Copy of Refrat Mamae Edit2
-
Upload
nanohaniwieko -
Category
Documents
-
view
38 -
download
8
description
Transcript of Copy of Refrat Mamae Edit2
BAB I
PENDAHULUAN
Kanker payudara (KPD) merupakan kanker dengan insiden tertinggi kedua di
Indonesia dan terdapat kecenderungan peningkatan insiden. Angka kejadian KPD di
Amerika 92 / 100.000 wanita / tahun dengan mortalitas yang cukup tinggi yakni 27 /
100.000 atau 18 % dari kematian pada wanita. Di Indonesia berdasarkan
‘Pathological Based Registration’ KPD mempunyai insiden relatif 11,3 %, dan
diperkirakan mempunyai insiden minimal 20.000 kasus baru per tahun dengan lebih
dari 50 % kasus berada dalam stadium lanjut. (1)
Disisi lain kemajuan teknologi kedokteran dan ilmu dasar, biomolekuler
sangat berkembang dan mempengaruhi tata cara penanganan KPD, mulai dari deteksi
dini, diagnostik, terapi serta rehabilitasi dan follow up. Konsep penanganan KPD
tersebut dengan pendekatan sistem bertujuan meminimalkan human error, trasparan,
serta menjamin quality control pada setiap tindakan medik yang diterima pasien.
Untuk mencapai hal tersebut diagnosis kelainan di payudara harus berdasarkan tripel
diagnostik, yaitu pemeriksaan klinis, imaging, dan tissue sampling, yang kesemuanya
harus terintegrasi. Dalam hal ini imaging merupakan critical component dalam
diagnosis kelainan payudara untuk tindakan selanjutnya. (1,2,3)
Oleh karena itu pengetahuan tentang indikasi, teknik pemeriksaan, pemilihan
alat ultrasonografi sudah merupakan standart pemeriksaaan payudara. Pengetahuan
tentang anatomi normal demikian juga kondisi perubahan secara periodik menurut
siklus hormonal serta keadaan patologis payudara harus dimengerti.(3)
1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI
I. Anatomi Payudara. (4,5)
Pada wanita dewasa letak payudara bervariasi antara kosta II – VI atau VII
pada dinding depan dada, mulai dari tepi lateral sternum sampai dengan linea
aksilaris media. Payudara berbatas pada bagian lateral dengan aksila dan fasia
m.seratus anterior dan pada bagian bawahnya dengan dengan fasia m. obliquus
eksternus dan m. rektus abdominis. Besarnya ukuran payudara wanita tergantung dari
usia dan dipengaruhi oleh faktor hormonal.
Payudara terdiri atas 3 lapis yaitu :
1. Lapisan subkutan ( lapisan bawah kulit).
Terdiri atas kulit, jaringan adipose / lemak subkutan dan jaringan pengikat luar.
2. Lapisan mammaria (jaringan fibroglanduler).
Terdiri atas kelenjar, duktus dan jaringan ikat fibrosus.
3. Lapisan retro mammaria.
Terdiri atas lemak di belakang payudara, otot, dan jaringan pengikat dalam.
Payudara terbagi menjadi 15 – 20 lobus dengan jumlah duktus dan lobulus
yang bervariasi. Lobus-lobus tersebut dipisahkan oleh septa-septa fibrosa dan
mempunyai saluran utama menuju papilla payudara. Septa fibrosa pada bagian atas
kelenjar terbentang dari fasia superfisialis m. pektoralis sampai dengan permukaan
kulit dan dikenal sebagai ligamentum suspensorium atau ligamentum Cooper. Fasia
superfisialis m. pektoralis terdiri atas dua lapisan yaitu luar dan dalam. Permukaan
dalam fasia superfisialis dan fasia m. pektoralis dipisahkan oleh celah fasia yang
disebut retro mammary space yang memungkinkan mobilitas payudara, karena berisi
jaringan jaringan ikat longgar. Setiap lobus terdiri atas 30 duktulus atau asini. Dari
lobus tersebut mengalir ASI (air susu ibu) melalui duktus duktus menuju papilla
2
payudara. Di dekat papilla, duktus-duktus bersatu membentuk sinus atau ampula yang
biasanya merupakan pertemuan 5 – 10 duktus.
Sistem duktolobuler terdiri dari 2 lapis :
- lapisan luar : epitel kuboid di dalam lobulus dan duktus ekstra lobuler.
- Lapisan dalam : sel mioepitel.
Papilla payudara berbentuk silindris atau konus, terletak di daerah interkostal
IV. Areola payudara memiliki diameter 2 – 4 cm. Jaringan sub kutan areola terdiri
atas otot otot sirkuler dan radier yang dapat membuat papilla dapat erek pada respon
dari stimulasi.
Sistem Perdarahan dan aliran limfe.
Payudara mendapat perdarahan dari :
1. A.torakalis lateralis yang merupakan cabang a. aksilaris, yang terutama
memberikan aliran darah pada bagian lateral dan atas payudara.
2. A.mamaria interna terutama memperdarahi bagian medial payudara.
3. A interkostalis, arteri ini terutama memberikan aliran darah pada bagian dalam
payudara.
Terdapat anastomosis luas dari arteri tersebut diatas. Ada dua sistem aliran
vena yaitu superfisialis dan profunda. Distribusi vena superfisialis mengalir secara
transversal kearah sternum dan longitudinal ke arah fosa jugularis. Vena profunda
sama jalannya dengan arteri. Pleksus ini akan mengalir ke v. mamaria interna yang
mempunyai kolateral langsung dengan pembuluh kapiler paru-paru yang dapat
menyebabkan penyebaran secara hematogen ke paru paru.
Pengetahuan tentang aliran limfe payudara sangat penting, karena kanker
payudara terutama penyebarannya melalui aliran limfe. Aliran limfe payudara
berasal dari jaringan peri asiner dan peri duktuler yang merupakan suatu pleksus.
Pleksus bagian dalam membentuk pembuluh limfe di atas fasia pektoralis dan
kemudian menembus fasia pektoralis menuju kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar
limfe aksila, yang merupakan aliran limfe primer. Aliran limfe sekunder meliputi
kelenjar limfe infra klavikula dan supra klavikula, substernal, interkostal, dan
3
posterior dari kelenjar limfe mediastinum. Dapat juga mengalir ke medial melalui
kelenjar limfe mediastinum anterior dan parasternal. Pleksus bagian superfisial
bersatu dengan pleksus limfe dari payudara kontra lateral.
II Fisiologi Payudara. (5,6)
Stimulasi dari perkembangan payudara awalnya saat pubertas, dibawah
pengaruh ovarium, dengan keterlibatan kelenjar hipofise anterior dan hipotalamus.
Estrogen menyebabkan pemanjangan dan pembentukan cabang dari duktus, deposisi
jaringan lemak, peningkatan volume dan elastisitas dari jaringan pengikat, serta
peningkatan dari vaskularisasi. Progesteron merangsang pembentukan lobulus.
Selama siklus menstruasi, terjadinya perubahan histologik tergantung pada jumlah
hormon estrogen dan progesteron. Pada hari ke 3 – 7 dari siklus mentruasi,
berhubungan dengan peningkatan estrogen, proliferasi epitel ditunjukkan dengan
peningkatan lapisan sel yang ireguler. Pada hari ke 8-14, terjadi diferensiasi lapisan
epitel. Lumen asini dan duktus membesar pada hari ke 15 – 20, yang merupakan efek
dari progesterone. Selama hari ke 21 – 27, lumen sel epitel mensekresi, yang terlihat
sebagai efek progestinal. Selama kurun waktu yang sama ini, terjadi edema stroma
antra lobuler dan kongesti vena. Pada hari ke 28 – 2 sekresi berhenti, terjadi
penurunan dari edema stroma dan penurunan ukuran lumen.
Selama kehamilan dan laktasi, lobulus berproliferasi dan sel selnya mulai
bersekresi. Involusi dari lobulus terjadi pada saat proses laktasi berhenti. Involusi
pada menopause dari lobulus mempengaruhi epitel dan stroma di sekelilingnya.
Epitel menipis, aktivitas sekresi menurun dan akhirnya hilang seluruhnya. Jaringan
ikat longgar dari lobulus berubah densitasnya, terbentuk jaringan ikat hialin, atau
berubah menjadi stroma yang dalam proses involusi digantikan oleh lemak. Daerah
yang paling akhir mengalami involusi adalah retroareoler dan kwadran lateral atas
payudara. Pemberian hormon terapi pengganti pada menopause akan mengakibatkan
ukuran payudara membesar, bersamaan dengan peningkatan sensasi nyeri dan
kencang pada payudara. Sedangkan pada wanita dengan fibroadenoma dan kista akan
makin membesar serta merangsang terjadinya proses keganasan.
4
BAB III
PROSEDUR DIAGNOSTIK
I. Pemeriksaan klinis : (1, 2,)
1.Anamnesis:
a. Keluhan di payudara atau ketiak dan riwayat penyakitnya meliputi : benjolan,
kecepatan tumbuh, rasa sakit, nipple discharge, retraksi papila, krusta pada areola,
kelainan kulit seperti dimpling, peau d’orange, ulserasi, venektasi, perubahan
warna kulit, benjolan di ketiak dan edema lengan.
b. Keluhan di tempat lain yang berhubungan dengan dengan metastase, antara lain :
nyeri tulang, rasa penuh di hati, batuk / sesak nafas, nyeri kepala hebat, dll.
c. Faktor faktor resiko :
Usia merupakan faktor resiko yang penting oleh karena pada usia 15 – 39 tahun
kemungkinan keganasan payudara 59 / 100.000. Dan makin
meningkat sesuai umur, insiden menurun pada usia diatas 60 tahun.
Faktor hormonal bisa berasal dari hormon endogen dan eksogen. Eksogen berupa
pemberian terapi hormonal jangka lama. Endogen yang berhubungan dengan
peran ovarium. Menarche awal, menopause lanjut ( > 55 tahun), nulipara, anak
pertama lahir diatas usia 35 tahun, tidak menyusui, dapat menyebabkan terjadinya
KPD. Pengunaan kontrasepsi oral meningkatkan resiko KPD sebesar 25 %,
demikian juga dengan penggunaan hormon terapi pengganti. Peningkatan
terjadinya KPD tergantung pada periode penggunaan dan berbagai faktor biologis
lainnya ( obesitas, konsumsi alkohol, tumor jinak payudara
Faktor keluarga sekitar 3 – 10 % penderita mempunyai riwayat keluarga positif
menderita KPD, karsinoma endometrial atau kolon. Informasi lain yang penting
adalah jumlah anggota keluarga yang terkena, usia saat dideteksi, dan hubungan
dekat atau tidak.
d. Riwayat radiasi dinding dada sebelumnya.
5
II. Pemeriksaan Fisik
Meliputi status generalis dan status lokalis dimana payudara kanan dan kiri
harus diperiksa. Massa tumor harus di evaluasi dari : lokasi, ukuran, konsistensi,
permukaan, bentuk dan batas, jumlah, fiksasi atau tidak ke jaringan payudara, ke
kulit, m. pektoralis dan dinding dada. Perubahan pada kulit harus diperiksa misal :
kemerahan, dimpling, edema, nodul satelit, ulserasi, peau d’orange. Pada areola
apakah tertarik, erosi, adanya krusta serta discharge.
Pemeriksaan kelenjar limfe aksila, infra dan supra klavikula meliputi : ukuran,
konsistensi, dan terfiksir dengan jaringan sekitar atau tidak.
III Pemeriksaan Imaging. (2, 3)
a. Mammografi dan USG payudara.
b. Foto thoraks.
c. USG Abdomen.
6
BAB IV
USG PAYUDARA
I. Indikasi: (3, 4, 6, 7, 8)
1. Untuk menilai lesi yang sudah dideteksi oleh pemeriksaan klinis.
2. Untuk membedakan lesi kistik atau solid yang sulit dibedakan secara
mammografi.
3. Untuk guiding FNAB, core biopsi, pre operasi dan durante operasi.
4. Untuk menilai massa palpable pada wanita dibawah 30 tahun, hamil, atau
laktasi.
5. Untuk konfirmasi visualisasi yang lebih jelas pada lesi yang pada
mammografi hanya tampak dalam 1 proyeksi misalnya lokasi di dekat dinding
dada.
6. Digunakan untuk membedakan lesi benigna atau maligna.
7. Merupakan komponen dasar untuk melaporkan kondisi / imaging payudara
secara menyeluruh.
II. Pemilihan Alat (4, 6, 7, 8).
Kelengkapan ultrasonografi dengan transduser sebagai penanda untuk
pemeriksaan payudara sangat luas dalam spesifikasi, desain dan kwalitas. Frekwensi
transduser harus cukup tinggi untuk membedakan kista, dan massa solid. Transduser
yang berkwalitas dan resolusinya cukup baik bisa digunakan untuk menganalisa
gambar yang sulit. Frekwensi yang digunakan 7,5 sampai 10 MHz. Dalamnya fokus
kurang lebih 3 cm.
IV.Teknik Pemeriksaan. (4, 6)
Ada beberapa cara pemeriksaan ultrasonografi, diantaranya adalah :
1. Water path scanning. Berkembang antara tahun 1970-80. Teknik ini menggunakan
single focus real time scanner. Kesulitannya tidak bisa menggambarkan resolusi
7
lateral. Diameter probe lebar., dan komponen yang mendasar adalah menggunakan air
diantara transduser dan obyek. Ada 2 macam yang dikenal :
a. Teknik Water bag:
Posisi pasien supine, kantong air ditutup rapat dengan film ditempatkan diatas
payudara. Pemeriksaan dilakukan dengan transduser tunggal yang ada dalam kantong
tersebut, yang digerakkan oleh motor sepanjang garis edar linear. Gambar yang
dihasilkan longitudinal atau cross sectional. Pemeriksaannya lambat dan memakan
waktu sehingga membosankan. Dan juga sulit untuk memperoleh gambar pada bagian
perifer dari kantong air tersebut, khususnya kwadran lateral dan aksila pada payudara
yang lebar. Meskipun demikian teknik ini dapat menunjukkan gambaran anatomik
secara detil, tetapi sekarang sudah tidak digunakan lagi untuk pemeriksaan klinik.
b.Teknik Immersion :
Posisi pasien prone pada sofa dengan kantong air yang lebar. Payudara
diletakkan sedemikian rupa pada kantong air sehingga seperti mengapung bebas pada
air.Transduser digerakkan oleh motor, pada dasar dari kantong, secara horisontal
dengan remote control. Keuntungannya hasil yang dicapai lebih komplit, payudara
secara sistematis tercakup semua, dan pengoperasiannya lebih mudah. Biasanya
disertai dengan beberapa tingkatan kompresi untuk memperoleh gambar yang bagus
dan menghindari gambar artefak. Ada 2 macam yaitu simple scan dan compound
scan. Pada jenis simple scan lebih jelas untuk lesi fokal, sedang compound scan lebih
baik dalam memperlihatkan struktur anatomi.
2. Pemeriksaan Real Time.
a. Posisi pasien.
Pemeriksaan real time berbeda dari pengamatan immersion dimana hanya
sebagian kecil dari payudara yang tampak. Sehingga kebanyakan pemeriksa lebih
menyukai jenis pemeriksaan ini terutama untuk massa yang teraba. Perbedaan lainnya
adalah penekanan transduser pada parenkim payudara, yang mengubah tampilan citra.
8
Dengan demikian teknik pemeriksaan harus diadaptasi secara spesifik untuk
memperoleh hasil yang optimum.
Pada pemeriksaan real time, pasien diposisikan telentang. Lengan dinaikkan
dan tangan digenggam di belakang leher. Posisi telentang menyebabkan payudara
merapat ke dinding dada dan pengangkatan lengan memberikan penekanan pada
muskulus pektoralis yang membantu meratakan dan menstabilkan payudara. Hal ini
memudahkan pemeriksaan secara utuh dan sistematik, karena pendataran payudara
mengurangi ketebalan regio yang diperiksa, sehingga sonografi dapat dipusatkan
secara selektif pada area yang lebih kecil. Pengurangan ketebalan jaringan dan
pendataran struktur payudara juga meningkatkan penetrasi suara dan mengurangi
kemungkinan terdapatnya bayangan akustik yang mengganggu, akibat dari efek
refraksi.
Jika pada posisi telentang massa teraba tidak dapat dilokasikan, pindahkan
pasien ke posisi duduk sehingga memungkinkan pemeriksa mengetahui lokasi lesi.
Sulit untuk memeriksa secara sistematik pada posisi duduk karena payudara bebas
bergerak dan memiliki volume yang lebih besar.
Pada payudara yang berukuran lebih besar, parenkim cenderung bergeser ke
arah lateral sehingga distribusi jaringan tidak sama dan menyulitkan pemeriksaan
sistematik. Pada kondisi ini sisi yang diperiksa harus dinaikkan pada bantalan (lipatan
handuk, bantal pasir) untuk menggeser payudara ke medial agar distribusi jaringan
lebih rata dan memudahkan pemeriksaan kuadran luar.
b. Cara memegang transduser.
Transduser harus dipegang pada pangkalnya dan lengan bawah pemeriksa
bersandar ringan pada tubuh pasien. Transduser digerakkan oleh pergelangan tangan
bukan dengan seluruh lengan. Hal ini untuk memudahkan dalam menggerakkan probe
secara sistematik melewati permukaan cembung payudara dengan umpan balik taktil
yang baik sambil memperhatikan monitor. Sensasi sentuhan lebih baik pada
pergelangan tangan daripada sepanjang lengan, hal ini penting karena diperlukan
9
tekanan transduser yang cukup untuk mengatasi kontak keseluruhan pada permukaan
kulit. Penggerakan transduser dengan pergelangan tangan memudahkan pemeriksa
merasakan massa subkutaneus dan daerah peningkatan pengerasan payudara.
Penggerakan dengan lengan dapat mempengaruhi indera perasa. Lebih baik
pemeriksa duduk setinggi pasien daripada berdiri agar pemeriksaan dapat dilakukan
dalam posisi yang nyaman.
c. Teknik Pemeriksaan standart. (4, 6, 7)
1. Scan Sagital.
Pemeriksaan payudara secara keseluruhan dapat dilakukan dengan scan
sagital. Perlintasan tergantung pada ukuran payudara dan lebar dari transduser.
Transduser diletakkan pada aksila kemudian digerakkan ke arah depan, ke linea
aksilaris anterior, selanjutnya dari arah lateral ke medial ke arah regio
parasternal,transduser digeser ke kaudal dan digerakkan berbalik ke sternum.
Transduser harus selalu dipegang tegak lurus permukaan kulit. Membuat sudut pada
transduser akan menyebabkan penetrasi suara yang buruk. Penggunaan tekanan
transduser yang tepat juga penting. Menggunakan terlalu banyak tekanan akan
merusak bentuk, mengubah struktur anatomi payudara dan menyulitkan evaluasi.
2. Scan Transversal.
Scan transversal dilakukan untuk meyakinkan tidak terdapat lesi lesi kecil
yang terlewati pada pemeriksaan sagital. Scan diawali dengan memutar transduser
90º dan mengamati dari medial ke lateral dengan mengikuti pola naik turun dan
menggeser probe sesuai lebarnya untuk setiap perlintasan secara berturut turut. Pada
payudara yang besar dimana bagian luar sulit dievaluasi dengan scan sagital,
penempatan transduser transversal dapat membantu memadatkan area ini dengan
merata dan pemeriksaan jadi lebih sistematik.
3. Scan Radier.
Karena duktus laktiferus mengumpul secara radier ke arah areola puting susu
dari perifer dan berakhir di puting susu, scan radier berguna untuk mengevaluasi
10
struktur duktus laktiferus. Kekurangan dari scan radier ini adalah pola sirkuler dan
radier transduser tidak dapat mencakup seluruh parenkim payudara. Agar dapat
mencakup seluruh payudara, transduser harus melewati banyak jalur sirkuler di
sekitar areola puting susu dan perifer. Sulit untuk melakukannya secara sistematis dan
diperlukan banyak waktu. Lebih mudah mengetahui letak lesi fokal dengan scan
sagital atau transversal dan setelah itu dilakukan scan radial selektif pada lesi untuk
memeriksa apakah terdapat perubahan intraduktus atau perluasan tumor di sepanjang
duktus. Daerah dilatasi duktus atau perluasan tumor dapat dilihat di potongan
transversal atau sagital pada citra bidang sagital dan hanya perlu memutar transduser
ke arah radier untuk mendapat pencitraan daerah dengan potongan longitudinal.
4.Scan Tangensial (Anti radier).
Beberapa pemeriksa melakukan scan tangensial di daerah perifer payudara dengan
menggerakkan transduser ke pusat payudara sambil tetap mempertahankan sudut scan
tegak lurus duktus. Scan berjalan searah jarum jam di sekitar payudara dalam
lingkaran konsentrik. Teknik ini sangat membutuhkan banyak waktu karena bidang
scan menyebar dari satu ke yang lain ke arah perifer dan terjadi peningkatan
overlapping ke arah pusat payudara. Bahkan jika jalur transduser didekatkan terdapat
resiko terlewatinya lesi fokal perifer dan lesi berukuran kecil pada jarak antara bidang
scan. Hasilnya, scan tangensial dapat direkomendasikan sebagai teknik tambahan
namun tidak seharusnya digunakan secara tunggal.
5. Palpasi echo.
Sonografi payudara merupakan cara pemeriksaan untuk massa yang teraba,
tetapi dengan teknik pemeriksaan yang sistematik dan rasional maka lesi yang tidak
terabapun dapat terdeteksi dengan sonografi modern frekwensi tinggi dan terfokus
dengan baik. Seringkali massa tersebut adalah area fibrosis parenkim yang
teridentifikasi dengan sonografi namun tidak dapat ditentukan dengan palpasi.
Pemeriksa menggunakan satu tangan untuk palpasi dan imobilisasi massa diantara
dua jari dan dengan tangan yang lain menggerakkan transduser diantara jari-jari yang
11
melakukan palpasi dan menggerakkannya perlahan lahan maju mundur diatas massa,
dengan penekanan untuk menilai kompresibilitas dari massa. Jumlah jel yang
digunakan di antara transduser dan kulit harus mencukupi untuk menyingkirkan udara
sehingga meminimalkan reverberasi artefak.
3. Pemeriksaan Dinamis.
Sonografi payudara bukan merupakan pemeriksaan statis dan pencitraan dua
demensi namun harus dipandang sebagai modalitas dinamik yang dapat mencakup
semua demensi dari payudara. Transduser dapat dimiringkan dan digerakkan untuk
menetapkan perluasan ruang dari struktur dalam payudara, misalnya dalam menilai
jaringan lemak yang telah menginfiltrasi parenkim payudara. Seringkali jaringan ini
tampak sebagai lesi bulat hipoekoik yang disalahartikan sebagai tumor hipoekoik.
Berbagai tingkatan penekanan transduser dapat dilakukan pada permukaan
payudara untuk memeriksa kompresibilitas struktur intramamaria. Jaringan lemak
sangat lembut sehingga pada penekanan transduser dapat berubah bentuk. Teknik lain
adalah dengan menekan ke bawah ujung transduser dengan jari dan mengamati
efeknya pada jaringan di bawahnya. Jaringan glanduler dan jaringan lemak mudah
berubah bentuk sedangkan tumor mempunyai konsistensi yang lebih keras dan
menunjukkan sedikit ada atau tidak ada kompresibilitas. Kompresi juga dapat
menciptakan daerah peningkatan atenuasi yang disebabkan oleh karena tumor
menyerap suara atau artefak yang disebabkan pancaran tangensial atau oblik pada
jaringan ikat normal atau struktur parenkim. Jika jaringan diratakan dengan
penekanan dan transmisi suara ditingkatkan, bayangan artefak ini akan menghilang.
12
BAB IV
SONOGRAFI ANATOMI PAYUDARA DAN AKSILA.
Pada skema potongan anteroposterior payudara dapat diamati sebagai berikut :
kulit, lemak subkulit, ligamentum Cooper’s, fascia mammaria superficial, parenkim
payudara (dengan duktus dan lobulus) , jaringan fibrosis lemak interlobulus, fascia
mammaria interna, muskulus pektoralis mayor dan minor, kosta dan spasium
interkosta, pleura dan paru. Secara sonografi gambarannya sebagai berikut :
Kulit : hiperekhoik.
Lemak subkitis : hipoekhoik.
Papila mammae : hipoekhoik.
Parenkim : hiperekhoik.
Jaringan ikat : hiperekhoik.
Ligamentum Cooper : hiperekhoik.
Lemak interlobulus : hipoekhoik.
Lemak retromammaria : hipoekhoik.
Duktus laktiferus : anekhoik.
Payudara terdiri dari berbagai macam komponen jaringan dan komposisinya
tergantung usia, pengaruh hormonal, perubahan struktur (kongenital, degeneratif, atau
patologi), dan karaktristik individual. Jaringan payudara wanita muda terdiri lebih
banyak parenkim dan sedikit lemak. Dengan penuaan jaringan glanduler payudara
digantikan dengan jaringan ikat dan lemak. Komponen payudara bervariasi pada
setiap individu. Ekhogenitas rendah merupakan ciri jaringan payudara normal dan
pola yang sama dapat diamati pada post menopause dengan terapi pengganti hormon
serta pada parenkim yang udematus pada stadium awal inflamasi. Pada keadaan
perubahan fibrokistik, parenkim menjadi lebih ekhogenik karena peningkatan
proporsi jaringan ikat dan tampak lebih cemerlang, sedangkan lapisan yang lebih
dalam sering tampak lebih hipoekoik dan dapat diatasi dengan penekanan akan
memperbaiki pencitraan jaringan yang lebih dalam. Bagian posterior parenkim
13
payudara melekat pada fascia muskulus pektoralis mayor. Fascia ini tampak sebagai
garis ekhogenik yang membatasi dinding dada. Serat serat otot tampak diantara
bidang fasial anterior dan posterior. Pada potongan sagital, iga yang terletak di dasar
tampak sebagai struktur bulat, hipoekhoik dan sebagian sonolusen, yaitu pada
perlekatan kartilago sternal. Segmen tulang iga yang lebih distal mirip seperti massa
yang terbatas, hipoekhoik, dengan acustic shadow, dan jangan disalah artikan sebagai
tumor intra mammaria. (4,6,7)
Pada pemeriksaan regio parasternal melalui spasium interkosta dimungkinkan
untuk menilai rantai limfonodi parasternal. Hal ini penting pada tumor payudara
kuadran medial bisa bermetastasis pada limfonodi ini, dimana secara klinis sulit
dinilai karena letaknya pada bagian dalam fascia otot sehingga pada saat operasi tidak
diangkat. Bila limfonodi terdeteksi dengan sonografi dokter bedah akan melakukan
pengangkatan secara selektif. Secara sonografi tampak sebagai massa hipoekoik
dengan berbagai ukuran yang mirip dengan gambaran kosta pada potongan sagital. (4)
Batas anatomi dari aksila tampak dari luar ketika lengan diangkat. Batas
superior aksila adalah tepi bawah muskulus pektoralis mayor, yang melintas secara
lateral ke arah humerus dari dinding dada, di bawahnya terdapat muskulus pektoralis
minor. Kebanyakan limfonodi pada regio ini melekat pada jaringan limfe aksiler dan
jaringan lemak. Ketebalan bagian dan proporsi jaringan lemak aksiler bervareasi pada
masing masing individu. Semakin tebal bagian lemak semakin sulit untuk meraba
limfonodi aksiler dan semakin buruk gambaran sonografi pada struktur yang lebih
dalam. Kebanyakan limfonodi aksila isoekoik dengan jaringan lemak, walau beberapa
nodul menggambarkan hilus yang ekogenik. Limfonodi aksila yang teraba biasanya
merupakan akibat dari pembesaran reaksi non spesifik. Sebaliknya nodul metastase
tampak hipoekoik. Harus diperhatikan apakah ditemukan abnormalitas pada aksila.
Jika limfonodi aksiler reaktif atau membesar dan ditemukan nodul hipoekoik, jumlah
dan ukuran harus didokumentasikan, hal ini juga berlaku bagi nodul parasternal.
Penting untuk menilai sonografi normal payudara karena distorsi jaringan
dapat menunjukkan bukti penting dari suatu penyakit yang potensial. Pada
14
kebanyakan kasus, keseluruhan arsitektur payudara dapat dinilai. Tebal kutis
normalnya antara 0,5 - 2 mm, jika lebih dari 5 mm diwaspadai adanya malignansi
ataukah hanya jaringan parut saja. Jika malignansi gambaran sonografinya
hipoekhoik, sedang jaringan parut tampak hiperkhoik.
Infiltrasi jaringan lemak yang tampak seperti lesi fokal pada parenkim dapat
diidentifikasi dengan menambahkan tekanan atau memutar transduser untuk
menegaskan perluasan dari infiltrasi lemak. Langkah ini harus didokumentasikan
dengan banyak citra sehingga dapat direproduksi kembali oleh pemeriksa yang
berbeda. Parenkim payudara dapat digolongkan berdasarkan ekhogenitasnya, normal
atau tampak fibrosis ringan, sedang, atau berat yang berkaitan dengan peningkatan
ekhogenitasnya. Fibrosis berat melemahkan pancaran ultrasonografi dan batas
kedalaman penetrasi pada transduser frekwensi tinggi.
Duktus juga harus dinilai sebagai bagian dari anatomi payudara normal,
adakah pelebaran, adakah gambaran massa didalamnya, scan dilakukan sampai pada
regio retro areoler secara radier adakah lesi di dalamnya.
Lesi pada payudara dideskripsikan secara akurat dengan kriteria berikut : (4,8)
bentuk
kontur
tepi
struktur internal (pola ekho)
ekhogenitas
transmisi suara
bayangan tepi
ukuran
orientasi aksial (rasio dari diameter longitudinal dan transversal)
kompresibilitas
mobilitas
distorsi arsitektur.
15
Jika terdeteksi lesi fokal harus didokumentasikan pada setidaknya 2 bidang,
serta pemberian keterangan lesi sesuai sumbu jarum jam., lobulus lemak tampak
tipikal sebagai struktur memanjang pada bidang kedua.
Kriteria diagnostik sonografi payudara menurut penulis lain meliputi tanda
primer dan sekunder. (8)
Tanda Primer :
Bentuk : teratur atau tidak teratur.
Batas : licin atau kasar.
Struktur ekho internal : homogen atau heterogen.
Koronal : tipis teratur atau tebal tak teratur.
Ekho posterior : ada atau tidak.
Bayangan samping : ada atau tidak.
Depth / wide ratio : < 1 atau > 1.
Tanda Sekunder :
Penebalan kutis.
Perubahan pada ligamentum Cooper
Distorsi parenkim sekitar lesi
Invasi ke kutis dan otot pektoralis serta fasianya.
Pada umumnya lesi jinak tidak disertai tanda tanda sekunder.
Dengan pemeriksaan Doppler berwarna yang digunakan untuk mengevaluasi
adanya aliran, kaliber dan velositas pembuluh darah maka dapat membedakan sifat
tumor berdasarkan neovaskularisasi yang terjadi. Karena karsinoma payudara
hipervaskuler dan banyak lesi jinak yang hipovaskuler, diharapkan penentuan pola
aliran darah pada suatu lesi dapat membedakan proses keganasan dari yang jinak.
Pada keganasan pola vaskuler berupa peningkatan vaskuler sepanjang tepi massa dan
meluas ke pusatnya (intra tumoral ). Pembuluh darah ini sering bercabang / múltiple,
berkelok kelok , dan tidak teratur. Jika gambaran pembuluh darah ini halus, lurus,
jumlahnya satu atau dua dan sering terdapat paralel di perifer massa / tidak intra
tumoral, lebih menggambarkan lesi jinak, seperti fibroadenoma. (4, 6, 7, 8, 11)
16
Literatur lain mengelompokkan sonografi dalam 2 kategori (7, 11)
Karakteristik lesi jinak :
Pada umumnya massa jinak mempunyai batas halus, internal ekho homogen
dengan batas tegas pada posterior dan anterior dengan arsitektur atau struktur
sekitarnya utuh dan tak ada deformitas. Lesi bebas dari jaringan sekitar dan
kompresible dengan posterior akustik enhancement yang jelas. Kista pada umumnya
kompresible, dengan ciri ciri : tanpa internal ekho, disertai posterior enhancement,
homogen, anekhoik, kadang kadang dengan pseudokapsul, bisa berbentuk elips
dengan diameter transversal lebih lebar daripada diameter anteroposterior, lobulasi
tidak lebih dari empat, dan kompresible.
Karakteristik lesi ganas :
Pada umumnya tepi lesi ireguler, batas tak jelas dan adanya infiltrasi pada
ujungnya dengan ekogenitas yang berganti - ganti atau campuran pada permukaan
massa. Internal ekho heterogen disertai bayangan akustik ireguler. Lesi meluas dan
tidak kompresibel dan kadang kadang dengan vaskularisasi yang berkelok kelok dan
ireguler. Kebanyakan lesi membesar secara vertikal. Perluasan lesi bisa sampai ke
puting payudara melalui duktus. Lesi dapat berbentuk multipel dengan lobulasi kecil-
kecil pada pinggir massa tumor. Gambaran yang mendukung lesi cenderung ganas
adalah : adanya permukaan ireguler atau spikula pada tepi lesi, berbentuk anguler
atau dengan lobulasi lebih dari tiga, adanya mikrolobulasi, batas tak jelas, diameter
anteroposterior lebih besar daripada lebar, hipoekoik, adanya atenuasi ekho distal,
adanya ekstensi ke duktus.
Beberapa Lesi sonografik fokal : (4, 6, 7, 8, 9, 10)
a.Abses.
Abses merupakan fokal infeksi pada jaringan payudara, ditandai dengan
akumulasi pus di dalamnya. Sering terjadi pada masa laktasi dan pada umumnya
17
disebabkan oleh Stafilokokus dan Streptokokus. Gambaran khas pada stadium akut
berupa akumulasi cairan pada jaringan ikat payudara, jika proses melanjut akan
terjadi nekrotik yang inhomogen, kemudian pecah secara spontan melalui lapisan
subkutis. Secara sonografi akan tampak sebagai lesi fokal hipoekoik, ireguler dengan
kompleks massa yang lebih ekhogenik, inhomogen dengan posterior akustik
enhancement, adanya ekho internal, dengan kompresi lesi menjadi mendatar, mobil.
Kadang kadang lesi multipel dan berhubungan dengan duktus. Batas lesi bervariasi
bisa ireguler ataupun sirkumskrip.
b.Kista.
Ada beberapa bentukan kista, yakni kista simpel, infeksi dan kista kompleks.
Kista simpel mempunyai struktur oval atau bulat dengan dinding epitel dan berisi
cairan, sedangkan kista kompleks secara sonografi tampak ada septa-septa tipis di
dalamnya. Sering dijumpai pada wanita dewasa, puncaknya pada usia 35-50 tahun.
Gambaran sonografi tampak sebagai massa dengan dinding tipis, berbatas
tegas, berbentuk bulat atau oval, anekhoik, dengan posterior akustik enhancement.
Dengan kompresi akan mengalami pendataran / berbentuk gepeng. Sonografi dapat
membedakan massa solid dari massa kistik yang pada mammogram sulit
diinterpretasikan.Ukuran kista berfluktuasi mengikuti siklus menstruasi, pada fase
premenstrual ukurannya mencapai puncaknya. Kista simpel jarang berpotensi
menjadi keganasan. Jika dijumpai massa kistik yang mengandung suatu fokus
jaringan padat atau penebalan otot yang tidak teratur harus dipertimbangkan adanya
suatu keganasan dan perlunya biopsi.
c. Massa padat.
Diagnostik pasti suatu massa padat didasarkan pada pemeriksaan
histologisnya. Namun demikian karakteristik tertentu secara sonografi dapat
membantu dalam menentukan apakah suatu massa padat ada kecenderungan proses
keganasan atau tidak. Misalnya :
18
Fibro adenoma mammae ( FAM).
Merupakan tumor jinak fibroepitelial. Sering dijumpai pada wanita semua
usia, berupa massa solid dengan gambaran sonografi berupa lesi hipoekhoik berbatas
tegas. Bentuk bervariasi bisa oval, bulat, lobulated, struktur homogen. Pada wanita
menopause massa dapat mengalami involusi dan memberi gambaran kalsifikasi
popkorn yang tampak nyata pada mammogram.
Tumor phylloides. (4, 9)
Merupakan neoplasma epitelial dari stroma periduktal yang berproliferasi
didalam jaringan ikat. Lesi berukuran besar, dengan batas tegas, tepi halus.
Permukaan lobulasi, bulat atau oval, ukuran 1- 45 cm, rata-rata 4-5 cm. Gambaran
sonografi berupa lesi hipoekhoik, homogen, batas tegas, permukaan rata. Sulit
dibedakan dengan giant fibroadenoma.
Etiologi tidak diketahui, jarang pada usia dibawah 30 tahun, pada umumnya
ditemukan pada dekade ke 4 – 6.
Perubahan Fibrokistik : (4, 6, 7, 12)
Pada usia sekitar 35 tahun, mulai berkembang perubahan degenerasi struktural
pada jaringan glandular payudara. Involusi, yaitu dimana jaringan parenkim
digantikan oleh jaringan lemak, disertai dengan berbagai macam tingkatan proliferasi
jaringan fibrosa. Fibrosis dapat mengenai seluruh payudara atau hanya sebagian, dan
jaringan periduktus lebih sering terkena daripada jaringan interlobuler. Terjadi
pelebaran duktus dan dilatasi kistik pada duktus yang tersumbat dan terjadi
ketidakseimbangan antara reabsorbsi. Hal ini disebabkan oleh perubahan siklus
menstruasi dan faktor predisposisi individu.
Perubahan fibrokistik (sinonim : penyakit fibrokistik, mastopati) biasanya
dihubungkan dengan siklus nyeri berulang dan pengerasan payudara yang tersebar
atau terbatas. Beberapa kasus tidak menunjukkan manifestasi klinis. Secara umum
19
tidak diperlukan terapi, dan sebagian besar pasien dengan perubahan fibrokistik dapat
mentoleransi gejala jika disugesti secara tepat.
Pada pemeriksaan fisik dapat ditemui kesulitan dalam menginterpretasikan
daerah pengerasan pada fibrosa padat payudara atau kista berbatas tegas yang dapat
dipalpasi. Perubahan fibrokistik terdeteksi secara histologi pada 50 % wanita 40-50
tahun. Penemuan khas berupa parenkim yang fibrosis tampak hiperekoik dan
strukturnya lebih kasar dari jaringan glandular normal. Agregasi mikrokista atau
makrokista adalah penemuan khas pada bentuk proliferasi perubahan fibrokistik dan
sering berhubungan dengan dilatasi duktus. Yang tampak sebagai struktur tubuler
dengan diameter 1-2 mm yang berkumpul ke arah puting susu. Tepi duktus rata dan
duktus meruncing ke arah perifer. Distensi duktus dengan diameter 3-4 mm jarang
terjadi, namun bila dinding duktus masih rata dan berisi anekoik maka tidak dicurigai
terjadi perubahan proliferasi.
Keterbatasan USG : (3, 6, 8)
1. Sangat tergantung pada operator.
2. Membutuhkan waktu dan ketelitian karena pemeriksaan tidak dapat diulang.
(pada mammografi, hasil foto bisa dicermati berulang ulang).
3. Kesulitan pada pemeriksaan payudara yang besar. (fatty breast)
4. Tidak bisa melihat mikrokalsifikasi, tidak untuk skrining.
20
RINGKASAN
Ada berbagai macam pendapat tentang cara terbaik untuk melakukan
pemeriksaan ultrasonografi payudara. Teknik yang digunakan harus mudah dipelajari
dan dilakukan secara efisien dan sistematis serta gambar dapat direproduksi kembali.
Pemeriksaan sistematis dengan posisi telentang dan lengan diangkat dipilih sebagai
pemeriksaan rutin. Ini merupakan pendekatan efektif untuk menilai lapisan anatomi
payudara normal : kulit, jaringan sub kutan, jaringan fibroglanduler, duktus, lemak
retromammaria, dan dinding dada, serta evaluasi kelenjar limfonodi. Tekanan
transduser berguna untuk memeriksa kompresibilitas jaringan lokal dan peningkatan
penetrasi akustik.
Sonografi adalah modalitas pencitraan payudara yang terpenting setelah
mammografi. Fungsinya yang terpenting adalah : (6)
- Mendiagnosis kista
- Memperkirakan massa yang tidak dapat dinilai seluruhnya dengan
mammografi
- Menggolongkan massa yang teraba, namun pada mammografi disamarkan
oleh jaringan padat.
- Pencitraan untuk memandu biopsi perkutaneus
Hal yang harus dipertimbangkan dalam menafsirkan sonografi adalah :
- Bila pada sonografi ditemukan jinak dan pada mammografi dicurigai
ganas, tetap dipertimbangkan kemungkinan keganasan.
- Sebuah massa yang tidak dapat dilihat dengan sonografi harus
dipertimbangkan bahwa massa bukan kista dan kemungkinan padat.
Sehingga secara tidak langsung lesi ini juga dapat disebabkan oleh
karsinoma.
- Jika terdapat keraguan tentang kejinakan dari lesi setelah pemeriksaan
pencitraan komplet, diindikasikan prosedur diagnosis lebih lanjut (biopsi).
21
Evaluasi USG pada lesi maligna : (3)
1. Ukuran tumor, letak terhadap areola.
2. Jarak tumor dengan m. pektoralis.
3. Adanya limfatik edema di sekitar tumor seberapa luas.
4. Evaluasi keterlibatan kelenjar limfe aksila dan mamaria interna.
5. Evaluasi hepar adakah metastase.
Evaluasi USG pada lesi benigna. (3)
1. Lesi kistik atau solid, tepi rata halus atau tidak.
2. Pada multi kistik, evaluasi harus ketat adakah lesi intra kistik diantaranya.
3. Pada suspek fibro adenoma harus dicari dengan benar jumlah lesi yang ada.
Kebanyakan jumlah temuan secara USG lebih banyak dari yang teraba.
4. Adakah tanda tanda infeksi pada payudara.
5. Penebalan setempat dari glanduler yang dipalpasi teraba tumor mirip dengan
fibro adenoma termasuk dalam benign breast change.
6. Evaluasi jaringan di sekitar lesi, adakah distorsi.
22
DAFTAR PUSTAKA
1. Peraboi. Protokol Penatalaksanaan Kanker Payudara. Dalam Kumpulan
Naskah Ilmiah Muktamar Nasional VI. Semarang. 2003 : 1 – 13.
2. Suprabawati DGA. Clinical Examination and the Impotance of team work
Diagnosing early Breast Cancer. Dalam Comprehensive Practical
Approach on Management of Breast Cancer. Surabaya. 2004 : 35 – 44.
3. Sri Redjeki. Imaging Strategy in Breast Cancer Diagnostic. Dalam
Indonesian Issue on Breast Cancer I. Surabaya. 2004 : 66 – 73.
4. Madjar H. The Practice of Breast Ultrasound. Thieme. Stuttgart. 2000.
5. Price AS, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit. EGC.
Ed 4. Jakarta.1995 :1140 – 44.
6. Heywang - Kobrunner S, Dershaw D. Diagnostic Breast Imaging. Thieme.
Stuttgart. 2001 : 87-101.
7. Brkljacic B, Pavic L. Ultrasound of the Breast. In Donald School
Textbook of Ultrasound in Obstetrics and Gynecology. Jaypee Brothers
Medical Publisher. New Delhi. 772-92.
8. Makes D. Ultrasonografi Payudara. Makalah Pendidikan Kedokteran
Berkelanjutan Ultrasonografi Doppler. Jakarta. 2003.
9. Birdwell R, Morris E. Breast Pocket Radiologist Top 100 diagnosis. WB
Saunders Co. Utah. 2003.
10. Goldberg BB, Petterson H. Ultrasonografi, the Nicer year book. Isis
Medical Media. Oslo. 1996 : 377 – 95.
11. Peart O. Mammography and Breast Imaging just the fact. Mc Graw Hill.
Singapura. International ed. 2005.
12. American Cancer Society Guidelines for Breast Cancer Screening Update
2003. Smith et all. Available from URL http://www.American Cancer
Society/Guidelines for Breast Cancer Screening Update.
23
REFERAT Kepada Yth :Diajukan Tgl :
USG PAYUDARA
OLEH
MURTI WIGATI
PEMBIMBING
Dr. F MARDIANA W Sp.Rad
DIVISI RADIOLOGI FK UNDIP / RSDKSEMARANG
2006
24
25