Csr Achi Karin

31
BAB I PENDAHULUAN Pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, setiap insan manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan peningkatan kualitas hidup masyarakat. Dunia usaha berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan mempertimbangan pula faktor lingkungan hidup. Kini dunia usaha tidak lagi hanya memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah meliputi aspek keuangan, aspek sosial, dan aspek lingkungan biasa disebut triple bottom line. Sinergi dari tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan ( sustainable development ) Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha sebagai akibat liberalisasi ekonomi, berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat, dan dunia pendidikan berupaya merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab sosial sektor usaha dalam hubungannya dengan masyarakat dan lingkungan. Namun saat ini – saat perubahan sedang melanda dunia – kalangan usaha juga tengah dihimpit oleh berbagai tekanan, mulai dari kepentingan untuk meningkatkan daya saing, tuntutan untuk menerapkan corporate governance, hingga masalah kepentingan stakeholder yang makin meningkat. Oleh karena itu, dunia usaha 1

Transcript of Csr Achi Karin

Page 1: Csr Achi Karin

BAB I

PENDAHULUAN

Pembangunan suatu negara bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja, setiap insan

manusia berperan untuk mewujudkan kesejahteraan sosial dan peningkatan kualitas hidup

masyarakat. Dunia usaha berperan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang sehat dengan

mempertimbangan pula faktor lingkungan hidup. Kini dunia usaha tidak lagi hanya

memperhatikan catatan keuangan perusahaan semata (single bottom line), melainkan sudah

meliputi aspek keuangan, aspek sosial, dan aspek lingkungan biasa disebut triple bottom line.

Sinergi dari tiga elemen ini merupakan kunci dari konsep pembangunan berkelanjutan

( sustainable development )

Seiring dengan pesatnya perkembangan sektor dunia usaha sebagai akibat liberalisasi

ekonomi, berbagai kalangan swasta, organisasi masyarakat, dan dunia pendidikan berupaya

merumuskan dan mempromosikan tanggung jawab sosial sektor usaha dalam hubungannya

dengan masyarakat dan lingkungan.

Namun saat ini – saat perubahan sedang melanda dunia – kalangan usaha juga tengah

dihimpit oleh berbagai tekanan, mulai dari kepentingan untuk meningkatkan daya saing, tuntutan

untuk menerapkan corporate governance, hingga masalah kepentingan stakeholder yang makin

meningkat. Oleh karena itu, dunia usaha perlu mencari pola-pola kemitraan (partnership) dengan

seluruh stakeholder agar dapat berperan dalam pembangunan, sekaligus meningkatkan

kinerjanya agar tetap dapat bertahan dan bahkan berkembang menjadi perusahaan yang mampu

bersaing.

Upaya tersebut secara umum dapat disebut sebagai corporate social responsibility atau

corporate citizenship dan dimaksudkan untuk mendorong dunia usaha lebih etis dalam

menjalankan aktivitasnya agar tidak berpengaruh atau berdampak buruk pada masyarakat dan

lingkungan hidupnya, sehingga pada akhirnya dunia usaha akan dapat bertahan secara

berkelanjutan untuk memperoleh manfaat ekonomi yang menjadi tujuan dibentuknya dunia

1

Page 2: Csr Achi Karin

usaha.

          Konsep tanggung jawab sosial perusahaan telah mulai dikenal sejak awal 1970an, yang

secara umum diartikan sebagai kumpulan kebijakan dan praktek yang berhubungan dengan

stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan ketentuan hukum, penghargaan masyarakat dan lingkungan;

serta komitmen dunia usaha untuk berkontribusi dalam pembangunan secara berkelanjutan.

Corporate Social Responsibility (CSR) tidak hanya merupakan kegiatan karikatif perusahaan dan

tidak terbatas hanya pada pemenuhan aturan hukum semata.

CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", di mana ada argumentasi

bahwa suatu perusahaan dalam melaksanakan aktivitasnya harus mendasarkan keputusannya

tidak semata berdasarkan faktor keuangan, misalnya keuntungan atau deviden melainkan juga

harus berdasarkan konsekuensi sosial dan lingkungan untuk saat ini maupun untuk jangka

panjang.

Pembangunan secara sederhana diartikan oleh Randy R. Wrihatnolo dan Riant Nugroho

sebagai suatu perubahan tingkat kesejahteraan secara terukur dan alami yang mana fokus

utamanya adalah untuk menciptakan kesejahteraan manusia. Pembangunan tersebut bisa meliputi

pembangunan fisik, ekonomi, sosial, politik, hukum, dan lain sebagainya. Akan tetapi,

implementasi pembangunan ini pada kenyataannya tidak semulus perencanaannya, terutama di

Indonesia, ada banyak permasalahan yang menghambat, salah satunya adalah masalah

pembiayaan pembangunan.

Pembangunan berkelanjutan atau sustainable development, diartikan sebagai

pembangunan yang tidak ada henti-hentinya dengan tingkat hidup generasi yang akan datang

tidak boleh lebih buruk atau justru harus lebih baik daripada tingkat generasi saat ini

(Suparmoko, 2000:13). Dari definisi tersebut mencerminkan bahwa pembangunan yang

dilakukan saat ini harus memiliki jaminan bahwa pemanfaatan sumberdaya alam harus dikelola

dengan baik, proyek-proyek pembangunan yang dilakukan juga sedapat mungkin harus

memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan.

2

Page 3: Csr Achi Karin

Suatu perencanaan pembangunan, baik dalam bentuk program, kebijakan, maupun

strategi dikatakan lebih lanjut oleh Randy R. Wrihatnolo dan Riant Nugroho hanya akan tinggal

sebagai dokumen sia-sia dan tidak akan berarti apa-apa jika tidak dikaitkan dengan

pembiayaannya. Hal ini dikarenakan untuk melakukan program-program pembangunan

dibutuhkan biaya yang sangat besar sementara di lain pihak, anggaran pemerintah terbatas. Oleh

karena itu, dalam perencanaan pembiayaan pembangunan selain perlu merencanakan anggaran

biaya juga perlu merencanakan alternatif sumber pembiayaan agar program-program

pembangunan dapat tetap dilaksanakan.

CSR (Corporate Social Responsibility) merupakan sebuah program yang

mengimplementasikan tanggung jawab sosial sebuah perusahaan kepada masyarakat luas yang

mana lebih jelasnya didefinisikan dalam ISO 26000, yaitu:

“Responsibility of an organization for the impacts of its decision and

activities on society and the environment, through transparent and

ethical behavior that contributes to sustainable development, health

and the welfare of society; takes into account the expectations of

stakeholders; isi n compliance with applicable law and consistent with

international norm and behavior; and is integrated throughout the

organization and practiced in its relationships.”

3

Page 4: Csr Achi Karin

Dari definisi ISO 26000 tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk tanggung jawab sosial

perusahaan kepada masyarakat luas (CSR) dapat berupa kontribusi dalam pembangunan

khususnya pembangunan berkelanjutan, kesehatan, dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena

itu, saat ini banyak perusahaan yang melakukan CSR dengan melakukan pemberian beasiswa,

pelayanan kesehatan kepada ibu dan anak, serta program penyelesaian masalah-masalah

lingkungan hidup. Namun pada pelaksanaanya, banyak aktivitas CSR yang bias dan seringkali

dilakukan hanya sebagai kegiatan promosi produk atau perusahaan saja tanpa ada keinginan

sedikitpun untuk membangun dan memberdayakan masyarakat, yang ada hanya manajemen

krisis. Walaupun memang dijalankan atas pilihan dan inisiatif perusahaan sendiri, namun yang

harus ditekankan dalam CSR ini adalah tanggung jawab sosial atas dampak, keputusan, atau

aktivitas perusahaan di masyarakat dan lingkungan. Oleh karena itu, segala bentuk tanggung

jawab perusahaan tersebut seharusnya berhubungan dengan segala dampak dari apa yang

dilakukan oleh perusahaan tersebut dalam menjalankan usahanya baik dampak di masyarakat

maupun lingkungan.

4

Page 5: Csr Achi Karin

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Dampak Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan dalam Bisnis Global

Keterkaitan antara sektor bisnis dan lingkungan bisa dikatakan dimulai sejak lebih dari

dua dekade yang lalu. Berbagai kegiatan serta kampanye mengenai permasalahan lingkungan

(keanekaragaman hayati, perubahan iklim, pembangunan berkelanjutan, dll.) yang diadakan dari

tahun 1969 sampai dengan 1992, telah meningkatkan gaung akan isu lingkungan di tingkat

internasional dan nasional yang pada gilirannya menyebabkan sektor bisnis atau swasta bereaksi.

Pembentukan US Environmental Protection Agency (US-EPA) di tahun 1970 dan

penyelenggaraan United Nations Stockholm Conference on Human Development (UNSCHD) di

tahun 1972, sebagai contoh, telah menandai era lingkungan modern. Hal ini, yang kemudian

diikuti oleh serangkaian kegiatan lingkungan (United Nations Conference of Environment and

Development atau UNCED, World Summit on Sustainable Development atau WSSD, dll.) dan

pembentukan badan lingkungan lainnya (United Nations Environment Program atau UNEP, dll.)

di tingkat internasional dan nasional, menambah magnifikasi isu lingkungan dan pembangunan

berkelanjutan di banyak kalangan. Saat ini terdapat lebih dari 200 kesepakatan multilateral dan

bilateral yang menjadi payung agenda lingkungan dunia – dengan fokus antara lain pada

pengelolaan sumberdaya alam, pengawasan pencemaran, pengelolaan limbah dan jasa produk.

Dekade tahun 1970 dan 1980-an juga ditandai oleh berbagai rangkaian kejadian “bencana

lingkungan” seperti Seveso (1976), Three Mile Island (1979), Bhopal (1986), Chernobyl (1986)

dan tumpahan minyak Exxon Valdez (1989). Di Indonesia, beberapa kejadian yang berkaitan

dengan permasalahan dan bencana lingkungan juga tercatat seperti Waduk Kedung Ombo (1988-

89), Indorayon (akhir 1980), dan Kali Tapak (1991). Semua kejadian ini membentuk “persepsi”

dari banyak kalangan bahwa sektor bisnis dan industri berperan – langsung atau tidak langsung –

terhadap terjadinya permasalahan lingkungan dunia dan nasional.

Persepsi semacam ini berkembang di masyarakat luas dan politisi terutama di Eropa dan

Amerika yang menganggap sektor bisnis dan industri tidak mempunyai sistem dan manajemen

yang “layak” dalam mengelola sumberdaya alam, melakukan operasi perusahaan dan mengelola

limbahnya. Dengan kata lain, di era tersebut sektor bisnis dan industri seringkali tersudutkan 5

Page 6: Csr Achi Karin

dengan cap atau terminologi yang dikenal sebagai “pollute, grow and clean up later”. Persepsi ini

di banyak tempat kemudian bertransformasi menjadi tekanan dan tuntutan (terutama dari

lembaga non pemerintah atau NGO dan konsumen) akan perubahan perilaku dan kinerja suatu

perusahaan ke arah yang lebih bertanggung jawab.

Bertubi-tubi tekanan dialamatkan ke sektor swasta dalam pengelolaan lingkungan dan

sumberdaya alam, sektor ini yang dimotori oleh perusahaan berskala besar dan trans-national

corporations/ TNCs secara perlahan mulai mencoba mengubah kebijakan dan “sebagian”

perilaku perusahaannya ke arah yang lebih lestari dan bertanggung jawab (berkelanjutan atau

sustainable). Tekanan dari masyarakat terutama konsumen/pengguna produk dari sektor bisnis

dan industri telah mengubah pandangan sektor ini dari sekedar melihat aspek lingkungan sebagai

bottom line cost menjadi sebuah kesempatan “komersial” untuk “berubah” dan merebut kembali

hati masyarakat (terutama dalam membangun citra) dengan mengakomodasi aspek lingkungan

sebagai konsideran penting kebijakan dan perilaku perusahaan.

Pergerakan sektor swasta untuk lebih bertanggung jawab (termasuk dalam pengelolaan

aspek lingkungan) yang tertuang dalam kebijakan maupun perilaku suatu perusahaan inilah yang

sering dikenal sebagai Corporate Social Responsibility (CSR). CSR berkembang dan diadopsi

oleh banyak perusahaan karena dua faktor penting, yaitu: ketergantungan perusahaan kepada

pasar dan konsumennya dalam rangka penjagaan citra penjagaan lingkungan dan meningkatnya

kerapuhan perusahaan karena meningkatnya faktor resiko termasuk resiko lingkungan/liability,

dsb.

2.1.1 Isu Ekologi dan Lingkungan Global

Salah satu tema/masalah pokok dalam dimensi ini dalah perubahan iklim. Selama 50

tahun terakhir telah dapat dibuktikan bahwa pemanasan global yang seakrang ini kita rasakan

yang terjadi terutama karena ulah manusia sendiri. Emisi dari gas-gas rumah kaca seperti CO 2

dan N2O dari kativitas manusia adalah penyebabnya. Konsentrasi gas CO2 di atmosfer naik 30%

selama 150 tahun terakhir. Kenaikan jumlah emisi CO2 ini terutama disebabkan karena

pembakaran sumber energi dari bahan fosil (antara lain minyak bumi). Selain itu perubahan

dalam penggunaan sumber alam lainnya juga memberikan konstribusi pada kenaikan jumlah CO2

6

Page 7: Csr Achi Karin

di atmosfer: 15% oleh penggundulan dan pembakaran hutan dan lahan untuk diubah fungsinya,

misalnya dari hutan lindung menjadi hutan produksi.

Masalah ekologi lainnya adalah degradasi tanah atau hilangnya kesuburan tanah. Ini

dapat diakibatkan oleh erosi akibat air dan angin, penggaraman dan pengasaman, dll. Penyebab

hilangnya kesuburan tanah lainnya adalah hilangnya lapisan humus dan mikro organisme, zat

makanan pada tanah, kemampuan tanah menguraikan sampah/limbah. Tanah yang tandus adalah

akibat degradasi tanah sumber tanah seperti yang sudah lama pada beberapa daerah tandus di

Indonesia. Diseluruh dunia, 15% mengalami degradasi. Selain itu diakibatkan erosi oleh air dan

angin, degradasi tanah ini juga disebabkan oleh penggunaan zat-zat kimia (pestisida).

Memisahkan atau memperlakukan ekologi dengan ekonomi politik lingkungan hidup

internasional sebagai bidang yang berbeda merupakan hal yang tidak mungkin dilakukan pada

masa sekarang. Kajian-kajian ekonomi politik hal tersebut harus memperhatikan faktor-faktor

ekologi dikarenakan bumi kita cuma ada satu meskipun didalamnya telah terbagi dalama lima

benua dan ratusan negara. Sehingga perlu adanya instrumen hukum internasional maupun

nasional untuk melindungi dan menjaga kelestarian lingkungan dari ancaman perubahan iklim

dan pemanasan global yang semakin mengkhawatirkan umat manusia.

Masalah lingkungan hidup yang diciptakan oleh kemakmuran serta sebaliknya oleh

kemiskinan memicu pada meningkatnya perhatian serta kebutuhan untuk membangun

mekanisme baru dalam mengimplementasikan peralihan ke arah pembangunan berkelanjutan

(sustainable development). Ciri-ciri dari isu lingkungan hidup yang baru adalah: isu atau masalah

yang dihadapi bernuasa global, setiap pelosok dunia merasakan dampaknya, upaya

penanggulangan masalah perlu ditangani bersama dan tidak bisa sendiri-sendiri secara sporadis.

Perlunya konsep pembangunan berkelanjutan untuk menjadi tekad, kesepakatan, dan kepedulian

global (global concern). Kesadaran atas konsep ini hendaknya menjadi kepentingan setiap

negara, baik karena tingkat interdepensi tinggi yang hadir pada setiap bagian dari ekonomi global

maupun karena hal itu menimbulakan persoalan penting menyangkut pelestarian sumber daya

lingkungan hidup, tetapi merupakan institusi utama yang menangani bekerjanya ekonomi dunia,

contohnya World Bank serta IMF.

7

Page 8: Csr Achi Karin

Dengan begitu maka kecenderungan dapat dilihat menunjukkan bahwa institusi-institusi

tersebut memasukkan topik kepedulian terhadap lingkungan ke dalam ruang lingkup

perencanaan ekonomi serta pembuatan keputusan dengan tidak memisahkan dari keterkaitanya

dengan persoalan pokok di bidang ekonomi. Dengan begitu isu lingkungan hidup tidak lagi

diperlakukan sebagai ruang lingkup pinggiran. Sejak berlangsunya konferensi lingkungan hidup

sedunia di stockhlom, swedia tahun 1972, masalah lingkungan hidup ini telah mendapatkan

perhatian yang cukup besar. Berlanjut dengan konferensi yang sama di Rio de Janeiro, Brasil

tahun 1992 yang disebut KTT Bumi (earth summit), pertemuan sedunia di Tokyo tahun 1996

yang membahas tentang Global Warming. kemudian KTT Bumi ke-2 di johanesburg, afrika

selatan pada tahun 2002. Singkatnya dewasa ini isu tentang lingkungan telah ditanggapi secara

serius. Isu lingkungan hidup yang terjadi saat ini yaitu :

1. Makin meluasnya kerusakan hutan dan lahan kritis;

2. Degradasi lingkungan hidup di wilayah pesisir dan laut yang semakin meningkat, seperti

pencemaran perairan laut akibat limbah industri dan rumah tangga, abrasi pantai, serta

rusaknya ekosistem mangrove dan terumbu karang;

3. Turunnya kualitas air sungai akibat buangan industri, domestik dan rusaknya kawasan

hulu serta sempadan sungai;

4. Makin meningkatnya bencana alam akibat kerusakan lingkungan dan dampak dari

perubahan iklim, seperti banjir, tanah longsor, kekeringan, dan lain-lain;

5. Belum optimalnya koordinasi dan sinergitas antar pemangku kepentingan dalam

perindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;

6. Masih rendahnya kesadaran masyarakat dan pelaku usaha dalam perlindungan dan

pengelolaan lingkungan hidup.

2.1.2 Isu dari Masyarakat Global Terhadap Dampak Lingkungan dan Pembangunan

Berkelanjutan

Isu-isu global yang muncul dewasa ini menunjukkan pada kenyataan bahwa teknologi

baru dalam tranportasi, komunikasi, produksi dan distribusi terkait dengan perusakan lingkungan

hidup. Dari isu dan kenyataan yang telah berlangsung tersebut kemudian tercipta sejumlah besar

kaitan antar negara, masyarakat, kota dan bahkan desa di seluruh muka bumi.Keterkaitan 8

Page 9: Csr Achi Karin

tersebut selanjutnya melahirkan berbagai isu global mengenai lingkungan hidup, energi, pangan,

kependudukan, HAM, interdependensi/dependensi ekonomi, pembangunan, dan lain-lain. Suatu

isu disebut isu global jika jaringan yang terdiri dari penduduk berbagai belahan bumi ini

meyakini bahwa hal tersebut memang menjadi isu yang menyangkut kepentingannya atau kalau

sejumlah besar penduduk bumi ini telah yakin bahwa isu itu memang telah menunjukkan gejala

bahkan akibat yang nyata serta dirasakan dan mempengaruhi di seluruh muka bumi.

Aspek sosial, maksudnya pembangunan yang berdimensi pada manusia dalam hal

interaksi, interrelasi dan interdependesi. Yang erat kaitannya juga dengan aspek budaya. Tidak

hanya pada permasalahan ekonomi, pembangunan berkelanjutan untuk menjaga

keberlangsungan budaya dari sebuah masyarakat supaya sebuah amsyarakat tetap bisa eksis

untuk menlajalani kehidupan serta mempunyai sampai masa mendatang.

Sebagai awal munculnya konsep pembangunan berkelanjutan adalah karena perhatian

kepada lingkungan. Terutama sumber daya alam yang tidak bisa diperbaharui sedang ekspoitasi

terhadapnya dilakukan terus menerus.

Pengertian dari tidak mengurangi dan mengorbankan kebutuhan generasi yang akan

datang adalah pembangunan yang dilakuakn dimasa sekarang itu jangan sampai merusak

lingkungan, boros terhadap SDA dan juga memperhatikan generasi yang akan datang. Generasi

yang akan datang juga jangan terlalu dimanjakan dengan tersedianya semua fasilitas. Tetapi

mereka juga harus di beri kesempatan untuk berekspresi menuangkan ide kreatifnya untuk

mengolah dan mengembangkan alam dan pembangunan.

2.2 Mengelola Isu Lingkungan

Perencanaan dan pengelolaan lingkungan hidup meliputi aneka ragam bidang dan

keahlian, tetapi harus menjadi bagian penting dari perencanaan dan pengelolaan nasional apabila

berhasil. Lingkungan hidup dan masalah-masalah lingkungan hidup seharusnya tidak dianggap

terpisah dari fungsi-fungsi pemerintahan, tetapi seharusnya dianggap sebagai masalah pokok.

Ada lima komponen dari proses yang dinamis dan interaktif untuk pengelolaan sumber daya 9

Page 10: Csr Achi Karin

alam dan perlindungan lingkungan hidup, yaitu inventarisasi; evaluasi; perencanaan,

pengelolaan dan pemantauan.

 

1. Inventorisasi

Secara tradisional, peta dan laporan mendokumentasikan basis sumber daya alam, dan

penggunaannya. Sekarang ada beberapa teknologi baru (Sistem Informasi Geografi, “Remote

Sensing”, “Spatial Interpolation Techniques”, Gambaran Tiruan, dan “Modelling”), yang

memungkinkan pegeseran dari pola bentang darat yang statis ke pendekatan yang

“parametris”, yang memfokuskan pada hal-hal lingkungan dan diperlukan untuk membentuk

proses-proses bentang darat dan jawaban-jawaban biologis. Data minim yang sudah ada

memberikan masukan yang sangat diperlukan untuk model teknis, hidrologi, agronomi,

silvikulturis, dan ekologi. Hasilnya adalah bahwa banyak macam produksi dan pelestarian

lingkungan hidup dapat dinilai dalam suatu sistem “Spatial Referencing”. Contohnya

pengembangan database untuk negara yang sudah dan sedang berkembang akan tersedia.

2. Evaluasi

Pemakaian data “abiotic” (cuaca, lapangan tanah, dan “substrate”) sebagai basis untuk

mengevaluasi tanah dan gunanya untuk pertanian, penggembalaan dan penebangan hutan

sudah lama berjalan. Belakangan ini, pemakaian data “abiotic” untuk perencanaan pelestarian

dan pengelolaan lingkungan hidup makin populer.

3. Perencanaan

Definisi-Definisi resmi tentang perencanaan menunjukkan bahwa ada aneka ragam

pendekatan untuk proses yang sangat penting ini. Apabila berhasil, perencanaan harus

memperhitungkan faktor-faktor tertentu seperti faktor fisik, biologis, ekonomis, sosial,

budaya, hukum, dan administratif.  

10

Page 11: Csr Achi Karin

4. Pengelolaan

Pengelolaan lingkungan hidup biasanya berlangsung dengan cara tidak langsung, karena

pengelolaan tersebut bersifat berusaha untuk mengendalikan dan mengatur tingkah laku para

pembuat dan pembeli, masyarakat, dan lembaga-lembaga. Akan tetapi, pengelolaan

lingkungan hidup dengan tujuan pembangunan berkelanjutan harus berdasarkan pada prinsip-

prinsip ekologis yang kuat. Sayangnya, walaupun ekologi memang dapat memberikan

pengertian dan pemahaman yang sangat diperlukan, ekologi jarang dapat memberikan tingkat

keterincian dan pengaturan yang diinginkan pengelola sumber daya tanah, para insinyur, dan

para teknisi. 

5. Pemantauan

Masalah yang terakhir, tetapi tidak kurang pentingnya, pengelolaan lingkungan hidup

tidak akan berhasil tanpa adanya pemantauan berjalannya sistem tersebut, apakah di tingkat

nasional, propinsi, lokal, atau suatu sistem produksi tertentu. Walaupun lembaga keuangan

besar dan perusahaan industrial mengakui situasi demikian, tidak semua pemerintahan dan

badan-badannya memahami akan pentingnya pemantauan. Statistik-statistik seringkali

dianggap kurang penting bila keadaan fiskal sedang mengalami kesulitan.

Membangun masyarakat yang berkelanjutan memerlukan perhatian pada tiga masalah pokok:

1. Kelangsungan ekonomi

2. Keadilan social

3. Lingkungan hidup yang berkelanjutan.

2.2.1 Peranan Pemerintah dan Regulasi

Dalam era otonomi daerah sesuai dengan ketentuan dalam UU No 22 Tentang

Pemerintahan Daerah, maka kewenangan daerah akan sedemikian kuat dan luas sehingga

diperlukan suatu peraturan perundang-undangan yang ketat untuk menghindari ketidakteraturan

dalam menyusun kebijakan dalam bidang lingkungan hidup terutama dalam masalah penanganan

penegakan hukum lingkungan dalam era otonomi daerah.11

Page 12: Csr Achi Karin

Kewenangan pemerintah Daerah menurut UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan

Daerah sangatlah besar sehingga tuntutan untuk meningkatkan kinerja dan penerapan kebijakan

dalam bidang lingkungan hidup sangatlah dibutuhkan. Sistem Pemerintahan Daerah otonom

sebelum UU No 22 tahun 1999 terbagi dalam Sistem Pemerintahan Administratif dan Otonom,

dalam Sistem Pemerintahan Administratif Pemerintah Daerah berperan sebagai pembantu dari

penyelenggaraan pemerintah pusat yang dikenal sebagai azas dekosentrasi dalam UU No 54

tahun 1970 tentang Pemerintah Daerah, hal ini diaplikasikan dalam Pemerintahan Daerah

Tingkat I dan Pemerintahan Daerah tingkat II. Sedangkan dalam Sistem Pemerintahan Otonomi

Pemerintahan Daerah adalah mandiri dalam menjalankan urusan rumah tanganya. Pemerintahan

Daerah memerlukan alat-alat perlengkapannya sendiri sebagai pegawai/pejabat –pejabat daerah

dan bukan pegawai/pejabat pusat. Memberikan wewenang untuk menyelenggarakan rumah

tangga sendiri berarti pula membiarkan bagi daerah untuk berinisiatif sendiri dan untuk

merealisir itu, daerah memerlukan sumber keuangan sendiri dan pendapatan-pendapatan yang

diperoleh dari sumber keuangan sendiri memerlukan pengaturan yang tegas agar di kemudian

hari tidak terjadi perselisihan antara pusat dan daerah mengenai hal –hal tersebut diatas.

Dalam UU No 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maka terjadi perubahan

besar dalam kewenangan Pemerintahan Daerah. Pengelolaan lingkungan hidup sangatlah penting

untuk dilihat dalam era otonomi daerah sekarang ini karena lingkungan hidup sudah menjadi isu

internasional yang mempengaruhi perekonomian suatu negara. Pemerintahan Daerah diberikan

kekuasaan yang sangat besar dalam mengelola daerahnya terutama sekali Pemerintahan Kota

atau Kabupaten.

Permasalahan yang dihadapi oleh Pemerintah Daerah sekarang adalah Pemerintahan

daerah harus meningkatkan Pendapatan Asli Daerah mereka untuk memenuhi target APBD

(Anggaran Penerimaan dan Belanja Daerah) sehingga jalan termudah untuk memenuhi itu semua

adalah mengeksploitasi kembali lingkungan hidup karena cara tersebut adalah cara yang biasa

dilakukan pemerintah pusat untuk memenuhi APBN, dan cara ini akan terus dilakukan oleh

Pemerintah daerah dengan baik.

Pembiayaan pembangunan semakin lama semakin menjadi kebutuhan yang mendesak

dan sekali lagi, kemampuan keuangan pemerintah cenderung masih terbatas terutama pemerintah

daerah sehingga seringkali masih bergantung pada dana dari pemerintah pusat. Padahal program-

12

Page 13: Csr Achi Karin

program pembangunan yang direncanakan pemerintah sangat banyak mengingat Indonesia masih

merupakan negara yang berkembang dan banyak daerah-daerah di Indonesia yang masih

tertinggal dari daerah-daerah lain yang lebih maju sehingga perlu dilakukan percepatan

pembangunan agar tidak terjadi disparitas wilayah dan sosial. Oleh karena itu, CSR ini bisa jadi

merupakan salah satu solusi yang menguntungkan dan tidak terlalu berisiko sebagai suatu

alternatif sumber pembiayaan dibandingkan alternatif sumber pembiayaan lain. Selain itu, hal ini

juga akan meningkatkan peran serta sektor swasta dalam pembangunan, khususnya

pembangunan wilayah.

Namun, kerjasama pemerintah dan swasta dalam pembiayaan pembangunan dengan

menggunakan dana CSR ini tidak serta merta dilakukan secara sembarangan, tetapi harus

direncanakan dengan tepat serta dilaksanakan secara terpadu dan berkelanjutan agar

pembangunan-pembangunan yang diprogramkan dapat diimplementasikan secara optimal.

Optimalisasi dana CSR untuk pembiayaan pembangunan secara tepat, terpadu, dan berkelanjutan

ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara lain:

1. Mengoordinasikan perusahaan-perusahaan secara terpadu dibawah lembaga

pemerintah

Pemerintah, sebagai fasilitator dan pemegang kebijakan dalam perencanaan dan

pelaksanaan pembangunan (masyarakat luas merupakan subjek/pelaku dalam

pembangunan berdasarkan bottom-up planning), maka pemerintah-lah yang mengetahui

rencana-rencana program pembangunan sehingga pemerintah perlu mengoordinasikan

perusahaan-perusahaan pemberi CSR secara terpadu agar terkoordinir dalam satu atap

sehingga pemanfaatan dana CSR tersebut nantinya bisa maksimal dan tepat sasaran.

2. Memetakan perusahaan-perusahaan pemberi CSR dan mengklusterkannya

berdasarkan dampak yang dihasilkan dari usaha kerjanya

Program-program pembangunan yang direncanakan oleh pemerintah sangat banyak dan

meliputi berbagai aspek, yakni aspek fisik, ekonomi, sosial, politik, maupun hukum

sehingga dana yang dibutuhkan juga sangat besar, apalagi mengingat jumlah penduduk

Indonesia juga banyak dan luas wilayah Indonesia yang sangat luas, maka untuk

melakukan pemerataan pembangunan dana yang dibutuhkan juga akan semakin besar dan

13

Page 14: Csr Achi Karin

tidak sedikit jumlahnya. Oleh karena itu perlu dilakukan pemetaan terhadap perusahaan-

perusahaan pemberi CSR berdasarkan jenis usaha yang dijalankan kemudian diklusterkan

berdasarkan dampak-dampak yang dihasilkan dari proses usaha tersebut. Dengan demikian

maka bentuk tanggung jawab sosial perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan akibat

dampak, keputusan, dan aktivitasnya bisa lebih terarah dan benar-benar betujuan untuk

menciptakan kesejahteraan masyarakat.

3. Merencanakan arahan pembiayaan pembangunan dengan menggunakan dana CSR

berdasarkan pemetaan dan pengklusteran yang telah dilakukan

Jika pemetaan dan pengklusteran perusahaan-perusahaan berdasarkan dampak yang

dihasilkan dari usaha yang dijalankan oleh perusahaan tersebut telah di-list, maka

selanjutnya pemerintah perlu merencanakan arahan kepada perusahaan-perusahaan terkait

pemerataan pembiayaan pembangunan dengan menggunakan dana CSR sehingga nantinya

perusahaan-perusahaan tersebut dapat diarahkan untuk memberikan dana CSR-nya pada

aspek, program, dan kegiatan pembangunan yang akan dilakukan di suatu daerah. Dengan

demikian, maka diharapkan pembangunan di daerah-daerah khususnya di daerah-daerah

tertinggal terutama terkait pembangunan infrastruktur dapat dilakukan merata. Akan tetapi,

data dan informasi terkait perencanaan dan pembiayaan pembangunan yang akan

dilaksanakan serta daerah-daerah tujuan aliran dana CSR harus sudah di-list terlebih

dahulu dengan jelas agar dapat berjalan sukses.

Alternatif sumber pembiayaan pembangunan dengan menggunakan dana CSR ini mungkin

merupakan suatu bentuk kerjasama baru antara pemerintah dengan swasta. Namun, dalam proses

kerjasama ini harus dilakukan atas dasar saling percaya dan tetap menerapkan asas transparency

dan akuntabilitas agar proses kerjasama ini dapat berlangsung kontinu dan segala program

pembangunan dapat berlanjut (sustainable cooperation).

2.2.2 Biaya dan Manfaat dalam Mengelola Lingkungan

Dalam pengelolaan pencemaran lingkungan, para pengambil kebijakan akan

menggunakan sejumlah teknik-teknik valuasi ekonomi untuk menentukan nilai ekonomi dari

suatu barang lingkungan. Dengan memiliki informasi yang lengkap, para pengambil kebijakan 14

Page 15: Csr Achi Karin

dapat memprioritaskan dalam menentukan instrumen ekonomi yang diperlukan untuk

pengendalian pencemaran.

Teknik-teknik yang digunakan sebagai berikut :

1. Teknik berdasarkan pasar.

Teknik ini menggunakan harga pasar aktual sebagai harga yang dianggap mendekati nilai

dari barang dan jasa lingkungan yang dihasilkan oleh kawasan bersih. Prinsip dari

metoda ini adalah dasar penentuan nilai ekonomi kawasan dari hasil produksi dan

kesehatan masyarakat.Lingkungan yang bersih menjamin ketahanan industri-industri

yang bertumpu atassumberdaya alam produktif. Sehingga, jika lingkungan rusak akibat

kegiatan ekonomi maka akanmenyebabkan jumlah produksi menurun.

2. Teknik berdasarkan biaya

Teknik ini menghitung biaya oportunitas dari lingkungan yang bebas pencemaran.

Biaya/kerugian yang dialami oleh masyarakat akibat hilangnya akses pemanfaatan

lingkungan dan biaya yang dikeluarkan untuk mempertahankan barang dan jasa yang

secara alami disumbangkan oleh lingkungan merupakan nilai dari kerusakan lingkungan.

Teknik ini masih dibagi menjadi beberapa cara sebagai berikut:

Biaya kesempatan.

Nilai ekonomi lingkungan bersih dapat diketahui melalui net present value dari

berbagai alternatif penggunaan lahan. Sebagai contoh, dapat diperkirakan nilai

sekarang sebuah hutan alam dengan menghitung manfaat ekonomi yang dapat

dikuantifikasi dan biaya pengelolaannya.

Biaya Pencegahan

Lingkungan yang bersih dapat menghindari kerugian masyarakat. Sebagai contoh,

fungsi keutuhan hutan bagi pengendalian banjir di daerah sekitarnya (Ashari,

Seandainya penebangan hutan dilakukan, maka masyarakat dan pemerintah harus

mengeluarkan biaya penanggulangan banjir. Biaya tersebut merefleksikan nilai

ekonomi hutan tersebut.

Biaya Pengganti.

Lingkungan berfungsi mempertahankan kualitas lahan dan siklus unsur hara. Jika

terjadi penggundulan hutan maka akan meningkatkan erosi tanah dan hilangnya

lapisan anah yang subur yang mengandung banyak unsur hara. Unsur hara tersebut 15

Page 16: Csr Achi Karin

dapat diganti oleh pupuk. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian pupuk

merefleksikan nilai ekonomi dari lingkungan.

3. Teknik biaya perjalanan.

Teknik ini menentukan nilai rekreasi dari kawasan konservasi dengan melihat kesediaan

membayar para pengunjung (Grafton et al., 2004). Teknik ini menunjukkan bahwa nilai

kawasan konservasi bukan hanya dari tiket masuk saja, tapi juga mempertimbangkan

biaya yang dikeluarkan pengunjung menuju lokasi kawasan konservasi dan hilangnya

pendapatan potensial mereka karena waktu yang digunakannya untuk kunjungannya

tersebut.

4. Metoda contingent valuation.

Teknik ini digunakan pada saat tidak ada pasar yang relevan terhadap barang dan jasa

lingkungan. Teknik ini membangun variabel-variabel pasar yang secara langsung

bertanya kepada individu-individu tentang kesediaan mereka membayar terhadap barang

dan jasa lingkungan yang mereka peroleh serta kesediaan mereka menerima kompensasi

jika barang dan jasa lingkungan tersebut tidak dapat mereka manfaatkan lagi (Mourato et

al., 2000).

5. Teknik-teknik ekonometrik

Digunakan untuk memperoleh sebuah fungsi permintaan akan jasa sumberdaya alam dan

lingkungan valuasi dari responden. Studi yang mempergunakan teknik ini membutuhkan

pertanyaan-pertanyaan survei, implementasi dan pengambilan sampel secara hati-hati

supaya mendapatkan penyimpangan yang minimal.

Valuasi ekonomi lingkungan merupakan pekerjaan yang tidak mudah. Namun, ini dapat

dilakukan dengan menggunakan hasil valuasi yang telah dilakukan oleh tim ahli untuk menilai

pencemaran lingkungan yang sejenis. Istilah ini disebut dengan transfer manfaat (Garrod dan

Willis,1999). Cara ini dianggap valid jika digunakan untuk mengambil kebijakan dalam

memberikan kompensasi kepada pihak yang dirugikan, dan memberikan subsidi kepada pihak

yang telah melakukan perbaikan lingkungan (Ready, et al., 2004; Rozan, 2004).

16

Page 17: Csr Achi Karin

2.2.3 Manajemen Berbasis Lingkungan Sebagai Keunggulan Kompetitif

Pakar lingkungan dari Bandung, Otto Soemarwoto, mengajukan enam tolok ukur

pembangunan berkelanjutan baik untuk pemerintah pusat maupun di daerah. Keenam tolok ukur

itu diyakininya akan mampu menjadi kriteria keberhasilan seorang kepala pemerintahan.

Tolok ukur itu meliputi pro dengan bentuk negara kesatuan RI, pro lingkungan hidup, pro

rakyat miskin, pro kesetaraan jender, pro penciptaan lapangan kerja dan harus antikorupsi, kolusi

serta nepotisme.

Kotler dan Lee mengidentifikasi enam pilihan program bagi perusahaan untuk melakukan

inisiatif dan aktivitas yang berkaitan dengan berbagai masalah sosial sekaligus sebagai wujud

komitmen dari tanggung jawab sosial perusahaan. Keenam inisiatif sosial yang bisa dieksekusi

oleh perusahaan adalah:

o Pertama, cause promotions dalam bentuk memberikan kontribusi dana atau

penggalangan dana untuk meningkatkan kesadaran akan masalah-masalah sosial

tertentu seperti, misalnya, bahaya narkotika.

o Kedua, cause-related marketing bentuk kontribusi perusahaan dengan

menyisihkan sepersekian persen dari pendapatan sebagai donasi bagi masalah

sosial tertentu, untuk periode waktu tertentu atau produk tertentu.

o Ketiga, corporate social marketing di sini perusahaan membantu pengembangan

maupun implementasi dari kampanye dengan fokus untuk merubah perilaku

tertentu yang mempunyai pengaruh negatif, seperti misalnya kebiasaan berlalu

lintas yang beradab.

o Keempat, corporate philantrophy adalah inisitiatif perusahaan dengan

memberikan kontribusi langsung kepada suatu aktivitas amal, lebih sering dalam

bentuk donasi ataupun sumbangan tunai.

17

Page 18: Csr Achi Karin

o Kelima, community volunteering dalam aktivitas ini perusahaan memberikan

bantuan dan mendorong karyawan, serta mitra bisnisnya untuk secara sukarela

terlibat dan membantu masyarakat setempat.

o Keenam, socially responsible business practices, ini adalah sebuah inisiatif di

mana perusahaan mengadopsi dan melakukan praktik bisnis tertentu serta

investasi yang ditujukan untuk meningkatkan kualitas komunitas dan melindungi

lingkungan.

18

Page 19: Csr Achi Karin

BAB III

KESIMPULAN

1. Pembangunan berkelanjutan atau sustainable development, diartikan sebagai

pembangunan yang tidak ada henti-hentinya dengan tingkat hidup generasi yang akan

datang tidak boleh lebih buruk atau justru harus lebih baik daripada tingkat generasi

saat ini (Suparmoko, 2000:13). Dari definisi tersebut mencerminkan bahwa

pembangunan yang dilakukan saat ini harus memiliki jaminan bahwa pemanfaatan

sumberdaya alam harus dikelola dengan baik, proyek-proyek pembangunan yang

dilakukan juga sedapat mungkin harus memperhatikan dampaknya terhadap

lingkungan.

2. Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam pengelolaan lingkungan sangatlah

besar sehingga perlu adanya pembatasan yang jelas dalam pengelolaan lingkungan

tersebut.Dan dalam melaksanakan hal tersebut telah diatur beberapa batasan yang

jelas dalam Keputusan Bersama Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Menko

Wasbangpan.

Yang perlu dicermati adalah kewenangan Pemerintah Daerah yang sangat besar

sehingga perlu adanya bentuk pengawasan yang baik yang dilakukan oleh Pemerintah

Pusat sehingga janagn sampai terjadi berbagai kebijakan yang merusak lingkungan

yang terjadi di setiap kabupaten atau kota yang ada di Indonesia. Pemerintah Pusat

harus aktif dalam melakukan pengawasan sehingga pembangunan yang berwawasan

lingkungan dapat dijalankan dengan baik oleh Pemerintah Indonesia baik oleh

Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah

19

Page 20: Csr Achi Karin

DAFTAR PUSTAKA

www.csrindonesia.com

www.wikipedia.org/wiki/corporate_social_responsibility

pusham.uii.ac.id/id_edi_s.

www.formulabisnis.com

businessenvironment.wordpress.com

20

Page 21: Csr Achi Karin

21