Contoh Portofolio Kasus Malaria

16
LAPORAN PORTOFOLIO MALARIA Oleh: dr. Fauziah Husnu Shofiah Pendamping: dr. Rini Restiyati

description

Portofolio Internship

Transcript of Contoh Portofolio Kasus Malaria

LAPORAN PORTOFOLIOMALARIA

Oleh:dr. Fauziah Husnu Shofiah

Pendamping:dr. Rini Restiyati

RSUD DATU SANGGUL2014PORTOFOLIONama Peserta : dr. Fauziah Husnu Shofiah

Nama Wahana : RSUD Datu Sanggul Rantau

Topik : Malaria Falciparum dan Malaria Vivax

Tanggal (kasus) : 26 November 2014

Nama Pasien : Tn. ZANo. RM : 10 94 48

Tanggal Presentasi : 17 Desember 2014Nama Pendamping : dr. Rini Restiyati

Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Datu Sanggul

Obyektif Presentasi :

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil

Deskripsi : Laki-laki,23 tahun, demam sejak 5 hari SMRS dirasakan setiap hari disertai menggigil selama 15-30 menit kemudian terasa panas dan berkeringat banyak. Pasien mengeluh sakit kepala, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, mual, serta BAB cair 3x sehari sejak 2 hari SMRS. Riwayat bepergian ke daerah endemis malaria (+) 3 minggu yang lalu. BAK tidak ada keluhan. Pemeriksaan penunjang : malaria falciparum (+), malaria vivax (+).

Tujuan : Manajemen Kasus

Bahan bahasan : Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit

Cara Membahas : Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data pasien :Nama : Tn. ZANomor Registrasi : 10 94 48

Nama Klinik : Ruang SafaTelp : -Terdaftar sejak : 26 November 2014

Data utama untuk bahan diskusi :

1. Diagnosis/Gambaran Klinis : Laki-laki berusia 23 tahun, demam sejak 5 hari SMRS dirasakan setiap hari disertai menggigil selama 15-30 menit terasa panas dan berkeringat banyak. Keluhan disertai sakit kepala, nyeri ulu hati, nyeri otot dan sendi, dan mual. Muntah disangkal. BAB cair 3x sehari sejak 2 hari SMRS, BAB berdarah disangkal, BAB kehitaman disangkal. BAK warna kuning jernih, tidak ada keluhan.

2. Riwayat Pengobatan : Pasien hanya membeli obat penurun panas di warung untuk keluhannya tapi tidak ada perbaikan.

3. Riwayat Kesehatan/Penyakit : Pasien tidak pernah mengalami sakit seperti ini sebelumnya.

4. Riwayat Keluarga : Tidak ada yang mempunyai keluhan yang seperti ini.

5. Riwayat pekerjaan : Pasien bekerja sebagai petani, 3 minggu yang lalu pasien bepergian ke daerah endemis malaria.

6. Pemeriksaan Fisik : Keadaan umum : Pasien tampak sakit sedang Kesadaran : Compos Mentis Vital sign :Tekanan darah : 110/70 mmHg Suhu : 39o C Frek. Nadi : 100 x/menit Frek. Napas : 22 x/ menitStatus Gizi Berat Badan : 54 kg Tinggi Badan : 165 cm Kesimpulan : IMT = 19,8 (normal)

Status Generalis Kepala : Rambut Hitam, lurus, tidak rontok Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor Hidung : Septum deviasi (-), sekret (-) Telinga : Normotia, serumen (-/-) Mulut : Bibir pucat (-), bibir kering (-), sianosis (-), lidah kotor (-),stomatitis (-), tonsil hiperemis (-) Leher : Pembesaran kelenjar KGB (-)Dada : Inspeksi : Dada simetris (+), retraksi dinding dada (-)Palpasi : Fremitus ka=ki Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronki (-/-), wheezing (-/-) Jantung : Inspeksi : Ictus cordis (-) Palpasi : Ictus cordis tidak teraba Perkusi : Batas Jantung d.b.n Auskultasi : BJ I/II murni Reguler, murmur (-), gallop (-)Abdomen : Inspeksi : Perut tampak datar Auskultasi : Bising Usus ( + ) Normal Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-), Hepar/Lien tidak terabaPerkusi : Timpani Ektremitas : Akral hangat, CRT 37,5 C aksila)2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat3. Pembesaran limpa (splenomegali)4. Pembesaran hati (hepatomegali)5. Manifestasi malaria berat dapat berupa penurunan kesadaran, demam tinggi, konjungtiva pucat, telapak tangan pucat, dan ikterik, oliguria, urin berwarna coklat kehitaman (Black Water Fever ), kejang dan sangat lemah (prostration).

C. Pemeriksaan LaboratoriumUntuk mendapatkan kepastian diagnosis malaria harus dilakukan pemeriksaan sediaan darah. Pemeriksaan tersebut dapat dilakukan melalui cara berikut.1. Pemeriksaan dengan mikroskopPemeriksaan dengan mikroskop merupakan gold standard (standar baku) untuk diagnosis pasti malaria. Pemeriksaan mikroskop dilakukan dengan membuat sediaan darah tebal dan tipis. Pemeriksaan sediaan darah (SD) tebal dan tipis di rumah sakit/Puskesmas/lapangan untuk menentukan:a) Ada tidaknya parasit malaria (positif atau negatif)b) Spesies dan stadium Plasmodiumc) Kepadatan parasit1) Semi Kuantitatif(-) = negatif (tidak ditemukan parasit dalam 100 LPB/lapangan pandang besar)(+) = positif 1 (ditemukan 1 10 parasit dalam 100 LPB)(++) = positif 2 (ditemukan 11 100 parasit dalam 100 LPB)(+++) = positif 3 (ditemukan 1 10 parasit dalam 1 LPB)(++++) = positif 4 (ditemukan >10 parasit dalam 1 LPB)Adanya korelasi antara kepadatan parasit dengan mortalitas yaitu:3- Kepadatan parasit < 100.000 /ul, maka mortalitas < 1 %- Kepadatan parasit > 100.000/ul, maka mortalitas > 1 %- Kepadatan parasit > 500.000/ul, maka mortalitas > 50 %2) KuantitatifJumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).Contoh :Jika dijumpai 1500 parasit per 200 lekosit, sedangkan jumlah lekosit 8.000/uL maka hitung parasit = 8.000/200 X 1500 parasit = 60.000 parasit/uL.Jika dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Jika jumlah eritrosit 4.500.000/uL maka hitung parasit = 4.500.000/1000 X 50 = 225.000 parasit/uL.

Hasil negatif palsu pada pemeriksaan mikroskop cahaya dapat terjadi pada pasien yang telah diobati sebelumnya. Pemeriksaan mikroskopik memiliki keuntungan dapat membedakan spesies Plasmodium. Perhitungan jumlah parasit dan peniaian respons terhadap pengobatan. Namun pemeriksaan mikroskopik memerlukan tenaga terlatih.

2. Pemeriksaan dengan tes diagnostik cepat (Rapid Diagnostic Test/RDT)Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi. Tes ini digunakan pada unit gawat darurat, pada saat terjadi KLB, dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas laboratorium mikroskopis. Hal yang penting yang perlu diperhatikan adalah sebelum RDT dipakai agar terlebih dahulu membaca cara penggunaannya pada etiket yang tersedia dalam kemasan RDT untuk menjamin akurasi hasil pemeriksaan. Saat ini yang digunakan oleh Program Pengendalian Malaria adalah yang dapat mengidentifikasi P. falcifarum dan non P. Falcifarum.Rapid test relatif sederhana untuk dilakukan dan untuk menginterpretasikan. WHO merekomendasikan bahwa test tersebut memiliki sensitivitas > 95% dalam mendeteksi plasmodium dengan kepadatan lebih dari 100 parasit per l darah.Tes ini mengandung : HRP-2 (histidine rich protein-2) yang spesifik untuk P. falcifarum. Enzim parasite lactate dehydrogenase (pLDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasite bentuk aseksual dan seksual Plasmodium falcifarum, P. vivax, P. ovale dan P. malariae.Sensitifitas dan spesifitas tiap RDT bervariasi. Pada daerah endemis mono infeksi P. vivax yang tidak tersedia pemeriksaan mikroskopik, direkomendasikan pemeriksaan RDT yang mendeteksi antigen pan-malaria. Sedangkan pada daerah yang banyak koinfeksi P. vivax, P. malariae, atau P.ovale dengan P. falcifarum, disarankan menggunakan RDT yang mendeteksi P. falcifarum saja.3. Pemeriksaan dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) dan Sequensing DNAPemeriksaan ini dapat dilakukan pada fasilitas yang tersedia. Pemeriksaan ini penting untuk membedakan antara re-infeksi dan rekrudensi pada P. falcifarum. Selain itu dapat digunakan untuk identifikasi spesies Plasmodium yang jumlah parasitnya rendah atau di bawah batas ambang mikroskopis. Pemeriksaan dengan menggunakan PCR juga sangat penting dalam eliminasi malaria karena dapat membedakan antara parasit impor atau indigenous.Deteksi antibodi terhadap parasit, yang mungkin digunakan untuk studi epidemiologi, tidak sensitive atau spesifik digunakan dalam pengelolaan pasien yang diduga menderita malaria. Teknik DNA parasit terdeteksi berdasarkan polymerase chain reaction, sangat sensitif dan sangat berguna untuk mendeteksi infeksi campuran, khususnya pada kadar parasit rendah. Hal ini berguna untuk studi tentang resistensi obat dan penelitian epidemiologi khusus, tetapi umumnya tidak tersedia untuk skala besar penggunaan lapangan di daerah endemik malaria.4. Selain pemeriksaan di atas, pada malaria berat pemeriksaan penunjang yang perlu dilakukan adalah:a. pengukuran hemoglobin dan hematokrit;b. penghitungan jumlah leukosit dan trombosit;c. kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT dan SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, analisis gas darah); dand. urinalisis.

Berdasarkan rekomendasi WHO untuk diagnosis malaria tanpa komplikasi klinis berbeda untuk tiap daerah : Pada daerah dengan risiko rendah, diagnosis harus berdasarkan adanya pajanan malaria dan riwayat demam dalam 3 hari terakhir tanpa gambaran penyakit berat lainnya. Pada daerah dengan risiko tinggi, diagnosis harus berdasarkan adanya riwayat demam dalam 24 jam terakhir dan/atau adanya anemia (pucat pada telapak tangan dapat dipakai sebagai patokan anemia pada anak-anak).

Gambar 1. Alur penemuan penderita malaria

2. Regimen Terapi MalariaSejak tahun 2004 obat pilihan utama untuk malaria falsifarum digunakan obat kombinasi derivat Artemisinin yang dikenal dengan Artemisinin Combination Theraphy (ACT) Regimen yang dipakai saat ini adalah Artesunat dan Amodiakuin serta injeksi Artemeter untuk malaria berat disamping injeksi Kina. Terapi antimalaria menggunakan kombinasi 2 atau lebih obat skizontosida darah yang memiliki cara kerja berbeda. Penggunaan obat kombinasi terbukti lebih efektif dan menurunkan risiko resistensi. Terapi dengan ACTs terdiri dari artemisinin dan derivatnya (artesunat, artemeter, dihidroartemisinin). Artemisinin dapat membunuh parasit dan memperbaiki gejala dengan cepat dengan menurunkan jumlah parasit 100 1000 kali lipat per siklus aseksual. Artemisinin dan derivatnya dieliminasi secara cepat, bila diberikan dalam kombinasi dengan obat lain yang juga memiliki eliminasi secara cepat (seperti tetrasiklin, klindamisin), diperlukan 7 hari pengobatan. Namun bila diberikan dalam kombinasi dengan antimalaria yang dieliminasi lambat, maka dapat diberikan dalam waktu yang lebih singkat, selama 3 hari. Artemisinin juga membunuh gametosit sehingga menurunkan risiko transmisi penyakit.Saat ini yang digunakan program nasional adalah derivat artemisinin dengan golongan aminokuinolin, yaitu:1. Kombinasi tetap (Fixed Dose Combination = FDC) yang terdiri atas Dihydroartemisinin dan Piperakuin (DHP). 1 (satu) tablet FDC mengandung 40 mg dihydroartemisinin dan 320 mg piperakuin. Obat ini diberikan per oral selama tiga hari dengan range dosis tunggal harian sebagai berikut: Dihydroartemisinin dosis 2-4 mg/kgBB; Piperakuin dosis 16-32mg/kgBB2. Artesunat Amodiakuin (ACT)Kemasan artesunat amodiakuin yang ada pada program pengendalian malaria dengan 3 blister, setiap blister terdiri dari 4 tablet artesunat @50 mg dan 4 tablet amodiakuin 150 mg.

A. Pengobatan malaria tanpa komplikasi

1. Pengobatan malaria falsifarum dan vivaxPengobatan malaria falsiparum dan vivaks saat ini menggunakan ACT ditambah primakuin.Dosis ACT untuk malaria falsiparum sama dengan malaria vivaks sedangkan obat primakuin untuk malaria falsiparum hanya diberikan pada hari pertama saja dengan dosis 0,75 mg/kgBB dan untuk malaria vivaks selama 14 hari dengan dosis 0,25 mg/kgBB. Lini pertama pengobatan malaria falsiparum dan malaria vivaks adalah seperti yang tertera di bawah ini:

a. Lini pertamaDHP + Primakuin

Tabel 1. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut beratbadan dengan DHP dan Primakuin

Tabel 2. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badandengan DHP dan Primakuin

Dosis obat : Dihydroartemisinin = 2 4 mg/kgBBPiperakuin = 16 32 mg/kgBBPrimakuin = 0,75mg/kgBB (P. falciparum untuk1 hari )Primakuin = 0,25 mg/kgBB (P. vivax selama 14 hari)

Keterangan :Sebaiknya dosis pemberian DHA + PPQ (Dihydroartemisinin dan Piperakuin) berdasarkan berat badan. Apabila penimbangan berat badan tidak dapat dilakukan maka pemberian obat dapat berdasarkan kelompok umur.1. Apabila ada ketidaksesuaian antara umur dan berat badan (pada tabel pengobatan), maka dosis yang dipakai adalah berdasarkan berat badan.2. Dapat diberikan pada ibu hamil trimester 2 dan 33. Apabila pasien P. falciparum dengan BB >80 kg datang kembali dalam waktu 2 bulan setelah pemberian obat dan pemeriksaan Sediaan Darah masih positif P. falciparum, maka diberikan DHP dengan dosis ditingkatkan menjadi 5 tablet/hari selama 3 hari.

Atau

ACT + Primakuin

Tabel 3. Pengobatan Lini Pertama Malaria falsiparum menurut berat badandengan Artesunat + Amodiakuin dan Primakuin

Tabel 4. Pengobatan Lini Pertama Malaria vivaks menurut berat badan denganArtesunat + Amodiakuin dan Primakuin

b. Lini kedua untuk malaria falsifarumKina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin

Pengobatan lini kedua Malaria falsiparum diberikan jika pengobatan lini pertama tidak efektif, dimana ditemukan gejala klinis tidak memburuk tetapi parasit aseksual tidak berkurang (persisten) atau timbul kembali (rekrudesensi).

Tabel 5. Pengobatan Lini Kedua untuk Malaria falsiparum (obat kombinasi Kina dan Doksisiklin)

Tabel dosis doksisiklin Catatan: Dosis Kina diberikan sesuai BB (3x10mg/kgBB/hari) Dosis Doksisiklin 3.5 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (> 15 tahun) Dosis Doksisiklin 2.2 mg/kgBB/hari diberikan 2 x sehari (8-14 tahun)

Tabel 6. Pengobatan Lini Kedua Untuk Malaria Falsiparum (obat kombinasi Kina dengan Tetrasiklin)

Tabel 7. Tabel dosis tetrasiklin

Catatan : Dosis Tetrasiklin 4 mg/kgBB/kali diberikan 4 x sehari Tidak diberikan pada anak umur