Coun Founding
Click here to load reader
-
Upload
fajriatinw -
Category
Documents
-
view
132 -
download
2
Transcript of Coun Founding
Resume Modern Epidemiology Chapter Counfonding
Disusun untuk Memenuhi Tugas Riset Epidemiologi
Disusun oleh :
Fajriatin Wahyuningsih Kartika Andriani
Mayli Faroh Nabila
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA2013
BAB I
CONFOUNDING
1.1 Confounding
1.1.1 Definisi
Dalam epidemiologi seperti studi observasional baik cross sectional, case
control, kohort maupun studi eksperimen, ancaman validiatas penelitian antara
pengaruh paparan faktor penelitian terhadap penyakit dipengaruhi oleh bias dan
counfonding/ kerancuan. Bias merupakan distorsi dalam penaksiran pengaruh
paparan terhadap penyakit akibat cara memilih subyek penelitian, atau cara
memperoleh, melaporkan, mengukur, mencatat, mengklasifikasikan dan
menginterpretasikan tentang subyek penelitian. Sedangkan kerancuan merupakan
distorsi dalam menaksir pengaruh paparan terhadap penyakit akibatnya
tercampurnya pengaruh sebuah atau beberapa variabel luar. Variabel-variabel
luaryang menyebabkan kerancuan disebut variabel perancu (coufonder) (Murti,
1997).
1.1.2 Syarat
Distorsi oleh counfonder dapat memperbesar atau memperkecil pengaruh
paparan sesungguhnya sebab terkadang distorsi sangat menyelewengkan pengaruh
paparan yang bersifat protektif bagi penyakit menjadi bersifat resiko sebaliknya
pengaruh yang bersifat resiko diselewengkan menjadi protektif. Pengaruh
pegubahan yang bersifat kebalikan disebut “switch-over” maena melintasi nilai
nol dimana keadaan dikatakan tidak ada pengaruh paparan terhadap penyakit yaitu
RR = 1 (Klainbum et al dalam murti 1997).
Faktor perancu tidak mengubah pengaruh paparan melainkan menutupi
pengaruh paparan. Counfonder sebaiknya dikendalikan atau dicegah dengan cara
mencegah sebelum data dikumpulkan dan memperhitungkan pengeruhnya dalam
analisis data. Jika dilakukan dengan benar maka pengontrolan tersebut
menghasilkan besaran taksiran pengaruh paparan terhdap penyakit yang
sebenarnya pada populasi. Ketika keika membahas coufonder maka secra
langsung kita juga akan membahas modifikasi efek yang merupakan pengubahan
pengaruh paparan terhadap penyakit sesuai dengan tingkat suatu faktor luar yang
disebut pengubah efek. Terdapat perbedaan mendasar antara antara kerancuan
dengan modifikasi efek. Kerancuan merupakan kepalsuan taksiran karena adanya
pencampuran pengaruh faktor luar dalam penilaian hubungan paparan dan
penyakit sehingga harus dikendalikan untuk mencegah penarikan kesimpulan
yang salah antara hubungan paparan dan penyakit. Sedangkan modifikasi efek
merupakan perubahan taksiran pengaruh paparan terhadap penyakit sesuai dengan
tingkat pengubah efek. Karena bukan sebuah kepalsuan atau rekayasa modifikasi
efek tidak perlu dikendalikan ataupun disingkirkan tetapi diperjelas dalam laporan
riset (Murti, 1997).
Faktor perancu merupakan variabel luar yang mencampuri pengaruh
paparan faktor penelitian terhadap penyakit. Tidak semua variabel luar dapat
diklasifikasikan sebagai counfonder sehingga ada beberapa kriteria yang harus
dipenuhi, antara lain:
1. Merupakan faktor resiko bagi penyakit yang diteliti
Faktor resiko merupakan variabel yang menurut pengetahuan, teori dan atau
temuan riset sebelumnya meningkatkan probabilitas kejadian penyakit/ hubungan
Kausal dengan batasan seperti ini suatu variabel pengganti dapat saja menjadi
faktor risiko dimana variabel berperan sebagai pertanda dalam hubungan kausal
paparan dan penyakit.penentuan variabel sebagai faktor resiko pada prinsipnya
dikarenakan pengetahuan dan teori tetapi jika pengetahuan yang dibiutuhkan tidak
memadai, maka data yang dikumpulkan dapat dipakai untuk menentukan faktor
resiko asal ukuran sampel cukup besar dan tidak terdapat misklasifikasi.
2. Mempunyai hubungan dengan paparan
Pada studi kohort, penentuan hubungan antara veriabel luar dan paparan tidak
tidak perlu berdasarkan pengetahuan a priori, peneliti cukup mengikuti,
mengamati dan mengumpulkan data tentang hubungan variabel luar dengan
paparan. Contoh : studi kohort meneliti pengaruh kebiasaan mengunyah kapur
sirih terhadap resiko Ca rongga mulut. berdasarkan temuan riset terdahulu.
Peneliti memiliki informasi bahwa peminum alkohol merupakan faktor resiko Ca
rongga mulut yakni 2 – 6 kali lebih besar daripada bukan peminaum alkohol
sebaliknya peneliti tidak memiliki informasi tentang hubungan mengunyah kapur
sirih dan minuman beralkohol. Tidak ada data sekunder yang menunjukan bahwa
proporsi mengunyah kapur sirh yang meminum alkohol lebih banyka/sedikit/atau
sama dengan yang bukan peminum. Dengan kuisioner kita dapat mengumpulkan
informasi terkait kebiasaan mengunyah kapur sirih dan minuman beralkohol
sehingga peneliti dapat melakuakn analisis untuk menghitung hubungan kedua
variabel tersebut.
3. Bukan merupakan bentuk antara dalam hubungan paparan dengan penyakit.
Penetuan variabel luar sebagai bentuk antara dibuat berdasarkan pengetahuan
priori, teori dan temuan riset sebelumnya. Contoh : sebuah studi meneliti
hubungan konsumsi alkohol dan resiko infark miokard dari riset sebelumnya
diketahui bahwa alkohol meningkatkan kadar kolestrol HDL dan kadar HDL yang
tinggi menurunkan resiko MI. Karena kolestrol HDL adalah produk antara dalam
hubungan kausal alkohol dan MI, maka ia tidak boleh dianggap sebagai faktor
perancu (Rothman 1986).
1.1.3 Penialian Kerancuan dan uji kemaknaan
Keberadaan kerancuan dinilai berdasarkan uji kemakanaan statistik
ternyata tidak sebab kerancuan adalah masalah validitas penelitian bukan masalah
presisi yang harus menghitung uji kemaknaan secara statistik dengan kata lain
menguji seberapa besar peran peluang bermain-main dalam penaksiran pengaruh
paparan terhadap penaykit, kerancuan di pihak lain adalah distorsi akibat variabel
luar yang menutupi pengaruh sesungguhnya paparan terhadap penyakit.
Kerancuan bulan merupakan persoalan ketidaktelitian dalam menaksir parameter
populasi sasaran berdasarkan statistik sampel. Besarnya kerancuan juga
dipengaruhi dua hal yaitu kekuatan hubungan antara faktor perancu dan paparan
dan kekuatan hubungan antara faktor perancu dan penyakit. Kerancuan tidak
terjadi jika perancu potensial brhubungan dengan paparan tetapi tidak dengan
penyakit. Demikian juga kerancuan tidak terjadi bila perancu potensial
berhubungan dengan penyakit tetapi tidak berhubungan dengan paparan..
Kapan Uji kemaknaan bisa digunakan? Uji kemaknaan dapat dilakukan
untuk menguji hipotesis noltentang apakah taksiran yang telah bebas kerancuan
berbeda secara bermakna terhdap nilai nol (misalnya RR = 1) dengan syarat
semua kerancuan dan bias sudah dikendalikan, uji kemakanaan statistik dapat
dilakukan untuk menilai seberapa jauh nilai-nilai penaksiran itu berbeda dari nilai
Nol (Rothman 1986 dalam Murti 1997).
BAB IIMETODE PENGONTROL CONFOUNDING
2.1 Definisi
2.2 Cara
2.2.1 Matching
Matching yaitu subjek yang tidak terpajan pada studi kohort atau kontrol
pada studi kasus kontrol yang sama atau hampir sama kepada indeks seri yang
memperhatikan distribusi dari satu atau lebih faktor confounding yang potensial.
Dalam epidemiologi, matching terutama diterpakan dalam studi kasus
kontrol, dimana dalam hal ini menggambarkan proses yang sangat berbeda dengan
matching pada studi eksperimen. Selain itu, juga terdapat perbedaan penting
diantara matching pada studi eksperimen dengan studi kohort noneksperimen
(Rothman, 1986).
Matching adalah suatu kegiatan untuk memastikan bahwa faktor perancu
(confounding) terdistribusi secara merata di setiap kelompok studi. Tekniknya
ialah kontrol dipilih dengan cara memadankan terhadap karakteristik yang spesifik
dengan kasus dan kelompok unexposed dipilih dengan cara memadankan terhadap
karakteristik yang spesifik dengan kelompok exposed.
Tujuan matching antara lain: memperoleh suatu data set yang seimbang,
sehingga dapat mencegah confounding (jika dipadankan dengan confounder) dan
meningkatkan presisi studi. Sedangkan jenis matching antara lain:
1. Group matching ialah pemilihan kontrol sedemikian rupa sehingga
proporsi kontrol dengan karakteristik tertentu identik dengan proporsi
kasus dengan karakteristik yang sama. Contoh: jika 25% kasus adalah
menikah, maka kontrol juga dipilih 25% yang menikah .
2. Individual matching menurut Rothman ialah pemilihan satu atau lebih
subjek yang di rekomendasikan yang memiliki nilai-nilai faktor matching
yang sama dengan subjek indek. Misalnya pada studi kohort, subjek
indeks adalah yang terpajan, sedangkan subjek reference adalah yang tidak
terpajan yang sama dengan subjek indeks. Pada kasus kontrol, subjek
indek merupakan kasus dan subjek reference merupakan kontrol yang
sesuai dengan kasus.
3. Frequency matching
Pemilihan dari semua strata dari subjek reference dengan nilai faktor
matching yang sama dengan strata pada indeks subjek. Misalnya pada
studi kasus kontrol mathing dalam jenis kelamin, strata kontrol laki-laki
dipilih karena kasus berupa laki-laki.
2.2.1 Stratifikasi
Analisis stratifikasi dilakukan karena :
a. Matching menghilangkan confounding, tetapi memunculkan faktor
confounding yang baru
b. Kontrol tidak lagi representatif (selection bias)
c. Kasus dan kontrol hampir mirip. Dengan menghilangkan faktor pemadan, OR
biasanya underestimate.
d. Matched design = matched analysis
2.2.2 Retriksi
Merupakan proses mempersempit kemungkinan calon subyek terpilih
kedalam sampel penelitian dengan tujuan:
a. Memudahkan pelaksanaan penelitian dengan membatasi variabel-variabel
berikut daerah tempat tinggal subyek, periode waktu mendiagnosis penyakit,
kategori faktor penelitian.
b. Mengontrol kerancuan. Pembatasan pada variasi faktor penelitian sedemikian
itu akan memudahkan pelaksanaan penelitian, tetapi dilain pihak secarea statistik
menjadi kontra produktif dengan berkurangnya rentang nilai – nilai faktor
penelitian yang diteliti. Metode pengendalian kerancuan dengan restriksi
berangkat dari premis, bahwa distorsi penilaian pengaruh paparan terhadap
penyakit tidak akan terjadi jika penilaian dilakukan berdasarkan kelompok –
kelompok studi yang memiliki tingkat faktor perancu yang sama (homogen).
Variabel – variabel perancu potensial yang biasanya mengalami restriksi adalah
a. Faktor resiko penyakit yang diteliti misalnya umur dan ras
b. Prosedur penyaringan diagnosis dan terapi
c. Penyakit atau keadaan lain yang berhubungan dengan faktor penelitian.
Untuk mengendalikan kerancuan, pembatasan pemilihan subyek dilakukan
tanpa ada pertimbangan apapun yakni diterapkan terhadap subyek indeks
(terpapar atau kasus) maupun subyek pembanding (tak terpapar atau kontrol)
karena pembatasan dilakukan tidak ada pertimbangan apapun maka restriksi ini
dikatakan total.
Kekuatan restriksi yaitu merupakan tehnik yang baik untuk mencegah
kerancuaan, sebab efektif, sederhana, mudah,murah dan dapat dialkuakn secara
langsung terhadap beberapa faktor perancu sekaligus. Jika katagorisasi faktor
perancu cukup sempit, maka tehnik ini mampu mengendalikan faktor perancu
dengan sempurna. Menurt rothmsn hasil penelitian yang dilakuakn pada
kelompok-kelompok studi yang homogen memberikan validitas yang lebih
mantap ketimbang kelompok-kelompok yang heterogen. Inferensi tentang etiologi
penyakit diperoleh dari kelompok yang homogen lebih kuat dibanding inferensi
yang diperoleh melalui penagamatan pada kelompok studi yang haterogen sebab
pada prinsipnya proses inferensi induktif adalah merumuskan konsepsi abstrak
berdasarkan pengamatan-pengamatan yang konkret spesifik, homogen.
Kelemahan restriksi yaitu karena sifatnya memangkas jumlah subyek
penelitian. Tehnik ini menimbulkan masalah jika subyek potensial untuk
penelitian jumlahnya amat banyak. Sebaliknya jika subyek potensial jumlahnya
terbatas maka restriksi menjadi sangat kontra-produktif. Sebab ukuran sampel
berkurang yang pada nantinya mengurangi presisi dan kuasa statistik penelitian.
Restriksi juga membatasi lingkup penelitian pada suatu tingkat faktor perancu
akibatnya tehnik ini menutup kemungkinan untuk mempelajari hubungan paparan
penaykit pada tingkat lainnya dari faktor perancu yang sama. Katagorisasi faktor
perancu harus cukup sempit sebab jika tidak cukup sempit akan menimbulkan
kerancuan sisa, restriksi membatasi generalisasi hasil penelitian kepada populasi
eksternal. Restriksi tidak mengontrol perancu potensial yang tidak diketahui
peneliti.
2.3