cp2

12
DISKUSI Cerebral palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang menetap dan tidak progresif, meskipun gambaran klinisnya dapat berubah selama hidup; terjadi pada usia dini dan merintangi perkembangan otak normal dengan menunjukkan kelainan posisi dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa gangguan korteks serebri, ganglia basalis, serta serebelum. Pada saat diagnosis ditegakkan, penyakit susunan saraf pusat yang aktif sudah tidak ada lagi (Passat, 1999). Cerebral palsy merupakan penyebab utama gangguan fungsi afeksi dan pertumbuhan anak. Tanda-tanda yang tampak pada cerebral palsy meliputi: Riwayat keterlambatan perkembangan pada tahun pertama kehidupan Abnormalitas tonus otot merupakan gejala yang paling sering ditemukan, anak dapat ditemukan dalam kondisi hipotonik atau hipertonik yang lebih sering terjadi, 1

description

CP2

Transcript of cp2

DISKUSI

Cerebral palsy adalah suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang menetap dan tidak progresif, meskipun gambaran klinisnya dapat berubah selama hidup; terjadi pada usia dini dan merintangi perkembangan otak normal dengan menunjukkan kelainan posisi dan pergerakan disertai kelainan neurologis berupa gangguan korteks serebri, ganglia basalis, serta serebelum. Pada saat diagnosis ditegakkan, penyakit susunan saraf pusat yang aktif sudah tidak ada lagi (Passat, 1999).Cerebral palsy merupakan penyebab utama gangguan fungsi afeksi dan pertumbuhan anak. Tanda-tanda yang tampak pada cerebral palsy meliputi:

Riwayat keterlambatan perkembangan pada tahun pertama kehidupan

Abnormalitas tonus otot merupakan gejala yang paling sering ditemukan, anak dapat ditemukan dalam kondisi hipotonik atau hipertonik yang lebih sering terjadi, dapat disertai dengan penurunan atau peningkatan resistensi terhadap gerakan pasif. Anak dengan cerebral palsy dapat mengalami hipotonia pada awalnya yang kemudian diikuti oleh hipertonia. Kombinasi hipotonia aksial dengan hipertonia perifer mengindikasikan adanya proses sentral.

Gangguan fungsi lengan sebelum usia 1 tahun: Tanda kemungkinan terjadinya hemiplegia

Merangkak secara asimetris atau tidak mampu merangkak

Gangguan pertumbuhan, khususnya kegagalan tumbuh kembang

Peningkatan refleks, mengindikasikan adanya lesi pada upper motor neuron, kondisi ini dapat juga tampak dengan adanya refleks primitif persisten

Gangguan atau tidak adanya refleks postural maupun refleks protektif(Abdel-Hamid, 2013)

Etiologi cerebral palsy dibagi atas 3 bagian, yaitu pada masa pranatal, perinatal, serta pascanatal.

1. Pranatal

Infeksi terjadi dalam masa kandungan, menyebabkan kelainan pada janin, misalnya oleh lues, toksoplasma, rubela, dan penyakit inklusi sitomegalik. Anoksia dalam kandungan, terkena radiasi sinar-X dan keracunan kehamilan dapat menimbulkan cerebral palsy. Kelainan yang mencolok biasanya gangguan pergerakan dan retardasi mental.

2. Perinatal

a. Anoksia/hipoksia

Anoksia atau hipoksia dapat terjadi pada bayi dengan presentasi abnormal, disproporsi sefalo-pelvik, partus lama, plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan bantuan instrumen tertentu , serta lahir dengan bedah sesar.

b. Perdarahan otak

Perdarahan dan anoksi dapat bersama-sama, sehingga sukar membedakannya. Misalnya saja perdarahan yang mengelilingi batang otak dapat mengganggu pusat pernapasan dan peredaran darah yang menyebabkan terjadinya anoksia. Perdarahan dapat terjadi di ruang subarakhnoid menyebabkan penyumbatan cairan serebrospinal sehingga menyebabkan terjadinya hidrosefalus. Perdarahan di ruang subdural dapat menekan korteks serebri sehingga timbul kelumpuhan spastik.

c. Prematuritas

Bayi kurang bulan mempunyai kemungkinan menderita perdarahan otak lebih banyak dibandingkan bayi cukup bulan, karena pembuluh darah, enzim, faktor pembekuan darah, dan lain-lain masih belum sempurna.

d. Ikterus

Ikterus pada masa neonatal dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak yang persisten akibat perfusi bilirubin ke ganglia basal. Hal ini menyebabkan kelainan yang disebut dengan kernikterus. Kernikterus biasanya terjadi pada pasien dengan inkompatibilitas golongan darah.

e. Meningitis purulenta

Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau ditangani secara tidak tepat akan menyisakan gejala sisa berupa cerebral palsy.

3. Pascanatal

Setiap kerusakan pada jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat menyebabkan cerebral palsy, beberapa diantaranya adalah trauma kapitis, meningitis, ensefalitis, serta luka parut pada otak pasca bedah.

Gambaran klinis cerebral palsy ditandai dengan adanya kelainan fungsi dan lokalisasi serta kelainan non-motorik yang menyulitkan inspeksi gambaran klinis pada penyakit ini.

Kelainan fungsi motor terdiri dari:

1. Spastisitas

Terdapat peninggian tonus otot dan refleks yang disertai dengan klonus dan refleks babinski yang positif. Tonus otot yang meninggi itu menetap dan tidak hilang meskipun pasien dalam keadaan tidur. Peninggian tonus ini tidak sama derajatnya pada suatu gabungan otot karena itu tampak sikap yang khas dengan kecenderungan terjadi kontraktur, misalnya lengan dalam aduksi, fleksi pada sendi siku dan pergelangan tangan dalam pronasi serta jari-jari dalam fleksi sehingga posisi ibu jari melintang di telapak tangan. Tungkai dalam sikap aduksi, fleksi pada sendi paha dan lutut, kaki dalam fleksi plantar dan tepat waktunya. Kerusakan biasanya terletak di traktus kortikospinalis. Golongan spastisitas meliputi 2/3 3/4 pasien palsi serebral. Bentuk kelumpuhan spastisitik tergantung pada letak dan luasnya kerusakan: yaitu hemiplegia/hemiparesis kelumpuhan pada lengan dan tungkai sisi yang sama; monoplegia /monoparesis kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi salah satu anggota gerak lebih hebat dari yang lainnya. Diplegia/ diparesis kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi tungkai lebih hebat daripada lengan. Tetraplegia/tetraparesis kelumpuhan keempat anggota gerak, tetapi lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.

2. Tonus otot yang berubah

Bayi pada golongan ini pada usia bulan pertama tampak flaksid dan berbaring seperti kodok terlentang, tetapi bila dirangsang atau mulai diperiksa tonus ototnya berubah menjadi spastik. Refleks otot yang normal dan refleks babinski negatif, tetapi khas ialah refleks neonatal dan tonic neck reflex menetap. Kerusakan biasanya terletak di batang otak dan disebabkan oleh asfiksia perinatal atau ikterus. Golongan ini meliputi 10-20% dari kasus palsi serebral.

3. Koreo-atetosis

Kelainan yang khas ialah sikap abnormal dengan pergerakan yang terjadi dengan sendirinya (involuntary movement). Pada 6 bulan pertama tampak bayi flaksid, tapi sesudah itu barulah muncul kelainan tersebut. Refleks neonatal menetap dan tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga manifestasi spastisitas dan ataksia. Kerusakan terletak di ganglia basal dan disebabkan oleh asfiksia berat atau ikterus kern pada masa neonatal. Golongan ini meliputi 5-15% dari kasus palsi serebral.

4. Ataksia

Ataksia ialah gangguan koordinasi. Bayi dalam golongan ini biasanya flaksid dan menunjukkan perkembangan motorik yang terlambat. Kehilangan keseimbangan tampak bila mulai belajar duduk. Mulai berjalan sangat lambat dan semua pergerakan canggung dan kaku. Kerusakan terletak di serebelum. Terdapat kira-kira 5% dari kasus palsi serebral.

5. Gangguan pendengaran

Terdapat pada 5-10% anak dengan palsi serebral. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata. Terdapat pada golongan koreo-atetosis.

6. Gangguan bicara.

Disebabkan oleh gngguan pendengaran atau retardasi mental. Gerakan yang terjadi dengan sendirinya di bibir dan lidah menyebabkan sukar mengontrol otot-otot tersebut sehingga anak sulit membentuk kata-kata, sering tampak anal berliur.

7. Gangguan mata.

Gangguan mata biasanya berupa strabismus konvergen dan kelainan refleks. Pada keadaan asfiksia yang berat dapat terjadi katarak. Hampir 25% pasien palsi serebral menderita kelainan mata.

(Passat, 1999)

Cerebral palsy yang diderita oleh pasien pada kasus ini adalah tipe ataksia. Cerebral palsy tipe ini terutama tampak pada bayi atau masa anak dini. Pasien mengeluhkan gangguan ini pertama kali pada usia 1 bulan. Gangguan ini diawali oleh etiologi yang kemungkinan besar adalah hipoksi (atau bahkan mungkin anoksia) otak. Hal ini tampak dari adanya sianosis sentral pada pasien saat berusia 3 hari. Pada tipe flasid ini, pasien bereaksi sangat lemah terhadap rangsangan, leher akan jatuh terkulai bila duduk, serta kesulitan bernapas, mengunyah, dan menelan makanan, bahkan sering terjadi aspirasi.

Mengingat dampak palsi serebral pada anak tidak saja mengenai aspek fisik (motorik) tetapi juga menyangkut aspek lainnya seperti adaptif, bahasa, kognitif, pendengaran, penglihatan dan sebagainya, maka penanganannya memerlukan suatu tim yang terdiri atas berbagai kalangan profesi seperti ahli syaraf, fisioterapis, terapi okupasi, dokter anak, ahli THT, ahli mata dan lainnya dalam suatu senter tersendiri. Selain itu harus melibatkan orang tua pasien, mereka harus dibangun kepercayaan dirinya dalam kemampuannya merawat anaknya. Juga perlu diberi informasi dasar untuk menolong mereka memecahkan masalah secara

mandiri di masa depan.Anak palsi serebral tipe flaksid akan mengalami masalah pernafasan, mengunyah dan menelan makanan. Oleh karena itu kepada orang tua perlu diajarkan cara melakukan postural drainage dan perkusi untuk membersihkan jalan napas. Anak palsi serebral yang disertai kebutaan mengalami gangguan persepsi. Terhadap mereka perlu diberikan permainan dengan menggunakan gerakan motorik kasar sedini mungkin untuk menolong perkembangan kesadaran akan posisi diri di dalam ruang, merasakan gerakan yang memberi rasa nyaman dan percaya diri. Pasien usia bayi harus dirangsang untuk meletakkan tangan di garis tengah, meraih objek dan meraba, meraih melalui arah suara, meraih objek bila dipindahkan. Mereka harus diberi kesempatan berbuat walaupun salah, sebagai bagian dari proses belajar termasuk keterampilan motorik.

Terhadap orang tua perlu diberi informasi akan kelainan yang diderita pasien dan aspek-aspek lain yang ikut terkena. Terhadap saudara pasien, perlu ditekankan rasa menerima keadaan pasien, gambaran klinis pasien dan kemungkinan memakai alat bantu.

Pada usia sekolah saat anak mulai berfantasi sebagai cara untuk melepaskan pikiran yang menakutkan tentang gambaran dirinya, dilakukan terapi psikologis dengan latihan tingkah laku yang di dalamnya fantasi memainkan peranan penting. Dengan terapi ini anak dapat mengembangkan cara untuk mencapai penyelesaian masalah yang mereka hadapi.6 Pada usia sekolah akibat pacu tumbuh, akan terjadi keadaan spastis yang lebih berat. Mereka memerlukan koreksi operasi dan memerlukan perawatan yang lama di rumah sakit.

(Oka, 2000; Lewitt, 2010)

8