Cover Desember 10.psd
Transcript of Cover Desember 10.psd
TAHUN BENCANA
Tahun 2010 ini bisa diistilahkan sebagai “Tahun Bencana” jika mengingat kembali sebuah katastrofis di
tahun ini, yaitu kejadian erupsi Gunungapi Merapi. Peningkatan aktivitas vulkanisme yang berujung pada
kejadian erupsi tersebut berlangsung pada tanggal 26 Oktober hingga mencapai puncak letusan pada
tanggal 5 November, yang ditandai dengan berbagai bahaya primer gunungapi seperti luncuran awan
panas (pyroclastic flow), guguran kubah lava, serta hujan abu vulkanik (volcanis ashfall). Letusan tersebut
dikategorikan sebagai letusan besar dengan indeks eksplosivitas mencapai 4 yang merupakan terbesar
selama 10 tahun terakhir. Dampak letusan sangat luas dan mempengaruhi berbagai aspek seperti, eko-
nomi, pertanian, pariwisata,dll.
Selain laporan khusus dari Merapi, edisi kali ini juga menyajikan informasi terkait beberapa kegiatan
akademik yang dilakukan oleh Departemen Geografi antara lain, pertukaran pelajar dengan University of
Malaya, pelatihan pengembangan transportasi sungai (bekerjasama dengan Direktorat LLSADP Kemen-
hub), pelatihan SIG (bekerjasama dengan PT. Astra Honda Motor), serta pelatihan pembacaan peta untuk
para guru SMA. Tidak ketinggalan pula beberapa opini dari para kontributor yang mengangkat topik se-
jarah penamaan tempat (toponimi) serta informasi tips dan trik dalam pengolahan data GPS.
Selamat membaca!
TEAM REDAKSI
Redaksi KONTRIBUTOR
Adi Wibowo Staf Pengajar Departemen Geografi FMIPA UI
Iqbal Putut Ash Shidiq Asisten Dosen Departemen Geografi FMIPA UI
Laju Gandharum Environmental Sustainable Development, National Central University (NCU), Taiwan
Nurul Sri Rahatiningtyas Asisten Dosen Departemen Geografi FMIPA UI
TaqyuddinStaf Pengajar Departemen Geografi FMIPA UI
Triarko Nurlambang Ketua Pusat Penelitian Geografi Terapan FMIPA UI
PENASEHAT - Dr. Rokhmatuloh
REDAKSI - Adi Wibowo, Iqbal Putut, Laju Gand-harum, Ratri Candra, Weling Suseno.
STAFF AHLI - Astrid Damayanti, Sugeng Wica-hyadi, Supriatna, Triarko Nurlambang
ADMINISTRARSI - Ashadi Nobo
ALAMAT REDAKSI - Gd. Departemen Geografi, FMIPA Universitas Indonesia, Kampus UI Depok Telp. (021) 7721 0658, 702 4405 Fax. (021) 7721 0659
Diterbitkan oleh: Forum Komunikasi GeografiUniversitas Indonesia
Redaksi menerima artikel / opini / pendapat dan saran dari pembaca, utamanya yang berkai-tan dengan masalah keruangan. Kirimkan tuli-san ke alamat redaksi atau email dengan diser-takan nama, alamat lengkap, nomor telepon serta Biografi.
Daftar Isi
3 I Dokumentasi Kegiatan Pusat Penelitian
Geografi Terapan
10 I Seminar Nasional Perubahan Iklim
12 I Adakah TOPONYMY KOTA DEPOK yang men-
jadi “Cultural HERITAGE” atau
“The Intangible Cultural HERITAGE ?”
15 I Memisahkan Nilai Derajat, Menit, dan Detik
Koordinat Hasil Survai GPS
18 I Map Asia 2010
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
Bulan Juni 2010, Departemen
Geografi FMIPA UI mendapat
kunjungan mahasiswa dari
Departemen Geografi University
of Malaya Malaysia. Mereka
berada di Indonesia selama
kurang lebih 1 bulan. Pada
kesempatan tersebut, mahasiswa
Malaysia mendapat materi di kelas
yang diberikan oleh para dosen
dari Geografi UI. Selain itu, mereka
juga melakukan kunjungan ke
beberapa lokasi di Jawa Barat
yang didampingi oleh beberapa
dosen dan asisten dosen dari
Geografi UI. Mahasiswa UM yang
berkunjung ke UI sebanyak 15
orang.
Selain mendapatkan materi di
kelas, mahasiswa UM juga
melakukan kunjungan ke
beberapa lokasi di Jawa Barat.
Kunjungan tersebut dilakukan
selama 3 hari 2 malam. Pada lokasi
-lokasi yang dikunjungi, mereka
mendapat penjelasan dari
beberapa dosen Geografi UI yang
ikut dalam kunjungan tersebut.
Kunjungan di mulai dari
Bendungan Jatiluhur. Di lokasi ini
para peserta mendapat
menjelasan mengenai kondisi
hidrologi di Jawa Barat secara
umum. Kunjungan dilanjutkan ke
pusat kerajinan Plered. Di lokasi
ini, peserta dapat melihat aktivitas
masyarakat setempat dalam
membuat kerajinan dari tanah liat.
Kunjungan selanjutnya adalah
kunjungan ke Tangkuban Perahu.
Selain melihat pemandangan, di
lokasi ini para peserta mendapat
penjelasan mengenai kondisi
geologinya.
Pada hari pertama, rombongan
menginap di Lembang. Setelah
ada penjelasan sedikit mengenai
kondisi Lembang dan sekitarnya,
peserta rombongan beristirahat.
Keesokan harinya, kunjungan
dimulai dengan menikmati susu
murni di Lembang. Selanjutnya,
rombongan bergerak ke Kota
Bandung. Kunjungan pertama di
Kota Bandung adalah ke Museum
Geologi. Di museum ini, peserta
mendapatkan berbagai informasi
mengenai kondisi geologi secara
umum dan juga kondisi geologi
Indonesia.
Sejak tiba di Bandung, para
peserta sudah tidak sabar ingin
segera berwisata belanja. Lokasi
yang mereka pilih adalah Pasar
Baru Bandung. Waktu 2 jam yang
diberikan sepertinya tidak cukup
bagi mereka untuk berbelanja di
lokasi ini. Hampir seluruh peserta,
pulang dengan membawa banyak
barang belanjaan. Pada hari kedua
ini, seluruh rombongan menginap
di Kota Bandung.
Keesokan harinya, rombongan
melanjutkan perjalanan menuju
perkebunan Malabar di Bandung
selatan. Di perkebunan ini,
rombongan mendapat
kesempatan masuk ke dalam
pabrik pengolahan daun teh,
melihat langsung proses
pemilihan daun teh, hingga
proses mengecekan rasa teh yang
diproduksi. Semua proses
tersebut, dijelaskan dengan
singkat oleh para petugas di sana.
Kunjungan di Jawa Barat ini,
diakhiri dengan acara makan
malam di Puncak Pas. Dan
selanjutnya rombongan kembali
ke Depok.
KUNJUNGAN MAHASISWA
UNIVERSITY OF MALAYA
Oleh: Nurul Sri Rahaningtyas Pusat Penelitian Geografi Terapan Departemen Geografi, FMIPA UI
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
DOKUMENTASI KEGIATAN
PUSAT PENELITIAN GEOGRAFI TERAPAN
Sebagai lembaga akademis yang
selalu ingin meningkatkan mutu
baik pengajaran, pembinaan, dan
pengabdian kepada masyarakat,
Departemen Geografi FMIPA UI
dibawah unit riset dan
penelitiannya secara berkala
mengadakan berbagai kegiatan
guna menunjang perkembangan
keilmuan serta hubungan
akademis dengan berbagai pihak
terkait. Berkaitan dengan hal
tersebut, pada tahun 2010 PPGT
(Pusat Penelitian Geografi
Terapan) sebagai unit riset dan
penelitian Departemen Geografi
FMIPA UI, telah melakukan
berbagai kegiatan terutama dalam
bentuk pelatihan yang bekerja
sama dengan berbagai pihak.
I. Pelatihan Pengembangan
Transportasi Sungai
Kegiatan pelatihan tersebut
terselenggara hasil kerja sama
antara Direktorat Jenderal
Perhubungan Darat, Direktorat
Lalu Lintas dan Angkutan Sungai,
Danau dan Penyeberangan
(LLASDP) – Kementerian
Perhubungan RI dengan Pusat
Penelitian Geografi Terapan
(PPGT), Departemen Geografi,
FMIPA UI, dan mitra perguruan
tinggi PPGT-UI di luar negeri
dalam menyelenggarakan
penelitian dan pendidikan
termasuk pelatihan, yaitu
University of Sydney, Australia.
Adapun garis besar lingkup
pelatihan adalah sebagai berikut:
Pelatihan lanjutan dan studi
lapang, serta kunjungan kerja
ke instansi transportasi di
Australia.
Penjajakan kerja sama
instansional antar negara
mencakup antara lain
pertukaran informasi, program
kerja sama pilot project
pengelolaan angkutan sungai
di Indonesia.
Proses penyusunan laporan
pelatihan dan kunjungan kerja.
Adapun materi yang diberikan
kepada peserta pelatihan tersebut
berdasarkan kebutuhan yang
menjadi dasar ataupun
pendahuluan untuk mendapatkan
materi pelatihan yang akan
dilakukan di University of Sydney.
Disamping itu para pengajar dari
program pelatihan tersebut terdiri
atas para ahli yang
berpengalaman sesuai dengan
kajian yang terdapat dalam materi
pelatihan tersebut. Yang terdiri
atas materi dasar hingga materi
yang bersifat aplikatif, sehingga
para peserta diharapkan dapat
mengimplementasikan hasil dari
program pelatihan tersebut pada
saat kembali beraktifitas di kantor
sesuai dengan tupoksi yang ada.
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
Pelatihan ini dirancang untuk meningkatkan kapasitas
pengetahuan penyusunan kebijakan, perencanaan,
program, dan rencana kegiatan pembangunan trans-
portasi sungai, danau, dan penyeberangan dengan
menggunakan perspekstif spatial. Sesuai dengan sifat
dari kegiatan transportasi pada umumnya, peman-
faatan perspektif spatial sangatlah relevan dan signifi-
kan dalam memahami permasalahan perkembangan
pembangunan yang terkait dengan pembentukan pola
dan struktur ruang suatu wilayah pembangunan, oleh
adanya jaringan transportasi yang menghubungkan
simpul-simpul pusat pembangunan.
Selanjutnya dengan pemahaman ini maka konsep
yang akan dirumuskan sebagai kebijakan, perencanaan
dan program akan menjadi lebih realistis sesuai den-
gan dinamikanya, khususnya dalam konteks pemban-
gunan di suatu wilayah, baik pada tingkat nasional
sampai dengan daerah secara konsisten dan berkesi-
nambungan.
II. Pelatihan Sistem Informasi Geografis
Pelatihan Sistem Informasi Geografis tingkat dasar
terselenggara berkat kerja sama Pusat Penelitian
Geografi Terapan (PPGT), Departemen Geografi FMIPA
UI dengan PT. ASTRA Honda Motor. Pelatihan dilak-
sanakan di gedung Departemen Geografi FMIPA UI,
pada tanggal 22 hingga 26 November 2010, dengan
jumlah peserta sebanyak lima orang. Tujuan yang ingin
dicapai melalui kegiatan tersebut, antara lain:
Melatih peserta agar mampu melakukan pemban-
gunan basis data SIG, untuk mempersiapkan data-
data masukan dan merencanakan informasi ke-
luaran, merancang basis data, mengimplementasi-
kan basis data, melakukan analisis-analisis
(menjawab queries) yang diperlukan, dan ke-
mudian menyajikan hasil-hasil akhirnya.
Melatih peserta agar mampu merancang dan men-
gimplementasikan SIG hingga menjadi sebuah
sistem yang terotomasikan sedemikan rupa se-
hingga membentuk suatu aplikasi (berikut inter-face manusia-masin yang efektif, efisien, dan
menarik) yang tersusun dengan rapi.
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
III. Strategic Environmental Assessment (SEA) for Mas-ter Plan Study on Port Development and Logistic in Greater Jakarta Metropolitan Area
Kegiatan ini merupakan hasil kerja sama Pusat Peneli-
tian Geografi Terapan (PPGT), Departemen Geografi
FMIPA UI dengan Japan International Cooperation
Agency (JICA). Dasar dari diadakannya kegiatan ini
adalah UU Perlindungan Lingkungan dan Manajemen
nomor 32/2009 PASAL 15, yang menyatakan bahwa
setiap pengembangan sektor (dalam Kebijakan-
Rencana-Program) yang memiliki potensi besar ber-
dampak pada lingkungan, harus melakukan SEA
(Penilaian Lingkungan Strategis). Salah satu bentuk
dari kegiatan ini adalah Focus Group Discussion (FGD)
yang diselenggarakan oleh JICA untuk membahas
dampak-dampak yang timbul dalam pengembangan
pelabuhan di bagian utara Jawa Barat, (termasuk
Provinsi Banten, DKI Jakarta. Hasil FGD ini akan menjadi
bagian dari pertimbangan rekomendasi studi SEA dan
Master Plan.
Beberapa tujuan dari kegiatan ini, antara lain:
Menjelaskan alternatif kargo terminal untuk men-
gatasi kelebihan beban atau spill-over kapasitas
Pelabuhan Tangjung Priok pada jasa penanganan
kargo.
Membahas konsekuensi alternatif tersebut dilihat
dari aspek lingkungan, serta aspek sosial dan
ekonomi.
Membahas isu-isu kunci dan isu yang mencuat
untuk dipertimbangkan selama dan setelah
pengembangan terminal baru kargo.
FGD ini diikuti oleh para pihak, antara lain Pemerintah
Pusat/daerah, NGO, Asosiasi, Akedemisi dan partisipan
lain. Kegiatan ini diselenggarakan di Universitas Indo-
nesia, Salemba pada tanggal 22 Oktober 2010.
Dalam FGD kali ini, menddapatkan pembahasan ter-
kait:
a. Perijinan pembangunan Pelabuhan
b. Isu Perencanaan Tata Ruang
c. Isu Lingkungan dan sumber daya alam
d. Isu-isu ekonomi
e. Permasalahan Sosial
f. Mitigasi dan adaptasi
Secara keseluruhan, para pihak menyetujui rencana
perluasan Pelabuhan Tanjung Priok. Ada dua pilihan
Lokasi, pertama di Kalibaru dan kedua adalah di
Cilamaya. Kedua lokasi perlu diteliti lebih lanjut tingkat
daya dukungnya, dampak sosial-ekonomi, mitigasi dan
adaptasi, manajemen operasional serta kelayakan pen-
danaannya.
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
Salah satu gunungapi aktif di
Indonesia adalah Gunungapi
Merapi yang berlokasi di
Kabupaten Sleman, Provinsi D.I.
Yogyakarta. Gunung Merapi
mempunyai ketinggian sekitar
2986 mdpl dan merupakan
gunungapi tipe andesit-basaltik
(BPPTK, 2006). Berbeda dengan
klasifikasi tipe erupsi lainnya,
Merapi memiliki karakteristik
letusan tersendiri terkait dengan
aktivitas dan material yang
dikeluarkan pada saat terjadinya
e r u p s i . B e b e r a p a a h l i
mengkategorikan Merapi dalam
tipe letusan tersendiri, yakni “Tipe
Merapi”. Pada tahun 1933, Escher
menjelaskan karakteristik erupsi
Merapi dengan lavanya yang cair-
kental, dapur magma yang relatif
dangkal, dan tekanan gas yang
agak rendah (Alzwar, dkk., 1988).
A k t i v i t a s M e r a p i j u g a
m e m p e r l i h a t k a n
perkembangannya sebagai suatu
gunungapi Strato yang bersifat
andesitik (andesitic stratovolcano),
dengan variasi letusan baik efusif
maupun eksplosif (Camus, et. al.,
2000).
Aktivitas vulkanisme Merapi
berlangsung dalam periode waktu
yang sangat panjang hingga
sampai pada kondisinya saat ini.
Hasil penelitian stratigrafi
m e n u n j u k k a n s e j a r a h
terbentuknya Merapi yang sangat
kompleks. Berthommier pada
tahun 1990 (BPPTK, tt) membagi
sejarah Merapi menjadi empat
periode, yaitu:
Pra Merapi yang berlangsung
pada + 400.000 tahun yang lalu.
Merapi Tua yang berlangsung
pada 60.000 – 80.000 tahun
yang lalu.
Merapi Pertengahan yang
berlangsung pada 8.000 – 2.000
tahun yang lalu.
Merapi Baru yang yang
terbentuk pada 2.000 tahun
yang lalu hingga sekarang.
Tipe erupsi Gunungapi Merapi
dapat dikategorikan sebagai tipe
Vulkanian lemah. Tipe lain seperti
Plinian merupakan tipe vulkanian
dengan daya letusan yang sangat
kuat. Erupsi Merapi tidak begitu
eksplosif namun demikian aliran
piroklastik hampir selalu terjadi
pada setiap erupsinya. Secara
visual aktivitas erupsi Merapi
terlihat melalui proses yang
panjang sejak dimulai dengan
pembentukan kubah lava,
guguran lava pijar dan awan
panas (BPPTK, tt).
BENCANA ALAM
ERUPSI GUNUNGAPI MERAPI SEBUAH KATASTROFIS DI TAHUN 2010
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
Pada Oktober – November 2010 yang lalu terjadi
peningkatan aktivitas vulkanisme Gunungapi Merapi
yang berpuncak pada kejadian erupsi. Erupsi pertama
terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010 pukul 17.00 WIB.
Ditandai dengan peningkatan aktivitas gempa
vulkanik, yang diikuti dengan luncuran awan panas
disertai lontaran proyektil (berupa batu dan blok
vulkanik) dan aliran lava pijar (Dharoko, et al., 2011).
Puncak kejadian erupsi tercatat pada tanggal 5
November 2010. Kondisi tersebut ditandai dengan
suara gemuruh di daerah sekitar Merapi, serta hujan
kerikil dan abu yang mencapai bagian selatan Provinsi
D.I. Yogyakarta.
Erupsi Merapi eksplosif tahun 2010 menghancurkan
sebagian besar kubah lava dan membentuk kawah
baru berdiameter 400 meter, membuka ke arah selatan
yaitu alur Kali Gendol. Erupsi eksplosif tersebut
menimbulkan kolom letusan setinggi sembilan
kilometer. Bahaya primer gunungapi seperti aliran
piroklastik (awan panas) dan guguran abu vulkanik
mengarah ke bagian selatan dan tenggara terutama
aliran Kali Gendol (Sayudi, 2010). Lahar juga terjadi
sebagai bahaya sekunder gunungapi, dengan
dominasi aliran mengarah melewati aliran sungai
seperti Kali Gendol, Kali Opak, Kali Kuning, dan Kali
Putih.
Letusan tersebut tergolong letusan yang besar sejak
yang terakhir pada tahun 1872, dengan indeks letusan
VEI (Volcanic Explosivity Index) mencapai 4. Volume
material yang dikeluarkan selama erupsi mencapai 130
juta m3. Sebaran awan panas dan debu vulkanik
melewati batas Kawasan Rawan Bencana yang telah
ditetapkan oleh PVMBG. Kondisi tersebut
menyebabkan sejumlah kerusakan dan kerugian.
Jumlah korban meninggal mencapai 198 jiwa,
kerusakan bangunan dan infrastruktur pada beberapa
desa seperti Umbulharjo, Glagaharjo, Kepuharjo, dan
Argomulyo (Sayudi, 2010).
Karakteristik dampak erupsi
Awan panas secara berkala terjadi pada periode 26
Oktober hingga 5 November 2010. Berdasarkan analisis
laporan dan pemberitaan kejadian erupsi serta
pengamatan lapang, aliran piroklastik (awan panas)
terjadi pada tanggal 26 dan 28 Oktober serta pada
tanggal 2, 4, dan 5 November 2010. Berdasarkan hasil
interpretasi citra periode sebelum dan sesudah erupsi
2010, diketahui luasan daerah yang terkena dampak
awan panas mencapai 8945,38 hektar. Dengan luasan
tersebut, awan panas telah menjangkau ke segala
penjuru dengan dominasi aliran menuju ke bagian
tenggara melewati DAS Gendol dan DAS Opak.
Wilayah jangkauan awan panas arah tenggara tersebut
mencapai jarak 15 kilometer dari puncak Merapi,
melewati 49 dusun dan lima desa, yaitu Desa
Argomulyo, Desa Glagaharjo, Desa Kepuharjo, Desa
Sindumartani, dan Desa Wukirsari.
Berbeda dengan sebaran awan panas,
dampak abu vulkanik mempunyai
wilayah jangkauan yang lebih luas.
Jangkauan sebaran abu vulkanik
mencapai radius 33 kilometer dengan
dominasi sebaran berada di bagian barat
daya lereng Merapi (Peta Sebaran Abu
Vulkanik BPPTK, 2011).
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
Banjir lahar terjadi sebagai salah satu bentuk bahaya
sekunder gunungapi. Material vulkanik yang bersifat
lepas dapat dengan mudah terbawa oleh air. Banjir
lahar dapat terjadi akibat hujan deras yang turun pada
daerah yang tertutup oleh material vulkanik.
Berdasarkan analisis laporan dan pemberitaan erupsi
Merapi serta wawancara terhadap responden, banjir
lahar mulai terjadi pada tanggal 4 November 2010.
Aliran lahar tersebut terjadi pada empat sungai yang
berhulu di Merapi, yakni Kali Gendol, Kali Opak, Kali
Kuning, dan Kali Boyong.
Dugaan tersebut diperkuat dengan tren kejadian hujan
yang terjadi di kawasan lereng Merapi. Data jumlah
curah hujan 15 harian selama 20 tahun (1983-2003),
yang diperoleh dari enam stasiun hujan yang berlokasi
di kawan lereng Merapi bagian atas dan tengah
(Banjarharjo, Bronggang, Cangkringan, Kemput,
Ngipiksari, dan Pakem), memperlihatkan bulan basah
yang mulai terjadi pada awal bulan November dan
berakhir pada bulan April.
Kejadian banjir lahar berdampak besar pada wilayah
desa yang dilewati oleh Kali Putih dan Kali Pabelan di
Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Banjir lahar juga
cukup besar berdampak di daerah sepanjang aliran
Kali Gendol, Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Diketahui
luas area yang terdampak oleh banjir lahar pada DAS
Gendol secara keseluruhan adalah sebesar 678,98
hektar. Banjir lahar terjadi di sepanjang bantaran kali
mulai dari bagian hulu hingga hilir Kali Gendol. Aliran
lahar melewati lima desa serta 40 dusun. Rata-rata
luapan banjir lahar dari bantaran sungai mencapai 287
meter di lereng bagian atas, 307 meter di lereng
bagian tengah, 200 meter di lereng bagian bawah, dan
200 meter di bagian lereng kaki. IIPA
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
Seminar nasional yang secara khusus mengangkat
topik perubahan iklim dan secara spesifik mengkaji
usaha-usaha mitigasi dan strategi adaptasi yang dapat
dilakukan dari perspektif multidisiplin, diselenggarakan
pada tanggal 13 Oktober 2010 di Sekolah Pascasarjana,
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Acara dibuka
dengan sambutan oleh Deputi Pencegahan dan
Kesiapsiagaan BNPB, Ir. Sugeng Triutomo, DESS, yang
menyampaikan bahwa perubahan iklim merupakan
tantangan multidisiplin paling serius, kompleks dan
dilematis yang dihadapi umat manusia pada awal abad
ke-21, bahkan diperkirakan hingga abad ke-22.
Ditegaskannya seberapa besar dan sekuat apapun
kemampuan suatu bangsa, tidak akan ada yang
sanggup mengatasi sendiri tantangan perubahan iklim
dan pemanasan global, yang tentunya terkait erat
dengan perilaku dan gaya hidup manusia, keputusan
politik, pola pembangunan, pilihan teknologi, kondisi
sosial ekonomi dan kesepakatan internasional.
"Hingga September 2010 catatan data bencana BNPB
untuk kejadian banjir sebanyak 196 kali. Angka ini
tentu mengalami kenaikan karena rata-rata hanya
terjadi 150 kali per tahun. Hal ini jelas menunjukkan
terjadi perubahan iklim yang disertai dengan
perubahan sifat hujannya," tambahnya.
Hasil studi A Climate Change Vulnerability Mapping for
Southeast Asia yang dilakukan Economy and
Environment Program for Southeast Asia (EEPSEA),
Indonesia sangat rentan terhadap perubahan iklim.
Kerentanan ini diukur dari tingkat tampilan (exposure),
sensitivitas dan kemampuan beradaptasi. Bahkan dari
hasil kajian menunjukkan 7 kabupaten/kota di
Indonesia menduduki 10 besar kota paling rentan
terhadap perubahan iklim.
Seminar nasional ini diikuti oleh 244 peserta dengan
melibatkan 86 pemakalah yang dibagi menjadi tiga
panel, yaitu:
Pemahaman perubahan iklim (konsep, pendekatan
kajian, paradigma, dan isu dampak)
Kearifan lokal dan kerentanan masyarakat pesisir
terhadap bencana alam dan perubahan iklim dari
aspek kajian sosial, budaya, dan agama
Kebijakan adaptasi perubahan iklim: livelihoods
and public infrastructure
Seminar nasional ini dibuka dengan menghadirkan
tiga pembicara sebagai keynote speaker, yaitu Dr. Andi
Eka Sakya, M.Eng (Sekretaris Utama Badan
Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika), Dr. Sugiarta
Wirasantosa (LIPI) dan Ir. Sugeng Triutomo, DESS
(Deputi Pencegahan dan Kesiapsiagaan BNPB).
EVENT:
SEMINAR NASIONAL PERUBAHAN IKLIM UNIVERSITAS GADJAH MADA, YOGYAKARTA
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
Peluang Penelitian
Sebagai salah satu panelis dalam seminar tersebut Dr.
Andi Eka Sakya, M.Eng. memaparkan peluang
melakukan penelitian dari sudut pandang meteorologi
dan klimatologi, untuk mendukung proses mitigasi
dan adaptasi. Dalam paparannya beliau menjelaskan
potensi yang dimiliki Indonesia untuk mendukung
terciptannya penelitian-penelitian terkait perubahan
iklim dan usaha mitigasi dan adaptasinya, seperti
kondisi geografis, unsur strategis informasi
meteorologi dan klimatologi, dan potensi dukungan
terhadap keberhasilan pembangunan nasional dan
kesejahteraan bangsa.
Lebih jauh dalam paparannya yang berjudul “Peluang
Penelitian dan Pengembangan dalam Perspektif
Kecuacaan dan Keikliman Untuk Mendukung Proses
Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim”, beliau
menjelaskan beberapa permsalahan yang berpotensi
untuk diteliti, antara lain:
Model konsentrasi CO2
Pemanasan global, Ice Core, mempelajari yang
sudah terjadi untuk mengungkap/prediksi
perubahan suhu di masa datang
Asuransi indeks cuaca (AICI)
IPA
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
Pertanyaan sebagi Judul di atas memang terlalu berle-
bihan untuk kota Depok? Tetapi setidaknya pertanyaan
itu di tujukan kepada pemerintah, masyarakat, di
Bagian wilayah Indonesia yang lain tentunya ada yang
dapat diidentifikasi sebagai the Intangible Cultural Heritage atau Cultural Heritage.
Permasalahannya:
di mana bagian wilayah itu, di Indonesia? sudah ada-kah penelitian tentang itu?
Pada catatan kali ini mengangkat Studi kasus Toponimi
Kecamatan dan Kelurahan yang ada di Kota Depok
Jawa Barat sampai tahun 2010. Hasil yang sudah
dipetakan: Berdasar data sekunder Peraturan Daerah
Nomor 08 Tahun 2007 sebagai berikut:
1. Kecamatan Beji meliputi wilayah kerja: Kelurahan
Beji, Kelurahan BBeji Timur, Kelurahan KKemiri Muka,
Kelurahan PPondok Cina, Kelurahan KKukusan, dan
Kelurahan TTanah Baru.
2. Kecamatan Pancoran Mas meliputi wilayah kerja:
Kelurahan PPancoran Mas, Kelurahan DDepok, Kelura-
han DDepok Jaya, Kelurahan RRangkapan Jaya, Kelu-
rahan RRangkap Jaya Baru, dan Kelurahan MMam-
pang.
3. Kecamatan Cipayung meliputi wilayah kerja: Kelu-
rahan CCipayung, Kelurahan CCipayung Jaya, Kelura-
han RRatu Jaya, Kelurahan BBojong Pondok Terong,
dan Kelurahan PPondok Jaya.
4. Kecamatan Sukmajaya meliputi wilayah kerja: Kelu-
rahan SSukmajaya, Kelurahan MMekarjaya, Kelurahan
Baktijaya, Kelurahan AAbadijaya, Kelurahan TTirta-
jaya, dan Kelurahan CCisalak.
5. Kecamatan Cilodong meliputi wilayah kerja: Kelu-
rahan SSukamaju, Kelurahan CCilodong, Kelurahan
Kalibaru, Kelurahan KKalimulya, dan Kelurahan
Jatimulya.
6. Kecamatan Limo meliputi wilayah kerja: Kelurahan
Limo, Kelurahan MMeruyung, Kelurahan GGrogol, dan
Kelurahan KKrukut.
7. Kecamatan Cinere meliputi wilayah kerja: Kerura-
han CCinere, Kelurahan GGandul, Kelurahan PPangkal
Jati Lama, dan Kelurahan PPangkal Jati Baru.
8. Kecamatan Cimanggis meliputi wilayah kerja: Kelu-
rahan CCisalak Pasar, Kelurahan MMekarsari, Kelura-
han TTugu, Kelurahan PPasir Gunung Selatan, Kelura-
han HHarjamukti, dan Kelurahan CCurug.
9. Kecamatan Tapos meliputi wilayah kerja: Kelura-
han TTapos, Kelurahan LLeuwinanggung, Kelurahan
Sukatani, Kelurahan SSukamaju Baru, Kelurahan
Jatijajar, Kelurahan CCilangkap, dan Kelurahan CCim-
paeun.
10. Kecamatan Sawangan meliputi wilayah kerja: Kelu-
rahan SSawangan, Kelurahan KKedaung, Kelurahan
Cinangka, Kelurahan SSawangan Baru, Kelurahan
Bedahan, Kelurahan PPengasinan, dan Kelurahan
Pasir Putih.
11. Kecamatan Bojongsari meliputi wilayah kerja: Kelu-
rahan BBojongsari, Kelurahan BBojongsari Baru, Kelu-
rahan SSerua, Kelurahan PPondok Petir, Kelurahan
Curug, Kelurahan DDuren Mekar, dan Kelurahan
Duren Seribu.
Dari 11 nama kecamatan dan 63 nama kelurahan,
dibuatlah Peta Isogloss Hasil (dengan asumsi kajian
belum mendalam):
Pilihan Penamaan Berdasar Asal-Usul Bahasa
(Ethymologi):
Dominan penggunaan bahasa Sunda dan
Indonesia
ADAKAH TOPONYMY KOTA DEPOKyang menjadi “Cultural HERITAGE” atau“The Intangible Cultural HERITAGE ?”
Oleh: Taqyuddin (Departemen Geografi FMIPA UI)
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
Pilihan Penamaan Berdasar Penamaan Lokal
(Demonymy):
Nama Kecamatan: BBeji (nama orang Buyut Beji dari
Banten), PPancoran Mas (Situs Pancuran berkepala
Emas, kemudian di ganti Kuningan pada jaman
Jepang dan sekarang sudah tidak ada), RRangkapan
Jaya (dasar penamaan belum diketahui), CCipayung
(Nama Sungai (tetapi apa yang dimaksud dengan
payung belum diketahui), SSukmajaya (nama orang
Raden Sukma Jaya), CCilodong (nama sungai dan
Lodong dari bahasa Sunda yang artinya Bambu),
Cimanggis (nama sungai dalam bahas Sunda yang
bercirikan pohon buah manggis), TTapos (nama
pohon dalam bahasa latin), LLimo (lima dalam ba-
hasa Indonesia atau pelafalan Limau dalam bahasa
Betawi), CCinere (sepintas seperti nama sungai
dalam bahasa Sunda, tetapi ada sumber yang
menyatakan bahwa nama tersebut merupakan
akronim dari kata cina dan kere (bahasa Jawa)
yang artinya tempat etnis tionghoa miskin), SSa-
wangan (bahasa Jawa untuk penyebutan suatu
tempat di ketinggian dari daerah sekitarnya untuk
memandang, memantau), BBojongsari (dalam bahas
sunda yang maksudnya suatu tempat untuk sari/
bibit/inti).
Untuk nama-nama kelurahan di buat isogloss atas
dasar:
1. Nama Kelurahan atas dasar Penamaan Lokal
(berbahasa Betawi) diantaranya: Krukut, Limo
2. Nama kelurahan yang Dominan penggunaan kata
Jamak yang terdiri dari 2 kata (35 kelurahan)
3. Pilihan Penamaan Berdasar Ethnonymy:
Masyarakat Kota Depok lebih banyak memberikan
nama Kelurahan atas dasar fenomena fisik
geografis (28,6 %), atas dasar biodiversiti
khususnya Flora (22,2 %), atas dasar fenomena
sosial (23,8 %). Data: 18 Kelurahan (FG), 14
Kelurahan (Flora), 15 Kelurahan (Sosial),16
Kelurahan (Lain-lain).
Gambar 4. Nama kelurahan atas dasar penamaan lokal GGambar 5. Penamaan berdasarkan ethnonymy (3)
Gambar 3. Penamaan berdasarkan ethnonymy (2)
Gambar 2. Penamaan berdasarkan ethnonymy (2)
Gambar 1. Nama kelurahan yang dominan penggunaan kata jamak
Explanasi (menyusul) atas dasar tinjauan :
1. Filologi (Prasasti, Naskah, Tradisi Lisan).
Memerlukan penggalian kajian lebih dalam.
2. Arkeologis (Bukti Artefaktual)
Bukti-bukti arkeologis:
Naskah (Sunda Kuno).
Tradisi Lisan (Kuncen: Sumur 7, Sumur
Bandung, Sumur Pancoran, Sumur Gondang.
Makam Islam: Siti Gamparan, Ratu Maemunah
(Ratu Anti/istri Raden Pakpak, Bojonggede),
Buyut Beji, Raden Sungging (pondok Terong),
Raden Uyut Tempang dll.
Peninggalan Kolonial di kawasan Depok Lama
sekarang (Gereja, sekolah, Pastoran,
Kerkhof dll).
3. Geografis (Pola-pola Keruangan).
Dari persebaran menurut kategori yang dipakai
untuk pengujian pada kenyataan secara umum
indikasinya yaitu: nama-nama tempat yang terkait
dengan fenomena hidrologis secara keruangan
berdekatan atau ada sungai, di sekitarnya, bisa
dikatakan sebagai bentuk keterikutan penamaan
tempat (berasosiasi dengan sungai yang ada).
Penggunaan nama flora secara analogi di daerah
lain menunjukkan dominasi asal flora (12-13 Jenis)
di tempat tersebut (perlu pembuktian survey
dominasi tumbuhan lebih lanjut), misal: KKokosan
(sejenis duku), PPinang (Jambe Siji akronim Beji (dari
bahasa Jawa)?)), MManggis, SSalak, KKemiri, DDurian,
Nangka, TTapos, JJati, TTerong, BBambu (Lodong),
Limau(?) dan KKedaung (Kedawung). Secara
keruangan belum dapat diungkapkan pola
keruangnnya.
Berdasar sosial ada bagian tempat di Kota Depok
yang menunjukkan pengelompokan nama
kelurahan atas dasar fenomena sosial di kecamatan
Sukma Jaya, sementara Nama Kecamatan sukma
Jaya sendiri atas dasar penghargaan atas Jasa
Raden Sukma Jaya dan kelurahan di sekitarnya
mengindikasikan keragaman penamaan sosial;
Ratu Jaya (Ratu Maimunah), BBeji (Buyut Beji dari
Banten), dan nama-nama kelurahan yang kata
akhirnya JJaya, Mulya. Disinyalir disinilah asal
muasal PPadepokan (dan ada yang menafsirkan
patapaan), sebelum masa kolonial.
Kesimpulan
Nama-nama Kecamatan dan Kelurahan di Kota Depok
ini sampai tahun 2010 mmerupakan warisan budaya
(Cultural Heritage) produk sosial masyarakat kota
Depok, baik yang memiliki nilai Lokal (penamaan
dengan bahasa BBetawi) maupun yang memiliki nilai
Regional (penamaan berbahasa BBanten, Jawa, Sunda),
Nasional (penamaan BBahasa Indonesia),
serta Internasional (penamaan dengan menggunakan
bahasa SSanskerta, Latin; misal Tapos). Dari
pengidentifikasian bahasa setidaknya ada ttujuh asal
bahasa yang digunakan sebagai bahan penamaan
Kecamatan maupun Kelurahan di Kota Depok dan jika
dipaksakan dditambah satu bahasa lagi yaitu Bahasa
Belanda untuk Akronim nama Depok sendiri (masa
kolonial).
Dari sisi pembentukan kata untuk memberi nama
kecamatan atau kelurahan, masyarakat Depok lebih
banyak terbukti menggunakan nama-nama yang
tersusun dari banyak kata (bentuk Jamak)
dibandingkan nama-nama dengan kata tunggal.
Dan ciri yang lain yaitu tradisi penamaan kecamatan
dan kelurahan di Kota Depok lebih banyak menyukai
nama-nama bberdasar fenomena fisik geografis
(NNatural, Abiotik) dibandingkan penamaan atas dasar
biodiversitas (flora, maupun atas dasar fenomena
sosial.
Penutup
Demikian, sekedar contoh untuk dapat dikembangkan
dalam penelitian Toponimi di Indonesia. Adapun yang
masih menjadi pemikiran yaitu penamaan kelurahan
yang belum jelas (ethymologi, demonymy,
ethnonymy) diantaranya, yaitu: RRangkapan, Ci-
”mpauen”, Limo (5 dalam bahasa Indonesia, Limo
dalam bahasa Jawa, atau Limau (sejenis pohon Jeruk
yang disebut Limo oleh masyarakat berbahasa Betawi),
Maruyung, Ci- Langkap, Sarua.
Referensi:
Peraturan Daerah Kota Depok, Nomor 08 Tahun 2007 tentang
Urusan Pemerintahan Wajib dan Pilihan yang Menjadi
Kewenangan Pemerintah Kota Depok.
Timadar, Rian. 2008. Persebaran Data Arkeologi di Depok Abad
17—19 M. Sebagai Kajian Awal Rekontruksi Sejarah
Permukiman Depok. Sekripsi Arkeologi. FIB-UI
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
Data mentah dalam GIS kadang kala berupa TEXT file.
Misalnya saja data dari hasil survai GPS yang karena
keterbatasan opsi konversi mau tidak mau datanya
hanya bisa dikonversi ke Text file. Data Text file GPS ini
utamanya berisi informasi posisi geografis lintang, bu-
jur dan atribut lainnya. Contoh tabel sederhana hasil
survai GPS tertera di bawah ini. Contoh ini merupakan
hasil impor file survey GPS dalam *.txt ke Tabel di MS
Access.
Di text file tersebut posisi lintang maupun bujur tertu-
lis dalam satuan Derajat, Menit dan Detik yang berada
dalam satu kolom. Jika seperti ini, artinya data tersebut
tidak bisa langsung diplot ke peta disoftware GIS. Un-
tuk bisa diplot ke peta, kolom lintang dan bujur terse-
but harus dirubah ke Decimal Degree (satuan derajat
desimal). Misalnya nilai Bujur yang tertulis 1060 30’ 00”
mesti ditulis menjadi 106,5 (atau 106.5), nilai tersebut
didapat dari perhitungan 106 + (30/60) + (0/3600) =
106.5
Untuk menjadikan kolom Lintang (seperti tertera pada
tabel di atas) menjadi bersatuan derajat desimal, maka
hal yang perlu dilakukan adalah memisahkan satuan
Derajat, Menit, dan Detik yang berada dalam SATU ko-
lom menjadi TIGA kolom. Pemisahan ini bisa dilakukan
mudah di MS Access (contoh di sini menggunakan MS
Access 2003) dengan melalui perintah LLEFT, MID dan
RIGHT pada bagian QQuery Design. Fungsi dari ketiga
perintah tersebut pada intinya adalah mmengekstrak
(mengambil sebagian) karakter dari satu kata ataupun
kumpulan kata. Misalnya kata LAJUNG (jumlahnya 6
karakter), dengan menjalankan perintah LEFT(2) maka
perintah tersebut akan mengekstrak 2 karakter per-
tama dari kiri sehingga menghasilkan LA. Sedang Per-
intah MID untuk mengekstrak karakter yang berada di
tengah kumpulan karakter, dan RIGHT di sebelah
kanan.
Langkah-langkah pelaksanaan ekstraksi nilai Derajat,
Menit dan Detik dari kolom tunggal koordinat lintang
dan bujur adalah sebagai berikut.
1. Buka MS Access, buat blank database baru (*.mdb)
2. Import file *.txt ke Table, misal menjadi tbl_survai
3. Buat query baru dengan opsi Design View,
4. Tambahkan (add) tabel tbl_survai ke desain query
yang baru dibuat, lalu drag dan drop masing-
masing nama Field dalam list ke kolom pertama
hingga ke tiga sehingga tampilannya seperti di
bawah ini (abaikan dahulu kolom ke-4 dan setelah-
nya)
5. Untuk mengekstrak nilai Derajat lintang,
Klik kanan sel kosong pada baris pertama kolom
ke-4, lalu pilih menu ’Build’ , sesaat setelah itu
kotak ’Expression Builder’ akan muncul.
Pada kotak ’Expression Builder’ klik ’Functions -
> Build-In Functions’ dari daftar pada kolom
pertama, lalu pada kolom ke-2 klik ’Text’, dan
klik ganda ’Left ’ pada kolom ke-3.
Hasil klik ganda Left akan memunculkan text ->
Left («stringexpr», «n») di bagian kotak kosong.
Ganti «stringexpr» dengan nama Field yang
akan diekstrak, ganti «n» dengan jumlah karak-
ter yang akan diekstrak dari sebelah kiri, se-
hingga menjadi LLintang_Dr : Left([Lintang],2)
MEMISAHKAN NILAI DERAJAT, MENIT, DAN DETIK KOORDINAT HASIL SURVAI GPS EKSTRAKSI BEBERAPA KARAKTER DARI KUMPULAN KARAKTER DI MS ACCESS
Oleh: Laju Gandharum
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
6. Untuk mengekstrak nilai Menit lintang,
Klik kanan sel kosong pada baris pertama kolom
ke-5, lalu pilih menu ’Build’
Mirip dengan langkah sebelumnya, pada kolom
ke-4 klik ganda ’Mid’
Hasil klik ganda Mid akan memunculkan text ->
Mid («stringexpr», «start», «length») di bagian
kotak kosong, dimana «stringexpr» adalah
nama Field yang akan diekstrak, «start» adalah
karakter kesekian dari kiri sedang «n» adalah
jumlah karakter yang akan diekstrak dari karak-
ter kesekian (mengacu pada nilai start).
Ganti Mid («stringexpr», «start», «length») den-
gan text LLintang_Mn : Mid ([Lintang], 4, 2)
7. Untuk mengekstrak nilai Detik lintang,
Klik kanan sel kosong pada baris pertama kolom
ke-6, lalu pilih menu ’Build’
Mirip dengan langkah sebelumnya, pada kolom
ke-3 klik ganda ‘Right’
Hasil klik ganda Mid akan memunculkan text ->
Right («stringexpr», «n») di bagian kotak kosong,
dimana «stringexpr» adalah nama Field yang
akan diekstrak, sedang «n» adalah jumlah karak-
ter yang akan diekstrak dari bagian kanan.
Ganti Right («stringexpr», «n») dengan text LLin-
tang_Dt : Right([Lintang],6)
8. Jadikan 3 kolom di atas (Derajat, Menit, Dtetik)
menjadi 1 kolom bersatuan decimal de-
gree, langkahnya:
Klik kanan sel kosong pada baris pertama
kolom ke-7, lalu pilih menu ’Build’
Isi kolom ini dengan text LLintang_DD :
[Lintang_Dr] – ([Lintang_Mn]/60) –
([Lintang_Dt/3600]), sebagai catatan
bahwa Nilai negatif ( – ) pada penjumla-
han diberikan karena satuan Derajatnya
lintangnya negatif, jika positif beri tanda
plus ( + )
9. Setelah kolom ke-4 hingga ke-7 lengkap terisi, sim-
pan tampilan query design dengan nama ’Query2’
dengan cara menekan tombol ‘Save’.
10. Tampilkan hasil query design dengan menekan
tombol ‘View’ atau bisa melalui menu ‘View’ lalu
klik ‘Dataset View’. Hasil tersebut akan nampak
seperti di bawah ini
11. Lakukan hal yang sama untuk kolom Bujur.
12. Jika hasil perhitungan sudah benar sehingga mem-
peroleh kolom Lintang dan Bujur dalam satuan
decimal degree, simpan hasil Query2 ke dalam se-
buah tabel.
Kembalikan tampilan ke Query Design
Pilih menu ’Query’ -> ’Make-Table query’
Pada kolom kosong, isi nama table dengan
nama tbl_survai_DD, lalu klik OK
Melalui menu ‘Query’ klik menu Run, dan OK.
Tabel tbl_survai_DD pun telah terbentuk
(muncul pada daftar tabel)
13. Tabel ini untuk kemudian siap diexport ke format
lain (mis: dbf, csv, txt) sebagai inputan software GIS
(mis: ArcGIS). Jika menggunakan ArcGIS proses
export tidak perlu dilakukan, file *.mdb bisa di-
panggil di ArcGIS. Di ArcGIS kolom hasil perhitun-
gan akhir baik Lintang maupun Bujur (dua kolom)
ini lah yang menjadi referensi untuk diplot ke peta
dengan mengunakan fasilitas add event theme.
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010
Map Asia bertujuan untuk
berbagi informasi mengenai hasil
penelitian dan perkembangan
teknologi di Asia khususnya di
bidang geospatial. Map Asia
merupakan kegiatan internasional
yang didirikan pertama kali pada
tahun 2002. Map Asia adalah
konferensi internasional tahunan
d a n p a m e r a n g e os p a s i a l ,
teknologi informasi dan aplikasi
terbesar di Asia dan menawarkan
merek yang unik, jaringan dan
kesempatan pemasaran untuk
industri geospasial lokal dan
internasional.
Map Asia 2010 dilakukan pada
tanggal 26-28 Juli 2010 di Kuala
Lumpur Malaysia. Kegiatan Map
Asia 2010, terdiri dari konferensi
dan pameran perusahaan dan
produk yang berkaitan dengan
Geospatial. Konferensi dan
pameran dilakukan di Kuala
Lumpur Convention Centre Kuala
Lumpur Malaysia. Tema yang
diangkat pada Map Asia 2010
terdiri dari Natural resources management; Agriculture & health; Remote sensing & image i n t e r p r e t a t i o n ; D i s a s t e r management; Emerging trends; Urban planning & development; SDI LIS Geology; Surveying and mapping; GIS, GPS, & Open Sources.
Selain memaparkan berbagai
tema hasil penelitian, kegiatan ini
juga diramaikan oleh kegiatan
pameran produk yang berkaitan
dengan survey dan pemetaan dari
perusahaan terkait maupun
inst itusi pemerintah yang
berkaitan dengan hal tersebut.
Beberapa perusahaan yang ikut
dalam pameran adalah Geo-
Informatics and Space Technology
Development Agency (GISTDA);
AAM; Bentley; CHC (Shanghai
HuaCe Navigation Technology
Ltd); Credent; DigitalGlobe; DDSB
Technologies; fugro, dan ESRI.
Pada kesempatan kali ini,
Departemen Geografi FMIPA UI
mengirimkan tiga paper, yaitu :
Peak Ground Acceleration ( P G A ) o f D e s t r u c t i v e Earthquake in Cimandiri Fault, Sukabumi, West Java oleh
Supriatna, Jarot Mulyo
Semedi, dan Corry Nurmala.
Paper ini dipresentasikan oleh
Jarot Mulyo Semedi.
Spatial Analysis for Flood Risk Assessment in North Jakartaoleh Adipandang Yudono
(Geografi 1999 sebagai Staf
pengajar di Universitas
Brawijaya Malang) dan Jarot
Mulyo Semedi. Paper ini
d i p r e s e n t a s i k a n o l e h
Adipandang Yudono.
Spatial Analysis for Strategic Environmental Assessmentoleh Triarko Nurlambang, Dwi
Nurcahyadi, dan Nurul Sri
Rahatiningtyas. Paper ini
dipresentasikan melalui
poster.
Map Asia 2010 dihadiri sebagian
besar dari negara-negara di Asia.
Khususnya para peneliti yang
bergerak dibidang survey dan
pemetaan. Namun, adapula
peserta dari Afrika dan Eropa yang
hadir. Para peserta yang hadir
umumnya berasal dari universitas
dan instansi pemerintah yang
terkait. Selain itu, kegiatan ini juga
digunakan oleh perusahan-
perusahan untuk menjalin
kerjasama dan memasarkan
produk mereka.
MAP ASIA 2010 Kuala Lumpur, Malaysia
Oleh: Nurul Sri Rahatiningtyas
Volume 8 / No. 3 / Desember 2010