan meningkat dalam keadaan-keadaan seperti:

a.         Stres Atau Pengaruh Psikisb.        Anastesic.         Operasid.        Rangsangan puting susu   2.      Reflek let down

Rangsangan ini berasal dari hisapan bayi yang dilanjutkan ke hipofisis posterior (neorohipofisis) yang kemudian dikeluarkan oleh oksitosin.Faktor-faktor yang meningkatkan reflek let down

a.         Melihat Bayib.        Mendengarkan suaranyac.         Mencium bayinyad.        Memikirkan untuk menyusui bayinya

Beberapa reflex yang mungkin bayi baru lahir untuk memperoleh ASI adalah sebagai berikut.

a.       Refleks RootingRefleks ini memungkinkan bayi baru lahir untuk menemukan puting susu apabila ia diletakkan di payudara.

b.      Refleks MenghisapYaitu saat bayi mengisi mulutnya dengan puting susu atau pengganti puting susu sampai ke langit keras dan punggung lidah. Refleks ini melibatkan rahang, lidah dan pipi.

c.       Refleks MenelanYaitu gerakan pipi dan gusi dalam menekan areola, sehingga refleks ini merangsang pembentukan rahang bayi. (Saleha, 2009; h.15-17)

3.      Pemeliharaan pengeluaran air susuHubungan yang utuh antara hipotalamus dan hipofisis akan mengatur kadar prolaktin dan oksitosin dalam darah. Bila susu tidak dikeluarkan akan mengakibatkan berkurangnya sirkulasi darah kapiler yang menyebabkan terlambatnya proses menyusui dan berkurangnya rangsangan menyusui oleh bayi misalnya kekuatan isapan yang kurang, frekuensi isapan yang kurang serta singkatnya waktu menyusui. Hal ini berarti pelepasan prolaktin yang cukup diperlukan untuk mempertahankan pengeluaran air susu mulai sejak minggu pertama kelahiran (Dewi dan Sunarsih, 2011; h.13).g.         Proses Pembentukan LaktogenProses pembentukan laktogen melalui tahapan-tahapan berikut:

1)      Laktogenesis IPada fase terakhir kehamilan, payudara wanita memasuki fase laktogenesis. Saat ini payudara memproduksi kolostrum, yaitu berupa cairan kental kekuningan. Pada saat itu, tingkat progesteron tinggi mencegah produksi ASI yang sebenarnya. Namun, hal ini bukan merupakan masalah medis. Apabila ibu hamil mengeluarkan (bocor) kolostrum sebelum bayi lahir, hal ini bukan merupakan indikasi sedikit atau banyaknya produksi ASI sebenarnya nanti.

2)      Laktogenesis II

Saat melahirkan, keluarnya plasenta menyebabkan turunnya tingkat hormon progesteron, esterogen dan HPL secara tiba-tiba, namun hormon prolaktin tetap tinggi. Hal ini menyebabkan produksi ASI besar-besaran yang dikenal dengan fase laktogenesis II. Apabila payudara dirangsang, jumlah prolaktin dalam darah meningkat dan mencapai puncaknya dalam periode 45 menit, kemudian kembali ke level sebelum rangsangan tiga jam kemudian. Keluarnya hormon prolaktin menstimulasi sel di dalam alveoli untuk memproduksi ASI, dan hormon ini juga keluar dalam ASI itu sendiri. Penelitian mengindikasikan bahwa jumlah prolaktin dalam susu lebih tinggi apabila produksi ASI lebih banyak, yaitu sekitar pukul 02.00 dini hari hingga 06.00 pagi, sedangkan jumlah prolaktin rendah saat payudara terasa penuh.

3)      Laktogenesis IIISistem kontrol hormon endokrin mengatur produksi ASI selama kehamilan dan beberapa hari pertama setelah melahirkan. Ketika produksi ASI mulai stabil, sistem kontrol otokrin dimulai. Fase ini dinamakan laktogenesis III. Pada tahap ini, apabila ASI banyak dikeluarkan, payudara akan memproduksi ASI banyak pula. Dengan demikian,  produksi ASI sangat dipengaruhi oleh seberapa sering dan seberapa baik bayi menghisap, juga seberapa sering payudara dikosongkan. (Saleha, 2009;h.13).

h.        Manfaat Pemberian ASI1)    Bagi bayiPemberian ASI dapat membantu bayi memulai kehidupannya dengan baik. Kolostrum, susu jolong, atau susu pertama mengandung antibody yang kuat untuk mencegah infeksi dan membuat bayi menjadi kuat. Penting bagi bayi sekali untuk segera minum ASI dalam jam pertama sesudah lahir, kemudian setidaknya setiap 2-3 jam. ASI mengandung campuran berbagai bahan makanan yang tepat bagi bayi. ASI mudah dicerna oleh bayi. ASI saja –tanpa tambahan makanan lain- merupakan cara terbaik untuk memberi makan bayi dalam waktu 4-6 bulan pertama. Sesudah 6 bulan, beberapa bahan makanan lain harus ditambahkan pada bayi. Pemberian ASI pada umumnya harus disarankan selama setidaknya 1 tahun pertama kehidupan anak.2)    Bagi Ibu

a)  Pemberian ASI membantu ibu untuk memulihkan diri dari  proses persalinannya. Pemberian ASI selama beberapa hari pertama membuat rahim berkontraksi dengan cepat dan memperlambat perdarahan (hisapan pada putting susu merangsang dikeluarkannya hormon oksitosin alami akan membantu kontraksi rahim).

b)      Wanita yang menyusui bayinya akan lebih cepat pulih/turun berat badannya dari berat badan yang bertambah selama hamil.

c)   Ibu yang menyusui, yang menstruasinya belum muncul kembali akan kecil kemungkinannya untuk menjadi hamil (kadar prolaktin yang tinggi akan menekan hormone FSH dan ovulasi).

d)     Pemberian ASI adalah cara terbaik bagi ibu untuk mencurahkan kasih sayangnya kepada buah hatinya.3)    Bagi semua orang

a)      ASI selalu bersih dan bebas hama yang menyebabkan infeksi.b)      Pemberian ASI tidak memerlukan persiapan khusus.c)      ASI selalu tersedia dan gratis.d) Ibu menyusui yang siklus menstruasinya belum pulih kembali akan memperoleh perlindungan

sepenuhnya dari kemungkinan hamil. (Sulistyawati, 2009; h.17).

i.           Cara merawat payudaraCara merawat payudara dan perawatan tersebut dapat dilakukan oleh ibunya sendiri, dengan cara sebagai berikut :

a.       Ibu dapat mengatur ulang posisi menyusui jika mengalami kesulitanb.    Ibu mengeringkan payudara setelah menyusui, untuk mencegah lecet atau retak oleskan

sedikit ASI ke puting, keringkan dulu sebelum menggunakan pakaian.c.       Jika ibu mengalami mastitis/tersumbatnya saluran ASI anjurkan ibu untuk tetap

memberikan ASId.      Tanda dan gejala bahaya dalam menyusui yaitu di antaranya adalah bintik/garis merah

panas pada payudara, teraba gumpalan/bengkak pada payudara, demam.

j.          Tehnik menyusui yang benarGambar 2.3 Tehnik menyusui yang benar

Lakukan teknik menyusui, dengan langkah- langkah sebagai berikut:1)     Sebelum menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu dan

areola disekitarnya. Cara ini mempunyai manfaat sebagai desinfektan dan menjaga kelembaban putting susu.

2)      Bayi diletakan menghadap perut ibu/ payudara3)    Ibu duduk atau berbaring dengan santai, bila duduk lebih baik menggunakan kursi yang

rendah (kaki tidak menggantung) dan punggung ibu bersandar pada sandaran kursi.4)  Bayi dipegang pada belakang bahunya dengan satu lengan, kepala bayi terletak pada

lengkung siku ibu (kepala tidak boleh mengenadah) dan bokong bayi ditahan dengan telapak tangan ibu.

5)      Satu tangan bayi diletakan dibelakang badan ibu, dan yang satu didepan6)    Perut bayi menempel perut ibu, kepala bayi menghadap payudara (tidak hanya

membelokkan kepala bayi).7)      Telinga dan lengan bayi terletak pada satu garis lurus.

Catatan : ibu menatap bayi dengan kasih sayang.Payudara dipegang dengan ibu jari diatas dan jari lain menopang

dibawah, jangan menekan putting susu atau areola saja.9)      Bayi diberi ransangan untuk membuka mulut (rooting reflek) dengan cara:a)   Menyentuh pipi dengan putting susub)   Menyentuh sisi mulut bayi

10)  Setelah bayi membuka mulut, dengan cepat kepala bayi didekatkan ke payudara ibu dengan putting susu serta areola dimasukan kemulut bayi.

11)  Usahakan sebagaian areola dapat masukan kedalam mulut bayi sehingga putting susu ibu berada dibawah langit- langit dan lidah bayi akan menekan ASI keluar dari tempat penampung ASI yang terletak dibawah areola.

12)  Setelah bayi mulai menghisap payudara tak perlu dipegang atau disanggah lagi.13)  Untuk mengetahui bayi telah menyusui dengan teknik yang benar dan tepat. Dapat dilihat :a)   Bayi tampak tenangb)   Badan bayi menempel dengan perut ibu

c)   Mulut bayi membuka dengan lebard)  Sebagian areola masuk kedalam mulut bayie)   Bayi Nampak menghisap kuat dengan irama perlahanf)    Putting susu ibu tidak terasa nyerig)   Telinga dan lengan sejajar terletak pada garis lurush)   Kepala tidak menengadah

14)  Melepaskan isapan bayiSetelah menyusui pada satu payudara sampai kosong, sebaiknya ganti payudara yang lain. Cara melepaskan isapan bayi :

a)   Jari kelingking ibu dimasukan kemulut bayi melalui sudut mulut.b)   Dagu bayi ditekan kebawahc)   Setelah selesai menyusui, ASI dikeluarkan sedikit kemudian dioleskan pada putting susu

dan areola sekitar. Biarkan kering dengan sendirinya (Maryunani, 2009; h.76-79).

B.  Tanda bahaya masa nifasa.   Perdarahan hebat atau peningkatan darah secara tiba-tiba atau pembalut penuh dalam waktu

setengah jam telah mengganti 2 kali pembalut.b.    Pengeluaran cairan vaginal dengan bau busukc.    Rasa nyeri diperut bagian bawah atau punggungd.   Sakit kepala yang terus-menerus ataau, nyeri epigastrik, atau masalah penglihatan.e.    Pembengkakan pada wajah dan tangan.f.     Demam, muntah, rasa sakit pada waktu pembuangan air seni, atau merasa tidak enak badan.g.    Payudara yang merah, panas, atau sakit

(Rukiyah dkk, 2011; h.154)

1.      Infeksi masa nifasInfeksi masa nifas adalah infeksi pada traktus genitalia setelah persalinan biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta (Saleha, 2009; h.96)

Infeksi nifas adalah infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan. Suhu 38oC atau lebih yang terjadi antara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya empat kali sehari (Yanti dan Dian, 2011; h.100)

Infeksi kala nifas adalah infeksi peradangan pada semua alat genitalia pada masa nifas oleh sebab apapun dengan ketentuan meningkatnya suhu badan melebihi 38oC tanpa menghitung hari pertama dan berturut-turut selama dua hari (Manuaba, 2010;h.313)

2.      Cara terjadinya infeksia.       Tangan pemeriksa atau penolong yang tertutup sarung tangan pada pemeriksaan dalam

atau operasi membawa bakteri yang sudah ada dalam vagina kedalam uterusb.      Droplet infectionc.  Dalam rumah sakit selalu banyak kuman-kuman patogen yang berasal dari penderita-penderita

dengan berbagai jenis infeksi

d. Koitus pada akhir kehamilan tidak merupakan sebab infeksi penting, kecuali apabila mengakibatkan pecahnya ketuban

e.  Infeksi intapartum sudah dapat menimbulkan gejala-gejala pada waktu berlangsungnya persalinan.(Dewi dan Sunarsih, 2011;  h.109-110)

3.      Jenis-jenis infeksi1.      Endometritis

Pada infeksi dengan kuman yang tidak seberapa patogen, radang terbatas pada endometrium. Jaringan desidua bersama-sama dengan bekuan darah menjadi nekrosis dan mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping nekrosis serta cairan (saleha, 2009;)

2.      ParametritisParametritis adalah infeksi jaringan pelvis yang dapat terjadi melalui beberapa cara penyebaran melalui limfe dari luka serviks yang terinfeksi atau dari endometritis, penyebaran langsung dari luka-luka pada serviks yang meluas sampai ke dasar ligamentum serta penyebaran sekunder dari tromboflebitis (Dewi dan Sunarsih,  2011; h.112)

3.      PeritonitisInfeksi purpuralis melalui saluran getah bening dapat menjalar ke peritoneum hingga terjadi peritonis atau ke parametrium menyebabkan parametritis (Saleha, 2009; h.98)

4.      Infeksi saluran kemihKejadian infeksi saluran pada masa nifas relatif tinggi dan hal ini dihubungkan dengan hipotonik kandung kemih akibat trauma kandung kemih saat persalinan, pemeriksaan dalam yang sering, kontaminasi kuman dari perineum atau kateterisasi yang sering (Dewi dan Sunarsih, 2011; h.114) 

5.      Bendungan ASIBendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.345)

Bendungan air susu dapat terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 ketika payudara telah memproduksi air susu. Bendungan disebabkan oleh pengeluaran air susu yang tidak lancar, karena bayi tidak cukup sering menyusui, produksi meningkat, terlambat menyusukan, hubungan dengan bayi yang kurang baik, dan dapat pula terjadi akibat pembatasan waktu menyusui. Menurut Prawirohardjo (2011; h.652) Bendungan ASI dapat terjadi karena adanya penyempitan duktus latiferus pada payudara ibu dan dapat terjadi pula bila ibu memiliki kelainan putting susu.

a.    Faktor-faktor penyebab Bendungan ASI, yaitu:1)        Pengosongan mamae yang tidak sempurna (dalam masa laktasi, terjadi peningkaan

produksi ASI pada ibu yang produksi ASI-nya yang berlebihan)2)        Faktor hisapan bayi yang tidak aktif (Pada masa laktasi, bila ibu tidak menyusukan

bayinya sesering mungkin atau jika bayi tidak aktif menghisap, maka akan menimbulkan bendungan ASI)

3)        Faktor posisi menyusui bayi yang tidak benar (Tehnik yang salah dalam menyusui dapat mengakibatkan putting susu menjadi lecet dan menimbulkan rasa nyeri pada saat bayi menyusu)

4)        Putting susu terbenam (Putting susu terbenam akan menyulitkan bayi dalam menyusu, Karena bayi tidak dapat menghisap putting dan areola, bayi tidak mau menyusu dan akibatnya terjadi bendungan ASI)

5)        Putting susu terlalu panjang (Putting susu yang panjang menimbulkan kesulitan pada saat bayi menyusu karena bayi tidak dapat menghisap areola dan merangsang sinus laktiferus untuk mengeluarkan ASI. Akibatnya ASI tertahan dan menimbulkan bendungan ASI (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.346).

b.    Tanda dan gejala Bendungan ASI, yaitu:Mamae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusui, pengeluaran susu terkadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit, payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai 380C (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.346).

Tanda gejala menurut Prawirohardjo ( 2010; h.652) yaitu:pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri serta seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan dan demam.

c.    Penanganan bendungan ASI1)   Susukan bayi segera setelah lahir2)   Susukan bayi tanpa dijadwal3)   Keluarkan sedikit ASI sebelum menyusui agar payudara lebih lembek4)   Keluarkan ASI dengan tangan atau pompa bila produksi melebihi kebutuhan ASI5)   Untuk mengurangi rasa sakit pada payudara berikan kompres dingin dan hangat dengan

handuk secara bergantian kanan dan kiri6)   Untuk memudahkan bayi menghisap atau menangkap puting susu berikan kompres sebelum

menyusui(Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.348).

Penanganan Bendungan ASI menurut Manuaba (2010; h.317)Mengosongkan ASI dengan masase atau pompa, memberikan estradiol sementara menghentikan pembuatan ASI, dan pengobatan simtomatis sehingga keluhan berkurang.

Penanganan Bendungan ASI menurut Jannah (2011; h.146)1)        Menyokong payudara dengan BH dan memberikn analgetik.2)        Beri stril 3 kali/hari 1 mg selama 2-3 hari (sementara waktu) untuk mengurangi

pembendungan dan memungkinkan air susu dikeluarkan dengan pijatan.

d.   Penatalaksanaan bendungan ASI1)   Keluarkan ASI secara manual / ASI tetap diberikan pada  bayi.

2)   Menyangga payudara dengan BH yang menyokong.3)   Kompres dengan kantong es (kalau perlu)4)   Pemberian analgetik atau kodein 60 mg per oral (Suherni, 2009; h.137).

6.      MastitisMastitis merupakan peradangan payudara yang dapat disertai atau tidak disertai infeksi. Mastitis adalah infeksi pada payudara yang terjadi pada 1-2 % wanita yang menyusui. Mastitis umumnya terjadi pada minggu 1-5 setelah melahirkan terutama pada primipara. Mastitis juga ditandai dengan nyeri pada payudara, kemerahan area payudara yang membengkak, demam, menggigil, dan penderita merasa lemah dan tidak nafsu makan. Mastitis biasanya disebabkan oleh infeksi Staphylococus aureus dan sumbatan susu yang berlanjut (Rukiyah dan Yulianti, 2010; h.350).Penyebab terjadinya mastitis adalah sebagai berikut :

a.       Payudara bengkak yang tidak disusui secara adekuat, akhirnya terjadi mastitisb.      Putting lecet akan memudahkan masuknya kuman dan terjadinya payudara bengkakc.      Bra yang terlalu ketat mengakibatkan segmental engorgement, jika tidak disusui dengan

adekuat, maka bisa terjadi mastitisd.    Ibu yang dietnya buruk, kurang istirahat, dan anemia akan mudah terkena infeksi (Saleha,

2009; h.109).

Tanda dan gejala pada mastitis, yaitu:1.        Rasa panas dingin disertai dengan kenaikan suhu,2.        penderita merasa lesu,3.        tidak nafsu makan,4.        mammae membesar,5.        nyeri dan pada suatu tempat kulit merah,6.        membengkak sedikit dan nyeri pada perabaan, serta payudara keras (Rukiyah dan Yulianti,

2010; h.351).7.      Abses payudara

Abses payudara merupakan kelanjutan/komplikasi dari mastitis. Hal ini disebabkan karena meluasnya peradangan dalam payudara tersebut. Tanda dan gejala yang dirasakan oleh ibu dengan abses payudara adalah sebagai berikut.

a.    Ibu tampak lebih parah sakitnyab.   Payudara lebih merah dan mengkilapc.   Benjolan lebih lunak karena berisi nanah, sehingga perlu diinsisi untuk mengeluarkan nanah

tersebut (Saleha, 2009; h.109-110).

C.    Putting susu datar atau terbenamPutting yang kurang menguntungkan seperti ini sebenarnya tidak selalu menjadi masalah. Secara umum, ibu  tetap masih dapat menyusui bayinya dan upaya selama antenatal umumnya. Kurang berguna, misalnya dengan memanipulasi Hoffman, menarik-narik putting, atau pun penggunaan breast shield dan breast shell.Tindakan yang paling efisien untuk memperbaiki keadaan ini adalah isapan langsung yang kuat. Oleh karena itu, sebaiknya tidak

dilakukan apa-apa, tunggu saja sampai bayi lahir. Segara setelah pasca-lahir lakukan tindakan-tindakan berikut:Skin-to-skin kontak dan biarkan bayi mengisap sedini mungkin.

1)   Biarkan bayi “mencari” putting kemudian mengisapnya. Bila perlu dicoba berbagai posisi untuk mendapatkan keadan yang paling menguntungkan. Rangsang putting agar dapat ”keluar” sebelum bayi ”mengambil” -nya.

2)   Apabila putting benar-benar tidak bisa muncul, dapat “ditarik” dengan pompa putting susu (nipple puller), atau  yang paling sederhana dengan sedotan spuit yang dipakai terbalik.

3)   Jika tetap mengalami kesulitan, usahakan agar bayi tetap disusui dengan sedkit penekanan pada areolla mammae dengan jari sehngga terbentuk dot ketika memasukan putting susu kedalam mulut bayi.

4)   Bila terlalu penuh ASI, dapat diperas terlebih dahulu dan diberikan dengan sendok atau cangkir, atau teteskan langsung kemulut bayi. Bila perlu lakukan ini hingga 1-2 minggu (Dewi dan Sunarsih, 2011; h.38-39).  Putting susu datar atau terbenam menurut Maryunani (2009; h.91-92)Untuk mengetahui apakah putting susu datar/terbenam yaitu dengan cara menjepit areolaa antara ibu jari telunjuk dibelakang putting susu. Bila putting menonjol berati putting tersebut normal, namun bil putting tidak menonjol berarti putting susu datar/terbenam.Cara mengatasinya:Dengan menggunakan pompa putting. Putting susu yang datar atau terbenam dapat dibantu agar menonjol dan dapat diisap oleh mulut bayi. Upaya ini dimulai sejak kehamilan 3 dan biasanya hanya perlu dibantu hingga bayi berusia 5-7 hari. Putting juga bisa ditarik keluar secara teratur hingga putiing akan sedikit menonjol dan dapat diisapkan kemulut bayi, putting akan lebih menonjol lagi.

Putting susu datar atau terbenam menurut Ambarwati dan Wulandari (2009; h.44)1.   Tehnik atau gerakan hoffman yang dikerjakan 2x sehari2.   Dibantu dengan jarum suntik yang dipotong ujungnya atau dengan pompa ASI.

Putting susu datar atau terbenam menurut Jannah (2011; h.50)Untuk mengetahui apakah putting susu datar/terbenam, dengan cara menjepitareola antara ibu jari dan jari telunjuk dibelakang putting susu.Cara mengatasinya bisa mempergunakan pompa putting. Putting juga bisa ditarik keluar secara teratur hingga putting akan sedikit menonjol dan dapat diisap kemulut bayi sehingga putting akan menonjol lagi.

Kelainan putting payudaraPutting payudara yang retraksi (tidak menonjol keluar dengan baik) akan menyebabkan kesukaran meneteki. Bila tidak terlalu berat dapat dibantu dengan pompa payudara atau air susu dikeluarkan dengan pijatan tangan/masase. Pada kasus demikian dianjurkan pda akhir kehamilan atau sebelum menyusui untuk menarik putting keluar dengan menggunakan jari atau penarik putting (Prawirohardjo, 2011; h.654).

D.    Tehnik pengeluaran ASI1.    Cuci tangan, lakukan masase ringan dengan telapak tangan dari pangkal kerah areolla2.    Menekan areolla dengan ibu jari pada sekitar areolla bagian atas dan jari telunjuk pada sisi

areolla yang lain3.    Tekan areolla dengan ibu jari dan jari telunjuk (memeras). Jangan menekan pada putting

karena dapat menyebabkan lecet dan nyeri4.    Jika ASI tidak juga keluar, jangan berhenti karena ASI akan keluar setelah beberapa kali

peras5.    Tampung ASI yang keluar dengan cangkir6.    Lakukan sesuai kebutuhan/sampai ibu merasa nyaman (Suherni dkk, 2009; h.157)  

  II.     Tinjauan Teori Asuhan KebidananMenurut varney (2003), proses penyelesaian masalah merupakan salah satu upaya yang dapat digunakan dalam manajemen kebidanan. Varney berpendapat bahwa dalam melakukan manajemen kebidanan, bidan harus memiliki kemampuan berfikir secara kritis untuk menegakkan diagnosis atau masalah potensial kebidanan. Selain itu, diperlukan pula kemampuan kolaborasi atau kerjasama. Hal ini dapat digunakan sebagai dasar dalam perencanaan kebidanan selanjutnya.

Langkah-langkah asuhan kebidanan menurut varney (2003), yaitu sebagai berikut :A.  Pengumpulan data dasar (Pengkajian)

Mengumpulkan semua data dasar yang di butuhkan untuk mengevaluasi keadaan klien. Untuk memperoleh data dilakukan dengan cara:

1.    AnamnesaAnamnesa dilakukan untuk mendapatkan data anamnesa terdiri dari beberapa kelompok penting sebagai berikut

a.    Data SubjektifIdentitas pasien

1)        NamaNama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari-hari agar tidak keliru dalam memberikan penanganan

2)        UmurDi catat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang dari 20 tahun, alat- alat reproduksi belum matang, mental psikisnya belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas

3)        AgamaUntuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau mengarahkan pasien dalam berdoa

4)        SukuBerpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari

5)        PendidikanBerpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidikannya

6)        PekerjaanGunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat social ekonominya,karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien tersebut

7)        AlamatDi tanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila di perlukan (Ambarwati dan Wulandari,  2009; h.131-132).

2.        Keluhan UtamaUntuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan masa nifas, misalnya pasien merasa mules, sakit pada jalan lahir karena adanya jahitan pada perineum (Ambarwati dan Wulandari, 2009 h;132).

Menurut Prawirohardjo (2010; h.652) Keluhan yang dirasakan pada pasien dengan bendungan ASI dengan ditandainya pembengkakan payudara bilateral dan secara keras, kadang terasa nyeri serta sering kali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda-tanda kemerahan dan demam.

3.        Riwayat Kesehatana.         Sekarang

Data-data ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penyakit yang di derita pada saat ini yang ada hubungannya dengan masa nifas dan bayinya

b.        Yang LaluData yang di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut, kronis seperti: Jantung, Diabetes Militus, Hipertensi, Asma yang dapat mempengaruhi pada masa nifas ini

c.         KeluargaData ini di perlukan untuk mengetahui kemungkinan adanya pengaruh penyakit keluarga terhadap gangguan kesehatan pasien dan bayinya, yaitu bila ada penyakit keluarga yang menyertainya (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.133).

4.    Riwayat obstetria.         Riwayat haid

Mempunyai gambaran tentang keadaan dasar dari organ reproduksinya1)        Menarche

Usia pertama kali mengalami menstruasi. Untuk wanita Indonesia pada usia sekitar 12- 16 tahun

2)        SiklusJarak antara menstruasi yang di alami dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan hari, biasanya sekitar 23-32 hari.

3)        VolumeData ini menjelaskan seberapa banyak darah menstruasi yang di keluarkan

4)        KeluhanBeberapa wanita menyampaikan keluhan yang di rasakan ketika mengalami menstruasi misalnya sakit yang sangat, pening sampai pingsan, atau jumlah darah yang banyak (Sulistyawati,2010; h.112).

5.    Riwayat kehamilan sekarang

Standar asuhan kunjungan Antenatal yaitu 4 kali selama masa kehamilan, pelayanan standar asuhan kehamilan meliputi 7 T yaitu : timbang berat badan. Ukur tekanan darah, pemeriksaan fundus uteri, imunisasi TT, pemberian tablet Fe, melakukan tes PMS dan temu wicara. Dan selama kehamilan wanita hamil berhak memperoleh informasi dan pendidikan berhubungan dengan kehamilannya (Sulistyawati, 2009 ;h.4-5).

a.    Riwayat KBUntuk mengetahui apakah pasien pernah ikut KB dengan kontrasepsi jenis apa,berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi serta rencana KB setelah masa nifas ini dan beralih ke kontrasepsi apa (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.134).

b.        Pola kebutuhan Sehari-hari1)        Nutrisi

Ibu nifas membutuhkan nutrisi dan cairan untuk pemulihan kondisi kesehatan setelah melahirkan, cadangan tenaga serta memenuhi produksi air susu. Ibu nifas membutuhkan tambahan makanan kurang lebih 500 kalori tiap hari (Yanti dan Sundawati, 2011; h.79).Selama menyusui ibu membutuhkan tambahan protein diatas normal sebesar 20 gram/hari. Peningkatan kebutuhan ini ditujukan bukan hanya untuk transformasi menjadi protein susu, tetapi juga sintesis hormon yang memproduksi (prolaktin), serta yang mengeluarkan ASI, dan sumber protein paling banyak didapatkan pada protein hewani (Sulistyawati, 2009; h.98)

2)        EliminasiIbu di harapkan dapat BAB sekitar 3-4 hari setelah persalinan (Yanti dan Sundawati, 2011; h.83) miksi normal apabila dapat BAK spontan setiap 3-4 jam (Yanti dan Sundawati, 2011; h.83).

3)        IstirahatKebutuhan istirahat bagi ibu menyusui minimal 8 jam sehari, yang dapat dipenuhi melalui istirahat malam, dan siang (Sulistiyawati, 2009; h.103).

4)        Personal Hyginekebersihan diri berguna untuk mengurangi infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman. Kebersihan diri meliputi kebersihan tubuh, pakaian, tempat tidur maupun lingkungan (Yanti dan Sundawati, 2011; h.84).

5)        AktivitasMenggambarkan pola aktivitas pasien sehari- hari. Pada pola ini perlu di kaji pengaruh aktivitas terhadap kesehatannya. Mobilisasi dini dapat mempercepat proses pengembalian alat- alat reproduksi (Ambarwati dan Wulandari, 2009 h.137).

b.   Data ObjektifData ini di kumpukan guna melengkapi data untuk menegakkan diagnosis. Bidan melakukan pengkajian data objektif melalui pemeriksaan inspeksi, palpasi,auskultasi, perkusi dan pemeriksaan penunjang yang di lakukan secara berurutan (Sulityawati, 2010; h.226).

1)   Pemeriksaan UmumPemeriksaan yang dilakukan kepada pasien sebagai berikut:

a)    Keadaan umum

Data ini dapat dengan mengamati keadaan pasien secara keseluruhan, hasil pengamatan yang di laporkan kriterianya baik atau lemah (Sulistyawati, 2010; h.226).

b)   KesadaranUntuk mendapatkan gambaran tentang ke sadaran pasien, kita dapat melakukan pengkajian derajat kesadaran pasien dari keadaan composmentis sampai dengan koma (Sulistyawati, 2010; h.226).

c)    Tanda-tanda vital1)        Tekanan darah

Pada beberapa kasus di temukan keadaan hipertensi post partum, tetapi keadaan ini akan menghilang dengan sendirinya apabila tidak ada penyakit-penyakit lain yang menyertainya dalam 2 bulan pengobatan (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.139).

Tekanan darah normal manusia adalah sistolik antara 90-120 Mmhg dan sistolik 60-80 Mmhg. Pasca melahirkan pada kasus normal, tekanan darah biasanya tidak berubah. Peubahan tekanan darah menjadi lebih rendah pasca melahirkan dapat diakibatkan oleh perdarahan. Sedangkan tekanan darah tinggi pada post partum merupakan tanda terjadinya pre eklamsia post partum.(http://masalahkebidanan.blogspot.com/2012/11/tanda-tanda-vital-pada-ibu-nifas.html)

2)        NadiBerkisar antara 60- 80x/menit denyut nadi di atas 100x/menit pada masa nifas adalah mengindikasikan adanya suatu infeksi, hal ini salah satunya bisa di akibatkan oleh proses persalinan sulit atau karena kehilangan darah yang berlebih (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.138).

3)        PernafasanPernafasan harus berada dalam rentang yang normal, yaitu sekitar 20-30 x/menit (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.139).

4)        SuhuSuhu tubuh ibu inpartu tidak lebih dari 37,2oC. Pasca melahirkan, suhu tubuh dapat naik kurang lebih 0,5oC dari keadaan normal. Kenaikan suhu badan ini akibat dari kerja keras sewaktu melahirkan, kehilangan cairan maupun kelelahan (Yanti dan Sundawati, 2011; h.67)Bendungan ASI adalah terjadinya pembengkakan pada payudara karena peningkatan aliran vena dan limfe sehingga menyebabkan bendungan ASI dan rasa nyeri disertai kenaikan suhu badan (Aiyeyeh, 2010 h:345).

Tanda gejala bendungan ASI, yaitu:Mamae panas serta keras pada perabaan dan nyeri, putting susu bisa mendatar sehingga bayi sulit menyusui, pengeluaran susu terkadang terhalang oleh duktuli laktiferi menyempit, payudara bengkak, keras, panas. Nyeri bila ditekan, warnanya kemerahan, suhu tubuh sampai 380c(Rukiyah dan yulianti, 2010; h.346).Tanda gejala menurut (Prawirohardjo, 2010; h.652)pembengkakan payudara bilateral dan secara palpasi secara keras, kadang terasa nyeri serta seringkali disertai peningkatan suhu badan ibu, tetapi tidak terdapat tanda- tanda kemerahan dan demam

2)   Pemeriksaan fisika)    Kepala

Organ tubuh yang perlu dikaji karena pada kepala terdapat organ-organ yang sangat penting. Pengkajian di awali dengan inspeksi lalu palpasi.

b)   MukaPada daerah muka dilihat kesimetrisan muka, apakah kulitnya normal, pucat. Ketidaksimetrisan muka menunjukkan adanya gangguan pada saraf ke tujuh (Nervus Fasialis)

c)    Matauntuk mengetahui bentuk dan fungsi mata, teknik yang di gunakan inspeksi dan palpasi

d)   TelingaUntuk mengetahui keadaan telinga luar, saluran telinga, gendang telinga/membrane timpani, dan pendengaran. teknik yang digunakan adalah inspeksi dan palpasi

e)    HidungDikaji untuk mengetahui keadaan bentuk dan fungsi hidung, bagian dalam, lalu sinus- sinus

f)    MulutUntuk mengetahui bentuk dan kelainan pada mulut

g)   LeherUntuk mengetahui bentuk leher, serta organ- organ lain yang berkaitan. Teknik yang di gunakan adalah inspeksi dan palpasi

h)   DadaMengkaji kesehatan pernafasan (Tambunan, 2011; h.66-86).

i)     PayudaraHormon estrogen dan progestron yang meningkat pada kehamilan membantu maturasi alveoli, kadar estrogen dan progestron akan menurun pada saat hari kedua atau ketiga pasca persalinan. Sehingga terjadi sekresi ASI (Yanti dan sundawati, 2009; h.7).

j)     PerutSelama masa kehamilan kulit abdomen, kulit abdomen akan melebar,melonggar dan mengendur selama berbulan-bulan (Yanti dan sudawati, 2009; h.62).Tabel 2.2 Tabel involusi uterus

Involusi TFUBerat Uterus(gr)

Diameter bekas melekat Plasenta

Keadaan Serviks

Bayi Lahir

Setinggi Pusat 1000

Uri Lahir

2 Jari di bawah Pusat

750 12,5 Lembek

Satu minggu

Pertengahan pusat- sympisis

500 7,5 Beberapa hari setelah post partum dapat di lalui 2 jari akhir minggu pertama

Dua minggu

Tak teraba di atas sympisis

350 3-4

Enam minggu

Bertabah Kecil 50-60 1-2

Delapan minggu

Sebesar normal 30

dapat di masuki 1 jari

(Saleha, 2009; h.55)

k)   AnogenitalSelama proses persalinan vulva dan vagina mengalami penekanan serta meregang, setelah beberapa hari persalinan kedua organ ini kembali dalam keadaan kendor. Rugae timbul kembali pada minggu ketiga.Proses involusi uterus biasanya disertai dengan adanya rasa nyeri yang disebut after pain yaitu perasaan mulas-mulas yang diakibatkan oleh kontraksi rahim, biasanya berlangsung selama 2-4 hari pasca persalinan. Proses kontraksi juga mempengaruhi pengeluaran secret yang berasal dari kavum uteri dan vagina dalam masa nifas yang disebut dengan Lochea, (Yanti dan Sundawati,  2009; h.5).

Lokhea di bedakan menjadi 4 jenis berdasarkan warna dan wakru keluarnya:1)    Lochea  rubra berawana merah karena berisi darah segar dan sisa – sisa selaput ketuban, sel-

sel desidua,vernik caseossa,lanugo,mekonium selama 2 hari pasca persalinan (Saleha, 2009; h.58)

2)      Lochea sanguilenta berwarna merah kuning berisi darah dan lender yang eluar pada hari ke-3 sampai hari ke-7 pasca persalinan.

3)     Lochea serosa adalah lokia berikutnya. Di mulai dengan versi yang lebih pucat dari lokia rubra. Cairan tidak berdarah lagi pada hari ke-7 sampai hari ke-14 pasca persalinan berisi cairan serum jaringan desidua , leukosit, dan eritrosit.

4)      Lochea  Alba adalah lokia yang terakhir. Di mulai dari hari ke-14 kemudian makin lama makin sedikit hingga sama sekali berhenti sampai satu atau dua minggu berikutnya (Saleha, 2009; h.56).

B.  Identifikasi Diagnosa, Masalah, dan KebutuhanPada langkah ke-dua dilakukan identifikasi terhadap diagnosis atau masalah berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan. Data dasar tersebut kemudian diinterpretasikan sehingga dapat dirumuskan masalah dan diagnosayang spesifik. Baik rumusan diagnosis maupun rumusan masalah keduanya harus ditangani, meskipun masalah tidak bisa dikatakan sebagai diagnosis tetapi harus mendapatkan penanganan (Suryani, 2008; h. 99)

1.    Diagnosa KebidananPada langkah ini dilakukan identifikasi terhadap diagnose, masalah dan kebutuhan berdasarkan interpretasi yang benar atas data-data yang telah dikumpulkan (Yanti dan Sundawati, 2011; h.112).

Langkah awal dari perumusan diagnose atau masalah adalah pengolahan data dan analisis dengan menghubungkan data satu dengan data yang lainnya (Sulistyawati, 2009; h.177).

2.    Masalah

Permasalahan yang muncul berdasarkan pernyataan pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.141).  

C.  Antisipasi Masalah PotensialPada langkah ke tiga ini mengidentifikasi masalah potensial berdasarkan diagnosa atau masalah yang sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi bila memungkinkan di lakukan pencegahan (Suryani, 2008; h.99).

D.  Tindakan SegeraLangkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan. Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan anggota tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.143).

E.  Perencanaan   Langkah-langkah ini di tentukan oleh sebelumnya yang merupakan lanjutan dari masalah atau

diagnose yang telah di identifikasi atau antisipasi. Rencana asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah dilihat dari kondisi pasien atau dari masalah yang berkaitan, tetapi juga dengan kerangka pedoman antisipasi bagi wanita tersebut yaitu apa yang akan terjadi berikutnya (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.143).

1.         Pantau keadaan umum ibu2.         Mencegah masa nifas karena atonia uteri3.         Lakukan perawatan payudara4.         Siapkan alat-alat yang di gunakan untuk perawatan pada payudara5.         Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, atau perdarahan abnormal6.         Memastikan ibu mendapat istirahat yang cukup7.         Memastikan ibu mendapat makanan yang bergizi8.         Memastika ibu dapat mobilisasi dengan baik9.         Memastikan ibu menjaga personal hygiene dan tidak memperlihatkan tanda-tanda

penyulit.10.     Beritahu kunjungan ulang

F.   PelaksanaanTahap ini merupakan tahap pelaksanaan dari semua rencana sebelumnya, baik tehadap masalah pasien ataupun diagnosis yang di tegakkan (Ambarwati dan Wulandari, 2009; h.145).

G. EvaluasiEvaluasi dilakukan secara siklus dan dengan mengkaji ulang aspek asuhan yang tidak efektif untuk mengetahui factor mana yang menguntungkan atau menghambat keberhasilan yang diberikan. Pada langkah terakhir, dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah diberikan (Soepardan, 2008; h. 96 - 102)

III.     Landasan Hukum Kewenangan Bidan

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:

A.       Kewenangan normal:1.        Pelayanan kesehatan ibu2.        Pelayanan kesehatan anak3.        Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencanaB.       Kewenangan dalam menjalankan program PemerintahC.       Kewenangan bidan yang menjalankan praktik di daerah yang tidak memiliki dokter

Kewenangan normal adalah kewenangan yang dimiliki oleh seluruh bidan. Kewenangan ini meliputi:

1.         Pelayanan kesehatan ibuRuang lingkup:

a.         Pelayanan konseling pada masa pra hamilb.        Pelayanan antenatal pada kehamilan normalc.         Pelayanan persalinan normald.        Pelayanan ibu nifas normale.         Pelayanan ibu menyusuif.         Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan

Kewenangan:a.         Penjahitan luka jalan lahir tingkat I dan IIb.        Penanganan kegawat-daruratan, dilanjutkan dengan perujukanc.         Pemberian tablet Fe pada ibu hamild.        Pemberian vitamin A dosis tinggi pada ibu nifas Fasilitasi/bimbingan inisiasi menyusu dini

(IMD) dan promosi air susu ibu (ASI) eksklusife.         Pemberian uterotonika pada manajemen aktif kala tiga dan postpartumf.         Penyuluhan dan konselingg.        Bimbingan pada kelompok ibu hamilh.        Pemberian surat keterangan kematiani.          Pemberian surat keterangan cuti bersalin

2.         Pelayanan kesehatan anakRuang lingkup

a.         Pelayanan bayi baru lahirb.        Pelayanan bayic.         Pelayanan anak balitad.        Pelayanan anak pra sekolah

Kewenangana.     Melakukan asuhan bayi baru lahir normal termasuk resusitasi, pencegahan hipotermi, inisiasi

menyusu dini (IMD), injeksi vitamin K 1b.        perawatan bayi baru lahir pada masa neonatal (0-28 hari), dan perawatan tali pusatc.         Penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujukd.        Penanganan kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan

e.         Pemberian imunisasi rutin sesuai program Pemerintahf.         Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita dan anak pra sekolahg.         Pemberian konseling dan penyuluhanh.        Pemberian surat keterangan kelahirani.          Pemberian surat keterangan kematian

3.         Pelayanan kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencanaKewenangan

a.  Memberikan penyuluhan dan konseling kesehatan reproduksi perempuan dan keluarga berencana

b.        Memberikan alat kontrasepsi oral dan kondom

Selain kewenangan normal sebagaimana tersebut di atas, khusus bagi bidan yang menjalankan program Pemerintah mendapat kewenangan tambahan untuk melakukan pelayanan kesehatan yang meliputi:

a.         Pemberian alat kontrasepsi suntikan, alat kontrasepsi dalam rahim, dan memberikan pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit

b.        Asuhan antenatal terintegrasi dengan intervensi khusus penyakit kronis tertentu (dilakukan di bawah supervisi dokter)

c.         Penanganan bayi dan anak balita sakit sesuai pedoman yang ditetapkand.        Melakukan pembinaan peran serta masyarakat di bidang kesehatan ibu dan anak, anak usia

sekolah dan remaja, dan penyehatan lingkungane.         Pemantauan tumbuh kembang bayi, anak balita, anak pra sekolah dan anak sekolahf.         Melaksanakan pelayanan kebidanan komunitasg.     Melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular

Seksual (IMS) termasuk pemberian kondom, dan penyakit lainnyah.      Pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA)

melalui informasi dan edukasii.          Pelayanan kesehatan lain yang merupakan program Pemerintah

Khusus untuk pelayanan alat kontrasepsi bawah kulit, asuhan antenatal terintegrasi, penanganan bayi dan anak balita sakit, dan pelaksanaan deteksi dini, merujuk, dan memberikan penyuluhan terhadap Infeksi Menular Seksual (IMS) dan penyakit lainnya, serta pencegahan penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA), hanya dapat dilakukan oleh bidan yang telah mendapat pelatihan untuk pelayanan tersebut Selain itu, khusus di daerah (kecamatan atau kelurahan/desa) yang belum ada dokter, bidan juga diberikan kewenangan sementara untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal, dengan syarat telah ditetapkan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Kewenangan bidan untuk memberikan pelayanan kesehatan di luar kewenangan normal tersebut berakhir dan tidak berlaku lagi jika di daerah tersebut sudah terdapat tenaga dokter (www.KesehatanIbu.Depkes,go.id).