Contoh Studi Kelayakan

20
BAB IV ASPEK FINANSIAL 1.1. Aspek Pasar Aspek pasar adalah aspek yang berhubungan dengan potensi pasar yang ada, berkenaan dengan pemakaian hotel. 1.1.1. Aspek Pasar Pendirian Hotel Adapun data pasar pendirian hotel tersebut adalah sebagai berikut: 1. Jumlah Penduduk Sumatera Utara (Sumut) Jumlah penduduk Sumut berdasarkan hasil survei 10 tahunan sekali yang terakhir kali dilakukan pada tahun 2010 oleh BPS berjumlah 12.982.204 jiwa. Untuk proyeksi jumlah penduduk Sumut pada tahun 2011 dan 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.1. Gambar 4.1. Proyeksi Jumlah Penduduk Sumut Tahun 2007-2012 12,600,000 12,800,000 13,000,000 13,200,000 13,400,000 12,834,371 13,042,317 13,248,386 12,982,204 13,103,596 13,204,560 Jumlah Penduduk Sumut Tahun 2007-2012 (Jiwa) 2007 2008 2009 2010 2011 2012

description

Studi Kelayakan

Transcript of Contoh Studi Kelayakan

Page 1: Contoh Studi Kelayakan

BAB IV

ASPEK FINANSIAL

1.1. Aspek Pasar

Aspek pasar adalah aspek yang berhubungan dengan potensi pasar yang ada, berkenaan

dengan pemakaian hotel.

1.1.1. Aspek Pasar Pendirian Hotel

Adapun data pasar pendirian hotel tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jumlah Penduduk Sumatera Utara (Sumut)

Jumlah penduduk Sumut berdasarkan hasil survei 10 tahunan sekali yang terakhir kali

dilakukan pada tahun 2010 oleh BPS berjumlah 12.982.204 jiwa. Untuk proyeksi jumlah

penduduk Sumut pada tahun 2011 dan 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Proyeksi Jumlah Penduduk Sumut Tahun 2007-2012

12,600,000

12,800,000

13,000,000

13,200,000

13,400,000

12,834,371

13,042,317

13,248,386

12,982,204 13,103,596

13,204,560

Jumlah Penduduk Sumut Tahun 2007-2012

(Jiwa)

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Page 2: Contoh Studi Kelayakan

Sedangkan jumlah penduduk Medan adalah sebesar 2.097.610 jiwa. Untuk proyeksi jumlah

penduduk Medan tahun 2011 dan 2012 dapat dilihat pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Proyeksi Jumlah Penduduk Medan Tahun 2007-2012

2. Jumlah Wisatawan

Jumlah wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung di Sumatera Utara melalui 3

(tiga) pintu masuk pada bulan Desember 2012 mencapai 25.263 orang, mengalami

peningkatan sebesar 3,19 persen dibanding yang datang pada bulan November 2012 yang

mencapai 24.481 orang. Demikian pula, jika dibandingkan dengan bulan yang sama tahun

2011, jumlah wisman pada bulan Desember 2012 mengalami peningkatan sebesar 0,54

persen, yaitu dari 25.127 orang naik menjadi 25.263 orang. Peningkatan jumlah wisman

pada Desember 2012 dibanding bulan sebelumnya terjadi pada pintu ketiga pintu masuk,

peningkatan tertinggi terjadi pada pintu masuk Tanjungbalai Asahan yang mengalami

peningkatan sebesar 13,07 persen, pintu masuk bandara Polonia mengalami kenaikan

sebesar 2,78 persen dan pintu masuk Belawan naik sebesar 0,75 persen.

2,000,000

2,050,000

2,100,000

2,150,000

2,200,000

2,083,156 2,102,105

2,121,053 2,097,610

2,155,787 2,174,292

Jumlah Penduduk Medan Tahun 2007-2012

(Jiwa)

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Page 3: Contoh Studi Kelayakan

Tabel 4.1. Jumlah Wisman Melalui 3 (Tiga) Pintu Masuk

Januari–Desember 2012

Secara kumulatif, selama Januari-Desember 2012, jumlah wisman yang berkunjung ke

Sumatera Utara mencapai 241.833 orang, yang berarti meningkat 8,38 persen dibanding

jumlah wisman pada periode yang sama tahun 2011. Persentase kenaikan tertinggi terjadi di

pintu masuk Tanjungbalai Asahan dengan kenaikan sebesar 20,48 persen, diikuti pintu

masuk Belawan sebesar 16,64 persen, dan Bandara Polonia sebesar 6,85 persen.

3. PDRB

Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Utara tahun 2012 yang diukur berdasarkan kenaikan

angka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2000 mencapai

angka 6,22 persen. Pertumbuhan tertinggi dicapai oleh sektor keuangan, persewaan, dan jasa

perusahaan 11,20 persen. Disusul oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 8,26 persen,

sektor jasa-jasa 7,54 dan sektor perdagangan, hotel dan restoran 7,23 persen. Sedangkan 5

(lima) sektor ekonomi lainnya masing-masing tumbuh dibawah 7 persen.

Adapun PDRB Sumut dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Page 4: Contoh Studi Kelayakan

Gambar 4.3. PDRB Per Kapita Provinsi Sumut Tahun 2007-2012

Sedangkan PDRB Kota Medan dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Gambar 4.4. PDRB Per Kapita Kota Medan Tahun 2007-2012

4. Tingkat Inflasi

Pada bulan Januari 2013, seluruh kota Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sumatera Utara

mengalami inflasi, Medan sebesar 1,21 persen, Pematangsiantar sebesar 2,01 persen,

Sibolga sebesar 3,78 persen, dan Padangsidimpuan sebesar 1,29 persen. Dengan demikian,

Sumatera Utara pada bulan Januari 2013 mengalami inflasi sebesar 1,39 persen. Terjadinya

0

10,000,000

20,000,000

30,000,000

15,984,000 16,403,000 18,380,000

21,230,000 23,974,864

26,498,819

PDRB Per Kapita Provinsi Sumut Tahun 2007-2012

(Rp)

2007 2008 2009 2010 2011 2012

0

10,000,000

20,000,000

30,000,000

40,000,000

50,000,000

26,620,950 31,026,880 34,259,820 35,700,110

39,200,230 42,900,000

PDRB Per Kapita Kota Medan Tahun 2007-2012

(Rp)

2007 2008 2009 2010 2011 2012

Page 5: Contoh Studi Kelayakan

inflasi pada bulan Januari 2013 menyebabkan laju inflasi year on year (bulan Januari 2013

terhadap bulan Januari 2012) masing-masing kota sebagai berikut: Medan 3,38 persen,

Pematangsiantar 3,86 persen, Sibolga 4,56 persen, dan Padangsidimpuan 4,15 persen.

Sementara itu, inflasi year on year untuk Sumatera Utara sebesar 3,51 persen.

Tabel 4.2. Inflasi Bulan Januari 2013, Inflasi Kumulatif, dan Inflasi Year on Year Bulan

Januari 2013 Terhadap Bulan Desember 2012 Menurut Kota

di Sumatera Utara

Terjadinya inflasi di Medan pada bulan Januari 2013 dipengaruhi oleh adanya kenaikan

harga pada beberapa komoditas antara lain: daging ayam ras, cabe merah, bawang merah,

dencis, angkutan udara, kentang, dan beras.

5. Tingkat Penghunian Kamar Hotel Berbintang di Sumut

Tingkat Penghunian Kamar (TPK) hotel berbintang di Sumatera Utara pada bulan Juni 2012

mencapai rata-rata 43,80 persen, atau turun 0,72 poin dibanding TPK hotel berbintang bulan

Mei 2011 yang sebesar 44,52 persen. Selanjutnya bila diamati menurut klasifikasi hotel,

TPK hotel bintang tiga mencapai 54,92 persen dan merupakan TPK hotel tertinggi

dibanding kelas hotel berbintang yang lain. Sedangkan TPK hotel terendah adalah hotel

bintang satu yang hanya mencapai 24,97 persen. Jika dibandingkan dengan bulan Mei 2011,

hotel bintang satu mengalami penurunan TPK tertinggi yaitu sebesar 12,93 poin, diikuti oleh

Page 6: Contoh Studi Kelayakan

hotel bintang lima dan empat yang mengalami penurunan TPK sebesar 1,98 poin dan 1,82

poin. Sedangkan hotel bintang tiga dan bintang dua mengalami peningkatan TPK masing–

masing sebesar 12,37 poin dan 0,54 poin.

Secara agregat, rata-rata lama menginap tamu asing dan tamu domestik padahotel berbintang

di Sumatera Utara di bulan Juni 2011 mencapai 1,52hari, yang mengalami penurunan 0,33

hari dibandingkan rata-rata lama menginap tamu pada bulan Mei 2011. Rata-rata lama

menginap tamu asing pada bulan Juni 2011 turun 0,30 hari jika dibandingkan dengan rata-

rata lama menginap tamu asing bulan Mei 2011, dan rata-rata lama menginap tamu domestik

turun 0,32 hari dibandingkan bulan Mei 2011. Secara keseluruhan, rata-rata lama menginap

tamu asing pada bulan Juni2011 sebesar 2,06 hari, lebih tinggi dibandingkan tamu domestik

yakni 1,44 hari.

Tabel 4.3. Tingkat Penghunian Kamar (TPK), Rata-Rata LamaMenginap Tamu Asing

(Wisman) dan Tamu Indonesia (Wisnus) pada Hotel Berbintang di Sumatera Utara

Menurut Klasifikasi Hotel

Bulan Maret 2012– Maret 2013

1.1.2. Aspek Pasar Pendirian Perkantoran

Page 7: Contoh Studi Kelayakan

Adapun data pasar pendirian perkantoran tersebut adalah sebagai berikut:

1. Jumlah Perseroan Terbatas (PT) dan Commanditaire Vennotschaap (CV)

Adapun perkiraan jumlah PT dan CV yang ada di Sumatera Utara mencapai 8.945

perusahaan pada tahun 2011. Sedangkan yang berada di daerah Medan dan sekitarnya

mencapai 4.456 perusahaan pada tahun 2011.

2. Tingkat Inflasi

Pada bulan Januari 2013, seluruh kota Indeks Harga Konsumen (IHK) di Sumatera Utara

mengalami inflasi, Medan sebesar 1,21 persen, Pematangsiantar sebesar 2,01 persen,

Sibolga sebesar 3,78 persen, dan Padangsidimpuan sebesar 1,29 persen. Dengan demikian,

Sumatera Utara pada bulan Januari 2013 mengalami inflasi sebesar 1,39 persen. Terjadinya

inflasi pada bulan Januari 2013 menyebabkan laju inflasi year on year (bulan Januari 2013

terhadap bulan Januari 2012) masing-masing kota sebagai berikut: Medan 3,38 persen,

Pematangsiantar 3,86 persen, Sibolga 4,56 persen, dan Padangsidimpuan 4,15 persen.

Sementara itu, inflasi year on year untuk Sumatera Utara sebesar 3,51 persen.

Tabel 4.4. Inflasi Bulan Januari 2013, Inflasi Kumulatif, dan Inflasi Year on Year Bulan

Januari 2013 Terhadap Bulan Desember 2012 Menurut Kota

di Sumatera Utara

Terjadinya inflasi di Medan pada bulan Januari 2013 dipengaruhi oleh adanya kenaikan

harga pada beberapa komoditas antara lain: daging ayam ras, cabe merah, bawang merah, dencis,

angkutan udara, kentang, dan beras.

Page 8: Contoh Studi Kelayakan

1.2. Perhitungan Biaya

1.2.1. Perhitungan Biaya Pembangunan Hotel

Perhitungan biaya pembangunan hotel dilakukan untuk menilai berapa besar biaya yang

harus dikeluarkan untuk membangun hotel dari tahap awal sampai akhir. Pada proyek ini, hotel

yang dibangun berjumlah empat lantai dengan satu basement. Pekerjaan dimulai dengan

menghancurkan/merubuhkan bangunan yang ada di atas tanah di Jl. Abdullah Lubis tersebut.

Selanjutnya dilakukan pembangunan hotel sampai selesai Adapun rincian biaya pembangunan

Hotel 4 Lantai dapat dilihat pada Lampiran 1.

Tabel 4.5. Biaya Pembagunan Hotel

NO ITEM PEMBANGUNAN BIAYA (dalam Rupiah)

1 Pekerjaan Persiapan 1.293.375.695

2 Pekerjaan Tanah 306.625.650

3 Pekerjaan Pondasi 280.159.200

4 Pekerjaan Beton 4.247.713.435

5 Pekerjaan dinding 1.443.528.900

6 Pekerjaan penutup lantai 1.051.735.830

7 Pekerjaan langit-langit 57.261.175

8 Pekerjaan sanitasi 252.439.800

9 Pekerjaan pintu jendela 514.263.000

10 Pekerjaan pengecatan 185.738.500

11 Instalasi 5.186.912.500

12 Lain-lain 293.500.000

Total Biaya 15.113.253.685

Page 9: Contoh Studi Kelayakan

1.2.2. Perhitungan Biaya Pembangunan Perkantoran

Perhitungan biaya pembangunan perkantoran dilakukan untuk menilai berapa besar biaya

yang harus dikeluarkan untuk membangun perkantoran dari tahap awal sampai akhir. Pada

proyek ini, perkantoran yang dibangun berjumlah empat lantai dengan satu basement. Pekerjaan

dimulai dengan menghancurkan/merubuhkan bangunan yang ada di atas tanah di Jl. Abdullah

Lubis tersebut. Selanjutnya dilakukan pembangunan perkantoran sampai selesai Adapun rincian

biaya pembangunan Perkantoran 4 Lantai dapat dilihat pada Lampiran 8.

Tabel 4.6. Biaya Pembagunan Perkantoran

NO ITEM PEMBANGUNAN BIAYA (dalam Rupiah)

1 Pekerjaan Persiapan 1.293.375.695

2 Pekerjaan Tanah 306.625.650

3 Pekerjaan Pondasi 264.594.800

4 Pekerjaan Beton 2.825.014.786

5 Pekerjaan Persiapan 1.170.145.100

6 Pekerjaan penutup lantai 672.196.650

7 Pekerjaan langit-langit 32.149.200

8 Pekerjaan sanitasi 83.177.200

9 Pekerjaan pintu jendela 1.235.002.980

10 Pekerjaan pengecatan 128.896.900

11 Instalasi 3.206.271.400

12 Lain-lain 293.500.000

Total Biaya 11.510.950.361

Page 10: Contoh Studi Kelayakan

1.3. Perhitungan Biaya Perabotan

1.3.1. Perhitungan Biaya Perabotan Hotel

Perabotan adalah barang-barang atau perlengkapan yang diperlukan untuk diletakkan di

dalam ruangan hotel. Biaya-biaya perabotan tersebut antara lain adalah untuk kursi set, sofa,

lemari, tempat tidur, dan perabotan lainnya yang mendukung. Adapun rincian biaya perabotan

untuk hotel dapat dilihat pada Lampiran 1.2.

1.3.2. Perhitungan Biaya Perabotan Perkantoran

Perabotan adalah barang-barang atau perlengkapan yang diperlukan untuk diletakkan di

dalam ruangan perkantoran. Biaya-biaya perabotan tersebut antara lain adalah untuk untuk kursi

set, sofa, lemari, AC, bola lampu, dan perabotan lainnya yang mendukung. Adapun rincian biaya

perabotan untuk perkantoran dapat dilihat pada Lampiran 8.2.

1.4. Perhitungan Pendapatan

1.4.1. Perhitungan Pendapatan Hotel

Pendapatan hotel dihitung berdasarkan jumlah kamar yang terpakai sesuai dengan

jenisnya masing-masing. Pemakaian kamar hotel dibagi berdasarkan tingkat okupansi yang

Page 11: Contoh Studi Kelayakan

berbeda-beda dari jenis kamar yang disewa. Diasumsikan ketersediaan kamar selalu ada dan

digunakan selama satu tahun (365 hari) untuk masing-masing jenis kamar. Adapun perhitungan

pendapatan hotel yang diperoleh dari penyewaan kamar hotel dan ballroom dengan berbagai

tingkat okupansi dapat dilihat pada Lampiran 4. Perhitungan pendapatan hotel dapat dilihat pada

Tabel 4.7.

Tabel 4.7. Perhitungan Pendapatan Hotel

No. Jenis Kamar Jumlah Kamar Harga Kamar

(Rp)

1 SUPERIOR 24 400.000

2 DELUXE 30 500.000

3 JUNIOR SUITE 6 850.000

4 BALLROOM 2 2.000.000

1.4.2. Perhitungan Pendapatan Perkantoran

Pendapatan perkantoran dihitung berdasarkan jumlah ruangan yang terpakai sesuai

dengan jenisnya masing-masing. Pemakaian ruangan perkantoran dibagi berdasarkan tingkat

okupansi yang berbeda-beda dari jenis ruangan yang disewa. Diasumsikan ketersediaan ruangan

selalu ada dan digunakan selama satu tahun (365 hari) untuk masing-masing jenis ruangan.

Adapun perhitungan pendapatan perkantoran yang diperoleh dari penyewaan ruangan

perkantoran dapat dilihat pada Lampiran 11. Perhitungan pendapatan kantor dapat dilihat pada

Tabel 4.8.

Tabel 4.8. Perhitungan Pendapatan Perkantoran

No. Jenis Ruangan Jumlah Ruang Harga Ruang

(per m2)

1 RUANG KANTOR 13.5 X 7 1 Rp. 650.000

2 RUANG KANTOR 12 X 10 2 Rp. 750.000

3 RUANG KANTOR 11 X 7 12 Rp. 550.000

Page 12: Contoh Studi Kelayakan

4 RUANG KANTOR 13 X 5.5 6 Rp. 500.000

5 RUANG KANTOR 11 X 9 3 Rp. 600.000

1.5. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP)

1.5.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Hotel

Perhitungan Harga Pokok Produksi terdiri dari perhitungan HPP untuk hotel dan restoran.

Perhitungan HPP dilakukan untuk tingkat okupansi yang berbeda-beda. Harga Pokok Produksi

Hotel adalah biaya yang dikeluarkan untuk melayani tamu selama menginap di kamar hotel.

Harga pokok produksi hotel terdiri dari Biaya Langsung yang terdiri dari tenaga kerja langsung

dan material langsung. Tenaga kerja langsung adalah tenaga kerja yang terlibat langsung dalam

mempersiapkan kamar hotel dan pelayanan selama tamu berada di kamar hotel. Material

langsung adalah segala material yang disediakan didalam kamar hotel. Harga pokok produksi

disesuaikan dengan tingkat okupansi rate. Adapun perhitungan HPP secara lengkap dapat dilihat

pada Lampiran 3.

1.5.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi (HPP) Perkantoran

Perhitungan Harga Pokok Produksi hanya meliputi perhitungan HPP untuk perkantoran.

Harga pokok produksi perkantoran terdiri dari biaya langsung berupa tenaga kerja langsung dan

material langsung yang diperlukan untuk mempersiapkan ruang perkantoran sehingga siap untuk

digunakan. Selain itu harga pokok produksi juga meliputi overhead yang terdiri dari perawatan

fasilitas gedung dan sebagainya. Adapun perhitungan HPP secara lengkap dapat dilihat pada

Lampiran 10.

Page 13: Contoh Studi Kelayakan

1.6. Laporan Laba-Rugi dan Perhitungan Net Present Value

1.6.1. Laporan Laba-Rugi Hotel dan Perhitungan Net Present Value

Laporan laba-rugi proyek pembangunan hotel 4 tingkat dibuat berdasarkan tingkat

okupansi yang berbeda-beda. Perhitungan laba rugi bertujuan untuk menghitung laba/rugi bersih

perusahaan dalam satu periode. Dimana pendapatan perusahaan akan dikurangkan dengan

pengeluaran perusahaan yang meliputi harga pokok produksi, biaya operasional dan pengeluaran

lainnya. Selanjutnya laporan laba rugi ini akan digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi

laporan laba/rugi pada 14 periode berikutnya. Pengestimasian laporan laba/rugi untuk 14 periode

berikut akan menggunakan beberapa asumsi. Beberapa asumsi yang digunakan adalah

peningkatan harga pokok produksi sebesar 10% hal ini dikaitkan dengan peningkatan upah

minimum setiap tahun dan tingkat inflasi. Selain itu adalah peningkatan pendapatan hotel sebesar

5% pertahun. Setelah diperoleh laba/rugi selama 15 periode maka akan dilakukan perhitungan

NET PRESENT VALUE (NPV). NPV digunakan untuk melihat kelayakan proyek dimana nilai

kumulatif NPV akan dibandingkan dengan total investasi yang dikeluarkan. Jika NPV > Total

Investasi maka proyek dikatakan layak. Adapun rincian laporan laba-ruginya beserta perhitungan

NPV dapat dilihat pada Lampiran 5. Nilai Net Present Value Hotel dapat dilihat pada Tabel 4.9.

Tabel 4.9. Nilai Net Present Value Hotel

No. Tingkat

Okupansi MARR

Nilai NPV (dalam

Rupiah)

Keterangan

1 70% 10% 19.721.213.985 Layak

Page 14: Contoh Studi Kelayakan

12% 16.083.905.948 Layak

15% 11.652.760.195 Layak

2 60%

10% 12.024.225.232 Layak

12% 9.281.051.395 Layak

15% 5.917.953.221 Layak

3 50%

10% 3.425.046.104 Layak

12% 1.676.236.750 Layak

15% -497.704.440 Tidak Layak

4 40%

10% -8.357.477.481 Tidak Layak

12% -8.873.062.695 Tidak Layak

15% -9.548.385.520 Tidak Layak

1.6.2. Laporan Laba-Rugi Perkantoran dan Net Present Value

Perhitungan laba rugi bertujuan untuk menghitung laba/rugi bersih perusahaan dalam satu

periode. Dimana pendapatan perusahaan akan dikurangkan dengan pengeluaran perusahaan yang

meliputi harga pokok produksi, biaya operasional dan pengeluaran lainnya. Selanjutnya laporan

laba rugi ini akan digunakan sebagai dasar untuk mengestimasi laporan laba/rugi pada 14 periode

berikutnya. Pengestimasian laporan laba/rugi untuk 14 periode berikut akan menggunakan

beberapa asumsi. Beberapa asumsi yang digunakan adalah peningkatan harga pokok produksi

sebesar 10% hal ini dikaitkan dengan peningkatan upah minimum setiap tahun dan tingkat

inflasi. Selain itu adalah peningkatan pendapatan perkantoran sebesar 10% pertahun yaitu

peningkatan sewa lahan kantor. Setelah diperoleh laba/rugi selama 15 periode maka akan

dilakukan perhitungan NET PRESENT VALUE (NVP). NPV digunakan untuk melihat kelayakan

proyek dimana nilai kumulatif NPV akan dibandingkan dengan total investasi yang dikeluarkan.

Jika NPV > Total Investasi maka proyek dikatakan layak. Adapun laporan laba-ruginya beserta

Page 15: Contoh Studi Kelayakan

perhitungan NPV dapat dilihat pada Lampiran 12. Laporan laba-rugi proyek pembangunan

perkantoran 4 tingkat dapat dilihat pada Lampiran 10.

Tabel 4.10. Nilai Net Present Value Perkantoran

No. MARR Nilai NPV

(dalam Rupiah) Keterangan

1

10% --77.114937 Tidak Layak

12% -2.401.663.084 Tidak Layak

15% -4.780.484.363 Tidak Layak

1.7. Perhitungan Pay Back Period (PBP)

1.7.1. Perhitungan Pay Back Period (PBP) Hotel

Perhitungan PBP dilakukan untuk melihat berapa lama waktu yang diperlukan untuk

sampai pada titik impas. Yang dimaksud dengan titik impas adalah jika nilai seluruh investasi

sama dengan kumulatif tingkat keuntungan. Nilai seluruh investasi pembangunan hotel 4 tingkat

(biaya bangun hotel dan inventaris) berjumlah Rp. 16.558.803.685. Adapun Break Event Point

berbeda tergantung dengan tingkat okupansi rate. Untuk perhitungan PBP secara lengkap dapat

dilihat pada Lampiran 5. Nilai Pay Back Period (PBP) Hotel dapat dilihat pada Tabel 4.11.

Tabel 4.11. Pay Back Period (PBP) Hotel

No Tingkat Okupansi Rate Pay Back Period (Tahun)

1 70% 3 TAHUN 3 BULAN

2 60% 3 TAHUN 11 BULAN

3 50% 5 TAHUN

4 40%. TIDAK DIKETAHUI

1.7.2. Perhitungan Pay Back Period (PBP) Perkantoran

Page 16: Contoh Studi Kelayakan

Perhitungan PBP dilakukan untuk melihat berapa lama waktu yang diperlukan untuk

samapai pada titik Break Event Point. Jika seluruh nilai investasi sudah sama dengan nilai

kumulatif keuntungan yang diperoleh perusahaan maka titik tersebut adalah titik break event

point (titik impas). Nilai seluruh investasi pembangunan perkantoran 4 tingkat (biaya bangun

perkantoran, inventaris, dan tanah) berjumlah Rp. 11.863.078.861. Dari hasil perhitungan

diperoleh titik impas terjadi pada tahun 2029 atau setelah lebih kurang 13 tahun lebih 6 bulan

perkantoran beroperasi. Untuk perhitungan PBP secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 12.

1.8. Perhitungan Internal Rate Return (IRR)

1.8.1. Perhitungan Internal Rate Return (IRR) Hotel

Internal Rate Return (IRR) adalah suatu metode untuk melihat kelayakan sebuah projek.

IRR adalah tingkat suku bunga dimana jumlah kumulatif NPV adalah sama dengan total

investasi. Suatu proyek dikatakan layak jika IRR > MARR (minimum attractive rate of return).

Di mana MARR adalah tingkat suku bunga minimum yang diinginkan oleh pihak investor

sebagai imbalan atas nilai investasinya. Adapun perhitungan IRR dari masing-masing tingkat

okupansi dapat dilihat pada Tabel 4.12.

Tabel 4.12. Perhitungan IRR Hotel

OKUPANSI RATE MARR IRR KELAYAKAN

70%

10% 29% LAYAK

12% 29% LAYAK

15% 29% LAYAK

60% 10% 23% LAYAK

12% 23% LAYAK

Page 17: Contoh Studi Kelayakan

15% 23% LAYAK

50%

10% 14% LAYAK

12% 14% LAYAK

15% 14% TIDAK LAYAK

40%

10% -7% TIDAK LAYAK

12% -7% TIDAK LAYAK

15% -7% TIDAK LAYAK

1.8.2. Perhitungan Internal Rate Return (IRR) Perkantoran

Adapun perhitungan IRR dari proyek pembangunan perkantoran dapat dilihat pada Tabel

4.13.

Tabel 4.13. Perhitungan IRR Perkantoran

MARR IRR KELAYAKAN

10% 10% TIDAK LAYAK

12% 10% TIDAK LAYAK

15% 10% TIDAK LAYAK

1.9. Perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR)

1.9.1. Perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR) Hotel

Perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR) adalah dengan membandingkan nilai kumulatif

NPV (Net Present Value) laba yang diperoleh dengan nilai kumulatif NPV biaya (Harga pokok

produksi + biaya operasional+pajak penghasilan). Nilai BCR akan berubah sesuai dengan tingkat

okupansi dan berdasarkan nilai MARR-nya. Proyek atau sebuah investasi dikatakan layak jika

memiliki nilai Benefit Cost Ratio (BCR) > 1

Adapun nilai BCR untuk setiap tingkat okupansi dapat dilihat pada Gambar 4.5 – Gambar

4.8.

Page 18: Contoh Studi Kelayakan

Gambar 4.5. BCR untuk Tingkat Okupansi 70%

Gambar 4.6. BCR untuk Tingkat Okupansi 60%

0.68

0.70

0.72

0.67

0.68

0.69

0.70

0.71

0.72

0.73

0 2 4 6 8 10 12 14 16

NIL

AI B

CR

MARR

BENEFIT COST RATIO TINGKAT OKUPANSI 70%

0.57

0.58

0.61

0.56

0.57

0.58

0.59

0.60

0.61

0.62

0 2 4 6 8 10 12 14 16

NIL

AI B

CR

MARR

BENEFIT COST RATIO TINGKAT OKUPANSI 60%

Page 19: Contoh Studi Kelayakan

Gambar 4.7. BCR untuk Tingkat Okupansi 50%

Gambar 4.8. BCR untuk Tingkat Okupansi 40%

1.9.2. Perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR) Perkantoran

Perhitungan Benefit Cost Ratio (BCR) adalah dengan membandingkan nilai kumulatif net

present value dari laba dengan nilai kumulatif net present value dari biaya (harga pokok

produksi, biaya operasional dan pajak penghasilan). Nilai BCR berbeda-beda setiap tingkat

MARR yang berbeda-beda. Apabila nilai BCR > 1, maka proyek menguntungkan. Sedangkan

0.40

0.41

0.43

0.39

0.40

0.41

0.42

0.43

0.44

0 2 4 6 8 10 12 14 16

NIL

AI B

CR

MARR

BENEFIT COST RATIO TINGKAT OKUPANSI 50%

0.14

0.14

0.15

0.14

0.14

0.15

0.15

0 2 4 6 8 10 12 14 16

NIL

AI B

CR

MARR

BENEFIT COST RATIO TINGKAT OKUPANSI 40%

Page 20: Contoh Studi Kelayakan

apabila BCR < 1, maka proyek merugikan.Adapun nilai BCR untuk setiap tingkat MARR dapat

dilihat pada Gambar 4.9.

Gambar 4.9. Nilai Benefit Cost Ratio Pembangunan Perkantoran

0.60

0.58

0.54

0.54

0.55

0.56

0.57

0.58

0.59

0.60

0.61

0 2 4 6 8 10 12 14 16

NIL

AI B

CR

MARR

BENEFIT COST RATIO PERKANTORAN