Corporate Governance Principle 6

53
CORPORATE GOVERNANCE PRINCIPLE 6 TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI BAB I PRINSIP KEENAM OECD TANGGUNG JAWAB DEWAN Prinsip keenam tata kelola perusahaan menurut OECD ( The Organization for Economic Cooperation and Development) adalah tanggung jawab dewan. Kerangka kerja tata kelola perusahaan harus memastikan pedoman strategis perusahaan, pemantauan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, dan akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang saham. Secara umum, prinsip keenam ini dapat digunakan pada semua jenis sistem dewan. Struktur dewan bervariasi, baik di dalam satu negara maupun antar negara-negara anggota OECD. Beberapa negara menggunakan sistem two-tier board yang memisahkan fungsi pengawasan dan fungsi manajemen pada badan yang berbeda. Sistem seperti ini biasanya memiliki dewan pengawas (supervisory board), yang terdiri dari anggota dewan non-eksekutif, dan dewan manajemen (management board), yang seluruh anggotanya terdiri dari para eksekutif. Negara lain menggunakan sistem one-tier board, yang menggabungkan anggota dewan eksekutif dan anggota dewan non-eksekutif. Di beberapa negara juga ada tambahan badan hukum untuk tujuan audit. Tanggung jawab dewan antara lain: 1. dewan bertanggung jawab terutama untuk memantau kinerja manajerial agar mencapai pengembalian yang memadai bagi pemegang saham; 2. melaksanakan penilaian yang objektif dan independen; 3. membimbing strategi perusahaan;

description

Tanggung jawab dewan komisaris dan direksi

Transcript of Corporate Governance Principle 6

Page 1: Corporate Governance Principle 6

CORPORATE GOVERNANCE PRINCIPLE 6

TANGGUNG JAWAB DEWAN KOMISARIS DAN DIREKSI

BAB IPRINSIP KEENAM OECD

TANGGUNG JAWAB DEWAN

Prinsip keenam tata kelola perusahaan menurut OECD (The Organization for Economic

Cooperation and Development) adalah tanggung jawab dewan.

Kerangka kerja tata kelola perusahaan harus memastikan pedoman strategis perusahaan,

pemantauan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, dan akuntabilitas dewan terhadap

perusahaan dan pemegang saham.

Secara umum, prinsip keenam ini dapat digunakan pada semua jenis sistem dewan. Struktur

dewan bervariasi, baik di dalam satu negara maupun antar negara-negara anggota OECD.

Beberapa negara menggunakan sistem two-tier board yang memisahkan fungsi pengawasan dan

fungsi manajemen pada badan yang berbeda. Sistem seperti ini biasanya memiliki dewan

pengawas (supervisory board), yang terdiri dari anggota dewan non-eksekutif, dan dewan

manajemen (management board), yang seluruh anggotanya terdiri dari para eksekutif. Negara lain

menggunakan sistem one-tier board, yang menggabungkan anggota dewan eksekutif dan anggota

dewan non-eksekutif. Di beberapa negara juga ada tambahan badan hukum untuk tujuan audit.

Tanggung jawab dewan antara lain:

1. dewan bertanggung jawab terutama untuk memantau kinerja manajerial agar mencapai

pengembalian yang memadai bagi pemegang saham;

2. melaksanakan penilaian yang objektif dan independen;

3. membimbing strategi perusahaan;

4. mencegah konflik kepentingan dan menyeimbangkan tuntutan bersaing pada perusahaan;

5. mengawasi sistem yang dirancang untuk memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum,

termasuk pajak, persaingan usaha, tenaga kerja, lingkungan, kesehatan dan keselamatan

kerja;

6. memperhatikan dan berlaku adil terhadap pemangku kepentingan lainnya, seperti kepentingan

karyawan, kreditur, pelanggan, pemasok dan masyarakat sekitar.

7. memastikan kepatuhan perusahaan terhadap standar lingkungan dan standar sosial.

Page 2: Corporate Governance Principle 6

Anggota Dewan harus bertindak berdasarkan informasi yang memadai, dengan itikad

baik, dengan uji tuntas (due diligence) dan prinsip kehati-hatian (due care), dan untuk kepentingan

terbaik perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini menyatakan dua elemen utama kewajiban

anggota dewan: duty of care dan duty of loyalty.

1. Duty of care mengharuskan anggota dewan untuk bertindak berdasarkan informasi yang

memadai, dengan itikad baik, dengan uji tuntas (due dilligence) dan prinsip kehati-hatian (due

care). Due diligence adalah penilaian kinerja untuk memenuhi standar baku yang telah

ditetapkan. Sedangkan due care adalah sikap hati-hati untuk memenuhi tanggung jawab

profesional dengan kompetensi yang dimiliki. Prinsip ini mengharuskan anggota dewan untuk

bertindak berdasarkan informasi yang memadai. Artinya, anggota dewan harus mendapatkan

informasi kunci perusahaan dan sistem kepatuhan yang secara fundamental mencukupi dan

mendukung peran pemantauan utama oleh dewan. Di beberapa negara, hal ini sudah

dianggap sebagai elemen dari duty of care, sementara di negara lain hal itu diatur oleh

peraturan sekuritas, standar akuntansi dll.

2. Duty of loyalty adalah sangat penting, karena mendasari penerapan yang efektif prinsip OECD

lainnya yang berkaitan dengan persamaan perlakuan pemegang saham, pemantauan

transaksi pihak berelasi dan penetapan kebijakan remunerasi bagi eksekutif utama dan

anggota dewan. Duty of loyalty juga merupakan prinsip utama bagi anggota dewan yang

bekerja dalam struktur perusahaan grup. Meskipun perusahaan dikendalikan oleh perusahaan

lain, duty of loyalty anggota dewan harus tetap untuk perusahaan dan semua pemegang

saham dan tidak untuk perusahaan pengendali dari grup perusahaan.

Dalam hal keputusan dewan dapat memberi dampak yang berbeda terhadap kelompok

pemegang saham yang berbeda, dewan harus memperlakukan semua pemegang saham secara

adil. Dalam melaksanakan tugasnya, dewan tidak sepatutnya dianggap dan bertindak sebagai

perwakilan individu dari beberapa konstituen. Walaupun anggota dewan tertentu memang

dicalonkan atau dipilih oleh pemegang saham tertentu, anggota dewan harus menjalankan

tugasnya secara adil terhadap semua pemegang saham.

Dewan harus menerapkan standar etika yang tinggi. Dalam hal ini anggota dewan harus

memperhatikan kepentingan para pemangku kepentingan. Dewan memiliki peran penting dalam

menetapkan etika perusahaan, tidak hanya dengan tindakannya sendiri, tetapi juga dengan

menunjuk dan mengawasi eksekutif utama dan manajemen pada umumnya. Standar etika yang

tinggi berorientasi pada kepentingan jangka panjang perusahaan. Banyak perusahaan

mengembangkan kode etik perusahaan berdasarkan standar profesi dan standar perilaku. Kode

etik perusahaan berfungsi sebagai standar untuk berperilaku, baik oleh dewan dan eksekutif

utama, pengaturan kerangka kerja untuk pelaksanaan penilaian dalam menangani perbedaan dan

konstituen yang sedang bertentangan. Setidaknya, kode etik harus menetapkan batasan yang jelas

Page 3: Corporate Governance Principle 6

berkaitan dengan kepentingan pribadi, termasuk transaksi saham di dalam perusahaan. Dewan

harus memastikan bahwa kode etik perusahaan berjalan selaras dengan kepatuhan terhadap

hukum.

Dewan harus memenuhi fungsi-fungsi utama, antara lain:

1. Meninjau dan mengarahkan strategi perusahaan, rencana tindakan utama, kebijakan risiko,

anggaran tahunan dan rencana bisnis tahunan; menetapkan tujuan kinerja; memantau

pelaksanaan dan kinerja perusahaan; dan mengawasi belanja modal utama, akuisisi dan

divestasi. Kebijakan risiko akan melibatkan penetapan jenis risiko dan tingkat risiko yang dapat

diterima perusahaan dalam mencapai tujuannya. Dengan demikian kebijakan risiko adalah

pedoman penting bagi manajemen yang harus mengelola risiko untuk memenuhi profil risiko

yang diinginkan perusahaan.

2. Memantau efektivitas praktik tata kelola perusahaan dan membuat perubahan yang diperlukan.

Pemantauan tata kelola oleh dewan juga termasuk tinjauan berkelanjutan terhadap struktur

internal perusahaan untuk memastikan bahwa ada akuntabilitas yang jelas bagi manajemen di

dalam organisasi. Sejumlah negara merekomendasikan penilaian sendiri oleh dewan atas

kinerja perusahaan, sebagaimana tinjauan kinerja individu anggota dewan dan CEO/Chairman.

3. Memilih, memberikan kompensasi, pemantauan, mengganti eksekutif utama dan mengawasi

perencanaan penggantinya. Pada sistem two-tier board, dewan pengawas juga bertanggung

jawab untuk menunjuk dewan manajemen yang biasanya sebagian besar terdiri dari para

eksekutif utama.

4. Menyelaraskan remunerasi eksekutif utama dan dewan dengan kepentingan jangka panjang

dari perusahaan dan pemegang saham. Semakin banyak Negara yang mengembangkan dan

mengungkapkan pernyataan kebijakan remunerasi bagi anggota dewan dan eksekutif utama.

Pernyataan kebijakan tersebut menentukan hubungan antara remunerasi, kinerja, dan standar

terukur yang menekankan kepentingan jangka panjang di atas kepentingan jangka pendek

perusahaan. Pernyataan kebijakan menentukan hal-hal yang diamati anggota dewan dan

eksekutif utama, yaitu tentang mempertahankan dan memperdagangkan saham perusahaan,

dan prosedur yang harus dijalani dalam menerbitkan dan menetapkan kembali harga options.

Pada beberapa negara, kebijakan juga mencakup pembayaran yang harus dilakukan

ketika mengakhiri kontrak seorang eksekutif. Kebijakan remunerasi dan kontrak kerja bagi

anggota dewan dan eksekutif utama sepatutnya ditangani oleh sebuah komite khusus yang

anggotanya terdiri dari seluruh atau mayoritas adalah direktur independen.

5. Memastikan pencalonan dewan dan proses pemilihan yang formal dan transparan. Prinsip ini

mendorong peran aktif pemegang saham dalam pencalonan dan pemilihan anggota dewan.

Dewan berperan penting untuk memastikan bahwa peran aktif pemegang saham tersebut dan

Page 4: Corporate Governance Principle 6

aspek-aspek lainnya dihormati. Pertama, dewan atau komite pencalonan memiliki tanggung

jawab khusus untuk memastikan bahwa prosedur yang telah dibuat bersifat transparan dan

dihormati. Kedua, dewan memiliki peran utama dalam mengidentifikasi calon anggota dewan

yang memiliki wawasan, kompetensi, dan keahlian untuk melengkapi keterampilan anggota

dewan yang ada sehingga meningkatkan potensi nilai tambah bagi perusahaan. Di beberapa

negara, terdapat proses pencalonan terbuka untuk memberi kesempatan orang dengan

berbagai latar belakang.

6. Memantau dan mengelola potensi konflik kepentingan antara manajemen, anggota dewan dan

pemegang saham, termasuk penyalahgunaan aset perusahaan dan penyalahgunaan dalam

transaksi dengan pihak berelasi. Fungsi penting dari dewan adalah mengawasi sistem

pengendalian internal yang mencakup pelaporan keuangan dan penggunaan aset perusahaan

serta untuk mencegah penyimpangan dalam transaksi pihak berelasi. Fungsi ini terkadang

ditugaskan kepada internal auditor yang bertanggung jawab langsung kepada dewan.

Dalam memenuhi pengendalian atas pertanggungjawaban, dewan harus melaporkan

adanya perilaku tidak etis atau melanggar hukum tanpa takut adanya tekanan. Keberadaan

kode etik perusahaan dapat membantu proses tersebut dengan didukung oleh perlindungan

hukum bagi pelapor. Di beberapa perusahaan, komite audit maupun komite etik merupakan

tempat pegawai melaporkan adanya perilaku tidak etis atau ilegal termasuk yang

mempengaruhi integritas pelaporan keuangan.

7. Memastikan integritas sistem akuntansi, pelaporan keuangan perusahaan, audit independen,

dan sistem pengendalian, khususnya, sistem manajemen risiko, pengendalian keuangan dan

operasional, dan kepatuhan terhadap hukum dan standar yang relevan. Memastikan integritas

dari pelaporan dan sistem pemantauan akan menuntut dewan untuk menetapkan dan

melaksanakan tanggung jawab serta akuntabilitas yang jelas di seluruh organisasi. Dewan juga

perlu memastikan bahwa ada pengawasan yang tepat oleh manajemen senior. Salah satu cara

untuk melakukan ini adalah melalui sistem audit internal yang memberikan laporan secara

langsung kepada dewan. Pada beberapa negara, internal auditor melaporkan kepada dewan

komite audit independen atau dewan setara yang juga bertanggung jawab untuk mengelola

hubungan dengan auditor eksternal, sehingga memungkinkan tindak lanjut yang terkoordinasi

oleh dewan. Komite audit independen ini meninjau dan melaporkan kepada dewan kebijakan

akuntansi, yang menjadi dasar untuk laporan keuangan. Namun, dewan tetap memegang

tanggung jawab akhir untuk memastikan integritas dari sistem pelaporan. Beberapa negara

telah mengijinkan ketua dewan untuk melaporkan proses pengendalian internal.

Perusahaan juga disarankan untuk membuat program internal dan prosedur untuk

menggalakkan kepatuhan terhadap hukum, peraturan, standar yang berlaku, dan undang-

undang untuk menuntut tindak penyuapan pejabat asing yang ditetapkan oleh OECD Anti-

Page 5: Corporate Governance Principle 6

bribery Convention dan mengukur desain untuk mengontrol bentuk suap dan korupsi lainnya.

Selain itu, kepatuhan juga harus terkait dengan hukum dan peraturan lainnya, seperti termasuk

sekuritas, persaingan usaha dan keselamatan. Program kepatuhan tersebut juga akan

mendukung kode etik perusahaan. Penghargaan perlu diberikan atas kepatuhan terhadap nilai-

nilai perusahaan dan sanki harus diberikan terhadap pelanggarnya. Program kepatuhan juga

harus diterapkan oleh anak perusahaan.

8. Mengawasi proses pengungkapan dan komunikasi. Dewan harus menetapkan fungsi dan

tanggung jawab dewan dan manajemen sehubungan dengan pengungkapan dan komunikasi.

Dewan harus mampu menjalankan penilaian independen yang objektif tentang

operasional perusahaan. Dalam rangka memantau kinerja manajerial, mencegah konflik

kepentingan, dan menyeimbangkan tuntutan persaingan pada korporasi, dewan harus mampu

melakukan penilaian yang objektif. Artinya, objektivitas terhadap manajemen dan independensi

terhadap manajemen berdampak penting pada komposisi dan struktur dewan. Independensi

dewan biasanya membutuhkan jumlah yang memadai anggota dewan yang independen terhadap

manajamen. Di sejumlah negara yang menggunakan sistem single tier board, tujuan dewan dan

independensinya terhadap manajemen biasanya diperkuat dengan pemisahan peran chief

executive dan chairman, atau dengan menunjuk seorang direktur non-eksekutif jika peran tersebut

digabungkan. Pemisahan dua pos tersebut dapat membantu untuk mencapai keseimbangan

kekuasaan, meningkatkan akuntabilitas, dan meningkatkan kapasitas dewan dalam pengambilan

keputusan yang independen terhadap manajemen. Penunjukan direktur utama juga dianggap

sebagai praktik alternatif yang baik di beberapa negara. Mekanisme semacam itu juga dapat

membantu memastikan tata kelola yang berkualitas tinggi pada perusahaan dan fungsi yang efektif

terhadap dewan. Chairman atau direktur utama, di beberapa negara, biasanya didukung oleh

sekretaris perusahaan.

Objektivitas dewan juga bergantung pada struktur kepemilikan perusahaan. Pemegang

saham yang dominan memiliki kekuatan yang cukup untuk menunjuk dewan dan manajemen.

Namun, dalam hal ini, dewan masih memiliki tanggung jawab bagi perusahaan dan semua

pemegang saham termasuk pemegang saham minoritas.

Keberagaman struktur dewan, pola kepemilikan, dan praktik di berbagai negara

membutuhkan pendekatan yang berbeda dalam hal objektivitas dewan. Objektivitas menganjurkan

anggota dewan agar tidak dipekerjakan oleh perusahaan afiliasinya dan menganjurkan agar

anggota dewan tidak terkait erat dengan manajemen perusahaan, seperti kepemilikan saham

signifikan, keluarga, atau ikatan lainnya. Namun, hal tersebut tidak mencegah pemegang saham

menjadi anggota dewan. Pada satu sisi, independensi dari pemegang saham pengendali perlu

diperhatikan, khususnya jika hak pemegang saham minoritas lemah dan kurangnya kesempatan

Page 6: Corporate Governance Principle 6

untuk mendapatkan ganti rugi. Beberapa negara telah mendorong anggota dewan menjadi

independen terhadap pemegang saham dominan, termasuk tidak menjadi perwakilan mereka atau

memiliki hubungan bisnis yang dekat dengan mereka. Tata kelola yang baik merinci kriteria dan

persyaratan pendaftaran bagi calon anggota dewan independen.

Anggota dewan independen dapat memberikan kontribusi signifikan terhadap

pengambilan keputusan dewan. Mereka dapat berpandangan objektif dalam evaluasi kinerja

dewan dan manajemen. Selain itu, mereka dapat menengahi perbedaan kepentingan manajemen,

perusahaan, dan pemegang saham, contohnya terkait remunerasi eksekutif, perencanaan

penggantian eksekutif, perubahan pengendalian perusahaan, akuisisi besar, fungsi audit, dll. Agar

mereka dapat menjalankan peran utama ini, diharapkan dewan menyatakan siapa yang mereka

anggap independen dan apa kriteria untuk penilaian ini.

1. Dewan harus menetapkan jumlah yang memadai anggota dewan non-eksekutif yang mampu

melakukan penilaian independen untuk pekerjaan yang berpotensi ada konflik kepentingan,

contohnya: memastikan integritas pelaporan keuangan dan non-keuangan, meninjau transaksi

dengan pihak berelasi, mencalonkan anggota dewan dan eksekutif utama, remunerasi dewan,

dll. Anggota dewan non-eksekutif independen bisa memberikan jaminan tambahan untuk para

pelaku pasar bahwa kepentingan mereka dilindungi. Dewan dapat membentuk komite khusus

untuk menentukan di mana ada potensi konflik kepentingan. Komite ini sebagian atau seluruh

anggotanya terdiri dari anggota non-eksekutif.

2. Ketika komite dewan ditetapkan, mandat, komposisi dan prosedur kerja komite dewan harus

didefinisikan dengan baik dan diungkapkan oleh dewan. Ketika komite-komite ini dapat

meningkatkan kinerja dewan, pemangku kepentingan mungkin juga mempertanyakan tanggung

jawab kolektif dewan dan anggota dewan secara individu. Dalam rangka mengevaluasi manfaat

komite dewan maka penting bahwa pasar menerima secara penuh dan jelas gambaran dari

tujuan, tugas, dan komposisi dewan. Beberapa contoh komite dewan adalah komite audit,

komite pencalonan, komite kompensasi, dll.

3. Anggota dewan harus mampu berkomitmen secara efektif terhadap tanggung jawabnya.

Bertugas pada terlalu banyak dewan dapat mengganggu kinerja anggota dewan. Beberapa

negara telah membatasi jumlah tempat dewan bekerja. Selain itu, dalam rangka meningkatkan

kinerja anggotanya, beberapa negara mulai mendorong perusahaan untuk terlibat dalam

pelatihan dewan dan evaluasi diri secara sukarela, melalui in-house training dan kursus

eksternal.

Dalam rangka untuk memenuhi tanggung jawabnya, anggota dewan harus memiliki akses

terhadap informasi yang akurat, relevan dan tepat waktu. Anggota dewan memerlukan informasi

yang relevan secara tepat waktu untuk mendukung pengambilan keputusan mereka. Anggota

dewan non-eksekutif biasanya tidak memiliki akses yang sama terhadap informasi layaknya

Page 7: Corporate Governance Principle 6

manajer utama perusahaan. Kontribusi dari anggota dewan non-eksekutif untuk perusahaan dapat

ditingkatkan dengan menyediakan akses ke manajer utama tertentu dalam perusahaan seperti,

misalnya, sekretaris perusahaan dan auditor internal, dan meminta saran pihak eksternal yang

independen.

BAB IITHE POWER OF MONITORING

(oleh Udo C. Brandle and Jurgen Noll, 2004)

Penelitian terhadap Dewan DireksiKita dapat mengamati bahwa sistem two-tier board dan one-tier board semakin memiliki

persamaan satu sama lain. Pada satu sisi, kita mendapati banyak direktur independen pada sistem

one-tier board, di sisi lain, peran dewan pengawas pada sistem two-tie board telah meningkat

menjadi konsultan, daripada hanya sebagai pengawas. Teori agensi menunjukkan kepada kita

perlunya dewan sebagai mekanisme pengawasan, karena pada sistem one-tier board CEO dapat

“menguasai” dewan dan berusaha untuk mempertahankan pekerjaannya, termasuk meningkatkan

kebijakan manajerialnya. Direktur eksternal memiliki keunggulan dalam mempertahankan

independensinya, memantau CEO, dan memberhentikan CEO bila kinerjanya buruk. Namun

keunggulan tersebut hanya dapat terjadi bila direktur eksternal memiliki reputasi dan

profesionalisme yang baik. Bagaimanapun juga, direktur eksternal yang selalu “pro” terhadap CEO

juga meningkatkan popularitas direktur itu sendiri. Akibatnya, keunggulan mereka sebagai direktur

eksternal juga dipertanyakan.

Sampai saat ini, kebutuhan adanya literatur empiris dan akademis terhadap dewan

semakin membesar. Namun, cukup sulit untuk menentukan karakteristik dewan dan komposisi

dewan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Penelitian terhadap dewan biasanya

menimbulkan dua interpretasi berbeda dan seringnya berdampak yang berbeda pula dalam

mengambil setiap kebijakan. Berikut adalah penelitian analitis dan empiris terhadap dewan.

Perlunya Keberadaan DewanSampai batas tertentu kita telah membahas kewajiban dan tanggung jawab dewan,

namun alasan perlunya keberadaan dewan masih belum terjawab. Dewan mendapat banyak kritik

karena tidak bertindak untuk kepentingan pemilik modal dan dewan terlibat terlalu jauh dalam

manajemen perusahaan. Jika kinerja dewan memang tidak efisien, maka sebaiknya dewan tidak

perlu. Di sisi lain, keberadaan dewan telah lama ada dalam jangka waktu yang sangat lama.

Dewan mungkin bukan yang terbaik, namun dewan adalah solusi bagi masalah agensi teori yang

dihadapi perusahaan dengan perbedaan kepentingan di antara para pemangku kepentingan.

Kita juga tidak bisa menganggap bahwa keberadaan dewan adalah sebagai produk

regulasi, karena bila memang demikian maka dewan hanya akan menjadi beban/biaya (deadweight

Page 8: Corporate Governance Principle 6

cost) bagi perusahaan. Jadi, bila dewan merupakan biaya bagi perusahaan maka seharusnya

dewan harus dibuat sekecil mungkin. Kenyataannya, keberadaan dewan adalah lebih bermakna

dari hanya sekedar produk hukum.

Peran Dewan berdasarkan Penelitian Teoritis1) B. Hermalin & M. Weisbach (1998)

Tingkat pemantauan oleh dewan bergantung pada independensi dewan, yang dianalisis

berdasarkan besaran gaji/remunerasi anggota dewan dan keengganan/pembiaran anggota

dewan terhadap kinerja manajemen. Akibatnya, CEO cenderung kurang diawasi oleh anggota

dewan. Hermalin and Weisbach menyarankan peraturan harus lebih fokus pada proses seleksi

dewan dan besaran gaji dan remunerasi anggota dewan dalam memantau manajemen.

2) V. Warther (1998)

Menurut V. Warther, anggota dewan cenderung ingin mempertahankan jabatannya. Akibatnya,

anggota dewan akan menghindari konflik dengan manajemen. Anggota dewan baru bertindak

bila bukti kelalaian manajemen cukup kuat. Dengan demikian, dewan hanya aktif dalam situasi

kritis.

3) C. Rajeha (2001)

Menurut C. Rajeha, anggota dewan eksternal cenderung independen terhadap CEO, namun

secara relatif kurang memiliki informasi terkait perusahaan. Anggota dewan internal memiliki

informasi yang lebih akurat namun kurang independen terhdap CEO. Ukuran dewan yang kecil

berdampak positif karena biaya koordinasi menjadi murah namun akibatnya berdampak

negatif karena sedikitnya jumlah anggota dewan yang memantau manajemen.

Peran Dewan berdasarkan Penelitian Empiris Di dunia internasional, penelitian terhadap peran dewan dalam tata kelola perusahaan

dan pengaruh dewan terhadap kinerja perusahaan masih sangat jarang ditemukan. Namun di

Amerika Serikat (AS), pengguna sistem one-tier board, terdapat banyak penelitian empiris

mengenai komposisi dewan dan pengaruh dewan terhadap kinerja perusahaan. Berikut adalah

penelitian yang telah diakui di AS.

J. Byrd & K. Hickman (1992)

Dewan yang anggotanya berasal dari eksternal cenderung untuk memberhentikan CEO karena

kinerja perusahaan yang buruk.

R. Morck, dkk (1988)

R. Morck, dkk menyarankan penggunaan Tobin’s Q sebagai pengukur kinerja, yang mencerminkan

nilai tambah dari tata kelola perusahaan.

S. Bhagat & B. Black (2000)

Page 9: Corporate Governance Principle 6

S. Bhagat & B. Black menyimpulkan bahwa tidak ada hubungan antara proporsi anggota dewan

eksternal dengan Tobin’s Q.

Berdasarkan pengamatan pasar saham jangka panjang dan kinerja perusahaan, S. Bhagat & B.

Black menyimpulkan tidak ada hubungan antara komposisi dewan dengan kinerja perusahaan.

D. Yermak & T. Eisenberg, dkk (1996)

Pelaku pasar cenderung berpikir bahwa ukuran dewan yang kecil melakukan pemantauan yang

lebih baik dibandingkan dengan ukuran dewan yang besar.

J. Core (1999)

J. Core menyimpulkan struktur tata kelola perusahaan yang lemah cenderung menggaji CEO lebih

besar. Gaji CEO meningkat sejalan dengan indikasi kurangnya pemantauan dewan.

M. Weisbach (1988)

Direktur independen/anggota dewan eksternal akan meningkatkan kinerja dewan. Anggota dewan

eksternal lebih memungkinkan untuk memberhentikan CEO yang berkinerja buruk, selama direktur

independen/anggota dewan tersebut “dikendalikan” oleh CEO.

S. Rosenstein (1990)

S. Rosenstein menyimpulkan harga saham perusahaan bereaksi positif terhadap berita tentang

penunjukkan seorang direktur independen/anggota dewan eksternal.

K. Hallock (1997)

K. Hallock meneliti fenomena “interlock”, yang terjadi ketika pegawai perusahaan A duduk di dewan perusahaan B dan dan pegawai B duduk di dewan perusahaan A. Praktik interlock berpotensi menimbulkan kolusi di antara keduanya.

Page 10: Corporate Governance Principle 6

BAB IIIPERATURAN BAPEPAM-LK DAN

KEPUTUSAN DIREKSI PT BURSA EFEK INDONESIA (BEI)

A. BAPEPAM-LK IX.I.6Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik

Dalam rangka meningkatkan penerapan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang baik

(good corporate governance) bagi Emiten dan Perusahaan Publik terutama yang berkaitan dengan

persyaratan dan pertanggungjawaban anggota direksi dan komisaris, maka perlu adanya suatu

ketentuan/peraturan. Peraturan tersebut tertuang dalam Peraturan Bapepam LK Nomor IX.I.6, yaitu

Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Nomor : KEP-45/PM/2004 Tentang Direksi dan

Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik. Dalam Peraturan Nomor IX.I.6 ditetapkan hal-hal

sebagai berikut :

1. Calon anggota direksi dan komisaris wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. mempunyai akhlak dan moral yang baik;

b. mampu melaksanakan perbuatan hukum;

c. tidak pernah dinyatakan pailit atau menjadi anggota direksi atau komisaris yang

dinyatakan bersalah menyebabkan suatu perusahaan dinyatakan pailit dalam waktu 5

(lima) tahun sebelum pengangkatan; dan

d. tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana di bidang keuangan dalam waktu 5

(lima) tahun sebelum pengangkatan.

2. Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan angka 1 peraturan ini wajib dipenuhi

selama masa jabatan anggota direksi dan komisaris.

3. Anggota direksi dan atau komisaris dilarang baik langsung maupun tidak langsung

membuatpernyataan tidak benar mengenai fakta yang material atau tidak mengungkapkan

fakta yang material agar pernyataan yang dibuat tidak menyesatkan mengenai keadaan

Emiten atau Perusahaan Publik yang terjadi pada saat pernyataan dibuat.

4. Anggota direksi dan atau komisaris bertanggungjawab secara sendiri-sendiri maupun

tanggung renteng atas kerugian pihak lain sebagai akibat pelanggaran terhadap ketentuan

angka 3 peraturan ini.

5. Anggota direksi dan atau komisaris tidak dapat dimintai pertanggungjawaban secara sendiri-

sendiri maupun tanggung renteng atas ketentuan sebagaimana dimaksud dalam angka 4

peraturan ini, apabila anggota direksi dan atau komisaris yang bersangkutan telah cukup

berhati-hati dalam menentukan bahwa pernyataan tersebut adalah benar dan tidak

menyesatkan.

Page 11: Corporate Governance Principle 6

6. Dengan tidak mengurangi ketentuan pidana di bidang Pasar Modal, Bapepam berwenang

mengenakan sanksi terhadap setiap pelanggaran ketentuan peraturan ini, termasuk pihak-

pihak yang menyebabkan terjadinya pelanggaran tersebut.

B. KEPUTUSAN DIREKSI PT BURSA EFEK INDONESIA (BEI)KEP-00001/BEI/01-2-14 Tahun 2014 tentang Perubahan Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat

Untuk memberikan perlindungan kepada investor,PT BEI (Bursa Efek Indonesia)

mengeluarkan Surat Keputusan Direksi PT BEI Nomor KEP-00001/BEI/01-2-14 Tahun 2014

tentang Perubahan Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas

selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat yang bertujuan untuk meningkatkan

kualitas Perusahaan Tercatat. Dalam Surat Keputusan tersebut diatur pula hal-hal yang berkaitan

dengan persyaratan dan pertanggungjawaban anggota direksi dan komisaris, diantaranya :

Lampiran I

III. PERSYARATAN PENCATATAN AWALIII.1.4. Memiliki Komisaris Independen, dengan ketentuan sebagai berikut:

III.1.4.1. memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam PeraturanBapepam dan LK

Nomor IX.I.5. tentang Pembentukan dan Pedoman Pelaksanaan Kerja Komite Audit;

III.1.4.2. berjumlah paling kurang 30% (tiga puluh per seratus) dari jajarananggota Dewan

Komisaris yang dapat dipilih terlebih dahulu melalui RUPS sebelum Pencatatan dan

mulai efektif bertindak sebagai Komisaris Independen setelah saham perusahaan

tersebut tercatat.

III.1.5. Memiliki Direktur Independen, dengan ketentuan sebagai berikut:

III.1.5.1. berjumlah paling kurang 1 (satu) orang dari jajaran anggota Direksi yang dapat

dipilih terlebih dahulu melalui RUPS sebelum Pencatatan dan mulai efektif bertindak

sebagai Direktur Independen setelah saham perusahaan tersebut tercatat;

III.1.5.2. memenuhi persyaratan sebagai berikut:

III.1.5.2.1.tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Pengendali Perusahaan Tercatat

yang bersangkutan paling kurang selama 6 (enam) bulan sebelum

penunjukan sebagai Direktur Independen;

III.1.5.2.2.tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan Komisaris atau Direksi lainnya

dari Calon Perusahaan Tercatat;

III.1.5.2.3. tidak bekerja rangkap sebagai Direksi pada perusahaan lain;

Page 12: Corporate Governance Principle 6

III.1.5.2.4.tidak menjadi Orang Dalam pada lembaga atau Profesi Penunjang Pasar

Modal yang jasanya digunakan oleh Calon Perusahaan Tercatat selama 6

(enam) bulan sebelum penunjukan sebagai Direktur.

III.1.9. Memiliki Direksi dan Dewan Komisaris yang memenuhi ketentuan sebagaimana ditetapkan

dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.I.6. tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan

Perusahaan Publik.

IV. PROSEDUR PENCATATAN AWALIV.1.2.4. riwayat hidup terbaru dari masing-masing anggota Direksi dan Dewan Komisaris yang

ditandatangani oleh yang bersangkutan;

IV.1.2.6. daftar yang memuat kepemilikan saham dan hubungan bisnis yang berkaitan dengan

Direksi, Dewan Komisaris dan keluarganya baik dalam Calon Perusahaan Tercatat

maupun afiliasi dari Calon Perusahaan Tercatat tersebut;

IV.1.2.30. surat pernyataan memiliki Komisaris Independen dan Direktur Independen sebagaimana

dimaksud dalam ketentuan III.1.4. dan ketentuan III.1.5. Peraturan ini dengan mengisi

formulir yang bentuk dan isinya sesuai dengan Lampiran I-A.5.1. dan Lampiran I-A.5.2.

Peraturan ini;

IV.1.2.33. surat pernyataan mengenai pemenuhan kualifikasi Direksi dan Dewan Komisaris

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan III.1.9. Peraturan ini dengan mengisi formulir

yang bentuk dan isinya sesuai dengan Lampiran I-A.6. Peraturan ini;

IV.1.2.35. surat pernyataan tentang tanggung jawab atas kebenaran informasi yang disampaikan

kepada Bursa dan kesediaan untuk mematuhi peraturan Bursa dan peraturan

perundangan di bidang Pasar Modal yang ditandatangani oleh Direksi Calon Perusahaan

Tercatat yang bentuk dan isinya sesuai dengan Lampiran I-A.4. Peraturan ini.

V. PERSYARATAN BAGI PERUSAHAAN TERCATAT UNTUK TETAP TERCATAT DIBURSAPerusahaan Tercatat dapat tetap tercatat di Bursa apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

V.3. Memiliki Komisaris Independen dengan ketentuan sebagai berikut:

V.3.1. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ketentuan III.1.4.Peraturan ini;

V.3.2. masa jabatan Komisaris Independen paling banyak 2 (dua) periode berturut-turut;

V.3.3. dalam hal terjadi kekosongan posisi Komisaris Independen yangmengakibatkan tidak

terpenuhinya ketentuan V.3.1. Peraturan ini, maka Perusahaan Tercatat harus

mengisi posisi yang lowong tersebut paling lambat dalam RUPS berikutnya atau

dalam waktu 6 (enam) bulan sejak kekosongan tersebut terjadi.

V.4. Memiliki Direktur Independen dengan ketentuan sebagai berikut:

V.4.1. memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ketentuan III.1.5. Peraturan ini;

Page 13: Corporate Governance Principle 6

V.4.2. masa jabatan Direktur Independen paling banyak 2 (dua) periode berturutturut;

V.4.3. dalam hal terjadi kekosongan posisi Direktur Independen yang mengakibatkan tidak

terpenuhinya ketentuan V.4.1. Peraturan ini, maka Perusahaan Tercatat harus

mengisi posisi yang lowong tersebut paling lambat dalam RUPS berikutnya atau

dalam waktu 6 (enam) bulan sejak kekosongan tersebut terjadi.

V.7. Memiliki Direksi dan Komisaris dengan ketentuan sebagai berikut:

V.7.1. memenuhi persyaratan sebagaimana yang dimaksud pada ketentuan III.I.9. Peraturan

ini;

V.7.2. menjalankan tugas antara lain sebagai berikut:

V.7.2.1. Komisaris wajib membuat rekomendasi perbaikan atau saran atas hasil

penelaaahan yang disampaikan oleh Komite Audit sebagaimana yang

dimaksud dalam ketentuan V.5.3.4. Peraturan ini, dan menyampaikannya

kepada Direksi yang bersangkutan setelah Komisaris menerima laporan akhir

hasil penelaahan yang dilakukan oleh Komite Audit, dengan melampirkan

laporan hasil penelaahan;

V.7.2.2. Direksi wajib menyampaikan kepada Bursa laporan hasil penelaahan

sebagaimana dimaksud dalam ketentuan V.7.2.1. Peraturan ini yang bersifat

material dan rekomendasi perbaikan atau saran. Laporan tersebut tersedia di

kantor Perusahaan Tercatat untuk dibaca oleh pemegang saham paling

lambat 7 (tujuh) hari kerja setelah Direksi menerima rekomendasi perbaikan

atau saran dari Komisaris.

Page 14: Corporate Governance Principle 6

BAB IVPERATURAN BANK INDONESIA

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/14/PBI/2006.

Ketentuan UmumBank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk

simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk

lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. (pasal 1 angka 2 UU 10/1998)

Dalam menjalankan kegiatan usaha tersebut, bank menghadapi berbagai risiko baik risiko

kredit, risiko pasar, risiko operasional, maupun risiko reputasi. Banyaknya ketentuan yang

mengatur sektor perbankan semata-mata dalam rangka melindungi kepentingan masyarakat,

termasuk ketentuan yang mengatur kewajiban untuk memenuhi modal minimum sesuai dengan

kondisi masing-masing bank, menjadikan sektor perbankan sebagai sektor yang “highly regulated”.

Perkembangan industri perbankan yang sangat pesat umumnya disertai dengan semakin

kompleksnya kegiatan usaha bank yang mengakibatkan peningkatan eksposur risiko bank. Good

corporate governance pada industri perbankan menjadi lebih penting untuk saat ini dan masa-

masa yang akan datang, mengingat risiko dan tantangan yang dihadapi oleh industri perbankan

akan semakin meningkat.

Dalam rangka meningkatkan kinerja bank, melindungi kepentingan pemangku kepentingan

(stakeholders), dan meningkatkan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta nilai-

nilai etika (code of conduct) yang berlaku secara umum pada industri perbankan, bank wajib

melaksanakan kegiatan usahanya dengan berpedoman pada prinsip good corporate governance.

Pelaksanaan good corporate governance sangat diperlukan untuk membangun kepercayaan

masyarakat dan dunia internasional sebagai syarat mutlak bagi dunia perbankan untuk dapat

berkembang dengan baik dan sehat.

Pelaksanaan good corporate governance pada industri perbankan harus senantiasa

berlandaskan pada lima prinsip dasar. Pertama, transparansi (transparency), yaitu keterbukaan

dalam mengemukakan informasi yang material dan relevan serta keterbukaan dalam

melaksanakan proses pengambilan keputusan. Kedua, akuntabilitas (accountability), yaitu

kejelasan fungsi dan pelaksanaan pertanggungjawaban organ bank sehingga pengelolaannya

berjalan secara efektif. Ketiga, pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian pengelolaan

bank dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip pengelolaan bank

Page 15: Corporate Governance Principle 6

yang sehat. Keempat, independensi (independency), yaitu pengelolaan bank secara profesional

tanpa pengaruh/tekanan dari pihak mana pun. Kelima, kewajaran (fairness), yaitu keadilan dan

kesetaraan dalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam rangka menerapkan kelima prinsip dasar

tersebut, bank wajib berpedoman pada berbagai ketentuan dan persyaratan minimum serta

pedoman yang terkait dengan pelaksanaan good corporate governance.

Peningkatan kualitas pelaksanaan good corporate governance perlu dilaksanakan karena

risiko dan tantangan yang dihadapi bank baik dari internal maupun eksternal bank semakin banyak

dan kompleks. Secara internal, dewan komisaris dan direksi diharapkan mampu bertindak sebagai

panutan (role model) dan motor penggerak agar bank secara keseluruhan menerapkan prinsip-

prinsip good corporate governance secara optimal.

Struktur dewan komisaris dan direksi terdiri dari pihak-pihak independen serta pihak-pihak

yang terafiliasi dengan pemegang saham pengendali bank. Keberadaan dua pihak tersebut,

diharapkan dapat meningkatkan check and balance dan pada akhirnya dapat mengoptimalkan

pelaksanaan good corporate governance bank.

Selaku komisaris independen dan pihak independen, anggota komite harus dapat terlepas

dari benturan kepentingan (conflict of interest). Dan untuk mencegah adanya benturan kepentingan

tersebut, maka bagi mantan pengurus serta pihak-pihak lain yang mempunyai hubungan dengan

bank dinilai perlu menjalani masa tunggu (cooling-off) sebelum menjabat sebagai komisaris

independen atau pihak independen anggota komite.

Dalam rangka mendukung pelaksanaan good corporate governance bank, pemegang

saham (shareholders) bank dapat menunjuk wakil untuk duduk sebagai anggota dewan komisaris

guna menjalankan tugas pengawasan terhadap bank dan kelompok usaha bank yang tidak

melakukan usaha bank. Dengan demikian, bank wajib melaksanakan prinsip good corporate

governance dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi yang

meliputi dewan komisaris dan direksi sampai dengan pegawai tingkat pelaksana.

Dalam upaya perbaikan dan peningkatan kualitas pelaksanaan good corporate governance,

bank diwajibkan secara berkala melakukan penilaian sendiri (self assessment) secara

komprehensif terhadap kecukupan pelaksanaan good corporate governance dan menyusun

laporan pelaksanaannya, sehingga bank dapat segera menetapkan rencana tindak (action plan)

dan apabila masih terdapat kekurangan maka dapat segera dilakukan tindakan-tindakan korektif

(corrective action) yang diperlukan. Untuk itu, bank harus melakukan penilaian sendiri secara

berkala yang mana paling kurang meliputi 11 (sebelas) faktor penilaian pelaksanaan good

corporate governance antara lain meliputi:

1. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris;

2. pelaksanaan tugas dan tanggung jawab direksi;

Page 16: Corporate Governance Principle 6

3. kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite;

4. penanganan benturan kepentingan;

5. penerapan fungsi kepatuhan;

6. penerapan fungsi audit intern;

7. penerapan fungsi audit ekstern;

8. penerapan manajemen risiko termasuk sistem pengendalian intern;

9. penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar (large

exposures);

10. transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan bank, laporan pelaksanaan good corporate

governance dan pelaporan internal; dan

11. rencana strategis bank.

I. Dewan KomisarisKomisaris independen ditetapkan paling kurang 50% (lima puluh persen) dari jumlah

anggota dewan komisaris. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak

memiliki hubungan keuangan, hubungan kepengurusan, hubungan kepemilikan saham,

dan/atau hubungan keluarga dengan anggota dewan komisaris lainnya, direksi dan/atau

pemegang saham pengendali atau hubungan dengan bank, yang dapat mempengaruhi

kemampuannya untuk bertindak independen. Hal ini dapat dijabarkan sebagai berikut:

1. Yang dimaksud dengan pemegang saham pengendali adalah badan hukum, perseorangan

dan/atau kelompok usaha sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Bank Indonesia

mengenai uji kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) bank umum. Termasuk dalam

pengertian pemegang saham pengendali bank adalah pemegang saham bank sampai

dengan pengendali terakhir (ultimate shareholders) bank.

2. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan keuangan adalah apabila seseorang menerima

penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman.

3. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepengurusan adalah apabila seseorang

menduduki jabatan sebagai anggota dewan komisaris, direksi, atau pejabat eksekutif pada

perusahaan yang pemegang saham pengendalinya adalah anggota dewan komisaris

dan/atau anggota direksi bank dan pada perusahaan pemegang saham pengendali bank

tersebut.

4. Yang dimaksud dengan memiliki hubungan kepemilikan saham adalah apabila seseorang

menjadi pemegang saham pada:

a. perusahaan yang secara bersama-sama dimiliki oleh anggota dewan komisaris, direksi,

dan/atau pemegang saham pengendali pada perusahaan tersebut; dan/atau

b. perusahaan pemegang saham pengendali bank

Page 17: Corporate Governance Principle 6

5. Yang dimaksud memiliki hubungan keluarga adalah memiliki hubungan keluarga sampai

dengan derajat kedua baik hubungan vertikal maupun horizontal, termasuk mertua,

menantu, dan ipar. Dalam hal pemegang saham pengendali bank berbentuk badan hukum,

maka hubungan keluarga antara komisaris independen dengan pemegang saham

pengendali bank dilihat dari hubungan keluarga antara seseorang dengan pemegang

saham kendali dari badan hukum yang merupakan pemegang saham pengendali bank.

6. Yang dimaksud dengan hubungan dengan bank yang dapat mempengaruhi kemampuan

seseorang untuk bertindak tidak independen, adalah hubungan dalam bentuk:

a. kepemilikan saham bank dengan jumlah kepemilikan lebih dari 5% (lima persen) dari

modal disetor bank; dan/atau

b. menerima atau memberi penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman dari atau

kepada bank yang menyebabkan pihak yang memberi penghasilan, bantuan keuangan,

atau pinjaman memiliki kemampuan untuk mempengaruhi (controlling influence) pihak

yang menerima penghasilan, bantuan keuangan, atau pinjaman.

Mantan anggota direksi atau pejabat eksekutif bank atau pihak-pihak yang mempunyai

hubungan dengan bank, yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak

independen, tidak dapat menjadi komisaris independen pada bank yang bersangkutan,

sebelum menjalani masa tunggu (cooling off) selama 1 (satu) tahun. Dan permohonan uji

kemampuan dan kepatutan (fit and proper test) untuk calon komisaris independen diajuakan

paling cepat 30 hari sebelum berakhirnya masa tunggu. Namun, ketentuan masa tunggu

(cooling off) untuk menjadi komisaris independen tidak berlaku bagi mantan anggota direksi

atau pejabat eksekutif yang tugasnya hanya melakukan fungsi pengawasan paling kurang 1

(satu) tahun.

Perubahan status dari jabatan komisaris menjadi komisaris independen pada bank yang

sama harus mendapat persetujuan Bank Indonesia. Persetujuan Bank Indonesia mengacu

pada ketentuan Bank Indonesia yang mengatur mengenai Uji Kemampuan dan Kepatutan (fit

and proper test) Bank Umum.

Dewan komisaris dilarang terlibat dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional

bank, kecuali untuk: (1) penyediaan dana kepada pihak terkait; dan (2) hal-hal yang diatur

dalam Anggaran Dasar Bank atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. Keterlibatan

atau persetujuan dewan komisaris dalam pengambilan keputusan kegiatan operasional

tersebut merupakan bagian dari upaya pengawasan dini yang dilakukan oleh dewan komisaris.

Dan keterlibatan atau persetujuan dewan komisaris tersebut tidak meniadakan tanggung jawab

direksi dalam pelaksanaan kepengurusan bank.

Rapat dewan komisaris wajib diselenggarakan secara berkala paling kurang 4 (empat)

kali dalam setahun dan pelaksanaanya dapat menggunakan teknologi telekonferensi. Namun

Page 18: Corporate Governance Principle 6

demikian, paling kurang 2 (dua) kali dalam setahun, rapat dewan komisaris wajib dihadiri oleh

seluruh anggota dewan komisaris secara fisik. Kehadiran secara fisik oleh seluruh dewan

komisaris tersebut, diutamakan dalam rangka evaluasi atau penetapan kebiajakan strategis

dan evaluasi rencana bisnis bank. Salinan risalah rapat dewan komisaris yang telah

ditandatangani oleh seluruh anggota dewan komisaris yang hadir, harus didistribusikan kepada

seluruh anggota dewan komisaris.

II. DireksiPresiden direktur atau direktur utama wajib berasal dari pihak yang independen

terhadap pemegang saham pengendali. Independensi presiden direktur atau direktur utama

dapat dipenuhi apabilayang bersangkutan tidak memiliki hubungan keuangan, kepengurusan,

kepemilikan saham, dan/atau hubungan keluarga dengan pemegang saham pengendali bank

dengan pengertian yang sama dengan hubungan keuangan, kepengurusan, kepemilikan

saham, dan/atau hubungan keluarga dengan pemegang saham pengendali pada komisaris

independen.

Direksi wajib mengungkapkan kepada pegawai mengenai kebijakan bank yang bersifat

strategis di bidang kepegawaian, yaitu antara lain kebijakan mengenai sistem perekrutan

(recruitment), sistem promosi, sistem remunerasi, serta rencana bank untuk melakukan

efisiensi melalui pengurangan pegawai. Pengungkapan tersebut harus dilakukan melalui

sarana yang diketahui atau dapat diakses dengan mudah oleh pegawai.

Direksi dilarang memberikan kuasa umum kepada pihak lain yang mengakibatkan

pengalihan tugas dan fungsi direksi. Yang dimaksud dengan pemberian kuasa umum adalah

pemberian kuasa kepada satu orang karyawan atau lebih atau orang lain yang mengakibatkan

pengalihan tugas, wewenang, dan tanggung jawab direksi secara menyeluruh yaitu tanpa

batasan ruang lingkup dan waktu.

Segala keputusan direksi diambil sesuai dengan pedoman dan tata tertib kerja, yang

mengikat dan menjadi tanggung jawab seluruh anggota direksi. Dalam hal terjadi perbedaan

pendapat (dissenting opinion), wajib dicantumkan secara jelas dalam risalah rapat direksi

beserta alasan perbedaan pendapat tersebut. Dan salinan risalah rapat direksi yang telah

ditandatangani oleh seluruh anggota direksi yang hadir, harus didistribusikan kepada seluruh

anggota direksi.

III. Komite-KomiteDewan komisaris wajib membentuk paling kurang Komite Audit, Komite Pemantau

Risiko, serta Komite Remunerasi dan Nominasi, dalam rangka mendukung efektivitas tugas

dan tanggung jawab dewan komisaris.

Keanggotaan komite audit paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang komisaris

independen yang merangkap sebagai ketua, 1 (satu) orang pihak independen yang memiliki

Page 19: Corporate Governance Principle 6

keahlian di bidang keuangan atau akuntansi, dan 1 (satu) orang pihak independen yang

memiliki keahlian di bidang hukum atau perbankan.

Keanggotaan komite pemantau risiko paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang komisaris

independen yang merangkap sebagai ketua, 1 (satu) orang pihak independen yang memiliki

keahlian di bidang keuangan, dan 1 (satu) orang pihak independen yang memiliki keahlian di

bidang manajemen risiko.

Keanggotaan komite Remunerasi dan Nominasi paling kurang terdiri dari 1 (satu) orang

komisaris independen yang merangkap sebagai ketua, 1 (satu) orang komisaris, dan 1 (satu)

orang pejabat eksekutif yang membawahkan sumber daya manusia atau 1 (satu) orang

perwakilan pegawai. Pejabat eksekutif yang membawahkan sumber daya manusia atau

perwakilan pegawai yang menjadi anggota komite harus memiliki pengetahuan mengenai

sistem remunerasi dan/atau nominasi serta succession plan bank.

Ketua komite hanya dapat merangkap jabatan sebagai ketua komite paling banyak

pada 1 (satu) komite lainnya pada bank yang sama. Anggota komite yang berasal dari pihak

independen dapat merangkap jabatan sebagai pihak independen anggota komite lainnya pada

bank yang sama, bank lain, dan/atau perusahaan lain, sepanjang yang bersangkutan:

a. memenuhi seluruh kompetensi yang dipersyaratkan;

b. memenuhi kriteria independensi;

c. mampu menjaga rahasia bank;

d. memperhatikan kode etik yang berlaku; dan

e. tidak mengabaikan pelaksanaan tugas dan tanggung jawab sebagai anggota komite.

Anggota Komite Audit, Komite Pemantau Risiko, serta Komite Remunerasi dan

Nominasi dilarang berasal dari anggota direksi, baik pada bank yang sama maupun pada bank

lain.

Mantan anggota direksi atau pejabat eksekutif bank atau pihak-pihak yang mempunyai

hubungan dengan bank yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak

independen tidak dapat menjadi pihak independen sebagai anggota Komite Audit dan Komite

Pemantau Risiko pada bank yang bersangkutan, sebelum menjalani masa tunggu (cooling off)

selama 6 (enam) bulan. Namun, ketentuan masa tunggu untu menjadi pihak independen tidak

berlaku bagi mantan anggota direksi atau pejabat eksekutif yang tugasnya hanya melakukan

fungsi pengawasan paling kurang 6 bulan.

Dalam rangka pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Komite Audit, Komite

Pemantau Risiko, serta Komite Remunerasi dan Nominasi harus mempunyai kebijakan intern,

yang paling kurang meliputi:

1. pedoman kerja, antara lain mekanisme kerja, uraian tugas, serta tanggung jawab yang jelas

dari tiap anggota; dan

Page 20: Corporate Governance Principle 6

2. tata tertib kerja, antara lain pengaturan etika kerja, waktu kerja, dan pengaturan rapat

termasuk pengaturan hak suara,

yang harus diketahui dan bersifat mengikat bagi setiap anggota komite. Keputusan rapat

komite dilakukan berlandaskan musyawarah mufakat. Dalam hal tidak terjadi musyawarah

mufakat, pengambilan keputusan dilakukan berdasarkan suara terbanyak dengan prinsip 1

(satu) orang 1 (satu) suara.

IV. Benturan KepentinganDalam hal terjadi benturan kepentingan antara bank dengan pemilik, anggota dewan

komisaris, anggota direksi, pejabat eksekutif, dan/atau pihak lainnya yang terkait dengan bank,

maka anggota dewan komisaris, anggota direksi, dan pejabat eksekutif dilarang mengambil

tindakan yang dapat merugikan bank atau mengurangi keuntungan bank dan wajib

mengungkapkan benturan kepentingan dimaksud dalam setian keputusan.

Untuk menghindari pengambilan keputusan yang berpotensi merugikan bank atau

mengurangi keuntungan bank, bank harus memiliki dan menerapkan (enforce) kebijakan intern

mengenai:

1. pengaturan mengenai penanganan benturan kepentingan yang mengikat setiap pengurus

dan pegawai bank, antara lain tata cara pengambilan keputusan; dan

2. administrasi pencatatan, dokumentasi dan pengungkapan benturan kepentingan dimaksud

dalam risalah rapat.

V. Pelaksanaan Good Corporate Governance Pada Kantor Cabang Bank AsingKantor cabang bank asing wajib melaksanakan good corporate governance pada

seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Khusus pelaksanaan fungsi dewan komisaris dan

pembentukan komite-komite disesuaikan dengan struktur organisasi yang berlaku pada kantor

cabang dan kantor pusat bank asing yang bersangkutan. Dalam hal struktur organisasi kantor

cabang dan kantor pusat bank asing tidak memiliki fungsi dewan komisaris dan komite-komite,

atau memiliki fungsi dimaksud namun belum sesuai dengan ketentuan, maka Bank Indonesia

berwenang meminta penyesuaian struktur organisasi kantor cabang bank asing untuk

memastikan terlaksananya good corporate governance telah sesuai dengan ketentuan.

VI. Prinsip Umum Penilaian Faktor Good Corporate GovernanceBank wajib melakukan penilaian sendiri (self assessment) atas tingkat kesehatan bank

dengan menggunakan pendekatan risiko, baik secara individual maupun secara konsolidasi

yang dilakukan paling kurang setiap semester untuk posisi akhir bulan Juni dan Desember

sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai penilaian Tingkat Kesehatan

Bank Umum. Adapun salah satu faktor dalam penilaian tingkat kesehatan bank umum tersebut

adalah faktor good corporate governance. Sehubungan dengan itu, bank wajib melakukan

Page 21: Corporate Governance Principle 6

penilaian sendiri terhadap pelaksanaan good corporate governance sesuai periode penilaian

tingkat kesehatan bank.

Penilaian faktor good corporate governance merupakan penialaian terhadap kualitas

manajemen bank atas pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance, dengan

memperhatikan signifikansi atau materialitas suatu permasalahan terhadap penerapan good

corporate governance pada bank secara bank-wide, sesuai skala, karakteristik, dan

kompleksitas usaha bank. Penilaian sendiri (self assessment) tersebut dilakukan secara

komprehensif dan terstruktur yang diintegrasikan menjadi 3 (tiga) aspek governance, yaitu

governance structure, governance process, dan governance outcome, sebagai suatu proses

yang berkesinambungan.

Penilaian governance structure bertujuan untuk menilai kecukupan struktur dan

infrastruktur tata kelola bank agar proses pelaksanaan prinsip good corporate governance

menghasilkan outcome yang sesuai dengan harapan stakeholders bank. Yang termasuk

dalam struktur tata kelola bank adalah komisaris, direksi, komite, dan satuan kerja pada bank.

Adapun yang termasuk infrastruktur tata kelola bank antara lain adalah kebijakan dan prosedur

bank, sistem informasi manajemen serta tugas pokok dan fungsi masing-masing organisasi.

Penilaian governance process bertujuan untuk menilai efektivitas proses pelaksanaan

prinsip good corporate governance yang didukung oleh kecukupan struktur dan infrastruktur

tata kelola bank sehingga menghasilkan outcome yang sesuai dengan harapan stakeholders

bank.

Penilaian governance outcome bertujuan untuk menilai kualitas outcome yang

memenuhi harapan stakeholders bank yang merupakan hasil proses pelaksanaan prinsip good

corporate governance yang didukung oleh kecukupan struktur dan infrastruktur tata kelola

bank. Yang termasuk outcome mencakup aspek kualitatif dan aspek kuantitatif, antara lain

yaitu:

1. kecukupan transparansi laporan;

2. kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan;

3. perlindungan konsumen;

4. obyektivitas dalam melakukan penilaian/assessment;

5. kinerja bank seperti rentabilitas, efisiensi, dan permodalan; dan/atau

6. peningkatan/penurunan kepatuhan terhadap ketentuan yang berlaku dan penyelesaian

permasalahan yang dihadapi bank seperti fraud dan pelanggaran ketentuan terkait laporan

bank kepada Bank Indonesia.

Penilaian atas ketiga aspek governance tersebut merupakan satu kesatuan sehingga apabila

salah satu aspek dinilai tidak memadai, maka kelemahan tersebut dapat mempengaruhi

peringkat faktor good corporate governance.

Page 22: Corporate Governance Principle 6

Bagi bank yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak, dalam

melekukan penilaian pelaksanaan good corporate governance dan menetapkan peringkat

faktor good corporate governance secara konsolidasi harus memperhatikan hal-hal sebagai

berikut:

1. penetapan perusahaan anak yang wajib dikonsolidasikan mengacu pada ketentuan Bank

Indonesia yang mengatur mengenai penerapan manajemen risiko secara konsolidasi bagi

bank yang melakukan pengendalian terhadap perusahaan anak;

2. faktor penilaian pelaksanaan good corporate governance bank secara individual dapat

digunakan oleh bank pada saat menilai good corporate governance secara konsolidasi

dengan memperhatikan skala, karakteristik, dan kompleksitas usaha perusahaan anak

serta didukung oleh data dan informasi yang memadai.

Penetapan peringkat factor good corporate governance bank secara konsolidasi

dilakukan dengan memperhatikan :

a. signifikansi atau materialitas pangsa perusahaan anak terhadap bank secara konsolidasi;

dan/atau

b. permasalahan terkait dengan pelaksanaan prinsip good corporate governance pada

perusahaan anak yang berpengaruh secara signifikan terhadap pelaksanaan prinsip good

corporate governance bank secara konsolidasi.

Penetapan signifikansi atau materialitas pangsa perusahaan anak dapat ditentukan melalui

perbandingan total asset perusahaan anak terhadap total asset bank secara konsolidasi, atau

signifikansi pos-pos tertentu pada perusahaan anak yang mempengaruhi kinerja bank secara

konsolidasi.

VII. Transparansi Pelaksanaan Good Corporate GovernanceTransparansi pelaksanaan good corporate governance, paling kurang meliputi

pengungkapan seluruh aspek pelaksanaan prinsip good corporate governance, yaitu:

1. Pengungkapan pelaksanaan good corporate governance¸ antara lain meliputi:

a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab dewan komisaris dan direksi;

b. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite;

c. Penerapan fungsi kepatuhan, audit intern, dan audit ekstern;

1) Fungsi kepatuhan

Tingkat kepatuhan bank terhadap seluruh ketentuan dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku serta pemenuhan komitmen dengan otoritas yang

berwenang.

2) Fungsi audit intern

Efektivitas dan cakupan audit intern dalam menilai seluruh aspek dan unsure

kegiatan bank.

Page 23: Corporate Governance Principle 6

3) Fungsi audit ekstern

Efektivitas pelaksanaan audit ekstern dan kepatuhan bank terhadap ketentuan.

d. Penerapan manajemen risiko termasuk system pengendalian internal;

e. Penyediaan dana kepada pihak terkait (related party) dan penyediaan dana besar (large

exposure);

f. Rencana strategis bank, meliputi:

1) rencana jangka panjang (corporate plan); dan

2) rencana jangka menengah dan pendek (business plan).

g. Transparansi kondisi keuangan dan non-keuangan bank yang belum diuangkap dalam

laporan lainnya; dan

h. Informasi lain yang terkait dengan good corporate governance bank, antara lain berupa

intervensi pemilik, perselisihan internal, atau permasalahan yang timbul sebagai

dampak kebijakan remunerasi pada bank.

2. Kepemilikan saham anggota dewan komisaris dan direksi yang mencapai 5% (lima persen)

atau lebih dari modal disetor pada bank yang bersangkutan, bank lain, lembaga keuangan

bukan bank, dan perusahaan lainnya, yang berkedudukan baik di dalam maupun di luar

negeri;

3. Hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota dewan komisaris dan direksi dengan

anggota dewan komisaris lainnya, direksi lainnya, dan/atau pemegang saham pengendali

bank;

4. Paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi dewan komisaris dan direksi;

5. Shares option, yaitu opsi untuk membeli saham oleh anggota dewan komisaris, direksi dan

pejabat eksekutif yang dilakukan melalui penawaran saham atau penawaran opsi saham

dalam rangka pemberian kompensasi kepada anggota dewan komisaris, direksi, dan

pejabat eksekutif bank, dan telah diputuskan dalam Rapat Umum Pemegang Saham

(RUPS) dan/atau Anggaran Dasar Bank;

6. Rasio gaji tertinggi dan terendah;

7. Frekuensi rapat dewan komisaris;

8. Jumlah penyimpangan internal (internal fraud) yang dilakukan oleh anggota dewan

komisaris, anggota direksi, pegawai tetap, dan pegawai tidak tetap/honorer/ outsourcing;

9. Permasalahan hukum baik hukum perdata maupun pidana yang dihadapi bank selama

periode tahun laporan dan telah diajukan melalui proses hukum;

10. Transaksi yang mengandung benturan kepentingan;

11. Pembelian kembali saham (buy back shares) dan/atau buy back obligasi bank;

12. Pemberian dana untuk kegiatan social dan/atau kegiatan politik selama periode pelaporan,

meliputi pihak penerima dana dan jumlah dana yang diberikan.

Page 24: Corporate Governance Principle 6

VIII. Laporan Pelaksanaan Good Corporate GovernanceBank wajib menyusun laporan pelaksanaan good corporate governance pada setiap

akhir tahun buku dan menyampaikan laporan tersebut kepada pihak-pihak sebagai berikut:

1. Pemegang saham;

2. Bank Indonesia;

3. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI);

4. Lembaga Pemeringkat di Indonesia;

5. Asosiasi-asosiasi Bank di Indonesia;

6. Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI);

7. 2 (dua) lembaga penelitian di bidang ekonomi dan keuangan; dan

8. 2 (dua) majalah ekonomi dan keuangan.

Bank Indonesia dapat meminta bank untuk melakukan revisi terhadap Laporan

Pelaksanaan Good Corporate Governance apabila berdasarkan evaluasi yang dilakukan oleh

Bank Indonesia, laporan dimaksud tidak sesuai dengan kondisi bank yang sebenarnya. Revisi

Laporan Pelaksanaan Good Corporate Governance dimaksud segera disampaikan secara

lengkap kepada Bank Indonesia dan bagi bank yang telah memiliki homepage wajib

mempublikasikan pada homepage bank.

Dalam hal terdapat perbedaan Peringkat Faktor good corporate governance dalam

Laporan Hasil Penilaian Sendiri (Self Assessment) Pelaksanaan good corporate governance

Bank pada Laporan Pelaksanaan good corporate governance Bank dengan hasil penilaian

pelaksanaan good corporate governance oleh Bank Indonesia, maka Bank harus melakukan

revisi terhadap Laporan Pelaksanaan good corporate governance terkait dengan hasil penilaian

sendiri (self assessment)

pelaksanaan good corporate governance Bank tersebut. Revisi Laporan Pelaksanaan good

corporate governance dimaksud:

1. segera disampaikan secara lengkap kepada Bank Indonesia dan bagi Bank yang telah

memiliki homepage wajib mempublikasikan pula pada homepage Bank;

2. segera dipublikasikan dalam Laporan Keuangan Publikasi Bank pada periode yang

terdekat, paling kurang meliputi Peringkat Faktor good corporate governance disertai

dengan penjelasan Definisi Peringkat

Page 25: Corporate Governance Principle 6

BAB VSTUDI KASUS

PT ASURANSI KREDIT INDONESIA (ASKRINDO)

Profil Perusahaan

PT. (Persero) Asuransi Kredit Indonesia atau PT. Askrindo (Persero) merupakan salah satu

Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak dalam asuransi/penjaminan, tidak dapat

dipisahkan dari pembangunan ekonomi Bangsa dan Negara Republik Indonesia.

Sejak pemerintah menyusun dan menetapkan REPELITA I tahun 1969, yang salah satu

sasaran pokok rencana tersebut adalah pemerataan hasil-hasil pembangunan dalam bidang

kesempatan berusaha, pendapatan masyarakat dan sekaligus merangsang pertumbuhan lapangan

kerja. Dalam rangka mencapai sasaran ini pemerintah mengambil langkah konkrit antara lain

dengan mengembangkan usaha kecil dan menengah dengan cara mengatasi salah satu aspek

usaha yang penting yaitu aspek pembiayaan.

Berdiri tanggal 6 April 1971 berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor

1/1971 tanggal 11 Januari 1971, untuk mengemban misi dalam pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil

dan Menengah (UMKM) guna menunjang pertumbuhan perekonomian Indonesia. Peran PT.

Askrindo (Persero) dalam pemberdayaan UMKM adalah sebagai lembaga penjamin atas kredit

yang disalurkan oleh perbankan kepada UMKM.

Sesuai dengan Visi dan Misinya, PT. Askrindo (Persero) senantiasa menjalankan peran dan

fungsinya sebagai Collateral Subtitution Institution, yaitu lembaga penjamin yang menjembatani

kesenjangan antara UMKM yang layak namun tidak memiliki agunan cukup untuk memperoleh

kredit dengan lembaga keuangan, baik perbankan maupun lembaga non bank (feasible tetapi

tidak bankable).

Sejalan dengan berubahnya waktu, saat ini PT. Askrindo (Persero) memiliki lima lini usaha

yaitu Asuransi Kredit Bank, Asuransi Kredit Perdagangan, Surety Bond, Customs Bond dan

Asuransi Umum. PT. Askrindo sejak tahun 2007 melaksanakan program pemerintah dalam rangka

Inpres 6/2007 atau yang lebih dikenal sebagai penjaminan Kredit Usaha Rakyat (KUR). Dalam

pelaksanaannya bersama dengan Askrindo memberikan penjaminan atas kredit yang disalurkan

oleh enam Bank pelaksana yaitu : Bank  BRI, Bank BNI, Bank Mandiri, Bank Bukopin, Bank

Syariah Mandiri dan 26 (dua puluh enam) Bank Pembangunan Daerah.

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia merupakan tulang punggung

kekuatan ekonomi yang mampu memberikan kontribusi yang sangat signifikan. Menguatnya

permodalan UMKM akan memberikan multiplier effects berupa tumbuhnya kegiatan usaha yang

diikuti dengan terbukanya lapangan kerja serta meningkatkan nilai usaha. Terciptanya UMKM yang

Page 26: Corporate Governance Principle 6

tangguh pada tahap berikutnya mampu memberikan kontribusi dalam menekan angka

pengangguran dari kemiskinan di Indonesia.

Struktur Organisasi PT Askrindo

Gambar 1 : Struktur Organisasi PT Askrindo

Sumber : askrindo.co.id

Pembahasan KasusPraktik-praktik investasi bermasalah di PT Askrindo diketahui terjadi sejak 2002. Saat itu

ada upaya dari Askrindo untuk mencegah pembayaran klaim produk penjaminan beberapa

nasabahnya yang tidak mampu memenuhi kewajiban.

Askrindo lalu mengupayakan skema dukungan pendanaan agar nasabah tersebut mampu

memenuhi kewajiban. Sejak 2004, skema dukungan pendanaan tersebut melibatkan pihak-pihak

lain seperti manajer investasi dan perantara pedagang efek (broker). PT Askrindo

menginvestasikan dana ke beberapa perusahaan sekuritas dan manajer investasi (MI) berupa

Kontrak Pengelolaan Dana (KPD), unit penyertaan reksadana, saham, obligasi, repo saham dan

repo obligasi. Dalam pelaksanaannya, karena tidak didasari prinsip kehati-hatian (prudent) dan

tidak didukung dengan praktik good corporate governance, skema dukungan pendanaan tersebut

menjadi bermasalah.

Page 27: Corporate Governance Principle 6

Bank Mandiri

PT Askrindo

PT Harvestindo Asset

Management

PT Jakarta Investmen

t

PT Reliance Asset

Management

PT Jakarta Securities

PT Batavia Prosperindo

Financial

PT Multimegah

PT Indowan

PT VitronPT Tranka Kabel

Penjaminan Letter of Credit (L/C)

Gagal Bayar

Repo & KPD Repo & KPD repo Rp 20 M

Rp 80 miliar Rp 93,32 miliar Obligasi Rp66,11 M

Repo Rp132,75 miliar Repo Rp 6,5 miliar KPD Rp 41 miliar

Umar Zen (A Chung) Rp 100 miliar

Istri Rp 400 miliar

Gambar 2 : Kronologi Kasus PT Askrindo

Berdasarkan penelusuran Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan

(Bapepam-LK), investasi melalui KPD dilakukan sejak tahun 2005, sedangkan gadai

saham/obligasi (repo) dilakukan sejak tahun 2008. Kedua praktek investasi yang terlarang bagi

perusahaan asuransi itu teridentifikasi antara tahun 2008-2010. Pengusutan terhadap kasus

Askrindo telah dilakukan sejak Bapepam-LK meminta perusahaan asuransi menghentikan dan

melaporkan investasi melalui KPD pada tahun 2008.

Page 28: Corporate Governance Principle 6

Adapun transaksi repo ditemukan berdasarkan laporan keuangan PT Askrindo pada tahun

2009 yang telah diaudit. Bapepam-LK menemukan praktik menyimpang yang dilakukan PT

Askrindo, yaitu menempatkan investasi repo, KPD, obligasi, serta reksadana pada sejumlah

manajer investasi dan broker. Bapepam-LK juga menemukan KPD yang tidak sesuai dengan

ketentuan, diantaranya KPD dengan tiga manajer investasi, yakni PT Harvestindo Asset

Management, PT Jakarta Investment, serta PT Reliance Asset Management. Lalu KPD dengan

dua perusahaan bukan manajer investasi, yakni PT Batavia Prosperindo Financial Services dan PT

Jakarta Securities. Dalam data Bapepam-LK, investasi yang digelontorkan di lima perusahaan

investasi tersebut sebesar Rp 439 miliar.

Eksposur investasi Askrindo paling besar masuk ke PT Jakarta Investment sebesar Rp

173,75 miliar dengan rincian dalam bentuk repo senilai Rp 132,75 miliar dan KPD Rp 41 miliar.

Selanjutnya di PT Harvestindo Asset Management dalam bentuk repo dan KPD sebesar Rp 80

miliar, PT Reliance Asset Management senilai Rp 93,32 miliar, PT Batavia Prosperindo Financial

Services dalam bentuk repo Rp 6,5 miliar, juga PT Jakarta Securities dalam bentuk repo sebesar

Rp 20 miliar serta obligasi negara dan korporasi sebesar Rp 66,11 miliar.

Masalah mulai muncul ketika PT Askrindo melakukan penjaminan letter of credit (L/C)

yang diterbitkan PT Bank Mandiri.  L/C dicairkan ke empat perusahaan, yaitu PT Tranka Kabel, PT

Vitron, PT Indowan dan PT Multimegah. Dan penjaminan L/C ini dilakukan oleh Divisi

Penjaminan dengan tanpa sepengetahuan dari divisi keuangan. Namun, nasabah PT Askrindo

yang mendapatkan jaminan L/C itu bermasalah, karena Ketika memasuki jatuh tempo, empat

nasabah itu tidak mampu membayar L/C kepada Bank Mandiri. Sehingga, PT Askrindo harus

membayar jaminan L/C pada Bank Mandiri. PT Askrindo kemudian menerbitkan promissory notes

(PN) dan medium term notes (MTN) atas empat nasabah itu. Tujuannya, agar jaminan yang

dibayarkan Askrindo pada Bank Mandiri, kembali ke kas PT Askrindo. PT Askrindo kemudian me-

nyalurkan dana melalui jasa perusahaan manajer investasi (MI) dengan total dana yang

diinvestasikan Rp 442 miliar untuk disalurkan ke empat nasabah itu. Dan untuk selanjutnya, Divisi

Penjaminan membawa nasabah bermasalah tersebut ke perusahaan sekuritas dan manajer

investasi (MI) untuk mendapatkan pinjaman. Akibat tindakan tersebut, menimbulkan kerugian

besar harus ditanggung PT Askrindo.

Terbongkarnya praktik pencucian uang hingga menyebabkan dua orang dari PT Askrindo

yakni mantan Direktur Keuangan Askrindo Zulfan Lubis (ZL) dan mantan Kepala Investasi

Keuangan Askrindo Rene Setiawan (RS) telah ditetapkan sebagai tersangka, tepatnya pada 18

agustus 2011. Saat diperiksa Rere dan Zulfan menyebutkan bahwa ada dana Askrindo yang

mereka alihkan ke perusahaan investasi. Sedikitnya terdapat 10 perusahaan manajer investasi

yang diduga menjadi tempat penampungan uang Askrindo. Juga dilakukan penahanan terhadap

Direktur PT Tranka Kabel (TK) Umar Zen alias A Chung  pada tanggal 9 Desember 2011, karena

Page 29: Corporate Governance Principle 6

keterlibatannya dalam kasus ini dan ditemukan uang tunai dalam rekening tabungan atas nama

dirinya sebesar sekira Rp 100 milyar dan dalam rekening atas nama istrinya sebesar sekira Rp 400

milyar.

Kasus pembobolan dana perusahaan asuransi dibawah bendera BUMN, PT Askrindo terus

bergulir. Dan tersangka kasus ini bertambah empat orang sehingga totalnya menjadi tujuh orang,

dan semuanya telah ditahan. Terakhir, Polda Metro Jaya kemudian menahan empat manajer

investasi. Karena, keempat manajer investasi itu diduga terlibat dalam pengalihan dana PT

Askrindo sebesar Rp 439 milyar ke 10 perusahaan investasi.

Tanggapan Atas Kasus yang Terjadi Pada PT Askrindo            Kasus yang terjadi  pada PT Askrindo merupakan kasus rumit yang melibatkan transaksi

finansial yang tidak umum dilakukan oleh lembaga keuangan di bidang perasuransian, yaitu

Repurchase Agreement (repo) atau gadai saham/obligasi melalui penerbitan Promisory Notes

untuk mendapat jaminan utang yang diatas-namakan nasabah yang bermasalah. Bagaimana bisa

dana asuransi yang begitu besar sekira Rp 400 milyar dialihkan ke setidaknya 10 perusahaan

investasi. Selain itu yang lebih mengejutkan lagi adalah bahwa pengelapan uang ini juga

dilakukkan oleh mantan Direktur Keuangan Askrindo Zulfan Lubis (ZL) dan mantan Kepala

Investasi Keuangan Askrindo Rene Setiawan (RS).

            Cara yang dilakukan untuk mengalihkan dana asuransi ini dinilai cukup unik dan lihai yaitu

dengan mengajukkan kredit lewat fasilitas Letter of Credit (L/C) dan kemudian dananya  bukan

masuk dalam perusahaan asuransi tersebut malah masuk ke rekening perusahaan investasi lain.

Bila dicermati lebih dalam bagaimana bisa dana yang begitu besar dengan mudahnya masuk ke

perusahaan lain? Dimanakah peran seorang audit internal yang bisa lengah membiarkan dana

sebegitu besarnya dibobol? Apakah semua pihak dalam lingkungan internal PT Askrindo terlibat

dalam kasus ini? Ini tentu saja menjadi sebuah pertanyaan besar bagi masyarakat.

Dalam pertanggung jawaban pidana korporasi ada dua unsur yang  mendasari pertanggung

jawaban pidana yaitu adanya perbuatan dan Mens Rea yang berarti indivudu yang  bertanggung

jawab telah diberi kewenangan dan bertindak atas nama korporasi. Selain itu ada 2 teori yang

dikenal dalam pertanggungjawaban pidana korporasi yaitu:

1. Vicarious Liability

Vicarious Liabilty atau pertanggung jawaban pengganti menyatakan pertanggung jawaban

seseorang tanpa kesalahan pribadi, bertanggung jawab atas tindakan orang lain.

2.    Strict Liability

Strict Liability atau pertanggung jawaban ketat menyatakan tanggung jawab tanpa keharusan

untuk membuktikan adanya kesalahan

Bila melihat kasus di atas yang bisa bertanggung jawab sesuai Strict Liabilty yaitu

Page 30: Corporate Governance Principle 6

1.   Direktur  perusahaan dikarenakan transaksi itu disetujui direktur dan jelas-jelas bertentangan

dengan peraturan perusahaan

2.   Anggota dewan direksi dikarenakan selain direktur anggota dewan direksi juga menyetujui

hal tersebut dan yang dilakukan perusahaan jelas-jelas bertentangan dengan peraturan

perusahaan.

3.   Perkerja perusahaan atau orang dari perusahaan rekanan yang mengetahui hal tersebut tapi

dengan sengaja membiarkan hal tersebut.

4.   Orang atau perusahaan yang menginvestasikan hal yang illegal ke perusahaan tersebut.

Artinya bila sesuai dengan strict liability maka semua orang yang terlibat kasus ini bisa

dikenai sanksi pidana dikarenakan tahu transaksi tersebut dan membiarkan hal tersebut.

Akan tetapi berbeda dengan vicarious liability maka yang bisa dipersalahkan ialah bagian

keuangan

1.   Direktur Keuangan dikarenakan tugas tersebut sudah diserahkan kepadanya dan dia

bertindak atas nama perusahaan.

2.   Kepala divisi keuangan dikarenakan setiap transaksi yang masuk harus sepengetahuan dia

dan harus memperoleh persetujuan.

3.   Anggota bagian keuangan dikarenakan transaksi harusnya disesuaikan dengan peraturan

perusahaan dan harusnya tidak boleh bertentangan perusahaan.

4.   Orang-orang atau perusahaan yang menginvestasikan hal-hal yang illegal dikarenakan jelas

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku ataupun dengan

peraturan perusahaan tersebut.

Artinya hanya orang-orang tertentu yang bisa dikenakan sanksi pidana bila mengacu teori

vicarious liability dikarenakan kuasa tersebut telah diserahkan kepadanya dan dia bertindak

atas nama perusahaan.

Dengan terjadinya kasus yang menimpa PT Askrindo ini, dengan cepat regulator

mengambil tindakan melalui pembuatan kebijakan tata kelola perusahaan khususnya di bidang

perasuransian. Dan juga dari internal PT Askrindo sendiri terus berbenah untuk memperbaiki

sistem pengendalian internal dan melaksanakan tata kelola perusahaan yang baik. Tindakan-

tindakan yang diambil regulator dan PT Askrindo antara lain sebagai berikut :

Page 31: Corporate Governance Principle 6

Tabel 1 : Tindakan Regulator dan PT Askrindo

No. Tindakan Regulator Tindakan Internal PT Askrindo

1 Bapepam-LK Memperketat Regulasi

Terkait Sertifikasi Manajer Investasi;

Tahun 2011 mulai menerapkan Enterprise

Risk Management (ERM) dengan

pendekatan kaidah-kaidah dan prinsip

penjaminan dan asuransi;

2 Bapepam-LK Menerbitkan

Peraturan Nomor V.G.6 tentang

Pedoman Pengelolaan Portofolio

Efek Untuk Kepentingan Nasabah

Secara Individual;

Menerbitkan Surat Keputusan Direksi No.

227/KEP/DIR/XII/2012 Tentang Pedoman

Sistem Pelaporan Pelanngaran

(Whistleblowing System) PT Askrindo;

3 Kementerian BUMN Menerbitkan

Peraturan Menteri BUMN No. PER-

01/MBU/2011 tentang Penerapan

Taka Kelola Perusahaan (Good

Corporate Governance) pada Badan

Usaha Milik Negara;

Penandatanganan Pakta Integritas

Penerapan GCG PT Askrindo dilakukan

secara serentak kepada segenap pegawai

baik yang di Kantor Pusat maupun di

Kantor Cabang;

4 OJK Menerbitkan Peraturan Otoritas

Jasa Keuangan No.

2/POJK.05/2014 tentang Tata

Kelola Perusahaan Yang Baik Bagi

Perusahaan Perasuransian.

Penadatanganan Pakta Integritas

Penerapan GCG PT Askrindo dilakukan

kepada Agen selaku mitra pemasar

Askrindo;

5 Penadatanganan Pakta Integritas

Penerapan GCG PT Askrindo dilakukan

kepada Pegawai baru.

Sumber : askrindo.co.id

Dengan mengikuti perkembangan kasus pada PT Askrindo sebagaimana diuraikan, maka

dapat diambil kesimpulan bahwa praktik Good Corporate Governance belum berjalan dengan baik

pada kepengurusan Dewan Komisaris, Direksi, Komite-komite, dan sistem pengambilan keputusan

di PT Askrindo pada waktu itu karena masih lemahnya fungsi pengawasan yang dilakukan oleh

dewan komisaris pada umumnya dan oleh komite audit intern khususnya yang tidak mampu

melakukan deteksi dini adanya ketidak-beresan dalam pengelolaan bisnis dan kegiatan usaha

yang dijalankan oleh pihak manajemen dan direksi yang telah menyimpang dari ketentuan yang

berlaku khususnya di bidang perasuransian.

Page 32: Corporate Governance Principle 6

BAB VIQUESTIONS AND ANSWERS

1. Jelaskan persamaan dan perbedaan peranan dewan komisaris dan direksi!

Persamaan :

a. Diangkat oleh RUPS dan ketentuan tentang besarny agaji atau honorarium dan tunjangan

ditetapkan berdasarkan keputusan RUPS.

b. Laporan tahunan ditandatangan iolehsemua anggota Direksi dan semua anggota Dewan

Komisaris yang menjabat pada tahun buku yang bersangkutan, sehingga dalam hal laporan

keuangan yang disediakan ternyata tidak benar dan/atau menyesatkan, anggota Direksi

dan anggota Dewan Komisaris secara tanggung renteng bertanggung jawab terhadap pihak

yang dirugikan.

c. Dalam hal setelah tahun buku berakhir ternyata Perseroan menderita kerugian, dividen

interim yang telah dibagikan harus dikembalikan oleh pemegang saham kepada Perseroan.

Namun apabila pemegang saham tidak dapat mengembalikan dividen interim tersebut,

Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab secara tanggung renteng atas kerugian

Perseroan.

Perbedaan :

Dewan Komisaris Dewan Direksi

Dewan Komisaris melakukan pengawasan

atas kebijakan pengurusan, jalannya

pengurusan pada umumnya, baik mengenai

Perseroan maupun usaha Perseroan, dan

member nasihat kepada Direksi.

Dewan Komisaris wajib :

a. membuat risalah rapat Dewan Komisaris

dan menyimpan salinannya;

b. melaporkan kepada Perseroan mengenai

kepemilikan sahamnya dan/atau keluarganya

pada Perseroan tersebut dan Perseroan lain;

dan

c. memberikan laporan tentang tugas

pengawasan yang telah dilakukan selama

tahun buku yang baru lampau kepada RUPS.

Direksi menjalan kanpengurusan Perseroan

untuk kepentingan Perseroan dan sesuai

dengan maksud dantujuan Perseroan.

Direksi Wajib:

a. membuat daftar pemegang saham, daftar

khusus, risalah RUPS, dan risalah rapat

Direksi;

b. membuat laporan tahunan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 66 dan dokumen

keuangan Perseroan sebagaimana dimaksud

dalam Undang-undang tentang Dokumen

Perusahaan; dan

c. memelihara seluruh daftar, risalah, dan

dokumen keuangan Perseroan sebagaimana

dimaksud pada huruf a dan huruf b dan

dokumen Perseroan lainnya.

Page 33: Corporate Governance Principle 6

2. Analisis kelebihan dan kelemahan dari struktur dewan one tier dan two tier!

Sistem one-tier Sistem two-tier

Kelebihan :

Pemimpin organisasi (Chairman) mempunyai

akses langsung terhadap informasi

perusahaan, sehingga pengambilan

keputusan menjadi lebih cepat dan terarah.

Kelemahan :

Tidak jelas siapa yang menjalankan fungsi

pengawasan karena hanya ada Chairman

sebagai pengambil kebijakan dan executive

director atau non-executive director sebagai

pelaksana kebijakan.

CEO mempunyai hak suara untuk memilih

Chairman, yang mana besar kemungkinan

yang terpilih adalah favorit Chairman mereka

untuk tujuan mengamankan posisi CEO.

Kelebihan :

Adanya pemisahan tersendiri untuk fungsi

pengawasan melalui Supervisory Board

sebagai badan pengawas yang mengontrol

kinerja dan kebijakan yang dikeluarkan

sehingga diharapkan akan dapat mencegah

kesewenangan pihak manajerial.

Kelemahan :

Supervisory Board jarang terlibat dalam

aktivitas bisnis organisasi dan hanya

bergantung pada informasi yang diberikan

oleh Managing Board.

3. Jelaskan yang dimaksud dengan Komisaris Independen dan peranannya dalam tata kelola

perusahaan!

Komisaris Independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan Direksi,

anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, serta bebas dari

hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk

bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan.

Misi Komisaris Independen adalah mendorong terciptanya iklim yang lebih objektif dan

menempatkan kesetaraan (fairness) di antara berbagai kepentingan termasuk kepentingan

perusahaan dan kepentingan stakeholders sebagai prinsip utama dalam pengambilan

keputusan oleh Dewan Komisaris. Komisaris Independen harus mendorong diterapkannya

prinsip dan praktik tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) pada

perusahaan di Indonesia.

Komisaris Independen memiliki tanggung jawab pokok untuk mendorong diterapkannya prinsip

tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) di dalam perusahaan melalui

Page 34: Corporate Governance Principle 6

pemberdayaan Dewan Komisaris agar dapat melakukan tugas pengawasan dan pemberian

nasihat kepada Direksi secara efektif dan lebih memberikan nilai tambah bagi perusahaan.

Dalam upaya untuk melaksanakan tanggung jawabnya dengan baik maka Komisaris

Independen harus secara proaktif mengupayakan agar Dewan Komisaris melakukan

pengawasan dan memberikan nasehat kepada Direksi yang terkait dengan, namun tidak

terbatas pada hal-hal sebagai berikut:

a. Memastikan bahwa perusahaan memiliki strategi bisnis yang efektif, termasuk di

dalamnya memantau jadwal, anggaran dan efektifitas strategi tersebut.

b. Memastikan bahwa perusahaan mengangkat eksekutif dan manajer-manajer profesional.

c. Memastikan bahwa perusahaan memiliki informasi, sistem pengendalian, dan sistem audit

yang bekerja dengan baik.

d. Memastikan bahwa perusahaan mematuhi hukum dan perundangan yang berlaku maupun

nilai-nilai yang ditetapkan perusahaan dalam menjalankan operasinya.

e. Memastikan resiko dan potensi krisis selalu diidentifikasikan dan dikelola dengan baik.

f. Memastikan prinsip-prinsip dan praktek Good Corporate Governance dipatuhi dan

diterapkan dengan baik.

4. Menurut Anda apakah terdapat kelemahan terkait peraturan mengenai komisaris independen

yang ada saat ini?

Posisi Komisaris Independen dalam tata kelola perusahaan di Indonesia masih lemah karena

belum memiliki dasar hukum dalam peraturan perundang-undangan khususnya Undang-

undang Perseroan Terbatas. Istilah komisaris independen sendiri memang tidak terdapat

dalam UU PT, namun istilah tersebut kali pertama muncul dalam sebuah peraturan PT Bursa

Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 2001.

Penerapan prinsip Good Corporate Governance (GCG) pada perusahaan terbuka tampaknya

masih mengalami kendala. Terbukti, salah satu instrumen yang digunakan dalam pelaksanaan

GCG, yaitu Komisaris Independen, masih belum efektif melaksanakan fungsinya.

Komisaris independen yang merupakan bagian dari dewan komisaris sebenarnya memiliki

tugas yang sama dengan tugas komisaris pada umumnya. Dalam UU No. 1 Tahun 1995

tentang Perseroan Terbatas (UUPT), disebutkan bahwa tugas komisaris adalah mengawasi

kebijaksanaan Direksi dalam menjalankan perseroan serta memberikan nasehat kepada

direksi.

Dalam prakteknya, banyak komisaris yang melalaikan tugasnya untuk memberikan

pengawasan terhadap kebijaksanaan direksi dalam menjalankan perseroan.

Page 35: Corporate Governance Principle 6

DAFTAR PUSTAKABrändle&Jürgen Noll (2004), The Power of Monitoring. German Law Journal, Vol. 5, No. 11,

1349-1371 (baca:hal. 1360-1365).

Peraturan Bapepam-LK Nomor IX.I.6 Tentang Direksi dan Komisaris Emiten dan Perusahaan Publik

Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 Tentang PelaksanaanGood Corporate Governance Bagi Bank Umum

Surat Keputusan Direksi PT BEI Nomor KEP-00001/BEI/01-2-14 Tahun 2014 tentang Perubahan Peraturan Nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas selain Saham yang Diterbitkan oleh Perusahaan Tercatat

http://ekbis.rmol.co.id

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4e7b18785c81a/oknum-bapepamlk-diduga-terlibat-kasus-askrindo

http://nasional.kontan.co.id/news/tersangka-sebut-divisi-penjaminan-askrindo-terlibat-1

http://bisnis.tempo.co/read/news/2011/08/05/090350203/menteri-bumn-minta-kasus-askrindo-dituntaskan

http://www.rmol.co/read/2012/11/16/85521/Kasus-Askrindo-Perkara-Korupsi-Bukan-Sekadar-Masalah-Utang-

http://www.neraca.co.id/article/19783/sidang-pembobolan-dana-investasi-askrindo-direktur-pt-ram-akui-terlibat-penempatan-investasi-askrindo

http://www.lensaindonesia.com/2012/02/13/kasus-askrindo-berlanjut-polda-metro-jaya-serahkan-berkas-5-tersangka-baru.html

http://www.indonesiamedia.com/kasus-askrindo-saatnya-reformasi-di-bapepam-lk/

http://indonesian.irib.ir/editorial/cakrawala/item/30972-Kasus_Askrindo-_Saatnya_Reformasi_di_Bappepam-LK

http://www.jpnn.com/read/2011/09/22/103558/Kasus-Askrindo-Diduga-Diotaki-Oknum-Bapepam

http://www.rmol.co/read/2013/01/31/96432/Perusahaan-Manajer-Investasi-Divonis-Balikin-Rp-264,5-Miliar-