crossing over

48
BAB I PENDAHULUAN a. Latar Belakang Pada tahun 1909 F. Janssens menyatakan bahwa kromosom-kromosom yang berpasangan di saat profase meiosis sering memperlihatkan konfigurasi yang terlihat menyilang yang ditemukan pada Amphibia. Tiap silang diinterpretasikan sebagai suatu chiasma, namun teori tersebut tidak dapat dibuktikan. Kemudian dilakukan analisis sitogenetik untuk membuktikan adanya hubungan antara jumlah pindah silang yang dideteksi secara genetik melalui observasi jumlah rekombinasi di satu pihak, dengan jumlah chiasmata yang tampak melalui pengamatan mikroskopis. Gardner dkk. (1984) dalam Corebima (1997) menyebutkan bahwa pertukaran bagian-bagian kromosom, antara kromosom yang homolog selama berlangsungnya pindah silang dilakukan pada Drosophila oleh Stern. Stern memanfaatkan kromosom yang tidak seluruhnya homolog agar mudah terdeteksi, dan pasangan kromosom yang digunakan adalah pasangan kromosom kelamin yang bersifat hemizigot. Kegiatan pindah silang melibatkan peristiwa pertukaran bagian-bagian antara kromosom-kromosom homolog dan juga menunjukkan bahwa faktor-faktor (gen) terletak pada kromosom. Menurut Ayala dkk. 1

description

proyek genetika

Transcript of crossing over

Page 1: crossing over

BAB I

PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Pada tahun 1909 F. Janssens menyatakan bahwa kromosom-kromosom

yang berpasangan di saat profase meiosis sering memperlihatkan konfigurasi

yang terlihat menyilang yang ditemukan pada Amphibia. Tiap silang

diinterpretasikan sebagai suatu chiasma, namun teori tersebut tidak dapat

dibuktikan. Kemudian dilakukan analisis sitogenetik untuk membuktikan

adanya hubungan antara jumlah pindah silang yang dideteksi secara genetik

melalui observasi jumlah rekombinasi di satu pihak, dengan jumlah chiasmata

yang tampak melalui pengamatan mikroskopis. Gardner dkk. (1984) dalam

Corebima (1997) menyebutkan bahwa pertukaran bagian-bagian kromosom,

antara kromosom yang homolog selama berlangsungnya pindah silang

dilakukan pada Drosophila oleh Stern. Stern memanfaatkan kromosom yang

tidak seluruhnya homolog agar mudah terdeteksi, dan pasangan kromosom

yang digunakan adalah pasangan kromosom kelamin yang bersifat hemizigot.

Kegiatan pindah silang melibatkan peristiwa pertukaran bagian-bagian

antara kromosom-kromosom homolog dan juga menunjukkan bahwa faktor-

faktor (gen) terletak pada kromosom. Menurut Ayala dkk. (1984) dalam

Corebima (1997) pindah silang umumnya terjadi selama meiosis pada semua

makhluk hidup berkelamin betina maupun jantan dan antara semua pasangan

kromosom homolog.

Gardner dkk (1984) dalam Corebima (1997) menyatakan bahwa peristiwa

pindah silang terjadi selama sinapsisdari kromosom-kromosom homolog pada

zygoten dan pachyten dari profase I meiosis I, dan menyatakan pula bahwa

karena replikasi kromosom berlangsung selamma interfase, maka peristiwa

pindah silang terjadi pada tahap tetrad pascarreplikasi pada saat tiap

kromosom telah mengganda, sehingga telah terbentuk empat kromatid untuk

tiap pasang kromosom homolog.

Pindah silang terjadi pada manusia maupun tumbuhan. Pada individu

jantan dalam banyak jenis Diptera, termasuk dalam marga Drosophila,

1

Page 2: crossing over

peristiwa pindah silang tidak pernah terjadi (Ayala dkk, 1984 dalam

Corebima, 1997).

Penggunaan D. melanogaster sebagai bahan percobaan sangatlah sesuai

dan menguntungkan, hal tersebut dikarenakan sifat Drosophila yang mudah

dibiakkan. Dari uraian di atas, maka dilakukan penelitian untuk membuktikan

adanya fenomena pindah silang dengan cara menyilangkan ♂N><♀ bwa, ♂N

><♀ bcl beserta resiproknya.

b. Rumusan Masalah

Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka kami

dapat membuat rumusan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah cara membuktikan adanya fenomena pindah silang yang

terjadi pada Drosophila melanogaster persilangan ♂N >< ♀bwa dan

♂N><♀bcl beserta resiproknya?

2. Bagaimana fenotip F1 yang muncul dari persilangan ♂N >< ♀bwa dan

♂N><♀bcl beserta resiproknya?

3. Bagaimana fenotip F2 yang muncul dari persilangan ♀ F1 (♂N >< ♀bwa)

>< ♂bwa dan ♀ F1 (♂N><♀bcl) >< ♂ bcl beserta resiproknya?

4. Bagaimana frekuensi pindah silang dari persilangan ♂N >< ♀bwa dan

♂N><♀bcl beserta resiproknya?

c. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk membuktikan adanya fenomena pindah silang yang terjadi pada

Drosophila melanogaster persilangan ♂N >< ♀bwa dan ♂N><♀bcl

beserta resiproknya?

2. Mengetahui fenotip F1 yang muncul dari persilangan ♂N >< ♀bwa dan

♂N><♀bcl beserta resiproknya?

3. Mengetahui fenotip F2 yang muncul dari persilangan ♀ F1 (♂N >< ♀bwa)

>< ♂bwa dan ♀ F1 (♂N><♀bcl) >< ♂ bcl beserta resiproknya?

4. Mengetahui frekuensi pindah silang dari persilangan ♂N >< ♀bwa dan

♂N><♀bcl beserta resiproknya?

2

Page 3: crossing over

d. Manfaat Penelitian

Dengan dilakukannnya penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat

sebagai berikut.

1. Bagi Peneliti

a. Meningkatkan keterampilan dalam melakukan penelitian, terutama

dalam bidang genetika

b. Meningkatkan pemahaman dalam kaitannya dengan persilangan-

persilangan, strain, dan fenotip.

c. Mendapatkan pengetahuan lebih mengenai fenotip strain-strain

Drosiphila melanogaster yang mengalami mutasi pada gen tertentu.

d. Melatih peneliti untuk menganalisis data-data yang telah diperoleh dari

hasil penelitian

e. Melatih kemampuan penalaran dalam menghubungkan data-data hasil

analisis dengan fenomena yang terjadi dari hasil penelitian

f. Mendapatkan informasi baru tentang fenomena yang terjadi dari hasil

persilangan strain-strain Drosophila melanogaster .

2. Bagi Pembaca

a. Memperoleh informasi baru mengenai fenotip, persilangan dan mutasi

strain-strain Drosophila melanogaster khususnya strain black body

(b), clot eyes (cl) dan white apricot (wa).

b. Sebagai salah satu sumber dalam memahami konsep-konsep genetika.

e. Asumsi Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini peneliti berasumsi bahwa.

1. Faktor internal seperti umur D. melanogaster yang digunakan dalam

penelitian, khusunya saat persilangan dianggap sama

2. Faktor abiotik atau faktor lingkungan (suhu, kelembapan, intensitas,

cahaya, pH) dianggap sama dan tidak berpengaruh terhadap fenomena

yang terjadi dari hasil persilangan. Dengan kata lain, fenomena yang

terjadi benar-benar disebabkan oleh hasil persilangan strain-strain D.

melanogaster bukan diakinbatkan faktor abiotik.

3

Page 4: crossing over

3. Kondisi medium selama penelitian dianggap sama dan dalam kondisi baik

4. Seluruh aspek biologis setiap individu D. melanogaster yang disilangkan

dianggap sama

f. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah

1. Persilangan yang dilakukan pada Drosophila melanogaster yaitu

persilangan ♂N >< ♀bwa dan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya untuk

P1, dan menyilangkan ♀F1 dengan induk ♂ resesif dari stok.

2. Pengamatan yang dilakukan yaitu pengamatan morfologis pada warna

mata, faset mata, warna tubuh, bentuk sayap, dan jenis kelamin.

3. Pengamatan pada fenotip F1 maupun F2 dilakukan selaman tujuh hari,

dimana hari pertama dianggap sebagai hari ke-1.

4. Pemindahan medium induk minimal hingga medium ke-4 (diberi label

D), terhitung sejak medium persilangan awal sebagai medium ke-1

(diberi label A).

5. Penelitian yang dilakukan hanya mengenai fenomena pindah silang

tunggal

g. Definisi Operasional

1. Strain adalah sekelompok intraspesifik yang memiliki hanya satu atau

sejumlah kecil ciri yang berbeda, biasanya dalam keadaan homozigot

untuk ciri-ciri tersebut atau galur murni (Corebima,2003). Pada

penelitian ini strain yang dimaksud adalah strain N, bcl dan bwa.

2. Fenotip merupakan karakter yang dapat diamati dalam suatu individu

yang merupakan hasil persilangan suatu interaksi genotip dengan

lingkungan tempat hidup dan berkembang (Corebima, 1997). Pada

penelitian ini fenotip meliputi warna mata, faset mata, keadaan sayap

dan warna tubuh.

3. Genotip merupakan keseluruhan jumlah informasi genetik yang

terkandung dalam suatu makhluk hidup (Corebima, 1997).

4

Page 5: crossing over

4. Homozigot merupakan karakter yang dikontrol oleh dua gen yang

identik (Corebima, 1997). Pada praktikum ini strain homozigot berasal

dari strain stok awal.

5. Heterozigot merupakan karakter yang dikontrol oleh dua gen yang

tidak identik (Corebima, 1997). Pada praktikum ini strain heterozigot

dapat berasal dari strain anakan hasil persilangan.

6. Pindah silang merupakan proses penukaran segmen dari kromatid-

kromatid yang bukan sesaudara dan sepasang kromosom homolog

(Corebima, 1997).

7. Rekombinan merupakan turunan yang bukan tipe parental (Corebima,

1997).

8. Chiasma merupakan pemutusan atau penyambungan kembali yang

diikuti oleh suatu pertukaran resiprok antara kedua kromatid di dalam

bentukan bivalen (satu kromatid bersifat paternal, sedangkan yang lain

bersifat maternal) (Corebima, 1997).

9. Pindah silang merupakan fenomena yang secara genetik jarang dapat

dideteksi pada kromatid sesaudara karena kromatid sesaudara biasanya

identik (Corebima, 1997).

5

Page 6: crossing over

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Sistematika Drosophila melanogaster

Drosophila merupakan salah satu marga dari

Drosophilidae. Menurut Bock (1976) dalam Aini (1992),

Drosophila merupakan marga yang memiliki jumlah paling

besar bila dibandingkan dengan marga yang lainnya. Anak

marga di dalam Drosophila terbagi dalam 4 anak marga,

yaitu: Drosophila, Sophopora, Hirtodrosophila, dan

Scaptodrosophila.

Pada sistematika Drosophila menurut Storer, TI, dan Usinger, RL, (1975)

dalam Aini (1992) adalah sebagai berikut:

Filum : Arthopoda

Kelas : Insecta

Anak kelas : Pterygota

Ordo : Diptera

Familia : Drosphiladae

Genus : Drosophila

Spesies : D. melanogaster

B. Ciri-ciri Morfologi Drosophila melanogaster.

Ciri-ciri morfologi D. melanogaster beranekaragam tergantung gen-gen

yang diekspresikannya sehingga dapat kita lihat dua tipe yang sering dipakai

dalam penelitain yaitu tipe liar dan tipe mutan. Dimana pada penelitian ini

yang dipakai adalah sebagai berikut :

Strain N:

a. Mata berwarna merah

b. Tubuh berwarna coklat

c. Sayap menutupi tubuh dengan sempurna

d. Faset mata halus

6

Gambar 2.1. Drosophila melanogaster

(sumber: Pierce, 2012:6).

Page 7: crossing over

Strain bcl:

a. Mata berwarna cokelat kehitaman

b. Tubuh berwarna hitam

c. Sayap menutupi tubuh dengan sempurna

d. Faset mata halus

Strain bw :

a. Mata berwarna orange

b. Tubuh berwarna hitam

c. Sayap menutupi tubuh dengan sempurna

d. Faset mata halus

C. Peta Gen-Gen pada Drosophila

Pada organisme seperti lalat buah, padi dan tikus beragam mutan telah

diketahui dan peta gen-gennya dapat dikonstruksi, peta gen-gen pada Drosophila

dapa dilihat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2. Partial genetic map atau peta suatu bagian gen pada empat kromosom Drosophila

melanogaster . Lingkaran pada masing-masing kromosom merepresentasikan lokasi sentromer.

Kromsosm I merupakan kromosom X, dan kromosom IV tidak digambar dengan suatu skala

tertentu, melainkan menunjukkan ukuran kromosom yang reltif kecil (Klug et al, 2012:122).

7

Page 8: crossing over

D. Pindah Silang

Pindah silang merupakan peristiwa yang terjadi selama sinapsis dari

kromosom-kromosom homolog pada zygoten dan pacyten dari profase I

meiosis (Gardner, dkk:1984 dalam Corebima 1997) . Gardner dkk (1984)

menyatakan bahwa peristiwa pindah silang terjadi karena replikasi kromosom

berlangsung selama interfase, maka peristiwa pindah silang terjadi pada tahap

tetrad pasca replikasi pada saat tiap kromosom telah mengganda, sehingga

telah terbentuk empat kromatid untuk tiap pasang kromosom homolog.

Gardner dkk. (1984) juga menyatakan bahwa pindah silang juga mencakup

kromatid-kromatid sesaudara (dua kromatid dari satu kromosom), tetapi

secara genetik pindah silang secara genetik jarang dapat terdeteksi karena

kromatid-kromatid sesaudara biasanya identik. Peristiwa pindah silang secara

genetik hanya dapat terdeteksi apabila berlangsung antara dua kromatid yang

bukan sesaudara. Pada marga Drosophila peristiwa pindah silang tidak pernah

terjadi pada individu jantan (Corebima, 1997).

Pada peristiwa pindah silang ini saat kromosom-kromosom hendak

memisah yaitu pada anafase I, kromatid-kromatid yang bersilang tersebut akan

melekat dan putus di bagian ciasma, kemudian tiap potongan itu akan melekat

pada kromatid yang terletak disebelahnya secara timbal balik. Berhubungan

dengan itu gen-gen yang terletak pada bagian yang pindah itu tempatnya akan

berpindah pula ke kromatid di sebelahnya (homolognya) (Corebima, 1997).

Fenomena pindah silang akan memunculkan individu baru yang sifat

fenotipnya berbeda dengan sifat parentalnya. Hal ini bertentangan dengan

hukum Mendel, akan didaptkan dua tipe keturunan yaitu jenis keturunan mirip

paternal dan yang lain mirip maternalnya. Sedangkan pada peristiwa pindah

silang didapatkan empat tipe keturunan yaitu dua tipe keturunan yang akan

mirip dengan sifat paternal dan maternalnya, sedangkan dua tipe lain akan

berbeda dengan sifat parentalnya. Tipe turunan yang bukan tipe parental

semacam ini disebut tipe rekombinan (Corebima, 1997).

8

Page 9: crossing over

E. Macam-Macam Pindah Silang

Pindah silang dibedakan atas :

1. Pindah silang tunggal, ialah pindah silang yang terjadi pada satu tempat.

Dengan terjadinya pindah silang itu akan terbentuk 4 macam gamet. Dua macam

gamet memiliki gen-gen yang sama dengan gen-gen yang dimiliki induk (parental),

maka dinamakan gamet-gamet tipe parental. Dua gamet lainnya merupakan

gamet-gamet baru, yang terjadi akibat adanya pindah silang. Gamet-gamet ini

dinamakan gamet-gamet rekombinasi. Gamet-gamet tipe parental dibentuk

jauh lebih banyak dibandingkan dengan gamet-gamet tipe rekombinasi.

Gambar 2.3. Pindah silang tunggal yang terjadi pada non-sister chromatids yang menghasilkan keturunan rekombinan dan keturunan parental

(sumber: Klug, 2012:112).

2. Pindah silang ganda, ialah pindah silang yang terjadi pada dua tempat. Jika

pindah silang ganda (dalam bahasa Inggris :´double crossingover´) berlangsung

di antara dua buah gen yang terangkai, maka terjadinya pindah silang ganda itu

tidak akan tampak dalam fenotip,sebab gamet-gamet yang dibentuk hanya dari

tipe parental saja atau dari tipe rekombinansi saja atau tipe parental dan tipe

rekombinasi akibat pindah silang tunggal. Akan tetapi, misalkan di antara gen

A dan B masih ada gen ke tiga, misalnya gen C, maka terjadinya pindahsilang

ganda antara gen A dan B akan nampak (Suryo, 2010).

9

Page 10: crossing over

Gambar 2.3. Pindah silang ganda yang terjadi memperlihatkan dua chiasmata(sumber: Klug, 2012:113).

F. Nilai Pindah Silang

Dengan percobaan Morgan dapat diketahui jarak dan lokus berbagai gen

pada kromosom. Dengan 3 macam perkawinan dengan 2 karakter berbeda akan

terlihat di mana letak salah satu gen dalam deretannya, dan diketahui pula berapa

jaraknya (Yatim, 1996). Hukum Morgan adalah jarak gen yang berangkai sebanding

dengan nilai pindah silang. Jika nilai pindah silang 1% maka jarak antara kedua

gen 1 unit (Yatim, 1996). Nilai pindah silang adalah angka persentase kombinasi baru

hasil persilangan, disingkat Nps (Yatim, 1996).

Telah diketahui bahwa dengan adanya peritiwa pindah silang,dalam

keturunan dibedakan tipe parental (tipe orang tua) dan tipere kombinasi (tipe

kombinasi baru). Adapun yang dimaksud dengan nilai pindah silang (nps) ialah angka

yang menunujukkan besarnya persentase kombinasi baru yang dihasilkan akibat

terjadinya pindah silang (Suryo,2010).

Tentunya nilai pindah silang tidak akan melebihi 50%, biasanya bahkan

kurang dari 50%, karena:

a. Hanya dua dari empat kromatid saja ikut mengambil bagian pada peristiwa

pindah silang.

b. Pindah silang ganda akan mengurangi banyaknya tipe rekombinasi yang

dihasilkan.

(Suryo, 2010).

10

Page 11: crossing over

G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pindah Silang

Kemungkinan terjadinya pindah silang ternyata dipengaruhi oleh beberapa

faktor, seperti :

1. Temperatur. Temperatur yang melebihi atau kurang dari temperatur  biasa

dapat memperbesar kemungkinan terjadinya pindah silang.

2. Umur. Makin tua suatu individu, makin kurang mengalami pindah silang.

3. Zat kimia. Zat kimia tertentu dapat memperbesar kemungkinan pindah silang.

4. Penyinaran dengan sinar X. Dapat memperbesar kemungkinan pindahsilang.

5. Jarak antara gen-gen terangkai. Makin jauh letak suatu gen dengan gen lain,

makin besar kemungkinan terjadinya pindah silang.

Jenis kelamin. Pada umumnya pindah silang dijumpai pada makhluk hidup

betina maupun jantan. Namun demikian ada perkecualian, yaitu pada ulat

sutera (Bombix mori) yang betina tidak pernah terjadi pindah silang, demikian

pula dengan Drosophila yang jantan.

11

Page 12: crossing over

BAB III

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konseptual

12

Peristiwa pindah silang ditandai dengan adanya turunan selain tipe parental yaitu tipe rekombinan, terjadi pada kromatid-kromatid bukan kakak beradik dari sepasang

kromosom homolog.

Peristiwa pindah silang terjadi pada tetrad pasca replikasi yaitu saat profase meiosis, dan hanya terjadi

pada sepasang kromosom homolog

Drosophila melanogaster memiliki 4 pasang kromosom homolog. Kromosom-kromosom ini dibedakan atas 3

pasang kromosom tubuh (autosom) dan sepasang kromosom kelamin (genosom)

Rasio hasil F2 tidak

menyimpang dengan

rasio pindah silang

Rasio hasil F2

menyimpang dengan

rasio pindah silang

Persilangan D. melanogaster ♂N><♀bcl dan ♂N >< ♀bwa beserta resiproknya, lalu testcross persilangan betina hasil keturunan F1 dengan induk resesifnya

Nilai pindah silang dapat ditentukan dari perbandingan jumlah individu rekombinan dengan semua individu

turunan dikali 100%. Frekuensi keturunan yang rekombinan tidak akan

melebihi 50%, atau bahkan kurang dari 50%

Page 13: crossing over

B. Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Ho : tidak ada fenomena pindah silang yang muncul pada persilangan ♂N

>< ♀bwa dan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya.

2. Ha : ada fenomena pindah silang yang muncul pada persilangan ♂N ><

♀bwa dan ♂N >< ♀bcl beserta resiproknya.

13

Page 14: crossing over

BAB IV

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini merupakan rancangan deskriptif kuantitatif, dimana

pengamatan dilakukan dengan pengamatan melalui penghitungan jumlah

keturunan (F2) pada masing-masing persilangan antara strain N, bcl dan bwa

dilakukan sebanyak tujuh kali ulangan. Turunan antara strain N, bcl dan bwᵃ ini

diamati dan kemudian diambil datanya. Setelah itu pengamatan dapat

dideskripsikan secara sistematik.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Genetika gedung O5 lantai III ruang

310 Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Negeri Malang mulai tanggal 12 Januari 2013 sampai 16 April 2013.

C. Populasi dan Sampel

Pada penelitian ini, populasi yang digunakan adalah seluruh D. melanogaster

yang ada di Laboratorium Genetika Jurusan Biologi Universitas Negeri Malang.

Sedangkan sampel yang digunakan adalah D. Melanogaster strain N, bcl dan bwᵃ.

D. Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada pengamatan ini adalah mikroskop stereo, panci,

pengaduk, blender, pisau, timbangan, kompor gas,bak plastik, botol selai, sendok,

selang dengan diameter kecil dan diameter sedang, selang ampul, kain kasa,

spons, kuas, spidol serta plastik.

Bahan yang digunakan antara lain D. melanogaster strain N, bcl, dan bwᵃ,

pisang rajamala, gula jawa, tape singkong, air, kertas pupasi, dan yeast

(pengembang roti).

Page 15: crossing over

E. Prosedur Kerja

1. Pembuatan Medium

a. Menimbang bahan berupa pisang, tape singkong, dan gula merah dengan

perbandingan 7: 2 : 1 untuk satu resep, yaitu 700 gram pisang, 200 gram

tape singkong dan 100 gram gula merah.

b. Potong pisang rajamala dan gula merah diencerkan.

c. Pisang dan tape singkong diblender dengan menambahkan air secukupnya.

d. Setelah halus, memasukkan adonan ke dalam panci

e. Selagi masih dalam keadaan panas, gula jawa yang sebelumnya telah

diencerkan dituangkan ke dalam panci yang berisi adonan

f. Memasak adonan tersebut selama 45 menit untuk satu resep. Jika

pembuatan bahan lebih dari satu resep, maka adonan dimasak selama 1

jam.

g. Masukkan medium tersebut kedalam botol selai (± ¼ botol), kemudian

segara menutupnya dengan spons dan mendinginkannya.

h. Setelah medium dingin, memasukkan 3 butir yeast ke dalam medium dan

membersihkannya dari uap air serta memberi kertas pupasi pada botol

selai yang telah terisi medium tersebut.

2. Pengamatan Fenotip

a. Mengambil satu ekor D. melanogaster dari stok dan memasukkannya ke

plastik.

b. Mengamati D. melanogaster di bawah mikroskop stereo.

c. Mengamati fenotip D. melanogaster yang meliputi warna mata, warna

tubuh, faset mata, dan keadaan sayap kemudian mencatatnya.

3. Peremajaan Stok dan Pengampulan.

a. Menyiapkan botol selai yang telah diisi medium.

b. Memasukkan beberapa pasang D. melanogaster untuk masing-masing

strain pada botol yang berbeda dan memberi label sesuai strain dan tanggal

pemasukkannya.

c. Setelah muncul pupa yang menghitam, mengisolasi pupa kedalam botol

ampul yang telah diberi potongan pisang dengan menggunakan kuas.

Page 16: crossing over

4. Persilangan Generasi I (F1)

a. Dari ampulan yang sudah menetas dipilih D. melanogaster strain ♀N

disilangkan dengan ♂bcl, beserta resiproknya dan D. melanogaster strain

♀N disilangkan dengan ♂bwa beserta resiproknya dan dimasukkan dalam

botol dengan medium yang baru. Dengan catatan umur lalat yang

digunakan untuk persilangan tidak lebih dari 2 hari setelah menetas.

b. Memberikan label seperti strain apa, ulangan ke berapa dan tanggal

perlakuan persilangan.

c. Setelah dua hari persilangan induk jantan dilepas.

d. Setelah muncul larva induk betina dipindahkan dalam medium baru (di

beri label B) begitu seterusnya hingga induk betina mati, minimal

pemindahan sampai pada botol D.

e. Dibiarkan sampai mucul anak hasil persilangan, kemudian mengamati

fenotip yang muncul pada F1. Pengamatan fenotip dilakukan selama 7 hari.

5. Persilangan Generasi 2 (F2)

a. Mengampul dari F1 sesuai dengan ulangannya dan semua fenotip yang

muncul disilangkan semua, hasil persilangan F1 disilangkan dengan ♂bwa

dan ♂bcl dari stok.

b. Memberikan label seperti strain apa, ulangan ke berapa dan tanggal

perlakuan persilangan.

c. Setelah dua hari persilangan induk jantan dilepas.

d. Setelah muncul larva induk betina dipindahkan dalam medium baru (diberi

label B) begitu seterusnya hingga induk betina mati, minimal pemindahan

sampai pada botol D.

e. Dibiarkan sampai mucul anak hasil persilangan, kemudian mengamati

fenotip yang muncul pada F2, mulai dari hari ke-1 sampai hari ke-7 dan

dihitung jumlah keturunan F2.

F. Teknik Pengumpula Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan cara

melakukan pengamatan fenotip yang meliputi: warna tubuh, warna mata, faset

Page 17: crossing over

mata, dan keadaan sayap pada hasil keturunan F1 dan F2 secara langsung.

Menghitung jumlah keturunan yang dimulai dari hari ke-1 sampai hari ke-7 untuk

setiap ulangan dan memasukkan dalam tabel hasil pengamatan.

G. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunaka pada penelitian ini menggunakan

rekonstruksi kromosom untuk persilangan F1 hingga F2 dan menghitung

persentase rekombinan pada setiap persilangan.

Page 18: crossing over

BAB V

DATA DAN ANALISIS DATA

A. Data

Tabel 5.1 Data keturunan F1 dan rasio hasil persilangan parental

Persilngan Fenotip SexUlangan

Σ1 2 3 4 5 6 7

♂bcl><♀N N♂ 2 - 10 3 - 52 - 67

♀ 1 - 6 5 - 64 - 76

Σ 143

Persilngan Fenotip SexUlangan

Σ1 2 3 4 5 6 7

♂N><♀bcl N♂ 4 44 25 1 3 33 - 110

♀ 10 70 20 4 11 49 - 164

Σ 274

Persilngan Fenotip SexUlangan

Σ1 2 3 4 5 6 7

♂bwa ><♀N

N♂ 10 19 21 29 - - - 79

♀ 20 45 15 30 - - - 110

wa♂ 3 6 - - - - - 9

♀ 3 - - - - - - 3

Σ 201

Persilngan Fenotip SexUlangan

Σ1 2 3 4 5 6 7

♂N><♀bwa

N♂ 6 31 14 73 11 - - 135

♀ 10 38 16 74 30 - - 168

wa♂ 6 11 - 46 21 - - 84

♀ 2 29 - 35 5 - - 71

Σ 458

Tabel 5.2 Data keturunan F2 dan rasio hasil persilangan F1

Page 19: crossing over

Persilngan Fenotip SexUlangan

Σ Total1 2 3 4 5 6 7

♀N><♂bwa

Dari

(♀N><♂bwa)

N♂ 118 - - - - - - 118

254♀ 136 - - - - - - 136

bwa♂ 9 - - - - - - 9

15♀ 6 - - - - - - 6

b♂ 4 - - - - - - 4

30♀ 26 - - - - - - 26

wa♂ 6 - - - - - - 6

15♀ 9 - - - - - - 9

Σ- 314

Persilngan Fenotip SexUlangan

Σ Total1 2 3 4 5 6 7

♀N><♂bwa

Dari

(♂N><♀bwa)

♂ - - - - - - -

♀ - - - - - - -

Σ

Persilngan Fenotip SexUlangan

Σ Total1 2 3 4 5 6 7

N♂ 10 - 1 - - - - 11

21♀ 8 - 2 - - - - 10

b♂ 1 - 9 - - - - 10

23♀ 12 - 1 - - - - 13

cl♂ 2 - 9 - - - - 11

24♀ 11 - 1 - - - - 13

bcl♂ 1 - 12 - - - - 13

26♀ 13 - - - - - - 13

Σ 94

Persilngan Fenotip SexUlangan

ΣTotal

1 2 3 4 5 6 7

♀N><♂bcl ♂ - - - - - - -

Page 20: crossing over

Dari

(♂N><♀bcl)♀ - - - - - - -

Σ

B. Rekontruksi kromosom

Rekontruksi pada kromosom tubuh yang terletak pada kromosom yang

sama, tidak terjadi pindah silang (normal):

a. Rekonsrtuksi kromosom pada persilangan ♂N >< ♀bcl

P1 : ♂N >< ♀bcl

b+ cl+ >< b cl

b+cl+ b cl

G1 : b+cl+, b cl

F1 : b+cl+ (N heterozigot)

b cl

P2 : ♀N (dari F1)><♂bcl resesif (dari stok)

b+cl+ >< b cl

b cl b cl

G2 : b+cl+ b cl

b cl

F2 : b+cl+ (N), b cl (bcl)

bcl b cl

Perbandingan F2= N: bcl

1: 1

b. Rekonstruksi kromosom pada persilangan ♀N >< ♂bcl

P1 : ♀N >< ♂bcl

b+ cl+ >< b cl

b+cl+ b cl

G1 : b+cl+, bcl

F1 : b+ cl+ (N heterozigot)

b cl

P2 : ♀N (dari F1)><♂bcl resesif (dari stok)

Page 21: crossing over

b+ cl+ >< b cl

b cl b cl

G2 : b+cl+ bcl

bcl

F2 : b+cl+ (N), bcl (bcl)

bcl bcl

Perbandingan F2: N: bcl

1: 1

Rekonstruksi kromosom pada kromosom tubuh, terletak pada kromosom yang

sama, terjadi pindah silang :

a. Persilangan ♀N><♂bcl beserta resiproknya

P1 ♀N >< ♂bcl

Genotip ><

Gamet b+ cl+ b cl

F1

Perbandingan F1 : 100% N (heterozigot)

P2 ♀N >< ♂bcl (resesif)

Genotip ><

Gamet b+ cl+ b cl

b cl

b+ b duplikasi b+ b + b b

cl+ cl cl+ cl + cl cl

♀b cl b cl

b+ cl+

(N) (N)

b+ cl+

(N) (N)

Page 22: crossing over

b+ b+ b b

cl+ cl cl+ cl

Gamet : b+cl+, b+cl, bcl+, bcl

♀b+cl+, b+cl bcl+ bcl

b- cl-

b + cl +

b- cl-

(N heterozigot)

b + cl -

b- cl-

(cl)

b - cl+

b- cl-

(b)

b - cl -

b- cl-

(bcl)

F2Perbandingan F2 = N : b: cl: bcl 1 : 1: 1 :1

Rekonstruksi kromosom pada persilangan ♂N >< ♀bwa yang tidak mengalami pindah silang

P1 : ♂N >< ♀bwa

Genotip b + w a+ >< b w a

b+ ¬ b wa

gamet

: b+ wa+ , b+¬ ; b wa

♀ N (heterozygot) = 2

♂ wa+= 2

♀b+ wa+

b+¬

b wa

b + w a +

b wa

b + w a

b ¬

b wab + w a +

b wa

b + w a

b ¬

Page 23: crossing over

FI N : wa+

1 : 1

P2 : ♀N >< ♂bwa

Genotip b +` w a+ >< b w a

b wa b ¬Gamet : b+ wa+, b+ wa , b wa+ , b wa ; b wa, b wa

♀b+ wa+ b+ wa b wa+ b wa

b wa b + w a+ b wa

b + w a b wa

b w a+ b wa

b w a+ b wa

b ¬b + w a+

b ¬

b + w a

b ¬

b w a+

b ¬

b w a

b ¬

Perbandingan F2: N : bwa : wa : b

1 : 1 : 1 : 1

Rekonstruksi kromosom pada persilangan ♂ bwa >< ♀N

P1 ♂ bwa >< ♀N

Genotip b w a >< b + w a+

b ¬ b+ wa+

Page 24: crossing over

Gamet : b+ wa+ , b ¬ ; b+ wa+, b+ wa+

Perbandingan ♂N : ♀N 1 : 1

P2 : ♀N >< ♂bwa

Genotip b +` w a+ >< b w a

b wa b ¬Gamet : b+ wa+, b+ wa , b wa+ , b wa ; b wa, b wa

♀b+ wa+ b+ wa b wa+ b wa

b wa b + w a+ b wa

b + w a b wa

b w a+ b wa

b w a+ b wa

b ¬b + w a+

b ¬

b + w a

b ¬

b w a+

b ¬

b w a

b ¬

♀b+ wa

b ¬

b+ wa+

b + w a +

b+ wa

b + w a +

b ¬

b+ wa+b + w a +

b+ wa

b + w a +

b ¬

Page 25: crossing over

Perbandingan F2: N : bwa : wa : b

1 : 1 : 1 : 1

C. Uji Chi-Square (X2)

1. Persilangan ♀F1dari (♂N >< ♀bcl) >< ♂bcl

Persilngan Fenotip SexUlangan

Σ Total1 2 3 4 5 6 7

N♂ 10 - 1 - - - - 11

21♀ 8 - 2 - - - - 10

b♂ 1 - 9 - - - - 10

23♀ 12 - 1 - - - - 13

cl♂ 2 - 9 - - - - 11

24♀ 11 - 1 - - - - 13

bcl♂ 1 - 12 - - - - 13

26♀ 13 - - - - - - 13

Σ 94

Fh N = Fh b =

Fh cl = Fh bcl =

fenotipe Fo fh fo – fh (fo – fh)2

N 21 23,5 -2,5 6,250,26595744

6

Page 26: crossing over

b 23 23,5 -0,5 0,25 0,21276595

cl 24 23,5 0,5 0,25 0,21276595

bcl 26 23,5 0,25 6,250,26595744

6

∑0,57446808

1

X2 tabel → db = ∑fenotip (N, b, cl, bcl) – 1

= 4 – 1

= 3

X2 hitung (0,574468081) < X2 tabel 0,05 (7,815). Hipotesis penelitian

diterima sehingga rasio F2 tidak menyimpang dari 1 : 1 : 1 : 1

2. Persilangan ♀F1dari (♂N >< ♀bwa) >< ♂ bwa

Persilngan Fenotip SexUlangan

Σ Total1 2 3 4 5 6 7

♀N><♂bwa

Dari

(♀N><♂bwa)

N♂ 118 - - - - - - 118

254♀ 136 - - - - - - 136

bwa♂ 9 - - - - - - 9

15♀ 6 - - - - - - 6

b♂ 4 - - - - - - 4

30♀ 26 - - - - - - 26

wa♂ 6 - - - - - - 6

15♀ 9 - - - - - - 9

Σ- 314

Fh N = Fh b =

Fh wa = Fh bwa =

Page 27: crossing over

fenotipe Fo fh fo – fh (fo – fh)2

N 254 78,5 175,5 30800,25392,359872

6

b 30 78,5 -48,5 2352,25 29,621019

11

wa 15 78,5 -63,5 4032,25 51,366242

04

bwa 15 78,5 -635 4032,25 51,3662420

4

∑524,7133758

X2 hitung (524,7133758) > X2 tabel 0,05 (7,815), Hipotesis penelitian ditolak

sehingga tidak terjadi fenomena pindah silang yang muncul pada persilangan ♂N

>< ♀bwa beserta resiproknya.

D. Frekuensi Pindah Silang

Frekuensi Pindah Silang Persilangan ♀F1dari (♂N >< ♀bcl) >< ♂bcl

resesif. Frekuensi turunan tipe rekombinan:

=

=

= 14,3%

Persilangan ♀F1dari (♂bcl >< ♀N) >< ♂bcl resesif

Frekuensi turunan tipe rekombinan:

=

=

Persilangan ♀F1dari (♂N >< ♀bwa) >< ♂ bwa resesif

Page 28: crossing over

Frekuensi turunan tipe rekombinan:

=

=

= 53,19%

Page 29: crossing over

BAB VI

PEMBAHASAN

6.1. Fenotip F1 dari Persilangan ♂N >< ♀bcl beserta Resiproknya dan

persilangan ♂N><♀bwa beserta resiproknya

Dari hasil persilangan yang telah dilakukan, menunjukkan data bahwa F1

dari persilangan antara N♂><bcl♀ beserta resiproknya semuanya memiliki

feontipe N baik jantan maupun betina. Meskipun demikian, genotip dari F1 tidak

lagi N yang homozigot seperti pada N parental. Hal tersebut sudah sesuai dengan

rekontruksi kromosom yang ada, dimana fenotip yang muncul semuanya adalah N

dengan genotip heterozigot. yang memiliki ciri mata merah, warna tubuh kuning

kecoklatan dan sayap menutup tubuh secara sempurna. Menurut hasil persilangan

di atas tampak bahwa sifat dominan dimiliki strain N, yang mengalahkan sifat

resesif dari b dan cl. Keturunan pertama atau F1 yang dihasilkan dari persilangan

di atas bersifat heterozigot. Corebima (1997) menyatakan bahwa suatu karakter

heterozigot adalah suatu karakter yang dikontrol oleh dua gen (sepasang) tidak

identik (berlainan).

Namun, pada persilangan ♂N >< ♀bwa beserta resiproknya menghasilkan

keturunan pertama (F1) yang berfenotip N dan wa dengan perbandingan 1:1. Dari

hasil pengamatan terlihat separuh F1 adalah N berkelamin betina dan separuhnya

adalah wa yang mempunyai kelamin jantan, serta terlihat pula bahwa separuh F1

adalah ♀N sedangkan separuhnya ♂w. Hal ini menunjukkan bahwa tidak seluruh

F1 bermata merah tidak sesuai dengan harapan atas dasar prinsip Mendel, jika

faktor merah dominan terhadap faktor oranye (apricot). Fenotip F1 yang muncul

dari persilangan ini menunjukkan adanya sifat yang terpaut kelamin pada strain wa

yaitu faktor warna mata. Faktor warna mata pada strain wa terdapat pada

kromosom kelamin X yang ditunjukkan dalam peta kromosom dimana strain w

terletak pada kromosom 1 yang merupakan kromosom kelamin X (Ayala, dkk

dalam Corebima, 1997).

Dalam prosesnya F1 dari persilangan tersebut, ♀N memperoleh 1 kromosom

X dari induk jantan dan 1 kromosom dari induk betina. Dalam hal ini kromosom

Page 30: crossing over

X dari induk jantan yang diwariskan merupakan faktor warna oranye yang

dominan (wa +) sedangkan kromosom X dari induk betina merupakan faktor warna

mata merah yang resesif (wa), sehingga F1 yang dihasilkan dari persilangan P1

merupakan ♀N yang heterozigot. Untuk ♂ wa dari persilangan P1 memperoleh 1

kromosom X dari induk betina, dalam hal ini merupakan faktor warna oranye

yang resesif (wa) dan 1 kromosom Y dari induk jantan sehingga F1 yang juga

dihasilkan oleh persilangan P1 adalah ♂ wa.

6.2. Fenotip F2 dari Persilangan ♂N >< ♀bcl beserta Resiproknya dan

persilangan ♂N><♀bwa beserta resiproknya

Dari hasil uji Chi square data penelitian yang diperoleh, menunjukkan

Hipotesis penelitian diterima sehingga rasio F2 tidak menyimpang dari 1 : 1 : 1 : 1

yang merupakan rasio hasil rekonstruksi kromosom.

F1 betina (N♀) dari persilangan N♂><bcl♀ beserta resiproknya yang

bersifat heterozigot tersebut kemudian disilangkan dengan jantan resesif dari stok

yaitu strain bcl♂. Uji persilangan suatu individu dengan parentalnya disebut test

cross atau silang balik. Dengan uji persilangan balik ini dapat diketahui bahwa

individu yang fenototipnya sama belum tentu memiliki genotip yang sama.

Peristiwa pindah silang ditandai dengan munculnya tipe turunan yang berbedar

dengan tipe parental. Tipe turunan yang bukan tipe parental semacam ini disebut

tipe rekombinan. Tipe rekombinan memiliki fenotip baru yang tidak sama dengan

fenotip pariental yaitu strain b, dan strain cl. Dari persilangan F1 betina (N♀) dari

persilangan N♂><bcl♀ disilangkan dengan jantan resesif dari stok yaitu strain

bcl♂ didapatkan 4 jenis fenotip yang muncul yaitu N,b,cl dan bcl. Munculnya tipe

rekombinan disebabkan adanya pertukaran bagian-bagian antara kromosom-

kromosom homolog sehingga terjadi perubahan posisi faktor (gen) tertentu dari

suatu kromosom ke pasangan homolognya.

Fenomena perubahan posisi gen ini dapat diketahui terjadi ketika Profase I

yang pada saat itu sering memperlihatkan konfigurasi yang terlihat menyilang.

Tiap silangan itu diintepretasikan sebagai suatu chiasma. Terjadinya pindah silang

ditandai dengan adanya synaptinemal complex dan terbentuknya chiasma tersebut.

Pada Drosophila individu yang dapat melakukan pindah silang adalah individu

Page 31: crossing over

betina. Menurut Ayala dalam Corebima (2003) individu jantan dalam banyak

jenis diptera termasuk dalam marga Drosophila, peristiwa pindah silang tidak

pernah terjadi. Individu betina dapat terjadi pindah silang karena terbentuk

synaptinemal kompleks yang merupakan prasyarat terjadinya pindah silang.

Menurut Campbell (2010) synaptinemal kompleks adalah sebuah apparatus

protein yang mempunyai fungsi untuk membawa kromosom pada ikatan yang

kuat. Struktur apparatus protein tersebut merupakan struktur gabungan dari RNA

dan protein untuk memperkuat chiasma.

Dari gambar di atas dapat menunjukkan bahwa setelah homolog tereplikasi,

kemudian berpasangan dan terhubung secara fisik di sepanjang lengan oleh

protein synaptinemal kompleks. Setelah penguraian synaptinemal kompleks pada

profase akhir, kedua homolog sedikit memisah namun tetap terhubung pada

chiasma, karena kohesi kromatid saudara masih tetap menyambungkan kedua

kromatid saudara awal. Hal ini yang menyebabkan pada F2 persilangan ♂N ><

♀bcl beserta resiproknya muncul tipe rekombinan dan tipe parental.

Selanjutnya adalah pada persilangan ♂N><♀ bwa beserta resiproknya. Pada

fenomena persilangan ini tidak terjadi pindah silang, karena salah satu syarat

terjadinya pindah silang adalah gen-gen yang berada pada satu kromosom. Gen

black body (b) terletak pada kromosom II sedangkan gen wa (white apricot)

termutasi pada kromosom I. Pada uji chi-square yang telah dilakukan

menunjukkan pula bahwa Hipotesis penelitian ditolak sehingga tidak terjadi

fenomena pindah silang yang muncul pada persilangan ♂N >< ♀bwa beserta

resiproknya.

Page 32: crossing over

6.3. Frekuensi Pindah Silang

Frekuensi rekombinan akibat dari peristiwa pindah persilangan ♂N ><

♀bcl menghasilkan frekuensi keturunan rekombinan senilai 14,3% . Hal ini sesuai

dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Suryo (2008) bahwa nilai pindah

silang tidak akan melebihi 50%, atau bahkan kurang dari 50%, itu dikarenakan

Hanya dua dari empat kromatid saja yang ikut mengambil bagian pada peristiwa

pindah silang. Frekuensi pindah silang dapat dihubungkan dengan peta

kromosom. Yang dimaksud dengan peta kromosom ialah gambar skema sebuah

kromosom yang dinyatakan sebagai sebuah garis lurus dimana diperlihatkan lokus

setiap gen yang terletak pada kromosom itu. Sentromer dari kromosom biasanya

dianggap sebagai pangkal, maka diberi tanda 0(nol). Pada lokus setiap gen

dibubuhkan angka yang menunjukkan jarak antara gen itu dengan sentromer atau

jarak antara satu gen dengan yang lain. Jarak itu diberi ukuran unit dan 1 unit =

1% pindah silang (Suryo,2010)). Pada strain bcl, memiliki dua gen yang terletak

masing-masing gen b terletak pada kromosor gen II 48.5 map unit dan gen cl pada

16.5 map unit. Kemudian jarak antara gen b dengan cl adalah 48.5-16.5 = 32 map

unit yang berarti menunjukkan bahwa frekuensi terjadinya pindah silang adalah

sebesar 32 % akan tetapi pada hasil tipe rekombinan tidak akan lebih dari 50%.

Menurut Sturtevant, semakin jauh dua gen terpisah, semakin tinggi pula

probablitas bahwa pindah silang terjadi di antara keduanya sehingga lebih tinggi

pula frekuensi rekombinasinya.

Pada persilangan ♂N><♀ bwa beserta resiproknya menunjukkan

persentase lebh dari 50%, yakni sebesar 53,19%. Hal ini menunjukkan bahwa

pada persilangan ini memang tidak terjadi fenomena pindah silang, karena pada

pindah silang perhitungan frekuensi tipe rekombinan memperlihatkan gambaran

yang jelas kurang dari 50%. Jelaslah bahwa gambaran frekuensi tipe-tipe

rekombinan semacam itu terjadi karena faktor-faktor itu memang harus terletak

pada satu kromosom.

Page 33: crossing over

BAB VII

PENUTUP

7.1. Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Dari hasil persilangan Drosophila melanogaster ♂N><♀bcl beserta

Resiproknya,pada F1 muncul fenotip N heterozygot dengan persentase

100% dari seluruh anakannya. Selanjutnya untuk hasil persilangan

Drosophila melanogaster ♂N><♀ bwa beserta Resiproknya, pada F1

muncul fenotip N mempunyai kelamin betina dan wa yang mempunyai

jenis kelamin jantan dengan rasio keduanya adalah 1:1 hal ini terjadi

karena adanya sifat yang terpaut kelamin pada strain wa..

7.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah kami lakukan dapat diberikan

saran sebagai berikut:

1. Dalam melakukan penelitian mengenai D. melanogaster ini diperlukan

adanya kesabaran, ketelitian, dan kecekatan dalam bekerja. Begitu pula

kekompakan antar individu dalam kelompok juga menjadi hal yang sangat

penting. Terutama hal tersebut sangat diperlukan saat proses pengamatan

fenotip, peremajaan, pengampulan, dan persilangan, agar waktu dapat

digunakan dengan seefisien mungkin dan mendapat hasil yang optimal

2. Diharapkan pada penelitian selanjutnya peneliti lebih teliti dalam

menghitung lama tiap-tiap tahap perkawinan pada D.Melanogaster. Dalam

mengerjakan proyek ini juga harus memperhatikan faktor-faktor luar yang

mungkin bisa mengganggu seperti serangga, semut, atau yang lainnya.

Page 34: crossing over

Daftar Pustaka

Campbell, Reech. 2010. Biologi Ed.8 Jilid 1. Erlangga: Jakarta

Corebima,A.D. 2003. Genetika Mendel. Airlangga: University Press

Corebima, A.D. 2000. Genetika Mutasi dan Rekombinasi. Biologi FMIPA:

Universitas Negeri Malang

Elvita, Azmi dkk. 2008. Genetika Dasar. University of Riau: Riau

Gardner, E.J. dkk. 1991. Priciples of Genetics. John Wiley dan Sons, New York

Klug, William, S., et.all. 2006. Concepts of Genetics. New Jersey: Pearson

Education Inc

Strickberger, M. W. 1985. Genetics Third Edition. New York: Macmillan

Pubishing Company

Suryo. 2010. Genetika untuk strata 1. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta.