Corfu-Channel-Case-1949

14
BAB I PENDAHULUAN Meskipun suatu negara adalah berdaulat, namun dengan adanya kedaulatan tersebut tidaklah berarti bahwa negara bebas dari tanggung jawab. Yang menjadi latar belakang timbulnya tanggung jawab negara dalam hukum internasional yaitu bahwa tidak ada satu negara pun yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-hak negara lain. Menurut Rosalyn Higgins, hukum tentang tanggung jawab negara tidak lain adalah hukum yang mengatur akuntabilitas terhadap suatu pelanggaran hukum internasional. Jika suatu negara melanggar suatu kewajiban internasional, negara tersebut bertanggung jawab untuk pelanggaran yang dilakukannya. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai kasus Selat Corfu, Trail Smertel, dan Barcelona Traight, Light, and Power Company. Ketiga kasus ini akan memberikan gambaran mengenai bagaimanakah tanggung jawab negara atas kasus yang terjadi di wilayahnya? Makalah ini bertujuan sebagai salah satu kelengkapan tugas Hukum Internasional. Semoga makalah ini dapat digunakan sebagai referensi mata kuliah hukum internasional dalam kasus-kasus yang berkaitan.

description

ccc

Transcript of Corfu-Channel-Case-1949

Page 1: Corfu-Channel-Case-1949

BAB IPENDAHULUAN

Meskipun suatu negara adalah berdaulat, namun dengan adanya kedaulatan tersebut tidaklah

berarti bahwa negara bebas dari tanggung jawab. Yang menjadi latar belakang timbulnya

tanggung jawab negara dalam hukum internasional yaitu bahwa tidak ada satu negara pun

yang dapat menikmati hak-haknya tanpa menghormati hak-hak negara lain.

Menurut Rosalyn Higgins, hukum tentang tanggung jawab negara tidak lain adalah hukum

yang mengatur akuntabilitas terhadap suatu pelanggaran hukum internasional. Jika suatu

negara melanggar suatu kewajiban internasional, negara tersebut bertanggung jawab untuk

pelanggaran yang dilakukannya.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai kasus Selat Corfu, Trail Smertel, dan Barcelona

Traight, Light, and Power Company. Ketiga kasus ini akan memberikan gambaran

mengenai bagaimanakah tanggung jawab negara atas kasus yang terjadi di wilayahnya?

Makalah ini bertujuan sebagai salah satu kelengkapan tugas Hukum Internasional. Semoga

makalah ini dapat digunakan sebagai referensi mata kuliah hukum internasional dalam

kasus-kasus yang berkaitan.

Page 2: Corfu-Channel-Case-1949

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1. TEORI KESALAHAN

Doktrin hukum internasional mengenai apakah perlu atau tidaknya unsur

kesalahan dalam melahirkan tanggung jawab negara terbagi ke dalam dua teori,

yaitu:

I.1 Teori Subjektif (School of Liability for Fault)

Menurut teori subjektif, tanggung jawab negara ditentukan oleh adanya unsur

kesalahan, yaitu keinginan atau maksud untuk melakukan suatu perbuaan atau

kelalaian pada pejabat atau agen negara. Pendukung dari teori ini misalnya

Grotius, Oppenheim, Fauchille, Lauterpacht.

I.2. Teori Objektif

Teori objektif lahir sebagai kritik terhadap teori subjektif. Pencetus teori ini

adalah Anzilotti pada tahun 1902. Teori ini mendapat dukungan dari antara lain

Brownlie, Hans Kelsen, Jimenez Arechaga, O’ Connell, Schwarzenberger.

Menurut teori objektif, tanggung jawab negara adalah selalu mutlak. Unsur

kesalahan bukan prasyarat untuk terjadinya tindakan atau perbuatan yang salah

secara objektif. Jika pejabat atau agen negara telah melakukan tindakan yang

merugikan orang (asing) lain, maka negara bertanggung jawab menurut hukum

internasional tanpa dibuktikan apakah tindakan tersebut terdapat unsur kesalahan

atau kelalaian.

II.2. TANGGUNG JAWAB PERDATA DAN PIDANA

Menurut sarjana-sarjana penganut aliran hukum internasional tradisional,

sepanjang menyangkut perbuatan atau tindakan suatu negara yang bertentangan

2

Page 3: Corfu-Channel-Case-1949

dengan hukum internasional, maka tanggung jawab yang lahir daripadanya selalu

akan berupa tanggung jawab perdata.

Namun, penulis-penulis modern berpendapat bahwa pembedaan tersebut (pidana

dengan perdata) sebaiknya diadakan. Pendapat ini didasarkan pada adanya

perkembangan serta perubahan yang terjadi dalam konsep hukum internasional

khususnya sejak tahun 1945. Perkembangan yang dimaksud yaitu:

1. Perkembangan konsep Jus Cogens

2. Lahirnya tanggung jawab pidana individu menurut hukum internasional

3. Lahirnya Piagam PBB dan ketentuan-ketentuannya untuk tindakan

penegakan hukum terhadap suatu negara sehubungan dengan tindakannya

yang mengancam atau melanggar perdamaian atau tindakan agresi.

Tanggung jawab negara di bidang pidana dapat diwujudkan ke dalam tanggung

jawab pejabat pemerintahnya (yang berkuasa pada waktu pelanggaran hukum

internasional terjadi). Tanggung jawab perdata tampak misalnya dari tanggung

jawab negara terhadap negara lain atau pengusaha asing sehubungan dengan tidak

dipenuhinya kewajiban-kewajibannya dalam pelaksanaan perjanjian atau kontrak

komersial.

II.3. MACAM-MACAM TANGGUNG JAWAB NEGARA

Secara garis besarnya, tanggung jawab negara dapat dibagi menjadi:

1. Tanggung Jawab Perbuatan Melawan Hukum (Delictual Liability)

a. Eksplorasi Ruang Angkasa

b. Kegiatan Terkait dengan Nuklir

c. Kegiatan-kegiatan Lintas Batas

2. Tanggung Jawab Atas Pelanggaran Perjanjian (Contractual Liability)

a. Pelanggaran perjanjian

b. Pelanggaran Kontrak (Internasional)

3

Page 4: Corfu-Channel-Case-1949

Tanggung jawab perbuatan melawan hukum dalam kegiatan lintas batas latar

belakangnya adalah bahwa setiap negara harus mengawasi dan mengatur setiap

kegiatan di dalam wilayahnya, baik yang sifatnya public maupun perdata, yang

tampaknya kegiatan tersebut dapat melintasi batas negaranya dan menimbulkan

kerugian terhadap negara lain.

Sistem tanggung jawab yang berlaku bergantung kepada bentuk kegiatan yang

bersangkutan. Jika kegiatan tersebut bersifat berbahaya, maka negara yang

wilayahnya dipakai untuk kegiatan seperti itu dapar bertanggung jawab secara

absolut atau mutlak. Namun, jika kegiatan itu normal/ biasa sifatnya maka tanggung

jawab negara bergantung kepada kelalaian atau maksud/ niat dari tindakan tersebut

beserta kerusakan atau kerugian yang ditimbulkannya.

II.4. EXHAUSTION OF LOCAL REMEDIES

Sehubungan dengan lahirnya tanggung jawab negara ini, hukum kebiasaan

internasional menetapkan bahwa sebelum diajukannya kliam/tuntutan ke pengadilan

internasional, langkah-langkah penyelesaian sengketa (local remedies rule) yang

tersedia atau yang diberikan oleh negara tersebut harus terlebih dahulu ditempuh

(exhausted). Tindakan ini dilakukan baik untuk memberi kesempatan kepada negara

itu untuk memperbaiki kesalahnnya menurut sistem hukumnya dan untuk

mengurangi tuntutan-tuntutan internasional.

Ketentuan Local remedies ini tidak belaku manakala:

1) Suatu negara telah melakukan pelanggaran langsung hukum internasional yang

menyebabkan kerugian terhadap negara lainnya.

2) Ketentuan local remedies ini dapat ditarik berdasarkan suatu perjanjian internasional,

misalnya saja pasal XI ayat (1) Space Treaty 1972.

3) Suatu upaya penyelesaian setempat (local remedies) tidak perlu dipergunakan

manakala pengadilan setempat tampaknya tidak menunjukkan akan memberi ganti-

kerugian.

4

Page 5: Corfu-Channel-Case-1949

4) Upaya penyelesaian setempat tidak perlu digunakan apabila hasil atau putusan dari

pengadilan setempat sudah dipastikan akan memberi putusan yang sama dengan

putusan-putusan sebelumnya.

5) Upaya penyelesaian setempat tidak perlu dilakukan manakala upaya tersebut

memang tidak tersedia.

6) Apabila suatu pelanggaran dilakukan oleh pemerintah (eksekutif) yang tidak tunduk

kepada yurisdiksi pengadilan setempat.

7) Negara-negara dapat menyepakati untuk menanggalkan upaya penyelesaian setempat

(local remedies).

BAB III PEMBAHASAN

III.1 CORFU CHANNEL CASE 1946

III.1.1 Ringkasan Kasus

Insiden pertama terjadi pada tanggal 15 Mei 1946 Royal Nevy, yaitu HMS Orion dan HMS

Superb, berlayar memasuki daerah Selat Chorfu, wilayah Albania. Kapal tersebut ditembaki

dengan meriam ketika memasuki wilayah laut territorial Albania. Albania pada saat itu

sedang dalam masa Perang dengan Yunani.

Kejadian kedua pada Oktober 1946, Royal Navy menurunkan dua kapal penjelajah, HMS

Mauritius dan HMS Leander dan kapal penyerang HMS Sumarez dan HMS Volage, kapal-

kapal tersebut diperintahkan untuk melintasi Corfu Channel dengan pernyataan perintah

untuk mengecek reaksi Albania atas peristiwa yang lalu. Kru telah diinstruksi untuk

merespon apabila Albania melakukan penyerangan. Kapal-kapal tersebut terlalu dekat

dengan pantai Albania yang ternyata telah tertanam ranjau sehingga kapal tersebut terkena

ranjau dan 44 orang tewas dan 42 terluka, sebagian besar korban adalah kru dari kapal

Saumarez.

5

Page 6: Corfu-Channel-Case-1949

Atas kejadian ini, Inggris, Royal Navy melakukan pembersihan ranjau-ranjau di Cofu

Channel dengan nama oprasi “Operation Retail”. Berdasarkan Allied Commander-in-Chief

Mediterranean, operasi ini dijalankan tanpa adanya persetujuan Albania.

Hal ini menimbulkan sengketa antara Inggris dengan Albania. Albania merasa tindakan

Inggris yang membersihkan ranjau merupakan perbuatan yang melanggar teritorialnya dan

illegal. Sedangkan Inggris merasa Albania harus bertanggung jawab atas kerusakan dan

korban yang terjadi akibat peristiwa ini. Sengketa ini kemudian diajukan ke ICJ. Keputusan

dari ICJ adalah Albania bertanggung jawab atas kerusakan yang terjadi dengan membayar

ganti rugi US $2,009,437 atau £ 875.000 dan Inggris dinyatakan telah melakukan suatu

tindakan yang illegal, melanggar wilayah territorial, dan ikut campur dalam urusan negara

lain. Akan tetapi Albania menolak untuk membayarnya, akibatnya Inggris menahan 1574 kg

emas milik Albania. Setelah perang mereda dan hubungan diplomatic antara kedua negara

ini membaik, pada tahun 1996 Albania bersedia untuk ganti rugi sebesar US $2,000,000 ,

dan emas yang ditahan Inggris dikembalikan ke Albania.

Penyelesaian sengketa lingkungan hidup internasiona antara Inggris dan Albania didasarkan

pada Prinsip 26 Deklarasi Rio 1992. Prosedur dan mekanisme mengenai penyelesaian

sengketa secara umum diatur oleh Pasal 33 Piagam PBB. Pasal ini mengidentifikasi

beberapa metode atau cara diantaranya negosiasi, penyelidikan, mediasi, konsiliasi,

arbitrasi, penyelesaian pengadilan, upaya badan atau aturan regional, atau pilihan para pihak

III.1.2. Fakta-Fakta Hukum

Pihak-pihak yang bersengketa adalah Inggris dan Albania

Kejadian ini terjadi di Selat Chorfu, wilayah perairan Albania

Insiden pertama terjadi pada tanggal 15 Mei 1946, dimana kapal-kapal Inggris, yaitu

HMS Orion dan HMS Superb yang melewati selat tersebut ditembaki meriam oleh

Albania

Atas insiden yang pertama, Inggris meminta Albania untuk meminta maaf, tetapi

Albania tidak mau karena Albania merasa Inggris memasuki wilayah territorial

Albania tanpa izin

6

Page 7: Corfu-Channel-Case-1949

Pada 22 Oktober 1946, kapal Inggris, Saumarez dan Volage kembali melintas di

Selat Corfu dan menabrak ranjau-ranjau laut yang tersebar di sepanjang Selat Corfu

Hal ini menyebabkan kapal Inggris tersebut rusak, 44 orang tewas, 42 orang luka-

luka. Antara 42 atau 43 yang tewas adalah awak kapal Saumarez,

Inggris meminta ganti kerugian kepada Albania, namun Albania menghiraukannya.

Akhirnya kasus ini dibawa ke ICJ.

III.1.3. Permasalahan Hukum:

1. Apakah Albania bertanggung jawab atas kerugian yang diderita pihak Inggris?

2. Apakah Albania wajib untuk membayar ganti rugi kepada Inggris?

3. Apakah Inggris bersalah telah melanggar hukum internasional dengan tindakannya

pada bulan Oktober dan bulan November saat Inggris membersihkan Selat Chorfu

dari ranjau?

III.1.4. Putusan:

1. Ya, Albania bertanggung jawab atas kerugian Pihak Inggris

2. Albania wajib membayar ganti rugi kepada Inggris sebesar £ 875.000

3. Untuk tindakan pada bulan Oktober, Inggris tidak melanggar kedaulatan dari

Albania,tetapi untuk tindakan pada Inggris pada bulan November dinyatakan bahwa

Inggris bersalah telah melanggar kedaulatan Albania.

III.1.5. Analisis

1. Tanggung Jawab Negara

Umumnya para ahli hukum internasional dalam menganalisa tanggung jawab negara telah

mengupayakan untuk mengemukakan syarat-syarat atau karakteristik lainnya tanggung

jawab negara. Menurut Shaw, yang menjadi karakteristik penting adanya atau lahirnya

tanggung jawab (negara) bergantung kepada faktor-faktor dasar berikut:

7

Page 8: Corfu-Channel-Case-1949

a. Adanya suatu kewajiban hukum internasional yang berlaku antara dua negara

tertentu

b. Adanya suatu perbuatan atau kelalaian yang melanggar kewajiban hukum

internasional; dan

c. Adanya kerusakan atau kerugian sebagai akibat adanya tindakan yang melanggar

hukum atau kelalaian

Karakteristik ini sering dinyatakan dalam praktek pengadilan dalam menangani

sengketa yang berkaitan dengan tanggung jawab negara. Contoh sengketa yang

mencerminkan karakteristik diatas contohnya adalah The Corfu Channel Case 1949.

Mahkamah Internasional yang menangani kasus ini berpendapat bahwa kerusakan,

kerugian serta meninggalnya beberapa awak kapal Inggris ketika melintasi selat

tersebut disebabkan karena kelalaian yang nyata pemerintah Albania tidak

memberitahukan adanya ranjau-ranjau laut di sepanjang perairannya.

Doktrin Hukum Internasional mengenal apakah perlu atau tidaknya unsur kesalahan

dalam melahirkan tanggung jawab negara yang terbagi atas teori subjektif dan teori

objektif.

Menurut teori subjektif, tanggung jawab negara ditentukan oleh adanya unsur

kesalahan, yaitu keinginan atau maksud untuk melakukan suatu perbuatan atau

kelalaian pada pejabat atau agen negara. Sedangkan menurut teori objektif, tanggung

jawab negara adalah selalu mutlak. Teori ini lahir sebagai reaksi atau kritik terhadap

teori subjektif.

Dalam sengketa ini, Corfu Channel Case, Mahkamah Internasional menyatakan

bahwa tidak adanya upaya dari pejabat Albania untuk mencegah kecelakaan dua

kapal perang Inggris telah melahirkan kewajiban internasional Albania, Mahkamah

menyatakan:

“In fact, nothing was attempted by the Albanian authorities to prevent the disaster.

These grave ommissions involve the international responsibility of Albania..”

2. Prinsip Non-intervensi dan Kedaulatan Wilayah Negara

8

Page 9: Corfu-Channel-Case-1949

Kedaulatan territorial atau kedaulatan wilayah adalah kedaulatan yang dimiliki

negara dalam melaksanakan yurisdiksi eksklusif di wilayahnya. Di dalam wilayah

ini negara memiliki wewenang untuk melaksanakan hukum nasionalnya.

Salah satu kedaulatan negara atas wilayahnya adalah kedaulatan negara atas wilayah

laut, misalnya Laut Teritorial. Laut Teritorial adalah laut yang terletak di sisi luar

garis pangkal yang tidak melebihi lebar 12 mil laut diukur dari garis pangkal.

Meskipun negara pantai mempunyai kedaulatan di laut territorial ini, namun di laut

ini masih dimungkinkan negara lain menikmati hak lintas damai, yaitu hak setiap

negara untuk melewati laut ini. Terkait dengan adanya hak lintas damai ini, Albania

seharusnya membiarkan Inggris untuk melewati Selat Corfu. Tindakan Albania

dengan menembakkan api atau meriam ke kapal-kapal Inggris dan tidak

memberitahukan adanya ranjau-ranjau di Selat Corfu merupakan pelanggaran

terhadap hak damai yang dimiliki oleh Inggris. Selain itu berdasarkan ketentuan dari

Hague Convention VIII tahun 1907, Albania berkewajiban untuk memberikan

peringatan kepada Inggris atas tindakannya memasuki Selat Corfu yang merupakan

bagian dari wilayah Albanian, sebagaimana dinyatakan oleh Mahkamah

Internasional :

“ The Albanian Government didn’t notify the existence of these mines as requires by

Hague Convention VIII of 1907 in accordance with the general principles of

international law and humanity”.

Sedangkan jika kita tinjau dari prinsip non-intervensi dan kedaulatan negara terkait

tindakan Inggris pada bulan November 1946 yang membersihkan ranjau-ranjau di

Selat Corfu tanpa izin dari pemerintah Albania, Inggris dianggap telah melakukan

intervensi dan melanggar kedaulatan dari Albania. Prinsip non intervensi merupakan

kewajiban setiap negara berdaulat untuk tidak melakukan tindakan mencampuri

urusan dalam negeri negara lain dalam relasi antarnegara. Prinsip non-intervensi

sebagai salah satu fondasi dasar dalam hukum internasional. berkaitan erat dengan

prinsip kedaulatan negara. Kelahiran kedaulatan negara berkaitan dengan lahirnya

pejanjian Westhpalia 1648 yang meletakkan dasar-dasar masyarakat internasional

modern yang didasarkan atas negara-negara nasional. Negara nasional (nation-state)

pascaWesthpalia memiliki kedaulatan penuh karena didasari oleh paham

kemerdekaan dan persamaan derajat sesama negara.

9

Page 10: Corfu-Channel-Case-1949

Prinsip non-intervensi juga menentukan bahwa antarnegara tidak boleh melakukan

intervensi. Hal ini didasari bahwa hubungan antarnegara didasari dari persamaan

derajat dan bebas. Larangan untuk intervensi antarnegara diatur dalam Piagam PBB

Pasal 2 (4). Pasal tersebut berbunyi :“All members shall refrain in their international

relation from the threat or use of force against the teritorial integrity or political

independence of any state, or in any other manner inconsistent with the purpose of

the United Nations.”

10