Crs Mata Dila

68
BAB I LAPORAN KASUS I. IDENTIFIKASI Nama : Tn Ak Umur : 75 tahun Jenis Kelamin : Laki laki Agama : Islam Pekerjaan : Pensiun PNS Pendidikan : SPK Status : Duda Alamat : Kampung laut II. ANAMNESIS (Autoanamnesis): 17 Maret 2015 2.1 Keluhan Utama Os mengeluh penglihatan mata kanan mulai kabur sejak 3 bulan yang lalu dan mata kiri mulai kabur sejak 3 tahun yang lalu 2.2 Keluhan tambahan : - Os mengeluh nyeri pada wajah kanan yang hilang timbul sejak 3 bulan yang lalu 1

description

mata.

Transcript of Crs Mata Dila

Page 1: Crs Mata Dila

BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTIFIKASI

Nama : Tn Ak

Umur : 75 tahun

Jenis Kelamin : Laki laki

Agama : Islam

Pekerjaan : Pensiun PNS

Pendidikan : SPK

Status : Duda

Alamat : Kampung laut

II. ANAMNESIS (Autoanamnesis): 17 Maret 2015

2.1 Keluhan Utama

Os mengeluh penglihatan mata kanan mulai kabur sejak 3 bulan yang lalu

dan mata kiri mulai kabur sejak 3 tahun yang lalu

2.2 Keluhan tambahan :

- Os mengeluh nyeri pada wajah kanan yang hilang timbul sejak 3

bulan yang lalu

1

Page 2: Crs Mata Dila

2.3 Riwayat Perjalanan Penyakit

Riwayat Penyakit Dahulu

± 3 tahun yang lalu, penglihatan mata kiri pasien mulai terasa kabur dan

tidak jelas. Kabur yang dirasakan saat melihat jauh dan dekat. Kabur

yang dirasakan bertambah lama bertambah kabur. mata juga silau saat

melihat cahaya pada siang hari.

Pasien merasa seperti melihat ada asap atau berkabut. Mata merah (-),

gatal pada mata (-), kotoran mata (-), melihat pelangi (-). Keadaan ini

sangat mengganggu aktivitas sehari-hari pasien, kemudian pasien

berobat ke dokter dan diberi kacamata. Pasien merasakan keluhan kabur

berkurang saat memakai kaca mata, lalu pasien tidak kontrol ulang. Saat

itu mata kanan os tidak ada keluhan

± 3 bulan yang lalu, pasien mulai merasa pandangan terasa kabur dan

keluhan tersebut pada kedua mata. Mata sebelah kanan os mulai terasa

kabur tetapi makin memberat pada mata sebelah kiri. Kabur yang

dirasakan saat melihat jauh dekat. Pasien juga merasa seperti melihat

kabut, merasa silau saat siang hari , gatal pada mata (-), kotoran mata (-),

nyeri (-), melihat pelangi (-) sehingga aktivitasnya sehari hari sangat

terganggu, lalu pasien berobat ke RSUD Rd Mattaher Jambi.

Pasien juga datang dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan

sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri hilang timbul. 3 bulan yang lalu os

mengaku berobat kedokter dan didiagnosa herpes zoster. Tapi os tidak

rutin minum obat dan tidak kontrol ulang.

Riwayat Penyakit yang lalu:

- Riwayat herpes zoster oftalmika 3 bulan yang lalu

- Riwayat Hipertensi (-)

- Riwayat penyakit Diabetes Mellitus (-)

2

Page 3: Crs Mata Dila

2.4 Riwayat Penyakit dalam Keluarga

Riwayat keluarga yang menderita penyakit seperti pasien (+)

Riwayat keluarga hipertensi dan diabetes mellitus (-)

2.5 Riwayat Gizi : Baik

2.6 Keadaan Sosial Ekonomi : Menengah

III. PEMERIKSAAN FISIK

3.1 Status Generalis

Keadaan umum : tampak baik

Kesadaran : kompos mentis

TB / BB : 165 cm / 57 kg

Tekanan darah : 110/70 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Respiratory rate : 20 x/menit

Suhu : afebris

3.2 Penyakit Sistemik

Trac. Respiratorius : Tidak ada keluhan

Trac. Digestivus : Tidak ada keluhan

Kardiovaskuler : Tidak ada keluhan

Endokrin : Tidak ada keluhan

Neurologi : Tidak ada keluhan

THT : Tidak ada keluhan

Kulit : nyeri pada daerah bekas penyembuhan herpes

zoster, pada wajah sebelah kanan.

3

Page 4: Crs Mata Dila

3.3 Status Oftalmologikus

Pemeriksaan eksternal

OD OS

Visus Dasar 1/60 2/60

TIO : Digital TIDAK DILAKUKAN TIDAK DILAKUKAN

Kedudukan bola mata

Ortoforia Ortoforia

Pergerakan bola mata

Duksi : baik

Versi : baik

Duksi : baik

Versi : baik

Keruh sebagian keruh sebagian

Silia Trichiasis (-) Trichiasis (-)

Palpebra Superior Hiperemis (-), edema (-) Hiperemis (-), edema (-)

4

Page 5: Crs Mata Dila

Palpebra Inferior

Hiperemis (-), edema (-)

Hiperemis (-), edema (-)

Konjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-),

lytiasis (-).

Papil (-), folikel (-),

lythiasis (-)

Konjungtiva Bulbi Injeksi (-), hiperemis (-) Injeksi (-),hiperemis (-)

Kornea Jernih, infiltrat (-) Jernih, infiltrat (-)

Bilik Mata Depan Sedang,hipema(-)

hipopion (-)

Sedang,hipema(-)

hipopion (-)

Iris Kripta iris normal Kripta iris normal

Pupil

Diameter

Reflek cahaya

Bulat, Isokor

3 mm

+

Bulat, Isokor

3 mm

+

Lensa Keruh sebagian Keruh sebagian

Pemeriksaan Slit Lamp

Silia Trikiasis (-) Trikiasis (-)

Conjungtiva tarsus Papil (-), folikel (-). Papil (-), folikel (-)

Conjungtiva bulbi Injeksi (-), hiperemis (-) Injeksi (-), hiperemis (-)

Kornea Jernih, infiltrat (-) Jernih, infiltrat (-)

Bilik mata depan Sedang,hipema(-) Sedang,hipema(-)

5

Page 6: Crs Mata Dila

hipopion (-) hipopion (-)

Iris Kripta iris normal Kripta iris normal

Lensa Keruh sebagian, iris

shadow test (+)

Keruh sebagian, iris

shadow test (+)

TONOMETRI

DIGITAL

TIDAK DILAKUKAN

TONOMETRI

SCHIOTZ

TIDAK DILAKUKAN

VISUAL FIELD TIDAK DILAKUKAN

FUNDUSKOPI TIDAK DILAKUKAN

IV. RESUME

Seorang laki laki 75 tahun, datang dengan keluhan penglihatan mata kanan

mulai kabur sejak 3 bulan yang lalu dan mata kiri mulai kabur sejak 3 tahun

yang lalu. kabur yang dirasakan saat melihat jauh dan dekat, silau saat melihat

cahaya pada siang hari (+), melihat asap atau berkabut (+). Mata merah (-),

gatal pada mata (-), kotoran mata (-), melihat pelangi (-). Pasien juga datang

dengan keluhan nyeri pada wajah sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri

hilang timbul. 3 bulan yang lalu os mengaku berobat kedokter dan didiagnosa

herpes zoster. Tapi os tidak rutin minum obat dan tidak kontrol ulang. Riwayat

DM dan HT tidak ada.

6

Page 7: Crs Mata Dila

Pada pemeriksaan fisik, secara umum tampak baik, dan status optalmologikus

ditemui mata kanan : Visus 1/60, dengan lensa keruh sebagian, iris shadow (+),

dan mata kiri : Visus 2/60, lensa keruh sebagian dan iris shadow (+). Pada kulit

wajah, tampak daerah bekas penyembuhan herpes zoster yang masih

menimbulkan nyeri

V. DIAGNOSIS KERJA

Katarak sinilis imatur ODS+ post herpes zoster oftalmika

VI. PENATALAKSANAAN

Anjuran Operasi Katarak SICS dan pemasangan IOL

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : bonam

Quo ad functionam : dubia ad bonam

7

Page 8: Crs Mata Dila

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.1 Anatomi Lensa

Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan

hampir transparan sempurna. Tebalnya sekitar 4 mm dan diameternya 9 mm.

Ketebalan lensa bervariasi tergantung pada proses akomodasi. Berat lensa

bervariasi dari 135 mg (0-9 tahun) sampai 255 mg (usia 40-60 tahun). Lensa

memiliki dua permukaan yaitu permukaan anterior dan permukaan posterior.

Permukaan lensa bagian posterior lebih melengkung dibandingkan anterior.

Kedua pemukaan ini bertemu pada tepi lensa yang disebut ekuator.Posisi lensa

tepat di sebelah posterior iris dan disangga oleh serat-serat zonula yang berasal

dari korpus siliaris. Di sebelah anterior lensa terdapat akuous humor, di sebelah

posteriornya terdapat vitreus.1-5

8

Page 9: Crs Mata Dila

Struktur lensa terdiri dari:

1. Kapsul

Kapsul lensa adalah suatu membran semipermeabel (sedikit lebih

permeabel daripada dinding kapiler) yang akan memperbolehkan air

dan elektrolit masuk. Kapsul ini merupakan suatu membran basal

transparan dan elastis yang terutama terdiri atas kolagen tipe IV dan

glikoprotein. Kapsul anterior berasal dari epitel, sedangkan kapsul

posterior berasal dari perpanjangan serat sel lensa. Kapsul pada

ekuator lebih tebal dibandingkan sentral dan lebih tebal pada anterior

(8–14 μm, meningkat dengan bertambahnya usia) dibandingkan

posterior (2-3 μm).1,3,5,6

2. Epitel subkapsuler

Di bawah kapsul anterior lensa terdapat selapis sel epitel. Tidak

terdapat epitel lensa di bagian posterior. Epitel subkapsular terdiri atas

selapis sel kuboid dan menjadi kolumnar di daerah ekuator. Lensa

akan terus bertambah besar dan tumbuh seumur hidup dengan

terbentuknya serat lensa baru dari sel-sel epitel yang terdapat di daerah

ekuator lensa. Perubahan morfologi terjadi ketika sel epitel

memanjang untuk membentuk serat lensa. Perubahan ini berhubungan

dengan peningkatan massa protein seluler pada membran setiap serat

sel. Pada saat yang sama, sel akan kehilangan organela, termasuk inti

sel, mitokondria dan ribosom.3,4,6,7

3. Nukleus dan korteks

Epitel subkapsuler lensa akan membentuk serat lensa terus menerus.

Pembentukkan serat lensa yang terus-menerus mengakibatkan

memadatnya serat lensa di bagian sentral lensa sehingga membentuk

9

Page 10: Crs Mata Dila

nukleus lensa. Dibagian luar nukleus ini terdapat serat lensa yang lebih

muda yang disebut sebagai korteks lensa. Korteks yang terletak di

sebelah depan nukleus lensa disebut sebagai korteks anterior, sedang

di belakangnya korteks posterior. Dengan bertambahnya umur,

nukleus makin membesar sedangkan korteks makin menipis, sehingga

akhirnya seluruh lensa mempunyai konsistensi nukleus.Serat lensa

dihasilkan seumur hidup, namun kecepatan produksinya makin lama

makin berkurang.6,7

Lensa ditahan ditempatnya oleh ligamentum suspensorium yang dikenal

sebagai zonula (zonula Zinnii), yang tersusun atas banyak fibril; fibril-fibril ini

berasal dari permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.8

2.1.2 Fisiologi lensa

Selama hidup, sel epitel lensa pada ekuator akan terus membelah dan

berkembang menjadi serat lensa, menghasilkan pertumbuhan lanjut dari lensa.

Area lensa dengan tingkat metabolisme paling tinggi adalah epitelium. Oksigen

dan protein yang akan digunakan untuk sintesis protein serta transpor aktif

elektrolit, karbohidrat, dan asam amino disediakan oleh epitelium lensa. Energi

kimia ini dibutuhkan untuk memelihara pertumbuhan sel dan transparansi lensa.

Karena lensa bersifat avaskular, akuous humor berfungsi sebagai sumber nutrisi

dan mengeluarkan produksisa metabolik. Namun, hanya bagian anterior lensa

saja yang dibasahi oleh akuous humor.8

Lensa memiliki pH 6,9, suhu relatif rendah dan relatif hipoksia.Korteks

lensa lebihterhidrasi daripada nukleus lensa. Kadar natrium di dalam lensa sekitar

20 mM, dan kadar kalium sekitar 120 mM. Kadar natrium dan kalium di sekitar

akuoushumor dan vitreous humor sedikit berbeda: natrium lebih tinggi, sekitar

150 mM, sedangkan kalium sekitar 5 mM.8

Faktor-faktor yang berperan penting dalam menjaga kejernihan dan

tranparasi lensa adalah avaskularisasi, susunan protein lensa, karakter

10

Page 11: Crs Mata Dila

semipermeabel kapsul lensa dan mekanisme pompa membran serat lensa yang

mengatur keseimbangan air dan elektrolit pada lensa.4

Walaupun terjadi fosfolirasi oksidatif di epiltel lensa, kebanyakan

produksi energi dengan proses anaerob (melalui glikolisis, jalur pentose-fosfat

dan HMP (hexose monophosphate) shunt. Glukosa dikonversi menjadi glukosa-

6-fosfat dan sedikit sorbitol.1

Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein

(kandungan proteinnya lebih tinggi di antara jaringan-jaringan tubuh) dan jumlah

ini sedikit berubah dengan bertambahnya usia. Selain itu, terdapat sedikit mineral

seperti yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan kalium lebih tinggi

di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat dan glutation

terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Karena lensa bersifat

avaskular dan tidak mempunyai persarafan, nutrisi lensa didapat melalui difusi

dari akuous humor. Metabolisme lensa terutama bersifat anaerob akibat

rendahnya kadar oksigen teralut di dalam akuous humor.2,8

2.2.1 Definisi katarak

Katarak berasal dari bahasa Yunani Katarrhakies, Inggris Cataract, dan

latin cataracta yang berarti air terjun. Dalam bahasa Indonesia disebut bular

dimana penglihatan seperti tertutup air terjun akibat lensa keruh. Katarak adalah

setiap kekeruhan atau berkurangnya tranparasi pada lensa. Normalnya lensa

akan mengkonvergensikan cahaya yang masuk. Kekeruhan pada lensa akan

menyebarkan ataupun menghambat cahaya. Jika kekeruhan sedikit dan letaknya

di perifer, ini hanya sedikit ataupun tidak akan mempengaruhi penglihatan.2-4,6

11

Page 12: Crs Mata Dila

2.2.2 Patogenesis Katarak9

Patogenesis katarak belum sepenuhnya dimengerti. Walaupun

demikian, pada lensa katarak secara karakteristik terdapat agregat-agregat

protein yang menghamburkan berkas cahaya dan mengurangi transparansinya.

Perubahan protein lainnya akan mengakibatkan perubahan warna lensa

menjadi kuning atau coklat. Temuan tambahan mungkin berupa vesikel

diantara serat-serat lensa atau migrasi sel epitel dan pembesaran sel-sel epitel

yang menyimpang. Sejumlah faktor yang diduga berperan dalam terbentuknya

katarak antara lain kerusakan oksidatif ( dari proses radikal bebas, sinar UV

dan malnutrisi).

Hingga kini belum ditemukan pengobatan yang memperlambat atau

membalikkan perubahan perubahan kimiawi yang mendasari pembentukan

katarak.

2.2.3 Faktor resiko katarak

a. Umur

b. Jenis kelamin

c. Pekerjaan

12

Page 13: Crs Mata Dila

d. Merokok

e. Penyakit diabetes mellitus

f. Trauma mata

g. Obat-obatan

h. Kortikosteroid

2.2.4 Klasifikasi katarak

Berdasarkan Nana Wijaya, katarak diklasifikasikan menjadi:5

1. Katarak developmental/katarak kongenital

2. Katarak degeneratif

1. Katarak kongenital

Katarak developmental adalah kekeruhan pada lensa yang timbul saat

lensa dibentuk. Ini terjadi karena beberapa gangguan dalam pertumbuhan

normal lensa. ini merupakan kelainan kongenital. Pada katarak kongenital

terjadi kekeruhan hanya terbatas pada nukleus fetal atau embrionik.Katarak

developmental terjadi dari bayi sampai renaja. Oleh karena itu kekeruhan

dapat terjadi pada nukleus infantil sampai dewasa.4,8

Bentuk katarak kongenital yang dapat terlihat memberikan kesan kepada

kita perkembangan embriogenik lensa disertai saat terjadinya gangguan

perkembangan lensa. Katarak kongenital tersebut dapat dalam bentuk:

a. Arteri hialoidea yang persisten

b. katarak polaris anterior

c. katarak polaris posterior

d. katarak aksialis

e. katarak zonularis

f. katarak stelata

g. katarak totalis

h. katarak kongenital membranasea

13

Page 14: Crs Mata Dila

Tindakan pengobatan katarak kongenital adalah operasi. Bila kekeruhan

lensa sudah demikian berat sehingga fundus bayi sudah tidak dapat dilihat

pada funduskopi maka untuk mencegah ambliopia dilakukan pembedahan

secepatnya. Katarak kongenital sudah dapat dilakukan pembedahan pada usia

2 bulan pada satu mata.6,9

2. Katarak Degeneratif3

Katarak degeneratif dibedakan menjadi katarak primer dan katarak

komplikata

1. Katarak Primer

a. Katarak juvenile : katarak yang terjadi kurang dari 20 tahun

Katarak Juvenille merupakan katarak yang terjadi pada anak- anak

sesudah lahir yaitu kekeruhan lensa yang terjadi pada saat masih

perkembangan serat-serat lensa sehingga biasanya konsistensinya lembek

seperti bubur dan disebut sebagai soft katarak.

Katarak juvenille biasanya merupakan lanjutan dari katarak

kongenital. Katarak juvenil biasanya merupakan penyulit dari penyakit

sistemik atau penyakit metabolik lainnya seperti :

1. Katarak metabolik : diabetik, galaktosemik, defisiensi gizi,

penyakit Wilson.

2. Penyakit otot : distrofi miotonik.

3. Katarak traumatik

Seperti yang telah disinggung sebelumnya, katarak traumatik

terjadi akibat adanya konstusi terhadap bola mata atau paparan

radiasi infra merah yang berulang dalam waktu yang lama. Katarak

ini sering terjadi berhubungan dengan pekerjaan dan bagian dari

kecelakaan olahraga. Insidennya lebih sering terjadi pada pria

dibanding wanita.

14

Page 15: Crs Mata Dila

4. Katarak komplikata : kongenital dan herediter, degeneratif, toksik,

radiasi.

Katarak juvenille yang terlihat setelah usia 1 tahun dapat terjadi

karena:

Lanjutan katarak kongenital yang makin nyata

Penyulit penyakit lain, katarak komplikata yang terjadi akibat :

- Penyakit lokal pada satu mata, seperti uveitis anterior, glaukoma, ablatio

retrina, miopia tinggi, ptosis bulbi yang mengenai satu mata.

Biasanya katarak juvenille ini merupakan katarak yang dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor. Tindakan bedah pada katarak juvenille dilakukan pada :

1. Monokular katarak, yaitu bila memerlukan pekerjaan dengan binokular,

katarak telah total dan kosmetik sangat terganggu.

2. Binokular katarak yaitu bila mengganggu pekerjaan sehari-hari

b. Katarak presenilis : katarak yang terjadi sampai umur 50 tahun

c. Katarak senilis : katarak yang terjadi pada umur lebih dari 50 tahun

Penyebab katarak sinilis belum diketahui secara pasti. Diduga terjadi

karena:

1. Proses nukleus

15

Page 16: Crs Mata Dila

Oleh karena serabut serabut saraf yang terbentuk lebih dahulu selalu

terdorong ke arah tengah, maka serabut serabut lensa bagian tengah

menjadi lebih padat (nukleus) mengalami dehidrasi, penimbunan ion

kalsium dan sklerosis. Pada nukleus ini kemudian terjadi penimbunan

pigmen. Pada keadaan ini lensa menjadi lebih hipermetropi. Lama

kelamaan nukleus lensa yang pada mulanya bewarna putih, menjadi

kekuning kuningan, lalu menjadi coklat kemudian menjadi kehitam

hitaman. Karna itulah dinamakan katarak brunesen atau katarak nigra.

2. Proses pada korteks

Timbulnya celah celah diantara serabut serabut lensa yang berisi air

dan penimbunan kalsium sehingga lensa menjadi lebih tebal, lebih

cembung, dan membengkak, menjadi lebih miopi.

Berhubung adanya perubahan refraksi ke arah miopia pada katarak

kortikal, penderita seolah olah mendapat kekuatan baru untuk melihat

dekat pada usia yang bertambah.

Pada perjalanan katarak, dapat terjadi penyulit, yang tersering adalah

glaukoma yang terjadi karena:

a. Fakotipik.

Berdasarkan kedudukan lensa. Oleh karna proses intumesensi, iris

terdorong kedepan, sudut coa dangkal, aliran coa tak lancar sedangkan

produksi terus berlangsung, sehingga tekanan intraokular meninggi

dan menimbulkan glaukoma.

b. Fakolitik

- Lensa yang keruh, jika kapsulnya menjadi rusak, substansi lensa

yang keluar akan diresorbsi oleh serbukan fagosit atau makrofag

yang banyak di coa, serbukan ini sedemikian banyaknya sehingga

dapat menyumbat sudut coa dan menyebabkan glaukoma

- Penyumbatan dapat terjadi pula oleh karena susbtansi lensa sendiri.

16

Page 17: Crs Mata Dila

c. Fakotoksik

Substansi lensa merupakan zat toksik bagi mata. Dapat menyebabkan

uveitis kemudian glaukoma

Katarak primer secara klinik dikenal dalam 4 stadium yaitu insipien,

imatur, matur dan hipermatur5,6,9

1. Katarak insipien

Stadium paling awal, belum menimbulkan gangguan visus. Dengan

koreksi, visus masih 5/5 atau 6/6. Kekeruhan terutama pada bagian perifer,

berupa bercak-bercak seperti baji yang membentuk gerigi dengan dasar di

perifer dan daerah jernih diantaranya.

2. Katarak imatur

Terjadi kekeruhan yang lebih tebal tetapi tidak atau belum mengenai

seluruh lensa sehingga masih terdapat bagian-bagian yang jernih pada

lensa. Pada katarak imatur akan dapat bertambah volume lensa akibat

meningkatnya tekanan osmotik bahan lensa yang degeneratif.

Pada keadaan lensa mencembung akan dapat menimbulkan hambatan

pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder. Shadow test (+)

3. Katarak matur

Pada katarak matur kekeruhan telah mengenai seluruh masa lensa.

Kekeruhan ini akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak

imatur atau intumesen tidak dikeluarkan maka cairan lensa akan keluar,

sehingga lensa kembali pada ukuran yang normal. Akan terjadi kekeruhan

lensa yang bila lama akan mengakibatkan kalsifikasi lensa. Bila dilakukan

uji bayangan iris akan terlihat negatif.

4. Katarak hipermatur

17

Page 18: Crs Mata Dila

Merupakan proses degenerasi lanjut lensa sehingga korteks lensa mencair

dan dapat keluar melalui kapsul lensa sehingga lensa menjadi mengkerut

dan berwarna kuning. Akibat pengeriputan lensa dan mencairnya korteks,

nukleus lensa tenggelam ke arah bawah (katarak Morgagni). Akibat masa

lensa yang keluar melalui kapsul lensa dapat menimbulkan penyulit

berupa uveitis fakotoksik atau galukoma fakolitik.

Tabel 2.1 Perbedaan stadium katarak senilis

Insipient Imatur Matur Hipermatur

Kekeruhan lensaCairan lensa

IrisBilik mata depanSudut bilik mataShadow testPenyulit

RinganNormal

NormalNormalNormalNegatif-

SebagianBertambah (air masuk)

TerdorongDangkalSempitPositifGlaucoma

SeluruhNormal

NormalNormalNormalNegatif-

MassifBerkurang (air + masa lensa keluar)Tremulans DalamTerbukaPseudoposUveitis + glaucoma

2.2.5 Manifestasi Klinis10

Anamnesis

Anamnesis yang cermat penting dalam menentukan progresi dan fungsional

penglihatan akibat katarak dan juga dalam mengidentifikasi penyebab lain

kekeruhan pada lensa.

18

Page 19: Crs Mata Dila

Penurunan tajam penglihatan

Penurunan tajam penglihatan merupakan keluhan yang paling umum pada

pasien dengan katarak. Keluhan penglihatan berasap dan tajam penglihatan

yang menurun secara progresif. Bila kekeruhan lensa tipis, kemunduran

visus sedikit atau sebaliknya. Jika kekeruhan terletak di equator, penderita

tidak akan mengalami keluhan penglihatan.

Glare

Keluhan ini berupa menurunnya sensitifitas kontras pada cahaya yang

terang atau silau pada siang hari atau pada arah datangnya sinar pada

malam hari. Gangguan ini muncul utamanya pada pasien dengan katarak

subcapsular posterior dan pada pasien dengan katarak kortikal.

Myopic shift

Progresi katarak seringkali meningkatkan kekuatan dipotrik lensa

menyebabkan terjadinya myopic atau myopic shift derajat ringan maupun

sedang. Akibatnya, ada pasien presbiobic melaporkan peningkatan jarak

dekat dan tidak membutuhkan kacamata baca saat mereka mengalami hal

yang disebut second sight. Namun munculnya sementara saat kualitas lensa

mengalami gangguan makan second sight tersebut akan hilang.

Myopic shift dan second sight tidak terjadi pada katarak kortikal dan

katarak subkapsular posterior.

Monocular diplopia

Penderita melihat dua bayangan yang disebabkan refraksi dari lensa

sehingga benda benda yang dilihat penderita akan dilihat silau

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan mata lengkap dimulai dari pemeriksaan tajam penglihatan.

Pemeriksaan dengan slit lamp juga penting selain untuk memeriksa

kekeruhan lensa juga untuk pemeriksaan mata lainnya ( konjungtiva,

kornea, iris, kamera anterior). Selain itu pemeriksaan oftalmoskop direk

19

Page 20: Crs Mata Dila

dan indirek penting untuk mengevaluasi posterior mata sehingga dapat

diketahui prognosis setelah ekstraksi lensa.

2.2.6 Penatalaksanaan11

1. Pengobatan Preoperatif

- Antibiotik topical

- Preparasi pada mata sebelum operasi dilakukan

- Informed consent

- Menurunkan tekanan bola mata (TIO)

- Menjaga agar pupil tetap berdilatasi

2. Teknik anestesi yang digunakan:

1. Lokal

Pada Operasi katarak teknik anestesi yang umumnya digunakan adalah

anestesi `lokal. Adapun anestesi lokal dilakukan dengan teknik:

a. Topikal anestesi

b. Sub konjungtiva ( sering digunakan ) obat anestesi yang dipakai Lidokain

+ Markain (1:1)

c. Retrobulbaer

d. Parabulbaer

2. Umum

Anestesi umum digunakan pada pasien yang tidak kooperatif, bayi dan anak.

Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari

bertahun- tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode

yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan

evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material, dan bahan

implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah

lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract

ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga

20

Page 21: Crs Mata Dila

prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE,

dan phacoemulsifikasi.

Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)

Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.

Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan

dari mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Oleh karena itu, zonule atau

ligamen hialoidea yang telah berdegenasi dan lemah adalah salah satu dari indikasi

dari metode ini. Sekarang metode ini hanya dilakukan hanya pada keadaan lensa

subluksatio dan dislokasi. Pada ICCE tidak akan terjadi katarak sekunder dan

merupakan tindakan pembedahan yang sangat lama populer. Dapat dilakukan di

tempat dengan fasilitas bedah mikroskopis yang terbatas, pada kasus-kasus yang

tidak stabil seperti intumescent, hipermatur, dan katarak luksasi, jika zonular tidak

berhasil dimanipulasi untuk mengeluarkan nukleus dan korteks lensa melalui

prosedur ECCE.

Pembedahan Katarak dengan Metode ICCE

Kontraindikasi:

21

Page 22: Crs Mata Dila

Kontraindikasi absolut pada katarak anak dan dewasa muda dan kasus ruptur

kapsula traumatic. Sedangkan kontraindikasi relatif pada high myopia, marfan

syndrome, katarak morgagni, dan adanya vitreous di bilik mata depan.

Komplikasi:

Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini astigmatisme, glukoma, uveitis,

endoftalmitis, dan perdarahan.

Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)

Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi lensa

dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan

kortek lensa dapat keluar melalui robekan meninggalkan kapsul posterior yang

masih intak. ECCE melalui ekspesi nukleus prosedur utama pada operasi katarak.

Pelaksanaan prosedur ini tergantung dari ketersediaan alat, kemamppuan ahli

bedah dan densitas nukleus. Pada saat ini hampir semua kasus untuk katarak

dilakukan pembedahan dengan teknik ini kecuali jika ada kontraindikasi.9

Pembedahan ini dilakukan pada pasien katarak muda, pasien dengan kelainan

endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi lensa intra ocular posterior,

perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular, kemungkinan akan dilakukan

bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk terjadinya prolaps badan kaca,

mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca, sebelumnya mata mengalami

ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema, pasca bedah ablasi, untuk

mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan katarak seperti prolaps

badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat

terjadinya katarak sekunder. Kontraindikasi yaitu adanya subluksasi dan dislokasi

dari lensa. Prosedur ECCE memerlukan keutuhan dari zonular untuk pengeluaran

22

Page 23: Crs Mata Dila

nukleus dan materi kortikal lainnya. Oleh karena itu, ketika zonular tidak utuh

pelaksanaan prosedur yang aman melalui ekstrakapsular harus dipikirkan lagi.

Metode dengan ECCE

Keuntungan ECCE dibandingkan dengan ICCE:

1. ECCE dapat dilakukan pada penderita di semua usia kecuali jika zonule tidak

intak, sedangkan pada ICCE tidak dapat dilakukan pada penderita usia di

bawah 40 tahun.

2. Pada ECCE dapat dilakukan implantasi IOL sedangkan pada ICCE tidak dapat

dilakukan

3. Komplikasi postoperative yang berhubungan dengan vitreous (herniasi pada

bilik mata depan, papillary blok, vitreous touch syndrome) hanya dapat terjadi

pada ICCE, sedangkan pada ECCE komplikasi tersebut tidak dapat terjadi.

4. Insidens untuk komplikasi seperti endoftalmitis, cystoid macular edema, dan

ablasi retina lebih kecil pada ECCE dibandingkan dengan teknik ICCE

5. Kemungkinan astigmatisme postoperative lebih kecil pada ECCE

dibandingkan dengan ICCE karena insisi yang dilakukan lebih kecil

23

Page 24: Crs Mata Dila

Keuntungan ICCE dibandingkan dengan ECCE:

1. Teknik ICCE lebih simple, mudah dilakukan, lebih murah dan tidak

memerlukan alat yang canggih.

2. Komplikasi kekeruhan lensa posterior pasca operasi sangat mungkin terjadi

pada proses ECCE, tidak dengan teknik ICCE

3. ICCE membutuhkan waktu yang relatif singkat, cocok untuk operasi massal

Ada 3 macam tipe dari ECCE:

Phakoemulsifikasi

Prosedur ekstrakapsular dengan mengemulsifikasi nukleus lensa menggunakan

gelombang ultrasonic (40.000 MHz) kemudian diaspirasi. Pada tehnik ini

diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea. Getaran ultrasonic

akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin PHACO akan

menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa Intra

Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang

kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang

memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-

hari.10 Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan

kebanyakan katarak senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat,

dan keuntungan incisi limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan

lensa intraokuler, meskipun sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular

fleksibel yang dapat dimasukkan melalui incisi kecil seperti itu.

24

Page 25: Crs Mata Dila

SICS

Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik

pembedahan kecil. Di negara yang berkembang, teknik ini lebih dipilih karena

biaya yang lebih murah, teknik yang lebih mudah dipelajari, lebih aman untuk

dilakukan dan mempunyai aplikasi yang lebih luas. Sesudah ekstraksi katarak

mata tak mempunyai lensa lagi yang disebut afakia. Tanda-tandanya adalah bilik

mata depan dalam, iris tremulans dan pupil hitam. Pada (pseudofakia)

Menggunakan lensa kontak

Menggunakan kacamata afakia, kacamata ini tebal, berat, dan tidak nyaman.

Kacamata untuk penglihatan jauh dan dekat sebaiknya diberikan dalam dua

kacamata untuk menghindarkan aberasi sferis dan aberasi khromatis.

25

Page 26: Crs Mata Dila

Kelebihan Conventional ECCE dibandingkan SICS:

Teknik yang lebih simple yang dapat dipelajari dalam waktu yang relatif lebih

singkat

Kekurangan Conventional ECCE dibandingkan SICS:

Insisi yang panjang (10-12mm)

Jahitan yang dibutuhkan banyak

Membutuhkan tindakan lepas jahitan yang rentan terhadap infeksi

Iritasi dan abses pada suture postoperasi

Insiden yang cukup tinggi untuk astigmatisme pasca operasi

26

Page 27: Crs Mata Dila

Prolaps iris, bilik mata depan menjadi dangkal, kebocoran jahitan dapat terjadi

Prolaps vitreous, operative hard eye, dan expulsive choroidal hemorrage dapat

terjadi

Keuntungan SICS dibandingkan dengan phacoemulsifikasi

Dapat dilakukan pada semua jenis katarak, termasuk hard cataract grade IV

dan V

Prosedur yang lebih mudah untuk dipelajari dibandingkan dengan teknik

phacoemulsifikasi

Keuntungan yang paling signifikan dari SICS adalah tidak bergantung pada

mesin dan dapat dilakukan di mana saja

Komplikasi postoperasi lebih jarang

Waktu operasi yang dibutuhkan relatif lebih singkat

Biaya yang dibutuhkan lebih murah

Kekurangan SICS dibandingkan dengan phacoemulsifikasi

Injeksi konjungtiva selama 5-7 hari pada tempat dilakukannya pembedahan

Nyeri tekan yang ringan karena adanya insisi pada sclera

Terkadang postoperative hyphema dapat terjadi

Astigmatisma post operasi lebih mungkin terjadi karena insisi SICS (6mm)

lebih besar dibandingkan dengan phakoemulsifikasi.

Pemasangan Lensa Tanam (IOL)

27

Page 28: Crs Mata Dila

Merupakan pilihan utama untuk kasus aphakia. Bahan dasar IOL yang dipakai sampai

saat ini yaitu polymethylmethacrylate (PMMA). Ada beberapa tipe dari IOL

berdasarkan metode fiksasinya di mata:

1. Anterior Chamber IOL

Lensa jenis ini berada di depan iris dan disuport oleh anterior chamber. ACIOL ini

dapat ditanam setelah proses ICCE dan ECCE. Jenis ini jarang dipakai karena

mempunyai resiko tinggi terjadinya bullous Keratopathy.

2. Iris-Supported lenses

Lensa difiksasi di iris dengan bantuan jahitan. Lensa jenis ini juga telah jarang

dipakai karena mempunya insidens yang tinggi terjadinya komplikasi post operatif

28

Page 29: Crs Mata Dila

3. Posterior chamber lenses

PCIOL ini terletak di bagian belakang iris yang disuport oleh sulkus siliar atau

oleh capsular bag. Ada 3 jenis dari PCIOL yang sering dipakai:

o Rigid IOL

Terbuat secara keseluruhan dari PMMA

o Foldable IOL

Dipakai untuk penanaman melalui insisi yang kecil(3,2mm) setelah tindakan

phacoemulsifikasi dan terbuat dari silikom, akrilik, hydrogel dan collaner

o Rollable IOL

IOL yang paling tipis dan biasa dipakai setelah mikro insisi pada phakonit teknik,

terbuat dari hydrogel.

Indikasi pemasangan IOL:

Sebaliknya pemasangan IOL dilakukan pada setiap operasi katarak, kecuali ada

kontraindikasinya.

Pseudophakia

Adalah keadaan aphakia ketika sudah dipasang lensa tanam (IOL). Keadaan setelah

pemasangan lensa tanam:

Emmetropia

Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam tepat. Pasien yang demikian hanya

membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan dekat saja

Consecutive Myopia

29

Page 30: Crs Mata Dila

Keadaan di mana kekuatan lensa yang ditanam overkoreksi. Pasien yang demikian

membutuhkan kacamata untuk menangani myopia dan juga membutuhkan

kacamata plus untuk penglihatan dekatnya

Consecutive Hypermetropia

Keadaan dimana kekuatan lensa yang ditanam underkoreksi sehingga

membutuhkan kacamata plus untuk penglihatan jauhnya dan tambahan +2D dan

+3D untuk penglihatan dekatnya.

Tanda-tanda pseudophakia:

o Surgical scar, biasanya dapat dilihat di dekat limbus

o Anterior chamber biasanya sedikit lebih dalam dibandingkan dengan mata

normal

o Iridodonesis ringan

o Purkinje image test menunjukkan empat gambaran.

o Pupil bewarna kehitam-hitaman tetapi ketika sinar disenter ke arah pupil maka

akan terlihat pantulan reflex. Ada tidaknya IOL dapat dikonfirmasi dengan

mendilatasi pupil.

o Status visus dan refraksi dapat bermacam-macam, sesuai dengan IOL yang

ditanam.

Perawatan Pasca Bedah

Jika digunakan tehnik insisi kecil, maka penyembuhan pasca operasi biasanya lebih

pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk

bergerak dengan hati-hati dan menghindari peregangan atau mengangkat benda

beratselama sekitar satu bulan, olahraga berat jangan dilakukan selama 2 bulan.

Matanyadapat dibalut selama beberapa hari pertama pasca operasi atau jika nyaman,

balutan dapat dibuang pada hari pertama pasca operasi dan matanya dilindungi

pakaikacamata atau dengan pelindung seharian. Kacamata sementara dapat digunakan

beberapa hari setelah operasi, tetapi biasanya pasien dapat melihat dengan baik

30

Page 31: Crs Mata Dila

melalui lensa intraokuler sambil menantikan kacamata permanen ( Biasanya 6-8

minggu setelah operasi ) Selain itu juga akan diberikan obat untuk :

Mengurangi rasa sakit, karena operasi mata adalah tindakan yang menyayat maka

diperlukan obat untuk mengurangi rasa sakit yang mungkin timbul benerapa jam

setelah hilangnya kerja bius yang digunakan saat pembedahan

Antibiotik mencegah infeksi, pemberian antibiotik masih dianggap rutin dan perlu

diberikan atas dasar kemungkinan terjadinya infeksi karena kebersihan yang tidak

sempurna.

Obat tetes mata streroid. Obat yang mengandung steroid ini berguna untuk

mengurangi reaksi radang akibat tindakan bedah.

Obat tetes yang mengandung antibiotik untuk mencegah infeksi pasca bedah.

2.2.7 Komplikasi

Komplikasi tindakan pembedahan

Komplikasi Intra Operatif

Edema kornea, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, pendarahan atau efusi

suprakoroid, pendarahan suprakoroid ekspulsif, disrupsi vitreus, injuri pada

iris/ iridodialisis, jatuhnya nucleus ke dalam rongga vitreous.

Komplikasi dini pasca operatif

Hyphema, COA dangkal, ruptur kapsul posterior, prolaps vitreus, prolaps

iris, pendarahan

Komplikasi yang berhubungan dengan pemasangan IOL

Cystoid Macular Edema, kerusakan pada epitel kornea, uveitis, dan

glaucoma sekunder

Malposisi dari IOL

Sun set syndrome (Subluksasi inferior dari IOL)

Sun rise syndrome (Subluksasi superior dari IOL)

Lost lens syndrome yaitu dislokasi IOL ke vitreous

2.2.8 Prognosis12

31

Page 32: Crs Mata Dila

Prognosis penglihatan untuk pasien katarak pada anak anak yang memerlukan

pembedahan tidak sebaik prognosis untuk katarak senilis. Adanya ambliopia adan

kadang-kadang anomali saraf optikus atau reina membatasi tingkat pencapaian

penglihatan pada kelompok pasien ini. Prognosis untuk perbaikan ketajaman

penglihatan setelah operasi buruk pada katarak kongenital in komplit yang progresif

lambat

2.3 Herpes Zoster Oftalmikus

32

Page 33: Crs Mata Dila

2.3.1 Definisi

Herpes zoster oftalmikus adalah infeksi virus herpes zoster yang menyerang

bagian ganglion gasseri  yang menerima serabut saraf dari cabang oftalmikus saraf

trigeminus (N.V) yang ditandai dengan erupsi herpetik unilateral pada kulit.1

2.3.2 Anatomi Nervus Trigeminus

Fungsi nervus Trigeminus dapat dinilai melalui pemeriksaan rasa suhu, nyeri

dan raba pada daerah inervasi N. V (daerah muka dan bagian ventral calvaria),

pemeriksaan refleks kornea, dan pemeriksaan fungsi otot-otot pengunyah. Fungsi otot

pengunyah dapat diperiksa, misalnya dengan menyuruh penderita menutup kedua

rahangnya dengan rapat, sehingga gigi-gigi pada rahang bawah menekan pada gigi-

gigi rahang atas, sementara m. Masseter dan m. Temporalis dapat dipalpasi dengan

mudah.2,3

Pada kerusakan unilateral neuron motor atas, mm. Masticatores tidak

mngelami gangguan fungsi, oleh karena nucleus motorius N. V menerima fibrae

corticonucleares dari kedua belah cortex cerebri. Sebagai tambahan terhadap fungsi

cutaneus, cabang maxillaris dan mandibularis penting pada kedokteran gigi. Nervus

maxillaris memberikan inervasi sensorik ke gigi maxillaris, palatum, dan gingiva.

Cabang mandibularis memberikan persarafan sensorik ke gigi mandibularis, lidah,

dan gingiva. Variasi nervus yang memberikan persarafan ke gigi diteruskan ke

alveolaris, ke soket di mana gigi tersebut berasal nervus alveolaris superior ke gigi

maxillaris berasal dari cabang maxillaris nervus trigeminus. Nervus alveolaris inferior

ke gigi mandibularis berasal dari cabang mandibularis nervus trigeminus.6

33

Page 34: Crs Mata Dila

Nervus trigeminus merupakan nervus cranial terbesar, sensorik pada leher dan

kepala serta merupakan nervus motorik pada otot-otot pengunyahan. Nervus

trigeminus muncul dari pons, dekat dengan batas sebelah atas dengan radiks motorik

kecil yang terletak di depan dan radiks sensorik besar yang terletak di medial.

Nervus trigeminus dinamai saraf tiga serangkai sebab terdiri atas tiga cabang (rami)

utama yang menyatu pada ganglion Gasseri. Ketiga cabang tersebut adalah:

1.   Nervus oftalmikus, yang mensarafi dahi, mata, hidung, selaput otak, sinus paranasalis

dan sebagian dari selaput lendir hidung. Saraf ini memasuki rongga tengkorak

melalui fissura orbitalis superior. Nervus opthalmicus merupakan divisi pertama dari

trigeminus dan merupakan saraf sensorik. Cabang-cabang n. opthalmicus

menginervasi kornea, badan ciliaris dan iris, glandula lacrimalis, conjunctiva, bagian

membran mukosa cavum nasal, kulit palpebra, alis, dahi dan hidung.

34

Page 35: Crs Mata Dila

Nervus opthalmicus adalah nervus terkecil dari ketiga divisi trigeminus. Nervus

opthalmicus muncul dari bagian atas ganglion semilunar sebagai berkas yang pendek

dan rata kira-kira sepanjang 2.5 cm yang melewati dinding lateral sinus cavernous, di

bawah nervus occulomotor (N III) dan nervus trochlear (N IV). Ketika memasuki

cavum orbita melewati fissura orbitalis superior, nervus opthalmicus bercabang

menjadi tiga cabang: lacrimalis, frontalis dan nasociliaris.6

2.   Nervus maksilaris, yang mensarafi rahang atas serta gigi-gigi rahang atas, bibir atas,

pipi, palatum durum, sinus maxillaries dan selaput lendir hidung.Saraf ini memasuki

rongga tengkorak melalui foramen rotundum.

Nervus maxillaris merupakan divisi dua dan merupakan nervus sensorik. Ukuran dan

posisinya berada di tengah-tengah nervus opthalmicus dan mandibularis. N.

maxillaris bermula dari pertengahan ganglion semilunar sebagai berkas berbentuk

pleksus dan datar dan berjalan horizontal ke depan keluar dari cranium menuju

foramen rotundum yang kemudian bentuknya menjadi lebih silindris dan teksturnya

menjadi lebih keras. N. maxillaris lalu melewati fossa pterygopalatina, menuruni

dinding lateral maxilla dan memasuki cavum orbital lewat fissure

orbitalisinferior. Lalu melintasi fissure dan canalis infraorbitalis dan muncul di

foramen infraorbital. Akhiran sarafnya terletak di bawah musculus quadratus labii

superioris dan terbagi menjadi serabut yang lebih kecil yang mengincervasi hidung,

palpebra bagian bawah dan bibir superior bersatu dengan serabut nervus facial.2,4,5

35

Page 36: Crs Mata Dila

Cabang-cabang – cabang-cabang n. maxillaris terbagi menjadi empat bagian yang

dipercabangkan di cranium, fossa pterygopalatina, canalis infraorbitalis dan pada

wajah.6

3.      Nervus mandibularis, yang mensarafi rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, lidah,

sebagian dari meatus accusticus externus, meatus accusticus internus dan selaput

otak. Saraf ini memasuki rongga tengkorak melalui foramen ovale.

Ketiga nervi (rami) ini bertemu di ganglion semilunare Gasseri. Dalam ganglion

semilunar Gasseri terdapat sel-sel ganglion unipolar.6

Nervus mandibularis disebut juga nervus maxillaris inferior, mengincervasi gigi dan

gingiva rahang bawah, kulit pada regio temporal, auricular, bibir bagian bawah,

bagian bawah wajah, musculus mastikasi, dan membran mukosa lidah 2/3 anterior.

Nervus mandibularis adalah nervus terbesar dari ketiga divisi dan terdiri atas dua

radiks: mayor, radiks sensorik keluar dari sudut inferior ganglion semilunar dan

radiks motorik minor (bagian motorik dari trigeminus) yang melewati di bawah

ganglion dan bersatu dengan radiks sensorik, langsung setelah keluar dari foramen

ovale. Selanjutnya, di bawah basis cranium, nervus tersebut mengeluarkan dari sisi

medial cabang recurrent (nervus spinosus) dan nervus yang mempersarafi

pterygoideus internus dan kemudian terbagi menjadi dua cabang : anterior dan

posterior.6

2.3.3. Etiologi

Herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi virus varicella zoster yang laten di

dalam ganglion posterior atau ganglion intrakranial. Virus dibawa melalui sternus

36

Page 37: Crs Mata Dila

sensory ke tepi ganglia spinal atau ganglia trigeminal kemudian menjadi laten.

Varicella zoster, yaitu suatu virus rantai ganda DNA anggota famili virus herpes yang

tergolong virus neuropatik atau neuroder-matotropik. Reaktivasi virus varicella zoster

dipicu oleh berbagai macam rangsangan seperti pembedahan, penyinaran, penderita

lanjut usia, dan keadaan tubuh yang lemah meliputi malnutrisi, seorang yang sedang

dalam pengobatan imunosupresan jangka panjang, atau menderita penyakit sistemik.

Apabila terdapat rangsangan tersebut, virus varicella zoster aktif kembali dan terjadi

ganglionitis. Virus tersebut bergerak melewati saraf sensorik menuju ujung-ujung

saraf pada kulit atau mukosa mulut dan mengadakan replikasi setempat dengan

membentuk sekumpulan vesikel.3,5,6

2.3.4 Morfologi

Menurut Morfology Herpes Zoster,  dapat berbiak dalam bahan jaringan

embrional manusia. Virus yang infektif mudah dipindahkan oleh sel-sel yang sakit.

Virus ini tidak berbiak dalam binatang laboratorium. Pada cairan dalam vesikel

penderita, virus ini juga dapat ditemukan. Antibodi yang dibentuk tubuh terhadap

virus ini dapat diukur dengan tes ikatan komplemen, presipitasi gel, netralisasi atau

imunofluoresensi tidak langsung terhadap antigen selaput yang disebabkan oleh

virus.3,4

2.3.5 Epidemiologi

Penyebarannya sama seperti varisela. Penyakit ini, seperti yang diterangkan

dalam definisi, merupakan reaktivasi virus yang terjadi setelah penderita mendapat

varisela. Kadang-kadang varisela ini berlangsung subklinis. Tetapi ada pendapat yang

menyatakan kemungkinan transmisi virus secara aerogen dari pasien yang sedang

menderita varisela atau herpes zoster.3,4

2.3.6 Insidensi

37

Page 38: Crs Mata Dila

Insidensi herpers zoster terjadi pada 20 % populasi dunia dan 10 %

diantaranya adalah herpes zoster oftalmikus.2  

2.3.7 Patofisiologi

Virus ini berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion

kraniali. Kelainan kulit yang timbul memberikan lokasi yang setingkat dengan daerah

persarafan dang ganglion tersebut. Kadang-kadang virus ini juga menyerang ganglion

anterior, bagian motorik kranialis sehingga memberikan gejala-gejala gangguan

motorik.

2.3.8 Manifestasi klinik

Biasanya penderita herpes zoster oftalmik pernah mengalami penyakit

varisela beberapa waktu sebelumnya. Dapat terjadi demam atau malaise dan rasa

nyeri yang biasanya berkurang setelah timbulnya erupsi kulit, tetapi rasa nyeri ini

kadang-kadang dapt berlangung berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Lesi Herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran mukosa.

Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal selama 2-4 hari, yaitu

rasa gatal, sakit yang menusuk, parastesi dan gejala-gejala terbakar serta sensitivitas

muncul di sepanjang lintasan syaraf yang terkena. 4,10

1. Kulit

Herpes zoster dikarakteristik oleh sakit dan sensasi lokal kulit lain (seperti terbakar,

geli, dan gatal), sakit kepala, tidak enak badan dan (paling sering) demam, biasanya

muncul ruam zoster (2–3 hari). Ruam menyebar ke seluruh kulit yang terkena,

berkembang menjadi papula, vesikel (3-5 hari) dan tahap krusta (7-10 hari),

memerlukan 2-4 minggu untuk sembuh. Lesi baru berlanjut muncul untuk beberapa

hari. Kelainan kulit hanya setempat dan hanya mengenai sebelah bagian tubuh saja,

38

Page 39: Crs Mata Dila

yaitu terbatas hanya pada daerah kulit yang dipersyarafi oleh satu syaraf sensorik.

Syaraf yang paling sering terkena adalah C3, T5, L1, dan L2, dan syaraf trigeminal.

2. Rongga Mulut

Sebelum lesi di rongga mulut muncul, pasien akan mengeluhkan rasa nyeri yang

hebat, kadang-kadang rasa sakitnya seperti rasa sakit pulpitis sehingga sering salah

diagnosa. Lesi diawali oleh vesikel unilateral yang kemudian dengan cepat pecah

membentuk erosi atau ulserasi dengan bentuk yang tidak teratur.4 Pada mukosa

rongga mulut, vesikel hanya terdapat pada satu dari divisi nervus trigeminus. Vesikel

unilateral tersebut dikelompokkan dengan area sekitar eritema, akhiran yang kasar

pada midline. Vesikel bernanah dan bentuk pustula selama 3 sampai 4 hari.15,17

Apabila cabang kedua dan ketiga nervus trigeminal terlibat, maka akan muncul lesi-

lesi di rongga mulut secara unilateral. Jika cabang kedua (nervus maksilaris) terlibat

maka lokasi yang dikenai adalah palatum, bibir dan mukosa bibir atas. Jika cabang

ketiga (nervus mandibula) terlibat, lokasi yang dikenai adalah lidah, mukosa pipi,

bibir dan mukosa bibir bawah.4 Lesi-lesi intraoral adalah vesikuler dan ulseratif

dengan tepi meradang dan merah sekali. Perdarahan adalah biasa. Bibir, lidah, dan

mukosa pipi dapat terkena lesi ulseratif unilateral jika mengenai cabang mandibuler

dari saraf trigeminus. Keterlibatan divisi kedua dari saraf trigeminus secara khas akan

mengakibatkan ulserasi palatum unilateral yang meluas ke atas, tetapi tidak keluar

dari raphe palatum.1,4,8

Secara subyektif biasanya penderita datang dengan rasa nyeri serta edema kulit yang

tampak kemerahan pada daerah dahi, alis dan kelopak atas serta sudah disertai dengan

vesikel. Secara obyektif tampak erupsi kulit pada daerah yang dipersarafi cabang

39

Page 40: Crs Mata Dila

oftalmik nervus  trigeminus. Erupsi ini unilateral dan tidak melewati garis median.

Rima palpebra tampak menyempit bila kelopak atas mata mengalami pembengkakan.

Bila cabang nasosiliar nervus trigeminus yang terkena , maka erupsi kulit terjadi pada

daerah hidung dan rima palpebra biasanya tertutup rapat. Bila kornea atau jaringan

yang lebih dalam terkena maka timbul lakrimasi, mata silau dan sakit dan penderita

tampak kesakitan yang parah. Kelainan mata berupa bercak-bercak atau bintik-bintik

putih kecil yang tersebar di epitel kornea yang dengan cepat sekali melibatkan

stroma. Bila infeksi mengenai jaringan mata yang lebih dalam dapt menimbulkan

iridosiklitis disertai sinekia iris serta menimbulkan glaucoma sekunder. Komplikasi

lain adalah paresis otot penggerak mata serta neurirtis optic. 2,4,5

2.3.9 Diagnosis banding

Diagnosis banding herpes zoster oftalmikus antara lain bell’s palsy, luka

bakar, episkliritis, erosi kornea persisten pada herpes simpleks.2

2.3.10 Penegakan diagnosis

Penegakan diagnosis sebagian besar dilihat dari adanya riwayat menderita

cacar air, manifestasi nyeri dan gambaran ruam kulit seperti vesikel dengan

karakteristik distribusi sesuai dermatom. Jika gambaran lesi kulit tidak begitu jelas

maka dibutuhkan pemeriksaan penunjang laboratorium. Tekhnik polymerase chain

reaction (PCR) adalah tekhnik pemeriksaan yang paling sensitif dan spesifik karena

dapat mendeteksi varicella-zoster virus DNA yang terdapat dalam cairan vesikel.

Kultur virus juga dapat dilakukan namun sensitifitasnya rendah. Pemeriksaan lain

yaitu direct immunofluorescence assay.7

40

Page 41: Crs Mata Dila

2.3.11 Penatalaksanaan

Strategi pengobatan pada infeksi akut herpes zoster oftalmikus yaitu antivirus,

kortikosteroid sistemik, antidepresan, dan analgesic yang adekuat. Jika tidak diobati

dengan adekuat dapat terjadi kerusakan permanen pada mata termasuk inflamasi yang

kronik, nyeri yang mengganggu (neuralgia pasca herpes) dan hilangnya tajam

pengelihatan.7,8

1. Obat antivirus diindikasikan dalam pengobatan herpes zoster yang

akut.2,9 Yang termasuk antivirus adalah famsiklovir, acyclovir. Obat ini

signifikan untuk menurunkan nyeri akut, menghentikan progresi virus dan

pembentukan vesikel, mengurangi insiden episkleritis rekuren, keratitis, iritis

dan mengurangi neuralgia pasca herpetic jika dimulai dalam 72 jam onset

ruam. Yang sering digunakan adalah asiklovir 5x800 mg perhari selama 7 hari

diikuti 2-3 minggu kemudian.9,10,11 Jika kondisi pasien berat dianjurkan

dirawat dan diberikan terapi asiklovir 5-10 mg/kgBB IV 8 jam selama 8-10

hari.

2. Lesi kulit dapat diobati dengan kompres hangat dan salep antibiotic. Terapi

local untuk lesi pada mata seperti keratitis, iridosiklitis, dan skleritis dapat

digunakan steroid topical dan siklopegik. Untuk mencegah infeksi sekunder

dapat digunakan antibiotic tetes atau salep.

3. Pemberian kortikosteroid diberikan sebagai pencegahan komplikasi-

komplikasi di mata. Pada semua jenis herpes zoster diberikan kortikosteroid

sistemik untuk mengurangi neuralgia, juga neuralgia post herpetikum. Obat

41

Page 42: Crs Mata Dila

yang sering digunakan adalah prednisone dengan dosis 20-60 mg per hari

dalam dosis tebagi 2-4 selama 2-3 minggu dan dilakukan tapering off bila

gejala berkurang terutama pada pasien dengan umur lebih dari 60 tahun.2,5

4. Analgesik seperti asetaminopen, asam menefenamat, aspirin dan NSAID

untuk mengontrol rasa nyeri. Artifial tears untuk lubrikasi kornea dan

konjungtiva terutama pada neurotrodik keratopati dan defek epithelial

persisten. Pada pasien dengan sikatrik kornea yang luas mungkin diperlukan

tindakan keratoplasti.2,5

2.3.12 Komplikasi

1.   Myelitis. Merupakan komplikasi di luar mata yang pernah dilaporkan oleh Gordon

dan Tucker, demikian juga encephalitis dan hemiplegi walaupun jarang ditemukan

tetapi pernah dilaporkan. Hal ini diperkirakan karena penjalaran virus ke otak.

2.  Konjungtiva. Pada mata komplikasi yang dapat timbul adalah kemosis yang ada

hubungannya dengan pembengkakan palpebra. Pada saat ini biasanya disertai dengan

penurunan sensibilitas kornea dan kadang-kadang oedema kornea yang ringan. Dapat

juga timbul vesikel-vesikel di conjunctiva tetapi jarang terjadi ulserasi. Pernah

dilaporkan adanya kanaliculitis yang ada hubungannya dengan zoster.

3.  Kornea. Bila comea terkena maka akan timbul infiltrat yang berbentuk tidak khas

dengan batas yang tidak tegas , tetapi kadang-kadang infiltratnya dapat menyerupai

herpes simplex. Proses yang terjadi pada dasamya berupa keratitis profunda yang

bersifat khronis dan dapat bertahan beberapa minggu setelah kelainan kulit sembuh.

Akibat kekeruhan comea yang terjadi maka visus akan menurun.

4.      Iris. Adanya laesi diujung hidung sangat penting untuk diperhatikan karena

kemungkinan besar iris akan ikut terkena mengingat n. nasociliaris merupakan

cabang dari n.ophthalmicus yang juga menginervasi daerah iris, corpus ciliaze dan

cornea. Iritis/iridocyclitis dapat merupakan penjalaran dari keratitis ataupun berdiri

42

Page 43: Crs Mata Dila

sendiri. Iritis biasanya ringan,jarang menimbulkan eksudat, pada yang berat kadang-

kadang disertai dengan hypopion atau secundair glaucoma.

Akibat dari iritis ini sering timbul sequele berupa iris atropi yang biasanya sektoral.

Pada beberapa kasus dapat disertai massive iris atropi dengan kerusakan sphincter

pupillae.

5.      Sklera. Skleritis merupakan komplikasi yang jarang ditemukan, biasanya merupakan

lanjutan dari iridocyclitis. Pada sclera akan terlihat nodulus dengan injeksi lokal yang

dapat timbul beberapa bulan sesudah sembuhnya laesi di kulit. Nodulusnya bersifat

khronis, dapat bertahan beberapa bulan, bila sembuh akan meninggalkan sikatrik

dengan hyperpigmentasi. Skleritis ini dapat kambuh lagi.

6.      Ocular palsy. Dapat timbul bila mengenai N III, N IV, N V1, N III dan N IV dapat

sekaligus terkena. Pernah pula dilaporkan timbulnya ophthalmoplegi totalis dua bulan

setelah menderita herpes zoster ophthalmicus. Paralyse dari otot-otot extra-oculer ini

mungkin karena perluasan peradangan dari N Trigeminus di daerah sinus cavemosus.

Timbulnya paralyse biasanya dua sampai tiga minggu setelah gejala permulaan dari

zoster dirasakan, walaupun ada juga yang timbul sebelumnya. Prognosa otot-otot

yang pazalyse pada umumnya baik dan akan kembali normal kira-kira dua bulan

kemudian.

7.      Retina. Kelainan retina yang ada hubungannya dengan zoster jarang ditemukan.

Kelainan tersebut berupa choroiditis dan perdazahan retina, yang umumnya

disebabkan adanya retinal vasculitis.

8.     Neuritis optik. Neuritis optik juga jarang ditemukan; tetapi bila ada dapat

menyebabkan kebutaan karena timbulnya atropi n. opticus. Gejalanya berupa

skotoma sentral yang dalam beberapa minggu akan terjadi penurunan visus sampai

menjadi buta. 3,8,10

2.3.13 Prognosis

43

Page 44: Crs Mata Dila

Prognosis pada umumnya baik bila ditatalaksana secara cepat dan adekuat juga

bergantung pada tindakan perawatan secara dini.

BAB III

PEMBAHASAN

Datang seorang pasien laki laki umur 75 tahun. Pasien datang ke Poliklinik

RSUD Raden Mattaher Jambi dengan keluhan kedua mata kabur untuk melihat.

Pasien merasakan tidak jelas sejak 3 tahun yang lalu. Pada pemeriksaan fisik

diadapatkan TD : 110/70 mmHg, HR: 82 x/menit, RR: 20 x/menit, Suhu: afebris.

Selain itu berdasarkan anamnesis dengan pasien bahwa mata kiri dan kanan

pasien juga mengalami penurunan penglihatan sejak 3 tahun yang lalu, pasien juga

merasa matanya ditutupi kabut. Dari pemeriksaan visus didapati pada mata kanan

tajam penglihatannya 1/60, sedangkan mata kirinya 2/60, versi dan duksi baik. Pada

pemeriksaan mata eksternal didapatkan pupil mata pasien terlihat isokor, irisnya

normal dan lensa sebelah kanan keruh sebagian serta shadow test (+) dan lensa

sebelah kiri keruh sebagian serta iris shadow test (+).

Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik maka pasien di diagnosa

katarak sinilis imatur okuli dekstra dan sinistra. Katarak pada pasien ini termasuk ke

kategori katarak sinilis, dimana menurut tinjauan pustaka katarak sinilis adalah

katarak yang terjadi pada umur lebih dari 50 tahun. Pada pasien ini termasuk katarak

imatur karena kekeruhan belum mengenai seluruh lapisan lensa dan shadow test (+).

Pasien juga mengeluh nyeri pada wajah sebelah kanan sejak 3 bulan yang lalu.

Nyeri hilang timbul. 3 bulan yang lalu os mengaku berobat kedokter dan didiagnosa

44

Page 45: Crs Mata Dila

herpes zoster. Tapi os tidak rutin minum obat dan tidak kontrol ulang. Pada daerah

yang nyeri, terdapat bekas penyembuhan herpes zoster oftalmika. Berdasarkan

anamnesis dan pemeriksaan, kemungkinan os mengalami nyeri yang mengganggu

(neuralgia pasca herpes) yang terjadi akibat pengobatan yang tidak adekuat.

Pada penatalaksanaan katarak, sebaiknya dilakukan prosedur operasi. Secara

umum terdapat beberapa prosedur operasi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE,

ECCE, SICS, phacoemulsion

. Terapi bedah pada katarak pasien ini bisa dengan small incision cataract

surgery (SICS) , dimana Tehnik ini merupakan bagian dari ECCE dengan penanaman lensa

intra okular. Teknik ini lebih menjanjikan dengan incisi konvesional karena penyembuhan

luka yang lebih cepat, astigmatisma yang rendah, dan tajam penglihatan tanpa koreksi yang

lebih baik.

Penyembuhan pasca operasi tergantung tehnik insisi, jika insisi kecil maka

penyembuhan pasca operasi biasanya lebih pendek. Pasien dapat bebas rawat jalan

pada hari itu juga, tetapi dianjurkan untuk bergerak dengan hati-hati dan menghindari

peregangan atau mengangkat benda berat selama sekitar satu bulan, olahraga berat

jangan dilakukan selama 2 bulan. Matanya dapat dibalut selama beberapa hari

pertama pasca operasi atau jika nyaman, balutan dapat dibuang pada hari pertama

pasca operasi dan matanya dilindungi pakai kacamata atau dengan pelindung

seharian. Selain itu juga akan diberikan obat untuk mengurangi rasa sakit, antibiotik

mencegah infeksi, obat tetes mata steroid.

45

Page 46: Crs Mata Dila

DAFTAR PUSTAKA

1. Tsai James C. Oxford American Handbook of Ophthalmology. New York:

Oxford University Press; 2011. p 228 – 230, 625

2. K. Gerhard Lang, E. Gabriele Lang. Ophthalmology A Text Book Atlas. New

York: Thieme Stuttgart; 2006. p 169-174

3. Crick RP, Khaw PT. A Textbook Of Clinical Ophthalmology. 3rdEdision.

Singapore. World Scientific; 2003. p 35,94

4. KhuranaA K.Comprehensive Ophthalmology. New Delhi: New Age

International; 2007. p 167-170

5. Wijaya Nana. Ilmu penyakit mata. Cetakan ke 5. 1989. Hal 190-200

6. Riordan Paul, Eva. AnatomidanEmbriologi Mata.Dalam: Vaughan & Asbury

OftalmologiUmum.Edisi ke-17. Jakarta: EGC; 2010. hal 11-12

7. IlyasSidarta, dkk. IlmuPenyakit Mata untuk Dokter Umum dan

MahasiswaKedokteran. Edisi ke-2. Jakarta: SagungSeto; 2010. hal. 6-7, 143-150

8. American Academy of Ophthalmology. Anatomy in Lens and Cataract. Section

11. Basic and Clinical Science Course; 2007. p 5-6, 33, 50-54, 60-61

9. IlyasSidarta. Ilmupenyakitmata. Edisi ke-3. Jakarta:

FakultasKedokteranUniversitas Indonesia; 2009. hal. 8-9, 200-208

10. Wva Riodan Paul, Eitcher P. Jhon. Ofthalmologi Umum. Edisi 17. Penerbit EGC.

2012

11. Sidarta I, Mailangkay H HB Hilman. Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum

dan Mahasiswa Kedokteran. Jakarta. 2002. CV Sagung Seto. 2002.Hal: 491-6

46

Page 47: Crs Mata Dila

12. Akura, J Kaneda, dkk. Manual Sutureles Cataract Surgery Using a Claw Vectis. J.

Cataract Refract Surgery, Vol 26. April 2002.

13. Vaughan. Katarak dalam Ofthalmologi Umum. Jakarta. 2007. Hal: 169-171

47