COVER REVISI V.doc
Transcript of COVER REVISI V.doc
LAPORAN PRAKTIKUM PENDIDIKAN GIZI
PENGARUH METODE CERAMAH TERHADAP PENINGKATAN
PENGETAHUAN BODY IMAGE PADA REMAJA DI SMAN 4
PURWOKERTO
Kelompok 2
Annisya Fauzia G1H013002
Dhesna Dinar Garini G1H013009
Dewi Agmelia Malik G1H013015
Naadiny Hani Afifah G1H013016
Helena Tushifa G1H013023
Amelia Enggarwati G1H013026
Kania Asri Astari G1H013040
Nenden Ayu Mutia Fauzia G1H013046
Millati Azka G1H013053
KEMENTRIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU GIZI
2015
BAB IPENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gizi merupakan bagian dari sektor kesehatan yang penting dan mendapat
perhatian serius dari pemerintah. Gizi yang baik merupakan pondasi bagi kesehatan
masyarakat. Pengaruh masalah gizi terhadap pertumbuhan, perkembangan,
intelektual, dan produktivitas menunjukkan besarnya peranan gizi bagi kehidupan
manusia. Jika terjadi gangguan gizi, baik gizi kurang maupun gizi lebih, pertumbuhan
tidak akan berlangsung optimal (Almatsier, 2009).
Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan terkena gangguan gizi.
Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan
zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan makan
menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan
dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat
gizi, di samping itu tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya
mengalami obesitas (Arisman, 2004).
Laporan Riskesdas (2013), menggunakan standar WHO prevalensi kurus
pada remaja umur 16-18 tahun secara nasional sebesar 9,4 persen (1,9% sangat kurus
dan 7,5% kurus) pada provinsi Jawa Tengah, prevalensi sangat kurus sebesar 1,9%
dan kurus 7,2%, sedangkan untuk kabupaten banyumas prevalensi sangat kurus umur
16-18 tahun menurut jenis kelamin adalah laki-laki 2,9%, perempuan adalah 1,0%
dan prevalensi kurus laki-laki sebesar 8,9%, sedangkan perempuan 5,4%. Masalah
gizi kurang pada remaja dapat diakibatkan oleh diet ketat yang menyebabkan remaja
kurang mendapat makanan yang seimbang dan bergizi, kebiasaan makan yang buruk,
dan kurangnya pengetahuan gizi. Hal tersebut dapat menimbulkan berbagai dampak
antara lain menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah terkena penyakit,
menurunnya aktivitas yang berkaitan dengan kemampuan kerja fisik dan prestasi
belajar (Soekirman, 2000).
Selain gizi kurang, terdapat pula masalah gizi lebih yang sering di alami
remaja. Laporan Riskesdas (2013) menggunakan standar WHO secara nasional,
prevalensi gemuk pada remaja umur 16 – 18 tahun sebanyak 7,3% yang terdiri dari
5,7% gemuk dan 1,6% obesitas. Pada provinsi Jawa Tengah, prevalensi gemuk
sebesar 5,4% dan obesitas 1,7%, sedangkan untuk Kabupaten Banyumas prevalensi
gemuk laki-laki adalah 5.1%, perempuan gemuk sebesar 5.6% dan prevalensi obesitas
laki-laki sebesar 2,0%, perempuan 1,4%. Gizi lebih pada remaja perlu mendapat
perhatian, sebab gizi lebih yang muncul pada usia remaja cenderung berlanjut hingga
dewasa dan lansia. Beberapa faktor yang berhubungan dengan tingginya gizi lebih
diantaranya adalah pola konsumsi tinggi energi dan kurangnya aktivitas fisik yang
mengarah pada pola hidup sedentary lifestyle, seperti menonton televisi dan bemain
komputer/video games. Penelitian Hanley dkk. (2000) pada masyarakat Kanada
menemukan bahwa remaja usia 10-19 tahun yang menonton televisi lebih dari 5 jam
per hari, secara signifikan lebih berpeluang mengalami gizi lebih dibandingkan
dengan remaja yang hanya menonton televisi kurang sama dengan 2 jam per hari.
Hasil penelitian Kusumajaya dkk. (2007) menemukan sebanyak 23,8%
remaja memiliki persepsi negatif terhadap body image atau menganggap diri mereka
lebih gemuk. Terdapat sebanyak 41,1% subjek merasa memiliki berat badan yang
lebih dibandingkan dengan keadaan yang sebenarnya yaitu mereka merasa gemuk
akan tetapi keadaan sebenarnya kurus; merasa normal tetapi kurus dan bahkan ada
yang merasa gemuk padahal sudah memiliki status gizi normal. Permaesih (2003)
menyatakan bahwa, pengetahuan dan praktek gizi remaja yang rendah tercermin dari
perilaku menyimpang dalam kebiasaan memilih makanan. Remaja yang memiliki
pengetahuan gizi yang baik akan lebih mampu memilih makanan sesuai dengan
kebutuhannya (Emilia, 2009).
Uraian di atas menunjukkan bahwa, aspek yang mempengaruhi kesehatan,
status gizi, dan produktifitas remaja sebagai sumber daya manusia yang produktif dan
pada gilirannya akan mempengaruhi kualitas sumberdaya tersebut. Untuk itu, perlu
adanya pendidikan gizi agar remaja mempunyai pengetahuan gizi sehingga
penyimpangan pola makan dapat dicegah. Perlu adanya edukasi bagi remaja dengan
persepsi body image positif yang memiliki status gizi kelebihan berat badan mengenai
gemuk itu tidak sehat, membawa resiko berbagai penyakit, dan harapan hidup lebih
pendek, begitu pula remaja dengan persepsi body image positif yang memiliki status
gizi kurus perlu adanya edukasi mengenai orang yang bertubuh kurus itu memiliki
sistem kekebalan tubuh yang lemah sehingga rentan terhadap penyakit infeksi serta
dapat menimbulkan masalah reproduksi. Responden dengan status gizi baik
hendaknya terus mempertahankan status gizinya, sedangkan yang termasuk status
gizi kurang, overweight, dan obesitas dapat memperbaiki status gizi menjadi lebih
baik dengan upaya yang benar, seperti olahraga dan pengaturan makan yang baik
disesuaikan dengan kebutuhan.
Beberapa metode edukasi yang sering dilakukan adalah ceramah, tanya jawab dan demonstrasi. Metode ceramah umumnya dilakukan di suatu ruangan dengan peserta yang terbatas, seperti kelas, ruang pertemuan dan auditorium. Ceramah sering digunakan dalam metode pemberian penyuluhan dan pendidikan khususnya dalam bidang kesehatan karena mempunyai beberapa keunggulan yaitu murah, ceramah sesuai waktu yang ada, dapat menyampaikan hal penting dengan jelas, pembicara mudah menguasai kelas, dan kelas dapat diatur lebih sederhana (Arifin, 2001).
Menurut Johnson dan Johnson dalam jurnal Emilia (2009), pendidikan gizi
mempunyai tujuan jangka pendek dan tujuan jangka panjang. Tujuan jangka pendek
adalah : 1) Mendapatkan pengetahuan tentang makanan yang menyediakan zat gizi
esensial bagi tubuh dan mengetahui kegunaan zat gizi bagi tubuh, 2) Membangun
kerangka konseptual tentang prinsip-prinsip gizi, penjabarannya dan aplikasi dari
prinsip tersebut, 3) Membangun sikap positif terhadap kebiasaan mengembangkan
motivasi menggunakan pengetahuan gizi untuk promosi kesehatan dan kesejahteraan,
merespon makanan bergizi dalam sikap yang baik, 4) Mengonsumsi makanan bergizi,
termasuk menggunakan pengetahuan gizi dalam memilih makanan. Tujuan jangka
panjang pendidikan gizi adalah: 1) Menggunakan kerangka konseptual gizi untuk
mengatur perubahan suplai makanan dan dapat membedakan beberapa anjuran diet,
2) Mencari dan mau menerima pengetahuan tentang gizi, 3) Seleksi dengan baik dan
mengkonsumsi makanan yang bergizi dari hari ke hari sepanjang hidup untuk
memelihara kesehatan, kesejahteraan dan produktivitas.
Timbulnya sikap positif terhadap body image tersebut, seseorang segera
mengkonsumsi berdasarkan pengetahuan dan kerangka konseptual yang dibangun.
Namun kadang muncul konflik batin atau pertentangan antara pengetahuan yang baru
diperoleh dengan kebiasaan yang selama ini dilakukan. Biasanya seseorang akan
segera berusaha mencari informasi yang benar kemudian mengkonsumsi selamanya.
Agar mendapatkan makanan dengan zat gizi yang lebih lengkap, maka sebaiknya kita
mengkonsumsi makanan sehari-hari yang beranekaragam. Dengan mengkonsumsi
makanan yang beranekaragam, kekurangan zat gizi pada jenis makanan yang satu
akan dilengkapi oleh keunggulan susunan zat gizi jenis makanan yang lain sehingga
diperoleh masukan zat gizi yang seimbang. Oleh karena salah satu penyebab
timbulnya masalah gizi, perubahan kebiasaan makan, dan persepsi remaja terhadap
body image ini adalah pengetahuan gizi yang rendah dan terlihat pada kebiasaan
makan yang salah maka dengan adanya pendidikan gizi akan menunjang perbaikan
pengetahuan para remaja terhadap body image.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum:
Untuk mengetahui adanya perbedaan pengetahuan siswa/i sebelum dan
sesudah diberikan pendidikan gizi melalui metode ceramah terhadap
peningkatan pengetahuan body image pada remaja di SMA N 4 Purwokerto.
2. Tujuan Khusus:
a. Mendeskripsikan karakteristik responden meliputi jenis kelamin, usia, berat
badan, tinggi badan, dan status gizi berdasarkan indeks massa tubuh.
b. Mendeskripsikan pengetahuan siswa/i tentang body image sebelum dan
sesudah diberikan pendidikan gizi melalui metode ceramah.
C. Manfaat
1. Manfaat bagi mahasiswa:
a Meningkatkan kemampuan komunikasi Mahasiswa/i dalam melakukan
komunikasi di depan umum atau khalayak ramai.
b Membangun kerjasama yang baik antara panitia/penyelenggara
kegiatan pendidikan gizi, dalam hal ini adalah membangun kerjasama
yang baik di antara mahasiswa penyelenggara kegiatan sehingga
tercipta nilai kebersamaan dan korporasi yang baik.
c Membiasakan para mahasiswa/i dalam bekerja di lapangan untuk
memperkenalkan gizi dan masalah kesehatan yang terkait kepada
masyarakat.
d Memberikan kesempatan kepada mahasiswa/i untuk meningkatkan
kemampuan advokasi dan public relationship.
e Melatih mahasiswa/i dalam menjalin kerjasama dan menciptakan
proposal yang baik terkait kegiatan yang akan dilaksanakan.
2. Manfaat bagi sekolah:
a Memperoleh pengetahuan tentang ilmu gizi, khususnya dalam
pengetahuan tentang body image yang baik.
b Mengubah persepsi siswa/i terkait body image yang baik dan sehat.
c Memperoleh pengetahuan tentang pola konsumsi makan yang baik dan
berkualitas sesuai dengan kebutuhan tubuh yang seharusnya.
d Memberi pengertian kepada siswa/i tentang bagaimana menjadi
“cantik” dan sehat melalui pemenuhan gizi yang baik dan sesuai.
e Meningkatkan kepercayaan diri para siswa/i dalam kehidupan sosial
mereka sehingga menunjang peningkatan produktifitas dan kreatifitas
mereka dalam kehidupan sehari-hari.
3. Manfaat bagi program studi Ilmu Gizi Universitas Negeri Jenderal
Soedirman:
a Memperkenalkan Unsoed kepada masyarakat, khususnya Program
Studi Ilmu Gizi.
b Menambah nilai positif bagi ilmu Gizi Unsoed di hadapan masyarakat
Purwokerto.
c Menjadikan Unsoed sebagai lembaga yang peduli dengan gizi dan
kesehatan masyarakat, dalam hal ini adalah masalah kesehatan dan
body image remaja Purwokerto.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja
Remaja didefinisikan sebagai tahap perkembangan transisi yang membawa
individu dari masa kanak-kanak ke masa dewasa yang ditandai dengan perubahan
fisik karena pubertas serta perubahan kognitif dan sosial. Usia remaja menurut WHO
adalah umur 10 – 19 tahun. Periode remaja ini, umumnya dimulai sekitar usia 12
tahun hingga akhir masa pertumbuhan fisik, yaitu sekitar usia 20 tahun. Seseorang
akan mengalami pertumbuhan fisik (tinggi dan berat badan) yang sangat pesat pada
usia remaja yang dikenal dengan istilah growth spurt. Growth spurt merupakan tahap
pertama dari serangkaian perubahan yang membawa seseorang kepada kematangan
fisik dan seksual (Seifert dan Hoffnung, 1987).
Tubuh remaja putri lebih berlemak daripada remaja putra. Selama masa
pubertas, lemak tubuh remaja putra menurun dari sekitar 18 –19 % menjadi 11 % dari
bobot tubuh. Sementara pada remaja putri, justru meningkat dari sekitar 21 %
menjadi sekitar 26 –27 % (Sinclair, dalam Seifert & Hoffnung, 1987). Pertumbuhan
fisik yang sangat pesat pada masa remaja awal ternyata berdampak pada kondisi
psikologis remaja. Canggung, malu, kecewa adalah perasaan yang umumnya muncul
pada saat itu. Hampir semua remaja memperhatikan perubahan pada tubuh serta
penampilannya. Perubahan fisik dan perhatian remaja berpengaruh pada citra jasmani
(body image) dan kepercayaan dirinya (self-esteem) (Sinclair, dalam Seifert
&Hoffnung, 1987).
B. Pengertian Body Image
Masa remaja merupakan masa peralihan antara masa kanak – kanak dan masa dewasa, yang dimulai pada saat terjadinya kematangan seksual yaitu antara usia 11 atau 12 tahun sampai dengan 20 tahun yaitu menjelang masa dewasa muda (Soetjiningsih, 2004). Masa ini sering terjadi banyak perubahan dan permasalahan yang muncul diantaranya pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, perkembangan seksual yang terkadang menimbulkan masalah, keadaan emosi remaja yang masih labil, mulai tertarik dengan lawan jenis, mulai mencari perhatian lingkungannya berusaha mencari status dan peran, pola pikir tentang diri sendiri yang
ingin berbeda atau sama dengan lingkungannya yang terkadang menimbulkan kurangnya rasa percaya diri dan masalah lain menyangkut dengan kesehatan khususnya dalam hal citra tubuh (body image) (Zulkifli, 2003).
Menurut Cash & Pruzinsky (1990), body image dapat didefinisikan sebagai
sikap diri yang multi dimensi terhadap tubuh seseorang terutama berfokus pada
penampilan (Cash & Pruzinsky, 1990). Konstruk dari body image setidaknya terdiri
dari dua komponen yaitu persepsi (perkiraan ukuran) dan sikap (terkait dengan tubuh
dan mempengaruhi kognisi) (Cash, 1989).
Spurgas (2005) mendefinisikan body image sebagai cara seseorang
mempersepsikan tubuhnya yang dipengaruhi oleh berbagai faktor termasuk tingkat
pentingnya penampilan fisik terhadap keseluruhan rasa pada diri mereka.Beberapa
contoh dimensi yang mencakup body image menurut Brown dkk. (1990) adalah
perception, attitude, cognition, behavior, affect, fear of fatness, body distortion, body
dissatisfaction, cognitive-behavioral investment, evaluation, preference for thinness,
dan restrictive eating. Oleh sebab itu, dapat diambil kesimpulan bahwa body image
dalah gambaran, evaluasi mental serta persepsi diri seseorang terhadap penampilan
fisik termasuk tubuh, yang dipengaruhi faktor seperti pentingnya tingkat penampilan
fisik, serta pengaruhnya terhadap tingkah laku dan keseluruhan rasa pada diri.
C. Komponen dan Aspek-Aspek Body Image
Menurut Thompson (1996)¸ body image terdiri dari berbagai dimensi yang
saling mempengaruhi, meliputi persepsi (kognisi), afeksi dan evaluasi serta
behavioral:
1. Persepsi (Kognisi)
Merupakan komponen yang mencakup ketepatan individu dalam
mempersepsikan ukuran tubuhnya. Persepsi yang dimaksud lebih
menekankan kepada perkiraan mengenai ukuran tubuh, mencakup ukuran
pada area tertentu serta berat badan.
2. Afeksi dan Evaluasi
Merupakan komponen yang mencakup kepuasan individu terhadap
tubuhnya, afeksi, evaluasi serta kecemasan individu terhadap penampilan
tubuhnya. Komponen afeksi dapat berupa perasaan positif maupun negatif,
suka maupun tidak suka, puas maupun tidak puas, malu bahkan benci
terhadap tubuhnya sendiri dan mempengaruhi proses berpikir, berbicara dan
pengungkapan kondisi tubuh seseorang.
3. Tingkah Laku (Behavioral)
Merupakan komponen yang mencakup penginderaan terhadap
situasi yang berhubungan dengan penampilan fisik dan membuat tidak
nyaman.
D. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Body Image
1. Jenis Kelamin
Chase (2001) menyatakan bahwa, jenis kelamin adalah faktor paling
penting dalam perkembangan citra tubuh body image seseorang. Dacey &
Kenny (2001) juga sependapat bahwa jenis kelamin mempengaruhi citra
tubuh. Beberapa penelitian yang sudah dilakukan menyatakan bahwa wanita
lebih negatif memandang citra tubuh body image dibandingkan pria (Cash &
Brown, 1989; Davidson & McCabe, 2005; Demarest & Allen, 2000;
Furnaham & Greaves, 1994; Jenelli, 1993; Rozin & Fallon, 1988 dalam
Hubley & Quinlan, 2005). Pria ingin bertubuh besar dikarenakan mereka ingin
tampil percaya diri di depan teman-temannya dan mengikuti trend yang
sedang berlangsung. Lain halnya dengan wanita yang ingin memiliki tubuh
kurus menyerupai ideal yang digunakan untuk menarik perhatian
pasangannya. Usaha yang dilakukan pria untuk membuat tubuh lebih berotot
dipengaruhi oleh gambar dimedia massa yang memperlihatkan model pria
yang kekar dan berotot. Sebaliknya, wanita cenderung untuk menurunkan
berat badan disebabkan oleh artikel dalam majalah wanita yang sering
memuat artikel promosi tentang penurunan berat badan (Anderson &
Didomenico, 1992).
2. Usia
Tahap perkembangan remaja, citra tubuh body image menjadi penting
(Papalia & Olds, 2003). Hal ini berdampak pada usaha berlebihan pada remaja
untuk mengontrol berat badan, umumnya lebih sering terjadi pada remaja
putri dari pada remaja putra. Remaja putri mengalami kenaikan berat badan
pada masa pubertas dan menjadi tidak bahagia tentang penampilan dan hal ini
dapat menyebabkan remaja putri mengalami gangguan makan (eating
disorder). Ketidakpuasan remaja putri pada tubuhnya meningkat pada awal
hingga pertengahan usia remaja sedangkan pada remaja putra yang semakin
berotot juga semakin tidak puas dengan tubuhnya (Papalia & Olds, 2003).
3. Media Massa
Tiggemann (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) mengatakan bahwa
media yang muncul dimana-mana memberikan gambaran ideal mengenai
figur perempuan dan laki-laki yang dapat mempengaruhi gambaran tubuh
seseorang. Media massa menjadi pengaruh yang paling kuat dalam budaya
sosial. Anak-anak dan remaja lebih banyak menghabiskan waktunya dengan
menonton televisi. Konsumsi media yang tinggi dapat mempengaruhi
konsumen. Isi tayangan media sering menggambarkan bahwa standar
kecantikan perempuan adalah tubuh yang kurus dalam hal ini berarti dengan
level kekurusan yang dimiliki, kebanyakan perempuan percaya bahwa mereka
adalah orang-orang yang sehat. Media juga menggambarkan gambaran ideal
bagi laki-laki adalah dengan memiliki tubuh yang berotot.
4. Keluarga
Menurut teori social learning, orang tua merupakan model yang paling penting dalam proses sosialisasi sehingga mempengaruhi gambaran tubuh anak anaknya melalui modeling, feedback dan instruksi. Fisher, Fisher dan Strack (dalam Cash & Pruzinsky, 2002) menyatakan bahwa, gambaran tubuh melibatkan bagaimana orangtua menerima keadaan bayinya baik terhadap jenis kelamin bayinya dan bagaimana wajah bayinya kelak. Ketika bayi lahir, orangtua menyambut bayi tersebut dengan pengharapan akan adanya bayi ideal dan membandingkannya dengan penampilan bayi sebenarnya.
Kebutuhan emosional bayi adalah disayangi lingkungan yang dapat mempengaruhi harga diri seseorang. Harapan fisik bayi oleh orangtua sama seperti harapan oanggota keluarga lain yaitu tidak cacat tubuh. Ikeda dan Narworski (dalam Cash dan Purzinsky, 2002) menyatakan bahwa, komentar yang dibuat orang tua dan anggota keluarga mempunyai pengaruh yang besar dalam gambaran tubuh anak- anak. Orang tua yang secara konstan melakukan diet dan berbicara tentang berat mereka dari sisi negatif akan memberikan pesan kepada anak bahwa mengkhawatirkan berat badan adalah sesuatu yang normal.
E. Dampak dari body image
Menurut Smolak dalam Cash dan Pruzinsky (2002), body image memiliki dampak yaitu positif dan negatif. Body image positif dimiliki oleh individu yang puas dengan keadaan fisiknya, sedangkan body image negatif dimiliki oleh individu yang tidak puas dengan keadaan fisiknya. Jati diri diperoleh remaja melalui usaha dengan membentuk citra atau image tentang dirinya dan upaya ini terlihat dalam suatu gambaran tentang bagaimana setiap remaja mempersepsikan dirinya. Termasuk di dalamnya bagaimana ia mencoba menampilkan diri secara fisik (Zebua dan Nurdjayadi, 2001). Hal tersebut membuat mereka sensitif terhadap gambaran fisik sehingga mendorong mereka melakukan berbagai upaya agar tampilan fisiknya sesuai dengan tuntutan komunitas sosial mereka. Selain itu, dalam suatu perbandingan sosial dengan orang lain khususnya teman sebaya, remaja putri seringkali mempersepsikan dirinya kurang menarik dari segi fisik (Prakoso, dalam Suprapto dan Aditomo, 2007). Penampilan yang menarik akan membawa remaja putri pada penilaian yang baik tentang karakteristik pribadinya dan akan membantu proses penerimaan sosial. Salah satu cara untuk mendapatkan penerimaan sosial dari kelompok teman sebayanya, maka remaja putri akan melakukan konformitas. Pada dasarnya, individu melakukan konformitas karena dua alasan. Pertama, perilaku orang lain memberikan informasi bermanfaat untuk dirinya. Kedua, individu ingin diterima secara sosial dan menghindari celaan (Sears, dkk., 2006).
F. Penanggulangan
Cara yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dampak dari persepsi negatif dari body image pada remaja bisa dilakukan dengan memediasi, diantaranya dengan mendiskusikan persepsi remaja tentang citra tubuhnya, perasaan dan harapan terhadap citra tubuhnya, memotivasi untuk melakukan aktifitas yang mengarah pada pembentukan tubuh yang ideal, memotivasi dan mengarahkan pada kegiatan positif yang sehat, memberikan dorongan tentang pola makan yang baik sesuai dengan kebutuhan gizi seusianya, cara lain juga bisa dilakukan dengan mendorong untuk mengunjungi teman atau orang lain yang berarti atau mempunyai peran penting baginya, serta mendorong untuk terlibat dalam aktivitas bersama keluarga dan teman agar tercipta rasa percaya diri. Cara lain dapat juga dilakukan dengan pendidikan gizi secara langsung, pendidikan gizi adalah usaha atau kegiatan untuk membantu
individu, kelompok atau masyarakat dalam meningkatkan kemampuan perilaku mereka dalam mencapai status gizi yang lebih baik. Tujuan pendidikan gizi ini tidak terlepas dari proses belajar dan memerlukan orang lain yang mempunyai ketrampilan dalam bidang gizi. Pendidikan gizi termasuk di dalam pendidikan kesehatan yang terdiri dari tiga dimensi antara lain : dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan atau aplikasinya dan dimensi tingkat pelayanan gizi, yang dari ketiganya menunjang dalam keberhasilan pelaksanaan pendidikan gizi (Notoatmojo, 2005).
G. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan kalkulasi angka dari berat dan tinggi
badan seseorang. Nilai IMT didapatkan dari berat dalam kilogram dibagi dengan
kuadrat tinggi badan dalam meter (kg/m2). Nilai IMT pada orang dewasa tidak
bergantung pada umur maupun jenis kelamin. Tetapi, IMT mungkin tidak
berkorenspondensi untuk derajat kegemukan pada populasi yang berbeda, pada
sebagian, dikarenakan perbedaan proporsi tubuh. IMT secara signifikan berhubungan
dengan kadar lemak tubuh total, sehingga dapat dengan mudah mewakili kadar lemak
tubuh. Saat ini, IMT secara internasional diterima sebagai alat untuk mengidentifikasi
kelebihan berat badan dan obesitas (Hill,2005).
Menurut WHO (2000) dalam Soegondo (2006), berat badan dan obesitas
dapat diklasifikasikan berdasarkan IMT. Berikut ini ambang batas IMT untuk
orang Indonesia menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia
Status Gizi Kategori IMTKurus Kekurangan berat badan tingkat
berat< 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,5
Normal >18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan
>25,0 – 27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat
>27,0
Sumber: WHO (2000) dalam Soegondo (2006)
Adapun kriteria IMT menurut WHO adalah sebagai berikut
Sumber: WHO (2000) dalam Soegondo (2006)
Index Massa Tubuh (IMT) Kategori
< 18,5 Berat badan kurang 18,5 – 22,9 Berat badan normal
≥ 23,0 Kelebihan berat badan 23,0 – 24,9 Beresiko menjadi obes 25,0 – 29.9 Obes I
≥ 30,0 Obes II Batas ambang IMT ditentukan dengan merujuk ketentuan FAO/WHO (2000),
yang membedakan batas ambang laki-laki dan perempuan. Batas ambang normal untuk laki-laki adalah 20,1 – 25,0 dan untuk perempuan adalah 18,7 – 23,8. Untuk kepentingan pemantauan dan tingkat defisiensi energi ataupun tingkat kegemukan, lebih lanjut FAO/WHO menyarankan menggunakan satu ambang batas antara laki – laki dan perempuan. Ketentuan yang digunakan adalah menggunakan ambang batas laki – laki untuk kategori kurus tingkat berat dan menggunakan ambang batas pada perempuan untuk kategori gemuk tingkat berat (Supariasa, 2001).
IMT tidak mengukur lemak secara langsung, tetapi hasil riset telah
menunjukkan bahwa IMT berkolerasi dengan pengukuran lemak tubuh secara
langsung, seperti pengukuran dalam air dan Dual Energy X-ray Absorptiometry
(DEXA). IMT adalah metode yang tidak mahal dan gampang untuk dilakukan (CDC,
2011).
H. Ceramah
Sanjaya (2006) mengatakan bahwa, metode ceramah merupakan cara untuk
mengimplementasikan strategi pembelajaran ekspositori. Beberapa kelebihan metode
ceramah menurut beliau diantaranya:
1. Ceramah merupakan metode yang murah dan mudah, murah maksudnya
ceramah tidak memerlukan peralatan yang lengkap, sedangkan mudah karena
ceramah hanya mengandalkan suara guru dan tidak memerlukan persiapan yang
rumit.
2. Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas, artinya materi pelajaran
yang banyak dapat dijelaskan pokok-pokoknya saja oleh guru.
3. Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan, artinya
guru dapat mengatur pokok-pokok materi yang perlu ditekankan sesuai
kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
4. Pemberi materi dapat mengontrol keadaan kelas, karena kelas merupakan
tanggung jawab dari orang yangmemberikan materi.
5. Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih
sederhana.
Selain kelebihan di atas, ceramah juga memiliki beberapa kelemahan sebagaimana yang dijelaskan oleh Sanjaya (2006), sebagai berikut:1. Materi yang dikuasai siswa dari hasil ceramah akan terbatas pada yang dikuasai
guru.
2. Ceramah yang tidak disertai peragaan dapat mengakibatkan terjadinya
verbalisme.
3. Guru yang kurang memiliki kemampuan bertutur yang baik, ceramah sering
dianggap sebagai metode yang membosankan.
4. Melalui ceramah, sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah
mengerti apa yang dijelaskan atau belum.
I. Angket
Angket adalah sebuah daftar pertanyaan yang harus diisi oleh orang yang akan diukur atau yang disebut dengan responden. Umumnya, tujuan penggunaan angket dalam proses pembelajaran terutama adalah untuk memperoleh data mengenai latar belakang peserta didik sebagai salah satu bahan dalam menganalisis tingkah laku dan proses belajar mereka. Angket sebagai alat penilaian dapat dilaksanakan secara langsung maupun secara tidak langsung. Dilaksanakan secara langsung apabila angket itu diberikan kepada anak yang dinilai atau dimintai keterangan sedangkan dilaksanakan secara tidak langsung apabila angket itu diberikan kepada orang untuk dimintai keterangan tentang keadaan orang lain. Misalnya diberikan kepada orang tuanya, atau diberikan kepada temannya. Angket adalah daftar pertanyaan yang terbagi dalam beberapa kategori. Dari segi yang memberikan jawaban, angket dibagi menjadi angket langsung dan angket tidak langsung. Angket langsung adalah angket yang dijawab langsung oleh orang yang diminta jawabannya. Angket tidak langsung dijawab oleh secara tidak langsung oleh orang yang dekat dan mengetahui si penjawab seperti contoh, apabila yang hendak dimintai jawaban adalah seseorang yang buta huruf maka dapat dibantu oleh anak, tetangga, atau anggota keluarganya. Bila ditinjau dari segi cara menjawab maka angket terbagi menjadi angket tertutup dan angket terbuka. Angket tertutup adalah daftar pertanyaan yang memiliki dua atau lebih jawaban dan si penjawab hanya memberikan tanda silang (X) atau cek (√) pada jawaban yang ia anggap sesuai. Angket terbuka adalah daftar pertanyaan dimana si penjawab diperkenankan memberikan jawaban dan pendapatnya secara terperinci
sesuai dengan apa yang ia ketahui (Arifin, 2011).Ditinjau dari strukturnya, angket dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu angket
berstruktur dan angket tidak berstruktur. Angket berstruktur adalah angket yang bersifat tegas, jelas, dengan model pertanyan yang terbatas, singkat dan membutuhkan jawaban tegas dan terbatas pula. Angket tidak berstruktur adalah angket yang membutuhkan jawaban uraian panjang, dari anak, dan bebas. Biasanya anak dituntut untuk memberikan penjelasan-penjelasan dan alasan-alasan terbuka. Angket sebagai alat penilaian terhadap sikap tingkah laku, bakat dan kemampuan, serta minat anak yang mempunyai beberapa kelebihan dan kelemahan (Arifin, 2011).
Menurut Suharsimi Arikunto (1998), angket mempunyai kelebihan dan kelemahan, antara lain sebagai berikut: 1. Kelebihan angket :
a. Tidak memerlukan hadirnya peneliti.
b. Dapat dibagikan secara serentak kepada banyak responden.
c. Dapat dijawab oleh responden menurut kecepatannya masing-masing, dan
menurut waktu senggang responden.
d. Dapat dibuat anonim sehingga responden bebas jujur dan tidk malu-malu
menjawab.
e. Dapat dibuat terstandar sehingga bagi semua responden dapat diberi
pertanyaan yang benar-benar sama.
2. Kelemahan angket :
a. Responden sering tidak teliti dalam menjawab sehingga ada pertanyaan yang
terlewati tidak dijawab, padahal sukar diulangi diberikan kepadanya.
b. Sering kali sukar dicari validitasnya.
c. Walaupun dibuat anonim, kadang-kadang responden dengan sengaja memberi
jawaban yang tidak betul atau tidak jujur.
d. Seringkali tidak kembali, terutama jika dikirim lewat pos.
e. Waktu pengembaliannya tidak bersama-sama.
BAB IIIMETODOLOGI PELAKSANAAN
A. Metode pendidikan giziMetode pendidikan gizi yang dilakukan, yakni metode pendidikan kelompok
yang berupa ceramah. Sebelum dilaksanakan ceramah akan diadakan pre test dengan
media angket untuk mengetahui pengetahuan awal siswa/i tentang body image.
Kemudian metode ceramah akan disampaikan selama 20 menit dengan menggunakan
media yang berupa presentasi power point menggunakan LCD yang disertai dengan
penjelasan dan deskripsi mengenai body image, baik berupa gambar ataupun video.
Setelah itu akan diadakan post test dengan media angket untuk mengetahui apakah
ada peningkatan pengetahuan sebelum dan sesudah pendidikan tentang body image.
Adapun dapat digambarkan:
Gambar 3.1 Bagan diagram alir pendidikan gizi
B. Sasaran kegiatan
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah 320 siswa kelas XI di SMA Negeri 4
Purwokerto.
2. Sampel
Pengambilan sampel, dengan menggunakan metode random sampling
purpossive. Sampling purpossive merupakan metode pengambilan sampel
berdasarkan seleksi khusus. Peneliti membuat kriteria tertentu siapa yang
dijadikan sebagai informan (Petrucci, 1990).
Sampel sebanyak satu kelas yang memuat 33 siswa/i dari kelas XI
SMAN 4 Purwokerto berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi yang kami
tetapkan. Adapun kriteria inklusinya yaitu siswa/i dari SMAN 4 Purwokerto,
siswa/i kelas XI SMAN 4 Purwokerto, dan siswa/i kelas IPA SMAN 4
Pre-Test Ceramah Tanya Jawab
Post-Test
Purwokerto. Pemilihan sampel dari kelas IPA tidak memiliki alasan khusus.
Sampel berasal dari kelas IPA disebabkan ketersediaan sampel yang diberikan
oleh pihak sekolah SMAN 4 Purwokerto. Sementara itu, kriteria eksklusinya
adalah siswa/i yang tidak bersedia menjadi responden.
C. Waktu dan tempat pelaksanaan
Hari / tanggal : Kamis, 21 Mei 2015Waktu : 12.00 WIB s.d selesaiTempat : SMA Negeri 4 Purwokerto
D. Analisis data1. Uji Univariat
Uji univariat adalah data yang diperoleh dari hasil pengumpulan dapat disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi, ukuran tendensi sentral atau grafik. Jika data mempunyai distribusi normal, maka mean dapat digunakan sebagai ukuran pemusatan dan Standar Deviasi (SD) sebagai ukuran penyebaran (Saryono, 2010).2. Uji Normalitas
Uji normalitas data yang digunakan yaitu Saphiro Wilk, karena jumlah sampel yang digunakan berjumlah kurang dari 50 orang. Shapiro Wilk adalah sebuah metode yang digunakan untuk mengolah data sampel berukuran kecil. Ada beberapa syarat yang harus dipenuhi oleh data yang akan diuji normalitasnya menggunakan metode ini, yaitu data berskala interval atau rasio , data berupa data tunggal yang belum dikelompokkan pada tabel distribusi frekuensi dan data sampel diambil secara acak. Menurut Suherman (2003), H0 adalah sampel yang berasal dari populasi berdistribusi normal sedangkan H1 adalah sampel berasal dari populasi tidak berdistribusi normal dengan kriteria pengujian hipotesis yakni jika nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka H1 ditolak dan jika nilai signifikansi lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima. 3. Uji Bivariat
Uji bivariat yang digunakan yaitu uji Wilcoxon untuk mengetahui apakah ada perbedaan tingkat pengetahuan antara sebelum dan sesudah pendidikan gizi. Uji Wilcoxon dilakukan untuk data yang tidak terdistribusi normal. Menurut Siregar (2013), Ho ditolak jika nilai p kurang dari 0,05, yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan. Ho diterima jika nila p lebih dari 0,05, yang berarti terdapat perbedaan yang tidak signifikan.
E. Anggaran dana
SekretarisJenis barang Ukuran Jumlah Sumber dana
Proposal dan LPJ Rp 50.000,00 Kampus dan dana usaha
Total Sekretaris Rp 50.000,00
AcaraJenis barang Ukuran Jumlah Sumber dana
Hadiah peserta 3 x Rp. 15.000,00 Rp 45.000,00Kampus dan dana usaha
Angket (Pre dan Post Test)
40 x Rp 300,00 x 2 kali Rp 24.000,00
Bingkisan Rp 58.000,00Total Acara Rp 127.000,00
KonsumsiJenis barang Ukuran Jumlah Sumber dana
Snack peserta 40 x Rp. 1500,00 Rp 60.000,00 Kampus dan dana usaha
Total Konsumsi Rp 60.000,00
Jumlah PengeluaranDivisi Jumlah
Sekretaris Rp. 50.000,00Acara Rp. 127.000,00Konsumsi Rp. 60.000,00
Total Keseluruhan Rp 237.000,00
F. Struktur kepanitiaanKetua Pelaksana : Helena TushifaSekretaris : Millati AzkaBendahara : Kania Asri AstariAcara : Nenden Ayu Mutiara F.Perlengkapan : Dhesna Dinar Garini
Naadiny Hani AfifahHumas : Amelia EnggarwatiKonsumsi : Dewi Agmelia MalikDekorasi & Dokumentasi : Annisya Fauzia
BAB IVHASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1. Karakteristik Responden
Dari sejumlah responden, data sebaran berdasarkan jenis kelamin
adalah sebagai berikut
Tabel 4.1 Data responden berdasarkan jenis kelamin
Hasil yang diperoleh yakni persentase terbesar sebesar 72.7% pada jenis
kelamin perempuan dan 27.3% pada jenis kelamin laki-laki.
Dari sejumlah responden, data sebaran berdasarkan usia adalah
sebagai berikut
Tabel 4.2 Data responden berdasarkan usia
Usia (Tahun)
Frekuensi Persentase
16 10 30.3
17 23 69.7Total 33 100.0
Hasil yang diperoleh yakni persentase sebesar 69,7% pada usia 17 tahun dan
30,3% pada usia 16 tahun.
Dari sejumlah responden, data sebaran berdasarkan berat badan adalah
sebagai berikut
Tabel 4.3 Data responden berdasarkan berat badan
Berat Badan (kg)
Frekuensi Persentase
40-49 9 27.2750-59 15 45.4560-69 6 18.18
Jenis Kelamin Frekuensi Persentaselaki-laki 9 27.3Perempuan 24 72.7Total 33 100.0
70-79 1 3.0380-89 1 3.0390-100 1 3.03Total 33 100.0
Hasil yang diperoleh yakni persentase terbesar sebesar 45.45% dengan berat
badan interval 50-59 kg, sedangkan presentase terendah sebesar 3.03% pada
interval 70-79 kg, 80-89 kg, dan 90-100 kg.
Dari sejumlah responden, data sebaran berdasarkan tinggi badan
adalah sebagai berikut
Tabel 4.4 Data responden berdasarkan tinggi badan
Tinggi Badan (cm) Frekuensi Persentase
150-157 11 33.33158-165 11 33.33166-173 5 15.15174-181 5 15.15182-189 - -190-197 1 3.03
Total 33 100.0Hasil yang diperoleh yakni persentase terbesar sebesar 33.33% dengan tinggi
badan interval 150-157 cm dan 158-165 cm, sedangkan persentase terkecil
sebesar 3.03% dengan tinggi badan interval 190-197 cm.
Adapun dari sejumlah responden, data sebaran berdasarkan status gizi
berdasarkan IMT untuk orang Indonesia menurut Departemen Kesehatan
Republik Indonesia adalah sebagai berikut
Tabel 4.5 Data responden berdasarkan status gizi dan IMT
Status gizi IMT Frekuensi PresentaseSangat Kurus < 17,0 2 6.06
Kurus 17,0 – 18,5 4 12.12Normal >18,5 – 25,0 24 72.72Gemuk >25,0 – 27,0 1 3.03
Sangat Gemuk >27,0 2 6.06Hasil yang diperoleh yakni persentase terbesar sebesar 72,72% dengan status
gizi normal sebanyak 24 responden, sedangkan persentase terkecil sebesar
3.03% dengan status gizi gemuk sebanyak 1 responden.
2. Hasil pre-test dan post-test
Berdasarkan hasil pre-test yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil sebagai
berikut
Tabel 4.6 Hasil pretest
Nilai siswa/i Frekuensi Persentase55 1 3.060 1 3.065 1 3.070 8 24.275 4 12.180 9 27.385 7 21.290 2 6.1
Total 33 100.0Hasil yang diperoleh yakni persentase terbesar nilai pre-test yakni pada 9 anak dengan persentase 27,3% dengan nilai sebesar 80, sedangkan persentase terkecil nilai pretest yakni pada 3 responden dengan persentase 3.0% dengan nilai sebesar 55,60, dan 65.
Berdasarkan hasil post-test yang telah dilaksanakan, diperoleh hasil
sebagai berikut
Tabel 4.7 Hasil pos-test
Nilai siswa/i Frekuensi Persentase60 2 6.175 3 9.180 6 18.285 5 15.290 9 27.395 8 24.2
Total 33 100.0Hasil yang diperoleh yakni persentase terbesar nilai pos-test yakni pada 9 responden dengan persentase 27,3% dan nilai kebenaran sebesar 90, sedangkan persentase terkecil nilai postest yakni pada 2 responden dengan persentase 6.1% dan nilai kebenaran sebesar 60.
3. Hasil Uji Normalitas
Setelah analisis univariat deskriptif dilakukan uji normalitas data untuk mengetahui normal atau tidaknya suatu data dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk.
Tabel 4.8 Hasil Uji Normalitas Data
Shapiro-WilkVariabel Statistik Df Signifikansi
Nilai pre-test .930 33 .035Nilai pos-test .853 33 .000
Hasil uji normalitas diperoleh bahwa nilai pre-test dan nilai pos-test bernilai signifikansi < 0,05 yang artinya bahwa data tersebut berdistribusi tidak normal.
4. Hasil Uji Bivariat
Uji yang digunakan dalam uji bivariat adalah uji Wilcoxon karena data
yang diperoleh berdistribusi tidak normal.
Tabel 4.9 Hasil Uji Bivariat Kelas XI SMAN 4 Purwokerto
Hasil uji bivariat yang diperoleh bahwa nilai signifikansi nilai postest,
nilai pretest dengan nilai signifikansi < 0,05. Ho ditolak yang berarti
terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah intervensi
melalui metode ceramah terhadap peningkatan pengetahuan body image
pada remaja di SMA N 4 Purwokerto.
Test Statisticsc
usia_responden - jenis_kelamin
berat_badan - tinggi_badan
nilai_postest - nilai_pretest
Z -5.103a -5.016b -4.056a
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.000 0.000 0.000a. Berdasarkan nilai rank negatifb. Berdasarkan nilai rank positifc. Tanda Rank Uji Wilcoxon
B. Pembahasan
Pendidikan gizi dilaksanakan dengan metode pendidikan kelompok berupa ceramah. Sebelum dilaksanakan ceramah akan diadakan pre test dengan media angket untuk mengetahui pengetahuan awal siswa/i tentang body image. Pre-test dilakukan sebelum kegiatan ceramah dimulai, dilakukan selama 20 menit. Lembar pre-test disediakan kolom pengisian data pribadi responden seperti nama, usia, berat badan dan tinggi badan, sehingga diperoleh IMT masing-masing responden. Berdasarkan hasil IMT tersebut terdapat empat responden yang termasuk kategori berat badan kurang, 24 kategori normal, dua responden berada dalam kategori berat badan lebih, dan tiga responden termasuk ke dalam kategori obes I. Selain itu, pada saat pre-test responden mengisi angket yang bertujuan untuk mengetahui pengetahuan responden. Hasil dari pre-test yaitu nilai terendah adalah 55 dan nilai tertinggi 90. Setelah pre-test dilanjutkan dengan penyampaian materi dan diikuti dengan post-test. Post-test yang dilakukan sama halnya seperti pre-test. Post-test diberikan selama 10 menit. Saat post-test responden diminta untuk mengisi angket yang sama dengan angket pre-test. Nilai yang dicapai pada saat post-test terjadi peningkatan, nilai terendah menjadi 60 dan nilai tertinggi 95.
Berikut ini adalah grafik gambaran statistik yang menunjukkan seberapa
banyak siswa-siswi SMAN 4 Purwokerto yang menjawab pernyataan dengan benar
untuk setiap item pernyataan yang disajikan dalam lembar angket yang diberikan
pada saat program Pendidikan Gizi dilaksanakan.
Grafik 4.1 jumlah responden yang menjawab benar untuk setiap pernyataan pada
saat Pre-test
Dari grafik di atas terlihat bahwa pernyataan yang mendapat jawaban benar
paling banyak adalah item pernyataan nomor 13, 18, 1, 2, 5 dan 10, secara berturut-
turut dengan jumlah benar yaitu 34, 33, 32, 31, 31, dan 31. Pernyataan-pernyataan
tersebut berhubungan dengan zat gizi yang cocok untuk diet adalah yang kaya akan
serat dan rendah karbohidrat. Selain itu, item-item pernyataan tersebut juga berkaitan
dengan frekuensi makan, definisi body image, kelompok yang erat kaitannya dengan
masalah body image , serta gambaran mental remaja dalam menanggapi body image.
Dengan demikian, pada saat sebelum diberikannya materi terkait body image, item-
item pernyataan tersebut merupakan topik bahasan yang sudah cukup dimengerti oleh
siswa/i SMAN 4 Purwokerto dibanding item pernyataan yang lain yang memiliki
poin benar lebih rendah.
Grafik 4.2 jumlah responden yang menjawab benar untuk setiap pernyataan pada
saat Post-Test
Berdasarkan grafik di atas, banyak item pernyataan yang mengalami
peningkatan terkait jumlah peserta yang menjawab benar untuk setiap item
pernyataan, meskipun ada di antaranya yang mengalami penurunan jumlah nilai
benar. Item-item pernyataan yang mengalami penurunan jumlah nilai benar adalah
nomor 5, 10 dan 13. Sementara sisa pertanyaan yang lainnya mengalami peningkatan
jumlah nilai benar. Hal ini menunjukkan bahwa metode ceramah interaktif
menggunakan power point cukup efektif untuk meningkatkan nilai benar yang
diperoleh siswa/i dalam mengisi pernyataan-pernyataan yang disediakan dalam
angket.
Berdasarkan hasil yang diperoleh, data dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak computer berupa SPSS 16.0 dengan taraf signifikansi 0.05. Analisis yang dilakukan pertama adalah dengan uji univariat untuk mengetahui penyebaran data yakni berupa jenis kelamin, usia, berat badan, tinggi badan dari siswa/i SMAN 4 Purwokerto. Selanjutnya dilakukan uji normalitas data untuk mengetahui normal atau tidaknya data tersebut dilihat dari tingkat signifikansinya. Uji normalitas yang digunakan adalah dengan menggunakan Saphiro wilk, didapat hasil bahwa untuk variabel nilai pre-test dan nilai post-test memperoleh nilai signifikansi < 0,05 (0,000; 0,000; 0,006; 0,001; 0,035; 0,000). Berdasarkan hasil tersebut bahwa data dikategorikan sebagai data berdistribusi tidak normal (p < 0,05).
Oleh karena data yang didapat berdistribusi tidak normal maka adapun uji bivariat yang digunakan adalah uji Wilcoxon. Hasil uji bivariat yang didapat bahwa nilai signifikansi pada nilai pre-test dan nilai post-test dengan nilai signifikansi < 0,05 (0,000) yang artinya bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan metode ceramah mengenai body image terhadap siswa/i SMAN 4 Purwokerto. Hal ini selaras dengan hasil penelitian Syahrir dkk. (2013), menyatakan bahwa ada perbedaan yang signifikan terhadap pengetahuan tentang gizi, body image, dan status gizi pada remaja di SMA Islam Athirah Kota Makassar sebelum dan sesudah pemberian pendidikan kesehatan dengan metode ceramah dan leaflet. Penelitian tersebut terdapat 71 orang responden yang terdiri dari 36 siswa kelas X dan 35 siswa kelas XI, yang diperoleh dari hasil angket pre-test dan post-test.
Menurut Departemen Kesehatan (2004), ceramah merupakan cara penyampaian bahan pelajaran dengan komunikasi lisan. Metode ceramah ini ekonomis dan sangat efektif untuk keperluan penyampaian informasi dan pengertian. Metode ceramah cocok untuk menyampaikan imformasi, bila bahan ceramah langka, bila perlu membangkitkan minat, kalau bahan cukup diingat sebentar, dan untuk memberi pengantar atau petunjuk bagi format lain.
Adapun selama melakukan pendidikan gizi, dibuka dengan salam dari pembawa acara. Pemateri menyampaikan dengan tepat waktu isi materi. Selanjutnya dibuka sesi pertanyaan yang berlangsung selama 20 menit dengan antusiasme dari para siswa/i. Beberapa kelebihan dan kekurangan dari pendidikan gizi ini antara lain:
1. Kelebihan
a Perlengkapan yang dibutuhkan secara keseluruhan telah tersedia
b . Acara yang dilakukan telah sesuai dengan rundown acara dan SOP yang
telah dibuat baik dalam hal waktu dan pelaksanaan acara.
c Semua panitia turut aktif selama acara berlangsung sehingga siswa/i merasa
diperhatikan dan tidak canggung ketika bertanya.
d Pembawa acara dapat membawa suasana sehingga dapat mengurangi rasa
bosan dari siswa/i.
2. Kekurangan dan hambatan
a Suasana kelas yang kurang kondusif misalnya siswa laki-laki yang masih
banyak mengobrol dan cukup membuat kegaduhan, dan lainnya.
b Pemateri kurang dapat membawa suasana untuk dapat menarik perhatian
siswa/i, meskipun ada beberapa diantara sangat antusias terhadap materi
yang diberikan.
c Bahasa yang digunakan dalam menyampaikan materi kurang sesuai,
sehingga sedikit sulit untuk dipahami oleh siswa/i dan pemberian contoh
nyata masih kurang
d Tidak adanya alat bantu pengeras suara seperti microphone dan sound
system dalam membantu penyampaian materi
C. Evaluasi
Pelaksanaan pendidikan gizi telah berjalan sesuai dengan rencana. Selain itu,
faktor pendukung berjalannya kegiatan ini karena dari Wakil Kepala Sekolah
kurikulum sendiri yang telah mengkoordinir murid-muridnya dengan baik dan
antusias dari muridnya sendiri dalam mengikuti pendidikan gizi ini. Hanya saja,
pemberian materi masih kurang sesuai karena penggunaan bahasa yang kurang
dimengerti bagi siswa/i di SMAN 4 Purwokerto tersebut dan kurang dapat
memberikan contoh penerapan yang ada di lingkungan sekitar.
D. Susunan PanitiaKetua Pelaksana : Helena Tushifa
Sekretaris : Millati AzkaBendahara : Kania Asri AstariAcara : Nenden Ayu Mutiara F.Perlengkapan : Dhesna Dinar Garini
Naadiny Hani AfifahHumas : Amelia EnggarwatiKonsumsi : Dewi Agmelia MalikDekorasi & Dokumentasi : Annisya Fauzia
E.Susunan AcaraWaktu Kegiatan
11.10 – 11.20 Kumpul Panitia dan Briefing11.20 – 11.35 Perjalanan menuju SMAN 4 Purwokerto11.35– 12.00 Persiapan di lokasi12.00– 12.15 Registrasi Responden12.15– 12.30 Pembukaan12.30 – 12.40 Pre-Test (Pembagian angket)12.40 – 13.25 Materi dan Diskusi Interaktif13.25 – 13.35 Post-Test (Pembagian angket)13.35 –13.45 Penutupan
F. Realisasi Anggaran Dana
SekretarisJenis barang Ukuran Jumlah Sumber dana
Proposal dan LPJ Rp 24.000,00 Kampus dan dana usaha
Fotocopy kuisioner Pre Test dan Post Test
Rp 31.900,00Kampus dan dana
usaha
Total Sekretaris Rp 55.900,00
AcaraJenis barang Ukuran Jumlah Sumber dana
Kenang-kenangan 1 unit Rp 82.000,00Kampus dan dana
usahaHadiah peserta 3 x Rp 15.000,00 Rp 45.000,00Plastik kado 1 buah Rp 2.500,00Total Acara Rp 129.500,00
KonsumsiJenis barang Ukuran Jumlah Sumber dana
Snack responden Rp 51.600,00 Kampus dan dana usaha
Total Konsumsi Rp 51.600,00
Jumlah Pengeluaran
BAB V
PENUTUP
Divisi JumlahSekretaris Rp. 55.900,00Acara Rp. 129.500,00Konsumsi Rp. 51.600,00Total Keseluruhan Rp 237.000,00
A. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil uji univariat, diperoleh data sebaran berdasarkan jenis
kelamin yakni 24% pada perempuan dan 9% pada laki-laki. Selain itu, data
sebaran berdasarkan usia yakni 69,7% pada usia 17 tahun dan 30,3% pada
usia 17 tahun. Data sebaran berdasarkan berat badan yakni presentase terbesar
sebesar 12,1% pada berat badan 55 kg dan presentase terendah sebesar 3.03%
pada interval 70-79 kg, 80-89 kg, dan 90-100 kg. Data sebaran berdasarkan
tinggi badan adalah presentasi terbesar berdasarkan tinggi badan yakni 15,2%
dengan tinggi badan 155 cm dan persentase terkecil sebesar 3.03% dengan
tinggi badan interval 190-197 cm. Data sebaran berdasarkan IMT adalah
persentase terbesar sebesar 72.72% dengan status gizi normal sebanyak 24
responden, sedangkan persentase terkecil sebesar 3.03% dengan status gizi
gemuk sebanyak 1 responden.
2. Data sebaran berdasarkan nilai siswa/i pada saat pre-test dan post-test adalah
persentase terbesar nilai pre-test yakni pada 9 responden sebesar 27,3%
dengan nilai sebesar 80 dan persentase terkecil nya yakni pada 3 responden
dengan persentase 3.0% dengan nilai sebesar 55,60, dan 65, sedangkan
persentase terbesar nilai post-test yakni pada 9 responden sebesar 27,3%
dengan nilai sebesar 90 dan sedangkan persentase terkecilnya yakni pada 2
responden dengan persentase 6.1% dan nilai kebenaran sebesar 60.
3. Berdasarkan hasil uji bivariat menggunakan uji Wilcoxon, diperoleh nilai
signifikansi < 0,05 nilai pre-test dan nilai post-test. Ho ditolak yang berarti
terdapat perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah diberikan
metode ceramah mengenai body image terhadap siswa/i SMAN 4 Purwokerto.
B. Saran
1. Bagi Mahasiswa/i program studi Ilmu Gizi Universitas Negeri Jenderal
Soedirman :
a. Mahasiswa/i sebaiknya lebih mampu untuk bekerjasama dalam
mengatur ketertiban di dalam kelas, sehingga semua perhatian
responden tertuju pada materi yang disampaikan dan tidak terfokus
pada alat komunikasi atau gadget yang mereka miliki.
b. Mahasiswa/i sebaiknya bisa mengantisipasi kekurangan perlengkapan
sebelum acara dimulai, seperti kurangnya microphone dan sound
system pada saat pelaksanaan acara.
2. Bagi Sekolah SMAN 4 Purwokerto :
a. Pihak sekolah seharusnya memberitahukan terlebih dahulu kepada
responden tentang waktu pelaksanaan acara sesuai dengan kesepakatan
dengan mahasiswa/i Ilmu Gizi UNSOED, sehingga tidak ada
responden yang terlambat masuk ke dalam kelas pada saat acara sudah
dimulai.
b. Responden dari SMAN 4 Purwokerto sebaiknya sudah bisa memahani
tentang apa yang dimaksud dengan body image dan bagaimana
membentuk citra tubuh yang baik setelah dilaksanakannya acara
pendidikan gizi.
3. Bagi program studi Ilmu Gizi Unsoed :
a. Program studi Ilmu Gizi Unsoed diharapkan mampu melaksanakan
acara yang serupa atau bahkan yang lebih baik lagi di masa yang akan
datang demi tercapainya tujuan pendidikan gizi dan demi terwujudnya
kemajuan program studi Ilmu Gizi Unsoed.
b. Program studi Ilmu Gizi Unsoed diharapkan mendapatkan nilai positif
di hadapan masyarakat Purwokerto setelah diadakakannya acara
pendidikan gizi.
DAFTAR PUSTAKA
Aditomo, A. & Suprapto, M. H. (2007). Aku dan Dia, Cantik Mana? Perbandingan Sosial, Body Dissatsfaction dan Objektivikasi Diri. Anima : Indonesian Psychological Journal, 22, 2,188-193.
Almatsier, S. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.Andersen, A.E. & DiDomenico, L., 1992. Diet vs. shape content of popular male and
female magazines: A dose-response relationship to the incidence of eating disorders. International Journal of Eating Disorders, 11, pp.283–287.
Arifin, Anwar. 2001. Ilmu Komunikasi Sebuah Pengantar Ringkas. Rajawali Press. Jakarta.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. PT. Rineka Cipta. Jakarta.Arisman, MB. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.Cash,T.F dan Pruzinsky,T. 2002 . Body Image : A Handbook Of Theory, Research And
Clinical. Guilford Publications. New York.CDC. 2011. Healthy Weight - it's not a diet, it's a lifestyle!.
http://www.cdc.gov/healthyweight/physical_activity/index.html. Diakses pada 26 Mei 2015.
Centre for Obesity Research and Education, 2007. Body Mass Index: BMI Calculator. Didapat dari: http://www.core.monash.org/bmi.html . Diakses pada tanggal 13 Juni 2015.
Chase, M.E. 2001. Identity Development And Body Image Dissatisfaction Action In College Females.University Of Wisconsin. Madison.
Clark, L. & Tiggeman, M. 2006 . Apperance Cultur In Nine To 12 Years Old Girls: Media & Peer Influences On Body Dissafisfaction. Journal Of Social Development, hal 628-643.
Dacey & Kenny. 2001 . Adolescent Development (2nd Ed). Mc Graw Hill. New York.Davison,T.E. & Mccabe, M.P. (2005). Relationship between men’s and women’s body
image and their psychological, social, and sexual functioning. Sex Roles, 52, 463-475.
Depkes RI. 1994. Standar Peralatan, Ruang, dan Tenaga Rumah Sakit. Dirjen Yanmed. Jakarta
Depkes RI. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128/MENKES/SK/II/2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat. Jakarta.
Emilia, E. 2009. Pengetahuan, Sikap, dan Praktek Gizi Pada Remaja dan Implikasinya Pada Sosialisasi Perilaku Hidup Sehat. Jurnal Media Pendidikan Gizi dan Kuliner. Vol.1 No.1, Oktober 2009.
Emilia, E., 2009. Pendidikan Gizi Sebagai Salah Satu Sarana Perubahan Perilaku Gizi Pada Remaja. Jurnal Tabularasa PPS UNIMED Vol.6 No.2, Desember 2009. Medan.
Hanley, A,J, et al. 2000. Overweight Among Children And Adolescent In Native Cannadian Community: Prevalence And Assosiated Factor, Am. Journal Clinical Nutrition 2000 (71) : 693-700.
Hill, R.A. & Barton, R.A. 2005. Red enhances human performance in contests, Supplementary methods and supplementary analyses. London.
Kustandi, Cecep dan Bambang Sutjipto. 2011. Media Pembelajaran Manual dan
Digital. Penerbit Ghalia Indonesia . Jakarta.
Kusumajaya, NAA, Wiardani, NK, & Juniarsana, IW. 2007. Persepsi Remaja Terhadap Body Image (Citra Tubuh) Kaitannya Dengan Pola Konsumsi Makan dan Status Gizi. Jurnal Skala Husada. Vol 5(2): 114-125.
Notoatmodjo. 2005. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta. Papalia, Olds, & Feldman. 2001. Human Development (9th Ed). Mc. New York.Permaesih, dkk. 2000. Hubungan antara pengetahuan dengan perilaku dalam
mencegah anemia gizi besi di SLTA 15 Jakarta Selatan. Skripsi : Tidak Dipublikasikan.
Priyatno, Duwi. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Mediakom.
Yogyakarta.
Rifa‟i, Achmad dan Catharina T. A. 2010. Psikologi Pendidikan. UNNES Press.
Semarang.
Riset Kesehatan Dasar. 2013. Laporan Nasional 2013. Badan Peneliti dan Pengembangan Kesehatan. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Sanjaya, W. 2006. Strategi Pembelajaran. Kencana Prada Media Group. Jakarta.Saryono. 2011. Metodelogi Penelitian Kesehatan. Mitra Cendikia. Yogyakarta.Sears David O, Jonathan L Freedman, dan Anne peplau. 2006. Psikologi Sosial. Alih
bahasa Michael Adryanto dan Savitri Soekrisno. Ed. 5, Jil. 1. Erlangga. Jakarta.Seifert, K.L dan Hoffnung, R.J. 1987. Child and adolescent Development. Houghthon
Mifflin Co. Boston.
Siregar, Syofian. 2013. Statistik Parametrik untuk Penelitian Kuantitatif. PT Bumi Aksara. Jakarta.
Soegondo. 2006. Penatalaksana Diabetes Millitus terpadu. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Soekirman. 2000. Masalah Gizi Dalam Pembangunan Jangka Panjang Kedua : Agenda Repelita VI. Makalah pada Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. LIPI. Jakarta.
Soetjiningsih. 2004. Tumbuh Kembang Remaja dan Permasalahannya. CV Sagung Seto. Jakarta.
Suherman, Erman. 2003. Evaluasi Pembelajaran Matematika. JICA UPI. Bandung.Supariasa, dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Buku Kedokteran EGC. Jakarta. Syahrir, Nuramalia, Abdul Razak Thaha, Nurhaedar Japar. 2013. Pengetahuan Gizi,
Body Image dan Status Gizi Remaja di SMA Islam Athirah Kota Makassar Tahun 2013. Jurnal MKMI, PP.1-10.
Thompson, J.K,. Altabe. M., & Tantleff-Dunn, S. 1999. Exacting Beauty: Theory, Assessment, And Treatment Of Body Image Disturbance. American Psychological Assosiation. Washington.
Thompson, J.K. 1996. Body Image, Eating Disorder And Obesity: An Integrative Guide For Assessment And Treatment. American Psychology. Washington, D.C.
Zainal Arifin. 2011. Evaluasi pembelajaran. Rosdakarya. Bandung.Zebua, A.S. dan Nurdjayadi, R.D. 2001. Hubungan Antara Konformitas dan Konsep
Diri dengan Perilaku Konsumtif pada Remaja Putri. Journal Phronesis. Vol. 3. No. 6. Hal. 72-82.
Zulkifli L. 2003 . Psikologi Perkembangan. PT Remaja Rosdakarya. Bandung.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1Kuisioner Pre-test dan Post-test
Nama :Usia :Berat Badan (Kg) :Tinggi Badan (cm) :
NO Pernyataan Benar Salah1 Body image adalah gambaran mental seseorang
terhadap bentuk dan ukuran tubuhnya2 Salah satu kelompok yang sangat erat
kaitannya dengan body image adalah remaja3 Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi body image4 Keluarga tidak dapat mempengaruhi body
image seseorang5 Tidak dapat menerima perubahan struktur dan
fungsi tubuh merupakan salah satu tanda dan gejala gangguan gambaran diri
6 Apple merupakan salah satu tipe bentuk tubuh7 Media massa merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi body image8 Salah satu cara untuk menurunkan berat badan
yang baik dengan mengonsumsi obat pencahar9 Pada masa pubertas terjadi peningkatan lemak
tubuh baik laki-laki maupun perempuan10 Tubuh yang langsing adalah tubuh yang sehat11 Persepsi (kognisi) merupakan salah satu
dimensi body image12 Efek negatif dari body image dapat
menimbulkan terjadinya eating disorder/gangguan pola makan
13 Diet yang benar yaitu dengan hanya mengonsumsi buah dan sayur tanpa mengonsumsi karbohidrat
14 Afeksi dan evaluasi tidak termasuk dimensi body image
15 Tingkah laku dapat mempengaruhi perkembangan citra tubuh terhadap body image
16 Masa akhir dari pertumbuhan fisik remaja yaitu sekitar usia 20 tahun
17 Body image positif merupakan kepuasan terhadap bentuk dan ukuran tubuh.
18 Frekuensi makan yang sering dan dalam porsi yang banyak adalah pola makan yang baik
19 Pria ingin bertubuh besar dikarenakan mereka ingin tampil percaya diri sedangkan wanita ingin memiliki tubuh kurus untuk menarik perhatian
20 Mediasi tidak dapat dilakukan sebagai salah satu cara menanggulangi dampak negatif dari
body image
Lampiran 2Susunan Acara
Waktu Kegiatan11.00 – 11.20 Kumpul Panitia dan Briefing11.20– 11.30 Perjalanan menuju SMAN 4 Purwokerto11.30 – 12.00 Persiapan di lokasi12.00 – 12.10 Registrasi Peserta12.10 – 12.20 Pembukaan12.20 – 12.30 Pre-Test (Pembagian angket)12.30– 13.10 Materi dan Diskusi Interaktif13.10 – 13.20 Post-Test (Pembagian angket)13.20–13.30 Penutupan
Lampiran 3
Grafik 1. Sebaran berdasarkan jenis kelamin
Grafik 3. Sebaran berdasarkan berat bada
Grafik 2. Sebaran berdasarkan usia
Grafik 3. Sebaran berdasarkan berat badan
Grafik 4. Sebaran berdasarkan tinggi badan
Grafik 5. Hasil pretest
Grafik 6. Hasil post-test
Grafik 7. Jumlah peserta yang menjawab benar untuk setiap pernyataan
pada saat Pre-test
Grafik 8. Jumlah peserta yang menjawab benar untuk setiap pernyataan
pada saat Post-Test
Tabel 1. Hasil Uji Normalitas Data
Shapiro-WilkStatistic Df Sig.
jenis_kelamin .558 33 .000usia_responden .579 33 .000tinggi_badan .902 33 .006berat_badan .868 33 .001nilai_pretest .930 33 .035nilai_postest .853 33 .000
Tabel 3. Hasil Uji Bivariat Kelas XI SMAN 4 Purwokerto
Test Statisticsc
usia_responden - jenis_kelamin
berat_badan - tinggi_badan
nilai_postest - nilai_pretest
Z -5.103a -5.016b -4.056a
Asymp. Sig. (2-tailed) 0.000 0.000 0.000a. Berdasarkan nilai rank negatifb. Berdasarkan nilai rank positifc. Tanda Rank Uji Wilcoxon