Comunication Non-Verbal
-
Upload
ni-kadek-wiwik-anggreni -
Category
Documents
-
view
113 -
download
1
description
Transcript of Comunication Non-Verbal
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Komunikasi itu tidak semudah yang kita duga. Memang banyak orang
yang menganggap bahwa komunikasi itu mudah dilakukan, semudah bernafas
karena kita biasa melakukannya sejak lahir. Karena ada kesan “enteng” itu,
tidak mengherankan bila sebagian orang enggan mempelajari bidang ini,
terbiasa berkomunikasi sebenarnya belum berarti memahami komunikasi
manusia, belum berarti memahami apa yang tejadi selama komunikasi
berlangsung, mangapa itu terjadi? Akibat-akibat apa yang terjadi? Dan
akhirnya apa yang dapat kita perbuat untuk mempengaruhi dan
memaksimalkan hasil-hasil dari kejadian tersebut?
Dimanapun kita tinggal dan apapun pekerjaan kita, kita selalu
membutuhkam komunikasi dengan orang lain, jadi bukan hanya dosen, polisi,
pengacara ataupun penjual yang harus terampil berkomunikasi, namun
hampir semua jabatan, banyak orang gagal karena mereka tidak terampil
berkomunikasi.
Dalam kehidupan sehari-hari pun banyak kegagalan dalam pekerjaan
atau karir disebabkan kegagalan berkomunikasi, misalnya orang tidak terima
bekerja karena ia gagal berkomunikasi dalam wawancara. Mungkin ia
seorang arsitek yang cerdas atau akuntan yang brilian, namun ia tidak dapat
menjadi dirinya di hadapan pewawancara. Dalam kontak-kontak inilah kita
harus menegaskan kembali persepsi kita bahwa komunikasi itu bukan sesuatu
yang mudah, karena itu berbagai upaya terus menerus harus kita lakukan
untuk meningkatkan pengetahuan, komunikasi dan ketrampilan kita
berkomunikasi. Mestinya tidak ada kata berhenti dalam belajar, karena
pengetahuan dan ketrampilan yang kita butuhkan harus selalu kita asah agar
senantiasa up-to-date dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
wacana mereka.
Komunikasi non-verbal merupakan proses komunikasi dimana pesan
disampaikan tidak menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi non-verbal
1
adalah menggunakan gerak syarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan kontak
mata. Penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, simbol-simbol
serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan, kualitas suara, gaya emosi,
dan gaya mencoba memberikan informasi mengenai komunikasi non-verbal.
Untuk mengetahui hal itu secara lebih mendalam perlu pembelajaran
yang lebih lanjut. Hal inilah yang melatar belakangi pembuatan paper ini.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah yang muncul
sebagai berikut :
1. Apa pengertian komunikasi non-verbal?
2. Apa saja sifat-sifat dari komunikasi non-verbal?
3. Apa fungsi dari komunikasi non-verbal?
4. Apa saja komponen dari komunikasi non-verbal?
5. Bagaimana hubungan komunikasi non verbal antara dokter hewan dengan
kliennya?
1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk dapat memahami dan menjelaskan pengertian komunikasi non-
verbal
2. Untuk dapat memahami dan mejelaskan sifat-sifat dari komunikasi non-
verbal
3. Untuk dapat memahami dan mejelaskan fungsi dari komunikasi non-
verbal.
4. Untuk dapat memahami dan menjelaskan komponen dari komunikasi
non-verbal.
5. Untuk dapat memahami dan menjelaskan hubungan komunikasi non
verbal antara dokter hewan dengan kliennya.
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari penulisan paper ini adalah sebagai berikut:
1. Melalui paper ini diharapkan kalangan mahasiswa Universitas Udayana,
khususnya Kedokteran Hewan memiliki wawasan lebih mengenai dasar
2
komunikasi khususnya mengenai keterampilan berkomunikasi non
verbal.
2. Hasil tugas ini dapat menjadi arsip yang dapat membantu untuk
mengerjakan tugas yang berhubungan dengan dasar komunikasi
khususnya mengenai keterampilan berkomunikasi non verbal.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi tidak hanya menunjukkan kepada isi pesan tetapi juga
kepada perasaan dan emosi dalam penyampaian suatu interaksi. Komunikasi
non verbal digambarkan sebagai ‘komunikasi yang melibatkan semua bentuk
komunikasi selain dari kata-kata dalam percakapan’ (Ellis et al. 2006;
Mirardi& Riley 1997; Roberts& Bucksey 2007). Contoh komunikasi
nonverbal ialah menggunakan gerak isyarat, bahasa tubuh, ekspresi wajah dan
kontak mata, penggunaan objek seperti pakaian, potongan rambut, dan
sebagainya, simbol-simbol serta cara berbicara seperti intonasi, penekanan,
kualitas suara, gaya emosi dan gaya berbicara.
Para ahli di bidang komunikasi non verbal biasanya menggunakan
defenisi “tidak menggunakan kata” dengan ketat, dan tidak menyamakan
komunikasi non verbal dengan komunikasi non lisan ( Kurtz et al. 2003).
Contohnya, bahasa isyarat dan tulisan tidak dianggap sebagai komunikasi non
verbal karena menggunakan kata, sedangkan intonasi dan gaya berbicara
tergolong sebagai komunikasi nonverbal. Komunikasi non verbal juga
berbeda dengan komunikasi bawah sadar, yang dapat berupa komunikasi
verbal dan non verbal.
2.2 Sifat-sifat dari Komunikasi Non-Verbal
1. Tidak Universal dan Terikat Budaya
Komunikasi non-verbal yang disepakati oleh kelompok dengan budaya
tertentu disatu Negara, akan berbeda dengan yang ada ditempat lain. Kita
orang Indonesia sepakat ketika mengatakan setuju diikuti gerakan
menganggukkan kepala. Sementara di India, ketika setuju, mereka malah
menggelengkan kepala. Tentu hal ini dipengaruhi oleh budaya yang
berbeda, yang mengikat masyarakat pada masing-masing tempat.
2. Spontan
4
Saat kita ada pengemis menghampiri lalu anda mengangkat telapak
tangan, seketika pengemis tersebut memahami bahwa anda tidak akan
memberinya receh.
3. Ambigu
Pesan yang disampaikan komunikator secara non-verbal belum tentu bisa
dipersepsikan sama-makna oleh para komunikan. Misalnya saat ada wanita
cantik mengedipkan matanya kearah dua pemuda didepannya.
4. Berlangsung Cepat
Waktu yang diperlukan komunikator menyampaikan pesan non-verbal
sangat cepat. Saat terjadi pertengkaran yang hebat, kita memukul meja
karena jengkel. Kejadian itu akan terasa aneh kalau anda memukul meja
berkali-kali. Persepsi akan menjadi lain apabila berlangsung lama.
Menurut Edward T. Hall, bahasa non-verbal disebut juga bahasa diam
(silent language) dan dimensi tersembunyi (hidden dimension). Komunikan
tidak bisa memahami secara utuh atas pesan atau prilaku non-verbal yang
disampaikan komunikator.
2.3 Fungsi dari Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi verbal mempunyai keterkaitan yang erat dengan
komunikasi verbal. Dalam berkomunikasi, meskipun secara sadar kita
menggunakan komunikasi verbal untuk menyampaikan pesan, tapi sudah
keniscayaan didalamnya dipengaruhi oleh komunikasi nonverbal.
Menurut Mark L. Knapp, pesan non-verbal yang dikaitkan dengan
pesan verbal mempunyai lima fungsi, yaitu:
1. Repetisi : perilaku non verbal dapat mengulangi perilaku verbal, misalnya
anda menganggukkan kepala ketika anda mengatakan “Ya”, atau
menggelengkan kepala ketika anda mengatakan “Tidak”.
2. Aksentuasi dan Komplemen : memperteguh, menekankan atau
melengkapi perilaku verbal. Misalnya anda melambaikan tangan seraya
mengucapkan “Selamat Jalan”, “Sampai jumpa lagi, ya” atau “Bye Bye”;
atau anda menggunakan gerakan tangan, nada suara yang meninggi, atau
suara yang lambat ketika anda berpidato di hadapan khalayak.
5
3. Subtitusi : perilaku non verbal dapat menggantikan perilaku verbal jika
komunikasi verbal tidak memungkinkan (Argyle, 1988; Arnold &
Underman-Boggs 2007; Caris-Verhallen et al, 1999;. Kagan & Evans
2001)., jadi berdiri sendiri, misalnya anda menggoyangkan tangan anda
dengan telapak tangan mengarah ke depan (sebagai pengganti kata
“Tidak”) ketika seorang pengamen mendatangi mobil anda atau anda
menunjukkan letak ruang dekan dengan jari tangan, tanpa mengucapkan
sepatah kata pun, kepada mahasiswa baru yang bertanya “Di mana ruang
dekan, Pak?”
4. Regulasi : Perilaku non verbal dapat meregulasi perilaku verbal. Misalnya
anda sebagai mahasiswa mengenakan jaket atau membereskan buku-buku,
atau melihat jam tangan anda menjelang atau ketika kuliah berakhir,
sehingga dosen segera menutup kuliahnya.
5. Kontradiksi : perilaku non verbal dapat membantah atau bertentangan
dengan perilaku non verbal. Misalnya, suami mengatakan. “Bagus,
Bagus!” ketika dimintai komentar oleh istrinya mengenai gaun yang baru
dibelinya, seraya terus membaca surat kabar atau menonton televisi; atau
seorang dosen melihat jam tangan dua tiga kali, padahal tadi ia
mengatakan bahwa ia mempunyai waktu untuk berbicara dengan anda
sebagai mahasiswanya.
Dale G. Leathers dalam bukunya, Nonverbal Communication System,
menyebutkan ada enam alasan yang mendasari mengapa pesan non-verbal
mempunyai arti penting. Enam alasan tersebut adalah:
1. Pesan non-verbal menentukan dalam komunikasi interpersonal atau
komunikasi dalam diri sendiri. Pada saat kita berkomunikasi verbal, orang
akan menangkap (sedikit) pesan yang kita sampaikan dari sekian banyak
pengetahuan yang kita ketahui. Orang tidak mungkin menerima secara
utuh pesan yang kita sampaikan. Selebihnya yang dilakukan oleh
komunikan hanyalah membaca pikiran kita melalui petunjuk-petunjuk
non-verbal.
6
2. Kita tidak bisa menyampaikan perasaan dan emosi secara cermat dan kaya
makna hanya dengan komunikasi verbal. Pada saat inilah komunikasi non-
verbal bisa melakukannya.
3. Prilaku atau pesan non-verbal memiliki sifat bebas dari distorsi, bebas
rancu, dan bebas dari hal yang tidak pasti. Sehingga setelah komunikator
menyampaikannya, maka komunikan bisa mempersepsikan secara kaya
makna pesan tersebut. Jadi komunikator jarang sekali bisa mengatur
komunikan untuk memaknai pesan non-verbal itu.
4. Metakomunikatif diartikan sebagai informasi tambahan yang diberikan
untuk memperjelas makna pesan utama (verbal). Hal ini sesuai dengan
fungsi pesan non-verbal: repetisi, substitusi, kontradiksi, kompplemen, dan
aksentuasi.
5. Pesan atau prilaku non-verbal sangat efisien. Berbeda sekali dengan pesan
atau prilaku verbal yang lebih memerlukan waktu mengungkapkan karena
adanya redundansi, repetisi, ambiguity dan abstraksi.
6. Ada kalanya sugesti bisa diberikan secara tepat melalui prilaku atau pesan
non-verbal. Sugesti disini maksudnya menyarankan orang lain secara tidak
langsung atau implisit.
2.4 Komponen dari Komunikasi Non-Verbal
Komunikasi dalam kehidupan manusia, khususnya melakukan
komunikasi “face-to-face” sebagian besar menggunakan komunikasi non
verbal. Hal tersebut penting dalam menyampaikan penerimaan, kehangatan,
cinta, rasa hormat, dan dukungan yang semuanya itu penting untuk
membangun hubungan antara komunikan dan penerima pesan.
Ada beberapa macam komponen dari komunikasi non-verbal. Menurut
Hargie (2007) menyebutkan ada 7 komponen komunikasi non verbal yaitu:
1. Kinesika.
2. Paralinguistik.
3. Kontak fisik (sentuhan).
4. Pendekatan.
5. Karakteristik fisik orang, seperti warna atau ras.
6. Artefak seperti barang permata dan pakaian.
7
7. Lingkungan dimana komunikasi berlangsung.
Ada sepuluh komponen dalam komunikasi non verbal dari literatur
Calgary–Cambridge (Kurtz et al. 2003; Silverman et al. 1998) yaitu: ekspresi
wajah, kontak mata, gerakan kepala, postur dan bahasa tubuh, orientasi ruang
dan jarak pribadi, sentuhan pribadi, suara atau fitur paralinguistik,
penampilan fisik, lingkungan, dan waktu.
1. Ekspresi Wajah
Perilaku non-verbal yag paling banyak berbicara adalah ekspresi
wajah khususnya perasaan emosional. Andil wajah dalam komunikasi
sangat besar. Menurut riset ekspresi wajah mengungkapkan enam ekspresi
yaitu: mengejutkan, ketakutan, kemarahan, menjijikkan, kebahagian dan
kesedihan (Knapp, 2000).
Ekspresi wajah kemudian mengisyaratkan untuk membantu
mengevaluasi emosi dan menentukan jika pesan diterima sewajarnya
( Grover 2005).
Gambar 1. Ekspresi Wajah
8
2. Kontak Mata
Kontak mata dapat berfungsi sebagai pengatur atau membuka proses
komunikasi (Sheldrick Ross & Dewdney 1998) . Kontak mata juga dapat
berfungsi sebagai ekspresi atau memberi tahu perasaan. Melihat orang.
dengan siapa yang diajak berkomunikasi merupakan indikasi keinginan
untuk menyampaikan ketertarikan, empati dan kehangatan. Oleh karena
itu, kontak mata baik mengatur dan mensinkronkan percakapan.
Memberikan kontak mata tidak harus bingung dengan menatap atau
dengan tatapan mata yang tetap, yang mungkin mengerikan atau bisa
membuat pendengar nyaman. Tatapan mata bukan hanya cara
mengirimkan sinyal tetapi juga menerima sinyal. Oleh karena itu, kontak
mata harus pada zone nyaman untuk komunikator dan penerima. Tatapan
mata yang tepat terikat dengan budaya dan bervariasi dari budaya ke
budaya (Sheldrick Ross & Dewdney 1998).
Gambar 2. Kontak Mata
3. Gerakan Kepala
Gerakan kepala termasuk gerakan seperti mengangguk, gemetar atau
melemparkan kepala (Kagan & Evans 2001). Gerakan-gerakan ini dapat
digunakan dengan cara yang positif atau negatif. Dalam budaya Barat,
mengangguk menunjukkan kesepakatan sementara menggelengkan kepala
berarti baik atau ketidaksetujuan bahkan tidak percaya. Mengangguk
kepala yang tepat dalam proses mendengarkan akan meningkatkan durasi
9
pidato dari klien, sebuah sinyal bahwa anda tertarik dan dapat mendorong
pengungkapan penuh (Wolvin & Coakley 1996). Selain itu, orang yang
melakukan gerakan kepala seperti mengangguk dianggap lebih empati,
terbuka dan hangat serta kepedulian kita terhadap topik yang sedang
dibicarakan.
4. Postur dan Bahasa Tubuh
Postur tubuh dan posisi kaki juga bersifat simbolik. Orang yang
bertubuh tinggi besar sering dimaknai macho. Selain itu, posisi kaki saat
duduk sering dimaknai berbeda-beda.
Menurut Willian Sheldon, postur tubuh mengkomunikasikan
berbagai hal, yaitu:
a. Endomorph (gemuk), dimaknai malas dan tenang.
b. Mesomorph (atletik, ideal) dimaknai percaya diri.
c. Ectomorph (kurus) dimaknai introvert atau memikirkan diri sendiri.
Cara duduk atau berdiri dapat memberikan isyarat sinyal mood atau
sikap terhadap orang lain (Sheldrick Ross & Dewdney 1998). Sebuah bahasa
tubuh dapat menunjukkan kebosanan, sikap santai, mungkin menyarankan
seseorang tenang dan terkesima. Pergeseran mungkin menunjukkan
kegelisahan atau ketidaknyamanan. Bidang yang menelaah bahasa tubuh
adalah kinesika (kinesics), suatu istilah yang diciptakan seorang perintis studi
bahasa non verbal, Ray L. Birdwhistell. Setiap anggota tubuh seperti wajah
(termasuk senyuman dan pandangan mata), tangan, kepala, kaki dan bahkan
tubuh secara keseluruhan dapat digunakan sebagai isyarat simbolik. Karena
kita hidup, semua anggota badan kita senantiasa begerak. Lebih dari dua abad
yang lalu Blaise Pascal menulis bahwa tabiat kita adalah bergerak; istirahat
sempurna adalah kematian.
Sangat penting untuk menyadari bahwa bahasa tubuh dapat
memberikan pesan yang kuat (berkmakna) kepada penerima pesan (Arnold &
Underman-Boggs 2007). Apakah Anda duduk atau berdiri, tubuh anda harus
santai dan tubuh bagian atas cenderung sedikit ke arah klien (Arnold &
Underman-Boggs 2007). Pencocokan bahasa tubuh dapat digunakan untuk
menunjukkan keselarasan dan menjalin hubungan empatik. Keterampilan
10
non-verbal tertentu dapat digunakan untuk mendengarkan secara efektif klien
yang sedang berkonsultasi (Metcalf 1998). Akronim SOLER berguna ketika
menerapkan perilaku non verbal dalam praktek sehari-hari (Egan 2002):
S (Sit): Duduk tepat dalam kaitannya dengan klien / pemilik.
O (Open): Menjaga posisi terbuka.
L (Lean): Condong sedikit ke depan
E (Eye Contact): Menjaga kontak mata yang sesuai
R (Relax) : Tenang
Perilaku tersebut mungkin memerlukan cara adaptasi yang berbeda
ketika berkomunikasi dengan budaya lain. (Egan 2002).
Gambar 3. Bahasa Tubuh
5. Orientasi Ruang dan Jarak Pribadi
Bidang ilmu yang mempelajari hal ini adalah proksemika
(proxemics).Bidang yang termasuk dalam bagian ini adalah pencahayaan,
luas ruang, kebersihan, dan sebagainya. Daerah atau lingkungan badan
11
dikenali dari sejak dulu yaitu 1950s ketika Hall mengindentifikasi 4 penanda
area yakni area interaksi sosial, isyarat intim, pribadi, sosial dan publik
( Wolvin&Coakley 1996).
Ruang terbagi menjadi
a. Body territory, wilayah yang hanya boleh dimasuki diri sendiri.
b. Public territory, tempat yang secara bebas dimasuki dan ditinggalkan
orang
c. Home territory, wilayah publik yang bebas dimasuki dan digunakan oleh
orang yang mengaku pemiliknya.
d. Interactional territory, tempat pertemuan yang memungkinkan semua
orang berinteraksi.
Ahli komunikasi lain membagi wilayah ruang menjadi:
a. Zona intim : 0-18 inci (45cm).
b. Zona pribadi: 18 inci-4 kaki (45-120cm).
c. Zona sosial: 4-10 kaki (120-360cm).
d. Zona publik: 10 kaki-tak terbatas.
6. Sentuhan Pribadi
Studi tentang sentuhan disebut haptika (haptics).Sentuhan merupakan
suatu perilaku non-verbal yg multi makna karena dapat menggantikan banyak
kata.
Menurut Heslin, ada beberapa kategori sentuhan, yaitu:
a. Fungsional-fungsional, sentuhan bersifat dingin dan berorientasi bisnis.
Misalnya pramuniaga membantu pembeli memilihkan pakaian
b. Sosial-sopan, membangun dan memperteguh pengharapan, aturan dan
praktik sosial yang berlaku. Misalnya jabat tangan.
c. Persahabatan-kehangatan, meliputi setiap sentuhan yg menandakan afeksi
atau hubungan akrab. Misalnya saling merangkul.
d. Cinta-keakraban, menunjuk pd sentuhan yg menyatakan keterikatan
emosional. Misalnya mencium pipi orang tua.
Sentuhan adalah cara pertama untuk merawat komunikasi seperti
sentuhan seorang ibu kepada bayinya (Fredriksson 1999). Bagaimana kita
menggunakan sentuhan akan memberikan suatu informasi secara natural
12
dalam suatu hubungan dan derajat keramahan antara dua orang (Ellis et al.
2006). Penggunaan sentuhan yang tepat dianggap salah satu sinyal non-
verbal dari sikap ramah dan peduli (Argyle 1988; Fredriksson 1999). Pesan
seperti kasih sayang, dukungan emosional, dorongan dan perhatian pribadi
disampaikan melalui sentuhan. Sentuhan yang tepat akan membantu dalam
menciptakan dan memelihara hubungan dengan klien (Fredriksson 1999).
Namun, penting untuk diingat bahwa sentuhan diatur oleh norma-norma
sosial dan juga dipengaruhi oleh konteks budaya.
Gambar 4. Interpersonal Touch
7. Suara atau Fitur Paralinguistik
'Paralinguistics' adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan nada, volume, pitch, timbre dan intonasi, penekanan dan kelancaran yang menyertai ucapan (Sheldrick Ross & Dewdney 1998; Sully & Dallas 2006). Fitur paralinguistik menemani kata-kata untuk membuat arti sebenarnya, fitur ini membantu dalam penafsiran pesan dengan memberikan petunjuk kepada penerima tentang keadaan pikiran si pengirim (Ellis et al. 2006). Nada suara pembicara dapat memiliki dampak dramatis pada makna pesan. Keadaan emosional seseorang secara langsung dapat mempengaruhi nada suara. Contohnya ketika kita sedang marah maka nada suara kita meninggi. Kadang-kadang efek ini tidak sadar dikatakan saat mengirim satu pesan sedangkan nadanya berlawanan dengan pesan yang dikirim. Oleh karena itu, nada suara bisa menjadi isyarat untuk emosional seseorang. Takut, marah dan kesedihan adalah emosi yang disampaikan melalui intonasi dan pitch suara. Aspek paralinguistik dari interaksi ini sangat penting ketika orang lain tidak terlihat, seperti di konsultasi telepon. Oleh karena itu, suara yang hangat dapat menyampaikan empati dan nada keras mungkin memprovokasi kecemasan dan karena itu bertindak sebagai penghalang untuk proses komunikasi (Sully & Dallas 2006).
13
8. Penampilan Fisika. Busana
Nilai-nilai agama, kebiasaan, tuntutan lingkungan (tertulis atau tidak),
nilai kenyamanan, dan tujuan pencitraan, semua itu mempengaruhi cara
kita berdandan. Bangsa-bangsa yang mengalami empat musim yang
berbeda menandai perubahan musim itu dengan perubahan cara mereka
berpakaian. Pada musim dingin dengan udara di bawah 0° C misalnya,
tidak ada orang yang hanya mengenakan T-Shirt dan celana pendek di luar
rumah. Sebaliknya pada musim dingin lebih banyak orang mengenakan
pakaian lengkap. Di Amerika, busana berwarna teduh dikenakan untuk
kegiatan bisinis dan sosial. Di India dan Myanmar, busana bisnis lebih
kasual dari pada di Eropa. Seringkali mereka mengenakan busana
tradisional mereka, seperti yang juga dilakukan orang Arab ketika mereka
berbisnis dengan orang luar. Setiap fase penting dalam kehidupan fisik
sering ditandai dengan pemakaian busana tertentu, seperti pakaian
tradisional ketika anak lelaki disunat, toga ketika kita di wisuda, pakaian
pengantin ketika kita menikah, dan kain kafan ketika kita meninggal.
Sebagian orang berpandangan bahwa pilihan seseorang atas pakaian
mencerminkan kepribadiannya, apakah ia orang yang konservatif,
religious, modern, atau berjiwa muda. Tidak dapat pula dibantah bahwa
pakaian, seperti juga rumah, kendaraan dan perhiasan, digunakan untuk
memproyeksikan citra tertentu yang diinginkan pemakainya. Pemakai
busana itu mengharapkan bahwa kita mempunyai citra terhadapnya
sebagaimana yang diinginkannya. Mungkin ada juga kebenaran dalam
peribahasa latin uestis uirum reddit yang berarti “pakaian menjadi orang”.
Atau malah lebih benar lagi ungkapan “pakaian adalah orang”,
sebagaimana disarankan William Thourlby yang dalam bukunya You Are
What You Wear : The Key To Business Success menekankan pentingnya
pakaian demi keberhasilan bisnis. Orang-orang dalam jabatan eksekutif
khususnya sangat memperhatikan penampilan. Mereka berpakaian bukan
hanya untuk sekedar menutupi tubuh atau asal pantas, namun juga
berusaha menciptakan kesan yang positif pada orang lain. Pria eksekutif
14
bahkan sangat teliti dalam memilih dasi, saputangan, tas, sepatu, dompet
dan buku agenda yang mereka gunakan.
b. Karakteristik Fisik
Suatu studi menunjukkan bahwa daya tarik fisik merupakan suatu ciri
penting dalam banyak teori kepribadian, meskipun bersifat implicit. Orang
yang menarik secara fisik secara ajeg dinilai lebih pandai bergaul, luwes,
tenang, menarik, hangat secara seksul, responsive, persuasive, dan berhasil
dalam karier daripada orang yang tidak menarik.
Di beberapa daerah di Indonesia Timur, kumis dapat dianggap ciri
kedewasaan. Pengusaha bioskop yang memutar film 17 tahun ke atas dapat
mengetahui dewasa tidaknya seseorang dengan melihat adanya kumis
diatas bibir seorang laki-laki. Di Kabupaten Manggarai, Flores, rambut
lurus disebut “rambut air” didaerah itu dianggap istimewa, khususnya oleh
kalangan wanita karena jarang. Oleh karena pada umumnya warga daerah
itu berambut krirting, orang berambut lurus diasosiasikan dengan
pendatang.
Banyak orang, khususnya kaum wanita, mendambakan rambut lurus.
Ini tampaknya merupakan implikasi dari iklan-iklan produk kecantikan
yang menayangkan bintang-bintang iklan berambut lurus. Sejak puluhan
tahun lalu, sebagian dari kaum pria Afro-Amerika yang umumnya
berambut keriting dan “rendah diri” di hadapan orang kulit putih, berusaha
meluruskan rambut mereka dengan bahan kimia, sementara sebagian kaum
wanitanya menggunakan wig berwarna hijau, merah muda, ungu, merah
dan pirang. Malcolm X, pejuang hak asasi kulit hitam di Amerika, lewat
otobiografinya, menyindir orang seperti itu sebagai orang yang lebih
menggelikan daripada badut dan mungkin telah kehilangan jati dirinya.
Rambut merah atau pirang yang merupakan standar wanita barat itu kini
telah ditiru banyak wanita di seluruh dunia, termasuk di sebagian wanita di
Indonesia. Di kalangan selebritis, fenomena ini lebih menonjol lagi.
Wajah wanita kebarat-baratan dengan hidung mancung, dagu lancip
dan kulit yang putih, kini menjadi dambaan banyak wanita Indonesia.
Wajah Indo yang sering muncul dalam layar lebar dan sinetron kita dalam
15
dua dekade terakhir, misalnya Meriam Bellina, Sophia Latjuba dan
Tamara Bleszynski, adalah idola penonton wanita kita. Dengan
menampilkan wajah Eurasia itu, wanita kita dapat mengidentifikasikan diri
dengan si tokoh dan hal ini diasumsikan dapat menjadi pemicu yang
membuat film atau sinetron itu laku di pasaran. Ironisnya, bahkan film
Roro Mendut garapan Ami Prayono tahun 1983 yang didasarkan novel
Y.B. mangunwijaya, juga diperankan oleh Meriam Bellina. Padahal, Roro
mendut dilukiskan sebagai wanita Jawa asal Pesisir yang “berkulit seperti
kayu jati muda atau hitam manis”.
c. Bau-Bauan
Bau-bauan, terutama yang menyenangkan (wewangian seperti
deodorant, eau de toilette, eau de cologne, dan parfum) telah berabad-abad
digunakan orang, juga untuk menyampaikan pesan, mirip dengan cara
yang juga dilakukan hewan. Kebanyakan hewan menggunakan bau-bauan
untuk memastikan kehadiran musuh, menandai wilayah mereka,
mengidentifikasi keadaan emosional, dan menarik lawa jenis.
“Wewangian mengirim pesan lebih ke otak”, kata Harry Darsono,
perancang model terkenal, sementara Victor Hugo menyatakan, “Tidak
sesuatu pun membangkitkan kenangan seperti suatu bau”. Bau bunga
melati mungkin akan mengingatkan kita pada kematian seseorang yang
kita kasihi belasan tahun lalu, atau pada perkawinan puluhan tahun lalu.
Bau parfum tertentu pun boleh jadi mengingatkan kita pada seseorang
yang khusus : ibunda, istri, mantan pacar dan sahabat yang mungkin telah
tiada.
9. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi kemampuan kedua belah pihak untuk
berkomunikasi, dan oleh karena itu untuk membentuk sebuah komunikasi
yang sukses seseorang harus memperhatikan lingkungan (Arnold &
Underman-Boggs 2007). Konteks lingkungan terdiri dari faktor di luar
orang-orang yang terlibat dalam komunikasi. Hal tersebut termasuk faktor
fisik seperti lokasi, perabot dan pengaturan mereka, serta ukuran ruang
perawatan dan ruang tunggu, jika sesuai. Satu dapat mengatur peralatan
16
untuk meningkatkan atau membatasi proses komunikasi. Juga termasuk
adalah kenyamanan seperti pemanasan, pencahayaan dan ventilasi.
Kebisingan merupakan aspek penting ketika mempertimbangkan
lingkungan (Redmond 2000). Contohnya lingkungan perlu
dipertimbangkan dalam konsultasi. Termasuk keluarga atau teman yang
mempercayai klien dapat sangat meningkatkan kenyamanan klien jika
percakapan berikutnya yang kemungkinan akan menghasilkan kecemasan
(Arnold & Underman-Boggs 2007).
10. Waktu
Bidang ilmu yang mempelajari interpretasi waktu sebagai pesan
disebut kronemika (chronemics). Konsep waktu tersebut adalah:
a. Waktu monokronik, sangat menghargai waktu, semua serba
diperhitungkan.
b. Waktu polikronik, lurus dan lebih santai.
2.5 Hubungan Komunikasi Non Verbal antara Dokter Hewan dengan
Kliennya
Dalam berhubungan dengan kliennya dokter hewan juga menggunakan
komunikasi non verbal antara lain yaitu:
1. Mendengarkan: merupakan dasar utama dalam berkomunikasi. Dengan
mendengar petugas mengetahui perasaan klien. Beri kesempatan lebih
banyak pada klien untuk bicara. Dokter hewan harus menjadi pendengar
yang aktif.
2. Refleksi. Berupa refleksi isi, mencermikan apa yang didengarkan. Refleksi
perasaan, member respon pada klien kita terhadap isi pembicaraan, agar
klien mengetahui dan menerima perasaannya.
3. Diam. Cara yang sukar, biasanya setelah mengajukan pertanyaan, dokter
hewan diam dan hanya menggangguk, tujuannya yaitu untuk member
kesempatan berpikir dan memotivasi klien untuk bicara.
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Komunikasi non verbal adalah komunikasi dimana pesan disampaikan
tidak dengan kata-kata, melainkan melalui gerak isyarat, bahasa tubuh, dan
lain sebagainya. Dalam hal ini komunikasi non verbal bersifat tidak universal
dan terikat budaya, spontan, ambigu, dan berlangsung cepat. Disamping itu
komunikasi non verbal mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Repetisi, yaitu mengulang kembali gagasan yang telah disampaikan secara
verbal.
2. Aksentuasi dan Komplemen, yaitu menegaskan pesan verbal atau
menggaris bawahinya, melengkapi dan memperkaya makna pesan non
verbal.
3. Substitusi, yaitu menggambarkan lambang-lambang verbal.
4. Regulasi, yaitu perilaku non verbal dapat meregulasi perilaku verbal.
5. Kontradiksi, menolak pesan verbal atau memberi makna lain terhadap
pesan verbal.
Adapun komponen-komponen dari komunikasi non verbal yaitu
ekspresi wajah, kontak mata, gerakan kepala, postur dan bahasa tubuh,
orientasi ruang dan jarak pribadi, sentuhan pribadi, suara atau fitur
paralinguistik, penampilan fisik, lingkungan, dan waktu. Dalam berhubungan
dengan kliennya dokter hewan juga menggunakan komunikasi non verbal
antara lain yaitu dengan mendengarkan keluhan dari klien, merefleksikan
perasaan klien dan diam saat setelah mengajukan pertanyaan.
3.2 Saran
Disarankan kepada masyarakat khususnya mahasiswa kedokteran
hewan untuk dapat mengaplikasikan proses komunikasi yang efektif baik itu
komunikasi verbal maupun non verbal sehingga meningkatkan keterampilan
berkomunikasi dalam melakukan konsultasi kepada klien/ pemilik hewan.
Sehingga terjadi interaksi yang menimbulkan pemahaman informasi yang
tepat dalam penanganan medis.
18
DAFTAR PUSTAKA
Argyle M (1988) Bodily communication, 2nd edn. Routledge, London.
Arnold E, Underman-Boggs K (2007) Interpersonal Relationships: Professional Communication Skills for Nurses, 5th edn. Saunders, St Louis, MO
Effendi, Onong. 1994. Ilmu Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Egan G (2002) The Skilled Helper, 7th edn. Brooks/Cole, Australia.
Ellis RB, Gates B, Kenworthy N (2006) Interpersonal Communication in Nursing, 2nd edn. Churchill Livingstone, Edinburgh.
Fredriksson L (1999) Modes of relating in a caring conversation: a research synthesis on presence, touch and listening. Journal of Advanced Nursing 30(5):1167–1176.
Kagan C, Evans J (2001) Professional Interpersonal Skills for Nurses. Nelson Thornes, Cheltenham, UK.
Knapp ML (2000) Non-verbal behaviour and human interaction. In: Redmond MV (ed.), Communication: Theories and Applications. Houghton Mifflin, Boston.
Kurtz SM, Silverman JD, Draper J (2003) Teaching and Learning Communication Skills in Medicine, 2nd edn. Radcliffe Medical Press, Oxford.
Metcalf C (1998) Stoma care: exploring the value of listening. British Journal of Nursing 7(6):311–318.
Mulyana, Deddy. 2005. Ilmu Komunikasi : Suatu Pengantar. Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Rakhamat, Jalaludin. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung. Remaja Rosdakarya.
Redmond MV (2000) Communication: Theories and Applications. Houghton Mifflin, Boston.
Silverman JD, Kurtz SM, Draper J (1998) Skills for Communicating with Patients. Radcliffe Medical Press, Oxford.
Sheldrick Ross C, Dewdney P (1998) Communicating Professionally, 2nd edn. Library Association, London.
Wolvin A, Coakley CW (1996) Listening, 5th edn. McGraw-Hill, Boston, p. 69.
19