contoh2

10
91 Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 2, Agustus 2008, 91 - 100 ISSN : 1693-9883 POLA PENGOBATAN FLUOR ALBUS DI RUMAH SAKIT UMUM PUSAT NASIONAL DR CIPTO MANGUNKUSUMO SERTA FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (ANALISIS DATA REKAM MEDIK TAHUN 2006-2007) Numlil Khaira Rusdi * , Yulia Trisna ** , Atiek Soemiati *** * Jurusan Farmasi FMIPA-UHAMKA ** RSUPN Cipto Mangunkusumo *** Departemen Farmasi FMIPA-UI ABSTRACT The objectives of this study were to know (1) Patients’ characteristics (2) The most etiology of leucorrhoea (3) Association between clinical manifestations or genital symp- toms with etiology of leucorrhoea (4) Therapy management of leucorrhoea by obstet- ric-gynecologist and venereologist (5) Factors influenced the treatment of leucorrhoea (6) Compliance with hospital therapeutic guidelines. The study was cross sectional and retrospective. A total of 437 patients hospitalized from January 2006-December 2007 were included. The results showed that leucorrhoea was found in 17,6% of patients at sexually transmitted disease clinic and 82,4% of patients at obstetric- gynecology clinic. The majority of patients were in productive age, married, and housewife, with most of genital symptoms were pruritus and curd-like vaginal dis- charge. The most of etiology leucorrhoea in this study was candidiasis. Statistically, there were association between genital symptoms with candidiasis and bacterial vaginosis (p<0,05). The specific genital symptoms of candidiasis were pruritus and curd-like vaginal discharge, whereas for bacterial vaginosis were homogeneous and increased vaginal discharge. There were different treatments of vaginal discharge be- tween obstetric-gynecologist and venereologist. For candidiasis, the obstetric-gyne- cologist preferred to use fluconazole, and metronidazole+nystatin (Flagistatin ® ); whereas the venereologist used clotrimazole and itraconazole. For bacterial vaginosis, obstet- ric-gynecologist used clindamycin and metronidazole+nystatin (Flagistatin ® ), while venereologist preferred to use metronidazole. For trichomoniasis there was no different treatment between obstetric-gynecologist and venereologist. In pregnancy, antibiot- ics used to treat leucorrhoea were clindamycin, fluconazole, metronidazole+nystatin (Flagistatin ® ), metronidazole, and nystatin. Prescribing compliance with the hospi- tal therapeutics guidelines were 37,8%. The type of antibiotics used were azitromycin, Corresponding author : E-mail : [email protected]

description

contoh2

Transcript of contoh2

Page 1: contoh2

91

Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 2, Agustus 2008, 91 - 100ISSN : 1693-9883

POLA PENGOBATAN FLUOR ALBUSDI RUMAH SAKIT UMUM PUSATNASIONAL DR CIPTO MANGUNKUSUMOSERTA FAKTOR-FAKTOR YANGMEMPENGARUHINYA(ANALISIS DATA REKAM MEDIKTAHUN 2006-2007)Numlil Khaira Rusdi*, Yulia Trisna**, Atiek Soemiati***

* Jurusan Farmasi FMIPA-UHAMKA** RSUPN Cipto Mangunkusumo*** Departemen Farmasi FMIPA-UI

ABSTRACTThe objectives of this study were to know (1) Patients’ characteristics (2) The mostetiology of leucorrhoea (3) Association between clinical manifestations or genital symp-toms with etiology of leucorrhoea (4) Therapy management of leucorrhoea by obstet-ric-gynecologist and venereologist (5) Factors influenced the treatment of leucorrhoea(6) Compliance with hospital therapeutic guidelines. The study was cross sectionaland retrospective. A total of 437 patients hospitalized from January 2006-December2007 were included. The results showed that leucorrhoea was found in 17,6% ofpatients at sexually transmitted disease clinic and 82,4% of patients at obstetric-gynecology clinic. The majority of patients were in productive age, married, andhousewife, with most of genital symptoms were pruritus and curd-like vaginal dis-charge. The most of etiology leucorrhoea in this study was candidiasis. Statistically,there were association between genital symptoms with candidiasis and bacterialvaginosis (p<0,05). The specific genital symptoms of candidiasis were pruritus andcurd-like vaginal discharge, whereas for bacterial vaginosis were homogeneous andincreased vaginal discharge. There were different treatments of vaginal discharge be-tween obstetric-gynecologist and venereologist. For candidiasis, the obstetric-gyne-cologist preferred to use fluconazole, and metronidazole+nystatin (Flagistatin®); whereasthe venereologist used clotrimazole and itraconazole. For bacterial vaginosis, obstet-ric-gynecologist used clindamycin and metronidazole+nystatin (Flagistatin®), whilevenereologist preferred to use metronidazole. For trichomoniasis there was no differenttreatment between obstetric-gynecologist and venereologist. In pregnancy, antibiot-ics used to treat leucorrhoea were clindamycin, fluconazole, metronidazole+nystatin(Flagistatin®), metronidazole, and nystatin. Prescribing compliance with the hospi-tal therapeutics guidelines were 37,8%. The type of antibiotics used were azitromycin,

Corresponding author : E-mail : [email protected]

Page 2: contoh2

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN92

clindamycin, clotrimazole, doxycycline, fluconazole, itraconazole, ketoconazole, andmetronidazole. Statistics analysis by Logistic regression (Cl 95%) showed that factorsinfluenced the treatment of leucorrhoea included genital symptoms (OR = 0,975),risk factors (OR = 0,917), etiology (OR = 1,103), and comorbid diseases (OR =1,387).

Key words : leucorrhoea, vaginal discharge, profile of antibiotics for leucorrhoea,obstetric-gynecologist, venereologist.

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik pasien Fluor Albus(FA) yang datang berobat ke RSCM, mengetahui etiologi yang tersering pada FA,mengetahui hubungan manifestasi klinik/keluhan dengan etiologi FA, mengetahuiperbedaan pola pengobatan FA oleh dokter dari Departemen Obstetri Ginekologi danDepartemen Ilmu Penyakit Kulit kelamin, mengetahui faktor-faktor yangmempengaruhi pengobatan FA, mengetahui tingkat kesesuaian pengobatan denganstandar terapi yang ada. Penelitian ini menggunakan rancangan studi deskriptif dananalitik dengan pengambilan data secara retrospektif. Hasil menunjukkan bahwapenyakit fluor albus ditemukan pada 17,6% pasien karena tertular melalui hubunganseksual dan 82,4% pasien pada klinik obstetrik-ginekologi. Hasil penelitian didapatkanbahwa penyakit FA banyak terjadi pada penderita kelompok umur reproduktif.Pekerjaan umumnya sebagai ibu rumah tangga (IRT), dengan status marital menikah.Keluhan yang banyak diberikan adalah gatal, duh tidak berbau atau berbau asam, duhberwarna putih kuning dan kental. Penyebab FA terbanyak adalah Kandidiasisvaginalis. Terdapat hubungan bermakna antara keluhan/manifestasi klinik denganFA. Hubungan bermakna ini terlihat pada FA yang disebabkan oleh kandidiasisvaginalis dan bakteriosis vaginalis. Terdapat perbedaan pola pengobatan FA berdasarkanetiologi (kandidiasis dan bakteriosis) antara dokter dari Departemen Obstetri Ginekologidan Departemen Ilmu Penyakit Kulit kelamin. Faktor-faktor yang mempengaruhipola pengobatan FA oleh dokter Departemen Obstetri Ginekologi dan Ilmu PenyakitKulit kelamin adalah: faktor keluhan, etiologi, faktor risiko, dan penyakit penyerta.Faktor umur, pekerjaan dan status marital secara statistik, tidak memiliki hubunganyang bermakna. Tingkat kesesuaian antara pengobatan dengan standar terapi obatuntuk FA di RSCM cukup rendah, dimana sebagian besar pasien diobati secara empiris.

Kata kunci : penyakit fluor albus, vaginal discharge, profil antibiotik untuk penyakitfluor albus, obstetrik-ginekologis, venereologis.

Page 3: contoh2

93Vol. V, No.2, Agustus 2008

PENDAHULUAN

Fluor albus (fluor=cairan kental,albus=putih) atau dikenal denganistilah keputihan/leukorhea/vaginal dis-charge adalah nama yang diberikankepada cairan yang dikeluarkan darialat genital yang tidak berupa darah.

Fluor albus (FA) dapat merupakansuatu keadaan yang normal (fisio-logis) atau sebagai tanda dari adanyasuatu penyakit (patologis). FA yangnormal biasanya bening sampaikeputihan, tidak berbau dan tidakmenimbulkan keluhan. FA yangpatologis biasanya berwarna keku-ningan/kehijauan/keabu-abuan,berbau amis/busuk, jumlah sekretumumnya banyak dan menimbulkankeluhan seperti gatal, kemerahan(eritema), edema, rasa terbakar padadaerah intim, nyeri pada saat ber-hubungan seksual (dyspareunia) ataunyeri saat berkemih (dysuria.)

Tiga infeksi yang paling seringmenyebabkan vaginitis adalah kan-didiasis, trikomoniasis dan vaginosisbakterial, sedangkan servisitis dise-babkan oleh gonore dan klamidia.

Pengobatan keputihan/FA harusdisesuaikan dengan jenis mikro-organisma penyebabnya. Penyebabinfeksi pada keputihan bisa sajadisebabkan oleh gabungan daribeberapa mikroorganisme. Disinidokter mempunyai peranan yangpenting dalam mendiagnosis penye-bab suatu penyakit. Pembuatan diag-nosis yang akurat bisa sangat sulit,sehingga upaya pengobatan jugamenjadi kompleks. Terlebih lagi,

adanya obat yang dijual bebas me-mungkinkan pemberian pengobatanyang tidak sesuai.

Oleh karena FA merupakanpenyakit yang dapat disebabkan olehbeberapa organisma, dan peranandokter dalam menegakkan diagno-sis yang tepat sangat diperlukan, sertakarakteristik pasien yang berbeda,dengan keluhan yang berbeda-bedajuga akan memberikan pola pengo-batan yang berbeda. Tingkat penge-tahuan dan pengalaman dokter yangberbeda kemungkinan juga akanmempengaruhi dalam pola pengo-batan. Untuk itu peneliti tertarikuntuk melihat pola pengobatan FA diRumah Sakit Umum Pusat NasionalDR Cipto Mangunkusumo (RSCM)serta faktor-faktor yang mempenga-ruhinya.

Tujuan penelitian ini adalahuntuk mengetahui gambaran polapengobatan Fluor albus dan faktor-faktor yang mempengaruhinya.

METODE

Penelitian ini menggunakanrancangan studi deskriptif dananalitik dengan pengambilan datasecara retrospektif. Data diambil darirekam medis pasien dengan diagno-sis Fluor albus tahun 2006-2007 diRSCM Jakarta.

Hipotesis dalam penelitian iniadalah; Ada hubungan etiologi,manifestasi klinik, penyakit penyerta,faktor risiko, status marital, usia, danpekerjaan dengan pola pengobatanFluor albus; Ada perbedaan bermakna

Page 4: contoh2

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN94

antara pola pengobatan Fluor albusoleh dokter dari Departemen Ob-stetri Gynekologi dan dari Depar-temen Ilmu Penyakit Kulit kelamin;Ada hubungan antara manifestasiklinis/keluhan dengan Fluor albusyang disebabkan oleh kandidiasis,bakteriosis dan trikomoniasis.

Pengolahan dan analisis datadilakukan dengan alat uji statistik.Analisis data dilakukan dengan tarafkepercayaan 95% dengan uji uni-variat (untuk mengetahui karakteris-tik pasien), bivariat dengan uji Chisquare dan multivariat denganregresi Logistik.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Pengobatan Fluor albus

1. Profil Obat-Obat Yang Digunakanoleh Bagian Obgin dan Kulit Kelamin

Secara umum jenis obat-obatyang digunakan oleh dokter dariDepartemen Obstetri Ginekologi danDepartemen Ilmu Penyakit Kulitkelamin adalah azitromisin, ampi-sulbactam, klindamisin, sefiksim,doksisiklin, flukonazol, Flagistatin®,hidroksizin, hidrokortison, itra-konazol, ketokonazol, klotrimazol,metronidazol, mikonazol, dan nista-tin. Obat yang banyak digunakanadalah Flagistatin®, klindamisin,flukonazol dan metronidazol . Namadagang yang diresepkan antara lainFlagyl® untuk metronidazol, Diflu-can® untuk flukonazol dan Flagi-statin® untuk kombinasi metro-nidazol dan nistatin.

2. Profil Obat-obat yang digunakanberdasarkan Etiologi Fluor albus

Obat tidak diberikan jika daripemeriksaan penunjang tidak di-temukan infeksi mikroorganisma,yang kemudian didiagnosis denganFA fisiologis. Total pasien yangdidiagnosis dengan FA fisiologis 57orang, 41 dengan diagnosis tunggal,tanpa bersamaan dengan infeksi lain.32 pasien tidak diberi obat, 9 pasiendiberi obat (dari bagian Obgin) yaitudengan klindamisin 4 orang, Flagi-statin® 3 orang, klindamisin + Fla-gistatin® 1 orang dan klindamisin +metronidazol 1 orang.

Untuk kandidiasis (KV) secaraumum obat yang banyak digunakanadalah flukonazol dan Flagistatin®.Pada bagian Kulit kelamin, obat yangdigunakan untuk kandidiasis adalahflukonazol, itrakonazol, ketokonazol,klotrimazol, dan mikonazol. Padabagian Obgin, obat yang digunakanuntuk KV adalah: flukonazol, Fla-gistatin®, klindamisin, nistatin, doksi-siklin, dan ketokonazol.

Pada vaginosis bakterialis (BV)secara umum obat yang banyakdigunakan adalah metronidazol,klindamisin dan Flagistatin®. 33pasien BV dari bagian Kulit kelamin,30 diantaranya mendapatkan metro-nidazol, 1 orang mendapatkan klin-damisin, 1 orang mendapat Flagi-statin®, dan 1 orang lagi diobati sesuaihasil laboratorium kultur resistensiaerob.

Pada Trikomoniasis (TV), hanya4 orang yang didiagnosis dengan TV,3 dari Obgin dan 1 dari Kulit kelamin.

Page 5: contoh2

95Vol. V, No.2, Agustus 2008

Obat yang digunakan oleh dokterObgin adalah Flagistatin®, metro-nidazol, dan azitromisin + metro-nidazol, sedangkan dokter Kulitkelamin menggunakan metronidazol.

Untuk infeksi genital non spesifik(IGNS), obat yang digunakan adalahdoksisiklin dan azitromisin. Darisuatu hasil penelitian didapatkanbahwa penggunaan doksisiklin se-lama 7 hari memberikan efek yangsama dengan azitromisin (1 gram)dosis tunggal. Obat ini memberikanangka kesembuhan lebih dari 95%(1). Namun doksisiklin merupakanobat yang paling banyak dianjurkan,karena cara pemakaian yang lebihmudah dan dosis yang lebih kecilyaitu 2 kali 100 mg selama seminggu(2).

Pada gonore (GO), obat yangdigunakan adalah cefixime. Cefiximemerupakan obat alternatif pada GO,tapi merupakan obat pilihan barudari golongan sefalosporin yangdapat diberikan secara oral yaitu 1kali 400 mg. Obat ini juga sesuaidengan pengobatan yang dianjurkanuntuk GO yaitu obat dengan dosistunggal (3).

Untuk alergi, pemberian anti-histamin dan kortikosteroid mengu-rangi gejala penyakit (3). Pada pene-litian ini obat yang diberikan adalahadalah kombinasi hidroksizin danhidrokortison.

Pada penderita dengan diagnosaFA (tanpa diketahui penyebab Fluoralbus), obat yang diberikan sangatbervariasi. Jenis obat yang banyakdiresepkan diantaranya: Flagistatin®,

klindamisin, dan klindamisin +Flagistatin®.

3. Profil Obat-Obat Yang DigunakanPada Wanita Hamil Dengan Fluor albus

Obat-obat yang digunakan olehwanita hamil yang menderita Fluoralbus adalah klindamisin, flukonazol,Flagistatin®, metronidazol dannistatin.

Pemberian metronidazol direko-mendasikan oleh Centers for DiseaseControl sebagai terapi vaginosisbakterial. Obat ini masuk dalamkategori B untuk wanita hamil. Saatini sudah ada penelitian meta analisisyang menyatakan keamanan metro-nidazol pada kehamilan (4). Klinda-misin oral juga merupakan terapiyang direkomendasikan untuk BVpada wanita hamil.

Untuk kandidiasis (KV), Centersfor Disease Control merekomendasi-kan terapi FA untuk wanita hamilhanya dengan topikal azol (5). Hanyaklotrimazol dan mikonazol yangmasuk kategori B sedangkan anti-fungi yang lain termasuk kategori C.

Secara umum kebanyakan se-nyawa topikal azol adalah efektif,khususnya untuk pengobatan dalamwaktu lama (1-2 minggu). Durasiterapi yang lama dibutuhkan untukeradikasi infeksi kandida. Pengo-batan dengan topikal klotrimazoldosis tinggi sekali aplikasi efektifpada wanita hamil dan sebagaipertimbangan pertama dalam pengo-batan. Oral azol adalah kontra in-dikasi (6). Berdasarkan standarpengobatan yang ada di RSCM,

Page 6: contoh2

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN96

menyatakan bahwa wanita hamilsebaiknya tidak diberikan obatsistemik.

Pada suatu studi retrospektif diUK terhadap 289 wanita hamil,pemberian oral flukonazol selamasebulan sebelum atau selama ke-hamilan tidak memberikan efeksamping yang serius (7).

Perbedaan Pengobatan Oleh Dokterbagian Obgin dan Kulit kelaminberdasarkan Tiga Penyebab UmumFluor albus yaitu Kandidiasis (KV),bakteriosis (BV) dan trikomoniasis(TV)

1. Perbedaan Pengobatan Fluor albusyang disebabkan oleh Kandidiasis (KV)

Dari 124 pasien yang didiagnosadengan KV, obat yang diresepkanoleh dokter bagian Kulit kelaminyang terbanyak adalah : klotrimazol(n=3). Obat lainnya yaitu itrakonazol(2), flukonazol (1), ketokonazol (1)dan mikonazol (1). Untuk bagianObgin, obat yang banyak diresepkanyaitu antara lain flukonazol, Flagi-statin® dan klindamisin. Terdapatperbedaan pengobatan FA olehdokter Obgin dan Kulit kelamin ter-hadap infeksi yang disebabkan olehKandidiasis (KV) (p<0,05).

Adanya perbedaan dalam pe-ngobatan ini tergantung dari perilakudokter dalam memilih obat yangdapat dipengaruhi oleh beberapafaktor antara lain pengetahuantentang farmakologi/farmakoterapi,pendidikan yang berkelanjutan,pengalaman, dan informasi yang

diterima (8). Hal yang harus diper-hatikan disini adalah mencegahsupaya tidak terjadi resistensi dalampengobatan.

Dalam suatu penelitian didapat-kan bahwa pengobatan denganflukonazol 150 mg dosis tunggal,dapat mengurangi gejala keputihandan gatal dalam waktu 2-4 hari.Penggunaan dosis tunggal flukonazoljuga menghasilkan konsentrasiterapeutik yang persisten di vaginaselama beberapa hari (7).

Flukonazol 150 mg per oral dosistunggal atau itrakonazol 200 mg peroral 2 kali sehari selama 1 hari, samaefektifnya dengan pengobatan topi-kal. Penggunaan oral lebih mudahtetapi potensial toksisitasnya, khu-susnya ketokonazol harus dipertim-bangkan (6, 9)

Rata-rata eradikasi kandidiasisdalam waktu singkat yaitu antara72% dengan klotrimazol, sampai> 95% dengan tiokonazol, flukonazol,mikonazol dan terkonazol. Untukwaktu lama (rekurensi dan resistensi)yaitu antara 57% dengan klotrimazolsampai 89% dengan tiokonazol danterkonazol (7).

2. Perbedaan Pengobatan Fluor albusberdasarkan etiologi Bakteriosis vaginalis(BV)

Pengobatan BV oleh dokter daribagian Kulit kelamin secara umumyaitu menggunakan metronidazol,sedangkan bagian Obgin mengguna-kan klindamisin dan Flagistatin®.Terdapat perbedaan pengobatanyang bermakna antara dokter Obgin

Page 7: contoh2

97Vol. V, No.2, Agustus 2008

dan Kulit kelamin (p<0,05).Pada penelitian meta analisis

terhadap metronidazol pada pengo-batan BV, melaporkan bahwa angkakesembuhan yang dicapai yaitu 87%pada 280 wanita yang menerima oralmetronidazol (400-500mg), 2-3 kalisehari selama 7 hari, dan 86% pada317 wanita yang menerima terapiselama 5 hari, sehingga dapat disim-pulkan angka kesembuhan metro-nidazol pada BV lebih dari 85% (6).

Penelitian yang dilakukan olehPaavonen dkk (2000), menyatakanbahwa terapi dengan klindamisinovula selama 3 hari memberikan efekyang sama dengan metronidazol2x500 selama 7 hari dan efek sampingdari metronidazol (mual dan pera-saan tidak enak pada mulut) dapatdihindari (10).

Klindamisin 300mg peroral (po),2xsehari selama 7 hari memberikanangka kesembuhan hampir samadengan metronidazol 500mg, po2xsehari selama 7 hari (11)

3. Perbedaan Pengobatan Fluor albusyang disebabkan oleh Trikomoniasis (TV)

Untuk melihat pengobatan TVobat yang digunakan yaitu metro-nidazol dan Flagistatin®. Dari pene-litian ini tidak terdapat perbedaanpengobatan oleh dokter dari bagianObgin dan Kulit kelamin (p>0,05). Halini mungkin disebabkan karenajumlah pasien yang sedikit dan variasiobat yang digunakan juga sedikit.

Evaluasi Kesesuaian Obat-obat yangdigunakan

Tingkat kesesuaian obat-obatyang digunakan pada penderitadengan FA dalam penelitian iniditentukan berdasarkan jenis obatyang diresepkan oleh dokter yangselanjutnya dibandingkan denganjenis obat yang terdapat dalamstandar terapi untuk FA di RSCMJakarta.

Kriteria kesesuaian obat hanyadidasarkan atas jenis obat yangdiresepkan tanpa mempertimbang-kan kriteria lain termasuk dosis. Darihasil penelitian ditemukan bahwasebanyak 124 pasien (28,2%) men-dapat obat yang tidak sesuai, dimana2 orang dari bagian Kulit kelamin(1,3%) dan 122 orang (34,0%) daribagian Obgin. Pasien yang mendapat-kan obat yang sesuai berjumlah 164pasien (37,8%), yaitu 75 orang (98,7%)dari Kulit kelamin dan 89 orang(24,8%) dari Obgin. Sisanya 149pasien (41,2%) dari bagian Obgintidak diketahui kesesuai penggunaanobatnya karena pasien diberikanpengobatan empiris tanpa diketahuipenyebab infeksinya. Hal ini dise-babkan karena sebagian besar pasienmenolak untuk melakukan swab va-gina untuk mengetahui jenis infeksipenyebab Fluor albus sehingga doktermendiagnosis pasien dengan ‘FA’tanpa mengetahui penyebab dari FAtersebut.

Page 8: contoh2

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN98

Hubungan Manifestasi klinik ataukeluhan dengan Fluor albus YangDisebabkan Oleh Kandidiasis,Bakteriosis dan Trikomoniasis

Pada penelitian ini, keluhan yangbermakna dan spesifik untuk kan-didiasis (p<0,05) adalah : gatal, sekretbergumpal seperti kepala susu (cot-tage cheese-like), dan kental. MenurutLuthra, R., (2008), keluhan utamapada penderita kandidiasis adalahgatal, rasa terbakar, dan bergumpalseperti kepala susu/seperti putih keju(cottage cheese-like) (12). MenurutSoedarmadi (2007), gejala khaskandidiasis adalah gatal, keputihantidak berbau atau berbau asam (9),sedangkan menurut penelitian yangdilakukan oleh Chandeying, V. (1998)keluhan yang spesifik untuk KVadalah sekret genital seperti kepalasusu (dengan sensitivitas dan spe-sifisitas 72% dan 100%) (13). Dalampenelitian ini, rasa panas/terbakartidak memberikan hubungan yangbermakna (p>0,05) sedangkan ke-putihan tidak berbau/berbau asamtidak spesifik karena bakteriosis jugamemberikan hubungan yang ber-makna terhadap keluhan ini.

Untuk bakterial vaginosis (BV),dalam penelitian ini keluhan yangbermakna dan spesifik adalah: sekretberwarna abu-abu, homogen danbanyak. Bau busuk tidak spesifikkarena kandidiasis dan trikomoniasisjuga memberikan hubungan yangbermakna (p<0,05). Hal ini sesuaidengan penelitian yang dilakukanoleh Chandeying, V. (1998) dimanakeluhan yang spesifik untuk BV

adalah sekret genital homogen(dengan sensitivitas dan spesifisitas94% dan 88%) (13), sedangkan me-nurut Luthra (2008), keluhan utamauntuk BV adalah sekret encer, putihkeabuan dan berbau busuk (12).

Adanya perbedaan gejala khas inimungkin disebabkan karena adanyakomplikasi pada pasien atau adanyakoinfeksi dengan mikroorganismapatogen lainnya.

Untuk trikomoniasis keluhanyang mempunyai hubungan ber-makna adalah sekret berbau busuk/amis, tapi keluhan ini tidak spesifikkarena bau amis juga mempunyaihubungan yang bermakna terhadapkandidiasis dan bakteriosis. MenurutLuthra (2008), keluhan utama padatrikomoniasis adalah sekret berbusa,berwarna putih hijau, berbau busukdan disuria (12), sedangkan menurutpenelitian yang dilakukan olehChandeying, V. (1998) dimana ke-luhan yang spesifik untuk TV adalahsekret genital homogen (dengansensitivitas dan spesifisitas 94% dan88%) (13). Tidak adanya keluhanyang spesifik dalam penelitian ini,mungkin disebabkan oleh jumlahsampel yang sangat sedikit denganvariasi keluhan yang banyak.

Faktor-faktor yang mempengaruhipengobatan Fluor albus oleh dokterbagian Obgin dan Kulit kelamin

Untuk mengetahui faktor apasaja yang secara bersama-samamempengaruhi pola pengobatanFluor albus (FA) oleh dokter dariDepartemen Obstetri Ginekologi dan

Page 9: contoh2

99Vol. V, No.2, Agustus 2008

Departemen Ilmu Penyakit Kulitkelamin, telah dilakukan analisisstatistika dengan analisis regresilogistik dengan melibatkan variabelbebas umur, status marital, peker-jaan, penyakit penyerta, faktor risiko,etiologi dan keluhan/manifestasiklinik. Variabel bebas dinyatakanmempengaruhi pola pengobatan FAjika menunjukkan signifikansi <0,05.

Hasil analisis dengan alat bantuuji statistik menggunakan metodeEnter dengan taraf kepercayaan 95%menunjukkan bahwa faktor yangberpengaruh adalah : keluhan (sig-nifikansi = 0,000, Odds ratio = 0,975),faktor risiko (signifikansi = 0,000,Odds ratio = 0,917), etiologi (signi-fikansi = 0,009, Odds ratio = 1,103),penyakit penyerta (signifikansi =0,021, Odds ratio = 1,387).

KESIMPULAN

1. Penyakit Fluor albus banyakterjadi pada penderita kelompokumur reproduktif. Penderitatermuda berumur 6 tahun dantertua 80 tahun. Pekerjaanumumnya sebagai IRT, denganstatus marital menikah. Keluhanyang banyak diberikan adalahgatal, duh tidak berbau atauberbau asam, duh berwarnaputih kuning dan kental.

2. Penyebab Fluor albus terbanyakadalah Kandidiasis vaginalis.

3. Terdapat hubungan bermaknaantara keluhan/manifestasi kli-nik dengan Fluor albus. Hubung-an bermakna ini terlihat pada

Fluor albus yang disebabkan olehkandidiasis vaginalis dan bak-teriosis vaginalis.

4. Terdapat perbedaan pola pengo-batan Fluor albus berdasarkanetiologi (kandidiasis dan bakte-riosis) antara dokter dari Depar-temen Obstetri Ginekologi danDepartemen Ilmu Penyakit Kulitkelamin.

5. Faktor-faktor yang mempe-ngaruhi pola pengobatan Fluoralbus oleh dokter DepartemenObstetri Ginekologi dan IlmuPenyakit Kulit kelamin adalah:faktor keluhan, etiologi, faktorrisiko, dan penyakit penyerta.Faktor umur, pekerjaan dan sta-tus marital secara statistik, tidakmemiliki hubungan yang ber-makna.

6. Tingkat kesesuaian antara pe-ngobatan dengan standar terapiobat untuk Fluor albus di RSCMcukup rendah, dimana sebagianbesar pasien diobati secaraempiris.

SARAN

1. Karena belum adanya standarterapi Fluor albus pada Depar-temen Obstetri Ginekologi makadisarankan untuk membuatstandar terapi untuk pengobatanFluor albus karena dari penelitianini pasien yang datang ke Depar-temen Obstetri Ginekologi lebihbanyak dibandingkan yangdatang ke Departemen IlmuPenyakit Kulit kelamin.

Page 10: contoh2

MAJALAH ILMU KEFARMASIAN100

2. Perlu dipertimbangkan untukdibuatnya kebijakan mengenaiprosedur penulisan pada catatanrekam medis pasien RSCM agardata mudah dibaca dan ditelu-suri, sehingga memudahkanpada saat dilakukan evaluasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Peipert JF. 2003. Genital Chlamy-dial Infections. http://www.nejm.com, 19 Juni 2008.

2. Lumintang H. 2007. Infeksi Geni-tal Non Spesifik dalam BukuInfeksi Menular Seksual, Ed. 3.Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

3. Daili SF. 2007. Gonore dalam BukuInfeksi Menular Seksual, Ed. 3.Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

4. Leitich H, dkk. 2002. Antibiotictreatment of bacterial vaginosisin pregnancy: a meta analysis.Am J Obstet Gynecol. 188(3): 752-758.

5. Center for Disease Control &Prevention (CDC). 2006. VaginalInfection, in Sexually TransmittedDisease, Treatment Guideline 2006.MMWR, August 4, 2006/vol 55/No. RR-11. http://www.cdc.gov, 11 Desember 2007.

6. Sobel JD. 2008. Vulvovaginal Can-didiasis in Sexually TransmittedDisease, 4th ed. McGraw-Hill,New York.

7. Faro S, dkk. 1997. Treatment con-siderations in vulvovaginal can-didiasis. The female patient, vol22, March 1997. http://www.google.com, 10 Maret 2008.

8. Smith MC and AL Wertheimer.1996. Social and Behavioral aspectof Pharmaceutical care. Pharma-ceutical Products Press, NewYork.

9. Soedarmadi. 2007. Kandidosis vul-vovaginal dalam Buku InfeksiMenular Seksual, Ed. 3. BalaiPenerbit FKUI, Jakarta.

10. Paavonen JP, dkk. 2000. VaginalClindamisin and Oral Metronidazolfor Bakterial Vaginosis : A Random-ized Trial. http://www.yahoo.com, 11 Desember 2007.

11. Judanarso J. 2007. VaginosisBakterial dalam Buku IlmuPenyakit Kulit dan Kelamin, Ed.5. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

12. Luthra R. Diagnosis of Vaginitisand Pelvic Inflamation Disease.Women’s Health & EducationCenter, United States of Ame-rica.

13. Chandeying V, dkk. 1998. Evalu-ation of two clinical protocol forthe management women withvaginal discharge in SouthernThailand. Sex Transm Infect.