Copy of Hipertensi
-
Upload
nurul-physician -
Category
Documents
-
view
181 -
download
0
Transcript of Copy of Hipertensi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu penyakit yang mengakibatkan angka
kesakitan yang tinggi. Hipertensi adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka
kesakitan atau morbiditas dan angka kematian atau mortalitas. Hipertensi akan
memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ seperti otak (stroke),
pembuluh darah jantung (penyakit jantung koroner), otot jantung (left ventricle
hypertrophy)1
Hipertensi sering kali disebut sebagai pembunuh gelap (silent killer)
karena termasuk yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih
dahulu sebagai peringatan bagi korbannya. Hipertensi adalah faktor risiko utama
untuk terjadinya penyakit jantung koroner dan gangguan pembuluh darah otak
yang dikenal dengan stroke. Bila tekanan darah semakin tinggi maka harapan
hidup semakin turun.1
Menurut WHO ( World Heath Organization ) tahun 2002 batas normal
tekanan darah adalah 120–140 mmHg tekanan sistolik dan 80 – 90 mmHg tekanan
diastolik. Seseorang dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya >
140/90 mmHg. Sedangkan menurut JNC VII ( Joint National Comitte VII ) 2003
tekanan darah pada orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun diklasifikasikan
menderita hipertensi stadium I apabila tekanan sistoliknya 140 – 159 mmHg dan
tekanan diastoliknya 90 – 99 mmHg. Diklasifikasikan menderita hipertensi
stadium II apabila tekanan sistoliknya lebih 160 mmHg dan diastoliknya lebih
dari 100 mmHg sedangakan hipertensi stadium III apabila tekanan sistoliknya
lebih dari 180 mmHg dan tekanan diastoliknya lebih dari 116 mmHg. 2
Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 15-20%.
Hipertensi lebih banyak menyerang pada usia setengah baya pada golongan umur
55-64 tahun. Hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun
1
1997, hipertensi dijumpai pada 4.400 per 10.000 penduduk. Hasil Survey
Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, prevalensi hipertensi di Indonesia cukup
tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga, pada tahun 2000 sekitar 15-20%
masyarakat Indonesia menderita hipertensi. Diketahui bahwa 50% orang yang
menderita hipertensi di negara berkembang hanya 25% yang mendapat
pengobatan, dan 12,5% yang diobati secara baik. Prevalensi hipertensi di
Indonesia mengalami kenaikan dari tahun 1988–1993. Prevalensi hipertensi pada
laki-laki dari 134 (13,6%) naik menjadi 165 (16,5%), hipertensi pada perempuan
dari 174 (16,0%) naik menjadi 176 (17,6%). Penelitian yang membandingkan
hipertensi pada wanita dan pria oleh Sugiri di daerah kota Semarang diperoleh
prevalensi hipertensi 7,5% pada pria dan 10,9% pada wanita, sedangkan di daerah
kota Jakarta didapatkan 3 prevalensi hipertensi 14,6% pada pria dan 13,7% pada
wanita.1,2
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor
risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat
dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti
keturunan, jenis kelamin, ras dan umur. Sedangkan faktor risiko yang dapat
dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol,
stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan penggunaan pil
kontrasepsi.1
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas dan banyaknya
penderita hipertensi, maka peneliti ingin mengetahui bagaimana gambaran
penderita hipertensi di poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Dokter
Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, periode Agustus 2010.
2
1.2. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran riwayat keluarga menderita hipertensi dengan kejadian
hipertensi di poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh ?
2. Bagaimana gambaran usia dengan kejadian hipertensi di poliklinik Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh ?
3. Bagaimana gambaran jenis kelamin dengan kejadian hipertensi di poliklinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh?
4. Bagaimana gambaran obesitas dengan kejadian hipertensi di poliklinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh?
5. Bagaimana gambaran merokok dengan kejadian hipertensi di poliklinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh?
6. Bagaimana gambaran konsumsi kopi dengan kejadian hipertensi di poliklinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh?
1.4. Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui gambaran penderita hipertensi di poliklinik Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh periode
Agustus 2010.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui distribusi frekuensi antara riwayat keluarga menderita
hipertensi dengan kejadian hipertensi.
2 Untuk mengetahui distribusi frekuensi antara usia dengan kejadian hipertensi.
3 Untuk mengetahui distribusi frekuensi antara jenis kelamin dengan kejadian
hipertensi.
4 Untuk mengetahui distribusi frekuensi antara obesitas dengan kejadian
hipertensi.
3
5 Untuk mengetahui distribusi frekuensi antara merokok dengan kejadian
hipertensi.
6 Untuk mengetahui distribusi frekuensi antara konsumsi kopi dengan kejadian
hipertensi.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Bagi Peneliti
Menambah pengalaman dalam melaksanakan penelitian dan lebih
memperkaya wawasan dalam bidang ilmu kesehatan masyarakat dan kedokteran
komunitas.
1.5.2. Bagi Instansi Kesehatan
Sebagai bahan masukan bagi instansi terkait untuk dapat menyusun
langkah dalam usaha sosialisasi lebih lanjut tentang faktor-faktor yang dapat
mencetuskan terjadinya hipertensi di wilayah kerjanya sehingga diharapkan dapat
menurunkan tingkat kejadian hipertensi di wilayah tersebut.
1.5.3. Bagi Masyarakat
Diharapkan dapat menambah pengetahuan masyarakat tentang faktor-
faktor yang dapat mencetuskan terjadinya hipertensi sehingga masyarakat dapat
meminimalkan faktor-faktor tersebut.
1.5.4. Bagi Ilmu Pengetahuan
Memberi manfaat terhadap kemajuan ilmu pengetahuan dan bagi peneliti-
peneliti lainnya yang hendak meneliti masalah ini di masa yang akan datang.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian adalah seluruh penderita hipertensi yang
berkunjung ke poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh Periode Agustus 2010.
4
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Pengertian Hipertensi
Hipertensi adalah Tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg sistole
( ≥ 140) dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastole ( ≥ 90). Hipertensi sering
kali disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit
yang mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai
peringatan bagi korbannya1. Hipertensi adalah suatu keadaan di mana seseorang
mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal yang mengakibatkan angka
kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas). Hipertensi merupakan
keadaan dimana tekanan darah menjadi naik dan bertahan pada tekanan tersebut
meskipun sudah relaks2. Hipertensi juga diartikan sebagai desakan darah yang
berlebihan dan hampir tidak konstan pada arteri. Tekanan dihasilkan oleh
kekuatan jantung ketika memompa darah3.
Tekanan darah adalah desakan darah terhadap dinding-dinding arteri
ketika darah tersebut dipompa dari jantung ke jaringan. Tekanan darah merupakan
gaya yang diberikan darah pada dinding pembuluh darah. Tekanan ini bervariasi
sesuai pembuluh darah terkait dan denyut jantung. Tekanan darah pada arteri
besar bervariasi menurut denyutan jantung. Tekanan ini paling tinggi ketika
ventrikel berkontraksi (tekanan sistolik) dan paling rendah ketika ventrikel
berelaksasi (tekanan diastolik).1
Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi
adalah suatu keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
2.2 Kriteria dan Klasifikasi Hipertensi
Banyak faktor yang berperan untuk terjadinya hipertensi meliputi faktor
risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) dan faktor risiko yang dapat
dikendalikan (minor). Faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan (mayor) seperti
keturunan, jenis kelamin, ras dan umur. Sedangkan faktor risiko yang dapat
5
dikendalikan (minor) yaitu olahraga, makanan (kebiasaan makan garam), alkohol,
stres, kelebihan berat badan (obesitas), kehamilan dan penggunaan pil
kontrasepsi2.
Menurut WHO (World Health Organization) batas normal tekanan darah
adalah 120–140 mmHg sistolik dan 80–90 mmHg diastolik. Dan seseorang
dinyatakan mengidap hipertensi bila tekanan darahnya > 140 mmHg tekanan
sistolik dan 90 mmHg tekanan diastoliknya.3
Tabel 2.2.1 Klasifikasi hipertensi menurut WHO (World Heath Organization)
Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)
Normotensi
Hipertensi Ringan
Hipertensi perbatasan
Hipertensi sedang dan berat
Hipertensi sistolik terisolasi
Hipertensi sistolik perbatasan
<140
140-180
140-160
>180
>140
!40-160
<90
90-105
90-95
>105
<90
<90
Sumber : WHO (World Heath Organization), 2002
Peninggian tekanan sistolik tanpa diikuti oleh peninggian tekanan diastolik
disebut hipertensi sistolik terisolasi (isolated sytolic hypertension). Hipertensi
sistolik terisolasi umumnya dijumpai pada usia lanjut, jika keadaan ini dijumpai
pada masa dewasa muda lebih banyak dihubungkan sirkulasi hiperkinetik dan
diramalkan dikemudian hari tekanan diastoliknya juga ikut meningkat. Batasan ini
untuk individu dewasa diatas umur 18 tahun, tidak dalam keadaan sakit
mendadak. Dikatakan hipertensi jika pada dua kali atau lebih kunjungan yang
berbeda didapatkan tekanan darah rata-rata dari dua atau lebih pengukuran setiap
kunjungan, diastoliknya 90 mmHg atau lebih, atau sistoliknya 140 mmHg atau
lebih3.
Klasifikasi hipertensi menurut Mayo Clinic Internal Medicine adalah
sebagai berikut 4:
6
Table 2.2.2 Klasifikasi hipertensi
Sumber: Mayo Clinic Internal Medicine. 2008
Klasifikasi pengukuran tekanan darah orang dewasa dengan usia diatas 18
tahun menurut The Sixth Report Of The Joint National Committee On Prevention
Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure.5
Tabel 2.2.3 Klasifikasi pengukuran tekanan darah orang dewasa dengan usia diatas 18 tahun menurut The Sixth Report Of The Joint
National Committee On Prevention Detection, Evaluation And Treatment Of High Blood Pressure5
Klasifikasi tekanan darah Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg)
Normal
Prehipertensi
Hipertensi Stadium I
Hipertensi stadium II
Hipertensi stadium III
<120 dan <80
120-139 atau 80-89
140-159 atau 90-99
>160 atau >100
> 180 atau > 110
Sumber: Horng,dkk. 2001
Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik
dan hipertensi diastolik. Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah jantung berdenyut
terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik .Tekanan sistolik
berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi (denyut
jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan tercermin
pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya lebih
besar.5
7
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil
menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran
darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah
diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam
keadaan relaksasi diantara dua denyutan. Faktor yang mempengaruhi prevalensi
hipertensi antara lain ras, umur, obesitas, asupan garam yang tinggi, adanya
riwayat hipertensi dalam keluarga1. Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya
dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan primer. Hipertensi sekunder merupakan
jenis yang penyebab spesifiknya dapat diketahui. Penderita hipertensi sekunder
ada 5%-10% kasus. Pada hipertensi penyebab dan patofisiologinya sudah
diketahui sehingga dapat dikendalikan dengan obat-obatan atau pembedahan.
Penyebab paling sering dari hipertensi sekunder adalah adanya kelainan dan
keadaan dari sistem organ lain seperti ginjal (gagal ginjal kronik, glomerolus
nefritis akut), kelainan endoktrin (tumor kelenjar adrenal, sindroma cushing) serta
bisa diakibatkan oleh penggunaan obat-obatan (kortikosteroid dan hormonal).5
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu
hipertensi Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan
hipertensi yang tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat
penderita dicek up. Hipertensi Maligna adalah keadaan hipertensi yang
membahayakan biasanya disertai dengan keadaan kegawatan yang merupakan
akibat komplikasi organ-organ seperti otak, jantung dan ginjal.6
2.3 Patogenesis
Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tekanan perifer.
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tekanan perifer akan
mempengaruhi tekanan darah seperti asupan garam yang tinggi, faktor genetik,
stres, obesitas, faktor endotel. Selain curah jantung dan tahanan perifer sebenarnya
tekanan darah dipengaruhi juga oleh tebalnya atrium kanan, tetapi tidak
mempunyai banyak pengaruh. Dalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi
mencegah perubahan tekanan darah secara akut yang disebabkan oleh gangguan
sirkulasi yang berusaha untuk mempertahankan kestabilan tekanan darah dalam
jangka panjang. Sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks.
8
Pengendalian dimulai dari system yang bereaksi dengan cepat misalnya reflek
kardiovaskuler melalui sistem saraf, reflek kemoreseptor, respon iskemia, susunan
saraf pusat yang berasal dari atrium, arteri pulmonalis otot polos. Dari sistem
pengendalian yang bereaksi sangat cepat diikuti oleh sistem pengendalian yang
bereaksi kurang cepat, misalnya perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan
rongga intertisial yang dikontrol hormon angiotensi dan vasopresin. Kemudian
dilanjutkan sistem yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang misalnya
kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang
mengatur jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ.2,6
Peningkatan tekanan darah pada hipertensi primer dipengaruhi oleh
beberapa faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membrane
sel, aktivitas saraf simpatis dan renin, angiotensin yang mempengaruhi keadaan
hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal serta
obesitas dan faktor endotel. Akibat yang ditimbulkan dari penyakit hipertensi
antara lain penyempitan arteri yang membawa darah dan oksigen ke otak, hal ini
disebabkan karena jaringan otak kekurangan oksigen akibat penyumbatan atau
pecahnya pembuluh darah otak dan akan mengakibatkan kematian pada bagian
otak yang kemudian dapat menimbulkan stroke. Komplikasi lain yaitu rasa sakit
ketika berjalan kerusakan pada ginjal dan kerusakan pada organ mata yang dapat
mengakibatkan kebutaan. Menurut Lanny Sustrani gejala–gejala hipertensi antara
lain sakit kepala, Jantung berdebar-debar, sulit bernafas setelah bekerja keras atau
mengangkat beban kerja, mudah lelah, penglihatan kabur, wajah memerah, hidung
berdarah, sering buang air kecil terutama di malam hari telingga berdering
(tinnitus) dan dunia terasa berputar.7
2.4 Faktor-Faktor Risiko Yang Mempengaruhi Hipertensi
2.4.1. Faktor Keturunan atau Gen
Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya. Apabila
riwayat hipertensi di dapat pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial
lebih besar bagi seseorang yang kedua orang tuanya menderita hipertensi ataupun
pada kembar monozygot (sel telur) dan salah satunya menderita hipertensi maka
orang tersebut kemungkinan besar menderita hipertensi. Penelitian yang
9
dilakukan pada orang kembar yang dibesarkan secara terpisah atau bersama dan
juga terdapat pada anak-anak bukan adopsi telah dapat mengungkapkan seberapa
besar tekanan darah dalam keluarga yang merupakan akibat kesamaan dalam gaya
hidup. Berdasarkan penelitian tersebut secara kasar, sekitar separuh tekanan darah
di antara orang-orang tersebut merupakan akibat dari faktor genetika dan
separuhnya lagi merupakan akibat dari faktor pola makan sejak masa awal kanak-
kanak.1,8
2.4.2. Faktor Usia
Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia,
kemungkinan seseorang menderita hipertensi juga semakin besar. Pada umumnya
penderita hipertensi adalah orang-orang yang berusia 40 tahun namun saat ini
tidak menutup kemungkinan diderita oleh orang berusia muda. Dari berbagai
penelitian yang dilakukan di Indonesia menunjukkan bahwa 1,8%-28,6%
penduduk yang berusia diatas 20 tahun adalah penderita hipertensi1. Pria yang
berusia < 45 tahun dinyatakan hipertensi jika tekanan darah berbanding 130/90
mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia > 45 tahun dinyatakan hipertensi jika
tekanan darah 145/95 mmHg atau lebih.6
Usia dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok usia yaitu bayi,
dewasa, dewasa muda, dan dewasa tua.5
Tabel 2.4.1. Kelompok usia
No. Kelompok Usia Interval (tahun)1 Dewasa 3-12
13-1920-29
2 Dewasa muda 30-3940-4950-59
3 Dewasa tua 60-6970-7980-8990-99
10
100-~Sumber : Horng, dkk (2001)
Berdasarkan Sidarta Ilyas, 2008 umur di kelompokkan menjadi6 :
Dewasa muda : 18-39 tahun
Dewasa Pertengahan : 40-60 tahun
Dewasa tua : > 60 tahun.
2.4.3. Faktor Jenis Kelamin (Gender)
Wanita penderita hipertensi diakui lebih banyak dari pada laki-laki. Tetapi
wanita lebih tahan dari pada laki-laki tanpa kerusakan jantung dan pembuluh
darah. Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi dari pada
wanita. Pada pria hipertensi lebih banyak disebabkan oleh pekerjaan, seperti
perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan. Sampai usia 55 tahun pria berisiko
lebih tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita. Seorang pria dewasa akan
mempunyai peluang lebih besar yakni 1 di antara 5 untuk mengidap hipertensi.1
2.4.4. Faktor Berat Badan (Obesitas)
Obesitas merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum
diketahui secara pasti hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti
bahwa daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi dengan berat badan normal.2
Pada orang yang terlalu gemuk, tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh
organ tubuh dipacu bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang lebih
besar jantungpun bekerja ekstra karena banyaknya timbunan lemak yang
menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi, sehingga tekanan darah menjadi
tinggi.1,9
Untuk mengetahui seseorang mengalami obesitas atau tidak, dapat
dilakukan dengan mengukur berat badan dengan tinggi badan, yang kemudian
disebut dengan Indeks Massa Tubuh (IMT). Rumus perhitungan IMT adalah
sebagai berikut:2
Berat Badan (kg)
11
IMT = ------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
IMT berkorelasi langsung dengan tekanan darah, terutama tekanan darah
sistolik. Risiko relatif untuk menderita hipertensi pada orang obes 5 kali lebih
tinggi dibandingkan dengan seorang yang berat badannya normal. Pada penderita
hipertensi ditemukan sekitar 20-30% memiliki berat badan lebih.2
Kategori ambang batas IMT untuk Indonesia menurut Departemen
Kesehatan R adalah sebagai berikut :2
Tabel 2.4.2 Kategori Ambang Batas IMT untuk Indonesia
Kategori IMT
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat < 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan 17,0-18,5
Normal >18,5-25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat ringan >25,0-27,0
Kelebihan berat badan tingkat berat >27,0
Sumber : Depkes RI, 2006
Obesitas diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadi penimbunan
lemak yang berlebihan di jaringan lemak tubuh, dan dapat mengakibatkan
terjadinya beberapa penyakit. Parameter yang umum digunakan untuk
menentukan keadaan tersebut adalah indeks massa tubuh seseorang 25-29,9
kg/m2.2,9
Tabel 2.4.3 Klasifikasi dibawah ini untuk indeks massa tubuh (IMT) dewasa Asia.
Klasifikasi IMT (kg/m2) Risiko morbiditas
Underweight < 18.5 Rendah (dapat meningkatkan risiko masalah klinis lainnya)
Normal 18.5-22.9 Sedang
Overweight:Berisiko
≥ 2323-24.9 Meningkat
12
Obese IObese II
25-29.9≥ 30
Meningkat sedangberat
Sumber : Artikel gaya hidup sehat, 2008
Tabel 2.4.4. Klasifikasi Internasional dari Underweight, Overweight dan Obesitas
pada orang dewasa yang disepakati oleh organisasi kesehatan dunia, WHO
sebagai berikut :
Patogenesis hipertensi pada obesitas meskipun telah banyak penelitian
yang dilakukan, akan tetapi patogenesis hipertensi pada obesitas masih belum
jelas benar. Beberapa ahli berpendapat peranan faktor genetik sangat menentukan
kejadian hipertensi pada obesitas, tetapi yang lainnya berpendapat bahwa faktor
lingkungan mempunyai peranan yang lebih utama. Hal ini dapat dilihat dari
terjadinya peningkatan prevalensi obesitas dari tahun ke tahun tanpa adanya
perubahan genetik, selain itu pada beberapa populasi/ ras dengan genetik yang
sama mempunyai angka prevalensi yang sangat berbeda. Mereka berkesimpulan
walaupun faktor genetik berperan tetapi faktor lingkungan mempunyai andil yang
besar.9
13
Saat ini dugaan yang mendasari timbulnya hipertensi pada obesitas adalah
peningkatan volume plasma dan peningkatan curah jantung yang terjadi pada
obesitas berhubungan dengan hiperinsulinemia, dan resistensi insulin, akan tetapi
pada tahun-tahun terakhir ini terjadi pergeseran konsep, dimana diduga terjadi
perubahan neuro-hormonal yang mendasari kelainan ini. Hal ini mungkin
disebabkan karena kemajuan pengertian tentang obesitas yang berkembang pada
tahun-tahun terakhir ini dengan ditemukannya leptin. Leptin sendiri merupakan
asam amino yang disekresi terutama oleh jaringan adipose dan dihasilkan oleh gen
ob/ob. Fungsi utamanya adalah pengaturan nafsu makan dan pengeluaran energi
tubuh melalui pengaturan pada susunan saraf pusat, selain itu leptin juga berperan
pada perangsangan saraf simpatis, meningkatkan sensitifitas insulin, natriuresis,
diuresis dan angiogenesis. Normal leptin disekresi kedalam sirkulasi darah dalam
kadar yang rendah, akan tetapi pada obesitas umumnya didapatkan peningkatan
kadar leptin dan diduga peningkatan ini berhubungan dengan hiperinsulinemia
melalui aksis adipoinsular.9
Pada penelitian perbandingan kadar leptin pada orang gemuk (IMT > 27)
dan orang dengan berat badan normal (IMT < 127) didapatkan kadar leptin pada
orang gemuk adalah lebih tinggi dibandingkan orang dengan berat badan normal
(31,3 + 24,1 ng/ml versus 7,5 + 9,3 ng/ml). Hiperleptinemia ini mungkin terjadi
karena adanya resistensi leptin. Beberapa teori menjelaskan resistensi leptin ini
telah dikemukakan, diantaranya adalah karena adanya antibodi terhadap leptin,
peningkatan protein pengikat leptin sehingga leptin yang masuk ke otak
berkurang, adanya kegagalan mekanisme transport pada tingkat reseptor untuk
melewati sawar darah otak dan kegagalan mekanisme signal. Hal ini didukung
oleh penelitian Villareal dkk yang membandingkan efek leptin pada binatang
percobaan dengan berat badan normal, obesitas dan hipertensi. Dimana
didapatkan adanya kegagalan fungsi leptin pada obesitas dan hipertensi. Secara
klinis efek resistensi leptin ini tergantung dari lokasi dan derajat keparahan
resistensi tersebut. Resistensi pada ginjal akan menyebabkan gangguan diuresis
dan natriuresis, menimbulkan retensi natrium dan air serta berakibat
meningkatnya volume plasma dan cardiac output, selain itu adanya vasokonstriksi
14
pembuluh darah ginjal perangsangan saraf simpatis akan mengaktivasi jalur
RAAS dan menambah retensi natrium dan air. Pada obesitas cenderung terjadi hal
yang sama, adanya peningkatan volume plasma akan meningkatkan curah jantung
yang berakibat meningkatnya tekanan darah, sedangkan resistensi pembuluh darah
sistemik pada obesitas umumnya normal dan tidak berperan pada peningkatan
tekanan darah.9
2.4.5. Kebiasaan Merokok
Hasil analisis menunjukkan bahwa hasil prevalensi perokok secara
nasional sekitar 27,7%. Prevalensi perokok ini khususnya laki-laki mengalami
kenaikan menjadi 54,5%. Sedangkan pada perempuan sedikit menurun yaitu 2%
pada tahun 1995 menjadi 1,2% pada tahun 2001. Prevalensi kesehatan mantan
perokok relatif kecil baik secara keseluruhan (2,8%) maupun pada laki-laki dan
perempuan (5,3%) pada laki-laki dan 0,3% pada perempuan.1
Angka kekerapan merokok di Indonesia juga tinggi yaitu 60%-70% pada
laki – laki di perkotaan dan 80%-90 % pada laki-laki pedesaan. Berdasarkan data
WHO tahun 2002 di Indonesia menduduki urutan kelima terbanyak dalam
konsumsi 215 miliar batang rokok.2 Dari survai secara nasional juga ditemukan
bahwa laki-laki remaja banyak yang menjadi perokok dan hampir 2/3 dari
kelompok umur produktif adalah perokok. Pada pria prevalensi perokok tertinggi
adalah umur 25-29 tahun. Hal ini terjadi karena jumlah perokok pemula jauh lebih
banyak dari perokok yang berhasil berhenti merokok dalam satu rentan populasi
penduduk. Sebagian perokok mulai merokok pada umur < 20 tahun dan separuh
dari laki-laki umur 40 tahun ke atas telah merokok tiga puluh tahun atau lebih,
lebih dari perokok menghisap minimal 10 batang perhari, hampir 70% perokok di
Indonesia mulai merokok sebelum mereka berusia 19 tahun. Rata- rata merokok
yang dilakukan oleh kebanyakan laki-laki dipengaruhi oleh faktor psikologis
meliputi rangsangan sosial melalui mulut, ritual masyarakat, menunjukkan
kejantanan, mengalihkan diri dari kecemasan, kebanggaan diri. Selain faktor
psikologis juga dipengaruhi oleh faktor fisiologis yaitu adiksi tubuh terhadap
bahan yang dikandung rokok seperti nikotin atau juga disebut kecanduan terhadap
nikotin.1,6,11
15
Dengan menghisap sebatang rokok maka akan mempunyai pengaruh besar
terhadap kenaikan tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena
gas CO yang dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah
kontriksi sehingga tekanan darah naik, dinding pembuluh darah menjadi robek.
Karbon monoksida menimbulkan desaturasi hemoglobin, menurunkan langsung
peredaran oksigen untuk jaringan seluruh tubuh termasuk miokard. CO
menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu pelepasan oksigen,
dan mempercepat arterosklerosis (pengapuran atau penebalan dinding pembuluh
darah). Dengan demikian CO menurunkan kapasitas latihan fisik, meningkatkan
viskositas darah sehingga mempermudah penggumpalan darah1.
Selain zat CO, asap rokok juga mengandung nikotin. Nikotin
mengganggu sistem saraf simpatis dengan akibat meningkatkan kebutuhan
oksigen miokard. Selain menyebabkan ketagihan merokok, nikotin juga
merangsang pelepasan adrenalin, meningkatkan frekuensi denyut jantung, tekanan
darah dan kebutuhan oksigen jantung serta menyebabkan gangguan irama jantung.
Nikotin juga menggangu kerja otak, saraf dan bagian tubuh yang lain. Nikotin
mengaktifkan trombosit dengan akibat timbulnya adhesi trombo
(penggumpalan) ke dinding pembuluh darah. Nikotin, CO dan bahan lainnya
dalam asap rokok terbukti merusak dinding endotel (dinding dalam pembuluh
darah), dan mempermudah penggumpalan darah. Akibat penggumpalan
(trombosi) akan merusak pembuluh darah perifer. Walaupun nikotin dan merokok
menaikkan tekanan darah diastole secara akut, namun tidak tampak lebih sering di
antara perokok, dan tekanan diastole sedikit berubah bila orang berhenti merokok.
Hal ini mungkin berhubungan dengan fakta bahwa perokok sekitar 10-20 pon
lebih ringan dari pada bukan perokok yang sama umurnya, tinggi badannya, jenis
kelaminnya. Bila mereka berhenti merokok, sering berat badan naik. Dua
kekuatan, turunnya tekanan diastole akibat adanya nikotin dan naiknya tekanan
diastole karena peningkatan berat badan, tampaknya mengimbangi satu sama lain
pada kebanyakan orang, sehingga tekanan diastole sedikit berubah bila mereka
berhenti merokok. Selain itu juga mengakibatkan vasokonstriksi pembuluh darah
perifer maupun pembuluh darah di ginjal sehingga terjadi peningkatan tekanan
16
darah. Merokok sebatang setiap hari akan mengakibatkan tekanan darah sistole
10-25 mgHg dan menambah detak jantung 5-20 kali persatu menit1.
Merokok dimulai sejak umur < 10 tahun atau lebih dari 10 tahun.
Semakin awal seseorang merokok makin sulit untuk berhenti merokok. Rokok
juga punya dose-response effect, artinya semakin muda usia merokok, akan
semakin besar pengaruhnya. Apabila perilaku merokok dimulai sejak usia remaja,
merokok sigaret dapat berhubungan dengan tingkat arterosclerosis. Risiko
kematian bertambah sehubungan dengan banyaknya merokok dan umur awal
merokok yang lebih dini. Merokok sebatang setiap hari akan meningkatkan
tekanan sistolik 10–25 mmHg dan menambah detak jantung 5–20 kali per menit.
Dampak rokok akan terasa setelah 10-20 tahun pasca digunakan . dampak rokok
bukan hanya untuk perok aktif tetapi juga perokok pasif . Walaupun dibutuhkan
waktu 10-20 tahun, tetapi terbukti merokok mengakibatkan 80% kanker paru dan
50% terjadinya serangan jantung, impotensi dan gangguan kesuburan1
Tipe perokok dapat dibagi :1,9
1. Perokok sangat berat bila mengkonsumsi rokok lebih dari 31 batang perhari.
2. Perokok berat merokok sekitar 21 sampai 30 batang sehari.
3. Perokok sedang menghabiskan rokok 11 – 20 batang sehari.
4. Perokok ringan menghabiskan rokok sekitar < 10 batang sehari.
2.4.6. Stres Pekerjaan
Hampir semua orang di dalam kehidupan mereka mengalami stress
berhubungan dengan pekerjaan mereka. Hal ini dapat dipengaruhi karena tuntutan
kerja yang terlalu banyak (bekerja terlalu keras dan sering kerja lembur) dan jenis
pekerjaan yang harus memberikan penilaian atas penampilan kerja bawahannya
atau pekerjaan yang menuntut tanggungjawab bagi manusia.Stres pada pekerjaan
cenderung menyebabkan hipertensi berat. Sumber stres dalam pekerjaan
(Stressor) meliputi beban kerja, fasilitas kerja yang tidak memadai, peran dalam
pekerjaan yang tidak jelas, tanggung jawab yang tidak jelas, masalah dalam
hubungan dengan orang lain, tuntutan kerja dan tuntutan keluarga.12
17
Beban kerja meliputi pembatasan jam kerja dan meminimalkan kerja shift
malam. Jam kerja yang diharuskan adalah 6-8 jam setiap harinya. Sisanya (16-18
jam setiap harinya) digunakan untuk keluarga dan masyarakat, istirahat, tidur, dan
lain-lain. Dalam satu minggu seseorang bekerja dengan baik selama 40-50 jam,
lebih dari itu terlihat kecenderungan yang negatif seperti kelelahan kerja, penyakit
dan kecelakaan kerja. Stres dapat meningkatkan tekanan darah dalam waktu yang
pendek, tetapi kemungkinan bukan penyebab meningkatnya tekanan darah dalam
waktu yang panjang. Dalam suatu penelitian, stres yang muncul akibat
mengerjakan perhitungan aritmatika dalam suatu lingkungan yang bising, atau
bahkan ketika sedang menyortir benda berdasarkan perbedaan ukuran,
menyebabkan lonjakan peningkatan tekanan darah secara tiba-tiba. Stres diduga
melalui aktivitas syaraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas).
Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan darah
secara intermitten (tidak menentu). Gangguan kepribadian yang bersifat sementara
dapat terjadi pada orang yang menghadapi keadaan yang menimbulkan stres berat.
Gangguan tersebut dapat berkembang secara tiba-tiba atau secara bertahap.9,12
2.4.7. Faktor Asupan Garam
WHO (World Heath Organization) tahun 1990 menganjurkan pembatasan
konsumsi garam dapur hingga 6 gram sehari (sama dengan 2400 mg Natrium).
Konsumsi garam memiliki efek langsung terhadap tekanan darah. Telah
ditunjukkan bahwa peningkatan tekanan darah ketika semakin tua, yang terjadi
pada semua masyarakat kota, merupakan akibat dari banyaknya garam yang di
makan. Masyarakat yang mengkonsumsi garam yang tinggi dalam pola makannya
juga adalah masyarakat dengan tekanan darah yang meningkat seiring
bertambahnya usia. Sebaliknya, masyarakat yang konsumsi garamnya rendah
menunjukkan hanya mengalami peningkatan tekanan darah yang sedikit, seiring
dengan bertambahnya usia. Terdapat bukti bahwa mereka yang memiliki
kecenderungan menderita hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang
lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya. Namun mereka
mengkonsumsi garam tidak lebih banyak dari orang lain, meskipun tubuh mereka
cenderung menimbun apa yang mereka makan.12,13 Natrium bersama klorida yang
18
terdapat dalam garam dapur dalam jumlah normal dapat membantu tubuh
mempertahankan keseimbangan cairan tubuh untuk mengatur tekanan darah.
Namun natrium dalam jumlah yang berlebih dapat menahan air (retensi), sehingga
meningkatkan volume darah. Akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk
memompanya dan tekanan darah menjadi naik.6,7
2.4.8. Aktivitas Fisik (Olahraga)
Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengelolaan hipertensi karena
olahraga isotonik dan teratur dapat menurunkan tekanan darah. Kurangnya
melakukan olahraga akan meningkatkan kemungkinan timbulnya obesitas dan jika
asupan garam juga bertambah akan memudahkan timbulnya hipertensi. Meskipun
tekanan darah meningkat secara tajam ketika sedang berolahraga, namun jika
berolahraga secara teratur akan lebih sehat dan memiliki tekanan darah lebih
rendah dari pada mereka yang melakukan olah raga. Olahraga yang teratur dalam
jumlah sedang lebih baik dari pada olahraga berat tetapi hanya sekali.5,9
2.4.9 Konsumsi kopi
Zat yang terkandung dalam kopi adalah kafein. Kafein merupakan
senyawa kimia alkaloid yang dikenal sebagai trimetilsantin dengan rumus
molekul C8H10N4O2. Jumlah kandungan kafein dalam kopi adalah 1-1,5%,
sedangkan pada teh 1-4,8%. Kafein bekerja dalam tubuh dengan mengambil alih
reseptor adenosine dalam sel syaraf yang akan memacu produksi hormon
adrenalin.14
Kopi adalah stimulan yang terkenal di dunia : 4 dari 5 orang Amerika
meminum kopi, menghabiskan lebih dari 400 juta cangkir sehari. Di Skandinavia
komsumsi kopinya lebih dari 12kg (26lb) per kapita. Dengan lebih dari 25 juta
orang yang dipekerjakan di industri ini, kopi menduduki peringkat kedua terbesar
dalam perdagangan dunia setelah minyak bumi.
Kafein ialah senyawa kimia yang dijumpai secara alami di dalam makanan
contohya biji kopi, teh, biji kelapa, buah kola (Cola nitida), guarana, dan maté. Ia
terkenal dengan rasanya yang pahit dan berlaku sebagai perangsang sistem saraf
19
pusat, jantung, dan pernafasan. Kafein juga bersifat diuretik (dapat dikeluarkan
melalui air kencing).1
Kafein memberikan efek antagonis terhadap reseptor adenosin,
meningkatkan tekanan darah dan homosistein, menstimulasi oksidasi lemak dan
pelepasan asam lemak bebas, serta menurunkan sensitivitas insulin.16
Walaupun masih kontrversial, beberapa penelitian menyebutkan bahwa
mengonsumsi kopi dalam jumlah berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah.
Dan ada juga beberapa penelitian lain yang menyebutkan bahwa mengkonsumsi
kopi tidak berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. William Lavallo dari
Oklahoma Medical Center, Amerika, menyebutkan kafein dapat meningkatkan
kadar hormon kortisol, yang berhubungan dengan tekanan darah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kopi dapat meningkatkan tekanan darah 5-15 mmHg,
tergantung pada kepekatan kopi dan sensitivitas individu. Namun kebanyakan
penelitian mengungkapkan bahwa minum 85-200 mg caffeine (sekitar 1 sampai 3
cangkir kopi sehari) tidak memberikan efek negatif pada kebanyakan orang sehat,
tetapi apabila mengkonsumsi kopi lebih banyak dari itu maka terjadi
kecendrungan peningkatan tekanan darah untuk jangka panjang14,15.
Kafein mengurung reseptor adenosin di otak. Adenosin ialah senyawa
nukleotida yang berfungsi mengurangi aktivitas sel saraf saat tertambat pada sel
tersebut. Seperti adenosin, molekul kafein juga tertambat pada reseptor yang
sama, tetapi akibatnya berbeda. Kafein tidak akan memperlambat aktivitas sel
saraf/otak sebaliknya menghalang adesonin untuk berfungsi. Dampaknya aktivitas
otak meningkat dan mengakibatkan hormon epinefrin dirembes. Hormon tersebut
akan menaikkan detak jantung, meninggikan tekanan darah, menambah
penyaluran darah ke otot-otot, mengurangi penyaluran darah ke kulit dan organ
dalam, dan mengeluarkan glukosa dari hati. Tambahan, kafein juga menaikkan
permukaan neurotransmitter dopamine di otak.15
Secangkir kopi mengandung 115 milligram kafein, secangkir espresso
(dan kopi tubruk/saring) mengandung sekitar 80 mg kafein, sedangkan kopi instan
mengandung sekitar 65 mg kafein.14 Secangkir kopi biasa, yang ampasnya
diendapkan, mengandung 25 miligram–30 miligram kafein. Adapun kopi instan
20
setiap cangkirnya mengandung kafein lebih tinggi, yaitu 60 miligram-80
miligram. Kandungan kafein paling tinggi ditemukan pada kopi biasa yang tidak
diendapkan, yakni 120 miligram per cangkirnya.15
Menurut Prof Dr Deddy Muchtadi, MS, Kepala Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan FATETA, IPB mengkonsumsi kafein yang tidak berlebihan
(batas konsumsi per hari 400 mg) tidak akan menyebabkan hipertensi kronis.
Mereka yang sensitif terhadap kafein mungkin akan mengalami peningkatan
tekanan darah selama beberapa saat saja14.
Konsumsi kafein disarankan tidak boleh melebihi 50 mg per satu kali
minum. Jika konsumsi kafein tidak sesuai anjuran, maka dalam jangka waktu 5-10
tahun peminumnya dapat terkena risiko penyakit jantung koroner, darah tinggi,
ginjal, hingga penyakit gula15.
Tim peneliti dari John Hopkins University, Baltimore, menyatakan minum
kopi lebih dari 6 cangkir sehari dapat meningkatkan kadar LDL (kolesterol jahat)
dan trigliserida penyebab penyakit jantung dan stroke. Hal ini juga ditegaskan
oleh Dr Rob Urgent dari Wageningen Centre for Food Sciences, Belanda, bahwa
banyak minum kopi meningkatkan kadar homosistein (senyawa hasil metabolisme
protein) dalam darah yang dapat meningkatkan penyakit jantung. Kadar
homosistein akan meningkat hingga 20% dengan minum 10-15 cangkir kopi tiap
hari dalam 2 minggu.15
Kafein berfungsi sebagai stimulan (perangsang). Jadi pada orang-orang
yang peka, kafein bisa menyebabkan palpitasi jantung (gangguan irama jantung)
atau peningkatan tekanan darah, biarpun cuma sedikit dan bersifat sementara.
Penderita tekanan darah tinggi dan gangguan jantung lainnya, harus konsultasi
dengan dokter bila ingin minum kopi.15
2.5 Gejala Klinis
Gejala yang sering dijumpai pada orang yang menderita hipertensi adalah:3
a. Nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual dan muntah, akibat
tekanan darah intrakranium.
b. Penglihatan kabur akibat kerusakan retina karena hipertensi.
21
c. Ayunan langkah tidak mantap karena kerusakan susunan syaraf.
d. Nokturia karena peningkatan aliran darah ginjal dan filtrasi glomerolus.
e. Edema dependen akibat peningkatan tekanan kapiler.
Peninggian tekanan darah kadang merupakan satu-satunya gejala, terjadi
komplikasi pada ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain adalah sakit kepala,
epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata
berkunang-kunang dan pusing.3
2.6 Kerangka Teoritis
22
Fisher, 2005
1 Usia2 Ras3 Jenis kelamin4 Merokok5 Konsumsi alkohol6 Kadar lemak tubuh7 Intoleransi glukosa8 Berat badan
Gray, 2002
1 Usia lanjut2 Peningkatan kolesterol
serum3 Penurunan kadar HDL4 Peningkatan glukosa serum5 Perokok6 Hipertropi ventrikel kiri
pada EKG
Schwartz, 2008
1 Penambahan usia2 Ras3 Riwayat Keluarga4 Overweight5 Gaya hidup kurang olah raga6 Diet tinggi natrium rendah kalium7 Konsumsi alkohol8 Obesitas9 KadarHDL <40mg/dL
(pria),<50mg/dL (wanita)10 Trigliserida ≥150mg/dl
Hipertensi
William Lavallo, 2008
Kafein > 200 mg kafein
BAB IIIKERANGKA KONSEP
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini difokuskan pada enam karakteristik
pasien hipertensi di poliklinik penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh, yaitu : riwayat keluarga, umur, jenis kelamin,
obesitas, merokok, dan konsumsi kopi. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat dalam
kerangka konsep berikut ini :
Variabel Independen Variabel Dependent
23
Umur
Riwayat Keluarga
Obesitas
Jenis kelamin Hipertensi
Merokok
Konsumsi kopi
3.2 Definisi Operasional
3.2.1 Variabel Dependent
No. Variabel Definisi operasional
Alat ukur Cara ukur
Hasil ukur
Skala ukur
1. Hipertensi Setiap pasien
yang didiagnosa
menderita
hipertensi oleh
dokter spesialis
penyakit dalam
berdasarkan
status pasien.
Pencatatan penderita
Check list
Ada
Tidak ada
Nominal
3.2.2. Variabel Independen
No Variabel Definisi
operasional
Alat ukur Cara ukur Hasil
ukur
Skala
ukur
1. Riwayat
Keluarga
Orang-orang
dengan keluarga
( ayah, Ibu,
kakek, nenek,
saudara
kandung)
mempunyai
penyakit darah
tinggi
Angket Wawancara Ada
Tidak ada
Nominal
24
2. Umur Umur adalah
usia responden
pada saat
diwawancara.
Angket Wawancara Dewasa
muda
Dewasa
pertengah-
an
Dewasa
tua
Ordinal
3. Jenis
kelamin
Jenis kelamin
dari responden
pada saat
pengumpulan
data.
Angket Wawancara Laki-laki
Perempuan
Nominal
4. Obesitas Index Massa
Tubuh > dari
30, 00.
IMT (Index
Massa
Tubuh)
Check list Obesitas
Bukan
obesitas
Nominal
5. Merokok Perokok adalah:
Seseorang yang
merokok dalam
waktu 15 tahun
atau lebih, atau
orang yang
sudah berhenti
merokok dalam
waktu kurang
dari 15 tahun
terakhir.
Angket Wawancara Perokok
sangat
berat
Perokok
berat
Perokok
sedang
Perokok
ringan
Ordinal
25
Bukan
perokok
6. Konsumsi
kopi
Adalah orang
yang
mengkonsumsi
kopi lebih dari 3
cangkir dalam
sehari, selama ≥
5 tahun
Angket Wawancara Ya
Tidak
Nominal
3.3 Cara Pengukuran Variabel
3.3.1. Variabel Dependent
Hipertensi
- ada : Setiap pasien yang didiagnosa hipertensi oleh dokter
spesialis penyakit dalam berdasarkan status pasien.
- tidak ada : Setiap pasien yang tidak didiagnosa hipertensi oleh
dokter spesialis penyakit dalam berdasarkan status pasien.
3.3.2. Variabel Independent
Riwayat Keluarga
- ada : memiliki riwayat keluarga ( ayah, Ibu, kakek, nenek,
saudara kandung) menderita hipertensi
- tidak ada : orang yang tidak memiliki riwayat keluarga ( ayah, Ibu,
kakek, nenek, saudara kandung) menderita hipertensi
Umur
Tiga kelompok umur yaitu:
-Dewasa Muda : ( usia 18-39 tahun )
-Dewasa Pertengahan : ( usia 40-60 tahun )
-Dewasa Tua : ( usia >60 tahun )
26
Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
Obesitas
- Ada : Index Massa Tubuh ≥ dari 30, 00.
- Tidak ada : Index Massa Tubuh < dari 30, 00.
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut:2
Berat Badan (kg)
IMT = ------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Merokok
Klasifikasi perokok:
- Perokok sangat berat : merokok >31 batang perhari
- Perokok berat : merokok 21-30 batang perhari
- Perokok sedang : menghabiskan rokok 11 – 21 batang perhari
- Perokok ringan : menghabiskan rokok sekitar 10 batang perhari
- Bukan perokok :tidak pernah merokok atau
sudah berhenti merokok selama 15 tahun atau lebih
Konsumsi Kopi
-Ada : orang yang mengkonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir
sehari selama ≥ 5 tahun
-Tidak ada : orang yang tidak mengkonsumsi kopi lebih dari 3 cangkir
sehari selama ≥ 5 tahun
BAB IV
27
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian deskriptive dengan
pendekatan cross sectional survey yaitu pengumpulan data variabel dependen dan
variabel-variabel independen penelitian dilakukan pada saat yang bersamaan17,
untuk mengetahui distribusi frekuensi riwayat keluarga, umur, jenis kelamin,
obesitas, merokok dan konsumsi kopi dengan angka kejadian penyakit hipertensi
pada pasien yang berobat di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Zainoel Abidin Banda Aceh.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum
Daerah Dokter Zainoel Abidin Banda Aceh dari tanggal 16 November 2009
sampai dengan tanggal 18 September 2010. Pengumpulan data dilakukan mulai
tanggal 06 September 2010 sampai tanggal 08 September 2010.
4.3 Populasi Penelitian
Populasi penelitian adalah seluruh pasien yang berobat ke poliklinik
Penyakit Dalam di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
pada tanggal 06 September 2010 sampai 08 September 2010.
4.4 Sampel Penelitian
Sampel penelitian adalah seluruh pasien Poliklinik Penyakit Dalam yang
didiagnosa hipertensi oleh dokter spesialis penyakit dalam yang bertugas
dipoliklinik penyakit dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh selama pengumpulan data berlangsung.
4.5 Cara Pengambilan Sampel
28
Pengambilan sampel dilakukan secara non probability sampling dengan
teknik accidental sampling berdasarkan sampel yang ada atau tersedia pada saat
pengumpulan data.17
4.6 Teknik Pengambilan Data
Data yang diambil adalah data primer dan sekunder. Data primer meliputi,
pengukuran berat badan, dan tinggi badan, wawancara mengenai riwayat
keluarga, merokok, dan konsumsi kopi. Data sekunder meliputi, umur, jenis
kelamin dan diagnosa pasien yang didiagnosa oleh dokter spesialis penyakit
dalam berdasarkan status pasien di poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
4.7 Manajemen Data
1. Koding : Pemberian kode untuk memudahkan pengolahan data.
2. Editing : Memeriksa kembali data untuk menghindari kesalahan data,
menjamin sudah lengkap dan benar.
3. Tabulating : Memasukkan data yang diperoleh ke dalam tabel. 17
4.8 Analisa Data
Analisa data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisa univariat
untuk melihat distribusi frekuensi variabel dependen dan independen dengan
mengunakan tabel distribusi frekuensi yang kemudian disajikan dalam bentuk
tabel distribusi frekuensi dan persentase. Data yang diperoleh merupakan data
sekunder yang diperoleh melalui pencatatan status pasien terhadap data-data yang
diperlukan dan data primer melalui hasi kuesioner.17
29
BAB V
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dengan menggunakan data primer
dan data sekunder pada pasien hipertensi di poliklinik Penyakit dalam Rumah
Sakit Umun Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh tanggal 06 September 2010
sampai 08 September 2010, maka diperoleh hasil sebagai berikut.
5.1 Hipertensi
Data diperoleh berdasarka hasil diagnose dokter spesialis penyakit dalam
di poliklinik Penyakit dalam Rumah Sakit Umun Daerah dr. Zainoel Abidin
Banda Aceh sesuai dengan yang tercatat di status pasien yaitu sebagai berikut :
Tabel 5.1
Distribusi frekuensi penderita Hipertensi di poliklinik penyakit dalam Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Hipertensi Frekuensi(n) Persentase(%)
Penderita hipertensi 79 53
Bukan penderita Hipertensi 70 47
Total 149 100,0
Sumber : Data primer (diolah, 2010)
5.2 Riwayat Keluarga
Penilaian terhadap riwayat keluarga menderita hipertensi dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu penderita yang memiliki riwayat hipertensi di dalam
keluarganya, tidak memiliki riwayat hipertensi dalam keluarganya dan tidak
mengetahui ada atau tidak riwayat hipertensi dalam keluarganya.
30
Tabel 5.2
Distribusi frekuensi riwayat keluarga terhadap hipertensi di poliklinik penyakit
dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Riwayat Keluarga Frekuensi (n) Persentase (%)
Memiliki riwayat hipertensi 49 62,0
Tidak memiliki riwayat hipertensi 18 22.8
Tidak Tahu 12 15,2
Jumlah 79 100,0
Sumber : Data primer (diolah, 2010)
5.3. Umur
Penilaian terhadap umur pasien yang mengalami hipertensi dibagi menjadi
tiga kelompok yaitu: Dewasa Muda (usia 18-39 tahun ), Dewasa Pertengahan
(usia 40-60 tahun) dan Dewasa Tua (usia >60 tahun)
Tabel 5.3
Distribusi frekuensi umur pada pasien Hipertensi di poliklinik penyakit dalam
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Kelompok Usia Interval (tahun) Frekuensi(n) Persentase(%)
Dewasa Muda 18-39 3 3,8
Dewasa pertengahan 40-60 35 44,3
Dewasa tua >60 41 51,9
Total 79 100,0
Sumber : Data primer (diolah, 2010)
5.4 Jenis Kelamin
Penilaian terhadap jenis kelamin pasien Hipertensi dibagi menjadi dua
kelompok yaitu pasien dengan jenis kelamin laki-laki dan pasien dengan jenis
kelamin perempuan.
Tabel 5.4
31
Distribusi frekuensi jenis kelamin pada pasien hipertensi di poliklinik penyakit
dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
Jenis Kelamin Frekuensi (n) Persentase (%)
Laki-laki 51 64,6
Perempuan 28 35,4
Jumlah 79 100,0
Sumber : Data primer (diolah, 2010)
5.5 Obesitas
Obesitas adalah responden yang memiliki nilai Index Massa Tubuh (IMT)
lebih besar atau sama dengan 30,00. Nilai Indek Massa Tubuh dihitung dengan
menggunakan rumus:
Berat Badan (kg)
IMT = ------------------------------------------------
Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Penilaian terhadap obesitas pada pasien Hipertensi dibagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok responden yang mengalami obesitas dan yang tidak
mengalami obesitas.
Tabel 5.5
Distribusi frekuensi obesitas pada pasien hipertensi di poliklinik penyakit dalam
Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Obesitas Frekuensi(n) Persentase(%)
Obesitas 44 55,7
Bukan obesitas 35 44,3
Jumlah 79 100,0
Sumber : Data primer (diolah, 2010)
5.6 Merokok
32
Perokok dibagi menjadi lima kelompok yaitu perokok sangat berat
( merokok >31 batang perhari), merokok berat ( merokok 21-30 batang perhari),
merokok sedang ( merokok 11-10 batang perhari), merokok ringan ( merokok <
10 batang perhari) dan bukan perokok yaitu responden yang sama sekali tidak
pernah merokok atau responden yang telah berhenti merokok selama lebih atau
sama dengan 15 tahun.
Tabel 5.6
Distribusi frekuensi Merokok pada pasien hipertensi di poliklinik penyakit
dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Merokok Frekuensi (n) Persentase (%)
Perokok sangat berat 7 8,9
Perokok berat 13 16,5
Perokok sedang 15 19,0
Perokok ringan 5 6,3
Bukan perokok 39 49,4
Jumlah 79 100,0
Sumber : Data primer (diolah, 2010)
5.7 Konsumsi kopi
Penilaian terhadap konsumsi kopi pada pasien Hipertensi di kelompokkan
menjadi dua kelompok yaitu kelompok responden yang mengkonsumsi kopi dan
yang tidak mengkonsumsi kopi.
Tabel 5.7
Distribusi frekuensi konsumsi kopi pada pasien hipertensi di poliklinik penyakit
dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh
Konsumsi Kopi Frekuensi (n) Persentase (%)
Ada 36 46,5
Tidak 43 54,4
Jumlah 79 100,0
33
Sumber : Data primer (diolah, 2010)
BAB VI
34
PEMBAHASAN
6.1 Hipertensi
Hipertensi adalah tekanan darah yang sama atau melebihi 140 mmHg
systole ( ≥ 140) dan/atau sama atau melebihi 90 mmHg diastole ( ≥ 90)3.
Prevalensi hipertensi di seluruh dunia, diperkirakan sekitar 15-20%.
Hipertensi di Asia diperkirakan sudah mencapai 8-18% pada tahun 1997. Hasil
Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun 1995, prevalensi hipertensi di Indonesia
cukup tinggi, 83 per 1.000 anggota rumah tangga. Pada tahun 2000 sekitar 15-
20% masyarakat Indonesia menderita hipertensi1,2.
Dari hasil penelitian terhadap 149 pasien yang berobat ke poliklinik
Penyakit Dalam selama tanggal 06 September 2010 sampai tanggal 08 September
2010 terdapat 79 pasien yang didiagnosa hipertensi oleh dokter spesialis Penyakit
Dalam di poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel
Abidin Banda Aceh. Jumlah ini adalah 53 % dari keseluruhan pasien yang berobat
ke poliklinik Penyakit Dalam. Angka ini jauh lebih tinggi dari pada angka
kejadian hipertensi di Indonesia berdasarkan Hasil Survey Kesehatan Rumah
Tangga yaitu sekitar 15-20% (data tahun 2000).
6.2 Riwayat Keluarga
Kasus hipertensi esensial 70%-80% diturunkan dari orang tuanya. Apabila
riwayat hipertensi terdapat pada kedua orang tua maka dugaan hipertensi esensial
lebih besar. 1,8
Dari penelitian ini diadapatkan sebanyak 49 orang (62,0%) responden
memiliki riwayat keluarga hipertensi, dan yang tidak memiliki riwayat keluarga
hipertensi yaitu 18 orang (22,8%) responden. Hal ini menunjukkan bahwa
hipertensi lebih cenderung terjadi pada orang-orang yang mempunyai riwayat
keluarga hipertensi. Hal ini sesuai dengan Sugiharto-aris dalam tulisannya yang
berjudul Faktor Risiko Hipertensi Grade II pada Masyarakat, Semarang, 2007
menyebutkan bahwa risiko hipertensi akan meningkat pada pasien-pasien yang
mempunyai riwayat keluarga hipertensi.
35
6.3 Umur
Tekanan darah cenderung meningkat seiring bertambahnya usia. Semakin
tua usia seseorang maka semakin besar risiko terserangnya hipertensi. Pada
umumnya pasien hipertensi adalah orang-orang yang berusia 40 tahun. Namun
tidak menutup kemungkinan hipertensi diderita oleh orang berusia muda.
Prevalensi dikalangan usia lanjut cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian
sekitar 50 % diatas umur 60 tahun.
Dari hasil penelitian ini didapatkan bahwa sebagian besar pasien hipertensi
berusia dewasa tua ( kelompok usia diatas 60 tahun) yaitu sebanyak 41 orang
(51,9%) responden. Pada responden yang berusia dewasa pertengahan (kelompok
usia 40 sampai 60 tahun) sebanyak 35 orang (44,3%) responden, dan kelompok
dewasa muda (kelompok usia 18 sampai 40 tahun) sebanyak 3 orang (3,8%).
Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semakin tua usia seseorang
maka risiko menderita hipertensi semakin tinggi.
6.4 Jenis Kelamin
Wanita yang menderita hipertensi lebih banyak dari pada laki-laki. Tetapi
wanita lebih tahan dari pada laki-laki karena pada wanita jarang disertai
kerusakan jantung dan pembuluh darah. Sampai usia 55 tahun pria berisiko lebih
tinggi terkena hipertensi dibandingkan wanita.
Dari data hasil penelitian ini didapatkan 51 orang (64,6%) responden
berjenis kelamin laki-laki dan 28 orang (35,4%) merupakan responden berjenis
kelamin perempuan. Dari data ini terlihat bahwa hipertensi cenderung diderita
oleh laki-laki. Hal ini berbeda dari Hasil Survey Kesehatan Rumah Tangga tahun
1995, yang menyatakan bahwa wanita lebih banyak menderita hipertensi di
bandingkan dengan laki-laki.
6.5 Obesitas
Obesitas merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui
secara pasti hubungan antara hipertensi dengan obesitas, namun terbukti bahwa
36
daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan
hipertensi lebih tinggi dari pada penderita hipertensi dengan berat badan normal.2
Pada orang dengan obesitas, tekanan darahnya cenderung tinggi karena seluruh
organ tubuh dipacu bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan energi yang
lebih besar. Jantungpun bekerja lebih keras karena banyaknya timbunan lemak
yang menyebabkan kadar lemak darah juga tinggi, sehingga tekanan darah
menjadi tinggi.2,3
Dari hasil penelitian ini didapatkan jumlah responden yang mengalami
obesitas adalah 44 orang (55,7%) dan jumlah responden yang tidak obesitas
sebanyak 35 orang (44,3%). Hal ini menunjukkan bahwa di Poliklinik Penyakit
Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, orang yang
mengalami obesitas lebih cenderung untuk mengalami hipertensi dibandingkan
dengan orang yang bukan obesitas.
6.6 Merokok
Dengan menghisap rokok maka akan berpengaruh terhadap kenaikan
tekanan darah atau hipertensi. Hal ini dapat disebabkan karena gas CO yang
dihasilkan oleh asap rokok dapat menyebabkan pembuluh darah kontriksi
sehingga tekanan darah naik. Karbon monoksida menimbulkan desaturasi
hemoglobin. CO menggantikan tempat oksigen di hemoglobin, mengganggu
pelepasan oksigen, dan mempercepat arterosklerosis (pengapuran atau penebalan
dinding pembuluh darah).
Xianglan Zhang, Xiao Ou Shu , Gong Yang, et.al., dalam tulisannya yang
berjudul Association of Passive Smoking by Husbands with Prevalence of
Hypertension among Chinese Women on okers dalam jurnal JAMA tahun 2005
yang dikutip dari laporan hasil pemeriksaan faktor risiko penyakit tidak menular
dinyatakan bahwa selain dari lamanya merokok, risiko akibat merokok terbesar
tergantung pada jumlah rokok yang dihisap perhari. Seseorang yang menghisap
lebih dari satu pak rokok sehari menjadi 2 kali lebih rentan dari pada mereka yang
tidak merokok.
37
Dari hasil penelitian ini didapatkan jumlah responden yang termasuk perokok
adalah sebanyak 40 orang (51,6%). Jumlah responden yang bukan perokok
sebanyak 39 orang (49.4%) dimana 7 orang (8,9%) merupakan perokok sangat
berat, 13 orang (16.5%) perokok berat, 15 orang (19,0%) perokok sedang, dan 5
orang (6,3%) pada perokok ringan. Dari data hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa hipertensi lebih banyak terjadi pada perokok dari pada yang bukan
perokok. Sedangkan distribusi frekuensi perokok sedang adalah yang paling besar
persentasenya di poliklinik Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh . walaupun tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara distribusi frekuensi penderita hipertensi yang perokok dengan yang bukan
perokok. Hal ini dapat dikarenakan oleh faktor budaya masyarakat aceh yang
masih menganggap tabu wanita yang merokok.
6.7 Konsumsi Kopi
Walaupun masih kontroversial, beberapa penelitian menyebutkan bahwa
mengonsumsi kopi dalam jumlah berlebihan dapat meningkatkan tekanan darah.
Dan ada juga beberapa penelitian lain yang menyebutkan bahwa mengkonsumsi
kopi tidak berhubungan dengan peningkatan tekanan darah. William Lavallo dari
Oklahoma Medical Center, Amerika, menyebutkan kafein dapat meningkatkan
kadar hormon kortisol, yang berhubungan dengan tekanan darah. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa kopi dapat meningkatkan tekanan darah 5-15 mmHg,
tergantung pada kepekatan kopi dan sensitivitas individu. Namun kebanyakan
penelitian mengungkapkan bahwa minum 85-200 mg caffeine (sekitar 1 sampai 3
cangkir kopi sehari) tidak memberikan efek negatif pada kebanyakan orang sehat,
tetapi apabila mengkonsumsi kopi lebih banyak dari itu maka terjadi
kecendrungan peningkatan tekanan darah untuk jangka panjang.
Dari data hasil penelitian ini diperoleh data sebanyak 36 orang (45,6 %)
responden yang menderita hipertensi mengkonsumsi kopi, sedangkan yang tidak
mengkonsumsi kopi sebanyak 43 orang (54,4%). Hal ini menunjukkan bahwa
orang yang tidak mengkonsumsi kopi lebih banyak menderita hipertensi daripada
orang yang mengkonsumsi kopi di poliklinik Penyakit Dalam Rumah sakit Umum
38
Dokter Zainoel Abidin Banda Aceh. Ini dapat dikarenakan oleh banyaknya
responden yang meminum kopi tetapi tidak memenuhi kriteria sebagai peminum
kopi yang dapat meningkatkan risiko hipertensi, yaitu lebih dari 3 cangkir perhari
selama minimal 5 tahun.
BAB VII
PENUTUP
39
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian gambaran penderita hipertensi di poliklinik
Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada
tanggal 06 September 2010 sampai dengan 08 September 2010, didapatkan hasil
berupa :
Dari 149 orang pasien yang berobat ke poliklinik Penyakit Dalam Rumah
Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh pada tanggal 06
September 2010 sampai dengan 08 September 2010 didapatkan sebanyak
79 orang pasien yaitu 53,0 % dari seluruh populasi yang menderita
hipertensi.
Orang yang mempunyai riwayat keluarga menderita hipertensi lebih
banyak menderita hipertensi yaitu sebanyak 49 orang atau 62,0%
dibandingkan orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga menderita
hipertensi yaitu sebanyak 18 orang ( 22,8%), dan 12 orang (15,2%)
koresponden tidak mengetahui ada atau tidak anggota keluarganya
menderita hipertensi.
Orang dengan usia dewasa tua (>60 tahun) mempunyai gambaran
distribusi frekuensi menderita hipertensi lebih banyak, yaitu 41 orang
(51,9%) yang disusul oleh usia dewasa pertengahan sebanyak 35 orang
(44,3%), dan yang paling rendah didapatkan pada dewasa muda sebanyak
3 orang (3,8 %).
Laki-laki lebih banyak menderita hipertensi yaitu sebanyak 51 orang
(64,6%) daripada perempuan yaitu sebanyak 28 orang (35,4%)
Orang yang obesitas lebih banyak menderita hipertensi yaitu sebanyak 44
orang (55,7%) dari pada orang yang tidak mengalami obesitas yaitu
sebanyak 35 orang (44,3%).
Dari penelitian didapatkan jumlah responden yang termasuk perokok
sebanyak 40 orang (51,6%). Jumlah responden bukan perokok sebanyak
39 orang (49.4%) dimana 7 orang (8,9%) adalah responden merupakan
40
perokok sangat berat, 13 orang (16.5%) perokok berat, 15 orang (19,0%)
perokok sedang, dan 5 orang (6,3%) pada perokok ringan.
Sebanyak 36 orang (45,6 %) koresponden yang menderita hipertensi
mengkonsumsi kopi, sedangkan yang tidak mengkonsumsi kopi sebanyak
43 orang (54,4%). Hal ini menunjukkan bahwa orang yang tidak
mengkonsumsi kopi lebih banyak menderita hipertensi daripada orang
yang mengkonsumsi kopi.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti menyarankan beberapa hal
sebagai berikut:
1. Perlu dilakukan penyuluhan oleh instansi terkait untuk meningkatkan
pengetahuan masyarakat tentang hipertensi dan berbagai macam faktor
risiko untuk terjadi hipertensi.
2. Diharapkan kepada masyarakat, khususnya bagi penderita hipertensi agar
rutin melakukan pemeriksaan kesehatan dan melakukan pengobatan ke
tempat-tempat pelayanan kesehatan.
3. Perlu dilakukan peningkatan usaha-usaha untuk menambah pengetahuan
masyarakat tentang bahaya merokok disertai partisipasi aktif pihak terkait
dalam menurunkan angka perokok mengingat merokok masih merupakan
faktor yang sangat berhubungan dengan timbulnya hipertensi.
4. Kepada instansi kesehatan terkait untuk dapat memberikan informasi dan
edukasi kepada masyarakat tentang bahaya mengkonsumsi kopi.
5. Diharapkan kepada peneliti selanjutnya yang ingin meneliti tentang
hipertensi untuk bisa lebih mengembangkan permasalahan yang timbul
serta pemecahannya lebih lanjut.
DAFTAR KEPUSTAKAAN
41
1. Suheni, Y. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kejadian
Hipertensi pada Laki-laki Usia 40 Tahun ke Atas di Badan Rumah Sakit
Daerah Cepu. Skripsi. Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Ilmu
Keolahragaan, Universitas Negeri Semarang. 2007
2. Anonymus, Departemen Kesehatan RI. warta Kesehatan Masyarakat.
Direktorat Jendral Bina Kesehatan Masyarakat. Jakarta 2003
3. Pangabean, M.M.. Penyakit Jantung Hipertensi dalam Kardiologi dalam
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.PB PABDI. Jakarta
2006: Hal 1630 – 1640
4. Schwartz, G.L.. Hypertension dalam Mayo Clinic Internal Medicine
Concise Text Book. Canada. Mayo Clinic Scientific Press and Informa
HealthCare USA, Inc. 2008: hal 429- 464
5. Horng, Wen-Bing., Lee, Cheng-Ping., dan Chen, Chun-Wen. 2001.
“Classification of Age Groups”. Tamkang Journal of Science. Vol. 4, No.
3, Hal 183-192
6. Yundini. Faktor Risiko Terjadinya Hipertensi. Dalam blog Sukasukamu.
Last Up Dated 29 Aug 2006 10:27 WIB. Diambil dari
http://sukasukamu.com/?p=007
7. Anonymus. Darah Tinggi/ Hipertensi. Dalam blog Gaya Hidup Sehat. Last
Up Dated Senin, 1 Desember 2008 11:30:45 WIB. Diambil dari
http://infohidupsehat.com/?p=91
8. Fisher, N.D.L.. Hypertensif Vascular Disease dalam Disorder of
Cardiovascular System dalam Harrison Principles of Internal Medicine.
16th Edition. New York. McGraw Hill. 2005: hal 1463-1480
9. Anonymus, Hipertensi dan Obesitas, Last Up Dates 07 Agustus 2008
Diambil dari http://www.jantunghipertensi.com/ index2. php?
option=com_content&do_ pdf=1&id=336
42
10. Anonymus. Cara mengukur Lingkar Pinggang dalam Gaya Hidup Sehat
dalam Senior Tabloid Gaya Hidup Sehat Last Up Dated 05 Mar 2008
pukul 14:45:00 WIB. Diambil dari http://www.ehow.com/how_4947978
11. Anonymus. Forum Kesehatan Indonesia. Last Up Dated Mon 16 Jun,
2008. Diambil dari http://www. Medisiana.com/printview. php?
t=10&start=0&sid=3f426f0512b8cc9ffdb08163702f32e
12. Gray, H. H.. Hipertensi dalam Lecture Notes Kardiologi. Edisi Keempat.
EMS. Jakarta. 2005: Hal57-69
13. Sulistiani, W. Analisis Faktor Risiko Yang Berkaitan Dengan Kejadian
Hipertensi Pada Lansia Di Wilayah Kerja Puskesmas Kroya I Kabupaten
Cilacap Tahun 2005. Skripsi S1. Universitas Diponegoro
Semarang 2005
14. Tjukria P.T, Dibalik Nikmatnya Kopi. Blog Estika. Last Up Dated 26 Jul
2007 18:33:46 WIB. Diambil dari http:// www.estika. Com/ info.
produk.php?id=4
15. Anonymus, Manfaat dibalik Nikmatnya Kopi, Last Up Dates Senin, 16
Mei 2005 dalam Lampung Post Diambil dari
http://www.lampungpost.com/=1&id=336
16. Nadesul, H. Sekilas Kopi. Last Up Dated 2009. Diambil dari
http://www.sahabatnestle.co.id/HOMEV2/main/SUI/SUI_SehatBugar. asp
/id=1167
17. Notoatmojo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Rineka Cipta. Jakarta.
2002
43
44