Crs CKD Mega

31
BAB I PENDAHULUAN Penyakit gagal ginjal kronik telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Menurut WHO, penyakit ginjal telah menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke-12 tertinggi angka kematian. Penyakit gagal ginjal kronik merupakan suatu proses patofisiologi dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal Penyakit ginjal dan hipertensi berkaitan erat, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan ginjal dan kerusakan ginjal menyebabkan hipertensi. Kekhawatiran timbulnya penyakit ginjal kronis akibat hipertensi tidaklah berlebihan. Prevalensi hipertensi di populasi cukup tinggi dan data mengindikasikan adanya kaitan antara penyakit ginjal kronis dan hipertensi. 1

description

ckd

Transcript of Crs CKD Mega

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit gagal ginjal kronik telah menjadi masalah kesehatan di dunia. Menurut

WHO, penyakit ginjal telah menyebabkan kematian sebesar 850.000 orang setiap

tahunnya. Hal ini menunjukkan bahwa penyakit ini menduduki peringkat ke-12 tertinggi

angka kematian.

Penyakit gagal ginjal kronik merupakan suatu proses patofisiologi dengan

etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada

umumnya berakhir dengan keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal

yang irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap,

berupa dialysis atau transplantasi ginjal

Penyakit ginjal dan hipertensi berkaitan erat, hipertensi dapat menimbulkan

kerusakan ginjal dan kerusakan ginjal menyebabkan hipertensi. Kekhawatiran timbulnya

penyakit ginjal kronis akibat hipertensi tidaklah berlebihan. Prevalensi hipertensi di

populasi cukup tinggi dan data mengindikasikan adanya kaitan antara penyakit ginjal

kronis dan hipertensi.

1

BAB II

LAPORAN KASUS

2.1 Identitas Pasien

Nama : Ny. M

Umur : 27 tahun

Pekerjaan : IRT

Agama : Islam

Alamat : RT 06 Suak Kandis, Jambi

MRS : 04 Agustus 2015

2.2 Anamnesis ( 10 Agustus 2015)

1. Keluhan Utama

Bengkak pada muka, kaki dan perut sejak ± 2 bulan SMRS

2. Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien merupakan rujukan dari RS Arafah dengan diagnosa CKD stage V.

Os mengeluh bengkak pada muka, kaki dan perut sejak ± 2 bulan SMRS. Pada

awalnya bengkak pada wajah dan kaki, baru sekitar 1 bulan terakhir os merasa

perutnya semakin membesar. Os juga merasakan sesak, sesak tidak dipengaruhi

cuaca dan emosi namun dipengaruhi aktivitas seperti berjalan ≥ 100 m, atau naik

tangga serta berkurang saat os berbaring atau dengan posisi setengah duduk.

Sejak ± 1 minggu ini Os merasa mual dan badan terasa semakin lemas,

mual dirasakan hilang timbul dan semakin berat dalam 2 hari terakhir ini.

Keluhan BAB dan BAK tidak ada, os mengaku minum air seperti

biasanya, kencing berwarna bening, kencing berdarah tidak ada. Nyeri saat

kencing tidak ada, nyeri pinggang tidak ada, demam tidak ada.

Os diketahui menderita Hipertensi sejak ± 3 tahun terakhir dan tidak

terkontrol. Os pernah berobat hipertensinya di praktek dokter, tetapi os tidak rutin

minum obat yang diberikan dan os juga tidak mengetahui nama obatnya. Riwayat

hipertensi dalam keluarga tidak ada. Merokok tidak ada. Riwayat DM juga tidak

ada.

2

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi sejak ± 3 tahun yang lalu dan tidak terkontrol

Riwayat DM disangkal

Riwayat asma disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

Riwayat penyakit kuning disangkal

Riwayat bengkak seluruh tubuh tidak ada

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama disangkal

Riwayat DM disangkal

Riwayat hipertensi disangkal

Riwayat penyakit asma disangkal

Riwayat penyakit jantung disangkal

5. Riwayat Sosial dan Kebiasaan

Dulu sering mengkonsumsi makanan yang manis-manis dan berlemak

Riwayat minum alkohol tidak ada

Hipertensi tidak terkontrol

Riwayat merokok tidak ada

2.3 Pemeriksaan Fisik (8 Agustus 2014)

1. Keadaan umum : Tampak Sakit sedang

2. Kesadaran : Composmentis, GCS: 15

3. Tanda Vital : TD = 170/100 mmHg N= 84 x/m

RR = 26x/m T = 36,5ºC

4. Status Gizi:

BB : 50 kg

TB : 155 cm

3

BBI : (TB -100cm) kg ± 10%

: (155-100cm) kg ± 10%

: (55-5,5) – (55+5,5) = 49,5 kg – 60,5 kg

IMT : 50/(1,55)2 = 20,18BB normal

5. Kulit

Warna : Sawo matang

Eflorensensi : (-)

Pigmentasi : Hiperpigmentasi (-), hipopigmentasi (-).

Jaringan parut/koloid : (-)

Pertumbuhan rambut : Normal

Lembab kering : Keringat (+)

Turgor : < 2 detik (baik)

6. Kepala dan leher

Rambut : warna hitam, lurus, tidak mudah dicabut, alopesia (-)

Kepala : Bentuk simetris, tidak ada trauma maupun memar

Mata : Konjungtiva anemis (+/+), Skera ikterik (-/-), edema

pelpebra (+/+), Pupil Isokor

Hidung : Nafas cuping hidung (-), Epistaksis (-), sekret (-)

Mulut : Bentuk normal, bibir sianosis (-), Mukosa anemis (-)

Tenggorokan : Faring dan tonsil hiperemis (-), Tonsil T1-T1

Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran kel.Tyroid (-), JVP (5-

2)cmH2O, Kaku kuduk (-), Pulsasi vena jugularis (-).

7. Thoraks :

Paru

Inspeksi : Statis dan dinamis: simetris kanan dan kiri,

Torakoabdominal, sela iga melebar (-), sela iga menyempit

(-).

Palpasi : Vocal fremitus taktil lapangan paru kanan dan kiri sama, tidak

ada nyeri tekan sela iga

Perkusi : Sonor pada lapangan paru kanan dan kiri

4

Auskultasi : Vesikuler pada kedua lapangan paru, Ronkhi (+/+),

Wheezing (-/-)

Jantung Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga V di linea midklavikula sinistra

sekitar 1 jari kearah medial, tidak kuat angkat.

Perkusi :

o Batas Atas: Parasternal sinistra ICS III

o Pinggang Jantung: Midklavikularis sinistra ICS III.

o Batas kiri : ICS V midklavikula sinistra sekitar 1 jari ke arah

medial.

o Batas kanan: ICS IV Linea Parasternal dextra

Auskultasi : Bunyi jantung I dan II normal, irama jantung teratur. bising

jantung (-), murmur (-), gallop (-)

8. Abdomen

Inspeksi : warna kulit normal, elastisitas normal, jaringan parut (-)

venektasi (-), pembesaran organ (-), gerakan dinding abdomen normal,

pulsasi (-)

Palpasi : Distensi abdomen (+), nyeri tekan (-),tes undulasi (+), defans

muskuler (-), hepatomegali (-), Splenomegali (-)

Perkusi : Timpani, shifting dullness (+), undulasi (+)

Auskultasi : Bising usus (+) normal

9. Genitalia dan anus : tidak diperiksa

10. Ekstremitas

Superior : Akral hangat, edema (-/-), capillary refill time (N), Clubbing

finger (-/-), Palmar eritem (-/-)

Inferior : Akral hangat, edema (+/+), sianosis (-)

Dextra: Tes sensibilitas (+), Refleks fisiologis (+)

Sinistra: Tes sensibilitas (+), refeks fisiologis (+)

5

2.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Laboratorium

a. Urine rutin (Tanggal 10 Agustus 2015)

Warna : kuning keruh

Berat Jenis : 1005

Reaksi/PH : 8,5

Protein : ++++/4

Reduksi/Glukosa : (-)

b. Kimia Darah (Tanggal 6 Agustus 2014)

Faal Hati :

a. SGOT : 35 U/L (< 40)

b. SGPT : 26 U/L (< 41)

Faal Ginjal :

a. Ureum : 131,8 mg/dl (15-39 mg/dl)

b. Kreatinin : 3,0 mg/dl (L 0,9-1,3 ; P 0,6-1,1 mg/dl)

GDS : 99 mg/dl (< 200 mg/dl)

LFG=(140−27 ) x 50

72 x 3,0=22,23 ml /menit (LFG menurun)

c. Darah rutin

Tanggal 04 Agustus 2014

WBC : 5,4103/mm3 (3,5-10,0 103/mm3) RBC : 2,76 106/mm3 (3,80-5,80 106/mm3) HGB: 7,6g/dl (11,0-16,5 g/dl) HCT : 23,7% (35,0-50%) PLT : 222 103/mm3 (150-390 103/mm3) PCT : .153 % (0,100-0,500 %) MCV : 86 µm3 (80-97 µm3) MCH : 27,5 pg (26,5-33,5 pg) MCHC : 32,1 g/dl (31,5-35,0 g/dl) RDW : 14,2 % (10,0-15,0 %) MPV : 6,9 µm3 (6,5-11,0 µm3) PDW : 13,1 % (10,0-18,0 %)Diff: % LYM : 21,8 % (17,0-48,0 %) % MON : 14,1 % (4,0-10,0 %)

6

% GRA : 64,1 % (43,0-76,0 %) # LYM : 1,7 103/mm3 (1,2-3,2 103/mm3) # MON : 1,1 103/mm3 (0,3-0,8 103/mm3) # GRA : 5,3 103/mm3 (1,2-6,8 103/mm3)

Pemeriksaan yang dianjurkan untuk pasien ini:

Darah rutin, kimia darah ( faal hati, faal ginjal, faal lemak)

Elektrolit

Profil lipid (Kolesterol total, Trigliserida, HDL, LDL): Sebagai penyaring

faktor risiko penyulit makroangiopati.

EKG: Memastikan ada/tidaknya kelainan pada jantung (komplikasi

makroangiopati).

USG abdomen

2.5 Diagnosis Kerja

Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV e.c Hipertensi

2.6 Tatalaksana

Non- Farmakologi

- Bed rest total

- Diet rendah protein (0,6-0,8/kgBB/hari)

- Diet tinggi kalori ( 30-35 kkal/kgBB/hari)

- Diet rendah garam (2-3 gr/hari)

- Retriksi cairan (intake : 500 ml + output urin)

- Pembatasan asupan makanan yang mengandung kalium (buah dan sayuran)

- Menjaga hygiene genitalia eksterna

Farmakologi

- O2 nasal canul 4 l/i

- IVFD RL 10 tts/i

- Inj. Furosemid 2 x 20 mg

- Ceftriaxon 1 x 2 gr (ST)

- Ranitidin 2 x 25 mg

7

- Captopril 2 x 12, 5 mg

- Amlodipine 1 x 10 mg

- Allopurinol 2 x 100 mg

- Natrium bicarbonat (meylon) 3x 12,5 ml diencerkan dengan aquadest (1:1)

IV, bila sesak

- Tranfusi PRC 1 kantong/hari sampai Hb > 9

- Pemasangan douwer catheter, observasi intake dan output cairan

2.7 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : malam

2.8 Follow Up

D. Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad bonam

Quo ad functionam : malam

Follow up

Tgl S O A P

04/8/2015

Sesak nafas (+), mual (+), bengkak dikedua tungkai (+), kesemutan, BAB tidak ada keluhan.

KU: tampak sakit sedangKesadaran : CMTD:150/100 mmhgN : 100xRR: 30x/mntT: 37º CI : 750 mlO : 1000 mlB : - 250 mlMata : CA +/+Pulmo : vesikuler (+), wheezing (-/-), ronki (+/+)Abdomen : shifting dullness (+)Ekstremitas inferior : akral hangat, pitting oedem

Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II

- Pasang douwer catheher- O2 nasal canul 4 l/i- IVFD RL 10 tts/i- Inj. Furosemid 2 x 20 mg- Inj ranitidan 2 x 25 mg- Cefriaxon 1 x 2 gr- Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Allopurinol 2 x 100 mg- Natrium bicarbonat (meylon) 12,5 ml

diencerkan dengan aquadest (1:1) IVbila sesak

- Tranfusi PRC kolf-1

8

(+/+)

05/8/2015

Sesak nafas <, mual (+)bengkak dikedua tungkai (+), kesemutan

KU: tampak skt sdgKesadaran : CMTD:150/90 mmhgRR: 28x/mntT: 36,4º CN: 94x/mntI : 800 mlO : 1300 mlB : - 500 mlMata : CA+/+Pulmo : ronki +/+Abdomen : shifting dullness (+)Ekstremitas inferior: pitting oedem (+/+)

Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II

- O2 nasal canul 3l/i- IVFD RL 10 tts/i- Inj. Furosemid 2 x 20 mg- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg- Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Allopurinol 2 x 100 mg- Natrium bicarbonat (meylon) 12,5

ml diencerkan dengan aquadest (1:1) IV, bila sesak

- Tranfusi PRC kolf-2

06/8/2015

Sesak nafas <<, mual <,Bengkak kedua tungkai <, kesemutan

KU: MembaikKesadaran : CMTD:140/90 mmhgRR: 26x/mntT: 36,6 CN: 92x/mntI : 800 mlO : 1500 mlB : -700 mlMata : CA+/+Pulmo : ronki +/+ minimalAbdomen : shifting dullness (+)Ekstremitas inferior:Pitting oedem (+/+) <

Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II

- O2 nasal canul 3 l/i- IVFD RL 10 tts/i- Inj. Furosemid 2 x 20 mg- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg- Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Allopurinol 2 x 100 mg- Tranfusi PRC kofl-3- Cek DR dan elektrolit

07/8/2015

Sesak nafas <<<, mual <<, bengkak kedua tungkai <<, kesemutanBAB dan BAK tidak ada keluhan

KU: membaikKesadaran : CMTD:150/80 mmhgRR: 24x/mntT: 36,5 CN: 81x/mntI : 600 mlO : 800 mlB : -200 mlMata : CA+/+Pulmo : ronki +/+ minimalAbdomen : shifting dullness (+)Ekstremitas inferior:

Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II

- O2 nasal canul 3 l/i- IVFD RL 10 tts/i- Inj. Furosemid 2 x 20 mg- Inj. Ranitidin 2 x 25 mg- Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Allopurinol 2 x 100 mg

9

Pitting oedem (+/+) <<

Hasil pemeriksaan :- Hb : 7,6 gr/dl- WBC: 5,2. 103/mm3

- RBC : 2,7. 106/mm3

- HCT : 25,6%- PLT : 323. 103/mm3

Hasil elektrolit:- Natrium 129,4 mmol/l

(135,37-145,00)- Kalium 6,80 mmol/l

(3,48-5,50)- Chlorida 105,4 mmol/l

(96,00-106,00)

08/8/2015

Sesak nafas (-), mual (-)Bengkak kedua tungkai <<<, kesemutan (-)

KU: MembaikKesadaran : CMTD:140/90 mmhgRR: 22x/mntT: 36,4 CN: 93x/mntI : 850 mlO : 1200 mlB : -350 mlMata : CA+/+Pulmo : ronki -/-Abdomen : shifting dullness (+)Ekst.inferior : pitting oedem ( +/+) <<<

Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II

- IVFD RL 10 tts/i- Inj. Furosemid 2 x 20 mg- Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Transfusi kolf -4- Cek DR ulang

09/8/2015

Sesak nafas (-)Bengkak kedua tungkai <<<, Perut terasa penuh, kembung (+)BAB (-) sejak 1 hari yllBAK

KU: MembaikKesadaran : CMTD:150/90 mmhgRR: 21x/mntT: 37,0 CN: 83x/mntI: 1100 mlO : 2300 mlB : -1200 mlMata : CA-/-Pulmo : ronki -/-Ekst.inf : pitting oedem <<<

Hasil Hb : 8,8 gr/dl

Chronic Kidney Disease (CKD) derajat IV dengan Hipertensi Grade II

- IVFD RL 10 tts/i- Furosemid 2 x 40 mg - Captopril 2 x 12,5 mg- Amlodipine 1 x 10 mg- Asam folat 1 x 5 mg- Laxadyn syrup 1x 2 C

Os Pulang..

10

lancar -

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Definisi

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi

yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal,yang progresif, dan pada

umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya gagal ginjal adalah suatu

keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal irreversible, pada

suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa dialysis

atau transplantasi ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang

terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal

kronik.

3.2. Batasan

Menurut The National Kidney Foundation (NKF) Kidney Disease Outcome Quality Initiative (KDOQI), kriteria penyakit ginjal kronik sebagai berikut : 1. Kerusakan ginjal (renal damage) yang terjadi ≥ 3 bulan, berupa kelainan

struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan GFR, dengan

manifestasi : kelainan patologi dan petanda kerusakan ginjal.

2. GFR < 60 ml/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan

ginjal.

3.3. Klasifikasi

Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik

11

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas 2 (dua) hal yaitu atas

dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi.

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar GFR. Pedoman KDOQI

merekomendasikan perhitungan GFR dengan rumus Cockroft-Goult sebagai

berikut : GFR (ml/menit/1,73 m2) = (140-umur) x berat badan

72 x kreatinin serum (mg/dl)

*) pada perempuan dikalikan 0,85

Tabel 1. Stadium Penyakit Ginjal Kronik

Stadium Deskripsi GFR (ml/menit/1,73 m2)

1

2

4

3

5

Kerusakan ginjal dengan GFR normal atau meningkat

Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR ringan

Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR sedang

Kerusakan ginjal dengan penurunan GFR berat

Gagal ginjal

≥ 90

60-89

30-59

15-29

<15 atau dialisis

Tabel 2. Klasifikasi Penyakit Ginjal Kronik Atas Dasar Diagnosis EtiologiPenyakit Tipe Mayor (Contoh)Penyakit ginjal diabetesPenyakit ginjal non diabetes

Penyakit pada transplantasi

Diabetes tipe 1 dan 2Penyakit glomerular (autoimun, infeksi sistemik, obat, neoplasma)Penyakit kardiovaskular (hipertensi, mikroangiopati)Penyakit tubulointerstisial (pielonefritis kronis, batu, obstruksi, keracunan obat)Penyakit kistikRejeksi kronikKeracunan obatPenyakit rekuren (glomerular)Transplant glomerulopathy

3.4. Faktor risikoAdapun faktor risiko terjadinya penyakit ginjal kronis menurut National

Kidney Foundation tahun 2009 adalah:- Diabetes Mellitus- Hipertensi- Obesitas- Perokok

12

- Usia > 50 tahun- Riwayat keluarga dengan penyakit Diabetes Mellitus, Hipertensi, dan

penyakit ginjal

3.5. PatofisiologiPatofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit

yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi

kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal menyebabkan hipertrofi sisa nefron

secara struktural dan fungsional sebagai upaya kompensasi. Hipertrofi

“kompensatori” ini akibat hiperfiltrasi adaptif yang diperantarai oleh penambahan

tekanan kapiler dan aliran glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat

akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih

tersisa. Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif

walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas

aksis renin-angiotensinaldosteron intrarenal ikut memberikan konstribusi terhadap

terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progesifitas tersebut. Aktivitas jangka

panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian diperantarai oleh growth

factor seperti transforming growth factor ß. Beberapa hal yang juga dianggap

berperan terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah

albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dislipidemia.1,2

Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis

glomerulus maupun tubulointerstitial. Pada stadium yang paling dini penyakit

ginjal kronik terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada keadaan

mana basal LFG masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan

tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai

dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar

60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi

peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%,

mulai terjadi keluhan pada pasien seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu

makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%,

13

pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia,

peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus,

mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti

infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga

akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan

keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG dibawah 15%

akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah

memerlukan terapi pengganti ginjal (renal replacement therapy) antara lain

dialisis atau transplantasi ginjal. Pada keadaan ini pasien dikatakan sampai pada

stadium gagal ginjal.1

3.6. Pendekatan Diagnostik1

Gambaran Klinis

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes malitus, infeksi

traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi, hiperurikemi, Lupus

Eritomatosus Sistemik (LES),dll.

b. Sindrom uremia yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah,

nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer,

pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

c. Gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal,

payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit

(sodium, kalium, khlorida).

Gambaran Laboratorium 1

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi:

a. Sesuai dengan penyakit yang mendasarinya

b. Penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan kadar ureum dan kreatinin

serum, dan penurunan LFG yang dihitung mempergunakan rumus

Kockcroft-Gault. Kadar kreatinin serum saja tidak bisa dipergunakan

untuk memperkirakan fungsi ginjal.

14

c. Kelainan biokimiawi darah meliputi penurunan kadar hemoglobin,

peningkatan kadar asam urat, hiper atau hipokalemia, hiponatremia, hiper

atau hipokloremia, hiperfosfatemia, hipokalemia, asidosis metabolik

d. Kelainan urinalisis meliputi proteinuria, hematuri, leukosuria

Gambaran Radiologis 1

Pemeriksaan radiologis penyakit GGK meliputi:

a. Foto polos abdomen, bisa tampak batu radio-opak.

b. Pielografi intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa

melewati filter glomerulus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh

toksik oleh kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan.

c. Pielografi antegrad atau retrograd dilakukan sesuai indikasi.

d. Ultrasonografi ginjal bisa memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil,

korteks yang menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa

kalsifikasi.

e. Pemeriksaan pemindaian ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

Biopsi dan Histopatologi Ginjal1

Biopsy dan histopatologi ginjal dilakukan pada pasien dengan ukuran ginjal

yang masih mendekati normal, dimana diagnosis secara noninvasive tidak bisa

ditegakkan. Pemeriksaan histpatologi ini bertujuan untuk mengetahui etiologi,

menetapkan terapi, prognosis dan mengevaluasi hasil terapi yang telah diberikan.

Biopsy ginjal dikontraindikasikan pada keadaan dimana ukuran ginjal yang sudah

mengecil (contracted kidney), ginjal polikistik, hipertensi yang tidak terkendali,

infeksi perinefrik, gangguan pembekuan darah, gagal nafas dan obesitas.

3.7. Penatalaksanaan

Perencanaan tatalaksana (action plan) penyakit GGK sesuai dengan

derajatnya, dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3. Rencana Tatalaksanaan Penyakit GGK sesuai dengan derajatnya

Derajat LFG(ml/mnt/1,73m²) Rencana tatalaksana

15

1 > 90 terapi penyakit dasar, kondisi komorbid,

evaluasi pemburukan (progession) fungsi

ginjal, memperkecil resiko kardiovaskuler

2 60-89 menghambat pemburukan (progession)

fungsi ginjal

3 30-59 evaluasi dan terapi komplikasi

4 15-29 persiapan untuk terapi pengganti ginjal

5 <15 terapi pengganti ginjal

Terapi Nonfarmakologis:

a. Pengaturan asupan protein:

Pembatasan asupan protein mulai dilakukan pada LFG ≤ 60 ml/mnt,

sedangkan diatas nilai tersebut, pembatasan asupan protein tidak selalu

dianjurkan. protein diberikan 0,6 - 0,8/kgBB/hari, yang 0,35 - 0,50 gr diantaranya

merupakan protein biologi tinggi. Jumlah kalori yang diberikan sebesar 30-35

kkal/kgBB/hari, dibutuhkan pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi

pasien. bila terjadi malnutrisi, jumlah asupan kalori dan protein dapat

ditingkatkan. Berbeda dengan lemak dan karbohidrat, kelebihan protein tidak

disimpan dalam tubuh tapi dipecah menjadi urea dan substansi nitrogen lain, yang

terutama diekskresikan melalui ginjal. Selain itu, makanan tinggi protein yang

mengandung ion hydrogen, fosfat, dan ion unorganik lain juga diekskresikan

melalui ginjal. Oleh karena itu, pemberian diet tinggi protein pada pasien dengan

Penyakit Ginjal Kronik akan mengakibatkan penimbunan substansi nitrogen dan

ion organik lain, dan mengakibatkan gangguan klinis dan metabolic yang disebut

uremia. Dengan demikian, pembatasan asupan protein akan mengakibatkan

berkurangnya sindrom uremik. Masalah penting lain adalah asupan protein

berlebih (protein overload) akan mengakibatkan perubahan hemodinamik ginjal

berupa peningkatan aliran darah dan tekanan intraglomerulus (intraglomerulus

hyperfiltration), yang akan meningkatkan progresifitas pemburukan fungsi ginjal.

Pembatasan asupan protein juga berkaitan dengan pembatasan asupan fosfat,

16

karena protein dan fosfat selalu berasal dari sumber yang sama. Pembatasan fosfat

perlu untuk mencegah terjadinya hiperfosfatemia.

Tabel 4. Pembatasan Asupan Protein pada Penyakit GGK

LFG ml/menit Asupan protein g/kg/hari

>60 tidak dianjurkan

25-60 0,6-0,8/kg/hari

5-25 0,6-0,8/kg/hari atau tambahan 0,3 g asam amino esensial

atau asam keton

<60 0,8/kg/hari(=1 gr protein /g proteinuria atau 0,3 g/kg

tambahan asam amino esensial atau asam keton.

b. Pengaturan asupan kalori: 35 kal/kgBB ideal/hari

c. Pengaturan asupan lemak: 30-40% dari kalori total dan mengandung jumlah

yang sama antara asam lemak bebas jenuh dan tidak jenuh

d. Pengaturan asupan karbohidrat: 50-60% dari kalori total

e. Garam (NaCl): 2-3 gram/hari

f. Kalium: 40-70 mEq/kgBB/hari

g. Fosfor:5-10 mg/kgBB/hari. Pasien HD :17 mg/hari

h. Kalsium: 1400-1600 mg/hari

i. Besi: 10-18mg/hari

j. Magnesium: 200-300 mg/hari

k. Asam folat pasien HD: 5mg

l. Air: jumlah urin 24 jam + 500ml (insensible water loss)

Terapi Farmakologis :

a. Kontrol tekanan darah

17

pada penyakit gagal ginjal kronis, pemberian diuretic atau ACEI/ARB atau CCB

atau Beta Blocker dimungkinkan untuk pengobatan hipertensi secara sendiri-

sendiri atau kombinasi. Komplikasi terjadinya hiperkalemi pada pemberian ACEI

atau BB atau penurunan fungsi ginjal pada pemberan ACEI harus menjadi

perhatian. Bila terjadi hiperkalemi atau penurunan fungsi ginjal lebih dari 30%

pemberian obat ini harus dihentikan. Sesuai aturan JNC VII tahun 2003 tekanan

darah sasaran pada gagal ginjal kronik adalah 130/80mmHg.

b. Koreksi anemia dengan target Hb 10-12 g/dl

Anemia terjadi pada 80 - 90 % pasien penyakit ginjal kronik. Anemia pada

penyakit ginjal kronik terutama disebabkan oleh defisiensi eritropoitin. Hal - hal

lain yang ikut berperan dalam terjadinya anemia adalah, defisiensi besi,

kehilangan darah (misal, perdarahan saluran cerna, hematuri), masa hidup eritrosit

yang pendek akibat terjadinya hemolisis, defisiensi asam folat, penekanan

sumsum tulang oleh substansi uremik, proses inflamasi akut maupun kronik.

Evaluasi terhadap anemia dimulai saat kadar hemoglobin ≤ 10 % atau hematokrit

≤ 30 %, meliputi evaluasi terhadap status besi, mencari sumber perdarahan,

morfologi eritrosit, kemungkinan adanya hemolisis dan lain sebagainya. Transfusi

darah yang dilakukan secara tidak cermat dapat mengakibatkan kelebihan cairan

tubuh, hiperkalemia dan pemburukan fungsi ginjal.

c. Kontrol hiperfosfatemia: polimer kationik (Renagel), Kalsitrol

Osteodistrofi renal merupakan komplikasi penyakit ginjal kronik yang

sering terjadi. Penatalaksanaan osteodistrofi renal dilaksanakan dengan cara

mengatasi hiperfosfatemia dan pemberian pengikat fosfat dengan tujuan

menghambat absorbs fosfat di saluran cerna. Dialisis yang dilakukan pada pasien

dengan gagal ginjal juga ikut berperan dalam mengatasi hiperfosfatemia.

d. Koreksi hiperkalemia

Elektrolit yang harus diawasi asupannya adalah kalium dan natrium.

Pembatasan kalium dilakukan, karena hiperkalemia dapat mengakibatkan aritmia

18

jantung yang fatal. Oleh karena itu, pemberian obat-obatan yang mengandung

kalium dan makanan yang tinggi kalium (seperti buah dan sayuran) harus dibatasi.

Kadar kalium darah dianjurkan 3,5-5,5 mEq/lt. Pembatasan natrium dimaksudkan

untuk mengendalikan hipertensi dan edema. Jumlah garam natrium yang

diberikan, disesuaikan dengan tingginya tekanan darah dan derajat edema yang

terjadi.

e. Terapi ginjal pengganti.

Terapi pengganti ginjal dilakukan pada Penyakit Ginjal Kronik stadium 5,

yaitu pada LFG kurang dari 15 mL/menit. Terapi pengganti tersebut dapat berupa

hemodialisis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal.

3.8. Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik adalah

Penyakit kardiovaskular, gangguan keseimbangan asam basa, cairan, dan

elektrolit, osteodistrofi renal dan anemia.

19

BAB IV

ANALISA KASUS

Pada pasien ini, diagnosis CKD dapat ditegakkan dari manifestasi klinik

yang ada pada penderita yaitu mual, badan lemah, anoreksia, kelebihan volume

cairan (volume overload) yang merupakan tanda tanda uremia, tampak anemis

dan pucat. Dari anamnesis, kemungkinan penyebab gagal ginjal yang terjadi pada

pasien disebabkan hipertensi yang telah diderita pasien 1 tahun. Hipertensi

mengganggu aliran darah ke ginjal sehingga Laju Filtrasi Glomerulus menurun

dan pada akhirnya menyebabkan gangguan ginjal yang irreversible.

Dari hasil pemeriksaan darah, ureum dan kreatinin penderita meningkat

dengan hasil ureum 131,5 mg/dl dan Creatinin 3 mg/dl. Klasifikasi atas dasar

derajat penyakit dibuat atas dasar LFG yang dihitung dengan mempergunakan

rumus Kockcorft-Gault sebagai berikut:

LFG (ml/menit/1,73m²) = (140-umur)x berat badan / 72x kreatinin plasma

(mg/dl)*)

*) pada perempuan dikalikan 0,85.

Berdasarkan rumus diatas dan dengan memasukkan data pemeriksaan

yang ada pada pasien maka didapatkan hasil LFG penderita sebesar 22,23

ml/menit/1,73m². Hasil LFG penderita ini sudah masuk kedalam CKD stadium

IV.

Treatment yang didapatkan penderita bersifat simtomatik untuk

mengurangi gejala yang ada dan mengatasi beberapa komplikasi yang terjadi

akibat CKD itu sendiri seperti diuretik untuk membuang kelebihan cairan di

20

interstisial, ranitidine untuk menurunkan produksi asam lambung, asam folat

untuk anemia dan pada pasien ini juga di transfusi PRC, ACE inhibitor untuk

mengontrol hipertensi dan sebagai vasodilator untuk mengurangi beban jantung,

allupurinol untuk mengatasi peningkatan asam urat. Jika dilihat dari hasil LFG

pasien ini, persiapan untuk terapi pengganti ginjal sudah harus dipikirkan. Terapi

pengganti tersebut dapat berupa hemodialisis, peritoneal dialysis atau

transplantasi ginjal.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo W. Aru, dkk. Penyakit Ginjal Kronik. Buku Ajar Ilmu Penyakit

Dalam Jilid II Edisi V. Jakarta : 2009. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. Hlm 1035-1040.

2. Brenner, B.M., Lazarus, J.M. 2000. Gagal Ginjal Kronik. Prinsip-Prinsip

Ilmu Penyakit Dalam Volume 3 Edisi 13. Jakarta : EGC. Hlm 1435-1443.

3. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri,R., et al. 2002. Gagal ginjal Kronik. Kapita

Selekta Kedokteran Jilid II Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. Hlm

531-534.

4. http://repository.usu.ac.id/bitstream/pdf

21