Crime Control Model dan Due Process.docx
-
Upload
aldy-firdaus -
Category
Documents
-
view
24 -
download
4
Transcript of Crime Control Model dan Due Process.docx
Crime Control Model dan Due Process Model Dalam Praktikal Pemidanaan di Indonesia
Ada dua kecenderungan dalam praktek sistem peradilan diAmerika: “Crime Control Model” dan “Due
Process Model” (Herbert L. Packer The Limits of the Criminal Sanction (1968: 197).[1] Crime Control
Model adalah sistem yang digambarkan seperti Conveyor Belt, berjalan sangat cepat. Dalam model ini,
pemeriksaan harus ditangani oleh tenaga yang ahli (professional)agar tidak terjadi kesalahan. Azas yang
dipakai adalah ‘presumption of guilty’ (praduga bersalah) dan berdiri diatas konsep ‘factual guilt’.
Sedangkan Due Process Model digambarkan sebagai jalan yang berliku dan penuh hambatan. Dalam
model ini, yang terpenting adalah kesesuaian dengan hukum acara yang ada, kecepatan tidak menjadi
prioritas. Hal ini tergamgambar jelas dari pemaparan Damang S. H berikut:
“Dalam praktiknya, pertama, crime control model lebih mengutamakan profesionalisme pada aparat
penegak hukum untuk menyingkap, mencari dan menemukan pelaku tindak pidana. Profesional yang
merupakan sifatnya, maka peraturan yang bersifat formal sering dilanggar, dan kadang-kadang untuk
mendapatkan barang bukti, para profesionalis ini memaksakan cara-cara ilegal untuk tujuan cepat dan
effisiensi. Sehingga untuk menghindari hambatan dari proses pidana itu maka kewenangan kebijakan dari
penegak hukum itu seringkali diperluas. Dan dalam kenyataannya bahwa Crime Control Model ini sering
dipertentangkan sebagai kurang manusiawi dan tidak menghormati Hak Asasi Manusia.”[2]
Azas yang dipakai adalah ‘presumption of innocent’ (praduga tak bersalah) dan berdiri diatas
konsep ‘legal guilt’. Masing-masing model tersebut tentu ada kelebihan dan kekurangannya. Baik Crime
Control Model maupun Due Process Model, keduanya tetap berjalan diatas koridor hukum acara, karena
keduanya hanyalah kecenderungan model yang ada dalam praktek. Oleh karena itu, Crime Control Model
bukan berarti melanggar HAM, karena masih tetap pada Due Process of Law sebagaimana ditentukan
oleh konstitusi.[3]
Sebagai sistem, maka kedua model ini tentu memiliki sisi lebih dan sisi kurang. Hal ini akan lebih jelas
dalam tabel berikut:
Table Perbandingan System Due Process Dan Crime Control Models
Crime control models Due process
a. Represif
b. Presumption of Guilt
c. Informal Fact Finding
d. Factual Guilt Efficiency.
a. Preventif
b. Presumption of Innocence
c. Formal
d. Adjudicative
e. Legal Guilt Efficiency
Dari sisi tujuan yang ingin dicapai, maka perbedaan kedua model ini bisa dilihat dari tabel berikut:
Nomor Model Sistem Peradilan
Pidana
Tujuan yang ingin dicapai dari Sistem Peradilan
Pidana Tersebut
1. Due Proses Model (DPM) Menggambarkan suatu versi yang diidealkan
tentang bagaimana sistem harus bekerja sesuai
dengan gagasan-gagasan atau sifat yang ada
dalam aturan hukum. Hal ini meliputi prinsip-
prinsip tentang hak-hak terdakwa, asas praduga
tidak bersalah, hak terdakwa untuk diadili secara
adil, persamaan di depan hukum dan peradilan.
2. Crime Control Model (CCM) Sistem yang bekerja dalam menurunkan atau
mencegah dan mengekang kejahatan dengan
menuntut dan menghukum mereka yang bersalah.
Lebih menjaga dan melayani masyarakat. Polisi
harus berjuang melawan kejahatan.
Tabel: Website Pengadilan Negeri Kepanjen, dikutip dari URL http://pn-kepanjen.go.id/index.php?
option=com_content&task=view&id=169
Intinya, menurut analisis subjektif penulis, berbicara tentang peradilan pidana maka kita akan kembali
kepada dua model di atas. Atau ada model lain yang tidak kita sisnggung. Membedakan keduanya sama
dengan membedakan antacommon law dengan civil law. Selain asumsi yang dibangun seperti berada
pada dua jalur yang berlawanan, maka kedua nodel teori ini juga berbeda dari sisi menempatkan undang-
undang sebagai asas legal. Crime control model mungkin akan menekan terjadinya kejahatan, namun
akan memperbesar peluang terjadinya kesalahan. Sementara Due Proses Model justru sebaliknya,
memperkecil kesalahan karena selalu berjalan di atas rel aturan, namun akan menimbulkan lebih banyak
korban. Hal ini karena polisi tidak bisa bertindak sebelum putusan yang mengikat. Namun kedua sistem
ini bisa menyatu. Ya, seperti hukum Islam yang punya asas legal namun diberi peluang berijtihad. Sekian,
Allahu a’lam.
[1] http://www.negarahukum.com/hukum/asas-praduga-tak-bersalah.html
[2] Ibid
[3] http://lubabulmubahitsin.blogspot.com/2008/02/perbandingan-model-pemeriksaan-di.html
Praktikal Sistem Pada Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak
1. Dalam UU No. 11 tahun 2012 pasal 16 telah membutikan bahwa KUHAP masih diberlakukan
dalam UU tersebut, kecuali jika ada perubahan menurut UU tentang system peradilan anak, yang
artinya KUHAP yang lebih banyak menganut due process system dalam praktikalnya.
2. Dalam BAB III undang-undang system peradilan anak mengenai acara peradilan anak yang
tercantum mulai pasal 16 sampai dengan pasal 62 membuktikan sekali lagi dimana due process
system lebih dipakai karena menggambarkan suatu versi yang diidealkan tentang bagaimana
sistem harus bekerja sesuai dengan gagasan-gagasan atau sifat yang ada dalam aturan hukum. Hal
ini meliputi prinsip-prinsip tentang hak-hak terdakwa, asas praduga tidak bersalah, hak terdakwa
untuk diadili secara adil.