Contoh Proposal PTK

63
Diklat Teknis Penelitian Tindakan Kelas Guru PLB Disajikan Oleh : Budi Susetyo Direktorat Pendidikan Luar Biasa 2005 SISTEMATIKA PROPOSAL PTK 1. JUDUL Judul PTK hendaknya dinyatakan dengan akurat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan peneliti sebagai upaya pemecahan masalah. Formulasi judul hendaknya singkat, jelas, dan sederhana namun secara tersirat telah menampilkan sosok PTK bukan sosok penelitian formal. 1. LATAR BELAKANG MASALAH Dalam latar belakang permasalahan ini hendaknya diuraikan urgensi penanganan permasalahan yang diajukan itu melalui PTK. Untuk itu, harus ditunjukkkan fakta – fakta yang mendukung, baik yang berasal dari pengamatan guru selama ini maupun dari kajian pustaka. Dukungan berupa hasil penelitian –penelitian terdahulu, apabila ada juga akan lebih mengokohkan argumentasi mengenai urgensi serta signifikansi permasalahan yang akan ditangani melalui PTK yang diusulkan itu. Karakteristik khas PTK yang berbeda dari penelitian formal hendaknya tercermin dalam uraian di bagian ini. 1. PERMASALAHAN Permasalahan yang diusulkan untuk ditangani melalui PTK itu dijabarkan secara lebih rinci dalam bagian ini. Masalah hendaknya benar – benar di angkat dari masalah keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui PTK. Sebaliknya permasalahan yang

description

Contoh Proposal PTK

Transcript of Contoh Proposal PTK

Page 1: Contoh Proposal PTK

Diklat TeknisPenelitian Tindakan

KelasGuru PLB

Disajikan Oleh : Budi Susetyo

Direktorat Pendidikan Luar Biasa2005

SISTEMATIKA PROPOSAL PTK1. JUDUL

Judul PTK hendaknya dinyatakan dengan akurat dan padat permasalahan serta bentuk tindakan yang dilakukan peneliti sebagai upaya pemecahan masalah. Formulasi judul hendaknya singkat, jelas, dan sederhana namun secara tersirat telah menampilkan sosok PTK bukan sosok penelitian formal.1. LATAR BELAKANG MASALAH

Dalam latar belakang permasalahan ini hendaknya diuraikan urgensi penanganan permasalahan yang diajukan itu melalui PTK. Untuk itu, harus ditunjukkkan fakta – fakta yang mendukung, baik yang berasal dari pengamatan guru selama ini maupun dari kajian pustaka. Dukungan berupa hasil penelitian –penelitian terdahulu, apabila ada juga akan lebih mengokohkan argumentasi mengenai urgensi serta signifikansi permasalahan yang akan ditangani melalui PTK yang diusulkan itu. Karakteristik khas PTK yang berbeda dari penelitian formal hendaknya tercermin dalam uraian di bagian ini.1. PERMASALAHAN

Permasalahan yang diusulkan untuk ditangani melalui PTK itu dijabarkan secara lebih rinci dalam bagian ini. Masalah hendaknya benar – benar di angkat dari masalah keseharian di sekolah yang memang layak dan perlu diselesaikan melalui PTK. Sebaliknya permasalahan yang dimaksud seyogyanya bukan permasalahan yang secara teknis metodologik di luar jangkauan PTK. Uraian permasalahan yang ada hendaknya didahului oleh identifikasi masalah, yang dilanjutkan dengan analisis masalah serta diikuti dengan refleksi awal sehingga gambaran permasalahan yang perlu di tangani itu nampak menjadi perumusan masalah tersebut. Dalam

Page 2: Contoh Proposal PTK

bagian ini dikunci dengan perumusan masalah tersebut. Dalam bagian inipun, sosok PTK harus secara konsisten tertampilkan.1. CARA PEMECAHAN MASALAH

Dalam bagian ini dikemukakan cara yang diajukan untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Alternatif pemecahan yang diajukan hendaknya mempunyai landasan konseptual yang mantap yang bertolak dari hasil analisis masalah. Disamping itu, juga harus terbayangkan kemungkinan kemanfaatan hasil pemecahan masalah dalam rangka pembenahan dan/atau peningkatan implementasi program pembelajaran dan/atau berbagai program sekolah lainnya.Juga harus dicermati artikulasi kemanfaatan PTK berbeda dari kemanfaatan penelitian formal.1. TUJUAN PENELITIAN DAN MANFAAT PENELITIAN

Tujuan PTK hendaknya dirumuskan secara jelas.paparkan sasaran antara dan akhir tindakan perbaikan.perumusan tujuan harus konsisten dengan hakekat permasalahan yang dikemukakan dalam bagian – bagian sebelumnya. Dengan sendirinya,artikulasi tujuan PTK berbeda dari tujuan formal. Sebagai contoh dapat dikemukakan PTK di bidang IPA yang bertujuan meningkatkan prestasi siswa dalam mata pelajaran IPA melalaui penerapan strategi PBM yang baru, pemanfaatan lingkungan sebagai sumber belajar mengajar dan sebagainya. Pengujian dan/atau pengembangan strategi PBM baru bukan merupakan rumusan tujuan PTK. Selanjutnya ketercapaian tujuan hendaknya dapat diverfikasi secara obyektif.Syukur apabila juga dapat dikuantifikasikan.

Disamping tujuan PTK, juga perlu diuraikan kemungkinan kemanfaatan penelitian. Dalam hubungan ini, perlu dipaparkan secara spesifik keuntungan – keuntungan yang dijanjikan, khususnya bagi siswa sebagai pewaris langsung (direct beneficiaries) hasil PTK, di samping bagi guru pelaksana PTK, bagi rekan – rekan guru lainnya serta bagi para dosen LPTK sebagai pendidik guru. Berbeda dari konteks penelitian formal, kemanfaatan bagi pengembangan ilmu. Teknologi dan seni tidak merupakan prioritas dalam konteks PTK, meskipun kemungkinan kehadirannya tidak ditolak.

 1. KERANGKA TEORETIK DAN HIPOTESIS TINDAKAN

Page 3: Contoh Proposal PTK

Pada bagian ini diuraikan landasan substantive dalam arti teoritik dan/atau metodologik yang dipergunakan peneliti dalam menentukan alternative, yang akan diimplementasikan. Untuk keperluan itu, dalam bagian ini diuraikan kajian baik pengalaman peneliti pelakju PTK sendiri nyang relevan maupun pelaku – pelaku PTK lain disamping terhadap teori – teori yang lazim termuat dalam berbagai kepustakaan. Argumentasi logic dan teoretik diperlukan guna menyusun kerangka konseptual. Aras kerangka konseptual yang disusun itu, hipotesis tindakan dirumuskan.1. RENCANA PENELITIAN1. Setting penelitian dan karakteristik subjek penelitian

Pada bagian ini disebutkan di mana penelitian tersebut dilakukan, di kelas berapa dan bagaimana karakteristik dari kelas tersebut seperti komposisi siswa pria dan wanita. Latar belakang sosial ekonomi yang mungkin relevan dengan permasalahan,tingkat kemampuan dan lain sebagainya. Aspek substantive permasalahan seperti Matematika kelas II SMPLB atau bahasa inggris kelas III SMLB, juga dikemukakan pada bagian ini.1. Variabel yang diselidiki

Pada bagian ini ditentukan variabel – variabel penelitian yang dijadikan titik – titik incar untuk menjawab permasalahan yang dihadapi. Variabel tersebut dapat berupa (1) variabel input yang terkait dengan siswa, guru, bahan pelajaran, sumber belajar, prosedur evaluasi, lingkungan belajar, dan lain sebagainya; (2) variabel proses pelanggaran KBM seperti interaksi belajar-mengajar, keterampilan bertanya, guru, gaya mengajar guru, cara belajar siswa, implementasi berbagai metode mengajar di kelas, dan sebagainya, dan (3) varaibel output seperti rasa keingintahuan siswa, kemampuan siswa mengaplikasikan pengetahuan, motivasi siswa, hasil belajar siswa, sikap terhadap pengalaman belajar yang telah digelar melalui tindakan perbaikan dan sebagainya.1. Rencana TindakanPada bagian ini digambarkan rencana tindakan untuk meningkatkan pembelajaran, seperti :1.

1. Perencanaan, yaitu persiapan yang dilakukan sehubungan dengan PTK yang diprakarsai seperti penetapan entry behavior. Pelancaran tes diagnostic untuk menspesifikasi

Page 4: Contoh Proposal PTK

masalah. Pembuatan scenario pembelajaran, pengadaan alat – alat dalam rangka implementasi PTK, dan lain – lin yang terkait bdengan pelaksanaan tindakan perbaikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disamping itu juga diuraikan yang telah ditetapkan sebelumnya. Disamping itu juga diuraikan alternative – alternative solusi yang akan dicobakan dalam rangka perbaikan masalah. Format kemitraan antara guru dengan dosen LPTK juga dikemukakan pada bagian ini.

2. Implementasi Tindakan yaitu deskripsi tindakan yang akan di gelar. Scenario kerja tindakan perbaikan dan prosedur tindakan yang akan diterapkan.

3. Observasi dan Interpretasi yaitu uraian tentang prosedur perekaman dan penafsiran data mengenai proses dan produk dari implementasi tindakan perbaikan yang dirancang.

4. Analisis dan Refleksi yaitu uraian tentang prosedur analisis terhadap hasil pemantauan dan refleksi berkenaan dengan proses dan dampak tindakan perbaikan yang akan digelar, personel yang akan dilibatkan serta kriteria dan rencana bagi tindakan daur berikutnya.

1. Data dan cara pengumpilannyaPada bagian ini ditunjukkan dengan jelas jenis data yang akan

dikumpulkan yang berkenaan dengan baik proses maupun dampak tindakan perbaikan yang di gelar, yang akan digunakan sebagai dasar untuk menilai keberhasilan atau kekurangberhasilan tindakan perbaikan pembelajaran yang dicobakan. Format data dapat bersifat kualitatif, kuantitatif, atau kombinasi keduanya.

Di samping itu teknik pengumpilan data yang diperlukan juga harus diuraikan dengan jelas seperti melalui pengamatan partisipatif, pembuatan juranal harian, observasi aktivitas di kelas (termasuk berbagai kemungkinan format dan alat bantu rekam yang akan digunakan)penggambaran interaksi dalam kelas (analisis sosiometrik), pengukuran hasil belajar dengan berbagai prosedur asesmen dan sebagainya.selanjutnya dalam prosedur pengumpulan data PTK ini tidak boleh dilupakan bahwa sebagai pelaku PTK, Para guru juga harus aktif sebagai pengumoul data, bukan semata – mata sebagai sumber data.

Page 5: Contoh Proposal PTK

Akhirnya semu teknologi pengumpulan data yang digunakan harus mendapat penilaian kelaikan yang cermat dalam konteks PTK yang khas itu. Sebab meskipun mungkin saja memang menjanjikan mutu rekaman yang jauh lebih baik. Penggunaan teknologi perekaman data yang canggih dapat saja terganjal keras pada tahap tayang ulang dalam rangka analisis dan interpretasi data.1. Indikator kinerja

Pada bagaian ini tolak ukur keberhasilan tindakan perbaikan ditetapkan secara eksplisit sehingga memudahkan verifikasinya untuk tindak perbaikan melalui PTK yang bertujuan mengurangi kesalahan konsep siswa misalnya perlu ditetapkan kriteria keberhasilan dalam bentuk pengurangan (njumlah jenis dan atau tingkat kegawatan)miskonsepsi yang tertampilkan yang patut diduga sebagai dampak dari implementasi tindakan perbaikan yang dimaksud.1. Tim peneliti dan tugasnya

Pada bagian ini hendaknya dicantumakan nama – nama anggota tim peneliti dan uraian tugas peran setiap anggota tim peneliti serta jam kerja yang dialokasikan setiap minggu untuk kegiatan penelitian.1. JADWAL PENELITIAN

Jadwal kegiatan penelitian disusun dalam matriks yang menggambarkan urutan kegiatan dari awal sampai akhir.1. RENCANA ANGGARAN1. Komponen – komponen pembiayaan

Rencana anggaran meliputi kebutuhan dukungan financial untuk tahap persiapan pelaksanan penelitian, dan pelaporan.Secara lebih rinci, pembiayaan yang termasuk dalam setiap bidang adalah sebagai berikut :1. Persiapan

Kegiatan persiapan antara lain meliputi pertemuan anggota tim peneliti untuk menetapkan jadwal penelitian dan pembagian kerja, menyusun instrument penelitian, menetapkan format pengumpulan data, menetapkan teknik analisis data, dan sebagainya.1. Kegiatan operasional di lapangan

Dalam kegiatan operasional dapat tercakup antara lain pelancaran tes diagnostic dan analisis hasilnya, gladi resik implementasi tindakan, perbaikan, pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan

Page 6: Contoh Proposal PTK

interpretasi pelaksanaan tindakan perbaikan, pertemuan refleksi, perencanaan tindakan ulang, dan sebagainya.1. Penyusunan Laporan Hasil PTK

Pembiayaan yang termasuk dalam bagian ini adalah penyusunan konsep laporan, review konsep laporan, penyusunan konsep laporan akhir. Seminar local hasil penelitian, seminar nasional hasil penelitian, dan sebagainya. Juga termasuk dalam pembiayaan adalah penggandaan dan pengiriman laporan hasil PTK, serta pembuatan artikel hasil PTK dalm bahasa Indonesia dan bahasa Inggris1. Cara Merinci Kegiatan dan Pembiayaan

Biaya penelitian harus dirinci berdasarkan kegiatan operasional yang dijabarkan dari metodologi yang dikemukakan. Agar dapat dihitung biayanya, kegiatan operasional itu harus jelas namanya, tempatnya, lamanya, jumlah pesertanya. Sarana yang diperlukan dan output yang diharapkan.1.

1. Beberapa patokan pembiayaan satuan kegiatan penelitian1.

1. Honorarium1. Ketua Peneliti2. Anggota tim peneliti3. Tenaga Administrasi

Besarnya honorarium tergantung pada sumber pandanaan1.

1. Bahan dan Peralatan penelitian1. Bahan habis pakai2. Alat habis3. Sewa alat1.

1. Perjalanan1. Biaya perjalanan sesuai dengan ketentuan2. Transportasi local sesuai harga setempat3. Lumpsum termasuk konsumsi sesuai dengan ketentuan4. Monitoring dari PGSM minimal untuk satu orang, satu kali, selama

dua hari5. Konsultasi ketua tim peneliti ke PGSM selama dua hari1.

1. Laporan Penelitian

Page 7: Contoh Proposal PTK

1. Penggandaan2. Penyusuinan artikel berbahasa Indonesia dan inggris3. Pengiriman1.

1. Seminar1. Seminar lokal, konsumsi sesuai harga setempat, biaya

penyelenggaraan sesuai dengan harga setempat2. Seminar nasionala minimal untuk dua orang (satu dosen LPTK

dan satu guru pelaku PTK)1. Daftar Pustaka

Daftar pustaka disusun menurut urutan abjad pengarang . hendaknya pustaka benar – benar relevan dan sungguh – sungguh dipergunakan dalam penelitian.LAMPIRAN DAN LAIN – LAIN

Bagian lampiran dapat berisi curriculum vitae ketua dan para anggota tim inti. Curriculum vitae tersebut memuat identitas ketua anggota tim peneliti, riwayat pendidikan, pelatihan di bidang penelitian yang telah pernah diikuti, baik sebagai penatar/pelatih maupun sebagai peserta, dan pengalaman dalam penelitian termasuk di PTK.

Hal – hal lain yang dapat memperjelas karakteristik kancah PTK yang diusulkan dapat disertakan dalam usulan penelitian ini.

Contoh Proposal PTK10 Juli 2009 · 7 Comments

PROPOSAL

PENELITIAN TINDAKAN KELAS

(PTK)

PENGGUNAAN MOLYMOD DARI TANAH LIAT UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA

TENTANG KONSEP BENTUK MOLEKUL PADA MATA PELAJARAN KIMIA KELAS XI IPA SEMESTER GANJIL SMAN I MANCAK TAHUN PELAJARAN

2009/2010

Page 8: Contoh Proposal PTK

Disusun Oleh :

DEWI SEPTIANI K, S.Pd

PROPOSAL PENELITIAN TINDAKAN KELASI. JUDULPENGGUNAAN MOLYMOD DARI TANAH LIAT UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA TENTANG KONSEP BENTUK MOLEKUL PADA MATA PELAJARAN KIMIA KELAS XI IPA SEMESTER GANJIL SMAN I MANCAK TAHUN PELAJARAN 2009/2010II. BIDANG KAJIAN

Pembelajaran Kimia dan Penggunaan Molymod dari Tanah Liat

III. LATAR BELAKANG MASALAH

Ilmu kimia secara umum termasuk dalam ilmu pengetahuan alam yang

mempelajari gejala-gejala alam, dan mengkhususkan diri di dalam mempelajari

struktur, susunan, sifat, dan perubahan materi, serta energi yang menyertai

perubahan materi. Pembahasan tentang struktur materi mencakup struktur

partikel-partikel penyusun materi baik berbentuk atom, ion, maupun molekul

dan bagaimana partikel-partikeltersusun membentuk partikel yang lebih besar.

Pembahasan susunan partikel dalam suatu materi mencakup komponen-

komponen penyusun materi dan perbandingan banyaknya tiap komponen

dalam materi tersebut. Pembahasan tentang sifat materi mencakup sifat fisik

yaitu sifat yang terlihat atau nampak dan sifat kimia yaitu kecenderungan materi

untuk berubah menjadi materi yang lain. Pembahasan tentang perubahan

materi mencakup perubahan fisik dan perubahan kimia. Sedangkan

pembahasan tentang energi mencakup jenis dan jumlah energi yang menyertai

suatu reaksi, serta perubahan energi dari bentuk satu ke bentuk yang lain.

Ilmu kimia berkembang berdasarkan hasil percobaan para ahli kimia dan para

ahli pendukung ilmu kimia untuk menghasilkan fakta dan pengetahuan yang

teoritis tentang materi yang kebenarannya dapat di jelaskan dengan logika

matematika. Sebagian besar aspek yang dibahas dalam ilmu kimia adalah

konsep teoritis dan bersifat abstrak atau invisible serta informatif. Salah satu

contoh aspek kimia tersebut terdapat dalam pengembangan silabus mata

pelajaran kimia kelas XI IPA semester ganjil yang meliputi :

Page 9: Contoh Proposal PTK

1. Standar kompetensi : Memahami struktur atom untuk meramalkan sifat-

sifat periodic unsure, struktur molekul, dan sifat – sifat senyawa.

2. Kompetensi dasar : Menjelaskan teori jumlah pasangan electron di

sekitar inti atom dan teori hibridisasi untuk meramalkan bentuk molekul.

3. Indikator :

a. Menentukan bentuk molekul berdasarkan teori pasangan electron

b. Menentukan bentuk molekul berdasarkan teori hibridisasi

Metoda yang umumnya digunakan oleh guru dalam proses belajar mengajar

pada konsep tersebut adalah ceramah atau pembelajaran klasikal. Hasil

penyelidikan yang dilakukan Bligh (1972) yang dikutip oleh Rooijakkers (1982 :

3) menyatakan bahwa pembelajaran klasikal atau pembelajaran yang diberikan

secara masal, ataupun kepada suatu kelompok besar sangat efektif untuk

menyampaikan informasi. Dengan mengutarakan masalah sekali saja, masalah

tersebut dapat sampai kepada banyak pendengar. Tetapi walau demikian guru

harus mempertimbangkan seberapa banyak siswa paham dengan apa yang

mereka dengar. Permasalahan yang datang ketika guru menjelaskan konsep

bentuk molekul dengan metoda ceramah dan hanya menggunakan papan tulis

sebagai media untuk menggambar bentuk molekul secara satu dimensi

ternyata banyak anak yang belum mampu memahami bentuk molekul tersebut

secara tiga dimensi. Contoh permasalan tersebut adalah siswa tidak dapat

membedakan bentuk molekul segi tiga planar dengan segi tiga pyramid, karena

dalam gambar satu dimensi bentuk molekul segitiga planar dan segitiga

pyramid sangat mirip apalagi jika guru yang menggambar tidak menguasai

tekhnik menggambar tiga dimensi.

Untuk membantu siswa memahami konsep bentuk molekul dibutuhkan alat

peraga yang disebut molymod. Hanya saja molymod jarang disediakan oleh

sekolah dengan berbagai pertimbangan. Menyiasati hal tersebut maka dapat

digunakan molymod sederhana yang dibuat dengan bahan yang ada di sekitar

sekolah. SMAN I Mancak adalah sekolah yang terdapat di pedesaan dengan

tekstur tanah merah yang banyak mengandung tanah liat. Dengan bahan tanah

liat yang melimpah ini molymod dapat dibuat sebagai alternative alat peraga

bentuk molekul. Melalui molymod tanah liat ini diharapkan dapat membantu

siswa meningkatkan pemahamannya tentang konsep bentuk molekul.

IV. PERUMUSAN MASALAH DAN PEMECAHAN MASALAH

Page 10: Contoh Proposal PTK

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, maka masalah dalam penelitian ini

dapat dirumuskan sebagai berikut:

Bagaimana upaya untuk meningkatkan pemahaman siswa kelas XI IPA

semester ganjil SMAN 1 Mancak tahun pelajaran 2009/2010 terhadap konsep

bentuk molekul?

Untuk memecahkan masalah tersebut, maka dalam pembelajaran kimia pada

konsep bentuk molekul harus menggunakan alat peraga. Penggunaan alat

peraga dipilih karena pada dasarnya siswa kesulitan membayangkan dan

mengapresiasikan suatu bentuk molekul yang bersifat abstrak menjadi lebih

nyata. Kesulitan siswa semakin tinggi ketika mereka harus menghubungkan

rumus-rumus penentuan bentuk suatu molekul kemudian menggambarkannya.

Dengan penggunaan alat peraga berupa molymod sederhana dari tanah liat

diharapkan dapat membantu siswa memahami istilah-istilah bentuk suatu

molekul, misalnya linier, trigonal piramida, trigonal planar, tetrahedral, angular,

trigonal bipiramida, tetrahedral terdistorsi, bentuk T, dan lain-lain.

Metoda pembelajaran menggunakan metoda ceramah atau diskusi informasi.

Media pembelajaran yang digunakan adalah alat peraga molymod tanah liat.

Langkah-langkah pembelajaran meliputi sebagai berikut:

1. Setiap siklus terdiri dari tiga pertemuan. Pertemuan pertama dan kedua

merupakan proses pembelajaran sedangkan pertemuan ketiga digunakan

untuk evaluasi.

2. Proses pembelajaran dilakukan dengan cara berkelompok, setiap

kelompok terdiri atas 4 orang. Guru melaksanakan proses pembelajaran

sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah dibuat

sebelumnya.

3. Pada tahap evaluasi, siswa mengerjakan soal tes akhir yang berfungsi

untuk mengukur sejauh mana siswa memahami konsep yang diberikan.

V. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menumbuhkan kretivitas guru dan

siswa dalam membuat alat peraga

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah melalui

penggunaan molymod dari tanah liat dapat meningkatkan pemahaman

Page 11: Contoh Proposal PTK

siswa tentang konsep bentuk molekul pada mata pelajaran kimia kelas XI

IPA semester ganjil tahun peLajaran 2009/20010.

VI. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharap dapat bermanfaat untuk:

1. Siswa dapat meningkatkan pemahaman terhadap konsep teoritis, bersifat

abstrak dan informative melalui alat peraga.

2. Guru memiliki tambahan variasi alat peraga sederhana dalam

pembelajaran kimia dan dapat menambah kereativitasnya dalam

pembuatan alat peraga.

3. SMAN 1 Mancak dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai bahan

pertimbangan dalam menambah khasanah pengetahuan tentang media

pendukung kegiatan pembelajaran

4. Peneliti dapat menjadikan hasil penelitian ini sebagai pendukung

pemikiran tentang penelitian pendidikan untuk mengembangkan metoda

dan media pembelajaran

VII. HIPOTESIS TINDAKAN

Hipotesis yang diajukan dalam proposal penelitian ini adalah:

“ Melalui penggunaan molymod dari tanah liat dapat meningkatkan

pemahaman siswa tentang konsep bentuk molekul pada mata pelajaran kimia

kelas XI IPA semester ganjil tahun peajaran 2009/2010 “

VIII. TINJAUAN PUSTAKA

1. Landasan Teori

a. Penggunaan alat peraga

Penggunaan alat peraga sangat penting dalam menunjang keberhasilan

pembelajaran. S. nasution mengatakan bahwa maksud dan tujuan

peragaan adalah memberikan variasi dalam cara guru mengajar dan

memberikan lebih banyak realita dalam mengajar itu, sehingga

pengertian lebih berwujud, lebih terarah untuk mencapai tujuan

pelajaran. Sedangkan fungsi alat-alat peraga sebagai sarana

pembelajaran agar proses belajar dapat berlangsung secara efektif.

Sedangkan kaitannya denganinteraksi guru dan siswa, alat-alat peraga

sebagai sarana pembelajaran mempunyai kegunaan untuk:

1) menambah kegiatan belajar siswa. Banyaknya sarana belajar

yang tersedia di sekolah, akan memungkinkan guru untuk

Page 12: Contoh Proposal PTK

mengembangkan variasi dalam proses pembelajaran atau dalam

interaksi antara guru dan siswa atau interaksi antar siswa

2) membangkitkan minat siswa untuk melakukan aktivitas. Dengan

bangkitnya minat siswa maka akan banyak pertanyaan yang

diajukan oleh siswa kepada gurunya.

3) Membuat suasana interaksi guru dengan siswa atau antar siswa

berada dalam suasana yang menyenangkan.

4) Apabila sarana belajar diberikan dalam bentuk kelompok maka

interaksi antar murid lebih bersifat erat, mengingat hal yang

dibicarakan akan lebih tertuju antara lain cara melakukan percobaan

atau kegiatan, cara menafsirkan data yang terkumpul dan

sebagainya.

Fungsi alat peraga dalam penelitian ini adalah untuk menunjukan pada

siswa model bentuk suatu molekul secara 3 dimensi sehingga siswa

lebih paham bentuk suatu molekul tersebut.

b. Molymod dari tanah liat

Molymod adalah suatu alat peraga untuk menggambarkan bentuk suatu

molekul. Molymod biasanya terbuat dari plastic berupa bulatan- bulatan

yang dihubungkan oleh suatu batangan.. Bulatan tersebut bertindak

sebagai suatu atom sedangkan batangannya sebagai ikatan. Bulatan

mempunyai warna-warna yang berbeda untuk membedakan mana yang

bertindak sebagai atom pusat dan yang bertindak sebagai atom yang

terikat pada atom pusat. Molymod tersebut dapat dibongkar pasang

sesuai dengan bentuk molekul yang diinginkan. Masih banyak sekolah

yang belum mempunyai molymod tersebut karena berbagai

pertimbangan sedangkan guru sangat membutuhkannya sebagai alat

peraga. Sekarang ini banyak inovasi untuk menyiasati hal tersebut,

misalnya dengan memberi tugas kepada siswa untuk membuat

molymod dari plasitin, lilin ataupun tepung. Dalam penelitian ini

molymod dibuat dari tanah liat dengan berbagai pertimbangan sebagai

berikut:

1) tanah liat banyak terdapat di area sekolah sehingga tidak

diperlukan biaya untuk mendapatkannya. Biaya diperlukan hanya

untuk membeli cat. Sedangkan batangan sebagai ikatan dapat

Page 13: Contoh Proposal PTK

dibuat dengan menggunakan batang bamboo yang juga banyak

tersedia di sekitar sekolah.

2) Jika pembuatannya dan penyimpanannya baik serta dikeringkan

secara sempurna sebelum di cat maka mollymod dari tanah liat

dapat dipergunakan dalam waktu yang cukup lama.

3) Molymd tanah liat dapat dibuat dengan berbagai ukuran tanpa

harus takut menghabiskan bahan dasarnya karena tanah liat sangat

berlimpah disekitar sekolah berbeda jika menggunakan plastisin,

lilin, ataupun tepung. Bahan dasar molymod dengan plastisin

ataupun lilin harus dibeli ke kotayang jaraknya jauh dari sekolah.

Prinsip kerja molymod tanah liat merupakan alat bantu pemahaman

bentuk suatu molekul yang terdiri atas bulatan-bulatan tanah liat,

batangan bamboo sebagai penghubungnya dan terkadang terdapat

lengkungan kawat. Bulatan tanah liat dibuat dengan dua ukuran yaitu

bulatan besar dan bulatan kecil. Bulatan besar menunjukan atom pusat

sedangkan bulatan yang kecil menunjukan atom yang terikat pada atom

pusat. Bulatan besar dan bulatan kecil diberi warna yang berbeda untuk

lebih dapat membedakan fungsinya tersebut. Batangan bamboo

menunjukan ikatan antar atom dengan sudut tertentu. Batangan

bamboo di buat dengan menyerut belahan bamboo sesuai ukuran yang

diinginkan sehingga berbentuk batangan silinder. Lengkungan kawat

menunjukan adanya pasangan electron bebas dalam suatu molekul.

Beberapa molymod tanah liat adalah sebagai berikut:

1. molymod bentuk linier

2. molymod bentuk triangular atau trigonal planar (segitiga datar)

3. molymod bentuk tetrahedral

4. molymod bentuk trigonal piramida

5. molymod bentuk angular atau bentuk v

6. molymod bentuk trigonal bipiramida (segitiga bipiramida)

7. molymod bentuk tetrahedral terdistorsi

8. molymod bentuk T

9. molymod bentuk linier dengan electron bebas

Contoh salah satu desain molymod dari tanah liat

Page 14: Contoh Proposal PTK

 1200

Desain molymod tersebut menunjukkan bentuk molekul trigonal planar

atau segi tiga datar. Contoh senyawa yang mempunyai bentuk tersebut

adalah BF3, BCl3, BBr3 , dan BI3

c. Pemahaman

Pemahaman menurut kamus bahasa Indonesia berasal dari kata paham

yang berarti pengertian, pendapat atau pikiran, aliran atau pandangan

dan mengerti benar akan sesuatu.Sedangkan pemahaman itu sendiri

berarti proses, perbuatan atau cara memahami sesuatu. Dalam hal ini

pemahaman lebih diartikan sebagai suatu kemampuan untuk

memahami atau mengerti apa yang dikerjakan, mengetahui apa yang

sedang dikomunikasikan dan memanfaatkan isinya tanpa keharusan

menghubungkan dengan yang lainnya. Kemampuan pemahaman terdiri

atas:

1) menerjemahkan (translation) yang berarti kemampuan dalam

menerjemahkan konsep abstrak menjadi suatu model simbolik untuk

mempermudah orang untuk mempelajarinya.

2) Menginterprestasi (interprestation) yang berarti kemampuan untuk

mengenal dan memahami.

3) Mengekstrapolasi (extrapolation) yang berarti kemampuan untuk

memperluas persepsinya dalam arti, dimensi, kasus atau masalah.

Penggunaan kata kerja operasional di dalam tes akhir untuk

menunjukan kemampuan siswa dalam memahami konsep yang

diajarkan adalah mengubah, mempersiapkan, menjelaskan, memberi

contoh, menafsirkan, memperkirakan, menentukan, meramalkan dan

menarik kesimpulan.

2. Penelitian yang Relevan

Sepengetahuan peneliti belum ada penelitian lain yang relevan dengan

permasalahan yang diungkapkan dalam penelitian ini.

Page 15: Contoh Proposal PTK

IX. METODE PENELITIAN

1. Rencana Penelitian

a. Subjek penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMAN 1 Mancak,

Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, Propinsi Banten dengan

jumlah siswa 37 siswa

b. Tempat penelitian

Penelitian ini dilakukan di SMAN 1 Mancak, Kecamatan Mancak,

Kabupaten Serang, Propinsi Banten

c. Waktu penelitian

Waktu penelitian selama 3 bulan yaitu bulan Agustus – Oktober,

sedangkan waktu perencanaan sampai penulisan laporan hasil

penelitian dilakukan selama semester ganjil tahun pelajaran 2009/2010.

d. Lama tindakan

Waktu untuk melaksanakan tindakan pada bulan Agustus dan

September mulai dari siklus I, siklus II, dan siklus III.

2. Prosedur Penelitian

Penelitian menerapkan metode penelitian tindakan kelas model Kurt Lewin.

Konsep pokok penelitian tindakan kelas Kurt Lewin meliputi empat

komponen, yaitu perencanaan (planning), tindakan (acting), pengamatan

(observing), dan refleksi (reflecting). Keempat komponen ini menjadi satu

siklus. Dalam penelitian ini dilakukan tiga kali siklus. Setiap siklus meliputi :

a. Tahapan perencanaan atau planning meliputi pembuatan perangkat

pembelajaran, persiapan sarana dan prasarana penelitian serta

menentukan indicator kinerja.

b. Tahapan pelaksanaan tindakan atau acting meliputi segala tindakan

yang tertuang dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)

dengan materi bentuk molekul.

c. Tahapan pengamatan atau observating meliputi pembuatan

instrument penelitian, pengumpulan data berupa nilai evaluasi siswa

setelah mendapatkan tindakan, menganalisa data dan menyusun

langkah-langkah perbaikan.

Page 16: Contoh Proposal PTK

d. Tahapan refleksi dilakukan melalui diskusi teman sejawat dan

masukan dari para ahli dibidang penelitian tindakan kelas melalui

email.

X. JADWAL PENELITIANNO Siklus Bulan1 Siklus pertama 2 mingggu pertama

bulan agustus 20092 Siklus kedua 2 minggu terakhir bulan

agustus 20093 Siklus ketiga 2 mingggu pertama

bulan september 2009

XI. PERSONALIA PENELITIAN

1. Nama : Dewi Septiani K

2. NIP : 197909132007012002

3. Pangkat/golongan : Penata muda/III a

4. Jenis kelamin : Perempuan

5. Tempat tanggal lahir : Yogyakarta, 13 September 1979

6. Pendidikan terakhir : Sarjana pendidikan kimia

7. Sekolah tempat bertugas

a. Nama : SMAN 1 Mancak

b. Alamat Sekolah : Jl. Labadak –Anyer KM.1

c. Kecamatan : Mancak

d. Kabupaten : Serang

e. Provinsi : Banten

XII. DAFTAR PUSTAKA

Depdiknas. 2006. Petunjuk Teknis Pengembangan Silabus dan Contoh/Model

Silabus SMA/MA mata pelajaran Kimia. Jakarta: Depdiknas.

Dewi. 2008. Pembuatan Alat Peraga Pengganti Molymod dari Tanah

Liat. Serang: Makalah -SMAN 1 Mancak : Tidak diterbitkan

Indira dkk. 2007. Penerapan Metode Permainan Sebagai Uoaya meningkatkan

Aktivitas dan Prestasi Belajar Matematika Siswa Kelas 7 Mts Negeri Ciwandan

Cilegon. PIPS – UNTIRTA Serang : Tidak diterbitkan

Rooijakkers. 1991. Mengajar Dengan Sukses. Jakarta : Gramedia

Rusmiati. 2007. Kimia SMA dan MA Kelas XI. Bandung : Titian Ilmu

S.Nasution.1986. Asas-asas Kurikulum. Bandung : Jemmars

Tim Redaksi. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.

Page 17: Contoh Proposal PTK

Wijaya Kusumah dan Dedi Dwitagama. 2009. Mengenal Penelitian Tindakan

Kelas. Jakarta : PT Indeks

Categories: Tak Berkategori Tagged: Penelitian Tindakan Kelas, Proposal PTK

Page 18: Contoh Proposal PTK

Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Ipa Fisika Melalui Pembelajaran Berbasis Demokrasi Dengan Membentuk Dynamic Group Pada Siswa Kelas Viid Smp Negeri 1 Pare Tahun Pelajaran   2005/2006 Posted on May 16, 2008 by makalahptk Upaya Meningkatkan Aktivitas Belajar Ipa Fisika Melalui Pembelajaran Berbasis Demokrasi Dengan Membentuk Dynamic Group Pada Siswa Kelas Viid Smp Negeri 1 Pare Tahun Pelajaran 2005/2006 Oleh: Dra Wiwik Suharti Abstrak Pada saat proses belajar mengajar berlangsung, seorang guru tidaklah mudah menciptakan kondisi yang kondusif bagi semua siswa. Ada siswa yang proaktif, ada siswa yang tidak banyak bicara (pendiam) tetapi memiliki kemampuan akademik di atas temannya, dan terdapat pula siswa yang banyak bicara tetapi meiliki kemampuan rendah. Bahkan, ada siswa dengan kemampuan akademik menengah-ke bawah merasa tertekan sebab materi pelajaran IPA Fisika sarat dengan teori, konsep, rumus-rumus, dan praktikum yang rumit bahkan sulit dipahami. Untuk itu, melalui penelitian ini dirumuskan suatu masalah: Bagaimana cara meningkatkan aktivitas belajar IPA Fisika melalui pembelajaran berbasis demokrasi dengan membentuk dynamic group pada siswa kelas VIID di SMPN 1 Pare. Tujuan penelitian adalah: (1) meningkatkan keaktifan, daya kreativitas, dan ide-ide serta inspirasi siswa dalam pembelajaran IPA Fisika; (2) mengembangkan pembentukan atmosfir kelas yang lebih nyaman dan pembelajaran menjadi tidak menjenuhkan; (3) menghargai perbedaan gaya belajar siswa sehingga pembelajaran menjadi lebih optimal; dan tujuan khusus penelitian ini adalah: (1) menggunakan hasil penelitian sebagai variasi model pembelajaran; (2) melatih berpikir bagi siswa; (3) menumbuhkan rasa percaya diri bagi siswa. Penelitian tindakan kelas ini dilaksanakan pada siswa kelas VIID SMPN 1 Pare Jawa Timur pada tahun pelajaran 2005/2006 dengan jumlah siswa 44 orang terdiri dari 20 laki-laki dan 24 perempuan. Menggunakan 2 siklus dengan instrumen penyajian problem, catatan lapangan, instrumen pembelajaran berbasis demokrasi dengan membentuk dynamic group, dan pedoman wawancara. Hasil penelitian ternyata terdapat peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA Fisika. Dengan demikian, melalui pembelajaran berbasis demokrasi dengan membentuk dynamic group, dapat dijadikan variasi model pembelajaran di kelas. Model pembelajaran dynamic group ada di http://pembelajaranguru.wordpress.comLihat makalah lengkapnya di http://fromlearningtoteaching.blogspot.com Kaca Kunci: aktivitas belajar, pembelajaran berbasis demokrasi, dynamic group.

Kata kunci untuk post ini: aktivitas belajar, proses belajar mengajar, guru, siswa, penelitian tindakan kelas, IPA Fisika, model pembelajaran, pembelajaran berbasis demokrasi, dynamic group

Page 19: Contoh Proposal PTK

Model Pembelajaran Langsung-Dukungan Teori Belajar   Sosial Posted on May 6, 2008 by makalahptk MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG-DUKUNGAN TEORI BELAJAR SOSIALDIRECT INSTRUCTION-SOCIAL LEARNING THEORY SUPPORT Sejumlah akar-akar sejarah dan teori bergabung bersama-sama menyediakan dukungan dan rasional untuk model pembelajaran langsung. Beberapa aspek dari model pembelajaran langsung sebenarnya berasal  dari prosedur-prosedur pelatihan yang dikembangkan indutri dan militer. Barak Rosenshine dan Robert Stevens(1986), contohnya, melaporkan bahwa mreka menemukan sebuah buku yang dipublikasikan pada tahun 1945 yang berjudul Bagaimana Menginstruksi telah mengandung ide-ide yang berhubungan dengan model pembelajaran langsung. Untuk tujuan kita di sini, bagaimanapun, kita akan mendeskripsikan tiga teori tradisional yang menyediakan rasional untuk penggunaan secara kontemporer model pembelajaran langsung, yaitu: behaviorisme (teori belajar tingkah laku); teori belajar sosial, dan riset-riset tentang kefektifan guru dalam mengajar. A number of historical and theoretical roots come together to provide the rationale and support for direct instruction. Some aspects of the model derive from training procedures developed in industrial and military setting. Barak Rosenshine and Robert Stevens (1986), for example reported that they found a book published in 1945 entitled How to Instruct that included many of ideas associated with direct instruction. For our puposes here, however, we will decribe three theoretical tradition that provide rationale for contemporary use of direct instruction: behaviorism, social learning theory, and teacher effectiveness research.  Teori Belajar SosialLebih baru, ahli teori seperti Albert Bandura mengajukan bahwa behaviorisme menyediakan pandangan tentang belajar terlalu terbatas, dan telah mengunakan teori belajar sosial untuk menolong mempelajari aspek-aspek belajar yang tak teramati pada cara belajar manusia, seperti berpikir dan kognisi. Teori belajar sosial membuat pembedaan antara belajar (bagaimana cara pengetahuan diperoleh) dan performen (tingkah laku yang dapat diamati). Teori ini juga menyatakan bahwa banyak manusia belajar  melalui pengamatan (observasi) terhadap orang lain. Mengacu pada Albert Bandura, kebanyakan orang belajar dengan melakukan pengamatan secara selektif terhadap perilaku orang lain dan menempatkan hasil pengamatan itu ke dalam memori.  Social Learning TheoryMore recently, theorist such as Albert Bandura have argued that classical behaviorism provides too limited view of learning, and have used social learning theory to help study the unobservable aspects of human learning, such as thinking and cognition. Social learning theory makes distinctions between learning (the way knowledge is acquired) and performance (the behavior that can be observed). This theory also posits that much of what humans learn comes through the observation of others. According to Albert Bandura, most human learning is done by selectively observing and placing into memory the behavior of others.  Tak seperti para ahli behaviorism, ahli-ahli teori belajar sosial meyakini bahwa sesuatu dapat dipelajari jika si pengamat melakukan pengamatan dengan sungguh-sungguh dan melibatkan pemikirannya terhadap beberapa tingkah laku yang akan dipelajari (misalnya memecahkan soal matematika) dan menempatkan pengamatan itu ke dalam memori jangka panjang (long-term memori). Si pengamat belum menampilkan tingkah laku yang diamati, jadi belum ada konsekuensi-konsekuensi tingkah laku (lihat teori belajar tingkah laku) atau penguatan yang dijaga oleh para behavioris agar proses belajar terus berlangsung. Selanjutnya bila memori telah disimpan, pengamat tahu bagaimana memecahkan soal matematika, tak perduli apakah nanti ia memilih untuk melakukannya dengan cara itu atau tidak. Klaim yang sama dapat dikatakan untuk ribuah contoh tingkah laku lainnya seperti mengerem mobil, makan dengan menggunakan sendok, dan membuka sebuah botol.

Page 20: Contoh Proposal PTK

 Unlike earlier behaviorists, social learning theorists believe that something is learned when an observer consciously attends to some behavior (e.g., striking a match) and then places that observation into long –term memory. The observer hasn’t yet performed the observed behavior, so there have been no behavioral consequences (reinforcements) which behaviorist maintain are necessary for learning to occur. Nevertheless as long as the memory is retained, the observer knows how to strike a match, whether or not he or she chooses to do so. The same claim can be said for thousands of simple behavior such as braking a car, eating with a spoon, and opening a bottle. Mengacu pada Albert Bandura (1986), belajar dapat diamati dan terdiri dari tiga langkah, yaitu: (1) pebelajar akan memberikan perhatian kepada aspek-aspek penting  dari hal yang akan mereka pelajari; (2) pebelajar telah menyimpan atau mengingat tingkah laku tersebut; dan (3) pebelajar harus bisa mereproduksi kembali atau menampilkan tingkah laku tersebut. Latihan dan rehearsal mental yang digunakan dalam model pembelajaran langsung telah membantu pebelajar memperoleh dan memproduksi tingkah laku yang telah diamatinya. Prinsip-prinsip dari teori belajar sosial diterjemahkan ke dalam tingkah laku yang harus dilakukan guru, yaitu:Gunakan strategi-strategi untuk memperoleh perhatian siswa.Yakinkan bahwa tingkah laku yang akan diamati tidak terlalu kompleks.Hubungkan keterampilan baru itu dengan pengetahuan awal siswa.Yakinkan suatu tingkah laku positif terhadap keterampilan baru sehingga siswa termotivasi

untuk mereproduksi tingkah laku baru. According to Albert Bandura (1986), observational learning is a three step process: (1) the learner has to pay attention to critical aspects of what is to be learned; (2) the learner has to retain or remember the behavior; and (3) the learner must be able to reproduce or perform the behavior. Practice and mental rehearsals used in direct instruction are processes that help learners retain and produce observed behaviors. The principles of social learning translate into the following teacher behaviors:Use strategies to gain students’ attention.Ensure that the observation is not too complex.Link new skills to students’ prior knowledge.Use practice to ensure long-term retention.Ensure a positive attitude toward the new skill so students will be motivated to reproduce or

use the new behavior.

Possibly related posts: (automatically generated)

Model Pembelajaran Langsung-Dukungan Teori Perilaku Model Pembelajaran Langsung-Dukungan Riset Tentang Keefektifan

Mengajar Guru Model Pembelajaran Langsung-Sekilas Pandang Model Pengembangan Kurikulum Pembelajaran

Filed under: model pembelajaran | Tagged: direct instruction, model pembelajaran langsung, penguatan, reinforcement, teori belajar sosial

« Model Pembelajaran Langsung-Dukungan Teori   Perilaku Model Pembelajaran Langsung-Dukungan Riset Tentang Keefektifan Mengajar   Guru »

Page 21: Contoh Proposal PTK

Model Pembelajaran Langsung-Sekilas   Pandang Posted on May 6, 2008 by makalahptk MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG, SEKILAS PANDANGDIRECT INSTRUCTION, AN OVERVIEW Meskipun kamu mungkin belum pernah memikirkan tentang model pembelajaran langsung dengan cara sistematis, kamu tanpa disangsikan lagi telah sangat akrab dengan aspek-aspek yang menyertainya. Rasional dan prosedur-prosedur yang berkaitan dengan model pembelajaran ini telah digunakan oleh orang-orang tua kita saat mereka mengajarkan menyetir mobil kepada kita, menyikat gigi, memukul bola dengan backhand yang solid, menulis laporan penelitian, atau memecahkan soal-soal persamaan aljabar dalam matematika. Prinsip perilaku yang model pembelajaran ini mungkin telah digunakan untuk memperbaiki fobia kamu akan terbang dan menghentikanmu dari kebiasaan merokok. Model pembelajaran langsung lebih bersifat lurus ke depan dan dapat dikuasai dalam waktu relatif singkat. Penguasaan model pembelajaran langsung ini adalah suatu keharusan dalam repertoire seorang guru. Even though you may never have thought about direct instruction in any systematic way, you are undoubtedly familiar with certain aspects of it. The rationale and procedures underlying this model were probably used by adults to teach you to drive a car, brush your teeth, hit a solid backhand, write a research paper, or solve algebraic equations. Behavioral principles on which this model rests may have been used to correct your phobia about flying or wean you from cigarettes. The direct instruction model is rather straight forward and can be mastered in a relatively short time. It is a must in all teacher repertoire. Seperti halnya model-model pembelajaran yang lain, model pembelajaran langsung dapat dideskripsikan dalam tiga ciri, yaitu: (1) hasil pembelajaran yang akan dikuasai siswa dari model pembelajaran ini; (2)sintaks atau langkah-langkah keseluruhan kegiatan belajar-mengajar dan; (3) lingkungan belajar pada model pembelajaran ini. As with other teaching models, direct instruction can be described in terms of three features: (1) the type of learner outcomes it produces; (2) its syntax or overall flow of instructional activities and; (3) its learning environment. Secara umum model pembelajaran langsung telah didesain untuk mempromosikan siswa dalam hal mempelajari pengetahuan yang tersruktur dengan baik dan dapat diajarkan dalam suatu bentuk langkah-per-langkah. Model pembelajaran ini tidak diperuntukkan untuk mempromosikan pembelajaran sosial atau keterampilan berpikir pada tingkatan yang lebih tinggi. Model pembelajaran langsung adalah suatu model pembelajaran yang berpusat pada guru dan mempunyai lima langkah, yaitu: mengkondisikan, penjelasan dan/atau demontrasi, latihan terbimbing, uman balik, dan latihan lanjutan yang diperluas. Briefly direct instruction was designed to promote student learning of knowledge that is well structured and can be taught in a step-by-step fashion. The model is not intended to promote social learning or higher-level thinking. Direct instruction is a teacher centered model that has five steps: establish set; explanation and/or demonstration, guided practice, feedback, and extended practice. Setelah melihat kilasan singkat tentang dukungan secara teoritis dan empiris terhadap model pembelajaran langsung ini, kita akan memberikan diskusi yang lebih mendetail tentang bagaiaman merencanakan model pembelajaran ini, melaksanakannya, dan mengevaluasinya. After taking a brief look at the theoretical and empirical support or direct instruction, we well provide a more detailed discussion on how to plan for, conduct, and evaluate direct instruction lessons.

Page 22: Contoh Proposal PTK

Filed under: model pembelajaran | Tagged: direct instruction, kegiatan belajar mengajar, model pembelajaran langsung

Model Pembelajaran Langsung-Dukungan Riset Tentang Keefektifan Mengajar   Guru Posted on May 6, 2008 by makalahptk MODEL PEMBELAJARAN LANGSUNG-DUKUNGAN RISET TENTANG KEEFEKTIFAN MENGAJAR GURUDIRECT INSTRUCTION-TEACHER EFFECTIVENESS RESEARCH SUPPORT Sejumlah akar-akar sejarah dan teori bergabung bersama-sama menyediakan dukungan dan rasional untuk model pembelajaran langsung. Beberapa aspek dari model pembelajaran langsung sebenarnya berasal  dari prosedur-prosedur pelatihan yang dikembangkan indutri dan militer. Barak Rosenshine dan Robert Stevens(1986), contohnya, melaporkan bahwa mreka menemukan sebuah buku yang dipublikasikan pada tahun 1945 yang berjudul Bagaimana Menginstruksi telah mengandung ide-ide yang berhubungan dengan model pembelajaran langsung. Untuk tujuan kita di sini, bagaimanapun, kita akan mendeskripsikan tiga teori tradisional yang menyediakan rasional untuk penggunaan secara kontemporer model pembelajaran langsung, yaitu: behaviorisme (teori belajar tingkah laku); teori belajar sosial, dan riset-riset tentang kefektifan guru dalam mengajar. A number of historical and theoretical roots come together to provide the rationale and support for direct instruction. Some aspects of the model derive from training procedures developed in industrial and military setting. Barak Rosenshine and Robert Stevens (1986), for example reported that they found a book published in 1945 entitled How to Instruct that included many of ideas associated with direct instruction. For our puposes here, however, we will decribe three theoretical tradition that provide rationale for contemporary use of direct instruction: behaviorism, social learning theory, and teacher effectiveness research.  Riset Tentang Keefektifan Mengajar GuruDukungan empiris untuk model pembelajaran langsung datang dari berbagai lapangan. Tetapi, dukungan yang paling bagus adalah dari model-model keefektifan kelas dari penelitian keefektifan guru di kelas yang dilakukan sekitar tahun 1970an dan tahun 1980an, sebagai suatu jenis penelitian yang mempelajari hubungan antara tingkah laku guru dengan perolehan belajar siswa. Teacher Effectiveness ReasearchThe empirical support for the direct instruction model comes from many fields. However, the clearest empirical support from the model’s classroom effectiveness comes from the teacher effectiveness research conducted mainly in the 1970s and 1980s, a type of research that studied the realtionships between teacher behaviors and student achievement. Studi yang dilakukan oleh Jane Stallings dan kawan-kawan mengilustrasikan pentingnya waktu-berada di dalam tugas (Stallings & Kaskowitz, 1974). Penelitian ini juga memberikan kontribusi empiris untuk penggunaan model pembelajaran langsung. Penelitian ini dilakukan di sekolah dasar di mana guru menggunakan cukup banyak pendekatan-pendekatan yang berbeda untuk mengajar. Beberapa guru menggunakan metode formal dan sangat terstruktur, sementara guru-guru yang lain menggunakan lebih banyak metode-metode informal yang berkaitan dengan waktu-pergerakan kelas yang terbuka.  Stallings dan kolega-koleganya ingin mengetahui variasi pendekatan-pendekatan mana yang bekerja paling baik untuk meningkatkan hasil perolehan belajar siswa. Tingkah laku guru di 166 kelas diobservasi, dan siswa-siswa mereka kemudian dites untuk perolehan hasil belajar mereka pada mata pelajaran matematika dan membaca. Meskin banyak penemuan dihasilkan dari penelitian besar dan kompleks ini, dua yang paling dikenal dan bertahan lama yaitu penemuan tentang alokasi waktu untuk tugas-tugas tertentu telah menunjukkan hubungan yang amat besar dengan perolehan akademik  dan bahwa guru yang menggunakan strategi pengajaran mirip seperti model pembelajaran langsung lebih sukses dalam memperoleh waktu siswa efektif untuk terlibat dalam belajar dibanding guru-guru yang menggunkan metode yang lebih informal atau metode yang berpusat pada siswa. 

Page 23: Contoh Proposal PTK

The study by Jane Stallings and her associates illustrated the importantance of time-on-task (Stallings & Kaskowitz, 1974). This study also contributed empirical support for the use of direct instruction. Remember that this study investigated elementary classrooms where teachers were using quite difference approaches to instruction. Some teachers used highly structural and formal methods, while others used more informal teaching methods associated with the open classroom movement of the time. Stalling and her colleagues wanted to find out which of the various approaches were working best in raising student achievement. The  behaviors of teachers in 166 classrooms were observed, and their students were tested for achievement gain in mathematics and reading. Although many findings emerged from this large and complex study, two of the most pronounced and long-lasting were the findings that time allocated and used for specific tasks was strongly related to academic achievement and that teachers who were businesslike and used teacher directed (direct instruction) strategies were more successful in obataining high engagement rates than those who used more informal and student-centered teaching methods. Mengikuti kerja terdahulu ini, kemudian ratusan penelitian dilakukan antara tahun 1975 dan 1990 dan menghasilkan hasil-hasil yang sama secara esensial, disebutkan bahwa guru-guru yang mengorganisasikan dengan baik kelasnya pada pengalaman belajar yang terstruktur menghasilkan lebih waktu yang lebih tinggi untuk waktu siswa berada dalam tugas dan demikian pula untuk perolehan hasil belajar siswanya dibanding guru yang lebih sedikit menggunakan pendekatan-pendekatan langsung.  

Following this early work, literally hundreds of studies conducted between 1975 and 1990 produced essentially the same results, namely that teachers who had well-organized classrooms in which structured learning experiences prevailed produced higher student time-on-task ratios and higher student achievement than teachers who used more informal and less teacher-directed approaches.

Possibly related posts: (automatically generated)

Model Pembelajaran Langsung-Dukungan Teori Perilaku Hakiki Pembelajaran Kontekstual

Filed under: model pembelajaran | Tagged: direct instruction, guru, keefektifan mengajar, metode mengajar, model pembelajaran langsung, pendekatan mengajar, siswa, strategi mengajar

Page 24: Contoh Proposal PTK

Model Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Kompetensi Siswa6Oleh: Drs. H. Erman Suherman, M.Pd. Dosen tetap pada FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia di Bandung

Abstrak: Tugas utama guru adalah membelajarkan siswa, yaitu mengkondisikan siswa agar belajar aktif sehingga potensi dirinya (kognitif, afektif, dan konatif) dapat berkembang dengan maksimal. Dengan belajar aktif, melalui partisipasi dalam setiap kegiatan pembelajaran, akan terlatih dan terbentuk kompetensi yaitu kemampuan siswa untuk melakukan sesuatu yang sifatnya positif yang pada akhirnya akan membentuk life skill sebagai bekal hidup dan penghidupannya. Agar hal tersebut di atas dapat terwujud, guru seyogianya mengetahui bagaimana cara siswa belajar dan menguasai berbagai cara membelajarkan siswa. Model belajar akan membahas bagaimana cara siswa belajar, sedangkan model pembelajaran akan membahas tentang bagaimana cara membelajarkan siswa dengan berbagai variasinya sehingga terhindar dari rasa bosan dan tercipta suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan.

Kata Kunci: model belajar, model pembelajaran, potensi siswa, kompetensi, life skill, suasana belajar

A. Pendahuluan

Kurikulum 2004 berbasis kompetensi (KBK), yang diperbaharui dengan Kurikulum 2006 (KTSP), telah berlaku selama 4 tahun dan semestinya dilaksanakan secara utuh pada setiap sekolah. Namun pada kenyataannya, pelaksanaan pembelajaran di sekolah, masih kurang memperhatikan ketercapaian kompetensi siswa. Hal ini tampak pada RPP yang dibuat oleh guru dan dari cara guru mengajar di kelas masih tetap menggunakan cara lama, yaitu dominan menggunakan metode ceramah-ekspositori. Guru masih dominan dan siswa resisten, guru masih menjadi pemain dan siswa penonton, guru aktif dan siswa pasif. Paradigma lama masih melekat karena kebiasaan yang susah diubah, paradigma mengajar masih tetap dipertahankan dan belum berubah menjadi peradigma membelajarkan siswa. Padahal, tuntutan KBK, pada penyusunan RPP menggunakan istilah skenario pembelajaran untuk pelaksanaan pembelajaran di kelas, ini berarti bahwa guru sebagai sutradara dan siswa menjadi pemain, jadi guru memfasilitasi aktivitas siswa dalam mengembangkan kompetensinya sehingga memiliki kecakapan hidup (life skill) untuk bekal hidup dan penghidupannya sebagai insan mandiri.

Demikian pula, pada pihak siswa, karena kebiasaan menjadi penonton dalam kelas, mereka sudah merasa enjoy dengan kondisi menerima dan tidak biasa memberi. Selain dari karena kebiasaan yang sudah melekat mendarah daging dan sukar diubah, kondisi ini kemungkinan disebabkan karena pengetahuan guru yang masih terbatas

Page 25: Contoh Proposal PTK

tentang bagaimana siswa belajar dan bagaimana cara membelajarkan siswa. Karena penghargaan terhadap profesi guru sangat minim, boro-boro sempat waktu untuk membaca buku yang aktual, mereka sangat sibuk untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, dan memang itu kewajiban utama, apalagi untuk membeli buku pembelajaran yang inovatif. Mereka bukan tidak mau meningkatkan kualitas pemebelajaran, tetapi situasi dan kondisi kurang memungkinkan. Permasalahannya adalah bagaimana mengubah kebiasaan prilaku guru dalam kelas, mengubah paradigma mengajar menjadi membelajarkan, sehingga misi KBK dapat terwujud. Dengan paradigma yang berubah, mudah-mudahan kebiasaan murid yang bersifat pasif sedikit demi sedikit akan berubah pula menjadi aktif.

Tulisan sederhana ini sengaja dibuat untuk para guru, yang saya hormati dan saya banggakan, untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan, semoga dengan sajian sederhana ini dapat dijadikan bekal untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran, sehingga kualitas amal sholehnya melalui profesi guru menjadi meningkat pula. Tulisan ini membahas tentang kompetensi siswa sesuai tuntutan kurikulum untuk sekedar mengingatkan, model-model belajar agar memahami benar bagaimana siswa belajar yang efektif, dan model pembelajaran yang bisa dipilih dan digunakan sesuai dengan situasi dan kondisi siswa, materi, fasilitas, dan guru itu sendiri.

B. Kompetensi Siswa

Kompetensi (competency) adalah kata baru dalam bahasa Indonesia yang artinya setara dengan kemampuan atau pangabisa dalam bahasa Sunda. Siswa yang telah memiliki kompetensi mengandung arti bahwa siswa telah memahami, memaknai dan memanfaatkan materi pelajaran yang telah dipelajarinya. Dengan perkataan lain, ia telah bisa melakukan (psikomotorik) sesuatu berdasarkan ilmu yang telah dimilikinya, yang pada tahap selanjutnya menjadi kecakapan hidup (life skill). Inilah hakikat pembelajaran, yaitu membekali siswa untuk bisa hidup mandiri kelak setelah ia dewasa tanpa tergantung pada orang lain, karena ia telah memiliki komptensi, kecakapan hidup. Dengan demikian belajar tidak cukup hanya sampai mengetahui dan memahami.

Kompetensi siswa yang harus dimilki selama proses dan sesudah pembelajaran adalah kemampuan kognitif (pemahaman, penalaran, aplikasi, analisis, observasi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, koneksi, komunikasi, inkuiri, hipotesis, konjektur, generalisasi, kreativitas, pemecahan masalah), kemampuan afektif (pengendalian diri yang mencakup kesadaran diri, pengelolaan suasana hati, pengendalian impulsi, motivasi aktivitas positif, empati), dan kemampuan psikomotorik (sosialisasi dan kepribadian yang mencakup kemampuan argumentasi, presentasi, prilaku). Istilah psikologi kontemporer, kompetensi / kecakapan yang berkaitan dengan kemampuan profesional (akademik, terutama kognitif) disebut dengan hard skill, yang berkontribusi terhadap sukses individu sebesar 40 % . Sedangkan kompetensi lainnya yang berkenaan dengan afektif dan psikomotorik yang berkaitan dengan kemampuan kepribadian, sosialisasi, dan pengendalian diri disebut dengan soft skill, yang berkontribusi sukses individu sebesar 60%. Suatu informasi yang sangat penting dan sekaligus peringatan bagi kita semua.

Page 26: Contoh Proposal PTK

C. Model-model Belajar

Uraian berikut ini adalah untuk menjawab pertanyaan, bagaimana siswa belajar? Dengan memahami uraian ini, guru (kita) bisa menyesuaikan pelaksanaan pembelajaran dengan kondisi siswa. Bukankah pemberian harus diselaraskan dengan mereka yang akan menerima pemberian sehingga dapat bermanfaat secara optimal, dan tidak sebaliknya.

Model-model belajar yang dimaksud pada judul di atas adalah berbagai cara-gaya belajar siswa dalam aktivitas pembelajaran, baik di kelas ataupun dalam kehidupannya sehari-hari antar sesama temannya atau orang yang lebih tua. Dengan memahami model-model belajar ini, diharapkan para guru (kita semua) dapat membelajarkan siswa secara efisien sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif.

Ada berbagai model belajar yang akan dibahas, yaitu:

1. Peta Pikiran

Buzan (1993) mengemukakan bahwa otak manusia bekerja mengolah informasi melalui mengamati, membaca, atau mendengar tentang sesuatu hal berbentuk hubungan fungsional antar bagian (konsep, kata kunci), tidak parsial terpisah satu sama lain dan tidak pula dalam bentuk narasi kalimat lengkap. Sebagai contoh, kalau dalam pikiran kita ada kata (konsep) Bajuri, maka akan terkait dengan kata lain secara fungsional, seperti gemuk, supir bajay, kocak, sederhana, atau ke tokoh lain Oneng, Ema, Ucup, Hindun, dan lain-lain dengan masing-masing karakternya. Demikian pula kata dalam pikiran kita terlintas FKIP Universitas Langlangbuana Bandung akan terkait alamatnya, pejabatnya, dosen-dosen dan staf administrasi, dan besar penghargaan untuk perkuliahan per-sks. Silakan anda mencoba menuliskan / menggambarkan peta pikiran tentang Bajuri dan FKIP Unla di atas. Kalau dibuat narasinya akan ada perbedaan redaksi, meskipun dengan makna yang tidak berbeda.

Dalam bidang studi keahlian anda, misalnya ambil satu materi dalam pelajaran Matematika, Akuntansi, Agama, atau yang lainnya. Silakan buat (tulis-gambar) peta pikiran yang terlintas kemudian narasikan secara lisan. Tulisan atau gambar peta pikiran tersebut dinamakan dengan peta konsep (concept map).

Selanjutnya Buzan mengemukakan bahwa cara belajar siswa yang alami (natural) adalah sesuai dengan cara kerja otak seperti di atas berupa pikiran. Yang produknya berupa peta konsep. Dengan demikian belajar akan efektif dengan cara membuat catatan kreatif yang merupakan peta konsep, sehingga setiap konsep utama yang dipelajari semuanya teridentifikasi tidak ada yang terlewat dan kaitan fungsionalnya jelas, kemudian dinarasikan dengan gaya bahasa masing-masing. Dengan demikian konsep mendapat retensi yang kuat dalam pikiran, mudah diingat dan dikembangkan pada konsep lainnya. Belajar dengan menghafalkan kalimat lengkap tidak akan efektif, di samping bahasa yang digunakan menggunakan gaya bahasa penulis. Mengingat hal itu, sajian guru dalam pembelajaran harus pula dikondisikan berupa sajian peta konsep, guru membumbuinya dengan narasi yang kreatif.

Page 27: Contoh Proposal PTK

Selanjutnya, Buzan mengemukakan bahwa kemampuan otak manusia dapat memproses informasi berupa bahasa sebanyak 600 – 800 kata permenit. Dengan kemampuan otak seperti itu dibandingkan dengan kemampuan komputer sangat tinggi. Jika benar-benar dimanfaatkan secara optimal, setiap kesempatan dapat dimanfaatkan untuk pembelajaran diri dalam segala hal. Hanya sayang banyak orang yang mengabaikannya atau digunakan untuk hal-hal yang kurang bermanfaat untuk peningkatan kualitas diri, misalnya berangan-angan, menonton, mengobrol atau bercanda tanpa makna. Bagaimana dengan anda?.

2. Kecerdasan Ganda

Goldman (2005) mengemukakan bahwa struktur otak, sebagai instrumen kecerdasan, terbagi dua menjadi kecerdasan intelektual pada otak kiri dan kecerdasan emosional pada otak kanan. Kecerdasan intelektual mengalir-bergerak (flow) antara kebosanan bila tuntutan pemikiran rendah dan kecemasan bila terjadi tuntutan banyak. Bila terjadi kebosanan otak akan mengisinya dengan aktivitas lain, jika positif akan mengembangkan penalaran akan tetapi jika diisi dengan aktivitasa negatif, misal kenakalan atau lamunan, inlah yang disebut dengan sia-sia atau mubadzir (at tubadziru minasy-syaithon).

Sebaliknya jika tuntutan kerja otak tinggi akan terjadi kecemasan-kelelahan. Kondisi ini akan bisa dinetralisir dengan relaksasi melalui penciptaan suasana kondusif, misalnya keramahan, kelembutan, senyum-tertawa, suasana nyaman dan menyenangkan, atau meditasi keheningan dengan prinsip kepasrahan kepada sang Pencipta. Dengan demikian aktivitas otak kiri semestinya dibarengi dengan aktivitas otak kanan.

Sel syaraf pada otak kiri berfungsi sebagai alat kecerdasan yang sifatnya logis, sekuensial, linier, rasional, teratur, verbal, realitas, ide, abstrak, dan simbolik. Sedangkan sela syaraf otak kanan berkaitan dengan kecerdasan yang sifatnya acak, intuitif, holistic, emosional, kesadaran diri, spasial, musik, dan kreativitas. Penting untuk diketahui bahawa kecerdasan intelkektual berkontribusi untuk sukses individu sebesar 20% sedangkan kecerdasan emosional sebesar 40%, siswanya sebanyak 40% dipengaruhi oleh hal lainnya.

Ary Ginanjar (2002) dan Jalaluddin Rahmat (2006) mengukakan kecerdasan ketiga, yaitu Kecerdasan Spiritual (nurani-keyakinan) atau kecerdasan fitrah yang berkenaan dengan nilai-nilai kehidupan beragama. Sebagai orang beragama, kita semestinya berkeyakinan tinggi terhadap kecerdasan ini, bukankah ada ikhtiar dan ada pula taqdir, ada do’a sebagai permintaan dan harapan, dan ibadah lainnya. Bukankan ketentraman individu karena keyakinan beragama ini.

Gardner (1983) mengemukakan tentang kecerdasan ganda yang sifatnya mulkti dengan akronim Slim n Bill, yaitu Spacial-visual , Linguistic-verbal, Interpersonal-communication, Musical-rithmic, natural, Body-kinestic, Intrapersonal-reflective, Logic-thinking-reasoning.

3. Metakognitif

Page 28: Contoh Proposal PTK

Secara harfiah, metakognitif bisa diterjemahkan secara bebas sebagai kesadaran berfikir, berpikir tentang apa yang dipikirkan dan bagaimana proses berpikirnya, yaitu aktivitas individu untuk memikirkan kembali apa yang telah terpikir serta berpikir dampak sebagai akibat dari buah pikiran terdahulu. Sharples & Mathew (1998) mengemukakan pendapat bahwa metakognitrif dapat dimanfaatkan untuk menerapkan pola pikir pada situasi lain yang dihadapi.

Kemampuan metakognitif setiap individu akan berlainan, tergantung dari variabel meta kognitif, yaitu kondisi individu, kompleksitas, pengetahuan, pengalaman, manfaat, dan strategi berpikir. Holler, dkk. (2002) mengemukakan bahwa aktivitas metakognitif tergantung pada kesadaran individu, monitoring, dan regulasi.

Komponen meta kognitif menurut Sharples & Mathew ada 7, yaitu: refleksi kognitif, strategi, prediksi, koneksi, pertanyaan, bantuan, dan aplikasi. Sedangkan Holler berpendapat tentang komponen metakognitif, yaitu: kesadaran, monitoring, dan regulasi.

Metakognitif bisa digolongkan pada kemampuan kognitif tinggi karena memuat unsure analisis, sintesis, dan evaluasi sebagai cikal bakal tumbuhkembangnya kemampuan inkuiri dan kreativitas. Oleh karena itu pelaksanaan pembelajaran semestinya membiasakan siswa untuk melatih kemampuan metakognitif ini, tidak hanya berpikir sepintas dengan makna yang dangkal.

4. Komunikasi

Siswa dalam belajar tidak akan lepas dari komunikasi antar siswa, siswa dengan fasilitas belajar, ataupun dengan guru. Kemampuan komunikasi setiap individu akan mempengaruhi proses dan hasil belajar yang bersangkutan dan membentuk kepribadiannya, ada individu yang memiliki pribadi positif dan ada pula yang berkpribadian negatif.

Perhatikan hasil penelitian Jack Canfield (1992), untuk kita simak dan renungkan, bahwa seorang anak ayang masih polos-natural, setiap hari biasa menerima 460 komentar negatif dan 75 koentar positif dari oarng yang lebih tua dalam kehidupannya. Akibatnya sungguh mengejutkan, anak yang pada awalnya secara alami penuh keyakinan, keberanian, suka tantangan, ingin mencoba, ingin tahu dengan pengaruh komunikasi negatif yang lebih dominant dari orang sekelilingnya, ternyata lama kelamaan keyakinannya terguncang dan rasa percaya dirinya menurun, sehingga dia tumbuh menjadi penakut, pemalu, ragu-ragu, menghindar, membiarkan, dan cemas. Dampak selanjutnya pada waktu bwersekolah, belajar menjadi beban dan rasa ercaya dirinya berkurang. Makin lama ia makin dewasa, pribadinya berpola negative, seperti pesimis, m\udah menyerah, dikendalikan keadaan , prasangka, pembenaran, menimpakan kesalahan, dan sibuk dengan alasan. Berbeda dengan individu yang memiliki pribadi positif, yaitu optimis, mengendalikan keadaan, ada kebebasan memilih, punya alternative, partisipatidf, dan mau memperbaiki diri.

Sebagai guru, tentunya akan berhadapan dengan siswa yang berkepribadian negative seperti di atas dan tentunya tidak untuk dibiarkan karena profesi guru adalah amanat. Bagaimanakh menghadapi siswa dengan pola pribadi seperti irtu? Caranya anatar lain dengan cara tidak memvonis, katakana “saya ….” bukan katanya, jangan sungkan

Page 29: Contoh Proposal PTK

untuk apologi jika kesalahan, tumbuhkan citra positif, bersikap mengajak dan bukan memerintah, dan jaga komunikasi non verbal (eksprsi wajah, nada suara, gerak tubuh, dan sosok panutan). Mengapa demikian? Karena cara berkomunikasi akan langsung berkenaan dengan akal dan rasa, yang selanjutnya mempengaruhi poses pembelajaran.

5. Kebermaknaan Belajar

Dalam belajar apapun, belajar efektif (sesuai tujuan) semestinya bermakna. Agar bermakna, belajar tidak cukup dengan hanya mendengar dan melihat tetapi harus dengan melakukan aktivitas (membaca, bertanya, menjawab, berkomentar, mengerjakan, mengkomunikasikan, presentasi, diskusi).

Dalam bahasa Sunda ada pepatah “pok-pek-prak” yang berarti bahwa belajar mempunya indikator berkata-pok (bertanya-menjawab-diskusi,presentasi). Mencoba-pek (menyelidiki, meng-identifikasi, menduga, menyimpulkan, menemukan), dan melaksanakan-prak (mengaplikasikan, menggunakan, memanfaatkan, mengembangkan). Tokoh pendidikan nasional Ki Hajar Dewantoro (1908) mengemukakan tiga prinsip pembelajaran ing ngarso sung tulodo (jadi pemimpin-guru jadilah teladan bagi siswanya), ing madyo mangun karso (dalam pembelajaran membangun ide siswa dengan aktivitas sehingga kompetensi siswa terbentuk), tut wuri handayani (jadilah fasilitator kegiatan siswa dalam mengembangkan life skill sehingga mereka menjadi pribadi mandiri). Dengan perkataan lain, pembelajaran adalah solusi tepat untuk pelaksanaan kurikulum 2006, dan bukan dengan kegiatan mengajar.

Selanjutnya, Vernon A Madnesen (1983) san Peter Sheal (1989) mengemukakan bahwa kebermaknaan belajar tergantung bagaimana cbelajar. Jika belajar hanya dngan membaca kebermaknaan bisa mencapai 10%, dari mendengar 20%, dari melihat 30%, mendengar dan melihat 50%, mengatakan-komunikasi mencapai 70 %, da belajar dengan melakukan dan mengkomunikasikan besa mencapai 90%.

Drai uraian di atas implikasi terhadap pembelajaran adalah bahwa kegiatan pembelajaran identik dengan aktivitas siswa secara optimal, tidak cukuop dengan mendengar dan melihat, tepai harus dengan hands-on, minds-on, konstruksivis, dan daily life (kontekstual).

6. Konstruksivisme

Dalam paradigma pembelajaran, guru menyajikan persoalan dan mendorong (encourage) siswa untuk mengidentifikasi, mengeksplorasi, berhipotesis, berkonjektur, menggeneralisasi, dan inkuiri dengan cara mereka sendiri untuk menyelesaikan persoalan yang disajikan. Sehingga jenis komunikasi yang dilakukan antara guru-siswa tidak lagi bersifat transmisi sehingga menimbulkan imposisi (pembebanan), melainkan lebih bersifat negosiasi sehingga tumbuh suasana fasilitasi.

Dalam kondisi tersebut suasana menjadi kondusif (tut wuri handayani) sehingga dalam belajar siswa bisa mengkonstruksi pengetahuan dan opengalaman yang diperolehnya dengan pemaknaan yang lebih baik. Siswa membangun sendiri konsep atau struktur materi yang dipelajarinya, tidak melalui pemberitahuan oleh guru. Siswa tidak lagi menerima paket-paket konsep atau aturan yang telah dikemas oleh guru,

Page 30: Contoh Proposal PTK

melainkan siswa sendiri ang mengemasnya. Mungkin saja kemasannya tidak akurat, siswa yang satu dengan siswa lainnya berbeda, atau mungkin terjadi eksalahan, di sinilah tugas guru memberikan bantuan dan arahan (scalfolding) sebagai fasilitator dan pembimbing. Keslahan siswa merupakan bagian dari belajar, jadi harus dihargai karena hal itu cirinya ia sedang belajar, ikut partisipasi dan tidak menghindar dari aktivitas pembelajaran.

Hal inilah yang disebut dengan konstruksivisme dalam pembelajaran, dan memang pembelajaran pada hakikatnya adalah konstruksivisme, karena pembelajaran adalah aktivitas siswa yang sifatnbya proaktif dan reaktif dalam membangun pengetahuan. Agar konstruksicvisme dapat terlaksana secara optimal, Confrey (1990) menyarankan konstruksivisme secara utuh (powerfull constructivism), yaitu: konsistensi internal, keterpaduan, kekonvergenan, refeleksi-eksplanasi, kontinuitas historical, simbolisasi, koherensi, tindak lanjut, justifikasi, dan sintaks (SOP).

7. Prinsip Belajar Aktif

Ada dua jenis belajar, yaitu belajar secara aktif dan secara reaktif (pasif). Belajar secara aktif indikatornya adalah belajar pada setiap situasi, menggunakan kesempatan untuk meraih manfaat, berupaya terlaksana, dan partisipatif dalam setiap kegiatan. Sedangakan belajar reaktif indikatornya adalah tidak dapat melihat adanya kesempatan belajart, mengabaikan kesempatan, membiarkan segalanya terjadi, menghindar dari kegiatan.

Dari indikator belajar aktif, sesuai dengan pengertian kegiatan pembelajaran di atas, maka prinsip belajar yang harus diterapkan adalah siswa harus sebaga subjek, belajar dengan melakukan-mengkomunikasikan sehingga kecerdasan emosionalnya dapat berkembang, seperti kemampuan sosialisasi, empati dan pengendalian diri. Hal ini bisa terlatih melalui kerja individual-kelompok,diskusi, presentasi, tanya-jawab, sehingga terpuku rasa tanggung jawab dan disiplin diri.

Prinsip belajar yang dikemuakan leh Treffers (1991) adalah memiliki indikatro mechanistic (latihan, mengerjakan), structuralistic (terstrutur, sitematik, aksionmatik), empiristic (pngelaman induktif-deduktif), dan realistic-human activity (aktivitas kehidupan nyata). Prisip tersebut akan terwujud dengan melaksanakan pembelajaran dengan memperhatikan keterlibatan intelektual-emosional, kontekstual-trealistik, konstruksivis-inkuiri, melakukan-mengkomunikasikan, dan inklusif life skill.

D. Model-model Pembelajaran

Untuk membelajarkan siswa sesuai dengan cara-gaya belajar mereka sehingga tujuan pembelajaran dapat dicapai dengan optimal ada berbagai model pembelajaran. Dalam prakteknya, kita (guru) harus ingat bahwa tidak ada model pembelajaran yang paling tepat untuk segala situasi dan kondisi. Oleh karena itu, dalam memilih model pembelajaran yang tepat haruslah memperhatikan kondisi siswa, sifat materi bahan ajar, fasilitas-media yang tersedia, dan kondisi guru itu sendiri.

Berikut ini disajikan beberapa model pembelajaran, untuk dipilih dan dijadikan alternatif sehingga cocok untuk situasi dan kjondisi yang dihadapi. Akan tetapi sajian yang dikemukakan pengantarnya berupa pengertian dan rasional serta sintaks

Page 31: Contoh Proposal PTK

(prosedur) yang sifatnya prinsip, modifikasinya diserahkan kepada guru untuk melakukan penyesuaian, penulis yakin kreativitas para guru sangat tinggi.

1. Koperatif (CL, Cooperative Learning).

Pembelajaran koperatif sesuai dengan fitrah manusis sebagai makhluq sosial yang penuh ketergantungan dengan otrang lain, mempunyai tujuan dan tanggung jawab bersama, pembegian tugas, dan rasa senasib. Dengan memanfaatkan kenyatan itu, belajar berkelompok secara koperatif, siswa dilatih dan dibiasakan untuk saling berbagi (sharing) pengetahuan, pengalaman, tugas, tanggung jawab. Saling membantu dan berlatih beinteraksi-komunikasi-sosialisasi karena koperatif adalah miniature dari hidup bermasyarakat, dan belajar menyadari kekurangan dan kelebihan masing-masing.

Jadi model pembelajaran koperatif adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkontruksu konsep, menyelesaikan persoalan, atau inkuiri. Menurut teori dan pengalaman agar kelompok kohesif (kompak-partisipatif), tiap anggota kelompok terdiri dari 4 – 5 orang, siawa heterogen (kemampuan, gender, karekter), ada control dan fasilitasi, dan meminta tanggung jawab hasil kelompok berupa laporan atau presentasi.

Sintaks pembelajaran koperatif adalah informasi, pengarahan-strategi, membentuk kelompok heterogen, kerja kelompok, presentasi hasil kelompok, dan pelaporan.

2. Kontekstual (CTL, Contextual Teaching and Learning)

Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran yang dimulai dengan sajian atau tanya jawab lisan (ramah, terbuka, negosiasi) yang terkait dengan dunia nyata kehidupan siswa (daily life modeling), sehingga akan terasa manfaat dari materi yang akan disajkan, motivasi belajar muncul, dunia pikiran siswa menjadi konkret, dan suasana menjadi kondusif – nyaman dan menyenangkan. Pensip pembelajaran kontekstual adalah aktivitas siswa, siswa melakukan dan mengalami, tidak hanya menonton dan mencatat, dan pengembangan kemampuan sosialisasi.

Ada tujuh indokator pembelajarn kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan model lainnya, yaitu modeling (pemusatan perhatian, motivasi, penyampaian kompetensi-tujuan, pengarahan-petunjuk, rambu-rambu, contoh), questioning (eksplorasi, membimbing, menuntun, mengarahkan, mengembangkan, evaluasi, inkuiri, generalisasi), learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, minds-on, hands-on, mencoba, mengerjakan), inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, konjektur, generalisasi, menemukan), constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, analisis-sintesis), reflection (reviu, rangkuman, tindak lanjut), authentic assessment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran, penilaian terhadap setiap aktvitas-usaha siswa, penilaian portofolio, penilaian seobjektif-objektifnya darei berbagai aspek dengan berbagai cara).

3. Realistik (RME, Realistic Mathematics Education)

Page 32: Contoh Proposal PTK

Realistic Mathematics Education (RME) dikembangkan oleh Freud di Belanda dengan pola guided reinventiondalam mengkontruksi konsep-aturan melalui process of mathematization, yaitu matematika horizontal (tools, fakta, konsep, prinsip, algoritma, aturan uantuk digunakan dalam menyelesaikan persoalan, proses dunia empirik) dan vertikal (reoorganisasi matematik melalui proses dalam dunia rasio, pengemabngan mateastika).

Prinsip RME adalah aktivitas (doing) konstruksivis, realitas (kebermaknaan proses-aplikasi), pemahaman (menemukan-informal daam konteks melalui refleksi, informal ke formal), inter-twinment (keterkaitan-intekoneksi antar konsep), interaksi (pembelajaran sebagai aktivitas sosial, sharing), dan bimbingan (dari guru dalam penemuan).

4. Pembelajaran Langsung (DL, Direct Learning)

Pengetahuan yang bersifat informasi dan prosedural yang menjurus pada ketrampilan dasar akan lebih efektif jika disampaikan dengan cara pembelajaran langsung. Sintaknya adalah menyiapkan siswa, sajian informasi dan prosedur, latihan terbimbing, refleksi, latihan mandiri, dan evaluasi. Cara ini sering disebut dengan metode ceramah atau ekspositori (ceramah bervariasi).

5. Pembelajaran Berbasis masalah (PBL, Problem Based Learning)

Kehidupan adalah identik dengan menghadapi masalah. Model pembelajaran ini melatih dan mengembangkan kemampuan untuk menyelesaikan masalah yang berorientasi pada masalah otentik dari kehidupan aktual siswa, untuk merangsang kemamuan berpikir tingkat tinggi. Kondisi yang tetap hatrus dipelihara adalah suasana kondusif, terbuka, negosiasi, demokratis, suasana nyaman dan menyenangkan agar siswa dap[at berpikir optimal.

Indikator model pembelajaran ini adalah metakognitif, elaborasi (analisis), interpretasi, induksi, identifikasi, investigasi, eksplorasi, konjektur, sintesis, generalisasi, dan inkuiri

6. Problem Solving

Dalam hal ini masalah didefinisikan sebagai suatu persoalan yang tidak rutin, belum dikenal cara penyelesaiannya. Justru problem solving adalah mencari atau menemukan cara penyelesaian (menemukan pola, aturan, atau algoritma). Sintaknya adalah: sajiakn permasalah yang memenuhi criteria di atas, siswa berkelompok atau individual mengidentifikasi pola atau atuiran yang disajikan, siswa mengidentifkasi, mengeksplorasi,menginvestigasi, menduga, dan akhirnya menemukan solusi.

7. Problem Posing

Bentuk lain dari problem posing adaslah problem posing, yaitu pemecahan masalah dngan melalui elaborasi, yaitu merumuskan kembali masalah menjadi bagian-bagian yang lebih simple sehingga dipahami. Sintaknya adalah: pemahaman, jalan keluar, identifikasi kekeliruan, menimalisasi tulisan-hitungan, cari alternative, menyusun soal-pertanyaan.

Page 33: Contoh Proposal PTK

8. Problem Terbuka (OE, Open Ended)

Pembelajaran dengan problem (masalah) terbuka artinya pembelajaran yang menyajikan permasalahan dengan pemecahan berbagai cara (flexibility) dan solusinya juga bisa beragam (multi jawab, fluency). Pembelajaran ini melatih dan menumbuhkan orisinilitas ide, kreativitas, kognitif tinggi, kritis, komunikasi-interaksi, sharing, keterbukaan, dan sosialisasi. Siswa dituntuk unrtuk berimprovisasi mengembangkan metode, cara, atau pendekatan yang bervariasi dalam memperoleh jawaban, jawaban siswa beragam. Selanjtynya siswa juda diinta untuk menjelaskan proses mencapai jawaban tersebut. Denga demikian model pembelajaran ini lebih mementingkan proses daripada produk yang akan membentiuk pola piker, keterpasuan, keterbukaan, dan ragam berpikir.

Sajian masalah haruslah kontekstual kaya makna secara matematik (gunakan gambar, diagram, table), kembangkan peremasalahan sesuai dengan kemampuan berpikir siswa, kaitakkan dengan materui selanjutnya, siapkan rencana bimibingan (sedikit demi sedikit dilepas mandiri).

Sintaknya adalah menyajikan masalah, pengorganisasian pembelajaran, perhatikan dan catat reson siswa, bimbingan dan pengarahan, membuat kesimpulan.

9. Probing-prompting

Teknik probing-prompting adalah pembelajaran dengan cara guru menyajikan serangkaian petanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan engetahuan sisap siswa dan engalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang dipelajari. Selanjutnya siswa memngkonstruksiu konsep-prinsip-aturan menjadi pengetahuan baru, dengan demikian pengetahuan baru tidak diberitahukan.

Dengan model pembelajaran ini proses tanya jawab dilakukan dengan menunjuk siswa secara acak sehingga setiap siswa mau tidak mau harus berpartisipasi aktif, siswa tidak bisa menghindar dari prses pembelajaran, setiap saat ia bisa dilibatkan dalam proses tanya jawab. Kemungkinan akan terjadi sausana tegang, namun demikian bisa dibiasakan. Untuk mngurang kondisi tersebut, guru hendaknya serangkaian pertanyaan disertai dengan wajah ramah, suara menyejukkan, nada lembut. Ada canda, senyum, dan tertawa, sehingga suasana menjadi nyaman, menyenangkan, dan ceria. Jangan lupa, bahwa jawaban siswa yang salah harus dihargai karena salah adalah cirinya dia sedang belajar, ia telah berpartisipasi

10. Pembelajaran Bersiklus (cycle learning)

Ramsey (1993) mengemukakan bahwa pembelajaran efektif secara bersiklus, mulai dari eksplorasi (deskripsi), kemudian eksplanasi (empiric), dan diakhiri dengan aplikasi (aduktif). Eksplorasi berarti menggali pengetahuan rasyarat, eksplnasi berarti menghenalkan konsep baru dan alternative pemecahan, dan aplikasi berarti menggunakan konsep dalam konteks yang berbeda.

11. Reciprocal Learning

Page 34: Contoh Proposal PTK

Weinstein & Meyer (1998) mengemukakan bahwa dalam pembelajaran harus memperhatikan empat hal, yaitu bagaimana siswa belajar, mengingat, berpikir, dan memotivasi diri. Sedangkan Resnik (1999) mwengemukan bhawa belajar efektif dengan cara membaca bermakna, merangkum, bertanya, representasi, hipotesis.

Untuk mewujudkan belajar efektif, Donna Meyer (1999) mengemukakan cara pembelajaran resiprokal, yaitu: informasi, pengarahan, berkelompok mengerjakan LKSD-modul, membaca-merangkum.

12. SAVI

Pembelajaran SAVI adalah pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indar yang dimiliki siswa. Istilah SAVI sendiri adalah kependekan dari: Somatic yang bermakna gerakan tubuh (hands-on, aktivitas fisik) di mana belajar dengan mengalami dan melakukan; Auditory yang bermakna bahwa belajar haruslah dengan melaluui mendengarkan, menyimak, berbicara, presentasi, argumentasi, mengemukakan penndepat, dan mennaggapi; Visualization yang bermakna belajar haruslah menggunakan indra mata melallui mengamati, menggambar, mendemonstrasikan, membaca, menggunbakan media dan alat peraga; dan Intellectualy yang bermakna bahawa belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-on) nbelajar haruslah dengan konsentrasi pikiran dan berlatih menggunakannya melalui bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah, dan menerapkan.

13. TGT (Teams Games Tournament)

Penerapan model ini dengan cara mengelompokkan siswa heterogen, tugas tiap kelompok bisa sama bis aberbeda. SDetelah memperoleh tugas, setiap kelompok bekerja sama dalam bentuk kerja individual dan diskusi. Usahakan dinamikia kelompok kohesif dan kompak serta tumbuh rasa kompetisi antar kelompok, suasana diskuisi nyaman dan menyenangkan sepeti dalam kondisi permainan (games) yaitu dengan cara guru bersikap terbuka, ramah , lembut, santun, dan ada sajian bodoran. Setelah selesai kerja kelompok sajikan hasil kelompok sehuingga terjadi diskusi kelas.

Jika waktunya memungkinkan TGT bisa dilaksanakan dalam beberapa pertemuan, atau dalam rangak mengisi waktu sesudah UAS menjelang pembagian raport. Sintaknya adalah sebagai berikut:

a. Buat kelompok siswa heterogen 4 orang kemudian berikan informasi pokok materi dan \mekanisme kegiatan

b. Siapkan meja turnamen secukupnya, missal 10 meja dan untuk tiap meja ditempati 4 siswa yang berkemampuan setara, meja I diisi oleh siswa dengan level tertinggi dari tiap kelompok dan seterusnya sampai meja ke-X ditepati oleh siswa yang levelnya paling rendah. Penentuan tiap siswa yang duduk pada meja tertentu adalah hasil kesewpakatan kelompok.

c. Selanjutnya adalah opelaksanaan turnamen, setiap siswa mengambil kartu soal yang telah disediakan pada tiap meja dan mengerjakannya untuk jangka waktu terttentu (misal 3 menit). Siswa bisda nmngerjakan lebbih

Page 35: Contoh Proposal PTK

dari satu soal dan hasilnya diperik\sa dan dinilai, sehingga diperoleh skor turnamen untuk tiap individu dan sekaligus skor kelompok asal. Siswa pada tiap meja tunamen sesua dengan skor yang dip[erolehnay diberikan sebutan (gelar) superior, very good, good, medium.

Bumping, pada turnamen kedua ( begitu juga untuk turnamen ketiga-keempat dst.), dilakukan pergeseran tempat duduk pada meja turnamen sesuai dengan sebutan gelar tadi, siswa superior dalam kelompok meja turnamen yang sama, begitu pula untuk meja turnamen yang lainnya diisi oleh siswa dengan gelar yang sama.

e. Setelah selesai hitunglah skor untuk tiap kelompok asal dan skor individual, berikan penghargaan kelompok dan individual.

14. VAK (Visualization, Auditory, Kinestetic)

Model pebelajaran ini menganggap bahwa pembelajaran akan efektif dengan memperhatikan ketiga hal tersebut di atas, dengan perkataan lain manfaatkanlah potensi siwa yang telah dimilikinya dengan melatih, mengembangkannya. Istilah tersebut sama halnya dengan istilah pada SAVI, dengan somatic ekuivalen dengan kinesthetic.

15. AIR (Auditory, Intellectualy, Repetition)

Model pembelajaran ini mirip dengan SAVI dan VAK, bedanya hanyalah pada Repetisi yaitu pengulangan yang bermakna pendalama, perluasan, pemantapan dengan cara siswa dilatih melalui pemberian tugas atau quis.

16. TAI (Team Assisted Individualy)

Terjemahan bebas dari istilah di atas adalah Bantuan Individual dalam Kelompok (BidaK) dengan karateristirk bahwa (Driver, 1980) tanggung jawab vbelajar adalah pada siswa. Oleh karena itu siswa harus membangun pengetahuan tidak menerima bentuk jadi dari guru. Pola komunikasi guru-siswa adalah negosiasi dan bukan imposisi-intruksi.

Sintaksi BidaK menurut Slavin (1985) adalah: (1) buat kelompok heterogen dan berikan bahan ajar berupak modul, (2) siswa belajar kelompok dengan dibantu oleh siswa pandai anggota kelompok secara individual, saling tukar jawaban, saling berbagi sehingga terjadi diskusi, (3) penghargaan kelompok dan refleksi serta tes formatif.

17. STAD (Student Teams Achievement Division)

STAD adalah salah sati model pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen (4-5 orang), diskusikan bahan belajar-LKS-modul secara kolabratif, sajian-presentasi kelompok sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa atau kelompok, umumkan rekor tim dan individual dan berikan reward.

Page 36: Contoh Proposal PTK

18. NHT (Numbered Head Together)

NHT adalah salah satu tipe dari pembelajaran koperatif dengan sintaks: pengarahan, buat kelompok heterogen dan tiap siswa memiliki nomor tertentu, berikan persoalan materi bahan ajar (untuk tiap kelompok sama tapi untuk tiap siswa tidak sama sesuai dengan nomor siswa, tiasp siswa dengan nomor sama mendapat tugas yang sama) kemudian bekerja kelompok, presentasi kelompok dengan nomnor siswa yang sama sesuai tugas masing-masing sehingga terjadi diskusi kelas, kuis individual dan buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan beri reward.

19. Jigsaw

Model pembeajaran ini termasuk pembelajaran koperatif dengan sintaks sepeerti berikut ini. Pengarahan, informasi bahan ajar, buat kelompok heterogen, berikan bahan ajar (LKS) yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan banyak siswa dalam kelompok, tiap anggota kelompok bertugas membahasa bagian tertentu, tuiap kelompok bahan belajar sama, buat kelompok ahli sesuai bagian bahan ajar yang sama sehingga terjadi kerja sama dan diskusi, kembali ke kelompok aasal, pelaksnaa tutorial pada kelompok asal oleh anggotan kelompok ahli, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

20. TPS (Think Pairs Share)

Model pembelajaran ini tergolong tipe koperatif dengan sintaks: Guru menyajikan materi klasikal, berikan persoalan kepada siswa dan siswa bekerja kelompok dengan cara berpasangan sebangku-sebangku (think-pairs), presentasi kelompok (share), kuis individual, buat skor perkembangan tiap siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

21. GI (Group Investigation)

Model koperatif tipe GI dengan sintaks: Pengarahan, buat kelompok heterogen dengan orientasi tugas, rencanakan pelaksanaan investigasi, tiap kelompok menginvestigasi proyek tertentu (bisa di luar kelas, misal mengukur tinggi pohon, mendata banyak dan jenis kendaraan di dalam sekolah, jenis dagangan dan keuntungan di kantin sekolah, banyak guru dan staf sekolah), pengoalahn data penyajian data hasi investigasi, presentasi, kuis individual, buat skor perkem\angan siswa, umumkan hasil kuis dan berikan reward.

22. MEA (Means-Ends Analysis)

Model pembelajaran ini adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan sintaks: sajikan materi dengan pendekatan pemecahan masalah berbasis heuristic, elaborasi menjadi sub-sub masalah yang lebih sederhana, identifikasi perbedaan, susun sub-sub masalah sehingga terjadli koneksivitas, pilih strategi solusi

23. CPS (Creative Problem Solving)

Ini juga merupakan variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah melalui teknik sistematik dalam mengorganisasikan gagasan kreatif untuk menyelesaikan

Page 37: Contoh Proposal PTK

suatu permasalahan. Sintaksnya adalah: mulai dari fakta aktual sesuai dengan materi bahan ajar melalui tanya jawab lisan, identifikasi permasalahan dan fokus-pilih, mengolah pikiran sehingga muncul gagasan orisinil untuk menentukan solusi, presentasi dan diskusi.

24. TTW (Think Talk Write)

Pembelajaran ini dimulai dengan berpikir melalui bahan bacaan (menyimak, mengkritisi, dan alternative solusi), hasil bacaannya dikomunikasikan dengan presentasi, diskusi, dan kemudian buat laopran hasil presentasi. Sinatknya adalah: informasi, kelompok (membaca-mencatatat-menandai), presentasi, diskusi, melaporkan.

25. TS-TS (Two Stay – Two Stray)

Pembelajaran model ini adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap di kelompoknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok, laporan kelompok.

26. CORE (Connecting, Organizing, Refleting, Extending)

Sintaknya adalah (C) koneksi informasi lama-baru dan antar konsep, (0) organisasi ide untuk memahami materi, (R) memikirkan kembali, mendalami, dan menggali, (E) mengembangkan, memperluas, menggunakan, dan menemukan.

27. SQ3R (Survey, Question, Read, Recite, Review)

Pembelajaran ini adalah strategi membaca yang dapat mengembangkan meta kognitif siswa, yaitu dengan menugaskan siswa untuk membaca bahan belajar secara seksama-cermat, dengan sintaks: Survey dengan mencermati teks bacaan dan mencatat-menandai kata kunci, Question dengan membuat pertanyaan (mengapa-bagaimana, darimana) tentang bahan bacaan (materi bahan ajar), Read dengan membaca teks dan cari jawabanya, Recite dengan pertimbangkan jawaban yang diberikan (cartat-bahas bersama), dan Review dengan cara meninjau ulang menyeluruh

28. SQ4R (Survey, Question, Read, Reflect, Recite, Review)

SQ4R adalah pengembangan dari SQ3R dengan menambahkan unsur Reflect, yaitu aktivitas memberikan contoh dari bahan bacaan dan membayangkan konteks aktual yang relevan.

29. MID (Meaningful Instructionnal Design)

Model ini adalah pembnelajaran yang mengutyamakan kebermaknaan belajar dan efektifivitas dengan cara membuat kerangka kerja-aktivitas secara konseptual kognitif-konstruktivis. Sintaknya adalah (1) lead-in dengan melakukan kegiatan yang terkait dengan pengalaman, analisi pengalaman, dan konsep-ide; (2) reconstruction

Page 38: Contoh Proposal PTK

melakukan fasilitasi pengalaan belajar; (3) production melalui ekspresi-apresiasi konsep

30. KUASAI

Pembelajaran akan efektif dengan melibatkan enam tahap berikut ini, Kerangka pikir untuk sukses, Uraikan fakta sesuai dengan gaya belajar, Ambil pemaknaan (mengetahui-memahami-menggunakan-memaknai), Sertakan ingatan dan hafalkan kata kunci serta koneksinya, Ajukan pengujian pemahaman, dan Introspeksi melalui refleksi diri tentang gaya belajar.

31. CRI (Certainly of Response Index)

CRI digunakan untuk mengobservasi proses pembelajaran yang berkenaan dengan tingkat keyakinan siswa tentang kemampuan yang dimilkinya untuk memilih dan menggunakan pengetahuan yang telah dimilikinya. Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk sure, 4 untuk almost certain, dn 5 untuk certain.

32. DLPS (Double Loop Problem Solving)

DPLS adalah variasi dari pembelajaran dengan pemecahan masalah dengan penekanan pada pencarian kausal (penyebab) utama daritimbulnya masalah, jadi berkenaan dengan jawaban untuk pertanyaan mengapa. Selanutnya menyelesaikan masalah tersebut dengan cara menghilangkan gap uyang menyebabkan munculnya masalah tersebut.

Sintaknya adalah: identifkasi, deteksi kausal, solusi tentative, pertimbangan solusi, analisis kausal, deteksi kausal lain, dan rencana solusi yang terpilih. Langkah penyelesdai maslah sebagai berikurt: menuliskan pernyataan masalah awal, mengelompokkan gejala, menuliskan pernyataan masalah yang telah direvisi, mengidentifikasui kausal, imoplementasi solusi, identifikasi kausal utama, menemukan pilihan solusi utama, dan implementasi solusi utama.

33. DMR (Diskursus Multy Reprecentacy)

DMR adalah pembelajaran yang berorientasi pada pembentukan, penggunaan, dan pemanfaatan berbagai representasi dengan setting kelas dan kerja kelompok. Sintaksnya adalah: persiapan, pendahuluan, pengemabangan, penerapan, dan penutup.

34. CIRC (Cooperative, Integrated, Reading, and Composition)

Terjemahan bebas dari CIRC adalah komposisi terpadu membaca dan menulis secara koperatif –kelompok. Sintaksnya adalah: membentuk kelompok heterogen 4 orang, guru memberikan wacana bahan bacaan sesuai dengan materi bahan ajar, siswa bekerja sama (membaca bergantian, menemukan kata kunci, memberikan tanggapan) terhadap wacana kemudian menuliskan hasil kolaboratifnya, presentasi hasil kelompok, refleksi.

Page 39: Contoh Proposal PTK

35. IOC (Inside Outside Circle)

IOC adalah mode pembelajaran dengan sistim lingkaran kecil dan lingkaran besar (Spencer Kagan, 1993) di mana siswa saling membagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan ssingkat dan teratur. Sintaksnya adalah: Separu dari sjumlah siswa membentuk lingkaran kecil menghadap keluar, separuhnya lagi membentuk lingkaran besar menghadap ke dalam, siswa yang berhadapan berbagi informasi secara bersamaan, siswa yang berada di lingkran luar berputar keudian berbagi informasi kepada teman (baru) di depannya, dan seterusnya

36. Tari Bambu

Model pembelajaran ini memberuikan kesempatan kepada siswa untuk berbagi informasi pada saat yang bersamaan dengan pasangan yang berbeda secara teratur. Strategi ini cocok untuk bahan ajar yang memerlukan pertukartan pengalaman dan pengetahuan antar siswa. Sintaksnya adalah: Sebagian siswa berdiri berjajar di depoan kelas atau di sela bangku-meja dan sebagian siswa lainnya berdiri berhadapan dengan kelompok siswa opertama, siswa yang berhadapan berbagi pengalkaman dan pengetahuan, siswa yang berdiri di ujung salah satui jajaran pindah ke ujunug lainnya pada jajarannya, dan kembali berbagai informasi.

37. Artikulasi

Artikulasi adlah mode pembelajaran dengan sintaks: penyampaian konpetensi, sajian materi, bentuk kelompok berpasangan sebangku, salah satu siswa menyampaikan materi yang baru diterima kepada pasangannya kemudian bergantian, presentasi di depan hasil diskusinya, guru membimbing siswa untuk menyimpulkan.

38. Debate

Debat adalah model pembalajaranb dengan sisntaks: siswa menjadi 2 kelompok kemudian duduk berhadapan, siswa membaca materi bahan ajar untuk dicermati oleh masing-masing kelompok, sajian presentasi hasil bacaan oleh perwakilan salah satu kelompok kemudian ditanggapi oleh kelompok lainnya begitu setrusnya secara bergantian, guru membimbing membuat kesimpulan dan menambahkannya biola perlu.

39. Role Playing

Sintak dari model pembelajaran ini adalah: guru menyiapkan scenario pembelajaran, menunjuk beberapa siswa untuk mempelajari scenario tersebut, pembentukan kelompok siswa, penyampaian kompetensi, menunjuk siswa untuk melakonkan scenario yang telah dipelajarinya, kelompok siswa membahas peran yang dilakukan oleh pelakon, presentasi hasil kelompok, bimbingan penimpoulan dan refleksi.

40. Talking Stick

Suintak p[embelajana ini adalah: guru menyiapkan tongkat, sajian materi pokok, siswa mebaca materi lengkap pada wacana, guru mengambil tongkat dan memberikan tongkat kepada siswa dan siswa yang kebagian tongkat menjawab pertanyaan dari

Page 40: Contoh Proposal PTK

guru, tongkat diberikan kepad siswa lain dan guru memberikan petanyaan lagi dan seterusnya, guru membimbing kesimpulan-refleksi-evaluasi.

<!--[if !supportLists]–>41. Snowball Throwing

Sintaknya adalah: Informasi materi secara umum, membentuk kelompok, pemanggilan ketua dan diberi tugas membahas materi tertentu di kelompok, bekerja kelompok, tiap kelompok menuliskan pertanyaan dan diberikan kepada kelompok lain, kelompok lain menjawab secara bergantian, penyuimpulan, refleksi dan evaluasi

42. Student Facilitator and Explaining

Langkah-langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian materi, siswa mengembangkannya dan menjelaskan lagi ke siswa lainnya, kesimpulan dan evaluasi, refleksi.

43. Course Review Horay

Langkah-langkahnya: informasi kompetensi, sajian materi, tanya jawab untuk pemantapan, siswa atau kelompok menuliskan nomor sembarang dan dimasukkan ke dalam kotak, guru membacakan soal yang nomornya dipilih acak, siswa yang punya nomor sama dengan nomor soal yang dibacakan guru berhak menjawab jika jawaban benar diberi skor dan siswa menyambutnya dengan yel hore atau yang lainnya, pemberian reward, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

44. Demonstration

Pembelajaran ini khusu untuk materi yang memerlukan peragaan media atau eksperimen. Langkahnya adalah: informasi kompetensi, sajian gambaran umum materi bahan ajar, membagi tugas pembahasan materi untuk tiap kelompok, menunjuk siswa atau kelompok untuk mendemonstrasikan bagiannya, dikusi kelas, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

45. Explicit Instruction

Pembelajaran ini cocok untuk menyampaikan materi yang sifatnya algoritma-prosedural, langkah demi langkah bertahap. Sintaknya adalah: sajian informasi kompetensi, mendemontrasikan pengetahuan dan ketrampilan procedural, membimbing pelatihan-penerapan, mengecek pemahaman dan balikan, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

46. Scramble

Sintaknya adalah: buatlah kartu soal sesuai marteri bahan ajar, buat kartu jawaban dengan diacak nomornya, sajikan materi, membagikan kartu soal pada kelompok dan kartu jawaban, siswa berkelompok mengerjakan soal dan mencari kartu soal untuk jawaban yang cocok.

47. Pair Checks

Page 41: Contoh Proposal PTK

Siswa berkelompok berpasangan sebangku, salah seorang menyajikan persoalan dan temannya mengerjakan, pengecekan kebenaran jawaban, bertukar peran, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

48. Make-A Match

Guru menyiapkan kartu yang berisi persoalan-permasalahan dan kartu yang berisi jawabannya, setiap siswa mencari dan mendapatkan sebuah kartu soal dan berusaha menjawabnya, setiap siswa mencari kartu jawaban yang cocok dengan persoalannya siswa yang benar mendapat nilai-reward, kartu dikumpul lagi dan dikocok, untuk badak berikutnya pembelajaran seperti babak pertama, penyimpulan dan evaluasi, refleksi.

49. Mind Mapping

Pembelajaran ini sangat cocok untuk mereview pengetahuan awal siswa. Sintaknya adalah: informasi kompetensi, sajian permasalahan terbuka, siswa berkelompok untuk menanggapi dan membuat berbagai alternatiu jawababn, presentasi hasuil diskusi kelompok, siswa membuat kesimpulan dari hasil setiap kelompok, evaluasi dan refleksi.

50. Examples Non Examples

Persiapkan gambar, diagram, atau tabel sesuai materi bahan ajar dan kompetensi, sajikan gambar ditempel atau pakai OHP, dengan petunjuk guru siswa mencermati sajian, diskusi kelompok tentang sajian gambar tadi, presentasi hasil kelompok, bimbingan penyimpulan, valuasi dan refleksi.

51. Picture and Picture

Sajian informasi kompetensi, sajian materi, perlihatkan gambar kegiatan berkaitan dengan materi, siswa (wakil) mengurutkan gambar sehingga sistematik, guru mengkonfirmasi urutan gambar tersebut, guru menanamkan konsep sesuai materi bahan ajar, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

52. Cooperative Script

Buat kelompok berpasangan sebangku, bagikan wacana materi bahan ajar, siswa mempelajari wacana dan membuat rangkuman, sajian hasil diskusi oleh salah seorang dan yang lain menanggapi, bertukar peran, penyimpulan, evaluasi dan refleksi.

53. LAPS-Heuristik

Heuristik adalah rangkaian pertanyaan yang bertisfat tuntunan dalam rangaka solusi masalah. LAPS ( Logan Avenue Problem Solving) dengan kata Tanya apa masalahnya, adakah alternative, apakah bermanfaat, apakah solusinya, dan bagaimana sebaiknya mengerjakannya. Sintaks: pemahaman masalah, rencana, solusi, dan pengecekan.

54. Improve

Page 42: Contoh Proposal PTK

Improve singkatan dari Introducing new concept, Metakognitive questioning, Practicing, Reviewing and reducing difficulty, Obtaining mastery, Verivication, Enrichment. Sintaknya adalah sajian pertanyaan untuk mengantarkan konsep, siswa latian dan bertanya, balikan-perbnaikan-pengayaan-interaksi.

55. Generatif

Basi gneratif adalah konstruksivisme dengan sintaks orintasi-motivasi, pengungkapan ide-konsep awal, tantangan dan restruturisasi sajiankonsep, aplikasi, ranguman, evaluasi, dan refleksi

56. Circuit Learning

Pembelajaran ini adalah dengan memaksimalkan pemberdayaan pikiran dan perasaan dengan pola bertambah dan mengulang. Sintaknya adalah kondisikan situasi belajar kondusif dan focus, siswa membuat catatan kreatif sesuai dengan pola pikirnya-peta konsep-bahasa khusus, Tanya jawab dan refleksi

57. Complete Sentence

Pembelajaran dengan model melengkapi kalimat adalah dengan sintakas: sisapkan blanko isian berupa aparagraf yang kalimatnya belum lengkap, sampaikan kompetensi, siswa ditugaskan membaca wacana, guru membentuk kelompok, LKS dibagikan berupa paragraph yang kaliatnya belum lengkap, siswa berkelompok melengkapi, presentasi.

58. Concept Sentence

Prosedurnya adalah penyampaian kompetensi, sajian materi, membentuk kelompok heterogen, guru menyiapkan kata kunci sesuai materi bahan ajar, tia kelompok membeuat kalimat berdasarkankata kunci, presentasi.

59. Time Token

Model ini digunakan (Arebds, 1998) untuk melatih dan mengembangkan ketrampilan sosial agar siswa tidak mendominasi pembicaraan atau diam sama sekali. Langkahnya adalah kondisikan kelas untuk melaksanakan diskusi, tiap siswa diberi kupon bahan pembicaraan (1 menit), siswa berbicara (pidato-tidak membaca) berdasarkan bahan pada kupon, setelah selesai kupon dikembalikan.

60. Take and Give

Model pembelajaran menerima dan memberi adalah dengan sintaks, siapkan kartu dengan yang berisi nama siswa – bahan belajar – dan nama yang diberi, informasikan kompetensi, sajian materi, pada tahap pemantapan tiap siswa disuruh berdiri dan mencari teman dan saling informasi tentang materi atau pendalaman-perluasannya kepada siswa lain kemudian mencatatnya pada kartu, dan seterusnya dengan siswa lain secara bergantian, evaluasi dan refleksi

61. Superitem

Page 43: Contoh Proposal PTK

Pembelajaran ini dengan cara memberikan tugas kepada siswa secara bertingkat-bertahap dari simpel ke kompleks, berupa opemecahan masalah. Sintaksnya adalah ilustrasikan konsep konkret dan gunakan analogi, berikan latihan soal bertingkat, berikan sal tes bentuk super item, yaitu mulai dari mengolah informasi-koneksi informasi, integrasi, dan hipotesis.

62. Hibrid

Model hibrid adalah gabungan dari beberapa metode yang berkenaan dengan cara siswa mengadopsi konsep. Sintaknya adalah pembelajaran ekspositori, koperatif-inkuiri-solusi-workshop, virtual workshop menggunakan computer-internet.

63. Treffinger

Pembelajaran kreatif dengan basis kematangan dan pengetahuan siap. Sintaks: keterbukaan-urun ide-penguatan, penggunaan ide kreatif-konflik internal-skill, proses rasa-pikir kreatif dalam pemecahan masalah secara mandiri melalui pemanasan-minat-kuriositi-tanya, kelompok-kerjasama, kebebasan-terbuka, reward.

64. Kumon

Pembelajaran dengan mengaitkan antar konsep, ketrampilan, kerja individual, dan menjaga suasana nyaman-menyenangkan. Sintaksnya adalah: sajian konsep, latihan, tiap siswa selesai tugas langsung diperiksa-dinilai, jika keliru langsung dikembalikan untuk diperbaiki dan diperiksa lagi, lima kali salah guru membimbing.

65. Quantum

Memandang pelaksanaan pembelajaran seperti permainan musik orkestra-simfoni. Guru harus menciptakan suasana kondusif, kohesif, dinamis, interaktif, partisipatif, dan saling menghargai. Prinsip quantum adalah semua berbicara-bermakna, semua mempunyai tujuan, konsep harus dialami, tiap usaha siswa diberi reward. Strategi quantum adalah tumbuhkan minat dengan AMBak, alami-dengan dunia realitas siswa, namai-buat generalisasi sampai konsep, demonstrasikan melalui presentasi-komunikasi, ulangi dengan Tanya jawab-latihan-rangkuman, dan rayakan dengan reward dengan senyum-tawa-ramah-sejuk-nilai-harapan.

Rumus quantum fisika asdalah E = mc2, dengan E = energi yang diartikan sukses, m = massa yaitu potensi diri (akal-rasa-fisik-religi), c = communication, optimalkan komunikasi + dengan aktivitas optimal.

E. Penutup

Kehidupan akan terasa indah ap[abila ada variasi, sebaliknya akan terasa membosankan jika segalanya monoton tak berubah. Perubahan kea rah perbaikan adalah tuntutan alamiah yang menjadi kebutuhan setiap insane dalam setiap kehidupan.

Manusia telah dibekali akal dan rasa untuk berkreasi, menciptakan inovasi, agar segalanya berubah ke arah yang lebih baik dengan ikhtiar mulai dari diri sendiri.

Page 44: Contoh Proposal PTK

Begitu pulal dalam pembelajaran, penciptaan suasan kondusif perlu dilakukan, karena unsur rasa dalam berpikir selalu turut serta dan tak bisa dipisahkan. Oleh karena itu penciptaan suasana kondusif perlu dilakukan sehingga dalam belajar siswa tidak lagi merasa cemas, tidak lagi takut dalam berpartisipasi, tidak lagi dirasakan sebagai kewajiban, melainkan memnjadi kesadaran dan kebutuhan, dalam suasana perasaan yang nyaman dan menyenangkan.

Salah satu cara untuk menciptakan suasan yang nyaman dan menyenangkan sert terhndar dari kevbiosanan adalah dengan memahami dan melaksanakan model belajar yang dilakukan siswa, komunikasi positif yang efektif, dan model pembelajaran yang inovatif. Semoga.

Daftar Pustaka

Ary Ginanjar Agustian (2002). Emotional Spritual Quotient (ESQ). Jakarta: Arga.

Burton, L (1993). The Constructivist Classroom Education in Profile. Perth: Edith Cowan University.

Buzan, Tony (1989). Use Both Sides of Yoru Brain, 3rd ed. New York: Penguin Books.

Cord (2001). What is Contextual Learning. WWI Publishing Texas: Waco.

De Porter, Bobbi (1992). Quantum Learning. New York: Dell Publishing.

Ditdik SLTP (2002). Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning, CTL). Jakarta.:Depdiknas.

Erman, S.Ar., dkk. (2002). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA-FPMIPA.

Gardner, Howard (1985). Frame of Mind: The Theory of Multiple Ilntelligences. New York: Basic Bools.

Goleman, Daniel (1995). Emotional Intelligence. New York: Bantam Books.

Sumber: Educare: Jurnal Pendidikan dan Budaya, Vol. 5, No. 2

Page 45: Contoh Proposal PTK

Konstruktivisme–6 Keunggulan Penggunaan Pandangan Konstruktivisme dalam   Pembelajaran May 31, 2008 · 6 Comments

Konstruktivisme–6 Keunggulan Penggunaan Pandangan Konstruktivisme dalam Pembelajaran Berikut ini diberikan 6 keunggulan penggunaan pandangan konstruktivisme dalam pembelajaran di sekolah, yaitu:

1. Pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasan secara eksplisit dengan menggunakan bahasa siswa sendiri, berbagi gagasan dengan temannya, dan mendorong siswa memberikan penjelasan tentang gagasannya.

2. pembelajaran berdasarkan konstruktivisme memberi pengalaman yang berhubungan dengan gagasan yang telah dimiliki siswa atau rancangan kegiatan disesuaikan dengan gagasan awal siswa agar siswa memperluas pengetahuan mereka tentang fenomena dan memiliki kesempatan untuk merangkai fenomena, sehingga siswa terdorong untuk membedakan dan memadukan gagasan tentang fenomena yang menantang siswa. Keep reading →

→ 6 CommentsCategories: literatur Tagged: pembelajaran konstruktivisme

Konstruktivisme-Perubahan   Konsepsi May 31, 2008 · 3 Comments

Konstruktivisme-Perubahan Konsepsi Menurut pandangan konstruktivisme, keberhasilan belajar tergantung bukan hanya pada lingkungan atau kondisi belajar, tapi juga bergantung padapengetahuan awal siswa (prior knowledge). Belajar melibatkan pembentukan makna oleh siswa tentang apa yang sedang mereka lakukan, lihat dan dengar. Pembentukan makna merupakan suatu proses aktif yang terus berlanjut. Jadi siswa memiliki tanggung jawab akhir atas proses belajar mereka sendiri, bukan tanggung jawab guru. Implikasi dari pandangan konstruktivisme ini di sekolah adalah bhwa pengetahuan itu tidak dapat dipindahkan secara utuh dari pikiran guru ke siswa. Pengetahuan itu harus secara aktif dibangun oleh siswa sendiri melalui pengalaman nyata. Senada dengan pernyataan ini, penelitian pendidikan  mengungkapkan bahwa proses belajar merupakan proses konstruktif yang menghendaki partisipasi aktif dari siswa, sehingga peran guru sekarang berubah dari sumber dan pemberi informasi menjadi pendiagnosis dan fasilitator belajar siswa. Lebih lanjut dikemukakan bahwa pembelajaran dalam pandangan konstruktivisme mengandung empat kegiatan inti, yaitu: (1) berkaitan dengan pengetahuan awal atau prakonsepsi (prior knowledge) siswa; (2) mengandung kegiatan pengalaman nyata (experience); (3) melibatkan interaksi sosial (social interaction); (4) terbentuknya kepekaan terhadap lingkungan (sense making). Keep reading →

→ 3 CommentsCategories: literatur Tagged: konstruktivisme, perubahan konsepsi, prior knowledge

Page 46: Contoh Proposal PTK

Konstruktivisme-Struktur Kognitif (Sekilas   Pandang) May 31, 2008 · 4 Comments

Konstruktivisme-Struktur Kognitif (Sekilas Pandang) Mengajar tidak secara otomatis menjadikan siswa belajar. Tugas guru dalam mengajar antara lain adalah membantu transfer belajar. Tujuan transfer belajar ialah menerapkan hal-hal yang telah dipelajari pada situasi baru, artinya apa yang telah dpelajari itu dibuat umum sifatnya. Melalui penugasan dan diskusi kelompok misalnya, seorang guru dapat membantu transfer belajar. Oleh karena itu fakta, prinsip, keterampilan, dan sikap yang diperlukan untuk terjadinya transfer belajar sudah dikuasai oleh siswa yang sedang belajar. Biggie, 1989, merangkum perbedaan penting antara teori belajar perilaku dengan teori belajar kognitif. Seorang guru penganut teori belajar perilaku berkeinginan mengubah perilaku siswanya, sedangkan guru yang menganut teori belajar kognitif ingin mengubah struktur kognitif (pemahaman) siswanya. Keep reading →

→ 4 CommentsCategories: literatur Tagged: ausubel, konstruktivisme, struktur kognitif, tabula rasa, teori belajar kognitif, teori belajar perilaku