Contoh Kasus OtonomiSeorang pasien berobat ke rumah sakit pemerintahan ternama di kota B dengan keluhan kepala pusing-pusing dan tidak bisa berjalan secara normal. Oleh dokter jaga UGD penderita disarankan untuk cek laboratorium dan rawat inap. Dokter jaga melakukan konsul terhadap dokter spesialis saraf, mengingat ada keluhan seperti gejala stroke. Dokter spesialis saraf menyarankan untuk melakukan city scan. Tetapi penderita menolak melakukan city scan, karena dia menganggap dirinya tidak apa-apa, walaupun ia tetap bersedia melakukan city scan. Hasil city scan menunjukkan bahwa terdapat sebuah benjolan. Sehingga dokter kembali menyarankan untuk melakukan city scan ulang, karena dikhawatirkan terdapat tumor otak. Namun setelah dokter membaca hasil city scan tersebut, dokter menyarankan melakukan pengangkatan tumor yang berada di otaknya. Penderita tetap bersikeras menolak pengangkatan tumor tersebut. Dokter juga menyampaikan secara detail akibat yang bisa terjadi apabila tidak melakukan operasi, diantaranya apabila tumor tidak diangkat kemungkinan hidupnya bertahan hanya 1 hingga 2 bulan saja, tetapi apabila tumor ini diangkat kemungkinan hidupnya bertahan hingga 2 tahun. Namun keluarga pasien mengambil keputusan untuk merawat di rumah saja tanpa ada penanganan medis secara khusus. Karena tidak mau mengambil resiko, dokter tersebut memberi persetujuan pulang atau informed consent untuk ditandatangani. Dokter juga berpesan untuk segera ke rumah sakit terdekat apabila terulang gejala-gejala awal. Dengan berat hati dokter memberi persetujuan tersebut dan pasien diminta untuk melunasi pembayaran administrasi selama perawatan.